Makalah Kerukunan Antar Umat Beragama [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA MAKALAH Diajukan untuk memenuhi salah satu Tugas dalam menempuh Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam, oleh Dosen pembina Drs. Tubagus Hidayattulah, M.Pd.



Disusun oleh : Nama : Yuni Purwanti Kelas : 4. F



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG 2015



KATA PENGANTAR



Puji dan syukur penyusun sampaikan kepada Allah SWT. Yang telah memberikan segala cinta dan kasih sayang-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada junjunan kita Nabi Besar Muhammad SAW, keluarga, sahabat, sampai kepada kita sebagai umatnya. Makalah ini di ajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam, dengan materi ‘Sejarah Peradaban Islam’. Makalah ini disusun berdasarkan beberapa sumber. Penyelesaian makalah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang penyusun rasakan sangat membantu, baik moril maupun spiritual dalam penyelesaiannya. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penyusun mengucapkan terimakasih atas kerja sama dan do’a yang telah diberikan kepada penyusun selama pembuatan makalah sehingga dapat terselesaikan. Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kesalahan serta kekurangannya. Oleh karena itu, saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat penyusun harapkan. Akhir kata penyusun berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya dan khususnya bagi penyusun.



Bandung,



Maret 2015



Penyusun



1



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR................................................................................................................i DAFTAR ISI......................................................................................................................ii BAB I.................................................................................................................................1 PENDAHULUAN.............................................................................................................1 A.



Latar Belakang.......................................................................................................1



B.



Rumusan Masalah..................................................................................................1



C.



Tujuan....................................................................................................................1



BAB II..................................................................................................................................2 PEMBAHASAN....................................................................................................................2 A.



Definisi Kerukunan................................................................................................2



B.



Kerukunan Antar Umat Beragama.........................................................................3



C.



Kendala-Kendala....................................................................................................4 a.



Rendahnya Sikap Toleransi................................................................................4



b.



Kepentingan Politik............................................................................................4



c.



Sikap Fanatisme..................................................................................................5



D.



Solusi.....................................................................................................................6 a.



Dialog Antar Pemeluk Agama............................................................................6



b.



Bersikap Optimis................................................................................................7



E. Kebersamaan Ummat Beragama Dalam Kehidupan Sosial.......................................8 a. pandangan agama islam terhadap ummat non Islam..............................................8 b. Tanggung jawab sosial ummat Islam......................................................................9 c. F.



amar ma’ruf dan nahi munkar............................................................................9 Manfaat Kerukunan Antar Umat Beragama..........................................................10



a.



Menghindari Terjadinya Perpecahan................................................................10



b.



Memperkokoh Silaturahmi dan Menerima Perbedaan.....................................11



BAB III............................................................................................................................12 KESIMPULAN................................................................................................................12 DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................13



2



LEMBAR PENGESAHAN



DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH DOSEN MATA KULIAH:



Bandung,



Maret 2015



Dosen Mata kuliah, Pendidikan Agama Islam, oleh Dosen pembina



Drs. Tubagus Hidayattulah, M.Pd. NIPY..................................



Koordinator Gudep



3



AHMAD SUKANDI, S.S. NIP.19800308 200901 1 005



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerukunan beragama di tengah keanekaragaman budaya merupakan aset dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Dalam perjalanan sejarah bangsa, Pancasila telah teruji sebagai alternatif yang paling tepat untuk mempersatukan masyarakat Indonesia yang sangat majemuk di bawah suatu tatanan yang inklusif dan demokratis. Sayangnya wacana mengenai Pancasila seolah lenyap seiring dengan berlangsungnya reformasi. Berbagai macam kendala yang sering kita hadapi dalam mensukseskan kerukunan antar umat beragama, dari luar maupun dalam negeri kita sendiri. Namun dengan kendala tersebut warga Indonesia selalu optimis, bahwa dengan banyaknya agama yang ada di Indonesia, maka banyak pula solusi untuk menghadapi kendala-kendala tersebut. Dari berbagai pihak telah sepakat untuk mencapai tujuan kerukunan antar umat beragama di Indonesia seperti masyarakat dari berbagai golongan, pemerintah, dan organisasi-organisasi agama yang banyak berperan aktif dalam masyarakat. Keharmonisan dalam komunikasi antar sesama penganut agama adalah tujuan dari kerukunan beragama, agar terciptakan masyarakat yang bebas dari ancaman, kekerasan hingga konflik agama.



