Makalah Kelompok 8 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH FILSAFAT EKSISTENSIALISME Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Filsafat Fenomenologi dan Eksistensialisme Dosen Pengampu : Drs. Zaenal Abidin, M. Si.



Disusun oleh : 1. Muhammad Jauzaak Khaidar



15000119130252



2. Nenden Tata Kurnia



15000119120004



3. Nur Intan Ratu Kusuma



15000119120006



4. Irene Tamariska Tentua



15000119120050



FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO 2020



DAFTAR ISI



DAFTAR ISI.............................................................................................................................................1 BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................................2 1,1. Latar Belakang Masalah..............................................................................................................2 1.2. Rumusan Masalah......................................................................................................................2 1.3. Tujuan Pembahasan...................................................................................................................2 BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................................3 2.1. Filsafat Eksistensi........................................................................................................................3 2.2. Tokoh..........................................................................................................................................3 2.3. Situasi Batas Bersifat Doubleness...............................................................................................8 2.4. Situasi Batas Sebagai Chiffren Transendensi...............................................................................8 2.5. Realitas Sebagai Chiffren Asli Transendensi................................................................................9 2.6. Pembacaan Chiffren - Pendakian Menuju Eksistensi................................................................11 BAB III PENUTUP..................................................................................................................................13 3.1. Kesimpulan...........................................................................................................................13 DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................14 REFLEKSI DIRI.......................................................................................................................................15



1



BAB I PENDAHULUAN 1,1. Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu aliran besar dalam filsafat, khususnya dalam periodisasi filsafat barat yang juga pernah menjadi salah satu aliran sangat penting di abad ke-20. Eksistensialisme merupakan filsafat yang memandang segala gejala dengan berpangkal pada eksistensi, yang secara umum diartikan sebagai keberadaan. Paham ini memusatkan perhatiannya kepada manusia, maka kerena itulah filsafat ini bersifat pada humanitis, yang mempersoalkan seputar keberadaan manusia dan keberadaan itu dihadirkan lewat kebebasan. Eksistensi adalah cara manusia berada dalam dunia, yang mana cara berada manusia di dunia ini amatlah berbeda dengan cara benda-benda yang tidak sadar akan keberadaannya, juga benda yang satu berada di samping lainnya, tanpa hubungan. Namun, disamping itu semua manusia berada bersama-sama dengan sesama manusia. Maka, untuk membedakan antara benda dengan manusia dapat kita katakan bahwa benda “berada” dan manusia “bereksistensi”. Sehubungan dengan itu semua maka, dalam makalah ini, penulis ingin membahas tentang Eksistensialisme dan cara berfikirnya.



1.2. Rumusan Masalah 1. Bagaimana penjelasan tentang pandangan - pandangan eksistensial yang pokok dari Karl Jaspers? 2. Bagaimana penjelasan tentang penerangan eksistensi dan situasi batas (die Grenzsituation)? 3. Bagaimana penjelasan tentang ajaran spiritual Timur dan persepsi tentang kesatuan (das Umgreifende)?



1.3. Tujuan Pembahasan Mampu menjelaskan tentang pandangan - pandangan eksistensial yang pokok Karl Jaspers. Mampu menjelaskan tentang penerangan eksistensi dan situasi batas (die Grenzsituation).. Mampu menjelaskan tentang ajaran spiritual Timur dan persepsi tentang kesatuan (das Umgreifende)



2



BAB II PEMBAHASAN



2.1. Filsafat Eksistensi Eksistensialisme adalah suatu filsafat yang menolak pemutlakan akal budi dan menolak pemikiran-pemikiran abstrak murni. Eksistensialisme berupayah untuk memahami manusia yang berada dalam dunia, yakni manusia yang berada pada situasi khusus dan unik. Blackham mengatakan bahwa eksistensialisme adalah suatu filasat keberadaan, suatu filsafat pembenaran dan penerimaan dan suatu penolakan terhadap usaha rasionalisasi pemikiran yang abstrak tentang kebenaran (Rouledge & Kegan Paul, 1978). Metode yang digunakan oleh para pemikir eksistensialis disebut metode eksistensial. Metode eksistensial pada dasarnya dipengaruhi oleh Kierkegaard, bapak eksistensialisme. Pemikiran dan metode Kierkegaard merupakan reaksi yang terutama tertuju kepada rasionalisme idealistis Hegel yang dianggapnya telah mati dan tidak berguna lagi. Para eksistensial berpendapat bahwa yang paling penting ialah kebenaran subjektif. Secara umum dapat dikatakan bahwa metode eksistensial merupakan kebalikan dari metode ilmiah tradisional dalam hal sebagai berikut. Mereka yang menggunakan metode ilmiah tradisional mengkonsentrasikan pandangan pada apa yang sedang berada di dalam suatu tabung percobaan. Adapun pemikiran eksistensialisdengan metode eksistensial mereka-mengkonsentrasikan pandangan mereka pada manusia yang berada di luar tabung percobaan itu. Dengan demikian, subjektivitas lebih berguna daripada objektivitas, dan nilai lebih perlu daripada fakta. Memang harus diakui bahwa justru itulah yang terlupakan dalam berbagai metode lain yang dikenal selama itu, yang terlalu memutlakan objektivitas.



