Makalah Kelompok V [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Oleh: Kelompok 5 1. 2. 3. 4.



Haninda Lintang Gupita Ismi Lailatul Rohmah Mifroatin Nurjannah Nisrina Deti Nur Afifah M



(140341600785) (140341600185) (140341600253) (140341606721)



STRUKTUR POPULASI MAKHLUK HIDUP Pola Dispersi Populasi dapat dideskripsikan berdasarkan densitas dan dispersinya. Densitas adalah jumlah individu per satuan luasatau volume, misalnya jumlah bakteri Escherichia coli per millimeter dalam tabung percobaan. Sedangkan dispersi adalah pola penjarakan antara individu dalam perbatasan populasi (Campbell, dkk., 2010). Penyebaran adalah pola tata ruang individu yang satu relative terhadap yang lain dalam populasi. Penyebaran atau distribusi individu dalam satu populasi bisa bermacam–macam, pada umumnya memperlihatkan tiga pola penyebaran, yaitu : penyebaran secara acak (random), penyebaran secara merata (uniform), dan penyebaran berkelompok (clumped) (Rahardjanto, 2001). Penyebaran secara teratur dengan individu-individu yang kurang lebih berjarak sama satu dengan yang lain, jarang terdapat di alam, tetapi umumnya di dalam suatu ekosistem yang dikelola, dan disini tanaman atau pohon memang sengaja datur seperti itu yaitu jarak yang sama untuk menghasilkan produk yang optimal (Setiono, 1999). Pola dispersi yang paling umum adalah menggerombol (clumped), yaitu individu-individu hidup mengelompok dalam topok. Tumbuhan dan fungi seringkali menggerombol ketika kondisi tanah dan faktor-faktor lingkungan lain mendukung germinasi dan pertumbuhan. Misalnya cendawan, yang biasanya menggerombol di dalam dan di atas kayu yang busuk. Serangga dan salamander menggerombol di bawah batang kayu yang sama karena bagian bawah lebih lembab. Penggugusan hewan juga berasosiasi dengan perilaku kawin. Misalnya, lalat yang seringkali terbang menggerombol dalam jumlah amat banyak, hal ini merupakan perilaku yang dapat meningkatkan kesempatan kawin. Contoh lain adalah bintang laut yang



mengelompokkan dalam kolam pasang, dimana makanan mudah diperoleh dan mereka dapat berkembangbiak dengan sukses. Membentuk kelompok juga dapat meningkatkan keefektifan predator tertentu; misalnya kawanan serigala lebih mampu menundukkan rusa moose atau hewan mangsa yang besar daripada jika serigala hanya sendirian (Campbell, dkk., 2010).



Gambar 1. Menggerombol (Clumped) Pola dispersi seragam (uniform), atau berjarak sama diakibatkan dari interaksi langsung antara individu-individu dalam populasi. Misalnya, sejumlah tumbuhan mensekresikan zat kimia yang menghambat germinasi dan pertumbuhan individuindividu di sekitar yang dapat bersaing memperebutkan sumber daya. Hewan seringkali menunjukkan dispersi seragam akibat interaksi sosial antagonistic, misalnya



teritorialitas.



Populasi



berpola



menggerombol (Campbell, dkk., 2010).



seragam



tidaklah



seumum



pola



Gambar 2. Seragam (Uniform) Dalam dispersi acak (random, penjarakan yang tidak bisa diprediksi), posisi setiap individu tidak bergantung pada individu lain. Pola ini terbentuk jika tidak ada gaya tarik atau tolak kuat di antara individu-individu dalam suatu populasi atau apabila faktor fisik dan kimiawi relative homogen. Misalnya, bunga dandelion yang tersebar secara acak karena tertiup angin. Pola acak di alam tidaklah seumum yang kita duga karena kebanyakan populasi menunjukkan setidaknya kecenderungan ke arah persebaran menggerombol (Campbell, dkk., 2010). Penyebaran acak (random dispersion) biasanya terjadi apabila faktor lingkunganya sangat seragam unuk seluruh daerah dimana populasi berada, selain itu tidak ada sifat untuk berkelompok dari organisme tersebut (Azhari, 2007).



