Makalah Kep - Paliatif Kelompok 4 (Tinjauan Sosial Dan Budaya Tentang Perawatan Paliatif) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH KEPERAWATAN MENJELANG AJAL “Tinjauan Sosial dan Budaya Tentang Perawatan Paliatif” Dosen Pengampu : Bu Fitriana Kartikasari, M.Kep



Disusun Oleh : Kelompok 4 (Kelas Rembang) 1.



Kartika Dwi Suryani



(112019030698)



2.



Frida Indah Tri Utami



(112019030699)



3.



Anita Puspitasari



(112019030700)



4.



Millenia Nurfitriana S. D.M



(112019030701)



5.



Dewi Restika Rini



(112019030702)



6.



Miftahul Jannah



(112019030703)



7.



Yulia Tri Utami



(112019030704)



UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS FAKULTAS ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN 2021



KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas rahmatNya yang telah diberikan, sehingga Makalah Keperawatan Menjelang Ajal “Tinjauan Sosial dan Budaya Tentang Perawatan Paliatif” ini dapat disusun dengan cermat dan dapat diselesaikan pada waktunya. Tidak lupa pula, dalam kesempatan ini, penyusun mengucapkan banyak terimakasih pada Bu Fitriana Kartikasari, M.Kep selaku dosen pemgampu mata kuliah tersebut. Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini tidak jauh dari kesalahan serta kekurangan dan tentunya kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun agar dapat memperbaiki kekurangan dan dapat lebih baik dalam menyusun makalah selanjutnya. Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat dimanfaatkan dengan optimal untuk menunjang kemandirian mahasiswa dalam proses pembelajaran.



Rembang, 23 April 2021



Penulis



2



DAFTAR ISI COVER



i



KATA PENGANTAR



ii



DAFTAR ISI



iii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang



4



B. Rumusan Masalah



5



C. Tujuan



5



BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perawatan Paliatif



6



B. Social Dan Budaya Dalam Paliative Care



6



C. Aspek Budaya Yang Mempengaruhi Kesehatan



7



D. Aspek Social Yang Berpengaruh Terhadap Kesehatan



10



E. Tinjauan Social Dan Budaya Dalam Perawatan Paliatif



10



BAB III PENUTUP A. Simpulan



14



B. Saran



14



DAFTAR PUSTAKA



15



3



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawatan



paliatif



adalah



perawatan



yang



dilakukan



secara aktif pada penderita yang sedang sekarat atau dalam fase terminal akibat penyakit yang dideritanya. Pasien sudah tidak memiliki respon terhadap terapi kuratif yang disebabkan oleh keganasan ginekologis. Perawatan ini mencakup penderita serta melibatkan keluarganya (Aziz, Witjaksono, & Rasjidi, 2018). Perawatan



paliatif



adalah



pendekatan



yang



bertujuan



meningkatkan kualitas hidup pasien (dewasa dan anak-anak) dan keluarga dalam menghadapi penyakit yang mengancam jiwa, dengan



cara



meringankan



penderitaan



rasa



sakit



melalui



identifikasi dini, pengkajian yang sempurna, dan penatalaksanaan nyeri serta masalah lainnya baik fisik, psikologis, sosial atau spiritual. (World Health Organization (WHO) 2016). Menurut Andreas Eppink, sosial budaya atau kebudayaan adalah segala sesuatu atau tata nilai yang berlaku dalam sebuah masyarakat yang menjadi ciri khas dari masyarakat tersebut. Sedangkan menurut Burnett, kebudayaan adalah keseluruhan berupa kesenian, moral, adat istiadat, hukum, pengetahuan, kepercayaan, dan kemampuan olah pikir dalam bentuk lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat dan keseluruhan bersifat kompleks. Dari kedua pengertian tersebut bisa disimpulkan bahwa



social



budaya



memang



mengacu



pada



kehidupan



bermasyarakat yang menekankan pada aspek adat istiadat dan kebiasaan masyarakat itu sendiri. Seiring dengan berkembangnya bidang ilmu ini, ruang lingkup dari palliative



care yang dulunya hanya terfokus



pada memberikan



kenyamanan bagi penderita, sekarang telah meluas menjadi perawatan holistik yang mencakup aspek fisik, sosial, psikologis, cultural, dan spiritual. Perubahan perspektif ini dikarenakan semakin hari semakin



4



banyak pasien yang menderita penyakit kronis sehingga tuntutan untuk suatu perkembangan adalah mutlak adanya. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis membuat makalah tentang Tinjauan Sosial dan Budaya dalam Perawatan Paliatif untuk mengulas materi tersebut lebih dalam. B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan perawatan paliatif ? 2. Bagaimanakah pengertian social dan budaya ? 3. Bagaimanakah aspek budaya yang mempengaruhi kesehatan ? 4. Bagaimanakah aspek social yang berpengaruh terhadap kesehatan ? 5. Bagaimanakah tinjauan social dan budaya dalam perawatan paliatif ? C. Tujuan 1.