2.2. Tokoh Karl Jaspers Karl Jaspers (1883-1969) yang oleh Heidegger disebut pendiri eksistensialisme Jerman, adalah seorang yang menjalani praktek psychiater sebelum memasuki filsafat. Pada tahun 1913, sebagai psychiater muda di rumah sakit jiwa Heidelberg, Jaspers menulis buku 3



tentang psychopathology yang diberi judul Allgemeine Psycho-pathologie. Jaspers merevisi bukunya itu sebanyak 7 kali, terakhir dilakukan pada tahun 1959. di dalamnya, Jaspers menekankan perlunya deskripsi yang rinci atas pengalaman subjektif pasien untuk memperoleh diagnosis yang cermat dan perlunya pemberian empati terhadap perasaanperasaan pasien untuk keberhasilan terapi. Jaspers memasuki kehidupan akademis dan menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mengajar meneliti dan menulis. kuliah yang pertama kali diberikan Nya adalah kuliah psikologi teoritis dan empiris, khususnya tentang subjek-subjek seperti persepsi ingatanku kelelahan, kemampuan dan tipologi kepribadian. psikologi, yang menjadi bidang minat utama selama beberapa tahun, lambat laun mengarahkan Jaspers pada filsafat. Casper's menaruh perhatian pada segenap masalah besar yang secara tradisional terdapat dalam filsafat, tetapi perhatian khusus ia berikan pada segenap aspek “ada”. Sasarannya adalah menyajikan suatu filsafat -atau, sebagaimana disebutkan oleh Jaspers sendiri, “suatu corak observasi” -yang akan mencakup spektrum masalah-masalah yang berkaitan dengan keberadaan manusia. Ia membedakan tiga bentuk atau corak “ada”: being-there, beingoneself, dan being-in-itself. Bring there adalah dunia empiris objektif yang dapat kita ketahui melalui observasi dan eksperimen. Being oneself adalah keberadaan pribadi yang bergantung pada kesadaran kita terhadap diri sendiri dan kebebasan serta pada pemastian diri sendiri dengan pilihan dan putusan-putusan. Sedangkan being in itself adalah dunia dalam transendensinya. Filsafat memperlakukan ketiga corak “ada” itu secara terpisah dan menggalinya melalui metode-metode yang dianggap layak, tetapi manusia bisa berpartisipasi dalam ketiga corak “ada” tersebut sekaligus. Jaspers mengingatkan bahwa manusia secara sinambung melaksanakan penjadian diri melalui realisasi kebebasannya dan melalui pembuatan putusan-putusan. Dia secara tetap menghakimi dirinya sendiri berdasarkan putusan-putusan yang dibuatnya, menghadapi situasi situasi yang tidak bisa dihindarkan seperti kematian, penderitaan, perjuangan dan rasa berdosa manusia menangani semuanya itu sendiri. Bagaimanapun, dia tidak terisolasi dari dunia yang lain, sebab dia secara tetap ada dalam komunikasi dengan keberadaan keberadaan yang lain. Komunikasi itu konstitutif pada keberadaannya, yakni dia eksis karena berada dalam komunikasi dengan orang lain. Komunikasi itu sendiri ada beberapa bentuk, antara lain percakapan, pergaulan sosial, dilayani dan melayani, dan relasi-relasi politik.



4



Filsafat eksistensialisme adalah filsafat modern. Filsafat eksistensialisme tidak lepas dari pengaruh para filsuf: sooren Kierkegaard dan Friedrich Wihelm Nietze sekitar abad ke 19. Pada abad ke 20 di-booming-kan kembali oleh Martin Buber, Karl Jasper, dan Jean Paul Sertre. Filsafat ini dapat digunakan di bidang pendidikan dan sebagai rujukan. Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang fokus pada kehidupan manusia akan keberadaan manusia itu sendiri. Ciri-ciri filsafat eksistensialisme (Misnal Munir, 2008:100) : 1. Cara manusia berada : eksistensi adalah cara khas manusia berada. 2. Manusia menciptakan diri secara aktif, bereksistensi berarti merencanakan, berbuat, dan selalu dalam proses menjadi. 3. Manusia adalah realitas yang belum selesai. Terbuka dalam suatu kemungkinan. 4. Memberi tekanan pada pengalaman yang konkret, eksitensial. Tema-tema pokok eksistensialisme (Lavine, Ibid:10) 1. Mengutamakan eksistensi sebagai subjek berkesadaran di atas esensi yang ada pada manusia. 2.



Kegelisahan atau penderitaan. Penderitaan adalah bentuk ketakutan akan kehampaan eksistensi manusia.



3. Irasionalitas, eksistensi tidak masuk akal. Untuk ada sebagai manusia tidak dapat dipahami. 4. Kehampaan atau kekosongan, aku hidup tanpa menyusun eksistensi dalam dunia ku. Maka hidup akan hampa dan kosong. 5. Kematian, adalah hal yang paling nyata dan harus diderita (Heidegger) 6. Aliensi atau keterasingan, manusia terperangkap dalam alam kebendaan.



Karl Jaspers adalah salah satu tokok filsafat eksistensialisme berkebangsaan Jerman. Karl Jaspers dilahirkan di Kota Oldenburg, Jerman Utara pada tanggal 23 Februari tahun 1883. Karl Jaspers terlahir dari pasangan Carl Wilhelm Jaspers dan Henriette Tantzen. Ia berpendapat bahwa eksistensi adalah penghayatan mengenai kebebasan total yang menjadi inti utama manusia. Namun kebebasan ini bukanlah kebebasan tanpa batas. Melainkan, terdapat nilai-nilai manusia sebagai maksluk hidup yang memiliki hubungan vertical dan horizontal. Hubungan vertical tersebut adalah hubungan manusia dengan Tuhan. Dimana 5



manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Sedangkan, hubungan secara horizontal adalah hubungan antara manusia dengan manusia yang berada di luar dirinya. Karena manusia adalah makhluk social yang akan selalu berinterkasi dengan orang lain. Karl Jaspers mengungkapkan bahwa manusia memiliki keterbatasan dalam hidup. Batasan itu adalah keterbatasan manusia dan keterbatasan situasi. 1. Keterbatasan pengetahuan, manusia memiliki kemampuan yang terbatas. Penegtahuan manusia terbatas pada limit-limit, polaritas, dan kategori=kategori yang menyebabkan manusia tidak bisa menjangkau sesuatu. Menurut Jaspers anatomi tidak akan menemui titik final. Karena dunia dan eksistensi manusia sudah berada dalam antinomical disiplint. antinomical disiplint. antinomical disiplint adalah unsur yang berlawanan namun saling bergantung. 2. Situasi Batas Manusia Kematian adalah hal mutlak yang akan dialami oleh semua makhluk hidup terasuk manusia. Pada filsafat eksistensialisme kematian tidak



hanya dilihat dari proses biologis saja.