Gambar 3. Acak (Random)



Demografika Demografi adalah bidang yang mempelajari statistika vital populasi dan perubahan statistika tersebut seturut waktu. Para ahli demografi sangat tertarik dengan laju kelahiran dan kematian, serta bagaimana laju itu bervariasi diantara individu (Campbell, dkk., 2010). Menurut Meadows (1972), demografi ini mempelajari secara statistik dan matematik tentang besar, komposisi dan distribusi penduduk dan perubahanperubahannya sepanjang masa melalui bekerjanya 5 komponen demografi yaitu kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas), perkawinan, migrasi dan mobilitas sosial. Ilmu demografi digunakan oleh para ahli umumnya terdiri dari empat tujuan pokok, yaitu: 1. Mempelajari kuantitas dan distribusi penduduk dalam suatu daerah tertentu. 2. Menjelaskan pertumbuhan penduduk masa lampau, penurunannya



dan



persebarannya dengan sebaik-baiknya dan dengan data yang tersedia. 3. Mengembangkan hubungan sebab akibat antara perkembangan penduduk dengan bermacam-macam aspek organisasi sosial. 4. Mencoba meramalkan pertumbuhan pendukuduk di masa yang akan datang dan kemungkinan-kemungkinan konsekuensinya (Meadows, 1972). Tabel Kehidupan Proses demografi seperti kelahiran, kematian, imigrasi, dan emigrasi, merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi ukuran dan komposisi suatu populasi. Waktu terjadinya proses tersebut memainkan peran penting dalam perkembangan suatu populasi, misalnya suatu populasi dengan kematian pradewasa yang tinggi akan memiliki struktur yang berbeda dari populasi dengan tingkat kematian tinggi pada saat setelah umur reproduksi. Neraca kehidupan merupakan tabel data kesintasan dan fekunditas setiap individu dalam suatu populasi (Rockwood, 2006). Tabel kehidupan merupakan rangkuman spesifik-usia pola kesintasan suatu populasi. Para ahli ekologi populasi mengadaptasi pendekatan ini untuk mempelajari populasi populasi bukan manusia. Cara terbaik untuk menyusun tabel kehidupan adalah mengikuti kohor, sekelompok individu yang berusia sama, mulai hingga lahir



sampai mati. Untuk menyusun tabel kehidupan, kita perlu menentukan jumlah individu yang mati pada setiap kelompok usia dan mengitung proporsi kohor yang sintas dari satu kelompok usia ke kelompok lain (Campbell, dkk., 2010). Aspek demografi suatu populasi terdapat dalam tabel kehidupan (life table) (Carey, 1993). Menurut Price (1997), tabel kehidupan adalah ringkasan pernyataan tentang kehidupan individu-individu dalam populasi/ kelompok. Tarumingkeng (1992)



menambahkan



bahwa



tabel



kehidupan



dapat



digunakan



untuk



mengkalkulasikan berbagai statistik populasi yang dapat memberikan informasi mengenai kelahiran (natalitas), kematian (mortalitas), dan peluang untuk berkembang biak, sehingga dapat digunakan sebagai parameter perilaku perkembangan populasi. Informasi yang dapat diperoleh dari neraca kehidupan merupakan deskripsi yang sistematis tentang mortalitas dan kelangsungan hidup suatu populasi. Informasi tersebut merupakan informasi dasar yang diperlukan dalam menelaah perubahan kepadatan dan laju pertumbuhan atau penurunan suatu populasi (Price, 1997; Smith, 1990). Neraca kehidupan juga dapat membantu kita untuk memutuskan teknik pengendalian yang sesuai dengan mengetahui strategi kehidupan dari hama tersebut. Price (1997), menyatakan bahwa neraca kehidupan merupakan suatu pendekatan dalam mempelajari dinamika populasi. Contoh Tabel Kehidupan Atau Neraca Kehidupan



Kurva kesintasan Suatu metode grafik yang digunakan untuk mempresentasikan data pada tabel kehidupan adalah kurva kesintasan (survivorship curve), yaitu suatu plot proporsi



atau jumlah kohor yang masih hidup pada setiap kelompok usia (Campbell, dkk., 2010). Sebagai contoh, data bajing tanah belding untuk menyusun kurva kesintasan bagi populasi ini.