B. Rumusan Masalah a) b) c) d) e) f)



Apa Definisi Kerukunan? Bagaimana kerukunan antar umat beragama? Apa saja kendala-kendalanya? Bagaimana solusinya? Bagaiman kebersamaan umat beragama dalam kehidupan sosial? Apa saja manfaat kerukunan antar umat beragama?



C. Tujuan Makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas Pendidikan Agama Islam dan untuk menambah wawasan para pembaca tentang kerukunan antar umat beragama serta permasalahan yang di hadapi.



1



BAB II PEMBAHASAN KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA A. Definisi Kerukunan Kerukunan adalah istilah yang dipenuhi oleh muatan makna “baik” dan “damai”. Intinya, hidup bersama dalam masyarakat dengan “kesatuan hati” dan “bersepakat” untuk tidak menciptakan perselisihan dan pertengkaran (Depdikbud, 1985:850) Bila pemaknaan tersebut dijadikan pegangan, maka “kerukunan” adalah sesuatu yang ideal dan didambakan oleh masyarakat manusia. Kerukunan [dari ruku, bahasa Arab, artinya tiang atau tiang-tiang yang menopang rumah; penopang yang memberi kedamain dan kesejahteraan kepada penghuninya] secara luas bermakna adanya suasana persaudaraan dan kebersamaan antar semua orang walaupun mereka berbeda secara suku, agama, ras, dan golongan. Kerukunan juga bisa bermakna suatu proses untuk menjadi rukun karena sebelumnya ada ketidakrukunan; serta kemampuan dan kemauan untuk hidup berdampingan dan bersama dengan damai serta tenteram. Langkah-langkah untuk mencapai kerukunan seperti itu, memerlukan proses waktu serta dialog, saling terbuka, menerima dan menghargai sesama, serta cinta-kasih. Kerukunan antarumat beragama bermakna rukun dan damainya dinamika kehidupan umat beragama dalam segala aspek kehidupan, seperti aspek ibadah, toleransi, dan kerja sama antarumat beragama. Manusia ditakdirkan Allah Sebagai makhluk social yang membutuhkan hubungan dan interaksi sosial dengan sesama manusia. Sebagai makhluk social, manusia memerlukan kerja sama dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya,



baik



kebutuhan



material



maupun



spiritual.



Ajaran Islam menganjurkan manusia untuk bekerja sama dan tolong menolong (ta’awun) dengan sesama manusia dalam hal kebaikan. Dalam kehidupan sosial kemasyarakatan umat Islam dapat berhubungan dengan siapa saja tanpa batasan ras, bangsa, dan agama.