Melainkan, kesadaran akan kematian itu sendiri. Karl Jaspers menerangkan pemikirannya mengenai kematian dalam kerangka mengenai situasi batas manusia. Manusia tidak dapat lepas dari situasi-situasi tertentu. Walaupun dia menghindar, tetap saja dia akan menemusi situasi lainnya. Oleh karena itu, Karl Jaspers menyebut manusia berada situasi-dalam-situasi. Jaspers mengatakan hal ini sebagai situasi batas manusia (Grenzsituationen). Situasi batas adalah situasi yang tidak dapat dihindari. Situasi batas memiliki dua kategori yaitu; 1.



situasi batas umum (faktisitas), Bahasa umumnya adalah nasib. Contoh: jenis kelamin, kondisi fisik, dan latar belakang historis.



2.



situasi batas khusus, kematian (Tod), penderitaan (Leiden), perjuangan (Kampf), dan kebersalahan (Schuld).



Salah satu contoh dari situasi batas adalah kematian, dimana hal ini adalah kenyataan yang tidak dapat ditolak. Eksistensi Jespers bersifat paradoks anatomis. Dimana setiap unsurnya saling bertolak belakang namun saling bergantung satu sama lain. Contoh kematian, sebuah kehidupan tidak akan bisa dipahami secara utuh jika tidak ada kematian. Satre mengatakan bahwa kematian adalah hal yang absurb dan tidak bermakna bagi eksistensi. Namun, Karl Jaspers menyakini bahwa kematian sebagai situasi batas yang ketika dihadapi penuh dengan 6



martabat, maka manusia akan mendapatkan hidup yang lebih utuh. Pemahaman ini disebut Transcending-thinking. Transcending-thinking adalah aktivitas



yang berfikir melampaui



realitas yang empiris. Namun, mengakui adanya kemampuan mentransendensikan fenomena empirik. Karl Jaspers menyatakan bahwa eksistensi tidak sekadar berdimensi biologis melainkan juga memiliki aspek transendental. Kesadaran akan kematian adalah eksistensi manusia yang hidup di dunia. Apabila manusia memahami kematian dengan sekedar peristiwa biologis, maka tidak ada makna kecuali sebatas tubuh yang kehilangan sesuatu. Karl Japers memaknai kematian lebih dari itu. Dia memaknai kematian lebih dalam dan berfikir melampaui material-biologis. Begitu pula dengan penderitaan. Manusia tidak akan pernah lepas dengan penderitaan. Walaupun sudah menghindari sebuah penderitaan suatu saat akan bertemu dengan penderitaan yang lebih berat. Perjuangan adalah usaha manusia mencapai sesuatu. Namun perjuangan itu tidak akan pernah habis karena aka nada hal baru yang harus terus diperjuangkan. Manusia dalam bereksistensi akan selalu mengalami kebersalahan. Karena dalam mengambil sebuah keputusan sangat sulit keadilan bisa tertegakkan secara merata. Pasti ada pihak yang merasa rugi. Jaspers



mengemukakan pengertian das Umgreifende untuk melengkapi pemikirannya



tentang transendensi. Ini menjadi istilah kunci dalam metafisiknya. Kata das Umgreifende itu sukar untuk diterjemahkan dalam bahasa-bahasa lain. Dalam terjemahan Inggris umumnya dipakai the Encompassing, dalam bahasa Indonesia dapat kita pakai “yang melingkupi”. kalau saya selaku filsuf berusaha berefleksi tentang Ada, selalu saya berkecenderungan menjadikan Ada suatu objek bagi saya sebagai subjek. Tetapi Ada tidak dapat di hadapkan kepada saya sebagai subjek, sebab saya sendiri (dan umat manusia seluruhnya) termasada Ada itu. Untuk mempelajari Ada kita harus mengatasi oposisi antara subjek dan objek itu dan kemungkinan itu disajikan, jika kita mengerti Ada sebagai “yang melingkupi”. ada dalam keseluruhannya tidak merupakan objek dan tidak merupakan subjek; Ada itu ialah “yang melingkupi”. Serta ada oposisi lain lagi yang dapat dihindari dengan menggunakan konsep tersebut yaitu oposisi antara Ada dan ketiadaan. Setiap subjek kita pikirkan sebagai berbeda dengan objek lain, sehingga jika kita mau memikirkan Ada pada umumnya, kita berkecenderungan untuk mempertentangkannya dengan ketiadaan. Memikirkan sesuatu berarti melepaskan dari “yang melingkupi”. Tetapi “yang melingkupi” memuat segala sesuatu, sehingga tidak dapat dipertentangkan dengan apapun juga. Dikatakan bahwa Allah 7



dan dunia merupakan “yang melingkupi”. Tetapi dari segi lain dapat dikatakan pada bahwa kita sendiri adalah “yang melingkupi”.