Menurut



Campbell, dkk. (2010), secara umum, kurva kesintasan dibuat



dengan sebuah kohor yang berukuran spesifik –misalnya, 1000 individu- sebagai awal. Kita dapat melakukan hal ini untuk populasi bajing tanah belding dengan cara mengalikan proporsi anggota populasi yang hidup pada awal setiap tahun (kolom ketiga dan kedelapan) dengan 1000 (kohor awal hipotesis). Hasilnya adalah jumlah bajing tanah yang hidup pada awal setiap tahun. Memplot jumlah bajing tanah ini pada sumbu y dengan usia betina dan jantan bajing tanah belding sebagai sumbu x . garis-garis yang relative lurus pada kedua plot mengindikasikan laju kematian yang relative konstan; akan tetapi, laju kesintasan total bajing tanah belding jantan lebih rendah daripada bajing tanah belding betina.



Peraga tersebut mempresentasikan hanya satu di antara banyak pola kesintasan yang ditunjukkan oleh populasi di alam. Walaupun beraneka ragam, kurva kesintasan dapat diklasifikasikan menjadi tiga tipe umum. Kurva tipe I datar di awal, mencerminkan laju kematian yang rendah pada individu muda dan berusia pertengahan, dan kemudian turun drastis sewaktu laju kematian meningkat di kelompok-kelompok usia tua. Banyak mamalia besar, termasuk manusia, yang menghasilkan sedikit keturunan namun memberikan pengasuhan yang baik, menunjukkan kurva jenis ini. Sebaliknya, tipe III menukik turun dengan tajam di awal, mencerminkan laju kematian yang sangat tinggi pada anak, namun mendatar sewaktu laju kematian menurun untuk sedikit individu yang sintas melewati periode kematian di bagian awal. Tipe kurva ini biasanya berasosiasi dengan organismeorganisme yang menghasilkan banyak sekali keturunan namun hanya memberikan sedikit pengasuhan atau bahkan tidak sama sekali, misalnya tumbuhan-tumbuhan yang berusia panjang, berbagai jenis ikan, dan sebagian besar invertebrata laut. Tiram misalnya mungkin melepaskan jutaan telur, namun sebagian besar keturunan akan mati dalam tahap larva akibat predasi atau sebab-sebab yang lain. Segelintir tiram yang sintas cukup lama untuk melekat ke substrat yang sesuai dan mulai menumbuhkan cangkang yang keras, cenderung sintas untuk waktu yang relatif lama. Kurva tipe II merupakan intermediet, dengan laju kematian yang konstan selama



rentang hidup organisme. Jenis kesintasan ini terjadi pada bajing tanah belding dan beberapa jenis rodensia lainnya, berbagai jenis invertebrata, beberapa jenis kadal, dan beberapa jenis tumbuhan annual (Campbell, dkk., 2010). Banyak spesies memiliki tipe yang tidak tepat benar dengan ketiga tipe dasar kesintasan itu, atau menunjukka pola yang lebih kompleks. Pada burung, misalnya, mortalitas seringkali tinggi di antara individu-individu paling muda (seperti pada kurva tipe III), namun cukup konstan pada dewasa (seperti pada kurva tipe II). Beberapa jenis invertebrata, misalnya kepiting, mungkin menunjukkan kurva “berundakan”, dengan periode singkat peningkatan mortalitas saat penyongsongan, diikuti oleh periode mortalitas yang lebih rendah ketika eksoskeleton pelindung kepiting telah keras (Campbell, dkk., 2010). Pada populasi yang tidak mengalami imigrasi atau emigrasi, kesintasan merupakan salah satu dari dua faktor kunci yang menentukan perubahan pada ukuran populasi. Faktor kunci lainnya yang menentukan tren populasi dalam populasi semacam itu adalah laju reproduktif (Campbell, dkk., 2010). Laju Reproduksi Dalam hal ini para ahli demografi yang mempelajari spesies yang bereproduksi secara seksual umumnya mengabaikan jantan dan berkonsentrasi pada betina dalam sebuah populasikarena hanya betina yang menghasilkan anak. Oleh karena itu, para ahli demografi memandang populasi karena hanya betina yang menghasilkan anak. Cara yang paling mudah untuk menjabarkan pola reproduktif suatu populasi adalah menanyakan bagaimana keluaran reproduktif bervariasi seturut usia betina (Campbell, dkk., 2010). Tabel reproduktif atau jadwal fertilitas adalah rangkuman spesifik usia laju reproduktif dalam sebuah populasi. Tabel tersebut disusun melalui pengukuran keluaran reproduktif suatu kohor sejak lahir sampai mati. Untuk spesies seksual, tabel reproduktif menurus jumlah keturunan betina yang dihasilkan oleh setiap kelompok usia. Tabel reproduktif sangat bervariasi, bergantung pada spesies (Campbell, dkk., 2010).



