Makalah Kewirausahaan Bagi Mahasiswa Di Era Revolusi Industri 4.0 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KEWIRAUSAHAAN BAGI MAHASISWA DI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0 MAKALAH



Dianjurkan Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Sertifikat PROPANKA



Disusun oleh : Nugroho Teguh Santoso 2115207001



PROGRAM STUDI S1 TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK YPKP SANGGA BUNA 2022 1



Menurut Wikipedia, industri 4.0 merupakan nama tren otomasi dan pertukaran data terkini dalam teknologi pabrik. Istilah ini mencakup sistem siber-fisik, internet untuk segala, komputasi awan, dan komputasi kognitif. dapat disimpulkan bahwa revolusi industri 4.0 adalah mengajak para pelaku usaha atau industri untuk lebih memaksimalkan peran dan fungsi internet dalam mengembangkan bisnisnya. Hingga saat ini, Pemerintah juga tengah gencar mensosialisasikan revolusi industri 4.0 di Indonesia. Meski keberadaan hambatan untuk memgimplementasikan industri 4.0 juga tidak dapat dihindari, seperti konektivitas internet. Hal ini masih menjadi PR untuk Pemerintah, agar seluruh pelosok negeri mendapatkan akses internet. Kecanggihan dalam menggunakan internet, data dan mesin di era revolusi industri 4.0 telah melahirkan berbagai terobosan brilian yang melahirkan efisiensi memudahkan masyarakat dalam mengakses informasi. Di dunia wirausaha khususnya sektor industri, di mana teknologi informasi dan komunikasi dimanfaatkan sepenuhnya. Tak cuma pada proses produksi, juga pada seluruh rantai nilai industri agar menumbuhkan model bisnis yang kontemporer berbasis digital agar meraih efisiensi yang tinggi dan kualitas produk lebih baik. Semua tahu, bisnis digital beberapa tahun belakangan ini telah menjadi sebuah tren usaha yang cukup menggiurkan. Bukan hanya itu, bisnis digital juga menjadi wadah bagi generasi muda untuk menyalurkan kreativitas menjadi sebuah peluang usaha. Banyak juga wirausahawan muda inovatif yang ikut berkontribusi dalam memberikan solusi untuk masalah sosial yang ada melalui bisnis digital. Beberapa tahun terakhir ini kita dikejutkan dengan perubahan-perubahan bisnis yang sangat luar biasa. Masyarakat yang semakin sering mengonsumsi konten-konten berbentuk digital setiap harinya, mulai dari akses melalui telepon genggam, laptop, pc kantor, dan lainnya. Semua aktivitas dalam hidup kita sangat bergantung dengan internet. Mulai dari bangun tidur, berolahraga, berangkat sekolah, berangkat kerja, makan siang, janji bertemu 2



dengan teman atau klien menonton hiburan, melakukan pembayaran, hingga membeli barang, semuanya menggunakan internet. Digital marketing menjadi sangat begitu penting karena akan menjadi masa depan kegiatan marketing, dan nampaknya media digital akan segera menggantikan media-media dengan bentuk yang masih tradisional. Metode komunikasi digital marketing lebih praktis dan efisien serta menawarkan potensial yang lebih untuk para pelaku marketing Kecanggihan dalam men-sinergikan internet, data dan mesin di era revolusi industri 4.0 telah melahirkan berbagai terobosan brilian yang melahirkan efisiensi memudahkan masyarakat dalam mengakses harga yang lebih terjangkau. Sebut saja transportasi on line yang bisa meluluhlantahkan transportasi dengan metode manual konvensional. Demikian hal nya dengan gerai-gerai supermarket yang eksistensinya terancam oleh dahsyatnya online marketing yang memberi kesempatan luas bagi semua orang untuk berposisi sebagai penjual. Seperti bisnis jual beli online yang semakin menjanjikan di era revolusi industri 4.0. Memang bisnis jual beli online sudah besar sejak 10 tahun yang lalu berkat Forum Jual Beli di Kaskus, namun munculnya berbagai macam e-commerce di Indonesia membuat para pelaku bisnis kecil-kecilan bisa memanfaatkan kehadiran mereka secara maksimal. Di era revolusi industri 4.0, sangat penting membangun karakter bisnis atau entrepreneurship generasi muda. Agar mereka memiliki kesadaran mengubah budaya kerja 'mencari kerja' menjadi budaya 'menciptakan kerja dan lapangan kerja'. Spirit enterpreneur harus ada di dalam diri milenial " Maka penting, generasi muda sebagai generasi milenial sebagai calon pemimpin bangsa harus tampil sebagai sumber daya berkualitas, di samping memiliki rasa tanggung jawab sosial yang tinggi. Salah satunya, tentu dibangun melalui karkater entreprenership dengan cara : 3



1. menumbuhkan karakter wirausaha, 2. menumbuh-kembangkan wirausaha baru kreatif yang inovatif berbasis teknologi, dan 3. membantu mahasiswa dalam menentukan keunikan bisnis berbasis teknologi dengan menemukan celah pasar yang tepat untuk meningkatkan peluang keberhasilan bisnis. Mahasiswa di era revolusi industri 4.0 adalah kaum muda yang mempunyai kompetensi akademik yang baik, berjiwa entrepreneur, menguasai future skills (soft & hard skills) sebagai modal kompetensi diri. Dimana dalam perkembangannya revolusi industry 4.0 adalah Internet of Things (IoT) konsep dimana suatu alat fisik atau mesin yang terkoneksi dengan jaringan internet, Big Data, dan Argumented Reality. Kemudian Cyber Security, Artifical Intelegence, Addictive Manufacturing, Integrated System, dan Cloud Computing. Meskipun salah satu dampak era revolusi industri 4.0 adalah butuh mengeluarkan biaya yang tinggi, namun digitalisasi terhadap usaha yang dijalankan saat ini sangatlah penting. Dengan adanya teknologi canggih ini dapat meningkatkan efektifitas dan produktivitas. Produk yang dihasilkan lebih beragam dengan harga yang terjangkau. Sehingga mampu mencukupi kebutuhan pasar. (Tri Sugiarti Ramadhan, Dosen FEB Universitas Islam Malang)



MENTERI Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (KUKM) Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga menyebut era revolusi industri 4.0 membuka peluang bagi siapa pun untuk menjadi pengusaha, termasuk mhasiswa di perguruan tinggi. Mereka bisa mengembangkan potensi yang ada dan membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat sekitar. "Kalau ada kemauan, semua pasti bisa berwirausaha. Apa lagi kaum milennial itu dikenal kreatif, inovatif," ujar Puspayoga di Kampus IKIP PGRI Denpasar, Bali, pekan lalu. 4



Teknologi, lanjut dia, sudah bagaikan makanan sehari-hari bagi kaum muda dan itu seharusnya digunakan untuk kegiatan positif dan menghasilkan nilai tambah. "Seperti anak saya. Dulu dia sempat jualan baju secara daring. Sekarang mau buka usaha cukur rambut. Anak muda memang harus seperti itu. Maksimalkan keahlian dan peluang yang ada," tegasnya Untuk mendorong peran pelajar yang lebih besar dalam dunia usaha, Kementerian KUKM pun menyelenggarakan pelatihan pemanfaatan teknologi di Kampus IKIP PGRI Denpasar. Para mahasiswa diberikan ilmu untuk menjadi digital enterpreneur dengan produkproduk yang menjadi keunggulan di daerah tersebut. Mengingat Denpasar merupakan tujuan utawa wisatawan baik dari dalam maupun luar negeri, produk-produk kerajinan seperti lukisan, patung, dan ukir-ukiran merupakan komoditas unggulan utama. Di sisi hulu, pemerintah juga memberi pemahaman terkait upaya untuk mendapatkan modal usaha. Kementerian KUKM memiliki beberapa program pembiayaan, salah satunya Wirausaha Pemula (WP). Sejak 2011 hingga 2018, Kementerian KUKM telah menyalurkan bantuan sebesar Rp246,76 miliar kepada 20.382 wirausaha pemula. Pemerintah juga berkomitmen membantu pengembangan usaha di sektor hilir hingga pemasaran. Komitmen lengkap itu dituangkan dalam nota kesepahaman bersama (MoU) tentang pengembangan kewirausahaan di kalangan mahasiswa yang ditandatangani Menteri Koperasi dan UKM dengan Rektor IKIP PGRI Bali I Made Suarta. "Kami harap sinergi ini bisa memunculkan wirausaha-wirausaha baru yang andal," ucap Suarta. (Pra/E-1) Gempuran era digital dan revolusi industri 4.0 sudah pasti tidak bisa dibendung lagi. Pilihannya tinggal, kita bisa bertahan hidup di era teknologi canggih atau punah? Karena itu, penting bagi mahasiswa dan kaum milenial untuk membangun karakter kewirausahaan atau entrepreneurship. Tujuannya sederhana, agar mahasiswa mampu meningkatkan taraf ekonomi wilayahnya dan mampu memberikan nilai ekonomis kepada masyarakat.



5



Itulah simpulan Dr. Syahril Chaniago, M.Pd. selaku Kepala Bagian Umum Ditjen Belmawa Kemenristekdikti dalam wokshop dan kuliah umum bertajuk "Membangun Karakter Kewirausahaan Mahasiswa di Era Revolusi Industri 4.0" di Universitas Patimura, Ambon pada Sabtu, 19 Mei 2019. Melalui acara ini diharapkan mahasiswa memiliki kemampuan individu dalam menciptakan peluang ekonomis dari sebuah ide usaha baik skala kecil maupun skala besar. Karena itu, bagi kalangan perguruan tinggi, Kewirausahaan menjadi mata kuliah wajib agar mahasiswa mampu menemukan inovasi bisnis di masyarakat dengan dukungan aplikasi ilmu dan teknologi supermodern. "Di era revolusi industri 4.0, sangat penting membangun karakter bisnis atau entrepreunership mahasiswa. Agar mereka memiliki kesadaran mengubah budaya kerja 'mencari kerja' menjadi budaya 'menciptakan kerja dan lapangan kerja'. Spirit enterprenuer harus ada di dalam diri mahasiswa" ujar Dr. Syahril Chaniago di sela acara di Ambon. Oleh karena itu, lanjut Dr. Syahril, Kemenristekdikti telah membuat program "Kompetisi Bisnis Mahasiswa Indonesia (KBMI)" sebagai wadah untuk mempraktikkan ilmu dan keterampilan berwirausaha yang sudah didapat oleh mahasiswa melalui pemberian modal.   KBMI bertujuan 1) menumbuhkan karakter wirausaha, 2) menumbuh-kembangkan wirausaha baru kreatif yang inovatif berbasis teknologi, dan 3) membantu mahasiswa dalam menentukan keunikan bisnis berbasis teknologi dengan menemukan celah pasar yang tepat untuk meningkatkan peluang keberhasilan bisnis. Jalan untuk sukses dan menuju kehidupan yang lebih baik, memang tidak mudah.



6



Maka penting, mahasiswa sebagai generasi milenial sebagai calon pemimpin bangsa harus tampil sebagai sumber daya berkualitas, di samping memiliki rasa tanggung jawab sosial yang tinggi. Salah satunya, tentu dibangun melalui karkater entrepreneurship.  Mahasiswa di era revolusi industri 4.0 adalah kaum muda yang mempunyai kompetensi akademik yang baik, berjiwa entrepreneur, menguasai future skills (soft & hard skills) sebagai modal kompetensi diri. "Dan untuk itu, seorang entrepreneur, bukanlah orang yang memilih usaha di semua bidang, namun memilih bidang usaha yang cocok dengan kemampuan dan minat yang dimiliki lalu mempelajari, mengamati dari dekat, mengumpulkan informasi yang dibutuhkan, dan yang terpenting mau bergerak dengan pengetahuannya untuk membangun usaha" tambah Dr. Syahril Cahniago mengakhiri kuliah umumnya. Surabaya-(26/10/2019) Dalam era revolusi industri 4.0 mahasiswa tidak hanya dituntut mengenai persoalan pendidikan saja. Tetapi mahasiswa dituntut untuk memiliki jiwa kewirausahaan dengan mengembangkan nilai-nilai positif pada sikap kewirausahaan yaitu gigih, ulet, sabar, tekun. Dalam upaya mensinergikan serta mengembangkan kemampuan para mahasiswa di dunia kewirausahaan para mahasiswa pendidikan IPA mengadakan Seminar Nasional Kewirausahaan. Para mahasiswa Pendidikan IPA yang dihimpun oleh Himpunan Mahasiswa Pendidikan Matematika. Membuat suatu kegiatan Seminar Nasional Kewirausahaan dengan tema kegiatan “Strategi Menjadi Entrepreneur Muda di Era Revolusi Industri 4.0” Seminar Kewirausahan ini diadakan di Gedung SAC UIN Sunan Ampel Surabaya dengan peserta dalam kegiatan Seminar Nasional ini ialah seluruh Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya, Mahasiswa PTN/PTS di wilayah Surabaya dan Sekitarnya serta Masyarakat Umum. 7



Tujuan dari kegiatan Seminar Nasional Kewirausahaan ini adalah untuk memperdalam dan mengembangkan pegetahuan tentang kewirausahaan, Memberi motivasi pkepada para mahasiswa untuk berani berwirausaha, mengetahui strategi dalam mejalankan bisnis dalam menghadapi permasalahan di dunia usaha. Dengan diadakannya Seminar Nasional Kewirausahaan ini, para Mahasiswa Pedidikan IPA berharap dapat bermanfaat sebagai sarana ilmu pegetahuan untuk meingkatkan aprsiasi generasi muda dalam bidang entrepreneur. Serta sebagai sarana untuk memotivasi seluruh audience dalam meningkatkan peran entrepreneur di era Revolusi Industri 4.0. Seminar Nasional dibuka pukul 07.00 untuk Heregistrasi peserta. Setelah itu dimulai pukul 09.45 dengan Sambutan oleh ketua pelaksana yaitu Imroatus Sholikhah, ketua HIMAPTIKA yaitu M. Abdulloh Sahal, Ketua Prodi Pedidikan IPA yaitu Dr. Nur Wakhidah, S.Pd, M.Si. serta Ketua Jurusan Pendidikan MIPA yaitu Dr. Suparto, M.Pd.I.  Setelah itu, tiba saat nya acara inti yang di isi oleh Narasumber Rahmi Awalia dan Dr. Budiyono Saputro, M.Pd. Narasumber mengisi materi sesuai dngan tema Seminar yaitu “Strategi Menjadi Entrepreneur Muda di Era Revolusi Industri 4.0” serta dilanjut degan sesi tanya jawab para peserta kepada pemateri. Sebelum penutupan acara, tedapat pembagian Doorprize dan pemberian Cindera mata kepada narasumber. Selanjtnya acara ditutup degan bacaan doa. Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita mendorong mahasiswa dan akademisi untuk menumbuhkan semangat kewirausahaan di era industri 4.0 sekaligus berkontribusi dalam perekonomian Indonesia.



8



Hal tersebut ia sampaikan dalam kuliah umum di Universitas Tarumanegara, Jakarta yang dihadiri lebih dari 200 mahasiswa “Kita harus menumbuhkan semangat kewirausahaan bagi generasi muda dan mendorong mereka mempelajari konsep kewirausahaan yang relevan di era industri 4.0. Enggar mengatakan, masyarakat, utamanya mahasiswa harus mempersiapkan diri, baik dari segi mental, pengetahuan, dan keterampilan. Sehingga, saat era tersebut datang, manusia-manusia di Indonesia sudah siap dan mampu berdaya saing. Enggar mengatakan, pada 2018, di negara-negara maju, sebanyak 14 persen dari total penduduk usia kerja adalah wirausahawan. Sedangkan wirausahawan di Indonesia hanya mencapai 3,1 persen dari jumlah penduduk. "Ini yang perlu terus didorong untuk terus menumbuhkan minat kewirausahan bagi para generasi muda," kata Enggar. Dalam paparannya, Enggar menekankan bahwa kewirausahaa harys ditekuni dengan serius. Kewirausahaan merupakan pemberdayaan dan kemitraan. "Maju bersama dengan mitra dan tidak boleh ada yang dirugikan,” tambah Enggar. Selain itu, lanjut Enggar, wirausahawan merupakan pimpinan yang visioner, artinya yang harus bisa memberdayakan staf dan bawahannya untuk lebih maju dan siap menjadi pemimpin. Untuk menjadi visioner, ada tiga hal yang diperlukan, yaitu ekspansif, berani mengambil risiko, berpikir di luar kebiasaan (thinking out of the box). Enggar mengatakan, kewirausahaan di era revolusi industri 4.0 merupaka kompetisi dalam kecepatan menyampaikan dan menjual ide. Kuncinya adalah menciptakan kebutuhan pasar, selalu belajar, dan meningkatkan produktivitas. Untuk itu, proses belajar di lembaga pendidikan dan universitas harus berpusat pada mahasiswa dan tidak lagi mendengarkan paparan pengajar satu arah. Proses belajar juga harus mengajak mahasiswa untuk berpikir



9



kreatif dan inovatif. Enggar juga menekankan para pengajar untuk menjadi mentor yang aktif membimbing dan mendorong anak didiknya mencapai potensi terbaik. CEO Region VIII/Jawa 3 Surabaya, R Erwan Djoko Hermawan, mengungkapkan bahwa di era revolusi industri 4.0 ini diperlukan pendekatan dengan para mahasiswa. “Hal tersebut dimaksudkan agar kita (Bank Mandiri, red) dapat memiliki literasi yang cukup baik dalam menghadapi masalah ini,” ujar Erwan, sapaan akrabnya. Lebih lanjut, Erwan mengatakan bahwa banyak kemungkinan yang akan dihadapi dunia perbankan, diantaranya gejolak makroekonomi, persaingan dengan bank lain yang semakin agresif, disrupsi financial technology (Fintech), serta kondisi politik yang tidak menentu. “Perubahan perilaku konsumen juga berdampak besar di dunia perbankan, hal ini yang membuat kami mencari solusi di tiap tahunnya,” imbuhnya. Erwan juga memaparkan bahwa mahasiswa harus berinovasi seperti mengembangkan aplikasi baru atau berwirausaha untuk bersaing di era ini. Untuk menjembatani potensi mahasiswa yang ingin memulai berwirausaha, Bank Mandiri siap untuk menjadi wadah para generasi milenial yang ingin berproses. “Karena kami (Bank Mandiri, red), ingin mahasiswa bisa menata dirinya agar dapat berubah dan tidak tertinggal jauh,” lanjutnya. Erwan menyebutkan bahwa kini banyak perusahaan asing yang bergabung dengan Bank Mandiri. Perusahaan-perusahaan tersebut dinilai cocok untuk menjembatani mahasiswa sebagai langkah awal untuk menjadi wirausahawan muda. “Saya menunggu kontribusi mahasiswa untuk berwirausaha, cukup mulai dengan fokus mengejar masa depan dan jangan pernah menengok ke belakang,” tambahnya penuh harap. Senada dengan Erwan, Ir Mas Agus Mardiyanto ME PhD, Wakil Rektor II Bidang Perencanaan, Keuangan dan Sarana Prasarana ITS, mendorong mahasiswa untuk memiliki



10



bakat wirausaha. Pria kelahiran 16 Agustus 1962 di Blora tersebut juga turut menyoroti tantangan di era disrupsi yang cukup berat ini. Alumni Teknik Sipil ITS tersebut juga menghimbau mahasiswa untuk berani memulai serta tak gentar mengembangkan usaha-usaha baru. Para generasi milenial ini dirasa dapat menyaingi perusahaan-perusahaan luar yang ada. “Kuncinya ada pada diri masing-masing individu, jika ingin sukses maka bangkitkan semangat wirausahamu mulai sekarang,” pesannya. Sebagai penutup, Erwan mengingatkan mahasiswa bahwa di tahun 2020 mendatang, Bank Mandiri akan menghelat kompetisi Wirausahawan Muda Mandiri (WMM) yang merupakan program utama Bank Mandiri yang telah dilaksanakan sejak tahun 2007. “Kompetisi ini akan dihadiri oleh Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, dan akan memilih calon-calon wirausahawan muda yang kompeten,” jelasnya. Tidak hanya lokakarya, dalam acara ini nantinya PT Mandiri Capital Indonesia (MCI) yang juga merupakan innovation arm Bank Mandiri, akan memfasilitasi sepuluh mahasiswa yang terpilih untuk bekerja sama dengan start-up yaitu Moka dan Jurnal untuk mendapatkan pelatihan dan pembinaan gratis selama tiga bulan mendatang.