2



B. Kerukunan Antar Umat Beragama Kerukunan antar umat beragama adalah suatu kondisi sosial ketika semua golongan agama bisa hidup bersama tanpa menguarangi hak dasar masing-masing untuk melaksanakan kewajiban agamanya. Masing-masing pemeluk agama yang baik haruslah hidup rukun dan damai. Karena itu kerukunan antar umat beragama tidak mungkin akan lahir dari sikap fanatisme buta dan sikap tidak peduli atas hak keberagaman dan perasaan orang lain. Tetapi dalam hal ini tidak diartikan bahwa kerukunan hidup antar umat beragama member ruang untuk mencampurkan unsur-unsur tertentu dari agama yang berbeda , sebab hal tersebut akan merusak nilai agama itu sendiri. Menurut Muhammad Maftuh Basyuni dalam seminar kerukunan antar umat beragama tanggal 31 Desember 2008 di Departemen Agama, mengatakan bahwa kerukunan umat beragama merupakan pilar kerukunan nasional adalah sesuatu yang dinamis, karena itu harus dipelihara terus dari waktu ke waktu. Kerukunan hidup antar umat beragama sendiri berarti keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerja sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kerukunan antar umat beragama itu sendiri juga bias diartikan dengan toleransi antar umat beragama. Dalam toleransi itu sendiri pada dasarnya masyarakat harus bersikap lapang dada dan menerima perbedaan antar umat beragama. Selain itu masyarakat juga harus saling menghormati satu sama lainnya misalnya dalam hal beribadah, antar pemeluk agama yang satu dengan lainnya tidak saling mengganggu. Departemen agama juga menjadikan kerukunan antar umat beragama sebagai tujuan pembangunan nasional bangsa Indonesia. Untuk itulah kerukunan hidup antar umat beragama harus kita jaga agar tidak terjadi konflik-konflik antar umat beragama. Terutama di masyarakat Indonesia yang multikultural dalam hal agama, kita harus bisa hidup dalam kedamaian, saling tolong menolong, dan tidak saling bermusuhan agar agama bisa menjadi pemersatu bangsa Indonesia yang secara tidak langsung memberikan stabilitas dan kemajuan negara.



3



C. Kendala-Kendala a. Rendahnya Sikap Toleransi Menurut Dr. Ali Masrur, M.Ag, salah satu masalah dalam komunikasi antar agama sekarang ini, khususnya di Indonesia, adalah munculnya sikap toleransi malas-malasan (lazy tolerance) sebagaimana diungkapkan P. Knitter. Sikap ini muncul sebagai akibat dari pola perjumpaan tak langsung (indirect encounter) antar agama, khususnya menyangkut persoalan teologi yang sensitif. Sehingga kalangan umat beragama merasa enggan mendiskusikan masalahmasalah keimanan. Tentu saja, dialog yang lebih mendalam tidak terjadi, karena baik pihak yang berbeda keyakinan/agama sama-sama menjaga jarak satu sama lain. Masing-masing agama mengakui kebenaran agama lain, tetapi kemudian membiarkan satu sama lain bertindak dengan cara yang memuaskan masingmasing pihak. Yang terjadi hanyalah perjumpaan tak langsung, bukan perjumpaan sesungguhnya. Sehingga dapat menimbulkan sikap kecurigaan diantara beberapa pihak yang berbeda agama, maka akan timbullah yang dinamakan konflik. b. Kepentingan Politik Faktor Politik, Faktor ini terkadang menjadi faktor penting sebagai kendala dalam mncapai tujuan sebuah kerukunan antar umat beragama khususnya di Indonesia, jika bukan yang paling penting di antara faktor-faktor lainnya. Bisa saja sebuah kerukunan antar agama telah dibangun dengan bersusah payah selama bertahun-tahun atau mungkin berpuluh-puluh tahun, dan dengan demikian kita pun hampir memetik buahnya. Namun tiba-tiba saja muncul kekacauan politik yang ikut memengaruhi hubungan antaragama dan bahkan memorak-porandakannya seolah petir menyambar yang dengan mudahnya merontokkan “bangunan dialog” yang sedang kita selesaikan. Seperti yang sedang terjadi di negeri kita saat ini, kita tidak hanya menangis melihat political upheavels di negeri ini, tetapi lebih dari itu yang mengalir bukan lagi air mata, tetapi darah; darah saudara-saudara kita, yang



4



mudah-mudahan diterima di sisi-Nya. Tanpa politik kita tidak bisa hidup secara tertib teratur dan bahkan tidak mampu membangun sebuah negara, tetapi dengan alasan politik juga kita seringkali menunggangi agama dan memanfaatkannya.



c. Sikap Fanatisme



Di kalangan Islam, pemahaman agama secara eksklusif juga ada dan berkembang. Bahkan akhir-akhir ini, di Indonesia telah tumbuh dan berkembang pemahaman keagamaan yang dapat dikategorikan sebagai Islam radikal dan fundamentalis, yakni pemahaman keagamaan yang menekankan praktik keagamaan tanpa melihat bagaimana sebuah ajaran agama seharusnya diadaptasikan



dengan



situasi



dan



kondisi



masyarakat.