2.3. Situasi Batas Bersifat Doubleness Sifat konstitutif situasi batas menunjukkan bahwa batas harus dihadapi apabila ingin mencapai eksistensi. Situasi batas memberikan kesadaran kepada manusia untuk menyadari keterbatasan dan kegagalan diri. Situasi batas juga dapat membawa kepada Transendensi. Terdapat ciri ganda pada situasi batas, yaitu determinasi yang merupakan keputusan. Menurut Joanna Bornemark, gagasan determinisme situasi batas berasal dari Kierkegaard dan Heidegger. Menurut Kierkegaard situasi batas yaitu struktur dasar individu. Kemudian Heidegger mengembangkannya dengan faktisitas. Gagasan dari kedua tokoh dikembangkan oleh Jaspers dengan menegaskan ciri situasi batas sebagai fenomena universal dan personal. Situasi batas merupakan keadaan umum individu dimana dialami oleh semua orang, namun setiap individu memiliki sejarah pribadi yang dihasilkan oleh interaksi dengan situasi batas umum. Istilah “batas” digunakan untuk menerjemahkan kata Jerman, Grenze. Pemahaman Kant tentang Grenze sebagai batas dari yang terbatas, yang tidak termasuk bagian keseluruhan yang lebih besar. Grenze merupakan batas maksimal dari pencapaian, juga merupakan tempat dimana



yang tampak menyinggung hal yang tidak tampak yang



diasumsikan lewat pemikiran secara implisit sedikit mengambi bagian yang tampak. Jaspers menegaskan bahwa Grenzei memiliki dua sisi, yaitu limit dan delimit. Yang menandakan ketidakmungknan manusia menguasai segala sesuatu, namun disisi lain menandakan sesuatu yang lain yang lebih besar dan tak terjangkau. Jaspers menggambarkan konsep Grenze menjadi historisitas dan keputusan. Yang dimana situasi batas menggambaran warisan dan terdapat ruang bagi individu untuk memutuskan sesuatu untuk meraih eksistensi.



2.4. Situasi Batas Sebagai Chiffren Transendensi Istilah Chiffren dimaksudkan sebagai simbol –simbol keilahian. Situasi batas ibarat tembok yang menimbulkan benturan dan kegagalan bagi manusia , namun benturan – benturan itu akan membuka pintu menuju Transendensi. Situasi batas menujuukan bahwa diri saya terbatas dan tidak mampu mencapai eksistensi, namun secara tidak langsung menunjuk kepada sesuatu di luar diri saya pada sumber dasariah dari ada, yaitu Transendensi. Situasi 8



batas menurut Jaspers merupakan Chiffren yang menyuarakan suara Transendensi. Orang yang ingin membangun eksistensi harus mendengarkan suara Transendensi dalam berbagai keterbatasan diri. Keterbatasan membawa manusia kepada yang tidak terbatas. Keterbatasan mendorong manusia kepada Transendensi untuk menuju eksistensi. Jaspers menggunakan istilah Transendensi untuk menyebut keilahian atau Tuhan. Manusia hanya cukup mengetahui bahwa Tansendensi itu ada walaupun tidak dapat dipikirkan sebagai yang ada karena Transendensi juga meliputi ketiadaan. Transendensi menurut Jaspers itu das Umgreifende alles Umgreifenden, dalam terjemahan Inggris disebut Encompassing yang berarti Yang Melingkupi semua yang melingkupi. Manusia dilingkupi oleh Dasein (kenyataan diri), Bewusstsein Über (kesadaran umum), Geist (roh), dan Welt (dunia dan semua fenomena). Eksistensi tidak dapat dicapai dalam lingkup ini karena lingkup tersebut memiliki keterbatasan. Eksistensi sendiri hanya dapat dicapai pada Yang Melingkupi semua yang melingkupi sebagai batas terakhir yang tidak terbatas. Sedangkan, Transendensi bagaikan cakrawala yang melingkupi, menyatukan dan menyelaraskan segalanya. Semua dualitas, polaritas, kontradiksi dan antinomi dapat diselaraskan dalam Yang Melingkupi. Transendensi adalah realita sultim, sumber ada yang mendasari segala sesuatu termasuk kedirian manusia karena itu menjadi clavis clavium atau kunci ke semua kunci lain untuk ruang di mana “ada” menampakkan diri. Transendensi seakan -akan memberikan kepada orang -orang penemuan diri yang sebenarnya untuk direalisasikan. Eksistensi terletak pada kebebasan untuk memutuskan maju atau mundurnya jalan transendensi demi perwujudan kedirian secara autentik.



2.5. Realitas Sebagai Chiffren Asli Transendensi Transendensi dapat dijumpai melalui keterbatasan diri dan seluruh realitas. Seluruh realitas yang berada dalam waktu dan ruang dimana transendensi bereksistensi selalu merevelasikan



atau



menyingkapkan



transendensi.



Jaspers



menggambarkan



bahwa



transendensi sebagai Yang Melingkupi segala sesuatu yang berada dalam kejauhan yang tak terhingga seakan -akan hilang dalam ketiadaan, tak tertangkap, tak dapat dikenal, bahkan tak dapat dipikirkan. Hal ini menyebabkan manusia mustahil untuk berhubungan denfan transendensi secara langsung. Cara manusia untuk mengenalNya yaitu melalui Chiffren -Chiffren dalam relitas. Chiffren sendiri adalah bahasa Transendensi. Pemikiran Jaspers mengenai Transendensi sebagai Yang Melingkupi semua yang melingkupi lebih jelas tentang 9