Revolusi industri 4.0 yang ditandai dengan inovasi dalam teknologi informasi ``internet of things'' memberikan dampak yang luas bagi perekonomian di seluruh dunia termasuk Indonesia. Peran serta perguruan tinggi bisa dilakukan melalui implementasi pendidikan kewirausahaan dengan memanfaatkan teknologi digital, karena perguruan tinggi merupakan agent of change yang mempersiapkan mahasiswa menjadi pribadi unggul, tangguh, dan kompeten dalam terjun bermasyarakat. Tujuan dari penulisan artikel ini memberikan gambaran tentang Pendidikan kewirausahaan yang diselenggarakan di perguruan 11



tinggi untuk memberi bekal enterpreneur pada mahasiswa agar siap menghadapi dunia kerja dengan memanfaatkan teknologi digital. Metode yang digunakan dalam penulisan artikel ini adalah deskriptif dengan menggunakan studi kepustakaan sehingga menghasilkan paparan yang berupa gagasan teori tentang pentingnya pendidikan kewirausahaaan pada mahasiswa dengan memanfaatkan teknologi digital. Hasil dari penelitian ini diharapkan bisa membekali mahasiswa character building enterpreneur 4.0 yaitu cerdas, amanah dan kreatif termasuk di dalamnya upaya peningkatan aspek 5C (creative, cognitive, collaborative, competence, cohesiveness) dan mampu mencetak generasi digitalpreneur.



Tuntutan bagi lulusan perguruan tinggi tidak hanya mampu bekerja di perusahaan dan instansi lain, melainkan juga harus memiliki jiwa kewirausahaan untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru dengan memanfaatkan peluang yang muncul dari revolusi 4.0. Perguruan tinggi akan menghadapi tantangan dalam mempersiapkan dan melengkapi SDM dengan kompetensi serta ketrampilan yang tepat untuk menghadapi revolusi 4.0 agar terus mampu berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan bangsa Nasir(2018) . Sebuah PT harus mampu mencetak input (mahasiswa) melalui proses pendidikan yang mampu melahirkan out put (lulusan) yang cakap, berkarakter, dan berdaya saing. Maka perlunya penyesuaian terhadap sistem dan program pendidikan tinggi supaya relevan dengan revolusi 4.0. Salah satunya melalui pendidikan kewirausahaan dengan memanfaatkan teknologi digital. Mengapa demikian, karena kehidupan di abad 21 menuntut berbagai perubahan pendidikan yang mendasar. Untuk melaksanakan perubahan dalam bidang pendidikan tersebut UNESCO sejak tahun 1998 telah mengemukakan dua basis landasan: pertama pendidikan harus diletakkan pada empat pilar yaitu belajar mengetahui (learning to know), belajar melakukan (learning to do), belajar hidup dalam kebersamaan (learning to live together) dan belajar menjadi diri sendiri (learning to be); kedua belajar seumur hidup (life 12



long learning)Wijaya et al. (2016) . Perubahan pendidikan di abad 21 harus diikuti oleh perguruan tinggi untuk diterapkan kepada mahasiswa, supaya mereka nanti setelah lulus siap terjun di masyarakat. Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan menjadikan sistem yang dianut oleh setiap Perguruan Tinggi haruslah berangsur diubah. Seiring dengan kebutuhan dan tuntutan tersebut, perubahan kurikulum ini menjadi upaya untuk pengembangan inovasi terhadap suatu tuntutan tersebut. Pemerintah Indonesia di era Presiden Joko Widodo menargetkan Indonesia menjadi kekuatan ekonomi digital terbesar di ASEAN pada tahun 2020 dengan proyeksi nilai transaksi e-commerce mencapai 130 juta USD. Ekonomi digital merupakan suatu hal yang menandakan perkembangan dan pertumbuhan ekonomi pada masa yang akan datang, ditandai dengan semakin pesatnya perkembangan bisnis atau transaksi perdagangan yang menggunakan layanan internet sebagai media dalam berkomunikasi, kolaborasi dan bekerjasama antar perusahaan atau individu. Maka untuk mewujudkan tujuan pemerintah tersebut diperlukan peran perguruan tinggi dalam mencetak generasi penerus bangsa yang siap menghadapi kompetisi global yaitu revolusi 4.0. Pendidikan kewirausahaan yang selama ini diterapkan di perguruan tinggi masih belum memanfaatkan teknologi digital terutama pada mata kuliah praktik KWU mahasiswa hanya membuat busnis plan sementara pada saat praktik konsep busnis plan yang sudah dibuat kadang tidak terpakai. Maka disini diperlukan sinkronisasi antara busniss plan dan praktik KWU dengan tujuan untuk mengarahkan, mendampingi mahasiswa. Masalah yang dihadapi yaitu bagaimana pendidikan kewirausahaan yang diberikan pada perguruan tinggi bisa memanfaatkan teknologi digital, meskipun kita tahu bahwa mahasiswa sekarang bukanlah golongan yang gaptek tetapi kepandaian yang mereka miliki dibidang teknologi digital belum dimanfaatkan untuk peluang menjadi enterpreneur. Dengan kondisi yang seperti itu maka dosen dituntut untuk bisa mengarahkan model pembelajaran kewirausahaan dengan memanfaatkan teknologi digital.



13



Berdasarkan latar belakang di atas artikel ini bertujuan untuk mengetahui pentingnya pendidikan kewirausahaan pada mahasiswa dengan memanfaatkan teknologi digital. Pada abad 21 dikenal dengan masa pengetahuan (knowledge age), dimana semua alternative upaya pemenuhan kebutuhan hidup dalam berbagai konteks lebih berbasis pengetahuan. Upaya pemenuhan kebutuhan hidup yang dimaksud meliputi: bidang pendidikan berbasis pengetahuan (knowledge based education), pengembangan ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge based economic), pengembangan dan pemberdayaan masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge based social empowering), dan pengembangan dalam bidang industri pun berbasis pengetahuan (knowledge based industry). Mukhadis (2013) Lembaga pendidikan yang diharapkan dapat menghasilkan lulusan dengan kemampuan akademis pada bidang keilmuan yang ditekuni yaitu perguruan tinggi. Maka perguruan tinggi harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang dengan pesat guna melakukan penyebaran dan pembaharuan terutama terhadap aktifitas dan proses pembelajaran yang berlangsung di dalamnya. Program Mahasiswa Wirausah dilaksanakan di Perguruan Tinggi dikembangkan melalui Kementrian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi. Pengembangkan tersebut ditujukan untuk memberikan



bekal



pengetahuan,



ketrampilan



dan



sikap



atau



jiwa



wirausaha



(enterpreneurship) berbasis Ipteks kepada mahasiswa agar dapat mengubah mindset dari job seeker menjadi job creator serta menjadi pengusaha yang tangguh dan sukses dalam menghadapi persaingan global. Oleh karena itu karakter kewirausahaan diantara mahasiswa harus dibangkitkan agar jumlah wirausaha terdidik dari kalangan perguruan tinggi meningkat dan jumlah pengangguran berkurang. Lulusan perguruan tinggi dan mempunyai gelar sarjana tidak bisa dengan mudah mencari pekerjaan, meskipun banyak mahasiswa berkonsentrasi untuk menjadi seorang pekerja atau karyawan namun faktanya banyak lulusan perguruan tinggi yang masih menganggur. Maka melalui wirausaha akan mengarahkan mahasiswa 14



(lulusan) menemukan ide dan inovasi yang kreatif sehingga mampu membuat usaha baru tidak lagi terfokus pada mencari kerja dan menjadi pekerja lagi, melainkan bisa menciptakan dan membuka lapangan kerja. Kurnia et al. (n.d) Pada tahun 2030 Indonesia mengalami bonus demografi dimana jumlah penduduk usia produktif diperkirakan 60% dan 27% diantaranya adalah penduduk muda, dimana mereka berpotensi menjadi wirausaha. Pada revolusi 4.0 perkembangan gaya hidup masyarakat sudah mengarah ke digitalisasi. Data dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2017 internet sudah menjangkau 51,8% populasi Indonesia. . Ekonomi digital masih menjadi tantangan bagi sebagian pengusaha, karena bagi yang mampu beradaptasi, keuntungan berlipat ganda akan didapat. Sebaliknya, pengusaha yang tidak dapat mengikuti kecanggihan perkembangan zaman bukan tidak mungkin akan jauh ketinggalan. Anak-anak muda menjadi kelompok yang sangat antusias menggeluti bisnis berbasis digital. Maka disini sangat diperlukan implementasi pendidikan kewirausahaan pada mahasiswa dengan memanfaatkan teknologi digital sebagai upaya menghadapi revolusi 4.0. Alasan apa yang mendasari yaitu pertama; posisi kewirausahaan dalam perekonomian Indonesia di abad 21 pada ekonomi kreatif dan digital. Indonesia mengalami beberapa tahap perkembangan perekonomian yaitu abad 18 masa ekonomi pertanian, abad 19 ekonomi industri, abad 20 ekonomi informasi dan abad 21 sekarang ini masuk pada ekonomi kreatif dan digital. Salahuddin (2017) Indonesia mengalami beberapa tahap perkembangan perekonomian yaitu abad 18 masa ekonomi pertanian, abad 19 ekonomi industri, abad 20 ekonomi informasi dan abad 21 sekarang ini masuk pada ekonomi kreatif dan digital. Ekonomi kreatif menjadi salah satu konsep untuk pengembangan perekonomian di Indonesia. Dimana Indonesia bisa mengembangkan model ide dan talenta dari rakyat untuk dapat menginovasi dan menciptakan suatu hal. Pola pikir kreatif sangat diperlukan untuk tetap tumbuh berkembang serta bertahan dimasa yang akan datang. Purnomo (2016) Pertumbuhan 15



ekonomi yang terjadi di Indonesia selama tahun 2017 didorong oleh banyaknya pengguna internet yang bertransaksi melalui daring. Bisnis pada era digital bukan lagi mempersoalkan produk apa yang dijual, melainkan bagaimana cara menjual dan mempromosikannya. Potensi bisnis pada era digital sangat lebar, terutama untuk industri kreatif. Berbagai platform perdagangan elektronik yang terus tumbuh menjadi angin segar bagi Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Indonesia untuk memasarkan produknya. Ekonomi digital adalah penggabungan beberapa teknologi yaitu general purpose technologies (GPTs) dengan berbagai kegiatan ekonomi dan sosial yang dilakukan orang-orang melalui internet dan teknologi terkait. Hal ini mencakup infrastruktur fisik, yang didasarkan pada teknologi digital (broadband lines, routers), perangkat yang digunakan untuk mengakses (Google, Salesforce), serta aplikasi yang memiliki power (IoT, data analytics, dan cloud computing). Pertumbuhan ekonomi digital yang sedang tren di Indonesia apa saja? Ada 3 sektor yang sedang mengalami pertumbuhan pesat, yaitu on-demand services, financial technology (fintech), dan e-commerce. Melalui pendidikan kewirausahaan yang diberikan kepada mahasiswa dengan memanfaatkan teknologi digital mampu mendorong niat mahasiswa untuk berwirausaha. Alasan kedua; Pendidikan kewirausahaan diperguruan tinggi diperlukan dalam bidang apapun tanpa memperhatikan bidang yang ditekuni atau profesi seseorang Susilaningsih (2017) . Penyelenggaraan pendidikan enterpreneur di perguruan tinggi behubungan dengan membangun karakter wirausaha, pola pikir wirausaha yang selalu kreatif dan inovatif, menciptakan nilai tambah atau nilai-nilai baik, memanfaatkan peluang dan berani mengambil resiko. Menghadapi tantangan masa depan yang sangat kompetitif, maka perilaku kewirausahaan diperlukan bagi semua bidang pekerjaan atau profesi. Oleh karena itu pendidikan kewirausahaan dapat dilaksanakan di perguruan tinggi dan diberlakukan kepada semua mahasiswa tanpa memandang bidang ilmu yang dipelajari. Ketiga; mahasiswa mampu membangun jiwa kewirausahaan dengan menciptakan berbagai ide dan inovasi yang kreatif, 16



kemudian mampu memanfaatkan dan mengikuti perkembangan digital technology yang sangat pesat sehingga akan menciptakan lapangan pekerjaan baru dan jumlah pengangguran menurun Kurnia et al. (n.d) . Perguruan tinggi perlu mengembangkan jiwa kewirausahaan dikalangan mahasiswa dengan memanfaatkan ekonomi digital sebagai bekal mereka ketika lulus di masyarakat. Banyak lulusan dari perguruan tinggi untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka berlomba-lomba mencari pekerjaan dan kadang mereka harus menganggur karena tidak



mendapatkan



pekerjaan



tersebut.



Dengan



berwirausaha



mahasiswa



bisa



mengembangkan inovasi atau ide baru menjadi sebuah usaha. Di abad 21 yang serba canggih ini seharusnya generasi muda khususnya mahasiswa lebih mengerti dan bisa memanfaatkan teknologi digital. Keempat; tantangan era industry 4.0 yaitu dengan menjadi wirausahawan dibidang ilmunya, caranya dengan menjadi seorang wirausahawan yang peduli, mandiri, kreatif dan adaptif Hakim and Rahman (2019) . Era revolusi industri 4.0 merupakan era terjadinya perubahan-perubahan besar pada semua bidang kehidupan sebagai dampak teknologi modern, tidak terkecuali perubahan juga terjadi dalam bidang pendidikan. Mahasiswa yang telah mendapat pendidikan kewirausahaan kemungkinan akan bersikap menghargai atau tidak menghargai tentang kewirausahaan. Sikap kewirausahaan harus ditingkatkan dengan menggunakan pendekatan komprehensif dan terpadu agar mahasiswa terpupuk sikap kesadaran.



17



Dari beberapa alasan di atas, mengapa begitu pentingnya pendidikan kewirausahaan diberikan kepada mahasiswa dengan memanfaatkan teknologi digital karena bisa membekali mahasiswa character building enterpreneur 4.0. Berbekal pendidikan kewirausahaan diharapkan pengangguran dari lulusan perguruan tinggi bisa terkurangi. Seperti kita ketahui pengangguran yang terjadi disebabkan orientasi pendidikan yang dilakukan di perguruan tinggi masih tertumpu pada kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi saja. Padahal idealnya perguruan tinggi juga harus berorientasi pada paradigma enterpreneur education. Artinya, mengubah pola pikir dari menjadi pekerja ke bagaimana menciptakan lapangan kerja atau menjadi wirausaha. Prasetyo (2019) “Dalam konteks paradigma enterpreneur education, pendidikan yang mengarah pada kompetensi di bidang enterpreneur perlu diberikan secara konsisten dari awal masuk hingga mahasiswa lulus. Sehingga lulusan perguruan tinggi tidak hanya memiliki character building dan employbility skill, tapi juga enterpreneur skill. Oleh karena itu kurikulum pendidikan seharusnya dirancang bertujuan untuk membentuk lulusan agar bisa sukses dalam karier sebagai pekerja maupun sebagai pebisnis atau wirausaha. Dengan demikian tidak ada lulusan perguruan tinggi yang menganggur karena mereka yang terserap ke pasar kerja memiliki kemampuan untuk 18



berwirausaha. Karakter yang akan dibentuk melalui pendidikan kewirausahaan yaitu cerdas, amanah dan kreatif termasuk di dalamnya upaya peningkatan aspek 5C (creative, cognitive, collaborative, competence, cohesiveness) dan mampu mencetak generasi digitalpreneur. Digitalpreneur merupakan pelaku bisnis yang bergerak dibidang teknologi informasi dan komunikasi. Pendidikan enterpreneur diperlukan mahasiswa dengan mengembangkan kepandaian mereka dalam penggunaan Medsos (Media Sosial) bisa menjadikan sebuah peluang usaha melalui bisnis online. Menggunakan pengetahuan mereka untuk hal-hal yang positif dan menguntungkan. Dengan membangun karakter seorang enterpreneur yang meliputi kreatif, kognitif, kollaboratif, kompeten dan keterpaduan Unpatti,- Kuliah Umum bertajuk “Membangun Karakter Kewirausahaan Mahasiswa Di Era Revolusi Industri 4.0” yang digelar di Aula lantai 2 Gedung Rektorat Unpatti Sabtu (18/5) menghadirkan Narasumber Kepala Bagian Umum  Ditjen Belmawa Kemenristekdikti Dr. Syahril Chaniago.