Mereka



masih



berpandangan bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar dan dapat menjamin keselamatan menusia. Jika orang ingin selamat, ia harus memeluk Islam. Segala perbuatan orang-orang non-Muslim, menurut perspektif aliran ini, tidak dapat diterima di sisi Allah. Pandangan-pandangan semacam ini tidak mudah dikikis karena masingmasing sekte atau aliran dalam agama tertentu, Islam misalnya, juga memiliki agen-agen dan para pemimpinnya sendiri-sendiri. Islam tidak bergerak dari satu komando dan satu pemimpin. Ada banyak aliran dan ada banyak pemimpin agama dalam Islam yang antara satu sama lain memiliki pandangan yang berbeda-beda tentang agamanya dan terkadang bertentangan. Tentu saja, dalam agama Kristen juga ada kelompok eksklusif seperti ini. Kelompok Evangelis, misalnya, berpendapat bahwa tujuan utama gereja adalah mengajak mereka yang percaya untuk meningkatkan keimanan dan mereka yang berada “di luar” untuk masuk dan bergabung. Bagi kelompok ini, hanya mereka yang bergabung dengan gereja yang akan dianugerahi salvation atau keselamatan abadi. Dengan saling mengandalkan pandangan-pandangan setiap sekte dalam agama teersebut, maka timbullah sikap fanatisme yang berlebihan. Dari uraian diatas, sangat jelas sekali bahwa ketiga faktor tersebut adalah akar



dari



permasalahan



yang



menyebabkan



konflik



sekejap



maupun



berkepanjangan. 5



D.



Solusi a. Dialog Antar Pemeluk Agama



Sejarah perjumpaan agama-agama yang menggunakan kerangka politik secara tipikal hampir keseluruhannya dipenuhi pergumulan, konflik dan pertarungan. Karena itulah dalam perkembangan ilmu sejarah dalam beberapa dasawarsa terakhir, sejarah yang berpusat pada politik yang kemudian disebut sebagai “sejarah konvensional” dikembangkan dengan mencakup bidang-bidang kehidupan sosial-budaya lainnya, sehingga memunculkan apa yang disebut sebagai “sejarah baru” (new history). Sejarah model mutakhir ini lazim disebut sebagai “sejarah sosial” (social history) sebagai bandingan dari “sejarah politik” (political history). Penerapan sejarah sosial dalam perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia akan sangat relevan, karena ia akan dapat mengungkapkan sisi-sisi lain hubungan para penganut kedua agama ini di luar bidang politik, yang sangat boleh jadi berlangsung dalam saling pengertian dan kedamaian, yang pada gilirannya mewujudkan kehidupan bersama secara damai (peaceful co-existence) di antara para pemeluk agama yang berbeda. Hampir bisa dipastikan, perjumpaan Kristen dan Islam (dan juga agamaagama lain) akan terus meningkat di masa-masa datang. Sejalan dengan peningkatan globalisasi, revolusi teknologi komunikasi dan transportasi, kita akan menyaksikan gelombang perjumpaan agama-agama dalam skala intensitas yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Dengan begitu, hampir tidak ada lagi suatu komunitas umat beragama yang bisa hidup eksklusif, terpisah dari lingkungan komunitas umat-umat beragama lainnya. Satu contoh kasus dapat diambil: seperti dengan meyakinkan dibuktikan Eck (2002), Amerika Serikat, yang mungkin oleh sebagian orang dipandang sebagai sebuah “negara Kristen,” telah berubah menjadi negara yang secara keagamaan paling beragam. Saya kira, Indonesia, dalam batas tertentu, juga mengalami kecenderungan yang sama. Dalam pandangan saya, sebagian besar perjumpaan di antara agama-agama itu, khususnya agama yang mengalami konflik, bersifat damai. Dalam waktu-waktu