revelasi Transendensi. Jaspers mengatakan bahwa Transendesi bereksistensi dalam segala sesuatu sehingga segala sesuatu memiliki dimensi Transendensi dan selalu merevelasikan atau menyingkapkan elemen -elemen Transendensi. Hal ini menyebabkan Jaspers mengatakan bahwa segala sesuatu merupakan Chiffren Transendensi. Transendensi berada dibalaik segala sesuatu. Segala sesuatu dapat di klasifikasikan dalam dua kategori, yaitu kategori umum ( meliputi waktu, ruang, realitas, dan kebebasan) dan kategori formal (citra ilahi dalam komunitas religius atau agama). Transendensi bereksistensi dalam waktu sehingga menyebabkan waktu dan hukum -hukumnya dan seluruh realitas yang berada dalam waktu mengambil bagian dalam Transendensi menjadi Chiffren transendensi. Gagasan Henri Bergson yakni memahami waktu yang bersifat abadi, alfa, dan omega, tidak berawal dan tidak berakhir. Transendensi bereksistensi dalam realitas yang meliputi substansi, hidup dan jiwa. Substansi adalah elemen utama dari materi sehingga setiap materi termasuk alam semesta dan hukum -hukumnya mengandung dimensi transendensi. Eksistensi Transendensi dalam substansi menyebabkan proses hidup menyingkapkan Transendensi dalam ruang dan waktu. Dalam Transendensi hidup dan mati bukan kutup yang bertentangan. Kematian bukan akhir segalanya tetapi pemenuhan eksistensi. Aspek psikis terdiri atas jiwa atau psike. Kelebihan jiwa dari substansi dan hidup terletak pada kemampuan untuk menyadari nilai, kebaikan, dan transendensi. Jiwa juga dapat menjangkau sesudah kematian. Transendensi bereksistensi dalam jiwa sehingga kesadaran jiwa menyingkapkan elemen -elemen Transendensi. Kebebasan manusia merupakan ruang bagi dinamika Transendensi untuk mengambil bagian dalam kesadaran manusia supaya memilih jalan kebaikan dan memiliki dimensi, menyingkapkan fenomena transendensi. Hal ini menggambarkan transendensi melingkupi segala sesuatu sehingga baik objek realitas maupun kebebasan subjek menyingkapkan transendensi. Semua merupakan Chiffren transendensi yang menyebabkan di satu pihak realitas selalu menyingkapkan fenomena Transendensi dan di pihak lain, manusia memilki kesadaran atas nilai yang diterangi Transendensi. Perjumpaan antara kebebasan manusia dan fenomena Transendensi dalam realitas menghasilkan pengalaman mistik. Setiap orang dapat mengalami revelasi dan ketakjuban, menangkap fenomena serta menemukan suara Transendensi di balik realitas. Agama -agama memiliki citra ilahi yang terungkap dalam doktrin, ajaran, tradisi, mitos, seni, dan lain -lain. Chiffren Transendensi juga merupakan citra ilahi dalam agama -agama walaupun bukan revelasi asli. Citra ilahi dalam agama merupakan konstruksi atas pengalaman revelasi dalam realitas dan merupakan Chiffren -Chiffren terjemahan dari 10



Chiffren -Chiffren asli. Pengalaman perjumpaan bersifat parsial sehingga menghasilkan gambaran Transendensi yang bersifat parsial pula. Beberapa orang mengklaim bahwa Tuhan monoteis yang mengalami sebagai kekuatan jamak dan juga ada yang mengklaim Tuhan yang politeis. Dan beberapa orang yang mengalami sebagai persona dan yang lainnya mengklaim sebagai “yang diam,” “sunyi.” Transendensi lebih luas dibandingkan elemen sebuah Chiffren, tidak dapat dicakup, the One, keutuhan, dan keseluruhan. Setiap elemen dalam transendensi membutuhkan elemen -elemen lain. Kesatuan elemen tidak menggambarkan totalitas tetapi lebih merepresentasikan transendensi dan penerangan yang lebih penuh. Hal ini menyebabkan orang zaman primitif menempatkan dewi -dewi bumi disamping dewa -dewa langit yang memanifestasikan sisi yang berbeda dari Transendensi yang absolut. Sehingga eksistensi akan jauh berkembang apabila individu terbuka terhadap elemen lain sehingga mendapat penerangan dan mencapai kedirian yang lebih dewasa.



2.6. Pembacaan Chiffren - Pendakian Menuju Eksistensi Penegasan Chiffren sebagai bahasa Transendensi menunjukkan bahwa jalan menuju eksistensi harus melalui pembacaan dan interpretasi terhadap Chiffren -Chiffren. Pembacaan ditujukan kepada Chiffren -Chiffren asli dan intepretasi merujuk kepada Chiffren -Chiffren terjemahan. Ciri pembacaan yaitu menekankan keterlibatan subjek pada fenomena, menekankan kerja intuisi dan berorientasi pada pengalaman transendensi, sedangkan interpretasi menempatkan naskah Chiffren sebagai objek, menekankan kerja rasio dan berorientasi pada pemahaman makna secara rasional. Akan tetapi, keduanya tidak dapat dipisahkan secara tegas, membutuhkan refleksi, dan kontemplasi, serta terarah pada penerangan untuk membangun kebajikan dan visi yang baru supaya hidup secara otentik. Pembacaan Chiffren dimulai dari gerak intuisi yang terdorong dari rasa takjub atas fenomena realitas sehingga merangsang subjek menyelami misteri dibalik fenomena dan mengangkat kemanusiawian untuk bersentuhan dengan transendensi. Hal ini merupakan pengalaman mistik revelasi yang bersifat eksklusif dan kedalaman misteri tidak dapat diungkapkan dalam rumusan spekulatif. Pengalaman mistik yang diterjemahkan ke dalam Chiffren baru di berbagai kebudayaan dikenal dengan mitos, monumen, seni, mantra, naskah suci. Jaspers menamakan Chiffren -Chiffren r terjemahan ini sebagai bahasa kedua Transendensi. Jaspers menyebutkan bahwa mitos dan seni sebagai chiffer dengan kekuatan unik. Mitos mampu menerjemahkan Chiffren -Chiffren original ke objek yang di personifikasikan, tidak dapat 11