Mengetahui pengertian perawatan paliatif



2.



Mengetahui pengertian social dan budaya



3.



Mengetahui aspek budaya yang mempengaruhi kesehatan



4.



Mengetahui aspek social yang berpengaruh terhadap kesehatan



5.



Mengetahui tinjauan social dan budaya dalam perawatan paliatif



5



BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perawatan Paliatif Perawatan



paliatif



adalah



perawatan



yang



dilakukan



secara aktif pada penderita yang sedang sekarat atau dalam fase terminal akibat penyakit yang dideritanya. Pasien sudah tidak memiliki respon terhadap terapi kuratif yang disebabkan oleh keganasan ginekologis. Perawatan ini mencakup penderita serta melibatkan keluarganya (Aziz, Witjaksono, & Rasjidi, 2018). Perawatan



paliatif



adalah



pendekatan



yang



bertujuan



meningkatkan kualitas hidup pasien (dewasa dan anak-anak) dan keluarga dalam menghadapi penyakit yang mengancam jiwa, dengan



cara



meringankan



penderitaan



rasa



sakit



melalui



identifikasi dini, pengkajian yang sempurna, dan penatalaksanaan nyeri serta masalah lainnya baik fisik, psikologis, sosial atau spiritual. (World Health Organization (WHO) 2016). B. Sosial Budaya dalam Paliative Care Pengertian sosial menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah segala sesuatu yang mengenai masyarakat atau kemasyarakatan. Sedangkan kebudayaan atau kultur yang dapat membentuk kebiasaan dan respons terhadap kesehatan dan penyakit dalam segala masyarakat tanpa memandang tingkatannya. Menurut Andreas Eppink, sosial budaya atau kebudayaan adalah segala sesuatu atau tata nilai yang berlaku dalam sebuah masyarakat yang menjadi ciri khas dari masyarakat tersebut. Sedangkan menurut Burnett, kebudayaan adalah keseluruhan berupa kesenian, moral, adat istiadat, hukum, pengetahuan, kepercayaan, dan kemampuan olah pikir dalam bentuk lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat dan keseluruhan bersifat kompleks. Dari kedua pengertian tersebut bisa disimpulkan bahwa



social



budaya



memang



6



mengacu



pada



kehidupan



bermasyarakat yang menekankan pada aspek adat istiadat dan kebiasaan masyarakat itu sendiri. Sosial budaya merupakan segala hal yang diciptakan oleh manusia dengan pikiran dan budinya dalam kehidupan bermasyarakat. Karena itulah penting bagi tenaga kesehatan untuk tidak hanya mempromosikan kesehatan, tapi juga membuat mereka mengerti tentang proses terjadinya suatu penyakit dan bagaimana meluruskan keyakinan atau budaya yang dianut hubungannya dengan kesehatan. Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan Kebudayaan



garis telah



pengaruh



sikap



terhadap



mewarnai



sikap



anggota



berbagai



masalah.



masyarakat,



karena



kebudayaanlah yang memberi corak pengalaman individu-individu masyarakat. Green dalam Notoatmodjo (2012) mengatakan bahwa perilaku manusia dari tingkat kesehatan dipengaruhi oleh 2 faktor pokok yaitu faktor perilaku (behaviour cause) dan faktor di luar perilaku (nonbehaviour cause). Perilaku itu sendiri terbentuk dari tiga factor, yaitu : 1.



Faktor Predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam pengetahuan,



sikap,



kepercayaan,



keyakinan,



nilai-nilai



dan



sebagainya. 2.



Faktor



pendukung



(enabling



factors),



yang



terwujud



dalam



lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitasfasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, air bersih dan sebagainya. 3.



Faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.



C. Aspek Budaya yang Mempengaruhi Perilaku Kesehatan 1.



Persepsi masyarakat terhadap sehat dan sakit. Masyarakat mempunyai batasan sehat atau sakit yang berbeda dengan konsep sehat dan sakit versi sistem medis modern (penyakit disebabkan oleh makhluk halus, guna-guna, dan dosa)



7



2.