6



tertentu ketika terjadi perubahan-perubahan politik dan sosial yang cepat, yang memunculkan krisis pertikaian dan konflik sangat boleh jadi meningkat intensitasnya. Tetapi hal ini seyogyanya tidak mengaburkan perspektif kita, bahwa kedamaian lebih sering menjadi feature utama. Kedamaian dalam perjumpaan itu, hemat saya, banyak bersumber dari pertukaran (exchanges) dalam lapangan sosiokultural atau bidang-bidang yang secara longgar dapat disebut sebagai “nonagama.” Bahkan terjadi juga pertukaran yang semakin intensif menyangkut gagasan-gagasan keagamaan melalui dialog-dialog antaragama dan kemanusiaan baik pada tingkat domestik di Indonesia maupun pada tingkat internasional; ini jelas memperkuat perjumpaan secara damai tersebut. Melalui berbagai pertukaran semacam ini terjadi penguatan saling pengertian dan, pada gilirannya, kehidupan berdampingan secara damai.



b. Bersikap Optimis Walaupun berbagai hambatan menghadang jalan kita untuk menuju sikap terbuka, saling pengertian dan saling menghargai antaragama, saya kira kita tidak perlu bersikap pesimis. Sebaliknya, kita perlu dan seharusnya mengembangkan optimisme dalam menghadapi dan menyongsong masa depan dialog.Paling tidak ada tiga hal yang dapat membuat kita bersikap optimis. Pertama, pada beberapa dekade terakhir ini studi agama-agama, termasuk juga dialog antaragama, semakin merebak dan berkembang di berbagai universitas, baik di dalam maupun di luar negeri. Selain di berbagai perguruan tinggi agama, IAIN dan Seminari misalnya, di universitas umum seperti Universitas Gajah Mada, juga telah didirikan Pusat Studi Agama-agama dan Lintas Budaya. Meskipun baru seumur jagung, hal itu bisa menjadi pertanda dan sekaligus harapan bagi pengembangan paham keagamaan yang lebih toleran dan pada akhirnya lebih manusiawi. Juga bermunculan lembaga-lembaga kajian agama, seperti Interfidei dan FKBA di Yogyakarta, yang memberikan sumbangan



7



dalam menumbuhkembangkan paham pluralisme agama dan kerukunan antarpenganutnya. Kedua, para pemimpin masing-masing agama semakin sadar akan perlunya perspektif baru dalam melihat hubungan antar-agama. Mereka seringkali mengadakan pertemuan, baik secara reguler maupun insidentil untuk menjalin hubungan yang lebih erat dan memecahkan berbagai problem keagamaan yang tengah dihadapi bangsa kita dewasa ini. Kesadaran semacam ini seharusnya tidak hanya dimiliki oleh para pemimpin agama, tetapi juga oleh para penganut agama sampai ke akar rumput sehingga tidak terjadi jurang pemisah antara pemimpin agama dan umat atau jemaatnya. Kita lebih mementingkan bangunan-bangunan fisik peribadatan dan menambah kuantitas pengikut, tetapi kurang menekankan kedalaman (intensity) keberagamaan serta kualitas mereka dalam memahami dan mengamalkan ajaran agama. Ketiga, masyarakat kita sebenarnya semakin dewasa dalam menanggapi isu-isu atau provokasi-provokasi. Mereka tidak lagi mudah disulut dan diadudomba serta dimanfaatkan, baik oleh pribadi maupun kelompok demi target dan tujuan politik tertentu. Meskipun berkali-kali masjid dan gereja diledakkan, tetapi semakin teruji bahwa masyarakat kita sudah bisa membedakan mana wilayah agama dan mana wilayah politik. Ini merupakan ujian bagi agama autentik (authentic religion) dan penganutnya. Adalah tugas kita bersama, yakni pemerintah, para pemimpin agama, dan masyarakat untuk mengingatkan para aktor politik di negeri kita untuk tidak memakai agama sebagai instrumen politik dan tidak lagi menebar teror untuk mengadu domba antarpenganut agama. Jika tiga hal ini bisa dikembangkan dan kemudian diwariskan kepada generasi selanjutnya, maka setidaknya kita para pemeluk agama masih mempunyai harapan untuk dapat berkomunikasi dengan baik dan pada gilirannya bisa hidup berdampingan lebih sebagai kawan dan mitra daripada sebagai lawan.