mempertahankan keutuhan pengalaman mistik revelasi, namun memiliki kemampuan untuk membawa orang pada keadaan yang sebenarnya. Hal ini seirama dengan pendapat para budaya mengenai suku -suku tradisional yang menganggap mitos memiliki kebenaran sejati yang menjadi jawaban terawal dan terakhir bagi persoalan -persoalan dasariah hidup. Seni juga merupakan Chiffren yang menghadirkan kedalaman dan keunikan mistik revelasi ke dalam situasi konkrit. Seni unggul mampu membawa orang masuk ke dalam pengalaman revelasi asli dan memvisualisasikan visi transendensi dalam wujud konkrit. Selain itu, seni dapat menyatukan Chiffren yang berbeda pada kenyataan Transendensi, memberi kekuatan pada mitos yang sudah dilupakan, menciptakan Chiffren ketidakhadiran, dan memberi pemikiran spekulatif kepada yang tidak dapat melihat. Peran seni yaitu sebagai intermedium antara eksistensi dengan transendensi. Interpretasi dibutuhkan Chiffren -Chiffren terjemahan karena terdapat jarak antara pengalaman mistik revelasi dengan Chiffren dan antara Chiffren dengan subjek. Interpretasi dibutuhkan juga untuk menemukan bahasa asli transendensi di balik Chiffren -Chiffren dan menemukan visi baru untuk membangun eksistensi diri. Namun, tidak di maksudkan untuk menganalisa struktur Chiffren dan lebih menemukan penerangan ilahi atau makna yang terkandung dalam Chiffren. Penemuan makna ini membutuhkan refleksi daripada analisa bahasa yang terdiri atas kerja rasio, kontemplasi. Kontemplasi menyerupai mistik intelektual untuk menemukan “penerangan” bagi eksistensi. Kontemplasi juga membutuhkan afirmasi, penegasan untuk terus menerus mewujudkan visi baru. Akan tetapi, intepretasi juga dapat menimbulkan kebingungan, transposisi dan kekeliruan. Sehingga intepretasi harus di lakukan secara tak beerujung yang disertai dnegan pengguguran dan pendalaman makna, pembongkaran terhadap Chiffren -Chiffren lama dan penciptaan Chiffren -Chiffren baru. Kebenaran hasil interpretasi selalu bersifat subjektif dan relatif sehingga menuntut setiap pencari eksistensi untuk terbuka, mendengarkan dan berdialog dengan banyak pihak.



12



BAB III PENUTUP



3.1. Kesimpulan Kesimpulan mengenai pemikiran Jaspers tentang bereksistensi dalam Transendensi, yaitu yang pertama adalah eksistensialisme Jaspers termasuk aliran teistis. Jaspers menempatkan Transendensi sebagai jawaban atas pencarian eksistensi manusia dan ujung segala pencarian eksistensi manusia. Manusia dapat memperoleh pemenuhan terhadap dirinya hanya pada asalnya, Yang Absolut, Yang Melingkupi segala sesuatu, yang mengatasi segala batas dan polaritas yang menyelaraskan segala kontradiksi dan antinomi. Selain itu, eksistensi juga dapat diperoleh dengan berdiri di hadapanNya hingga pencarian eksistensi merupakan pendakian menuju Transendensi. Yang kedua adalah Chiffren merupakan intermedium eksistensi dan Transendensi. Pendakian menuju transendensi harus melewati Chiffren -Chiffren dan jalannya adalah membaca dan menginterpretasikan Chiffren -Chiffren yang berawal dari ketakjuban atas fenomena dan kerinduan menemukan penerangan Transendensi. Lewat pendakian, manusia dapat mengalami perjumpaan mistik dengan Transendensi dan penerangan ilahi untuk membangun hidup secara autentik. Yang ketiga adalah bereksistensi dalam hidup konkrit. Eksistensi dapat dicapai dalam situasi empiris. Jaspers memandang dunia empiris sebagai jalan masuk eksistensi. Eksistensi sendiri tidak identik dengan pelenyapan realitas dan penanggalan pengalaman, harus masuk ke dalam hidup konkrit dan menapaki fenomena realitas yang tidak absurd. Yang keempat adalah eksistensi berada dalam kebebasan untuk memutuskan. Pembacaan dan interpretasi atas Chiffren menghasilkan penerangan umtul bereksistensi. Tiap penerangan memungkinkan dan tetap memberi ruang kebebasan bagi subjek untuk memutuskan mengikuti jalan transendensi atau tetap berada dalan Dasein. Keputusan mengikuti jalan transendensi mengambil bagian dalam eksistensi transendensi dalam membangun gairah, visi baru dan kebijakan untuk hidup secara otentik. 13



DAFTAR PUSTAKA



Ekawati, D. (2017). Eksistensialisme. Jurnal Tarbawiyah, 10(2), 75–84. Waksito Ryan Haryo. 2017. "Konsep kebebasan manusia dalam pandangan karl jaspers" Fakultah Ushuluddin dan Pemikiran islam. UIN Sunan Kalijaga. Yogyakarta. Munir Misnal. 2008. ALIRAN-ALIRAN UTAMA FILSAFAT BARAT KONTEMPORER. Yogyakarta:Lima Rapar Jan Hendrik. 1196.PENGANTAR FILSAFAT. Yogyakarta: Pustaka Filsafat Misiak. H. dan Sexton. V.S. 2005. PSIKOLOGI FENOMENOLOGI, EKSISTENSIAL, DAN Humanistik. Bandung:Refika Aditama. Kusworo, Budhy. Situasi Batas dalam Filsafat Eksistensi Karl Jaspers. Skripsi Fakultas Ilmu Budaya. Universitas Indonesia. Jakarta. 1989 siswanto. J, dkk. 2016. BEREKSISTENSI DALAM TRANSENDENSI MENURUT PEMIKIRAN KARL JASPERS. Diskursus. 15(2):158-187 Bertens, K. 2014. FILSAFAT BARAT KONTEMPORER. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama



14



REFLEKSI DIRI Indikator Materi 



Mampu menjelaskan tentang pandangan - pandangan eksistensial yang pokok Karl Jaspers







Penjelasan tentang penerangan eksistensi dan situasi batas (die Grenzsituation)







Penjelasan tentang ajaran spiritual Timur dan persepsi tentang kesatuan (das Umgreifende)



Refleksi Muhammad Jauzaak Khaidar (15000119130252) Karl Jaspers merupakan salah satu tokoh filsafat eksistensialisme. Karl Jaspers menjelaskan bahwa manusia adalah makhluk yang bebas dan kebebasan tersebut bukan berarti bebas tanpa batas, melainkan ada batasan – batasan tertentu yang membatasi kebebasan itu sendiri. Manusia secara kodrati memang memiliki sebuah kebebasan untuk melakukan banyak hal yang dia inginkan. Akan tetapi, ada nilai-nilai yang melekat dalam diri manusia yaitu sebagai makhluk Tuhan dan manusia sebagai makhluk sosial. Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa sehingga kita sebagai manusia memiliki kewajiban mejalankan segala perintah Tuhan dan menjauhi segala larangannya serta selalu menjalankan ibadah kepadanya. Manusia sebagai makhluk sosial juga berkewajiban menjalin hubungan baik dengan manusia lain. Seperti, gotong royong, saling menghargai, saling bekerja sama dalam beragai hal yang berbau kebaikan. Karl Jaspers juga berpendapat bahwa kita sebagai manusia memiliki keterbatasan dalam hidup. Batas yang dimaksud terbagi atas 2 hal yaitu batas manusia yang dimana manusia memiliki batas pengetahuan, dan batas situasi. Batas pengetahuan didapatkan dari apa saja yang dipelajari oleh manusia tersebut, dengan makin banyak pengalaman yang dipelajari ataupun pengetahuan yang dicari maka batas manusia itu sendiri tidak akan sempit, contohnya adaladimana manusia akan mengalami kematian yang ditentukan oleh Tuhan atau situasi yang didapat. Selain itu manusia tidak akan terlepas dari situasi-situasi lainnya, seperti 15



kerugian, penderitaan dan lainnya walaupun manusia berusaha untuk menghindarinya. Karl Jaspers menegaskan hal tersebut sebagai situasi batas manusia (Grenzsituationen). Situasi batas memiliki dua kategori yaitu ; situasi batas umum ( faktistas ) atau biasa disebut nasib seperti umur, jenis kelamin, keadaan fisik . Serta yang kedua situasi batas khusus dimana hal ini tidak bisa ditentukan oleh manusia seperti kematian, penderitaan, kerugian dan lain sebagainya. Karl Jaspers juga mengajarkan bahwa di dalam sebuah kehidupan kita harus bisa memaknai sesuatu lebih mendalam (aspek transendental). Hal ini sejalan dengan spiritualitas manusia dimana keberadaan Tuhan yang tidak dapat dilihat oleh manusia tapi bisa dirasakan kehadirannya. Sebagai seorang manusia, saya mencoba berpikir dan memahamu pemikirapemikiran yang dinyatakan oleh Karl Jaspers. Saya setuju dan sepemikiran dengan pernyataan Karl Jaspers karena pernyataanya tidak bertentangan dengan fakta empiris yang terjadi di lapangan khususnya di sekitar lingkungan saya.



Refleksi Nenden Tata Kurnia (15000119120004) Salah satu tokoh filsafat eksistensialisme adalah Karl Jaspers. Dalam teorinya Karl Jaspers menyatakan bahwa manusia adalah makhluk yang bebas. Kebebasan menurut Karl Jaspers bukan berarti bebas tanpa batas. Melainkan ada batasan – batasan yang membatasi kebebasan itu sendiri. Saya sebagai pembaca merasa sangat setuju dengan pemikiran Karl Jaspers. Dimana manusia memang memiliki kebebasan untuk melakukan banyak hal yang diinginkan. Akan tetapi, ada nilai-nilai manusia sebagai makhluk Tuhan dan manusia sebagai makhluk sosial. Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Sehingga manusia memiliki kewajiban mejalankan segala perintah Allah SWT seperti menjalankan sholat, puasa, sedekah, dll. Manusia sebagai makhluk sosial juga berkewajiban menjalin hubungan baik dengan manusia lain. Seperti, saling menolong, bertegur sapa, saling bekerja sama dalam beragai hal. Karl Jaspers membagi keterbatasan manusia menjadi 2; keterbatasan pengetahuan dan batas situasi(situasi batas manusia). Pernyataannya sangat relevan dengan kehidupan manusia. Manusia dilahirkan dalam bentuk yang sempurna. Dia dibekali akal dan pikiran sehingga mampu memahami berbagai pengetahuan. Namun, sepandai apapun manusia pastilah memiliki keterbatasan. Tidak mungkin seorang manusia memiliki pengatahuan tak terbatas bahkan seluruh ilmu pengetahuan yang ada di jagat raya ini. Hanya Allah SWT lah 16