Kepercayaan. Kepercayaan dalam masyarakat sangat dipengaruhi tingkah laku kesehatan, beberapa pandangan yang berasal dari agama tertentu kadang-kadang memberi pengaruh negatif terhadap program kesehatan. Sifat fatalistik atau fatalism adalah ajaran atau paham bahwa manusia dikuasai oleh nasib. Seperti contoh, orang-orang Islam di pedesaan menganggap bahwa penyakit adalah cobaan dari Tuhan, dan kematian adalah kehendak Allah. Jadi, sulit menyadarkan masyarakat untuk melakukan pengobatan saat sakit.



3.



Pendidikan. Masih



banyaknya



penduduk



yang



berpendidikan



rendah,



petunjuk-petunjuk kesehatan sering sulit ditangkap apabila cara menyampaikannya tidak disesuaikan dengan tingkat pendidikan khayalaknya. 4.



Nilai Kebudayaan Masyarakat Indonesia terdiri dari macam-macam suku bangsa yang mempunyai perbedaan dalam memberikan nilai pada satu obyek tertentu. Nilai kebudayaan ini memberikan arti dan arah pada cara hidup, persepsi masyarakat terhadap kebutuhan dan pilihan mereka untuk bertindak. Contoh : a.



Wanita sehabis melahirkan tidak boleh memakan ikan karena ASI akan menjadi amis



b.



Di New Guinea, pernah terjadi wabah penyakit kuru. Penyakit ini menyerang susunan saraf otak dan penyebabnya adalah virus. Penderita hanya terbatas pada anak-anak dan wanita. Setelah dilakukan penelitaian ternyata penyakit ini menyebar karena adanya tradisi kanibalisme Sifat



Etnosentris



merupakan



sikap



yang



memandang



kebudayaan sendiri yang paling baik jika dibandingkan dengan kebudayaan pihak lain. Etnosentrisme merupakan sikap atau



8



pandangan yg berpangkal pada masyarakat dan kebudayaan sendiri, biasanya disertai dengan sikap dan pandangan yg meremehkan masyarakat



dan



kebudayaan



lain.



Seperti



contoh,



Seorang



perawat/dokter menganggap dirinya yang paling tahu tentang kesehatan, sehingga merasa dirinya berperilaku bersih dan sehat sedangkan masyarakat tidak. Selain itu, budaya yang diajarkan sejak awal seperti budaya hidup bersih sebaiknya mulai diajarkan sejak awal atau anak-anak karena nantinya akan menjadi nilai dan norma dalam masyarakat. 5.



Norma Aturan atau ketentuan yang mengikat warga kelompok dalam masyarakat, dipakai sebagai panduan, tatanan, dan pengendali tingkah laku yg sesuai dan diterima oleh masyarakat. Terjadi perbedaan norma (sebagai standar untuk menilai perilaku) antara satu kebudayaan dengan kebudayaan yang lain. Masyarakat menetapkan perilaku yang normal (normatif) serta perilaku yang tidak normatif. Contohnya, Bila wanita sedang sakit, harus diperiksa oleh dokter wanita dan masyarakat memandang lebih bergengsi beras putih daipada beras merah, padahal mereka mengetahui bahwa vitamin B1 lebih tinggi diberas merah daripada diberas putih.



6.



Inovasi Kesehatan Tidak ada kehidupan sosial masyarakat tanpa perubahan, dan sesuatu perubahan selalu dinamis. artinya setiap perubahan akan diikuti perubahan kedua, ketiga dan seterusnya. Seorang petugas kesehatan jika akan melakukan perubahan perilaku kesehatan harus mampu menjadi contoh dalam perilakukanya sehari-hari. Ada anggapan bahwa petugas kesehatan merupakan contoh rujukan perilaku hidup bersih sehat, bahkan diyakini bahwa perilaku kesehatan yang baik adalah kepunyaan/ hanya petugas kesehatan yang benar.