Rektor Universitas Pattimura Prof. Dr. M.J. Saptenno ,SH,M.Hum saat membuka kegiatan  dalam sambutannya menyampaikan terimakasih kepada Dr. Syahril Chaniago yang telah meluangkan waktu memberikan kuliah Umum bagi mahasiswa Unpatti. Beliau juga mengucap terimakasih bagi Wakil Rektor III Dr. Jusuf Madubun, MSi yang mengadakan Kuliah umum karena begitu pentingnya membangun karakter kewirausahaan bagi mahasiswa. Dilihat dari perkembangan sekarang ini mahasiswa harus mengubah pola pikir bahwa ketika lulus kuliah nanti akan menjadi Pegawai Negeri Sipil melainkan sedari sekarang haruslah berusaha membuat sesuatu atau membangun sesuatu yang nantinya bisa dikelola sendiri yang memberi hasil atau keuntungan, ujar Saptenno. Menurut Rektor, pada jaman sekarang mahasiswa harusnya lebih berkompetisi untuk membuat hal-hal yang baru, membangun usaha sendiri yang nantinya jika setiap lapangan pekerjaan sudah penuh kita mampu bertahan dan berlomba di Era Revolusi Industri 4.0 19



Melalui acara ini Dr. Syahril Chaniago mengharapkan mahasiswa memiliki kemampuan individu dalam menciptakan peluang ekonomi dari sebuah ide usaha, baik skala kecil maupun skala besar. Karena itu bagi kalangan Perguruan Tinggi, kewirausahaan menjadi mata kuliah wajib agar mahasiswa mampu menemukan inovasi bisnis di masyarakat dengan dukungan aplikasi ilmu dan teknologi supermoderen.



Gempuran era digital dan Revolusi Industry 4.0 sudah pasti tidak bisa di bendung lagi, pilihannya apakah kita bisa bertahan hidup di era teknologi canggih atau punah? Karena itu, penting bagi mahasiswa dan kaum milenial untuk membangun karakter kewirausahaan atau entrepreneurship. Tujuannya sederhana, agar mahasiswa mampu meningkatkan taraf ekonomi wilayahnya dan mampu memberikan nilai ekonomis kepada masyarakat, itulah kesimpulan Dr.Syahril Chaniago. M.Pd.



Kuliah umum ini dihadiri  oleh Wakil Rektor III Dr. Jusuf Madubun, M.Si, Kabag Kemahasiswaan dan Humas French Olifir Pattiruhu, S.Sos, Wakil Dekan III Fakultas Teknik Ir. L. Wattimury, MT dan diikuti oleh mahasiswa penerima BIDIKMISI angkatan 2018.



Walaupun lambat dibanding negara-negara maju, Indonesia sudah masuk dalam era industri 4.0. Menurut Faisal, Direktur Penelitian Center of Reform on Economics (CORE), menyatakan bahwa gejala revolusi industri 4.0 mulai tampak pada industri padat modal dan tren investasi tahun 2017 yang cenderung masuk ke industri minim tenaga kerja (Angriani, 2018). Industry 4.0 menggunakan teknologi utama Cyber-Physical System (CPS), yaitu kombinasi sistem fisik dan cybernetic (Klingenberg, 2017). CPS memfasilitasi perbaikan mendasar untuk proses industri yang terlibat dalam manufaktur, teknik, penggunaan material, rantai pasokan, dan manajemen siklus hidup (Haeffner & Panuwatwanich, 2018). Sistem tersebut akan membawa perusahaan menjadi smart, akibatnya peran manusia akan tergeser 20



(Kagermann, Wahlster, & Helbig, 2013) pekerjaan manusia banyak digantikan oleh mesin dan robot sehingga orang yang terlibat dalam produksi semakin sedikit (Haeffner & Panuwatwanich, 2018). Wolter et.al juga menyatakan hal yang sama bahwa tantangan yang dihadapi dalam era industri 4.0 antara lain berkurangnya banyak pekerjaan karena proses teknologi informasi dan otomatisasi (Sung, 2018). Berkenaan dengan kehidupan di era industri 4.0, Herlambang, (2018) mengungkapkan bahwa manusia Indonesia harus memiliki kompetensi utuh sebagai bekal kehidupan dewasa ini yaitu sikap keterbukaan dan keterampilan berpikir kritis, berpikir kreatif, dapat berkomunikasi dan berkolaborasi. Agar manusia memiliki bekal kompetensi tersebut diperlukan adanya pendidikan. Terkait dengan pendidikan, Moravec menyatakan bahwa industri 4.0 menuntut pendidikan melompat dari kerangka pendidikan 2.0 atau 3.0 saat ini ke pendidikan 4.0, yaitu pendidikan yang membangun praktik inovasi individu maupun tim atau memberdayakan siswa untuk menghasilkan inovasi, sebagai tindak lanjut produksi pengetahuan pada pendidikan 3.0 (Harkins, 2008; Diwan, 2017). Sejalan dengan itu, Cepi Riyana mengungkapkan bahwa tantangan pendidikan di era revolusi industri 4.0 berupa perubahan dalam mengembangkan inovasi kreatif di berbagai bidang (Kautsar & Ibrahim, 2018). Menurut Tilaar (2012), apabila Indonesia mau mengadakan quantum leap untuk dapat sejajar dengan bangsa yang telah maju, maka pendidikan entrepreneur harus digalakkan, karena sikap entrepreneur (entrepreneurship) merupakan tingkah laku (behavior) yang diadasarkan pada kemampuan berpikir kreatif dan invatif. Pertanyaannya yang timbul dan perlu dijawab berkenaan dengan pendidikan untuk era industri 4.0 adalah “Apakah pendidikan kewirausahaan dapat menjadi solusi bagi kehidupan manusia di era industri 4.0 Indonesia? Bagaimana mengimplementasikan pendidikan tersebut secara lebih efektif pada jenjang pendidikan yang ada?”. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, perlu dikaji tentang konsep teoretik pendidikan kewirausahaan sebagai solusi dampak era industri 4.0 Indonesia. 21



Pendidikan kewirausahaan diartikan sebagai isi, metode, dan aktivitas yang mendukung pengembangan motivasi, kompetensi, dan pengalaman yang membuatnya memungkinkan untuk menerapkan, mengelola, dan berpartisipasi dalam proses pemberian nilai tambah (Rasmussen, Moberg, & Revsbech, 2015). Pendidikan kewirausahaan yang mencakup isi, metode, dan aktivitas ditujukan untuk memberikan/mengembangkan pengetahuan, pola pikir, sikap, motivasi, keterampilan, dan pengalaman kewirausahaan (Sumarno, Gimin, Haryana, & Saryono, 2018), sedangkan tujuan pendidikan kewirausahaan untuk universitas adalah bekerja dengan orang lain; pengembangan berbagai bentuk bisnis; kompetensi pribadi: kepekaan sosial, kepercayaan diri, empati, berpikir kritis, pengambilan keputusan, dan orientasi tindakan (Čapienė & Ragauskaitė, 2017). Konten aktif dalam pendidikan kewirausahaan bagi lulusan untuk mendapatkan pengetahuan, keterampilan dan kompetensi serta niat positif menuju memulai bisnis melalui pengalaman (Williamson, Beadle, & Charalambous, 2013). Dalam pendidikan kewirausahaan, metode yang direkomendasikan adalah



metode



belajar



berbasis



pengalaman



atau



tindakan



seperti



simulasi,



kunjungan/ekslporasi perusahaan, menulis rencana bisnis (Weber & Funke, 2012). Di samping itu juga dapat melakukan sesuatu yang praktis dan kesempatan untuk mempertanyakan, menyelidiki, berbicara, dan berdiskusi dengan para wirausahawan, memberikan pengetahuan dan keterampilan serta menstimulasi sikap (Arasti, Mansoreh, & Imanipour, 2012). Untuk melatih dan atau mengembangkan kreativitas, dapat dilakukan melalui 4P yaitu: 1) Pembentukan pribadi kreatif, 2) Motivasi Pendorong kreativitas, 3) Proses kreativitas, dan 4) Produk kreatif (Kodrat & Christina, 2015). Bagi Indonesia, kewirausahaan itu penting karena Indonesia membutuhkan kebijakan baru yang mendorong semangat entrepreneurship agar tercapai pertumbuhan ekonomi yang stabil (Handrimurtjahjo, 2013) karena jumlah wirausahawan di Indonesia baru sekitar 1,6 persen (Sumarno & Suarman, 2017) atau kurang dari 2% (Jati & Priyambodo, 2015). Selain itu, pendidikan 22



merupakan hal yang penting untuk menstimulasi kewirausahaan; dan hubungan yang positif dan kuat antara pendidikan dan kinerja kewirausahaan juga telah terbukti (Raposo & Paço, Pendidikan kewirausahaan sebaiknya dilaksanakan secara terpisah dan secara terintegrasi. Secara terpisah yaitu dengan cara mengadakan pelajaran atau perkuliahan kewirausahaan yang menjadi mata pelajaran atau mata kuliah tersendiri dan tercantum dalam kurikulum. Secara terintegrasi dilaksanakan melalui mata pelajaran atau mata kuliah non-kewirausahaan dengan cara mengkaitkan unsur-unsur kewirausahaan dalam pembelajaran atau perkuliahan non-kewirausahaan (Sumarno et al., 2018). Di samping melalui intra kurikuler (pembelajaran atau perkuliahan), pendidikan kewirausahaan sebaiknya juga dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan co-kurikuler maupun ekstra kurikuler (dalam perguruan tinggi dikenal dengan unit kegiatan mahasiswa). Cokurikuler bersifat penunjang mata pelajaran atau mata kuliah seperti praktek lapangan, pendirian koperasi siswa, atau unit produksi sekolah; sedangkan ekstra kurikuler bersifat tidak menunjang mata pelajaran atau mata kuliah secara langsung seperti klub siswa/mahasiswa kreatif. Pendidikan kewirausahaan penting untuk menciptakan SDM yang memiliki kecakapan kreatif dan inovatif serta kecakapan sosial lainnya. Menurut Bourgeois (2012), pendidikan kewirausahaan sangat penting tidak hanya untuk membentuk pola pikir kaum muda, tetapi juga untuk memberikan keterampilan dan pengetahuan yang penting untuk mengembangkan budaya kewirausahaan. Selain itu, pentingnya pendidikan kewirausahaan bagi penyiapan SDM di era industri 4.0 juga karena alasan adanya peningkatan digitalisasi manufaktur yang didorong oleh munculnya analisis, kemampuan, dan kecerdasan bisnis (Lee, Lapira, Bagheri, & Kao, 2013). Untuk dapat memenuhi kebutuhan itu, maka pendidikan kewirausahaan harus dapat dilaksanakan secara kolaboratif antar berbagai pihak baik dalam bentuk pelatihan maupun pendidikan. Pendidikan kewirausahaan tidak hanya penting bagi perguruan tinggi tetapi dipersiapkan sejak pendidikan dasar bahkan sejak pendidikan usia 23



dini (Tilaar, 2012). Dampak Negatif Revolusi Industri 4.0 Bagi Tenaga Kerja Berkembangnya teknologi digital pada era industri 4.0 ditandai adanya revolusi internet yang dikenal dengan internet of thing dan juga munculnya robot-robot yang akan mendisrupsi manusia menggantikan pekerjaan mereka sehingga menimbulkan pengangguran (Safuan, 2018) atau distraktif terhadap pekerja (Angriani, 2018). Pekerjaan-pekerjaan yang sebelumnya dilakukan oleh manusia, digantikan oleh sistem digital internet dan robot. Akibatnya pada era industri 4.0 akan banyak pekerjaan hilang (Harususilo, 2018; Safuan, 2018) yaitu 35% job (jenis pekerjaan) yang dipelajari di perguruan tinggi saat ini akan hilang dalam 5 tahun mendatang dan 75% job akan hilang pada 10 tahun mendatang (Linangkung, 2017). Organisasi Buruh Internasional (ILO) juga memproyeksikan bahwa Indonesia akan memindahkan 56 persen pekerjaan ke otomatisasi pada beberapa dasawarsa mendatang (Tanaya, 2018). Akibat dari itu semua adalah meningkatnya pengangguran sebagai hasil akumulasi dari tenaga kerja yang kehilangan pekerjaan dan pertumbuhan angkatan kerja baru yang tidak mendapatkan pekerjaan. Dampak positif revolusi industri 4.0 bagi tenaga kerja Selain dampak negatif yang muncul, revolusi industri 4.0 sebenarnya memunculkan dampak positif. Revolusi industri 4.0 memiliki potensi besar yang akan menghasilkan cara-cara baru untuk menciptakan nilai dan model bisnis baru, yang akan menyediakan kesempatan untuk mengembangkan dan menyediakan layanan hilir (Kagermann et al., 2013). Industri 4.0 membawa perubahan yang luas, oleh karena itu, pengembangan Industri 4.0 tidak hanya akan membuka peluang bagi industri manufaktur, tetapi juga membuka peluang baru lainnya untuk membuat perkembangan ini terjadi; banyak pekerjaan baru yang diciptakan (Haeffner & Panuwatwanich, 2018; Safuan, 2018). Revolusi industri 4.0 menginisiasi lahirnya model bisnis baru dengan strategi lebih inovatif dan disruptif dengan cakupan yang luas mulai dari dunia bisnis, perbankan, transportasi, sosial masyarakat, hingga pendidikan (Suwardana, 2017). Adanya efektivitas dan efisiensi industri 24



di era industri 4.0 secara tersembunyi mengindikasikan adanya potensi peluang usaha yang lebih menarik yang pada gilirannya akan meningkatkan peluang kerja. Industry 4.0 mendorong peningkatan efisiensi dan produktivitas gaya hidup kita saat ini, yang salah satunya mengarah ke penciptaan produk dan pasar baru (Diwan, 2017). Menurut Irianto (2017), industri 4.0 memiliki peluang: innovation ecosystems, competitive industrial base, investment on technologies, dan integrate SME & enterpreneurship. Tuntutan Kompetensi Era Industri 4.0 Pada era industri 4.0, tugas pekerjaan yang bersifat manual berulang sederhana akan digantikan oleh robot dan mesin, tenaga kerja (manusia) akan mengambil alih tugas yang terkait dengan manajemen, oleh karenanya memerlukan keterampilan pribadi yang lebih kuat seperti komunikasi, koordinasi, dan keterampilan lunak lainnya untuk mengambil alih tanggung jawab dan pengambilan keputusan (Haeffner & Panuwatwanich, 2018). Menurut Andoko (Harususilo, 2018), ada beberapa kompetensi yang dibutuhkan untuk mempersiapkan era industri 4.0 diantaranya adalah kemampuan memecahkan masalah (problem solving), beradaptasi (adaptability), kolaborasi (collaboration), kepemimpinan (leadership), dan kreatifitas serta inovasi (creativity and innovation). Menurut Brodjonegoro (2018), kecakapan era 4.0 adalah kemampuannya dalam menangani persoalan yang kompleks melalui kecakapan non-rutin dan kecakapan sosial. Menurut Muhadjir Effendy, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, ada lima kemampuan yang harus dimiliki generasi muda dalam rangka menghadapi revolusi industri keempat ialah kemampuan berpikir kritis, kreatif dan inovatif, kemampuan berkomunikasi, kemampuan bekerja sama, dan percaya diri, sebagai modal yang sangat dibutuhkan untuk bisa masuk abad 21 dan menguasai serta bergaul dalam revolusi industri 4.0 (Ariyanti, 2018). Untuk memenuhi tuntutan kompetensi era industri 4.0 maka diperlukan literasi baru dengan kemampuan komunikasi, kolaborasi, berpikir kritis, kreatif dan inovatif (Suwardana, 2017).



25



Pendidikan Kewirausahaan Sebagai Solusi Dampak dan Tuntutan Era Industri 4.0 Sebagaimana diungkapkan dimuka, pendidikan kewirausahaan merupakan isi, metode, dan aktivitas yang mendukung pengembangan kompetensi kepekaan sosial, kepercayaan diri, empati, berpikir kritis, pengambilan keputusan, dan orientasi tindakan untuk menerapkan, mengelola, dan berpartisipasi dalam proses pemberian nilai tambah. Konten aktif dalam pendidikan kewirausahaan adalah pengetahuan, keterampilan dan kompetensi serta niat positif. Menurut Mulyani dkk., nilainilai pokok kewirausahaan dapat dirinci menjadi 17, yaitu: 1) mandiri, 2) kreatif, 3) berani mengambil resiko, 4) berorientasi pada tindakan, 5) kepemimpinan, 6) kerja keras, 7) jujur, 8) disiplin, 9) inovatif, 10) tanggungjawab, 11) kerjasama, 12) pantang menyerah, 13) komitmen, 14) realistis, 15) rasa ingin tahu, 16) komunikatif, dan 17) motivasi kuat untuk sukses (Mulyani et al., 2010). Untuk dapat memiliki pekerjaan atau meraih peluang (kerja dan usaha) di era industri 4.0, sumber daya manusia dituntut memiliki kompetensi atau kemampuan yang berkenaan dengan berpikir kritis, kreatif, inovatif, berkomunikasi, bekerja sama, dan percaya diri, dan lainnya. Kemampuan tersebut sangat terkait dengan kompetensi dan nilai-nilai kewirausahaan. Tuntutan kemampuan era industri 4.0 tersebut ternyata juga terkait erat dengan atau jiwa dan sikap wirausaha atau wiraswastawan; dan juga sesuai dengan inti dari kewirausahaan yaitu kreativitas dan inovasi (Alma, 2010; Jati & Priyambodo, 2015; Sumarno & Suarman, 2017). Proses kreatifitas hanya dilakukan oleh orang-orang yang memiliki jiwa dan sikap kewirausahaan (Suryana, 2013). Bila disimak, dapat dengan jelas diketahui bahwa kemampuan yang dituntut dari era industri 4.0 (antara lain berupa kemampuan berpikir kritis, kreatif dan inovatif, berkomunikasi, bekerja sama, percaya diri, berkoordinasi, tanggung jawab, mengambil keputusan, memecahkan masalah, beradaptasi, dan kepemimpinan) merupakan nilai-nilai pokok atau jiwa dan sikap kewirausahaan yang dihasilkan dari pendidikan kewirausahaan. Artinya bahwa pendidikan kewirausahaan dapat menjadi solusi 26