Menurut Price (1997), laju reproduksi bersih adalah jumlah keturunan betina yang mampu dihasilkan oleh rata-rata individu induk tiap generasi. Perhitungan laju reproduksi bersih (Ro) didasarkan hanya pada populasi betina, dan diasumsikan bahwa jantan cukup tersedia di sekitarnya. Laju Reproduksi Bersih (Ro), dihitung dengan rumus: Ro = Σ lxmx Produktivitas induk antara lain bergantung pada jumlah anak yang disapih per induk atau laju reproduksi (Fogarty, 1984) yang merupakan fungsi dari beberapa komponen antara lain : fertilitas, liter size, mortalitas, dan pertumbuhan anak (Bindon dan Piper, 1980). Liter size atau jumlah anak yang lahir per induk melahirkan, mempunyai kontribusi lebih besar terhadap total bobot sapih per induk dibanding dengan laju pertumbuhan anak (Bradford, 1985). Hal ini berarti peningkatan liter size mempengaruhi peningkatan jumlah anak sapih per induk yang pada akhirnya akan meningkatkan jumlah bobot sapih per induk. Tidak dapat dipungkiri bahwa peningkatan laju reproduksi dapat meningkatkan eflisiensi biologi dan efisiensi ekonomi (Dickerson, 1996). Model Pertumbuhan Populasi



-



Pertumbuhan Populasi Eksponensial (Exponential Population Growth) Peningkatan populasi dalam kondisi-kondisi ideal (memiliki akses ke



makanan melimpah dan bebas bereproduksi sesuai kapasitas fisiologisnya) disebut pertumbuhan populasi eksponensial disebut juga sebagai pertumbuhan populasi geometrik. Ukuran populasi yang tumbuh secara eksponensial meningkat dengan laju konstan, pada akhirnya menghasilkan kurva pertumbuhan berbentuk J sewaktu ukuran populasi diplot terhadap waktu (Campbell, dkk., 2010). Kurva pertumbuhan eksponensial yang berbentuk J adalah khas beberapa populasi yang diintroduksi ke lingkungan baru, atau yang jumlahnya berkurang drastis akibat suatu peristiwa bencana besar dan kembali meningkat. Misalnya,



populasi gajah di Taman Nasional Kruger, Afrika Selatan tumbuh secara eksponensial selama kira-kira 60 tahun sejak dilindungi untuk pertama kali dari perburuan. Jumlah gajah yang semakin besar menyebabkan cukup banyak kerusakan vegetasi di Taman Nasional tersebut sehingga kemungkinan akan terjadi penurunan drastis suplai makanan. Untuk melindungi spesies lain dan ekosistem Taman Nasional sebelum itu terjadi, pengelola Taman Nasional membatasi ppopulasi gajah dengan menggunakan kontrol kelahiran dan mengekspor gajah ke negara lain (Campbell, dkk., 2010).



-



Pertumbuhan Populasi Logistik (Logistic Population Growth) Model pertumbuhan logistik dapat digunakan untuk model laju pertumbuhan



dari populasi, seperti populasi manusia, binatang, ikan di danau, dan pohon-pohon di hutan. Suatu populasi seringkali meningkat secara eksponensial pada awalnya tetapi melambat pada akhirnya dan mendekati kapasitas tampungnya karena sumber daya yang terbatas (Campbell, dkk., 2010). Model logistik pertumbuhan populasi menghasilkan kurva pertumbuhan sigmoid (berbentuk S). Pertumbuhan populasi-populasi laboratorium dari beberapa hewan kecil, misalnya kumbang dan krustasea dan beberapa mikroorganisme misalnya Paramecium, khamir, dan bakteri, sangat cocok dengan kurva berbentuk S dalam kondisi sumberdaya terbatas. Populasi ini tumbuh dalam lingkungan yang



konstan tanpa predator dan spesies pesaing yang dapat mengurangi pertumbuhan populasi, kondisi-kondisi yang jarang terjadi di alam (Campbell, dkk., 2010).