8



E. Kebersamaan Ummat Beragama Dalam Kehidupan Sosial a. pandangan agama islam terhadap ummat non Islam Dari segi kaidah, setiap orang yang tidak mau menerima islam sebagai agamanya di sebut kafir atau non islam . Kata kafir berarti orang yang menolak, yang tidak mau menerima atau menolak menaati aturan allah yang diwujudkan kepada manusia melalui ajaran islam. Ketika rasulullah mulai menyampaikan ajaran islam kepada masyarakat arab, sebagian dari mereka ada yang mau menerima ajaran tersebut dan sebagianya lagi menolak orang yang menolak ajakan rasulullah saw tersebut di sebut juga kafir. Mereka terdiri dari orang orang musrik yang menyembah berhala di sebut orang watsani, dan orang orang ahli kitab baik orang yahudi maupun orang nasrani.



b. Tanggung jawab sosial ummat Islam Ummat islam adalah umat yang terbaik yang diciptakan allah dalam kehidupan ini. Bentuk tanggung jawab sosial ummat islam meliputi berbagai aspek kehidupan , di antaranya adalah: 1. Menjalin silaturahmi dengan tetangga dalam sebuah hadis rasulullah menjadikan sebuah kebaikan seseorang kepada tetangganya menjadi salah satu indicator keimanan 2. Memberikan infak sebagian dari harta yang dimiliki, baik yang wajib dalm bentuk zakat maupun yang sunnah dalam bentuk sedekah. 3. Menjenguk bila ada anggota masyarakat yang sakit dan ta’ziyah bila ada anggota masyarakat yang meninggal dengan mengantar jenazahnya sampai di kuburnya. 4. Memberi bantuan kepada masyarakat bila ada yang memerlukan bantuan 5. Penyusunan system sosial yang efektif dan efesien untuk membangun masyarakat, baik mental spiritual maupun fisik materialnya.



9



c.



amar ma’ruf dan nahi munkar Amar ma’ruf dan nahi munkar adalah memerintahkan orang lain untuk



berbuat baik dan mencegah perbuatan jahat. Disamping system dan saran pendukung, amar ma’ruf dan nahi munkar memerlukan juga kebijakan dalam bertindak. Karna itu rasulullah memberikan tiga tingkatan yaitu: 1. Menggunakan tangan atau kekuasaan apabila ia mampu, 2. Menggunakan lisan, dan 3. Dalam hati apabila langkah pertama dan kedua tidak mmemungkinkan. Bentuk amar ma’ruf dan nahi munkar yang bersistem diantaranya adalah: 1. Mendirikan mesjid 2. Menyelenggarakan pengajian 3. Mendirikan lembaga wakaf 4. Mendirikan lembaga pendidikan islam 5. Mendirikan lembaga keuangan atau perbangkan syariah 6. Mendirikan media massa islam, Koran, radio, tv dan lain lain 7. Mendirikan panti rehabilitasi anak anak nakal 8. Mendirikan pesantren 9. Menyelenggarakan kajian-kajian islam 10. Membuat jaringan informasi social