atas tuntutan era industri 4.0, karena melalui pendidikan kewirausahaan, kemampuan atau kompetensi sumber daya manusia yang dituntut era industri 4.0 dapat dipenuhi. Terpenuhinya tuntutan kemampuan sumber daya manusia pada era industri 4.0, akan mampu meraih dampak positifnya yang berupa peluang usaha baru seperti: cara-cara baru untuk menciptakan nilai dan model bisnis baru, pengembangan dan penyediaan layanan hilir, penciptaan produk dan pasar baru, innovation ecosystems, competitive industrial base, investment on technologies, dan integrate SME & enterpreneurship. Bila peluang usaha yang ada dapat diraih, maka tercipta peluang kerja yang baru. Peluang kerja yang baru dapat diraih karena kemampuan sumber daya manusia yang ada sudah sesuai tuntutannya. Diraihnya peluang kerja dan peluang usaha era industri 4.0, akan mengatasi dampak negatifnya yang berupa pengangguran akibat pergeseran pekerjaan. Hal yang demikian menunjukkan bahwa pendidikan kewirausahaan dapat menjadi solusi atas dampak era industri 4.0. Implementasi Pendidikan Kewirausahaan Pendidikan kewirausahaan ditujukan untuk membentuk dan mengembangkan sikap, pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman kewirausahaan. Pembentukan sikap kewirausahaan seharusnya dimulai dari jenjang pendidikan pra sekolah, seperti Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Education, Audiovisual and Culture Executive Agency juga menyatakan bahwa pendidikan adalah kunci untuk membentuk sikap, keterampilan, dan budaya anak muda, maka pendidikan kewirausahaan harus ditangani sejak usia dini (Bourgeois, 2012). Membangun nilainilai atau sikap kewirausahaan pada anak usia dini lebih kepada bagian membangun sifat dan karakter yang mandiri dan bertanggungjawab melalui pendidikan wirausaha secara teoritis maupun praktis, serta contoh nyata (Santika, 2017). Metode pendidikan kewirausahaan pada jenjang pra sekolah cocok dilaksanakan melalui pendekatan bermain dan atau kegiatan-kegiatan yang mengandung prinsip bermain. Pendidikan kewirausahaan pada jenjang pendidikan dasar Sekolah Dasar (SD) antara lain 27



berkenaan dengan berbagai keterampilan akademik dan keterampilan sosial (soft skill) yang berupa berpikir kritis, berpikir kreatif, berkomunikasi jelas, asertif, dan solutif (Zuchdi, Prasetya, & Masruri, 2013). Selain itu, nilai-nilai inovatif, mandiri, nilai tambah, berani mengambil risiko, dan mampu melihat peluang juga dapat dituangkan dalam kurikulum kewirausahaan di sekolah dasar (Suryaman & Karyono, 2017). Hasil penelitian di Maroko menunjukkan bahwa anak usia 11-12 tahun merupakan periode yang cukup untuk mengembangkan self-efficacy, keterampilan nonkognitif yang dibutuhkan untuk menjadi wirausaha (Hassi, 2016). Pendidikan kewirausahaan yang berkenaan dengan karakter dapat dilaksanakan secara terintegrasi dalam semua mata pelajaran, kegiatan ekstrakurikuler, dan kegiatan pembiasaan. Di samping itu, juga dapat dilakukan melalui kegiatan Market Day secara rutin sehingga siswa mengenal kegiatan berdagang kemudian terbiasa, dan dari kebiasaan tersebut tumbuh dalam diri siswa karakter wirausahawan yaitu: rasa percaya diri, berani mengambil resiko, bertanggungjawab, komunikatif serta terbiasa untuk memiliki ide barang jualan, dan mengatur keuangan, serta memimpin (Sulistyowati & Salwa, 2016). Pendidikan kewirausahaan dengan Program “My first company: Entrepreneurship by Playing” di SD ternyata dapat mengembangkan kemampuan kewirausahaan siswanya baik yang berupa pengetahuan, skill, nilai-nilai, maupun pengalaman kewirausahaannya (Carcamo-Solís, Arroyo-Lopez, AlvarezCastanon, & García-Lopez, 2017). Pendidikan kewirausahaan untuk jenjang pendidikan SD juga mengembangkan



keterampilan



kewirausahaan secara terintegrasi pada Mata Pelajaran (Mapel) Seni Budaya dan Prakarya. Mapel tersebut diarahkan untuk memunculkan kreativitas peserta didik, yang ditekankan untuk mengembangkan ide-ide melalui pendekatan naturalistik, dan dibelajarkan dengan pendekatan tematik (Kemdikbud RI, 2016). Tidak beda dengan SD, pendidikan kewirausahaan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) juga meliputi penanaman nilai-nilai percaya diri, kreatif, berpikiran ke depan, berorientasi kepada hasil, kerja keras, ber-tanggung 28



jawab, inovatif dan jujur (Saputra, 2011). Selain itu juga karakter kepemimpinan, tanggung jawab, disiplin, kreatif, inovatif, berani mengambil resiko, kerja keras, motivasi kuat, pantang menyerah, kerja sama, dan komunikatif (Syaifuddin & Kalim, 2016). Untuk penanaman dan pengembangan karakter kewirausahaan di SMP dapat dilakukan melalui kegiatan rutin, kegiatan spontan, pemodelan, pengajaran, dan penguatan lingkungan sekolah (Safitri, 2015). Pengembangan minat kewirausahaan siswa SMP dapat diintegrasikan pada pelajaran melukis dengan pendekatan scientific sell, yaitu pendekatan ilmiah ditambah kegiatan menjual hasil ciptaan melukisnya (Fitroni, 2017). Pengembangan aspek kewirausahaan dari kajiannya Fitroni sebenarnya tidak hanya nilai-nilai karakter atau sikap dan jiwa kewirausahaan saja, tetapi sudah dapat dikembangkan aspek pengetahuan dan keterampilannya. Pengetahuan kewirausahaan yang dapat diungkap atau ditanamkan kepada siswa seperti konsep menjual, kuntungan, dan promosi; sedangkan keterampilan kewirausahaannya yaitu keterampilan memproduksi atau membuat lukisan, mempromosikan, dan menjualnya kepada konsumen serta menghitung biaya dan keuntungannya. Menurut Mulyani et al., (2010), nilai-nilai kewirausahaan yang dapat diintegrasikan di SMP sederajat meliputi mandiri, kreatif, berani mengambil risiko, berorientasi pada tindakan, kepemimpinan, kerja keras, konsep, dan skill/keterampilan. Dimulainya penanaman aspek pengetahuan dan keterampilan kewirausahaan pada jenjang pendidikan SMP sesuai dengan tujuan SMP yang antara lain membangun landasan bagi berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang berilmu, cakap, kritis, kreatif, dan inovatif, mandiri, dan percaya diri. Pengembangan pengetahuan dan keterampilan kewirausahaan pada jenjang pendidikan SMP diitegrasikan melalui Mapel Prakarya. Mapel ini diarahkan pada pengembangan keterampilan dilakukan pada tingkat manipulasi (modifikasi) yang diarahkan untuk menghasilkan produk. Pada mapel ini, pembentukan nilai keterampilan kewirausahaan dilakukan melalui penyelarasan antara kemampuan dan minat dengan motif berwirausaha 29



yang bertujuan melatih koordinasi otak dengan keterampilan teknis (Kemdikbud RI, 2016). Pendidikan kewirausahaan untuk jenjang pendidikan menengah sudah mulai mengarah pada pengembangan pengetahuan dan keterampilan kewirausahaan yang lebih luas dan dalam. Pada Sekolah Mengah Atas (SMA) atau Madrasah Aliyah (MA), lebih ditekankan pada aspek pengetahuannya. Namun demikian, aspek sikap atau karakter kewirausahaan tetap perlu dikembangkan. Pengembangan pengetahuan dan keterampilan kewirausahaan pada jenis pendidikan SMA juga dilakukan pada sebagian besar negara-negara di Eropa (Bourgeois, 2012). Di Indonesia, pengembangan pengetahuan dan keterampilan kewirausahaan dilaksanakan secara terintegrasi, seperti Mata Pelajaran (Mapel) Ekonomi untuk aspek pengetahuan dan keterampilan kewirausahaan, dan Mapel lainnya untuk aspek sikap kewirausahaan; dan juga secara terpisah melalui Mapel tersendiri yaitu Prakarya dan Kewirausahaan. Mapel tersebut mengembangkan pengetahuan dan keterampilan kecakapan hidup berbasis seni, teknologi dan ekonomi, melatih keterampilan mencipta karya, melatih memanfaatkan media dan bahan berkarya seni dan teknologi, serta menumbuh kembangkan jiwa wirausaha melalui melatih dan mengelola penciptaan karya (produksi), mengemas, dan usaha menjual (Werdhaningsih, Haryudanti, Jamrianti, & Wirmas, 2017). Hasil penelitian Hermansyah, Natuna, & Sumarno (2017) mengungkapkan bahwa pelaksanaan pembelajaran kewirausahaan dapat membentuk karakter kewirausahaan di kalangan peserta didik. Latihan-latihan keterampilan dalam pembelajaran prakarya dan kewirausahaan memberikan pengalaman praktik kewirausahaan peserta didik. Menurut hasil penelitian (Faidah, Harti, & Subroto, 2018), pengalaman ekonomi berpengaruh signifikan dan positif terhadap perilaku ekonomi siswa. Pengalaman ekonomi dan perilaku ekonomi berkenaan dengan kegiatan atau aktivitas kewirausahaan yang berupa memproduksi, mengemas, dan menjual produk secara menguntungkan. Pengalaman dan perilaku ekonomi dapat diimplementasikan melalui Koperasi Siswa. Untuk Sekolah Menengah Kejuruan 30



(SMK) atau Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), pendidikan kewirausahaan juga dilaksanakan secara terintegrasi dan terpisah. Pelaksanaan secara terintegrasi yaitu melalui Mapel lain dalam Kelompok Mapel Umum untuk pengembangan sikap kewirausahaan dan dalam Kelompok Mapel Muatan Peminatan Kejuruan (Kelompok Dasar Bidang Keahlian, Dasar Program Keahlian, dan Kompetensi Keahlian) untuk pembentukan dan pengembangan keterampilan. Di samping itu, ada Mapel Produk Kreatif dan Kewirausahaan sebagai Mapel tersendiri yang merupakan pelaksanaan pendidikan kewirausahaan secara terpisah. Mapel ini merupakan perubahan atas Mapel Prakarya dan Kewirausahaan yang ada pada kurikulum 2013 sebelum revisi 2017. Mapel Produk Kreatif dan Kewirausahaan mengintegrasikan bidang/program/kompetensi keahlian kedalam kewirausahaan, yaitu mempelajari usaha dari bidang keahliannya. Inti pokok materi belajarnya yaitu mulai dari menganalisis peluang usaha bidang keahliannya, merencanakan produk kreatifnya, memproduksinya, menghitung kelayakannya, memasarkan, serta menyusun keuangan usaha tersebut. Mapel ini mengembangkan sikap, pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman praktis kewirausahaan. Disamping melalui mata pelajaran, pendidikan kewirausahaan di SMK/MAK juga dilaksanakan melalui praktik yang berbasis produksi dan bisnis pendukung mata pelajaran. Praktik tersebut diantaranya: Teaching Factory, Techno Park, Business Center dan Koperasi Siswa. Teaching factory adalah pembelajaran berbasis produksi/jasa yang mengacu kepada standar dan prosedur yang berlaku di industri, dan dilaksanakan dalam suasana seperti yang terjadi di industri (Manalu et al., 2017). Menurut Hadlock et al., (2008), dalam learning factory peserta belajar cara mendefinisikan masalah, membangun prototipe, menulis proposal bisnis, dan membuat presentasi tentang solusi mereka, bagaimana memenuhi tenggat waktu dan harapan, membangun dan bekerja di tim multidisiplin, dan menggunakan beragam bakat orang. Direktorat Pembinaan SMK mengungkapkan bahwa pengembangan nilai-nilai kewirausahaan dalam teaching factory yaitu: Karakter wirausaha: kemampuan/spirit 31



mengatasi hambatan/halangan; Kemampuan berkompetisi: inovasi, efisiensi, kreatif; Kemampuan problem solving, decision making; Kemampuan dasar wirausaha: rencana bisnis,



rencana



keuangan,



pemasaran,



hubungan



pelanggan,



pembiayaan



produk;



Kemampuan berkomunikasi; Kemampuan produksi yang berorientasi ke customer; dan Interaksi dengan industri secara alami berdasarkan manfaat (Khurniawan et al., 2016). Berbagai teaching factory dari berbagai SMK dihimpun kedalam satu wadah yang disebut Technopark yang merupakan salah satu bentuk wadah (integrator) untuk menghubungkan antara SMK-SMK teaching factory dengan dunia industri. Technopark SMK menggabungkan ide, inovasi, dan knowhow dari berbagai SMK pelaksana teaching factory dan kemampuan finansial (dan marketing) dari dunia bisnis (Khurniawan et al., 2016). Secara konseptual teoretik, pendidikan kewirausahaan yang dilaksanakan melalui praktik teaching factory dan technopark memberikan bekal bagi siswa dan lulusan SMK untuk dapat memasuki era industri 4.0 secara kompetitif. Menurut (Hidayat, 2011), model teaching factory efektif meningkatkan kompetensi produktif siswa. Kompetensi tergambarkan pada nilai kognitif dan kompetensi vokasional (soft skill dan hard skill). Business center atau Pusat Bisnis SMK merupakan kegiatan ekonomi yang diselenggarakan oleh sekolah dan ditujukan untuk masyarakat umum. Pada pusat bisnis dilakukan bisnis berbasis bidang keahlian siswa yang disebut bisnis center tehnopreneurship, seperti Bidang Otomotif membuka Bengkel Motor, Bidang Multi Media & Broadcasting membuka Studio Foto dan Shooting, Bidang Audio Video dengan Bengkel Audio Video, bidang pemesinan dengan bengkel las dan bubut, dan bidang lain untuk bisnis lainnya seperti Bank mini, Apotik, Klinik kesehatan, dll (Hadam, Rahayu, & Ariyadi, 2017). Pusat bisnis SMK dimulai tahun 2011 dan merupakan pengembangan dari program Unit Produksi. Unit Produksi merupakan bentuk pengembangan SMK berbasis industri yang paling sederhana (dimulai tahun 2000); kemudian dikembangkan lagi menjadi Unit Bisnis atau Bisnis Center 32



sebagai pengembangan SMK berbasis industri yang berkembang; dan mulai tahun 2011 dikembangkan menjadi teaching factory sebagai pengembangan SMK berbasis industri yang berkembang dalam bentuk factory sebagai tempat belajar (Manalu et al., 2017). Praktik teaching factory, techno park, dan business center bagi Indonesia dapat diimplementasikan melalui wadah Koperasi Siswa. Pengaruh pusat bisnis terhadap kewirausahaan siswa SMK dibuktikan oleh penelitian (Rimadani & Murniawaty, 2018) dan (Kuat, 2015) yang menyimpulkan bahwa kegiatan bisnis center berpengaruh terhadap jiwa kewirausahaan siswa. Koperasi siswa juga dapat meningkatkan skill berwirausaha (Arnila, 2017). Pada jenjang pendidikan tinggi, pendidikan kewirausahaan dilaksanakan secara terpisah dan juga terintegrasi. Pendidikan kewirausahaan yang dilaksanakan secara terpisah diselenggarakan melalui mata kuliah kewirausahaan dan atau kegiatan ekstra kurikuler kewirausahaan, sedangkan yang terintegrasi diselenggarakan melalui mata kuliah non kewirausahaan ataupun kegiatan intra kurikuler. Tingkatan kompetensi kewirausahaan pada pendidikan tinggi dapat dibagi menjadi kompetensi kewirausahaan dasar, menengah, dan lanjut, yang ranahnya mencakup ranah afektif, kognitif, dan psikomotor (Sumarno et al., 2018). Tiga tingkatan kompetensi kewirausahaan tersebut untuk menyesuaikan kemampuan awal kewirausahaan mahasiswa. Mahasiswa yang berasal dari SMA/MA memerlukan kompetensi kewirausahaan dasar hingga lanjut, sedangkan mahasiswa yang berasal dari SMK/MAK cenderung cukup dengan kompetensi kewirausahaan lanjut atau menengah. Hasil penelitian Kurjono, Mulyani, & Murtadlo (2018) menunjukkan bahwa minat kewirausahaan mahasiswa jurusan ilmu sosial lebih tinggi dibanding mahasiswa jurusan sains. Hal itu dapat dimaklumi karena mahasiswa jurusan ilmu sosial pada umumnya berasal dari SMA/MA jurusan Ilmu Sosial yang telah mendapat pelajaran terkait kewirausahaan atau ekonomi. Di samping itu juga dapat berasal dari SMK/MAK yang sudah banyak mendapatkan kewirausahaan baik dari pelajaran maupun praktik. Secara umum pendidikan kewirausahaan di pendidikan tinggi dapat diselenggarakan 33



melalui



perkuliahan



kewirausahaan,



pelatihan



kewirausahaan,



Program Kreativitas



Mahasiswa bidang Kewirausahaan (PKM-K), Magang atau Coop Usaha, Program Mahasiswa Wirausaha (PMW) atau Kompetisi Bisnis Mahasiswa (KBMI), Inkubator Bisnis, Kuliah Kerja Usaha (KKU), maupun Koperasi Mahasiswa (Sumarno et al., 2018); (Siswoyo, 2009). Pengembangan kewirausahaan di pendidikan tinggi sebaiknya berbasis technopreneurship agar kewirausahaan yang dijalankan mahasiswa atau lulusannya berbasis ilmu pengetahuan yang memadai sehingga tidak menjadi pesaing usaha-usaha kecil. Untuk dapat mengembangkan technopreneur di pendidikan tinggi perlu adanya integrasi kewirausahaan kedalam perkuliahan bidang ilmu jurusan sehingga mahasiswa mampu memanfaatkan ilmu bidang jurusannya untuk menjadi basis usahanya. Di samping pengitegrasian kewirausahaan dalam kuliah bidang ilmu jurusan/program studi (prodi), diperlukan juga adanya unit khusus yang menangani/mengelola kegiatan kewirausahaan mahasiswa dari tingkat prodi/jurusan hingga tingkat universitas/lembaga pendidikan tingginya.



Melalui pendidikan kewirausahaan, tuntutan sumber daya manusia era industri 4.0 yang berupa kemampuan berpikir kritis, kreatif dan inovatif, komunikatif, kolaboratif, percaya diri, koordinatif, tanggung jawab, mengambil keputusan, memecahkan masalah, beradaptasi, dan kepemimpinan) dapat dipenuhi oleh nilai-nilai pokok atau jiwa dan sikap kewirausahaan yang dihasilkan dari pendidikan kewirausahaan. Terpenuhinya tuntutan kemampuan sumber daya manusia pada era industri 4.0, dampak positif yang ditimbulkannnya dapat diraih. Bila peluang usaha yang ada dapat diraih, maka tercipta peluang kerja yang baru karena kemampuan sumber daya manusia yang ada sudah sesuai tuntutannya. Diraihnya peluang kerja dan peluang usaha era industri 4.0, akan mengatasi dampak negatifnya yang berupa pengangguran akibat pergeseran pekerjaan. Hal yang demikian menunjukkan bahwa pendidikan kewirausahaan dapat menjadi solusi atas dampak 34



dan



tuntutan



era



industri



4.0



Indonesia.