Beberapa asumsi dasar yang digunakan dalam model logistik jelas tidak berlaku bagi semua populasi. Model logistik mengasumsikan bahwa populasi menyesuaikan diri secara sangat cepat terhadap pertumbuhan dan mendekati daya dukung dengan mulus. Jika makanan menjadi pembatas suatu populasi, misalnya reproduksi pada akhirnya akan menurun, tapi betina bisa menggunakan cadangan energinya untuk meneruskan reproduksi untuk waktu yang singkat. Hal ini dapat menyebabkan populasi melonjak melebihi daya dukung untuk sementara (Campbell, dkk., 2010). Model logistik penting dalam biologi konservasi untuk memprediksi seberapa cepat populasi tertentu dapat mengalami peningkatan jumlah setelah mengalami penurunan menjadi berukuran kecil. Selain itu, model logistik juga berguna untuk mengestimasi laju panen berkelanjutan untuk populasi ikan dan hidupan liar. Para ahli biologi konservasi dapat menggunakan model itu untuk mengestimasi ukuran kritis populasi organsime tertentu, misalnya subspesies utara badak putih (Ceratotherium simum) agar tidak punah. Model logistik ini telah merangsang penelitian yang



mendatangkan



pemahaman



yang



lebih



baik



mengenai



faktor-faktor



yang



memengaruhi pertumbuhan populasi (Campbell, dkk., 2010). Regulasi Populasi Regulasi poulasi adalah bidang ekologi yang memiliki banyak penerapan praktis. Dalam agrikultur, petani mungkin ingin mengurangi jumlah hama serangga atau menghentikan pertumbuhan gulma invasif yang menyebar dengan cepat. Para ahli ekologi konservatif perlu mengetahui faktor lingkungan apa yang menciptakan habitat yang cocok untuk mencari makan atau berkembangbiak bagi spesies yang hampir punah, misalnya badak putih dan whooping crane. Program manajemen berdasarkan faktor peregulasi populasi telah membantu mencegah kepunahan banyak spesies yang nyaris punah (Campbell, dkk., 2010). Regulasi populasi ini merupakan suatu usaha agar populasi berhenti meningkat dan mencapai titik kesetimbangan. Regulasi populasi dibagi menjadi 2, yaitu: 1. Regulasi populasi tak tergantung densitas 2. Regulasi populasi tergantung densitas Regulasi populasi tak tergantung densitas merupakan laju kelahiran atau laju kematian yang tidak berubah seiring densitas populasi yang meningkat, sedangkan regulasi populasi tergantung densitas merupakan laju kematian atau laju kelahiran yang meningkat sewaktu densitas populasi naik. Sehingga laju kelahiran diregulasi oleh faktor-faktor tergantung densitas, sementara laju kematian diregulasi oleh faktorfaktor tak tergantung densitas. Populasi bisa berhenti meningkat atau tumbuh dan mencapai titik kesetimbangan sebagai akibat dari berbagai kombinasi regulasi tergantung densitas dan regulasi populasi tak tergantung densitas (Campbell, dkk., 2010). Regulasi populasi tergantung densitas, tanpa adanya umpan balik negatif antara densitas populasi dan laju kelahiran serta kematian vital, maka populasi tidak akan berhenti tumbuh. Regulasi tergantung densitas memberikan umpan balik negatif, karena beroperasi melalui mekanisme-mekanisme yang membantu mengurangi laju



kelahiran dan meningkatkan laju kematian, sehingga menghentikan pertumbuhan populasi (Campbell, dkk., 2010). Menurut Campbell, dkk., (2010), faktor-faktor penyebab regulasi populasi bergantung densitas, yaitu: a. Kompetisi untuk Sumber Daya Dalam