F. Manfaat Kerukunan Antar Umat Beragama Umat Beragama Diharapkan Perkuat Kerukunan Jika agama dapat dikembangkan sebagai faktor pemersatu maka ia akan memberikan stabilitas dan kemajuan pada Negara. Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni berharap dialog antar-umat beragama dapat memperkuat kerukunan beragama dan menjadikan agama sebagai faktor pemersatu dalam kehidupan berbangsa. Beberapa manfaat yang dapat kita perolah dari kebersamaan umat beragama dengan sikap toleransi antara lain :



10



a. Menghindari Terjadinya Perpecahan. Kebersamaan dengan mengabadikan sikap toleransi merupakan solusi agar tidak terjadi perpecahan dalam mengamalkan agama. Sikap bertoleransi harus menjadi suatu kesadaran pribadi yang selalu dibiasakan dalam wujud interaksi sosial. Toleransi dalam kehidupan beragama menjadi sangat mutlak adanya dengan eksisnya berbagai agama samawi maupun agama ardli dalam kehidupan umat manusia ini. Dalam kaitanya ini Allah telah mengingatkan kepada umat manusia dengan pesan yang bersifat universal, berikut firman Allah SWT: ”Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu Karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu Telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (Al-Imran:103) b. Memperkokoh Silaturahmi dan Menerima Perbedaan



Salah satu wujud dari toleransi hidup beragama adalah menjalin dan memperkokoh tali silaturahmi antarumat beragama dan menjaga hubungan yang baik dengan manusia lainnya. Pada umumnya, manusia tidak dapat menerima perbedaan antara sesamanya, perbedaan dijadikan alasan untuk bertentangan satu sama lainnya. Perbedaan agama merupakan salah satu faktor penyebab utama adanya konflik antar sesama manusia. Merajut hubungan damai antar penganut agama hanya bisa dimungkinkan jika masing-masing pihak menghargai pihak lain. Mengembangkan sikap toleransi beragama, bahwa setiap penganut agama boleh menjalankan ajaran dan ritual agamanya dengan bebas dan tanpa tekanan. Oleh karena itu, hendaknya toleransi beragama kita jadikan kekuatan untuk memperkokoh silaturahmi dan menerima adanya perbedaan. Dengan ini, akan terwujud perdamaian, ketentraman, dan kesejahteraan. Jadi dalam kehidupan sosial, kebersamaan sangat diperlukan antar umat beragama, karena akan memberikan dampak positif baik pada diri kita maupun lingkungan. Memberikan rasa kebersamaan yang tinggi dan kasih sayang antar sesama manusia semakin terasa bahwa kita adalah makhluk Tuhan yang harus saling menjaga satu sama lain.



11



Dengan begitu peselisihan, pertengkaran, permusuhan, tak aka nada lagi jika kita selalu menjaga kebersamaan dalam kehidupan sosial dan lain sebagainya.



BAB III KESIMPULAN



Dari pembahasan dalam makalah ini, dapat kami simpulkan berbagai macam bahasan mengenai kerukunan antar umat beragama, yaitu : Kendalakendala yang dihadapi dalam mencapai kerukunan umat antar beragama ada beberapa sebab, antara lain; 1. Rendahnya Sikap Toleransi 2. Kepentingan Politik dan 3. Sikap Fanatisme Adapun solusi untuk menghadapinya, adalah dengan melakukan Dialog Antar Pemeluk Agama dan menanamkan Sikap Optimis terhadap tujuan untuk mencapai kerukunan antar umat beragama.



12



DAFTAR PUSTAKA http://putriadri.blogspot.com/2013/04/makalah-agama-tentang-kerukunanantar.html http://www.tugasku4u.com/2013/02/makalah-kerukunan-antar-umatberagama.html http://karanindah.blogspot.com/2012/12/manfaat-kebersamaan-antar-umatberagama.html



13