Pendidikan



kewirausahaan



seharusnya



diselenggarakan mulai dari pendidikan pra sekolah hingga pendidikan tinggi. Pada jenjang pendidikan pra sekolah, pendidikan kewirausahaan dilaksanakan secara terintegrasi dalam kegiatan bermain anak. Tujuannya utamanya untuk menanamkan/menumbuhkan nilai-nilai atau sikap dan karakter kewirausahaan. Pada jenjang pendidikan dasar (SD dan SMP), pendidikan kewirausahaan diselenggarakan secara terintegrasi dalam Mata Pelajaran (Mapel) non kewirausahaan. Tujuannya untuk membentuk dan mengembangkan sikap dan karakter kewirausahaan serta pengenalan pengetahuan kewirausahaan. Pada jenjang pendidikan mengah SMA/MA, pendidikan kewirausahaan untuk memberikan pengetahuan serta mengembangkan sikap dan keterampilan kewirausahaan terkait bidang ilmu pengetahuannya. Pada SMK/MAK pendidikan kewirausahaan untuk mengembangkan sikap, pengetahuan, keterampilan, dan penglaman kewirausahaan. Selain melalui Mapel, keterampilan kewirausahaan harus dipraktikkan melalui kegiatan usaha nyata dalam bentuk pendirian dan penyelenggaraan unit-unit bisnis secara komprehensif sebagai implementasi kompetensi bidang keahlian dan kewirausahaannya seperti Teaching factory, Techno park, Business center ataupun Koperasi Siswa. Pada jenjang pendidikan tinggi, pendidikan kewirausahaan sebaiknya diselenggarakan secara terpisah/khusus melalui Mata Kuliah (Makul) Kewirausahaan dan juga terintegrasi melalui Makul lainnya. Makul Kewirausahaan untuk memberikan pengetahuan serta mengembangkan sikap dan keterampilan kewirausahaan. Makul lainnya untuk mengembangkan sikap dan keterampilan kewirausahaan



terkait



bidang



ilmu



pengetahuannya.



Implementasi



keterampilan



kewirausahaan berbasis bidang ilmu dapat dilaksanakan melalui program-program kreativitas mahasiswa, kewirausahaan mahasiswa, bisnis mahasiswa, coop mahasiswa, Koperasi Mahasiswa, dan unit-unit bisnis lainnya yang sebaiknya dikoordinasikan oleh lembaga/unit khusus pengelola kewirausahaan perguruan tinggi atau terintegrasi pada unit-unit kegiatan 35



mahasiswa mulai dari level program studi hingga level perguruan tinggi. Penyelenggaraan pendidikan kewirausahaan secara sinergis, integratif, dan berkelanjutan dari jenjang pendidikan usia dini hingga pendidikan tinggi akan memberikan kompetensi kewirausahaan yang komprehensif untuk meraih peluang era industri 4.0 melalui penciptaan pekerjaan bagi dirinya dan masyarakatnya. Untuk terselenggaranya dan tercapainya tujuan pendidikan kewirausahaan secara lebih efeektif, disarankan: 1. Perlu koordinasi dan sinkronisasi antar jenjang



pendidikan



untuk



pembentukan



dan



pengembangan



sikap,



pengetahuan,



keterampilan, dan pengalaman kewirausahaan yang aplikatif dan berkesinambungan /berkelanjutan. 2. Perlu koordinasi dan integrasi antar guru atau dosen, mata pelajaran atau mata kuliah, unit dalam internal satuan pendidikan untuk efektifitas pendidikan kewirausahaan. 3. Perlu dibangun dan dikembangkan sinergitas antar/antara sekolah, perguruan tinggi, pemerintah, DUDI, dan masyarakat untuk mengembangkan kewiraushaan siswa, mahasiswa, dan masyarakat.



Rektor Universitas Krisnadwipayana (Unkris) Dr. Ir Ayub Muktiono S.Ip. CIQaR menandatangani nota kesepahaman dengan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Badan Pengurus Cabang Kota Bekasi, Jawa Barat, Kamis (27/5/2021). Penandatanganan Nota Kesepahaman ini menjadi langkah awal Unkris berbenah dalam membekali para mahasiswa untuk mempersiapkan diri sebagai intelektual terdidik yang mampu menjadi dirinya ditengah seluruh proses kehidupan yang tidak mudah. Hadir dalam penandatangan nota kesepahaman ini dari Unkris, Rektor, Warek 3, Ketua Lembaga Pengabdian Masyarakat, Ketua  dan Sekretaris Lembaga Pengembangan Kreativitas dan Kebangsaan, Kepala Humas , Kepala Bagian Kemahasiswaan dan Badan Eksekutif Mahasiswa. Dari HIPMI BPC Kota Bekasi hadir Ketua, Bendahara dan jajarannya, Ketua HIPMI PT Kota Bekasi dan jajarannya. 36



Rektor dalam sambutannya mengatakan bahwa salah satu tantangan mahasiswa ke depan adalah bagaimana mereka nanti menghadapi bonus demografi. “Kewirausahaan dapat menjadi solusi dalam mempersiapkan generasi pencetak dunia usaha minimal untuk diri mahasiswa sendiri,” kata Rektor. Warek 3 Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama Dr. Parbuntian Sinaga SH, MH yakin bahwa kewirausahaan  menjadi “instrumen” yang tepat dalam  mengatasi persoalan para mahasiswa dalam meningkatkan kualitas dirinya menjadi lebih baik. “Banyak teori yang menyampaikan bahwa wirausaha itu tidak dilahirkan namun diciptakan melalui proses pelatihan, bimbingan dan pendampingan,” jelasnya. Dan Unkris telah melakukan berbagai upaya untuk memberikan bekal dan wawasan yang cukup bagi mahasiswa dalam bidang kewirausahaan. Salah satu langkah kongkritnya adalah dengan membentuk Lembaga Pengembangan Kreativitas dan Kebangsaan pada bulan november 2020 yang diketuai oleh Dr. Susetya Herawati ST, M.Si. Lembaga ini merupakan upaya Unkris untuk lebih dapat menjawab kebutuhan mahasiswa di era Revolusi Industri 4.0 yang menuntut mahasiswa lebih kreatif, inovatif, solutif, berdaya saing dan mandiri. Kreativitas dan inovasi tersebut ditumbuhkan melalui mindset kewirausahaan, tertantang untuk menyelesaikan hambatan dan ancaman dengan solusi yang baik, kuat, tangguh, tidak mudah menyerah. Lebih lanjut Parbuntian menyampaikan bahwa Unkris saat ini memiliki 14 Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Namun ia tidak terlalu yakin apakah selama ini UKM-UKM tersebut beranggotakan mahasiswa mahasiswa yang memiliki mindset kewirausahaan, ataukah hanya ikut UKM sekedar mengisi waktu . “Ini yang harus dimotivasi, mereka sudah memilih mengikuti UKM artinya mereka memiliki minat ke sana, namun apakah minat itu terbimbing dengan baik ? Ini yang menjadi pekerjaan rumah Unkris khususnya pada Wakil Rektor 3,” kata Parbuntian. 37



Untuk mendorong itu semua, tegas Parbuntian saatnya Unkris membuka diri melalui pandangan yang lebih luas dengan melakukan kerjasama -kerjasama, dan salah satunya kerjasama dengan Himpunan Pengusaha Muda (HIPMI) BPC Kota Bekasi. “Kita para orang tua dan pendidik di Unkris ini menginginkan bahwa mahasiswa Unkris adalah mereka yang tidak saja berilmu dan berpengetahuan, tetapi mereka para mahasiswa yang mampu memiliki emphati pada kehidupan dirinya sendiri  dan lingkungannya dalam memberikan solusi solusi,” tukasnya. Parbuntian  meminta  LPKK segera merancang program-program dalam rangka sinergitas percepatan program kewirausahaan mahasiswa di era digital Revolusi Industri 4.0  bersama HIPMI BPC Kota Bekasi. Dan rancangan program -program tersebut hendaknya juga dapat dikolaborasikan dengan Lembaga Pengabdian Masyarakat yang di ketuai ibu Dr. Siswantari  SH MH MM. Parbuntian bahkan menyebut dua Srikandi Unkris ini memiliki kekuatan spiritual sebagai “Duet Integralistik” dalam memajukan Unkris. Sementara itu, Ketua BPC HIPMI Kota Bekasi, Yogi Kurniawan , S.I Kom, menyambut baik respon yang sangat positif dan bersemangat dari para pimpinan Unkris dalam upaya mencerdaskan anak bangsa. Mencerdaskan dengan implementasi yang langsung terasa dalam mendorong pembangunan , khususnya pada ketahanan ekonomi dengan basis pemberdayaan para mahasiswa melalui kewirausahaan. HIPMI sendiri memiliki program yang sama di seluruh Indonesia baik di tingkat pusat, daerah sampai cabang untuk terus meradiasikan mindset kewirausahaan bagi generasi muda. “Hal ini penting karena merekalah nanti yang akan mewudutkan Indonesia sampai pada tahun 2045 atau Indonesia emas,” kata Yogi. Dan Unkris salah satu kampus swasta dengan usia yang sudah tua yang berada di lingkungan wilayah kota Bekasi tentu dengan sinergi  program dengan BPC HIPMI Kota 38



Bekasi akan menjadi satu terobosan menarik di mana Unkris bekerjasama dengan organisasi professional di luar kampus. “Kami tidak akan menggurui tetapi kami akan bersama sama dengan bapak dan ibu dosen , pembimbing di Unkris untuk terus memberikan dorongan, motivasi pada mahasiswa dalam berwirausaha. Wirausaha tidak seperti membangun candi Prambanan yang jadi hanya semalam, tetapi ada proses , kesabaran, ketekunan,dan pelaksana program di Unkris nanti akan langsung dilaksanakan oleh Ketua HIPMI PT Kota Bekasi yang di Ketuai Rigel Pawallo,” tutup Yogi.



Kepala PPBK Unisbank, Fitika Andraini, M.Kn menyampaikan bahwa kuliah umum ini adalah agenda yang rutin dilaksanakan PPBK Unisbank untuk memberikan motivasi dan menumbuhkan jiwa entrepreneur kepada para mahasiswa. Lebih lanjut, Fitika menjelaskan bahwa jumlah mahasiswa di Unisbank yang saat ini menggeluti usaha mandiri semakin banyak, salah dua narasumber nya diambilkan dari alumni Unisbank yang saat ini menggeluti dunia usaha. “Ini memang kami hadirkan narasumber dari alumni, Sasi Batik Mangrove dan Ismarbani dari Lindungi Hutan” ungkapnya. Selaku narasumber lain adalah Nasruhan Kholil yang merupakan pebisnis murni. Para narasumber menceritakan pengalamannya kepada para peserta mulai dari saat masih menjadi mahasiswa sambil bekerja hingga saat ini memiliki usaha sendiri yang dijadikan sebagai sandaran pokok hidupnya. Menjalankan bisnis bukanlah ajang coba-coba yang bisa dilakukan tanpa mempuyai perencanaan. Maka dari itu langkah awal dalam memulai bisnis harus mencari tahu siapa target pasar dari usaha yang akan dijalankan. Dengan mengetahui target pasar maka usaha tersebut dapat menentukan seperti apa produk yang diinginkan oleh konsumen.



39



“Pembisnis yang sukses adalah orang-orang yang mampu memanfaatkan momen sekitar, dan pintar melihat peluang,”  ungkap salah seorang narasumber.



Kewirausahaan adalah proses dinamik untuk menciptakan tambahan kemakmuran (Buchari Alma, 2011:33). Istilah kewirausahaan EHUDVDO GDUL WHUMHPDKDQ ³(QWUHSUHQHXUVKLS¥Menurut Thomas W. Zimmerer, Kewirausahaan merupakan gabungan dari kreativitas, inovasi dan keberanian menghadapi resiko yang dilakukan dengan cara kerja keras untuk membentuk usaha baru. .DWD ³:LUDXVDKD¥ PHUXSDNDQ WHUMHPDKDQ dari istilah bahasa inggris entrepreneur, yang artinya adalah orang-orang yang mempunyai kemampuan untuk melihat dan menilai kesempatan peluang bisnis.J. B. Say menggambarkan pengusaha sebagai orang yang mampu memindahkan sumber-sumber ekonomi dari tingkat produktivitas rendah ke tingkat produktivitas tinggi karena mampu menghasilkan produk yang lebih banyak. Kewirausahaan berasal dari kata wira dan usaha.Menurut dari segi etimologi (asal usul kata).Wira, artinya pejuang, pahlawan, manusia unggul, teladan, gagah berani, berjiwa besar, dan berwatak agung.Usaha, artinya perbuatan amal, bekerja, berbuat sesuatu.Jadi, wirausaha adalah pejuang atau pahlawan yang berbuat sesuatu. Wirausaha dapat mengumpulkan sumber daya yang di butuhkan guna mengambil keuntungan dari padanya, dan mengambil tindakan yang tepat guna untuk memastikan keberhasilan usahanya. Wirausaha ini bukan faktor keturunan atau bakat, tetapi sesuatu yang dapat dipelajari dan dikembangkan. Fungsi dan peran adanya wirausaha dalam menentukan perkembangan dan kemajuan suatu bangsa telah dibuktikan oleh beberapa negara maju seperti Amerika, Jepang, juga tetangga terdekat Indonesia yaitu Malaysia dan Singapura.Di negara Amerika sampai saat ini sudah lebih dari 12% penduduknya menjadi pengusaha dan banyak terlibat langsung dalam kegiatan wirausaha.Hal itulah yang menjadikan negara Amerika sebagai negara yang terus mengalami perkembangan dan kemajuan. Kemudian



40



negara Jepang lebih dari 10% warganya sebagai pelaku wirausaha dan lebih dari 240 perusahaan Jepang skala kecil, menengah dan besar berdiri di wilayah Indonesia. Padahal negara Jepang mempunyai luas wilayah yang kecil dan memiliki sumber daya alam yang masih kurang mendukung namun dengan tekad dan semangat serta jiwa wirausahanya yang menjadikan negara Matahari tersebut sebagai salah satu negara terkaya di benua Asia dalam bidang iptek dan perekonomianya. dan pembangunan negaranya dapat berkembang jauh lebih cepat dibandingkan dengan negara Indonesia. Di negara kita Indonesia, usaha dalam menanamkan jiwa dan semangat kewirausahaan bagi mahasiswa di perguruan tinggi terus digalakan dan ditingkatkan, tentunya dengan berbagai metode dan strategi yang membuat mahasiswa tertarik untuk berwirausaha.Bahkan pada tingkat pemerintah melalui Kementrian Koordinator Perekonomian telah memberikan peraturan kepada seluruh lembaga pendidikan yang ada di Indonesia, dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi diwajibkan untuk memberikan mata pelajaran atau mata kuliah Kewirausahaan tersebut. Ada beberapa usaha atau teknik yang perlu diterapkan dalam meningkatkan minat dan kegiatan kewirausahaan bagi para peserta didik, yaitu: 1. Pembentukan Pusat studi kewirusahaan Kampus, seperti: a. Koperasi Mahasiswa (KOPMA) di UMY b. Koperasi Kesejahteraan Mahasiswa (KOKESMA) ITB, c. Community Entrepreneur Program (CEP) UGM, d. Center for Entrepreneurship Development & Studies (CEDS) di UI, e. BSI Entrepreneruship Center (BEC) di BSI, f. Center for Entrepreneurship, Change, & Third Sector (CECT) di Univ. Tri Sakti, Melalui media pembentukan pusat kewirausahaan kampus tersebut, akan banyak kegiatan yang dapat dilaksanakan seperti: Seminar, Pelatihan, Loka karya, Praktek usaha, kerjasama usaha, dll. 2. Menganggap penting kewirausahaan dikampus dan menjadikan mata kuliah kewirausahaan sebagai hal yang harus diberikan kepada mahasiswa, materi kewirausahaan tidak sebatas formalitas, sehingga harus di design materi dan metode dalam pembelajarannya. 3. Memaksimalkan dalam 41



memanfaatkan Program kewirausahaan yang digagas oleh lembaga pemerintah, seperti: pendidikan tinggi (Dikti) melalui Direktur Kelembagaan Ditjen Dikti dan disampaikan kepada para PTS melalui Kopertis. Program Peningkatan Kompetensi Tenaga Kerja dan Produktivitas Setidaknya selain linearitas dalam 3. Program pemagangan dosen di dunia menyiapkan dosen atau tenaga pendidik, usaha, perguruan tinggi harus mempersiapkan 4. Program sarasehan dengan mitra tenaga pendidik atau Dosen yang mampu usaha, melakukan hal-hal sebagai berikut, yaitu: 5. Program pembinaan dan pendampingan 1. Memberikan paradigma baru tentang dosen baru. pentingnya kewirausahaan. Dengan program tersebut, tentunya setiap 2. Menginspirasi dan memotivasi dosen tidak hanya sekedar mengajar mahasiswa menjadi SDM yang kewirausahaan saja, tetapi mampu mandiri. mewujudkan dan merealisasikan apa yang 3. Merubah atau mengarahkan pola pikir telah diberikan kepada mahasiswa pada mahasiswa menjadi seorang yang saat mengajar. berjiwa wirausaha. 4. Memberikan contoh karya nyata b. Mengembangkan Kurikulum Berbasis kewirausahaan dan menyuguhkan Wirausaha. cerita sukses. Merumuskan sistem atau metode 5. Menghasilkan mahasiswa atau alumni pembelajaran dan pelatihan kewirusahaan, menjadi seorang wirausaha sukses. perguruan tinggi harus mendesign mata kuliah atau materi kewirausahaan untuk Program peningkatan Dosen sebagai mahasiswanya disesuaikan dengan target tenaga pendidik ini dapat dilakukan dengan yang akan dicapai. Diawali dari pembuatan melalui berbagai cara, diantaranya sebagai konsep pembelajaran yang harus dipantau berikut: oleh bidang akademik, yaitu: Silabus, 1. Program pelatihan kewirausahaan satuan acara pengajaran (SAP), Slide untuk tenaga pendidik, Presentasi dan handout, modul teori, modul 2. Program seminar, workshop, lokakarya praktek, pembuatan buku panduan, sampai kewirausahaan. pada program kunjungan dan pengamatan d. Menjalin Kerjasama dengan Lembaga Usaha. 42