Sang Penguasa dan Maha Mengetahui segala ilmu di jagad raya bahkan akhirat. Oleh karena itu, manusia hanya memahami sebagian kecil saja. Hal ini telah membuktikan bahwa pengetahuan manusia terbatas. Situasi batas manusia adalah situasi yang tidak dapat dihindari. Pernyataan ini juga sangat sesuai dengan apa yang terjadi di dunia. Setiap makhluk hidup terutama manusia memiliki batas akhir yaitu, kematian (Tod), penderitaan (Leiden), perjuangan (Kampf), dan kebersalahan (Schuld). Tidak dapat dipungkiri bahwa kehidupan manusia selalu dihiasi oleh perjuangan hidup tanpa henti. Rasa bersalah terhadap perlakuan masa lalu, dan seringkali merasa menderita atas kejadian tertentu. Dan pada akhirnya manusia mau tidak mau harus berhadapan dengan kematian. Selain itu ada batasan lain yang diungkapkan oleh Karl Jaspers yaitu batasan umum atau nasib. Nasib seseorang sudah ditentukan oleh Yang Maha Kuasa. Manusia tidak kuasa merubahnya. Contohnya: takdir dilahirkan sebagai seorang laki-laki, dilahirkan dari suku tertentu, dll. Kalr Jaspers juga mengajarkan bahwa kehidupan ini tidak sekadar hal nyata (fisik) melainkan ada sisi kita harus bisa memaknai sesuatu lebih dalam (aspek transendental). Hal ini sejalan dengan keberadaan Tuhan yang tidak dapat dilihat oleh manusia tapi bisa dirasakan kehadirannya. Sebagai seorang mahasiswa yang mencoba memahami dan menelaah pemikirapemikiran yang dinyatakan oleh Karl Jaspers, saya sangat sepaham dan sepemikiran dengan Karl Jaspers. Pernyataanya sangat sesuai, masuk akal, dan tidak bertentangan dengan fakta empiris yang terjadi.



Refleksi Nur Intan Ratu Kusuma ( 15000119120006 ) Karl Jaspers berpendapat bahwa eksistensi adalah penghayatan mengenai kebebasan total yang menjadi inti utama manusia, dalam hal ini berpendapat bahwa semua manusia memiliki kebebasan dalam menentukan apapun sesuai keinginannya sendiri. Dlaam hal ini terdapat nilai-nilai manusia sebagai makhluk hidup yang memiliki hubungan dnegan tuhan dan manusia lain, manusia tidak akan bisa hidup sendiri karena manusia dikatakan sebagai makhluk sosial. Misalnya saat mau bekerja pasti butuh manusia lain untuk menerimanya atau saat manusia itu memiliki perusahaan pasti butuh manusia lain untuk menjadi karywan serta manusia butuh Tuhan untuk mewujudkan apa yang telah diusahakan. Karl Jaspers juga 17



berpendapat bahwa manusia memiliki keterbatasan dalam hidup. Batas tersebut dibagi atas 2 yaitu; batas manusia yang dimana manusia memiliki batas pengetahuan, pengetahuan didapatkan dengan apa yang dipelajari oleh manusia tersebut, dengan makin banyak pengalaman yang dipelajari ataupun pengetahuan yang dicari maka batas manusia itu sendiri tidaklah sempit dan yang kedua adalah batas situasi,contohnya dimana manusia akan mengalami kematian yang ditentukan oleh Tuhan atau situasi yang didapat. Selain itu manusia tidak akan terlepas dari situasi-situasi lainnya, seperti kerugian, penderitaan dan lainnya walaupun manusia berusaha untuk menghindarinya. Karl Jaspers mengatakan hal sini sebagai situasi batas manusia (Grenzsituationen). Situasi batas memiliki dua kategori yaitu ; situasi batas umum ( faktistas ), bahasa umumnya adalah nasib seperti umur, jenis kelamin, keadaan fisik . Serta yang kedua situasi batas khusus, hal ini tidak bisa ditentukan oleh manusia. Misalnya kematian, penderitaan, kerugian dan lain-lain



Refleksi Irene Tamariska Tentua (15000119120050) Karl Jaspers adalah salah satu filsuf yang membahas mengenai eksistensi. Bagi Karl Jaspers, eksistensi merupakan hal yang berharga karena dengan eksistensi manusia dapat mengenal diri yang sebenarnya. Manusia memiliki kebebasan untuk memilih, menyadari, mengidentifikasikan diri dengan dirinya sendiri. Kebebasan merupakan inti kehidupan manusia. Seperti halnya, saat saya ingin memilih universitas dan fakultas yang saya minati, maka semua itu terserah saya karena saya bebas untuk menentukannya sendiri. Karl Jaspers juga menyinggung mengenai hubungan manusia dengan sesama manusia. Eksistensi dapat tercapai dengan membuka diri terhadap orang lain. Salah satunya dengan komunikasi, sebagai contoh saat saya ingin mengenal teman seperkuliahan saya yang masih terbilang baru, saya mencoba untuk membuka percakapan dengan mereka. Dengan membuka diri saya terhadap mereka dan mereka pun membuka diri terhadap saya, maka terwujudlah eksistensi. Dengan terwujudnya eksistensi, maka terwujud pula komunikasi. Karl Jaspers juga mengungkapkan bahwa manusia memiliki keterbatasan dalam hidup, yaitu keterbatasan pengetahuan dan situasi batas manusia. Situasi batas manusia masih dibagi menjadi dua, yakni situasi batas umum seperti jenis kelamin, kondisi fisik, dan situasi batas khusus seperti kematian, perjuangan, kebersalahan. Menurut saya, keterbatasan pengetahuan yang dimiliki manusia memang benar karena kepandaian yang dimiliki manusia pasti ada batasannya. Situasi batas khusus manusia seperti kematian memang merupakan hal yang tidak dapat 18



diingkari. Dengan adanya kematian, maka manusia akan memahami dan memaknai hidup yang mereka miliki. Jika saya mengetahui kapan waktu saya berakhir, maka saya akan lebih memahami tujuan saya di ciptakan itu untuk apa dan saya akan melakukan yang terbaik semasa hidup saya.



19