populasi



yang



bersesakan,



peningkatan



densitas



populasi



mengintensifikasi kompetisi memperebutkan nutrien dan sumber daya lain yang berkurang, menyebabkan laju kelahiran menurun. Hidup bersesakan dapat mengurangi reproduksi bagi tumbuhan. Banyak populasi hewan juga mengalami kompetisi internal memperebutkan makanan dan sumber daya lain. b. Teritorialitas Pada banyak vertebrata dan invertebrata, teritorialitas dapat membatasi densitas populasi. Dalam kasus ini, ruang teritori menjadi sumber daya yang diperebutkan individu yang berkompetisi. Misalnya citah, sangat teritorial, menggunakan komunikasi kimiawi untuk memperingatkan citah lain mengenai perbatasan teritori mereka. Hal ini menunjukkan bahwa mempertahankan teritori meningkatkan kemungkinan bahwa citah akan menangkap cukup makanan untuk bereproduksi. Contoh lain adalah burung ganet yang seringkali bersarang di pulau berbatu untuk menghindari predator. Sampai densitas populasi tertentu, kebanyakan anet dapat menemukan tempat bersarang yang sesuai. Namun lewat dari ambang batas itu, hanya sedikit burung berlebih yang dapat berkembangbiak dengan sukses. Burung-burung yang tidak dapat memperoleh tempat bersarang tidak bereproduksi. Keberadaan individu surplus, atau tak berkembangbiak adalah indikasi bagus bahwa teritorialitas membatasi pertumbuhan populasi, seperti yang terjadi pada banyak populasi burung. c. Penyakit Densitas populasi juga dapat mempengaruhi kesehatan, dan dengan demikian kesintasan, organisme. Jika laju penularan, suatu penyakit bergantung pada laju tertentu kesesakan populasi, dampak penyakit tersebut mungkin bergantung densitas. Di antara tumbuhan, keparahan infeksi patogen fungi seringkali lebih besar di lokasi-



lokasi dengan densitas populasi tumbuhan inang yang lebih tinggi. Hewan juga dapat mengalami peningkatan infeksi oleh patogen pada densitas populasi yang lebih tinggi. d. Predasi Predasi mungkin merupakan penyebab penting motalitas bergantung densitas jika predator menemui dan menangkap lebih banyak makanan sewaktu denistas populasi meningkat. Sewaktu populasi mangsa meningkat, para pedator mungkin memilih memakan spesies itu saja sehingga mengonsumsi individu-individu yang lebih tinggi. Misalnya, trout mungkin berkonsentrasi selama beberapa hari menyantap suatu spesies serangga tertentu yang muncul dari tahap larva di air dan kemudian berganti memakan spesies serangga lain yang menjadi lebih melimpah. e. Limbah toksik Akumulasi zat buangan toksik dapat turut berperan dalam regulasi bergantung-densitas terhadap ukuran populasi. Dalam biakan mikroorganisme di laboratorium, produk samping metabolik terakumulasi sewaktu populasi tumbuh dan meracuni organisme dalam lingkungan artifisial yang terbatas ini. f. Faktor intrinsik Dalam kasus ini, densitas tinggi menyebabkan peningkatan mortalitas dan penurunan laju kelahiran. Sehingga bisa dikatakan bahwa peningkatan densitas menyebabkan laju pertumbuhan populasi menurun dengan mempengaruhi reproduksi, pertumbuhan, dan kesintasan.



Dinamika Populasi Semua populasi dengan data jangka-panjang yang tersedia menunjukkan jumlah fluktuasi dalam hal jumlah. Fluktuasi-fluktuasi dari tahun ke tahun atau dari tempat ke tempat ini mempengaruhi panen musiman atau tahunan ikan dan berbagai spesies lain yang penting secara komersial. Fluktuasi juga memberikan wawasan kepada para ahli ekologi mengenai apa yang mengatur ukuran populasi. Penelitian terhadap dinamika populasi (population dynamics) berfokus pada interaksi-interaksi



kompleks antara factor abiotik dan biotic yang menyebabkan variasi dalam hal ukuran populasi (Campbell, dkk., 2010). -