Kerjasama ini penting dilakukan oleh perguruan tinggi, dengan adanya kerja sama akan meningkatkan kualitas dosen dan mahasiswa, memberikan kesempatan magang usaha bagi dosen dan mahasiswa, serta memberikan kesempatan kerjasama usaha khususnya untuk mahasiswa atau alumni. Sehingga mahasiswa dapat menganalisa dan mengamati bentuk usaha nyata yang pada akhirnya akan mempunyai gambaran ketika kelak lulus dan berencana mewujudkan keinginanya untuk berwirausaha. e. Kerjasama dengan Lembaga Keuangan. Mewujudkan mahasiswa atau alumni sebagai seorang wirausaha, perguruan tinggi harus memberikan fasilitas dan kemudahan bagi mahasiswanya dalam membuka usaha, salah satunya dengan cara menjadi fasilitator dan mediator antara mahasiswa dengan lembaga keuangan dalam hal kemudahan kredit usaha bagi mahasiswa ketika berkeinginan untuk melakukan wurausaha. Kerjasama ini dapat menjadi kesempatan bagi mahasiswa untuk mewujudkan menjadi wirausahawan muda. Pada umumnya mahasiswa ketika memiliki keinginan untuk berwirusaha terkendala dengan modal dana. Kerjasama inilah yang harus dilakukan oleh perguruan tinggi. g. Membuat kebijakan harus sudah memiliki usaha sebagai syarat kelulusan mahasiswa. Salah satu pemicu meningkatnya semangat kewirusahaan dari mahasiswa adalah dengan dibuatnya kebijakan syarat kelulusan, selain masa studi, indeks prestasi, dan syarat-syarat lain, syarat harus sudah memiliki usaha sepertinya layak untuk diterapkan oleh perguruan tinggi. Semakin maju suatu negara dapat tercermin dari semakin banyak orang yang terdidik dan sekaligus kemungkinan semakin banyak pula yang menganggur, oleh sebab itu, semakin dirasakan akan pentingnya dunia wirausaha. Pembangunan akan lebih berhasil jika ditunjang oleh keberadaan wirausaha yang dapat membuka lapangan kerja, karena kemampuan pemerintah untuk itu sangat terbatas. Wirausaha merupakan salah satu pelaku pembangunan yang potensial, baik dalam jumlah maupun mutunya. Di satu sisi, kuantitas dan kualitas wirausaha di Indonesia masih tergolong kurang memadai, jika dibandingkan jumlah total 43



penduduk. Di sisi lain, keberadaan wirausaha dirasakan sangat diperlukan sebagai salah satu faktor pendukung kemajuan perekonomian suatu bangsa. Perkembangan teori dan definisi wirausaha berawal dari terjemahan dari bahasa Perancis yaitu entrepreneur yaitu orang yang mendobrak sistem ekonomi dengan memperkenalkan barang dan jasa baru, dengan menciptakan bentuk organisasi baru ataupun mengolah bahan baku baru (Alma, 2008). Definisi ini menekankan bahwa seorang wirausaha adalah orang yang mampu melihat peluang dan menciptakan manfaat dari peluang tersebut. Proses kewirausahaan meliputi semua kegiatan dan tindakan untuk mengejar dan memanfaatkan peluang. Kewirausahaan adalah konsep dasar yang menghubungkan berbagai bidang ilmu yang berbeda, antara lain; ekonomi, sosiologi, dan sejarah. Kewirausahaan bukan hanya di bidang interdisiplin yang biasa dilihat atau ditemukan di institusi pendidikan, melainkan pokok-pokok yang menghubungkan kerangka konseptual utama dari berbagai disiplin ilmu dan dianggap sebagai kunci dari blok bangunan ilmu sosial yang terintegrasi (Casson, 2012). Sisi lain mengenai kewirausahaan adalah salah satu dari sejumlah masukan yang berkontribusi terhadap keseluruhan penampilan ekonomi suatu negara, bersama-sama dengan komponen modal dan sumberdaya manusia. Hal tersebut adalah dipandang sebagai faktor masukan (input) yang memperbaiki efisiensi perekonomian dan merupakan subtitusi terhadap faktor lainnya. Kewirausahaan diakui sebagai suatu aspek bisnis yang menempati posisi penting untuk meningkatkan vitalitas dan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Mahasiswa dan lulusan perguruan tinggi, seringkali melihat bahwa pekerjaan di bidang kewirausahaan adalah sebagai suatu alternatif pilihan karir yang menarik. Kewirausahaan dipandang sebagai representasi kebebasan, realisasi diri, dan lebih bergengsi daripada pekerjaan sebagai karyawan pada suatu perusahaan/organisasi (Luthje & Franke, 2003). Jadi, kewirausahaan mencerminkan alternatif penanggulangan pengangguran dan/atau diskriminasi di pasar kerja, dan sebagai jalur pengentasan kemiskinan (Singh et al., 44



2008). Di banyak negara, kewirausahaan dipandang sebagai agen revitalisasi untuk mengatasi masalah pengangguran, katalis potensial dan inkubator kemajuan teknologi, produk, dan inovasi pasar, sehingga eksistensinya perlu diperluas, terutama di negara-negara sedang berkembang (Ali et al., 2011). Sejalan dengan itu, Raab et al. (2005) mengemukakan bahwa rendahnya intensitas kegiatan kewirausahaan di suatu negara merupakan faktor utama yang bertanggungjawab terhadap perkembangan ekonomi yang rendah (negatif). Terdapat konsensus bahwa pewirausaha adalah seseorang yang secara bebas memiliki dan secara aktif mengelola bisnis skala kecil (Collins et al., dalam Rahman & Rahman, 2011), atau secara operasional, didefinisi sebagai seseorang yang menciptakan usaha baru dan menerapkan praktek-praktek yang ditujukan untuk meningkatkan ukuran usahanya (Johnson, 1990). Unsur esensial dari kewirausahaan adalah adanya dimensi keberanian untuk menanggung risiko. Seperti dikemukakan oleh Ali et al. (2011), pewirausaha adalah mereka yang biasanya mengatur dan mengembangkan usahanya sendiri dan memetik manfaat dari berbagai bidang termasuk



pengetahuan,



pengalaman,



pandangan



kreatif,



dukungan



jejaring,



dan



penanggungan risiko. Tahun 2009, pemerintah (melalui perguruan tinggi) juga telah mencanangkan program pembelajaran kewirausahaan bagi mahasiswa yang dikenal dengan Program Mahasiswa Wirausaha (PMW) dan Program Kreatifitas Mahasiswa Kewirausahaan (PKMK). Tujuan program ini adalah agar para lulusan perguruan tinggi tidak hanya sebagai job seeker tetapi juga menjadi job creater. Konsep pembelajaran kewirausahaan bagi mahasiswa muncul ketika ada wacana apakah kewirausahaan itu bakat atau dapat diajarkan. Melalui program bantuan dalam bentuk PMW dan PKMK ini, mahasiswa dilatih menjadi wirausaha dengan dana hibah Dirjen Dikti yang besarnya berkisar antara Rp. 4–25 juta per kelompok. Kemudian, karena sesuatu hal, program PMW dihentikan dan hanya ada program PKMK saja. Di samping program kewirausahaan yang diluncurkan oleh pemerintah, pihak swasta juga tergerak secara aktif 45



berpartisipasi dalam pengembangan kewirausahaan. Orientasi pembelajaran kewirausahaan ditujukan kepada mahasiswa didasarkan pada pemikiran sederhana dengan keyakinan bahwa jika orang-orang yang tidak berpendidikan formal atau setidak-tidaknya bukan berpendidikan tinggi bisa berhasil, apalagi mereka adalah mahasiswa atau lulusan perguruan tinggi. Alma (2008) menyatakan bahwa suatu negara akan mampu membangun perekonomiannya apabila memiliki wirausaha minimal 2 persen dari jumlah penduduknya. Data Badan Pusat Statistis Indonesia untuk negara Indonesia dengan jumlah penduduk per tahun 2014 sebesar 253,60 juta orang, mengindikasikan idealnya harus ada 5.07 juta wirausaha untuk membangun perekonomian Indonesia. Berdasarkan jumlah tersebut, tercermin peluang besar, baik dari sisi peningkatan perekonomian negara maupun pengembangan minat bisnis bagi wirausaha. Hendra (2011), menyatakan bahwa sebagian besar perguruan tinggi di Singapura, Malaysia, Australia, Inggris, Amerika dan negara lain, telah menjadikan entrepreneurship sebagai mata kuliah penting. Hal tersebut juga dijawab oleh Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana dengan memberikan kewirausahaan sebagai salah satu mata kuliah wajib yang ditempuh oleh setiap mahasiswa. Nurhasanah (2013) menyebutkan, kehidupan pendidikan dalam lingkup pendidikan tinggi memiliki potensi yang sama besarnya dalam upaya menumbuhkan benih-benih karakter yang baik. Proses pendidikan pada perguruan tinggi memiliki peran yang strategis dalam mewujudkan idealisme membentuk karakter manusia Indonesia yang baik dan unggul. Pengajar juga memiliki peran penting dalam menularkan semangat membangun karakter anak bangsa. Salah satu upaya nyata dalam membangun karakter anak didik adalah dengan melakukan internalisasi dalam proses pembelajaran. Internalisasi nilai-nilai ke dalam proses pembelajaran yang berlangsung di kampus perlu dikaji secara mendalam tentang potensi dari mata kuliah terkait dengan materi yang disampaikan dan nilai-nilai yang bersesuaian untuk dibangun melalui suatu strategi pembelajaran. Pengalaman dan pengetahuan tentang kewirausahaan sangat penting 46



dipertimbangkan sebagai faktor yang turut menentukan potensi kewirausahaan. Sigh et al. (2008) menjelaskan, berdasarkan teori kewirausahaan (entrepreneuship theory), terdapat hubungan yang jelas antara pendidikan atau pengetahuan kewirausahaan dengan gagasan serta intensi untuk memulai usaha baru. Oleh sebab Itu pula mengapa banyak perguruan tinggi mencantumkan mata kuliah kewirausahaan pada kurikulumnya. Tujuannya tidak lain adalah untuk meningkatkan potensi kewirausahaan dari pewirausaha potensial. Peran jasa pendidikan seperti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana adalah mengetahui dan mengembangkan potensi kewirausahaan mahasiswanya untuk bisa masuk dan bersaing di pasar usaha. Pemahaman tentang potensi kewirausahaan mahasiswa, maka fakultas akan dapat memfasilitasi apa yang dibutuhkan dan diinginkan oleh mahasiswanya, serta memberikan saran pertimbangan dan konsultasi mengenai usaha atau bisnis yang bisa disesuaikan dengan minat dan potensinya masing-masing. Hal tersebut menjadi menarik, sehingga penelitian ini berupaya menganalisis potensi kewirausahaan mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, sehingga dapat diketahui lebih awal dan mengembangan potensi tersebut menjadi peluang usaha yang layak. Pemilihan mahasiswa sebagai subjek penelitian berdasarkan pandangan bahwa kelompok ini dapat merepresentasikan pewirausaha potensial di negara maju maupun di negara yang sedang berkembang (Mueller, 2004). Mereka dipandang sudah memiliki pemahaman dan pengetahuan yang relatif lebih komprehensif tentang dunia usaha dibandingkan dengan mahasiswa yang belum menempuh mata kuliah kewirausahaan (entrepreneurship), disamping karena variabel-variabel umur, pengalaman belajar, dan tahun sukses, dapat dikontrol. Tujuan penelitian



ini



Untuk



mengetahui



potensi



kewirausahaan



dan



faktor-faktor



yang



mempengaruhi potensi kewirausahaan mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana. Kewirausahaan Studi-studi empiris tentang potensi kewirausahaan dan hubungan karakteritik individu dengan perilaku serta keberhasilan kewirausahaan, sudah banyak 47



dilakukan. Akan tetapi, sebagian studi memfokuskan kajiannya pada tingkat individu, karena menurut Thang et al. (2009) dan Muller dan Goic (2002), potensi kewirausahaan dipresentasikan oleh segmen penduduk yang tidak hanya mempersepsikan bahwa peluang ada di lingkungannya, namun juga memiliki karakteristik personal untuk mendirikan usaha baru. Teori yang digunakan sebagai pedoman untuk mengkaji hubungan antara karakteristik personal dan potensi kewirausahaan adalah teori atribusi. Pendekatan atribusi digunakan untuk menganalisis, mengapa beberapa orang menjadi berpotensi sebagai wirausaha (Raab et al., 2002). Komparasi wirausaha perempuan dan laki-laki adalah berbeda dalam hal kinerja, gaya pengambilan keputusan, dan strategi yang diterapkan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa gender dipertimbangkan sebagai penentu atribut kepribadian dan pencapaian suatu tujuan (Green, 1995). Hudges dan Fatkin (1985) menggambarkan bahwa laki-laki memiliki risk-taking propensity yang lebih tinggi dibandingkan perempuan. Scotchmer (2007) menyatakan bahwa perempuan bersifat lebih konservatif dibandingkan kaum laki-laki, sehingga menunjukkan keberanian yang lebih kecil untuk menanggung risiko dibandingkan laki-laki. Maka dari itu, dikatakan bahwa laki-laki menunjukkan toleransi terhadap risiko yang lebih besar dibandingkan perempuan dalam upaya pengembangan usaha baru. Satu hal perlu digarisbawahi bahwa semua karakteristik tersebut diperbandingkan antara pewirausaha perempuan dan laki-laki yang sudah eksis dan menjalankan usahanya. Pendekatan-pendekatan ini tidak mempertimbangkan indikasi apakah terdapat perbedaan antara perempuan dan laki-laki dalam hal niat (potensi) untuk membangun usaha baru atau memulai suatu bisnis. Dengan kata lain, studi-studi ini tidak berada dalam posisi membandingkan perempuan dan laki-laki dalam hal propensitas untuk memulai usaha. Risiko merupakan hal yang berkaitan erat dengan upaya memulai bisnis baru. (Collins et al., 2004) menyatakan bahwa risiko adalah unsur esensial yang dihadapi oleh pewirausaha, sehingga 48



preferensi terhadap risiko dapat mempengaruhi keputusan individu untuk memulai usaha (Brockhaus, Sr. (1980). Potensi kewirausahaan menuntut orientasi risiko derajat tinggi. Risk taking propensity merupakan atribut personal yang mengindikasikan kemampuan seseorang mengatasi situasi yang penuh risiko (Raab et al., 2002). Dijelaskan bahwa individu yang memiliki risk taking propensity yang tinggi, cenderung untuk mengambil keputusan yang lebih baik dalam situasi tidak pasti, dibandingkan dengan yang memiliki propensitas penanggungan risiko yang rendah. Dengan demikian risk-taking propensity berhubungan positif dengan potensi kewirausahaan. Perkembangan teori dan definisi wirausaha adalah terjemahan dari bahasa Perancis yaitu entrepreneur yang berarti orang yang mendobrak system ekonomi yang ada dengan memperkenalkan barang dan jasa yang baru, dengan mencuptakan



bentuk



organisasi



baru



atau



mengolah



bahan



baku



(Alma;2008).



Kewirausahaan menurut Ciputra (2009) adalah mengubah kotoran dan rongsokan menjadi emas. Pola pikir mahasiswa dengan struktur kritis-analitis dan skeptis seharusnya mampu mengubah mindset atau pola pikir yang dianut. Pola pikir entrepreneur menurut Kasali, dkk (2012) adalah pola pikir positif, kreatif, keuangan dan pola pikir produktif, sebagai contoh pola pikir adalah “saat balita, kita mampu berjalan”. Kita mampu karena tidak banyak berpikir negatif akan resiko, takut jatuh dan sebagainya. Pada definisi ini ditekanklan bahwa seorang wirausaha adalah orang yang melihat peluang dan menciptakan manfaat dari peluang tersebut. Proses kewirausahaan meliputi semua kegiatan fungsi dan tindakan untuk mengejar dan memanfaatkan peluang. Kewirausahaan adalah konsep dasar yang menghubungkan berbagai bidang ilmu yang berbeda antara lain ekonomi, sosiologi, dan sejarah. Kewirausahaan bukanlah hanya bidang interdisiplin yang biasa kita lihat atau temukan di institusi pendidikan, melainkan pokok pokok yang menghubungkan kerangka konseptual utama dari berbagai disiplin ilmu dan dianggap kunci dari blok bangunan ilmu 49



social yang terintegrasi (Casson,2012). Sisi pandang lain mengenai kewirausahaan adalah salah satu dari sejumlah masukan yang menyumbang terhadap keseluruhan penampilan ekonomi suatu Negara. Menurut Ciputra (2009) seorang wirausahawan haruslah bersikap kreatif–inovatif, dan mampu menangkap atau menciptakan peluang. Berani mengambil resiko yang terukur. Penalaran yang bersifat kritis–analitis ini mendasari terciptanya pemikiran kreatif dan inovatif. Karena tanpa penalaran yang kritis serta analitis tidak akan mampu menciptakan sesuatu yang kreatif. Penalaran skeptis mengarahkan kepada apakah sesuatu yang akan dilakukan itu akan berhasil. Kalau berhasil, berapa kemungkinan kegagalan itu. Jadi penalaran skeptis akan membawa ke arah perhitungan terhadap resiko seandainya suatu peluang itu muncul dan diambil sebagai suatu kegiatan usaha. Seorang wirausaha dituntut tidak menciptakan peluang (menciptakan kebutuhan) buka menunggu atau menangkap peluang atau menunggu peluang (Suryana, 2004). Menurut Risky (2011), secara sederhana arti wirausahawan (entrepreneur) adalah orang yang berjiwa berani mengambil resiko untuk membuka usaha dalam berbagai kesempatan berjiwa berani mengambil resiko artinya bermental mandiri dan berani memulai usaha, tanpa diliputi rasa takut atau cemas sekalipun dalam kondisi tidak pasti. Sedangkan definisi wirausaha mahasiswa adalah wirausaha yang pelaku utamanya adalah masih berstatus mahasiswa, dengan melakukan aktivitas usaha diselasela kuliahnya dengan pemanfaatan waktu sebaik mungkin. Wirausaha mahasiswa adalah cara pintar mencuri strategi sebelum menghadapi dunia bisnis dan dunia kerja yang sebenarnya. Berwirausaha pada dasarnya tidak perlu menunggu datangnya atau adanya peluang. Peluang yang sifatnya potensial yang bisa dirubah menjadi peluang riil, misalnya semua mahasiswa membawa telepon genggam (HP), tetapi tidak ada yang jual pulsa di kampus. Peluang tersebut bisa berarti langsung artinya langsung bisa dimanfaatkan sebagai kesempatan usaha. Kesempatan bagi mahasiswa berwirausaha terbuka luas, namun masih sangat sedikit yang memanfaatkannya. Mereka lebih memilih keadaan nyaman (comfort 50