9



D. Aspek Sosial yang Mempengaruhi Perilaku Kesehatan 1. Penghasilan (income). Masyarakat yang berpenghasilan rendah menunjukkan angka kesakitan yang lebih tinggi, angka kematian bayi dan kekurangan gizi. 2. Jenis kelamin (sex). Wanita cenderung lebih sering memeriksakan kesehatan ke dokter dari pada laki-laki. 3. Jenis pekerjaan yang berpengaruh besar terhadap jenis penyakit yang diderita pekerja. 4. Self Concept, menurut Merriam-Webster adalah : “the mental image one has of oneself” yaitu gambaran mental yang dipunyai seseorang tentang dirinya. Self concept ditentukan oleh tingkat kepuasan atau ketidakpuasan yang kita rasakan terhadap diri kita sendiri. Self concept adalah faktor yang penting dalam kesehatan, karena mempengaruhi perilaku masyarakat dan perilaku petugas kesehatan. 5. Image Kelompok. Image seorang individu sangat dipengaruhi oleh image kelompok. Perilaku anak cenderung merefleksikan dari kondisi keluarganya. Identitas Individu pada Kelompok. Identifikasi individu kepada kelompok kecilnya sangat penting untuk memberikan keamanan psikologis dan kepuasan dalam pekerjaan mereka. Contoh lain, sosial budaya mempengaruhi kesehatan adalah pandangan suatu masyarakat terhadap tindakan yang mereka lakukan ketika mereka mengalami sakit, ini akan sangat dipengaruhi oleh budaya, tradisi, dan kepercayaan yang ada dan tumbuh dalam masyarakat tersebut. Misalnya masyarakat yang sangat mempercayai dukun yang memiliki kekuatan gaib sebagai penyembuh ketika mereka sakit, dan bayi yang menderita demam atau diare berarti pertanda bahwa bayi tersebut akan pintar berjalan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa social budaya sangat mempengaruhi kesehatan baik itu individu maupun kelompok. E. Tinjauan Sosial dan Budaya Pada Perawatan Paliatif Indonesia yang terdiri dari beragam etnis tentu memiliki banyak budaya dalam masyarakatnya. Terkadang, budaya suatu etnis dengan etnis yang lain dapat berbeda jauh. Hal ini menyebabkan suatu budaya yang



10



positif, dapat dianggap budaya negatif di etnis lainnya. Sehingga tidaklah mengherankan



jika



permasalahan



kesehatan



di



Indonesia



begitu



kompleksnya. Sosial budaya sering kali dijadikan petunjuk dan tata cara berperilaku dalam bermasyarakat, hal ini dapat berdampak positif namun juga dapat berdampak negative. Disinilah kaitannya dengan kesehatan, ketika suatu tradisi yang telah menjadi warisan turun temurun dalam sebuah masyarakat namun ternyata tradisi tersebut memiliki dampak yang negatif bagi derajat kesehatan masyarakatnya. Misalnya, cara masyarakat memandang tentang konsep sehat dan sakit dan persepsi masyarakat tentang penyebab terjadinya penyakit disuatu masyarakat akan berbedabeda tergantung dari kebudayaan yang ada dalam masyarakat tersebut. Sosial budaya yang mempengaruhi kesehatan adalah pandangan suatu masyarakat terhadap tindakan yang mereka lakukan ketika mereka mengalami sakit, ini akan sangat dipengaruhi oleh budaya, tradisi, dan kepercayaan yang ada dan tumbuh dalam masyarakat tersebut. Misalnya masyarakat yang sangat mempercayai dukun yang memiliki kekuatan gaib sebagai penyembuh ketika mereka sakit, dan bayi yang menderita demam atau diare berarti pertanda bahwa bayi tersebut akan pintar berjalan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa social budaya sangat mempengaruhi kesehatan baik itu individu maupun kelompok Dalam kajian sosial budaya, perawatan paliatif bertujuan untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga dalam menghadapi masalah yang berhubungan dengan penyakit yang mengancam kehidupan. Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan memperbaiki kualitas hidup pasien dan keluarga yang menghadapi masalah berhubungan dengan penyakit yang dapat mengancam jiwa, melalui pencegahan dan membantu meringankan penderitaan, identifikasi dini dan penilaian yang tertib serta penanganan nyeri dan masalah lain baik fisik, psikososial dan spiritual (WHO 2016).



11



Menurut Kepmenkes RI No 812 (2017), jenis kegiatan perawatan paliatif meliputi tatalaksana nyeri, tatalaksana keluhan fisik lain, asuhan keperawatan, dukungan psikologis, sosial, kultural dan spiritual serta dukungan persiapan dan selama masa dukacita. Kualitas perawatan paliatif menurut National Consensus Project (2016) merupakan sebuah pendekatan umum untuk perawatan pasien yang harus secara rutin terintegrasi dengan penyakit, modifikasi terapi dan berkembangnya praktek spesialis untuk dokter, perawat, pekerja sosial, ulama dan memiliki keahlian yang diperlukan untuk mengoptimalkan kualitas hidup bagi mereka yang memiliki penyakit kronis yang mengancam atau melemahkan hidup, meliputi struktur dan proses perawatan, aspek : fisik, psikologis dan psikiatris, sosial, spiritual dan agama, budaya, perawatan menjelang ajal dan etika dan hukum. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa budaya memegang peranan penting dalam perawatan paliatif, pengkajian dapat terfokus pada pertanyaan yang diperlukan pasien sehingga pasien dapat menyampaikan permasalahan yang dimiliki serta diharapkan dapat menangani masalah fisik, psikologis, sosial, spiritual dan kualitas hidup pasien. Perawatan paliatif selama ini di Indonesia masih mengacu pada teori dan kondisi dari Barat, belum mengaplikasikan secara nyata asuhan keperawatan dengan nilai-nilai budaya setempat . 1.