Stabilitas dan fluktuasi Contoh salah satu kasus adalah jumlah domba Soay di Pulau Hirata yang



mengalami fluktuasi yang sangat besar, terbukti dari naik turunnya lebih dari separuh dari satu tahun ke tahun berikutnya. Faktor terpenting yang menyebabkan ukuran populasi ini berubah secara drastis adalah cuaca. Cuaca yang tidak bersahabat, terutama musim dingin yang membekukan dan basah, memperlemah domba dan menurunkan ketersediaan makanan, menyebabkan penurunan ukuran populasi. Pada saat jumlah domba tinggi, factor lain misalnya peningkatan densitas parasit, juga menyebabkan populasi menyusut. Sebaliknya, sewaktu jumlah domba rendah dan cuaca sedang, makanan mudah diperoleh dan populasi tumbuh dengan cepat. Factor lain yang juga sangat mempengaruhi adalah predasi (Campbell, dkk., 2010).



-



Siklus populasi Sementara banyak populasi yang berfluktuasi pada interval yang tidak dapat



diprediksi, populasi-populasi lain mengalami siklus ledakan dan penurunan yang teratur. Beberapa mamalia kecil seperti tikus ladang, cenderung memiliki siklus 3 sampai 4 tahunan (Campbell, dkk., 2010). Salah satu contoh menakjubkan siklus populasi adalah siklus 10 tahunan terwelu sepatu-salju (Lepus americanus) dan Lunx (Lynx canadensis) di hutan utara jauh Kanada dan Alaska. Lynx adalah predator yang terspesialisasi memangsa terwelu



sepatu-salju, sehingga tidak heran jika jumlah Lynx naik dan turun seiring jumlah terwelu. Ketersediaan mangsa adalah factor utama yang memengaruhi perubahan populasi bagi predator semacam Lynx (Campbell, dkk., 2010).



-



Imigrasi, Emigrasi, dan Metapopulasi Imigrasi dan emigrasi merupakan aspek yang dapat memengaruhi populasi-



populasi, terutama ketika sejumlah populasi-populasi local tertaut, sehingga membentuk metapopulasi. Populasi local dalam suatu metapopulasi dapat dianggap sebagai menempati topok topok tertentu dari habitat yang sesuai diantara kepungan habitat-habitat yang tidak sesuai (Campbell, dkk., 2010). Salah satu spesies yang bisa diilustrasikan sebagai pergerakan individu antarpopulasi adalah kupu-kupu Granville (Melitaea cinxia). Kupu-kupu ini ditemukan di sekitar 500 padang bunga di seluruh penjuru Kepulauan Aland di Finlandia, namun habitat potensialnya di kepulauan tersebut jauh lebih besar. Populasi baru akan muncul secara teratur sementara populasi yang sebelumnya akan punah. Spesies tersebut berada dalam keseimbangan (Campbell, dkk., 2010). Konsep metapopulasi menggaris bawahi nilai penting imigrasi dan emigrasi dalam populasi-populasi kupu-kupu Granville. Konsep tersebut juga membantu para ahli ekologi memahami dinamika populasi dan aliran gen dalam habitat, menyediakan kerangka kerja untuk konervasi spesies yang hidup dalam jejaring fragmen habitat dan cagar alam (Campbell, dkk., 2010).



Daftar Rujukan Bradford, G.E. 1985. Selection For Litter Size. London: Butterworths. Campbell, N. A., Reece J. B., Urry, L. A., Cain, M. L., Wasserman, S. A., Minorsky, P. V., & Jackson, R. B. 2010. Biologi Jilid 3 Edisi Kedelapan. Jakarta: Erlangga. Carey JR. 1993. Applied Demography for Biologist with Special Emphasis on Insect. New York: Oxford University Press. Dickerson, G.E. 1996. Economic Importance Of Polificacy In Sheep. Cambridge: Prolific Sheep. Forgarty, M. M. 1984. Breeding For Reproductive Performance. Canbera: Australian Academy of Science. Price Pw. 1997. Insected Ecology. 3th ed. New York: John Wiley & Sons, Inc. Rockwood LL., 2006. Introduction To Population Ecology. Oxford, UK : Blackwell Publishing. Smith RL. 1990. Ecology And Field Biology. 4th ed. New York: Harper Collins Publisher. Tarumingkeng. RC. 1992. Dinamika Pertumbuhan Populasi Serangga. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Meadows, Donella, H., et al. 1972. The Limits to Growth. New York: A Potomac Associates Book.