zone) daripada mencoba memasuki keadaan ketidakpastian. Diperlukan dorongan dan motivasi agar mereka mau mencoba menapak jalan menjadi wirausaha. Potensi diri Potensi diri merupakan kemampuan, kekuatan, baik yang belum terwujud maupun yang telah terwujud, yang dimiliki seseorang, tetapi belum sepenuhnya terlihat atau dipergunakan secara maksimal. Jadi kalau dihubungkan dengan kewirausahaan berarti kemampuan, kekuatan yang dimiliki seseorang dalam berusaha atau melakukan suatu usaha. Secara umum, potensi dapat diklasifikasikan sebagai berikut. 1) Kemampuan dasar, seperti tingkat intelegensi, kemampuan abstraksi, logika dan daya tangkap. 2) Etos kerja, seperti ketekunan, ketelitian, efisiensi kerja dan daya tahan terhadap tekanan. 3) Kepribadian, yaitu pola menyeluruh semua kemampuan, perbuatan, serta kebiasaan seseorang, baik jasmaniah, rohaniah, emosional maupun sosial yang ditata dalam cara khas di bawah aneka pengaruh luar. Menurut Gardner (2004), potensi yang terpenting adalah intelegensi, sebagai berikut: 1) Intelegensi linguistik, intelegensi yang menggunakan dan mengolah kata-kata, baik lisan maupun tulisan, secara efektif. Intelegensi ini antara lain dimiliki oleh para sastrawan, editor dan jurnalis. 2) Intelegensi matematis-logis, kemampuan yang lebih berkaitan dengan penggunaan bilangan pada kepekaan pola logika dan perhitungan. 3) Intelegensi ruang, kemampuan yang berkenaan dengan kepekaan mengenal bentuk dan benda secara tepat serta kemampuan menangkap dunia visual secara cepat. Kemampuan ini biasanya dimiliki oleh para arsitek, dekorator dan pemburu. 4) Intelegensi kinestetik-badani, kemampuan menggunakan gerak tubuh untuk mengekspresikan gagasan dan perasaan. Kemampuan ini dimiliki oleh aktor, penari, pemahat, atlet dan ahli bedah. 5) Intelegensi musikal, kemampuan untuk mengembangkan, mengekspresikan dan menikmati bentuk-bentuk musik dan suara. Kemampuan ini terdapat pada pencipta lagu dan penyanyi. 6) Intelegensi interpersonal, kemampuan seseorang untuk mengerti dan menjadi 51



peka terhadap perasaan, motivasi, dan watak temperamen orang lain seperti yang dimiliki oleh seseorang motivator dan fasilitator. 7) Intelegensi intrapersonal, kemampuan seseorang dalam mengenali dirinya sendiri. Kemampuan ini berkaitan dengan kemampuan berefleksi (merenung) dan keseimbangan diri. 8) Intelegensi naturalis, kemampuan seseorang untuk mengenal alam, flora dan fauna dengan baik. 9) Intelegensi eksistensial, kemampuan seseeorang menyangkut kepekaan menjawab persoalan-persoalan terdalam keberadaan manusia, seperti apa makna hidup, mengapa manusia harus diciptakan dan mengapa kita hidup dan akhirnya mati. Potensi diri sebaiknya dikembangkan dengan cara berusaha dengan keras. Karena potensi ini tidak akan berpengaruh bila kita tidak berusaha untuk mengembangkan dan mewujudkannya. Potensi Kewirausahaan Potensi utama dalam membangun dan mengembangkan kewirausahaan yang berhasil bermula dari pendidikan dan pengalaman bisnis kecil-kecilan yang dimiliki oleh seseorang (Alma,2008). Dorongan membentuk wirausaha juga dating dari temen pergaulan, lingkungan keluarga, masyarakat, sahabat dimana mereka dapat berdiskusi tentang ide dan masalah yang dihadapi serta cara mengatasinya. Menurut Zimmerer dan Scarborough (2002), mengatakan membuka dan menjalankan sebuah bisnis tidak memberi jaminan bahwa pengusaha akan menghasilkan cukup uang untuk hidup, tapi kesuksesan bisnis dating dari peluang untuk menggunakan potensi diri sepenuhnya. Menumbuhkan jiwa wirausaha mahasiswa dimulai dari minat. Minat merupakan faktor utama yang tidak dimiliki oleh mahasiswa dalam bidang menghasilkan uang. Padahal dari segi manfaat dengan melakukan aktivitas dengan modal utamanya adalah berani, maka selain untuk kepentingan pribadi mahasiswa, juga untuk kepentingan negeri yang membutuhkan kompetensi pribadi-pribadi yang bisa berkontribusi di dalam menanggulangi kemiskinan. Sebagian, ada yang antusias dan bersemangat mengikutinya, dan ada juga yang semangatnya hanya di mulut saja namun tidak di aplikasikan. Di sisi lain, ada yang bersemangat namun dengan alasan tidak memiliki bakat, 52



dan yang lebih parah ada yang tidak tahu sama sekali. Banyak manfaat yang bisa diambil, terutama bagi mahasiswa tingkat akhir untuk mendapat modal dasar mendirikan usaha. Program kewirausahaan diharapkan dapat mengurangi pengangguran intelektual yang tergerak untuk berkompetisi, walaupun dari jumlah lulusannya hanya setengah yang mengaplikasikan proposal secara nyata. Alasan terbesar dari mahasiswa yang tidak ikut bersaing dalam menjalankan usaha adalah tidak berbakat. Hal-hal yang bisa dilakukan untuk merangsang pertumbuhan jiwa wirausaha bisa dilakukan dengan cara menggalakkan arti pentingnya wirausaha dan menghilangkan mitos yang berkembang di mahasiswa bahwa memiliki jiwa tinggi dalam hal wirausaha bukan hanya untuk dijadikan penghuni di kepala namun juga harus dikembangkan dan diaplikasikan. Mengembangkan apa yang tersimpan di otak dengan mencari informasi merupakan hal yang paling utama. Informasi-informasi yang berguna bisa dipelajari untuk melihat peluang bisnis yang bisa diterapkan. Selain karaketristik kewirausahaan, faktor-faktor kontekstual juga seringkali digunakan sebagai ukuran potensi kewirausahaan. Luthje & Franke (2003) menyatakan bahwa salah satu faktor kontekstual yang turut berperan dalam propensitas menangkap peluang berwirausaha adalah ketersediaan dana untuk memulai usaha. Ketersediaan dana ini berhubungan dengan parental role modeling, dimana latar belakang keluarga (orang tua) turut berperan dalam propensitas kewirausahaan. Dalam hal ini, individu (mahasiswa) yang orang tuanya adalah pewirausaha cenderung melaporkan keinginan yang lebih besar untuk memulai usaha baru dibandingkan dengan mereka yang berasal dari latar belakng keluarga dengan orang tua bukan pewirausaha. Di samping itu, status kemahasiswaan juga turut menentukan kecenderungan untuk berwirausaha. Faktor kontekstual yang berhubungan dengan status ini adalah partisipasi dalam kegiatan ekstra kurikuler. Mereka yang terlibat aktif dalam kegiatankegiatan tersebut ditengarai memiliki wawasan yang lebih luas mengenai potensi



53



kewirausahaan, selain karena pengetahuan yang dimiliki, juga karena relatif luasnya jejaring yang dimiliki, dibandingkan mahasiswa yang tidak terlibat dalam aktivitas kemahasiswaan. Karakteristik Kewirausahaan Keberhasilan dalam kewirausahaan ditentukan oleh kebutuhan untuk berprestasi. Mereka yang memiliki motivasi yang tinggi lebih besar kemungkinannya untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang enerjik dan inovatif yang memerlukan perencanaan masa depan dan mencerminkan tanggung jawab individual terhadap luaran tugas yang dilakukan (Collins et al., 2004). Menurut Landi (2013) Seorang wirausaha yang efektif dan sukses akan mempunyai beberapa karakteristik berikut : 1) Percaya diri Wirausaha selalu yakin terhadap dirinya, berpikir bebas dan bersikap independen serta senantiasa bersifat optimis terhadap ramalan dan pandangan masa depan. Berkaitan dengan kepercayaan diri, seorang wirausaha mempunyai mutu kepemimpinan dan sifat dinamis yang pada umumnya mempunyai sikap, kepribadian dan sifat yang positif terhadap diri sendiri dan masa depannya. 2) Berorientasi lingkungan Seorang wirausaha mempunyai hati yang lembut, mudah bergaul dengan berkawan dengan orang-orang di sekelilingnya, tidak membedakan apakah orang tersebut klien, pesaing atau pegawainya. 3) Berorientasi pada tugas Seorang wirausaha akan terus bekerja keras dan mempunyai keinginan dan semangat baja untuk bekerja dan berusaha, selain tahan banting dan bersugguhsungguh dalam daya usahanya. 4) Ide dan Kreatif Seorang wirausaha selalu memikirkan tentang konsep asli atau original dan mempunyai pemikiran yang kreatif serta selalu mencoba memperbaharui barangbarang dan jasa yang telah dicipta dan ditunjukkan di pasaran. Ini memberikan keistimewaan dan kedudukan yang lebih baik dari pesaing-pesaingnya 5) Berorientasikan masa depan Seorang wirausaha senantiasa memandang ke depan dan tidak menoleh ke belakang dalam kegiatannya, seperti memiliki pandangan meluas tentang masa depan dan kesempatan yang ada. Sikap dan pandangan juga selalu positif terhadap kemungkinan masa depan. Seorang wirausaha memandang masa depan dengan penuh harapan dan penuh 54



kesempatan-kesempatan yang tidak boleh di lepaskan. 6) Bersedia mengambil risiko Perusahaan selalu menghadapi risiko disebabklan ketidaktentuan masa depannya. Wirausaha merupakan orang yang senantiasa bersedia menghadapi dan menanggung resikonya maka lebih tinggilah kemungkinan untung dan bukan halangan bagi seorang wirausaha. 7) Kemampuan membuat keputusan Seorang wirausaha merupakan seseorang yang pandai membuat keputusan dan tahu masalah yang bakal dihadapinya di masa depan. Disamping itu, juga dapat mengetahui berbagai informasi yang diperlukan untuk membuat keputusan. Berdasarkan informasi dan keyakinan dirinya, wirausaha dapat membuat keputusan. 8) Berorientasikan



perencanaan



Seorang



wirausaha



selalu



mempunyai



upaya



untuk



merencanakan semua kegiatannya. Perencanaan ini dapat menyelaraskan semua aspek yang berkaitan dengan tindakannya pada masa depan. Hal inilah yang menjadikan seorang wirausaha lebih sistematis dalam kerja dan menjadikan seorang wirausaha bijaksana dalam melaksanakan proyek atau rencananya. 9) Kemampuan mendirikan usaha Wirausaha juga mempunyai keistimewaan dalam mengelola segala kegiatan, pegawai dan perusahaannya. Seorang wirausaha dapan menggunakan potensi yang dimiliki orang-orang disekelilingya untuk mengelola perusahaan dan aktivitasya. Kemampuan membagikan kerja kepada orang bawahan dan sikap mempercayai pegawai dengan sepenuhnya merupakan sikap positif setiap wirausaha yang membantu untuk berhasil. 10) Kemampuan manajemen Seorang wirausaha dikatakan mempunyai kemampuan yang alamiah untuk memimpin dan mengelola organisai dan perusahaan. Wirausaha dapat mewujudkan tim kerja atau kelompok dan dapat memberikan efek yang menyeluruh dalam manajemen dan menjamin keberhasilan perusahaan. Kemampuan menjadi manajer yang baik didasarkan pada kemampuan merencanakan, mengorganisikan, memimpin dan mengawasi, adalah merupakan kualitas manajemen yang harus dimiliki seorang wirausaha. Kemampuan manajemen dapat diuraikan sebagai berikut; 55



1. Kualifikasi diri, menunjukkan bahwa profilnya sesuai untuk seorang wirausaha yang sukses. 2. Kecakapan, menunjukkan bahwa mahasiswa memiliki kualifikasi diri untuk membuka usaha. 3. Keberhasilan, menunjukkan bahwa mahasiswa memiliki potensi keberhasilan untuk membuka usaha. 4. Bekerjasama, menunjukkan bahwa mahasiswa memiliki kemampuan kerja sama yang baik. 5. Keahlian, menunjukkan bahwa mahasiswa memiliki keahlian yang sesuai untuk membuka usaha. Karakteristik Responden Dalam penelitian ini objek penelitian adalah mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana yang dibagi kedalam 3 (tiga) jurusan, dapat dilihat pada Tabel berikut :



Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa responden mempunyai proporsi sama dari tiga jurusan yang ada di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, sedangkan untuk proporsi angkatan tahun 2011 lebih sedikit dikarenakan sudah habisnya mata kuliah yang diambil dibanding angkatan tahun 2012 yang masih banyak masih mengambil perkuliahan. Untuk karakteristik jenis kelamin sebagian besar diperoleh responden perempuan, dikarenakan jumlah mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana sebagian besar perempuan. 1. Kecakapan diri Kecakapan diri berwirausaha responden diukur dengan



56



lima indikator yang terkait dengan kemampuan untuk mewujudkan keberhasilan suatu usaha. Hasil penelitian terlihat pada Tabel berikut.



Pada kecakapan diri, diajukan lima butir pertanyaan, sebagian besar, yaitu empat pertanyaan dijawab “ya” sedangkan pertanyaan “menyusun urutan tingkat kecakapan” (X2.2), direspon dengan rata-rata “tidak. Artinya bahwa, berdasarkan jawaban responden tersebut tercermin sebagian besar responden (mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana) telah memiliki kecakapan diri untuk berwirausaha. 3. Harapan Keberhasilan Harapan terhadap keberhasilan responden diukur dengan 8 indikator yang terkait dengan harapannya untuk menjadi orang yang berhasil setelah lulus kuliah. Terlihat pada Tabel berikut.



57



Harapan akan keberhasilan dimasa yang akan datang, diajukan delapan pertanyaan kepada responden. Rata-rata jawaban responden sebagian besar menjawab “ya” sedangkan dua pertanyaan, yaitu “pertimbangan produk berbeda” (X3.2) dan “keyakinan mendapatkan uang lebih banyak” (X3.7) dijawab “tidak”. Artinya bahwa sebagian besar responden (mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana) telah memiliki harapan akan keberhasilan dimasa datang. 4. Kecakapan kerjasama Keahlian bekerjasama responden diukur dengan delapan indikator yang terkait dengan kemampuannya menjalin kerjasama bisnis dalam berwirausaha. Dapat dilihat pada Tabel berikut. sebagian besar menjawab “ya” sedangkan dua pertanyaan; Apakah mitra usaha anda mempunyai tujuan yang lebih bersifat saling melengkapi daripada saling bertentangan terhadap tujuan perusahaan dan Jika seorang diantara mitra usaha anda gagal melaksanakan tugas (X4.2), adakah mekanisme pemindahan tugas ke tempat yang lebih sesuai (X4.7) 4.2.5. Identifikasi keahlian responden Keahlian responden sangat penting untuk mewujudkan dan meyakinkan keberhasilan usaha. Identifikasi dilakukan terhadap delapan keterampilan bisnis tertentu, dilihat pada Tabel berikut.



58



Berdasarkan hasil identifikasi keahlian responden yang ditanyakan dengan delapan butir pertanyaan tentang keahlian/keterampilan bisnis, ditemukan bahwa sebagian besar responden memberikan jawaban dengan skor di atas rata-rata, kecuali keterampilan ke-3 yaitu “pengembangan produk” memiliki skor di bawah rata-rata (1,69). Berdasarkan kajian tersebut terlihat bahwa responden telah sebagian besar memiliki keterampilan bisnis yang cukup baik untuk berwirausaha. 1. Analisis kualifikasi kewirausahaan Analisis potensi kewirausahaan ini, mengadopsi pola yang dikembangkan oleh Mas’ud dan Mahmud (2006, 217). Jika jawaban responden atas 17 butir pertanyaan dalam kuesioner adalah “ya”, maka dikatakan tercapai skor sempurna. Apabila jawaban “tidak” yang diberikan responden terhadap empat atau lebih (≥ 4) pertanyaan yang yang diajukan, maka minat untuk menjadi wirausaha perlu dipertimbangkan kembali. Berdasarkan data pada Tabel 4.1, jumlah jawaban “ya” “ya” sebanyak 13, sedangkan jawaban “tidak” sebanyak 4. Profil yang dianggap sesuai untuk seorang wirausahawan sukses apabila skor yang dicapai sebesar 14 atau lebih. Berdasarkan 59



perhitunagan tersebut, maka responden kurang memiliki profil yang sesuai untuk menjadi wirausahawan sukses, jika dilihat dari kualifikasi kewirausahaan. Jika ditelusuri lebih jauh, maka jawaban “tidak” diberikan pada pertanyaan; menyukai persaingan bisnis, stamina prima, ketabahan menghadapi masalah dan cara memecahkan masalah. Artinya bahwa, responden belum memahami makna persaingan bagi kemajuan usaha yang akan dikebangkan, faktor kesehatan fisik dan mental yang kurang diyakini akan mampu mendukung pengembangan usaha, kurang tabah jika menghadapi masalah dan kurang memiliki kemampuan dalam memecahkan masalah yang akan terjadi pada usaha yang akan dikembangkan. 2. Analisis kecakapan diri berwirausaha Pada kecakapan berwirausaha, diajukan lima pertanyaan dan satu pertanyaan dijawab dengan “tidak” dan empat pertanyaan dijawab “ya” (Tabel 4.2). Pola yang sama dipergunakan untuk melakukan analisis ini. Pertanyaan yang kurang sesuai dengan kriteria wirausahawan sukses diberikan pada pertanyaan kemampuan menyusun urutan tingkat kecakapan yang diperlukan untuk berwirausaha. Jadi responden belum memiliki skala prioritas untuk menentukan kecakapan apa yang semestinya didahulukan untuk memulai suatu usaha. 3. Analisis harapan keberhasilan Harapan akan keberhasilan ke depan diukur dengan delapan pertanyaan. Responden sebagian besar responden menjawab “y”, kecuali pertanyaan X4.2 dan pertanyaan X4.7. kondisi tersebut menggambarkan bahwa responden belum mampu melakukan pertimbangan inovasi produk agar berbeda dengan produk pesaing, jika akan melakukan kegiatan bisnis. Di sisi lain, responden juga belum memiliki keyakinan bahwa melakukan kegiatan bisnis akan mendapatkan uang lebih banyak dibandingkan dengan kegiatan lain. Masalah ini akan menstimuli sifat dan watak responden untuk lebih menjadi job seeker ketimbang job creator. 4. Analisis kecakapan kerjasama Kecakapan atau keterampilan untuk melakukan kerjasama, diukur dengan delapan pertanyaan dan sebagian besar telah menjawab “ya”, kecuali pertanyaan X.4.2 dan X4.7. kondisi ini mencerminkan bahwa responden belum 60



memiliki pemahaman tentang calon mitra usahanya, apakah calon mitra tersebut mempunyai tujuan yang bersifat saling melengkapi ataukah malah bertentangan terhadap tujuan perusahaan yang akan didirikan. Disamping itu responden juga kurang memikirkan mekanisme pemindahan tugas ke tempat yang lebih sesuai, jika seorang diantara mitra usahanya gagal melaksanakan tugas. Masalah ini menyangkut kemampuan komunikasi internal dan eksternal responden sebagai calon wirausaha. 5. Analisis keahlian/keterampilan bisnis Keahlian atau keterampilan bisnis yang telah dikuasai responden dianalisis dengan mengajukan delapan pertanyaan yang terkait dengan penguasaan keterampilan bisnis responden. Hampir semua keterampilan bisnis telah dikuasai, kecuali keterampilan bisnis ke3 yaitu pengembangan produk yang terkait dengan inovasi dan diferensiasi dengan skor di bawah rata-rata (1,69). Hasil ini sejalan dengan analisis harapan akan keberhasilan di atas bahwa responden kurang memahami pentingnya berinovasi. Kondisi ini akan mempersulit perkembangan usaha responden dalam rangka persaingan dan globalisasi. Implikasi Manajerial Hasil penelitian ini diperoleh implikasi terhadap objek yang diteliti, bahwa potensi mahasiswa mempunyai pengaruh signifikan terhadap pengembangan kemampuan dalam



bidang



kewirausahaan.