Kajian Sosial Budaya Tentang Perawatan Paliatif Salah satu faktor yang menentukan kondisi kesehatan masyarakat adalah perilaku kesehatan masyarakat itu sendiri. Dimana proses terbentuknya perilaku ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah faktor sosial budaya, bila faktor tersebut telah tertanam dan terinternalisasi dalam kehidupan dan kegiatan masyarakat ada kecenderungan untuk merubah perilaku yang telah terbentuk tersebut sulit untuk dilakukan. Untuk itu, untuk mengatasi dan memahami suatu masalah kesehatan diperlukan pengetahuan yang memadai mengenai budaya



12



dasar dan budaya suatu daerah. Sehingga dalam kajian sosial budaya tentang perawatan paliatif bertujuan untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga dalam menghadapi masalah yang berhubungan dengan penyakit yang mengancam kehidupan. 2.



Budaya Masyarakat Tentang Pengobatan Pada Penyakit Paliatif Pemahaman masyarakat terhadap hal-hal yang dipercayai secara turun- temurun merupakan bagian dari kearifan lokal yang sulit untuk dilepaskan. Hingga pemahaman magis yang irasional terhadap pengobatan melalui dukun sangat dipercayai oleh masyarakat. Peranan budaya dan kepercayaan yang ada dimasyarakat itu diperkuat oleh rendahnya tingkat pendidikan dan tingkat ekonomi. Misalnya, kanker payudara merupakan penyakit yang mematikan. Jumlah penderitanya pun tak sedikit. Sayang, banyak penderita justru memilih ke dukun alias pengobatan alternatif. Ujung-ujungnya, malah bertambah parah. Banyak penderita yang baru berobat ke dokter setelah menderita kanker payudara stadium tinggi.



13



BAB III PENUTUP



A. Kesimpulan Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan pasien dan keuarganya dalam menghadapi masalah masalah yang berhubungan dengan penyakit yang mengancam jiwa, dengan mencegah dan meringankan penderitaan melalui identifikasi awal serta terapi dan masalah lain, fisik, psikososial dan spirittual. Perilaku



manusia



dalam



menghadapi



masalah



kesehatan



merupakan suatu tingkah laku yang selektif, terencana, dan tanda dalam suatu sistem kesehatan yang merupakan bagian dari budaya masyarakat yang bersangkutan. Perilaku tersebut terpola dalam kehidupan nilai sosial budaya yang ditujukan bagi masyarakat tersebut. Kebudayaan kesehatan masyarakat membentuk, mengatur, dan mempengaruhi tindakan atau kegiatan individu-individu suatu kelompok sosial dalam memenuhi berbagai kebutuhan kesehatan baik yang berupa upaya mencegah penyakit maupun menyembuhkan diri dari penyakit. Oleh karena itu dalam memahami suatu masalah perilaku kesehatan harus dilihat dalam hubungannya dengan kebudayaan, organisasi sosial, dan kepribadian individu- individunya terutama dalam paliatif care. B. Saran Sebagai petugas kesehatan perlu mengetahui pengetahuan masyarakat



tentang



kesehatan.



Dengan



mengetahui



pengetahuan



masyarakat, maka petugas kesehatan akan mengetahui mana yang perlu ditingkatkan, diubah dan pengetahuan mana yang perlu dilestarikan dalam memperbaiki status kesehatan.



14



DAFTAR PUSTAKA Aziz, M. F., Witjaksono, J., & Rasjidi, H.I. (2018). Panduan Pelayanan Medik: Model Interdisiplin Penatalaksanaan Kanker Serviks dengan Gangguan Ginjal. Jakarta: EGC. Notoatmodjo, S. (2012). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Kementerian Kesehatan RI (2017) Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 312/Menkes/SK/IX/2017 tentang Daftar Obat Esensial Nasional 2017. Kementerian Kesehatan RI, Jakarta. National Consensus Project for Quality Palliative Care. (2016). Clinical Practice Guidelines for Quality Palliative Care, Third Edition. USA: National Consensus Project for Quality Palliative Care. Tinjauan Sosial dan Budaya tentang Perawatan Paliatif. Tersedia pada https://www.scribd.com/document/389574345/Tinjauan-Sosial-BudayaPerawatan-Paliatif diakses pada Jumat, 23 April 2019 pukul 14.50 WIB



15