Sehingga



peningkatan



dan



pengembangan



potensi



kewirausahaan mahasiswa dapat memberikan kontribusi positif pada pelaksanaan operasional dan kesuksesan kewirausahaan mahasiswa itu sendiri. Mengenai pengaruh karakteristik kewirausahaan mahasiswa diharapkan sudah memiliki beberapa kompetensi yang dapat membantu terwujudnya rencana bisnis yang dibuat. Melalui proses pembelajaran di bangku perkuliahan diharapkan dapat menambah khasanah dan pematangan ide serta konsep kewirausahaan mahasiswa, sehingga nantinya menjadi siap berkompetisi di dunia bisnis Keterbatasan Penelitian Dalam penelitian ini terdapat keterbatasan yang mempengaruhi kondisi dari penelitian yang dilakukan, sehingga dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan tujuan penyempurnaan dan komplesivitas penelitian mendatang. Adapun keterbatasan dalam 61



penelitian ini antara lain: 1) Ruang lingkup penelitian terbatas pada variable potensi dan karakteristik kewirausahaan mahasiswa, sedangkan masih terdapatnya variabel pendukung kewirausahaan lain yang dapat diteliti. 2) Sedikitnya responden yang digunakan dalam penelitian ini dibandingkan dengan jumlah populasi yang ada, dikarenakan oleh keterbatasan waktu dan kemampuan dalam melakukan penelitian ini. Konon standar ideal kuantitas jumlah pengusaha adalah 2 % dari jumlah penduduk dari suatu negara. Ini berarti, pertumbuhan ekonomi suatu negara, sedikit banyak dipengaruhi oleh kewirausahaan. Padahal, saat ini jumlah wirausahawan di Indonesia hanya sekitar 1,6 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Itupun hanya angka kisaran kasar, sebagaimana disampaikan oleh Wakil Ketua Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Bidang Perbankan dan Finansial, Rosan P. Roeslani, dalam acara "Seminar Nasional Modal Ventura 2015: Revitalisasi



Perusahaan



Modal



Ventura



di



Indonesia"



pada



27



April



2015



(bisnis.news.viva.co.id) Pada kesempatan yang sama, Rosan juga menyinggung tentang realitas wirausahawan produktif yang masih relative kecil. Wirausahawan yang produktif dan inovatif hanya 0,2-0,3 persen, jauh dari Malaysia yang sebanyak 2,1 persen, Korea 4,4 persen, Tiongkok 10 persen, Jepang 10 persen, dan Amerika Serikat 12 persen. Hal ini tentu menjadi indicator pertumbuhan ekonomi yang cukup kecil dalam ekonomi mikro Indonesia. Sementara, seakan menegaskan fenomena ini, realitas tingkat pengangguran terdidik yang cukup tinggi menjadi preseden buruk bagi perkembangan wirausaha. Terbatasnya lapangan pekerjaan, seakan memperparah keadaan, dengan sulit terserapnya angkatan kerja yang ada.Selama ini, paradigm yang terbangun di kalangan lulusan perguruan tinggi, masih berorientasi sebagai pencari kerja daripada sebagai pencipta kerja (job creator). Kecenderungan ini, bisa jadi karena sistem pembelajaran di berbagai perguruan tinggi yang masih terfokus pada bagaimana menyiapkan para mahasiswa yang cepat lulus dan mendapatkan pekerjaan, bukan sebaliknya, yang siap menciptakan pekerjaan. Dari sini, 62



Pendidikan tinggi perlu kiranya lebih menyiapkan lulusannya menjadi sarjana yang mampu hidup mandiri, berkreasi, memanfaatkan sains dan teknologi serta seni yang telah dipelajarinya, untuk mampu berkonstribusi dalam sector ekonomi. Di sisi lain, data statistik memperkirakan bahwa dalam sepuluh tahun ke depan, bangsa Indonesia akan mendapat bonus demografi. Bonus Demografi merupakan gejala kependudukan di mana jumlah usia produktif lebih banyak dari pada usia tidak produktif. Pada tahun 2010, proporsi penduduk usia produktif adalah sebesar 66,5 persen. Proporsi ini terus meningkat mencapai 68,1 persen pada tahun 2028 sampai tahun 2031 (www.hukumonline.com). Sehingga 15 tahun yang akan datang, diperkirakan penduduk Indonesia yang produktif lebih banyak daripada penduduk yang tak produktif. Kenyataan ini kemudian meniscayakan dua kemungkinan. Jika usia produktif tersebut diberdayakan menjadi sumber daya manusia yang produktif, maka akan menjadi “berkah” bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Sebaliknya, jika usia produktif ini tidak memiliki kompetensi dan skill yang relevan maka hanya akan menjadi “musibah”, sampah bagi problem demografi. Karena sesuai dengan data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), jumlah penduduk Indonesia dari tahun ke tahun meningkat tajam. Jika pada sensus penduduk tahun 2010 jumlah populasi Indonesia sebesar 237, 6 juta, maka pada tahun 2035 mendatang diperkirakan meningkat menjadi 305,6 juta jiwa. Sebuah lompatan demografi yang luar biasa. Dan kecenderungan ini tidak hanya terjadi di Indonesia saja, dunia secara umum terancam dengan kecenderungan yang disebut over population ini. Fenomena bonus demografi, harus dipahami sebagai sebuah anugrah bagi peningkatan kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi. Pembangunan Sumber daya manusia (SDM) yang produktif harus diupayakan, dalam rangka menyambut anugerah besar tersebut. Dan salah satu semen yang bisa diupayakan adalah pengembangan jiwa wirausaha di kalangan remaja dan generasi muda. Wirausaha, yang menjadi tulang punggung bagi penyerapan tenaga kerja, yang pada akhirnya berkonstribusi pada pertumbuhan ekonomi 63



harus menjadi strategi praktis bagi pelaku kebijakan. Mahasiwa sebagai bagian penting bagi generasi penerus, diharapkan mampu memulai jiwa kewirausahaan ini. Paradigma pencari kerja yang selama ini lebih mendominasi nalar piker kita, harus mampu didongkrak dengan pembangunan semangat kemandirian mahasiswa. Kreatifitas dan inovasi, pada tataran ini menjadi ide dasar bagi pengembangan jiwa wirausaha di kalangan mahasiswa. Penanaman intensi wirausaha di kalangan mahasiswa tentu nya harus didukung oleh factor-faktor yang bisa mempengaruhinya. Hal ini nantinya bisa menjadi alternative pengembangan intense wirausaha tersebut. Beberapa factor yang mempengaruhi intense wirausaha ini diantaranya adalah kebutuhan berprestasi (need for achievement), efikasi diri, dan kesipan instrument. Variabel yang lain yang juga penting, seperti pendidikan, lingkungan, sosialiasi dan lainnya. STAIN Kudus sebagai salah satu Perguruan Tinggi, tentunya juga terundang untuk mengatasi kecenderungan tersebut di atas. Penanaman jiwa wirausaha di kampus, setidaknya member bekal bagi maasiswa setelah lulus nantinya. Terlebih, STAIN kudus memiliki program studi yang sebetulnya terkait erat dengan intense wirausaha ini, yaitu prodi ekonomi syariah (ES) dan Prodi manajemen Bisnis syariah (MBS). Kedua prodi ini diharapkan menjadi kampium bagi implementasi wirausaha di kalangan mahasiswa di STAIN Kudus. Intensi Wirausaha Dalam bahasa Inggris, istilah wirausaha ini seringkali diterjemahkan menjadi entrepreneur atau entrepreneurship. RW Griffin (2004), sebagaimana dikutip Herdiana (2013: 143) menjelaskan wirausaha sebagai keberanian menanggung resiko kepemilikan bisnis dengan pertumbuhan dan ekspansi sebagai tujuan utama. Senada dengan Griffin, Kasmir juga menjelaskan wirausahawan sebagai orang yang berjiwa berani mengambil resiko untuk membuka usaha dalam berbagai kesempatan (Kasmir, 2006: 20). Artinya, seseorang tersebut bermental mandiri dan berani memulai usaha, tanpa diliputi rasa takut atau cemas dalam kondisi ketidak pastian. Sehingga seorang wirausahawan selalu berusaha mencari, memanfaatkan dan menciptakan peluang-peluang usaha yang dapat 64



memberikan keuntungan. Resiko dianggap sebagai sesuatu tantangan untuk memotivasi ketangguhan usaha tersebut. Intensi atau minat merupakan kecenderungan terhadap suatu hal yang disenangi. Minat atau Intensi ini merefleksikan keinginan individu untuk mencoba menetapkan perilaku. Dalam hal ini ada tiga hal yang terkait dengan intensi ini. Pertama, sikap terhadap perilaku. Sikap terhadap perilaku dipengaruhi oleh keyakinan bahwa perilaku tersebut akan membawa kepada hasil yang diinginkan atau tidak diinginkan. Individu yang memiliki keyakinan yang positif terhadap suatu perilaku akan memiliki kecenderungan untuk melakukan tindakan tersebut. Atau dengan kata lain, sikap yang mengarah pada perilaku ditentukan oleh konsekuensi yang ditimbulkan oleh perilaku, yang disebut dengan istilah keyakinan terhadap perilaku. Kedua, norma subjektif. Keyakinan mengenai perilaku apa yang bersifat normatif (yang diharapkan orang lain) dan motivasi untuk bertindak sesuai dengan harapan normatif tersebut membentuk norma subjektif dalam individu. Keyakinan yang mendasari norma subjektif yang dimiliki individu disebut sebagai keyakinan normatif. Ketiga, kontrol perilaku yang disadari. Merupakan keyakinan tentang ada atau tidaknya faktor-faktor yang memfasilitasi dan menghalangi performansi perilaku individu. Kontrol perilaku ditentukan oleh pengalaman masa lalu dan perkiraan individu mengenai seberapa sulit atau mudahnya untuk melakukan perilaku yang bersangkutan. Keyakinan ini didasari oleh pengalaman terdahulu tentang perilaku tersebut, yang dipengaruhi oleh informasi dari orang lain, misalnya dari pengalaman orang-orang yang dikenal/teman-teman. Selain itu juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang meningkatkan atau mengurangi kesulitan yang dirasakan jika melakukan tindakan atau perilaku tersebut. Kontrol perilaku ini sangat penting artinya ketika rasa percaya diri seseorang sedang berada dalam kondisi lemah. Selanjutnya, Riyanti (2008) mengatakan bahwa intensi merupakan posisi seseorang dalam dimensi probabilitas subjektif yang melibatkan suatu hubungan antara dirinya dengan beberapa tindakan. Intensi, menurut Sanjaya (2007) yakni menghubungkan 65



antara pertimbangan yang mendalam yang diyakini dan diinginkan oleh seseorang dengan tindakan tertentu. Selanjutnya intensi adalah kesungguhan niat seseorang untuk melakukan perbuatan atau memunculkan suatu perilaku tertentu. Maka intensi kewirausahaan dapat diartikan sebagai niat atau keinginan yang ada pada diri seseorang untuk melakukan suatu tindakan wirausaha (Wijaya, 2007). Menurut Indarti & Kristiansen (2003) intensi wirausaha seseorang terbentuk melalui tiga tahap yaitu motivasi (motivation), kepercayaan diri (belief) serta ketrampilan dan kompetensi (skill & competence). Setiap individu mempunyai keinginan (motivasi) untuk sukses. Individu yang memiliki need for achievement yang tinggi akan mempunyai usaha yang lebih untuk mewujudkan apa yang diinginkannya. Kebutuhan akan pencapaian membentuk kepercayaan diri (belief) dan pengendalian diri yang tinggi (locus of control). Pengendalian diri yang tinggi terhadap lingkungan memberikan individu keberanian dalam mengambil keputusan dan risiko yang ada (Wijaya; 2007). Kebutuhan Berprestasi Kebutuhan berprestasi merupakan salah satu motif yang melatar belakangi perilaku seseorang. Secara umum, manusia mempunyai kebutuhan untuk lebih baik, berprestasi, menjadi pemenang, kaya dan sebagainya. Hal ini, dalam kajian psikologi dikenal dengan kebutuhan berprestasi atau need for achievement. Secara teoritis, kebutuhan merupakan konstruk mengenai kekuatan di bagian otak yang mengorganisir berbagai proses seperti persepsi, berfikir, dan berbuat untuk mengubah kondisi yang ada dan tidak memuaskan. Kebutuhan ini bisa dibangkitkan oleh proses internal, tetapi lebih sering dirangsang oleh faktor lingkungan. Biasanya, need atau kebutuhan ini dibarengi dengan perasaan atau emosi khusus, dan memiliki cara khusus untuk mengekspresikannya dalam mencapai pemecahannya (Alwisol, 2007: 218) Abraham Maslow merupakan salah satu yang mengungkapkan teori kebutuhan. Maslow menyebutkan bahwa tingkah laku individu berguna untuk memenuhi kebutuhannya, di mana teori ini mempunyai empat prinsip landasan, yaitu (Santoso, 2010: 111): a. Manusia adalah binatang yang berkeinginan b. Kebutuhan manusia 66



tampak terorganisir dalam kebutuhan yang bertingkat-tingkat c. Bila salah satu kebutuhan terpenuhi, kebutuhan lain akan muncul d. Kebutuhan yang telah terpenuhi tidak mempunyai pengaruh, dan kebutuhan lain yang lebih tinggi menjadi dominan. Dalam kebutuhan manusia, Abraham Maslow membagi menjadi lima macam kebutuhan manusia (Santoso, 2010: 112), yaitu: physical needs (kebutuhan-kebutuhan fisik), safety needs (kebutuhan-kebutuhan rasa aman), social needs (kebutuhan-kebutuhan sosial), esteem needs (kebutuhan- kebutuhan penghargaan) dan self actualization (kebutuhan aktualisasi diri). Teori kebutuhan lainnya, juga dinyatakan oleh David McClelland. Teorinya tentang kebutuhan untuk berprestasi (need for achievement) disingkat dengan sebuah symbol yang kemudian menjadi sangat terkenal: n -Ach. Menurut McClelland, orang yang memiliki n-Ach yang tinggi mempunyai kepuasan bukan karena imbalan materi tetapi karena berhasil menyelesaikan pekerjaan dengan baik. Berdasarkan tipe-tipe kebutuhan, maka ada beberapa permedaan dalam teori kebutuhan ini (Calvin, 1993:39). Pertama, ada perbedaan Antara kebutuhan-kebutuhan primer, misalnya kebutuhan akan udara, makan, minum, sex, dan kebutuhan-kebutuhan sekunder misalnya kebutuhan akan pengakuan, prestasi, kekuasaan, otonomi, dan kehormatan. Kedua, membedakan antara kebutuhan-kebutuhan terbuka, misalnya dalam tingkah laku motorik, dan kebutuhan tertutup misalnya dalam dunia fantasi atau mimpi. Ketiga, kebutuhan-kebutuhan yang memusat dan kebutuhan-kebutuhan yang menyebar. Keempat, ada kebutuhankebutuhan proaktif dimana suatu kebutuhan yang bergerak secara spontan, dan kebutuhankebutuhan reaktif dimana akibat dari respon terhadap suatu peristiwa. Kelima, perbedaan antara kegiatan proses, kebutuhan- kebutuhan modal, dan kebutuhan-kebutuhan akibat mengarah pada suatu keadaan yang diinginkan atau hasil akhir. Persiapan Instrumen Ketersediaan informasi usaha merupakan faktor penting yang mendorong keinginan seseorang untuk membuka usaha baru (Indarti, 2004) dan faktor kritikal bagi pertumbuhan dan keberlangsungan usaha. Penelitian yang dilakukan oleh Singh dan Krishna (1994) di 67



India membuktikan bahwa keinginan yang kuat untuk memperoleh informasi adalah salah satu karakter utama seorang wirausaha. Pencarian informasi mengacu pada frekuensi kontak yang dibuat oleh seseorang dengan berbagai sumber informasi. Hasil dari aktivitas tersebut sering tergantung pada ketersediaan informasi, baik melalui usaha sendiri atau sebagai bagian dari sumber daya sosial dan jaringan. Ketersediaan informasi baru akan tergantung pada karakteristik seseorang, seperti tingkat pendidikan dan kualitas infrastruktur, meliputi cakupan media dan sistem telekomunikasi (Kristiansen, 2002). Efikasi Diri Efikasi atau keyakinan diri merupakan kepercayaan bahwa seorang individu mampu dan bisa melakukan sesuatu. Efikasi diri mengacu pada keyakinan sejauh mana individu memperkirakan kemampuan dirinya dalam melaksanakan tugas atau melakukan suatu tugas yang diperlukan untuk mencapai suatu hasil tertentu. Keyakinan akan seluruh kemampuan ini meliputi kepercayaan diri, kemampuan menyesuaikan diri, kapasitas kognitif, kecerdasan dan kapasitas bertindak pada situasi yang penuh tekanan. Efikasi diri akan berkembang berangsur-angsur secara terus menerus seiring meningkatnya kemampuan dan bertambahnya pengalaman-pengalaman yang berkaitan (Ormrod, 2008: 20). Efikasi diri adalah penilaian seseorang tentang kemampuannya sendiri untuk menjalankan perilaku tertentu atau mencapai tujuan tertentu (Ormrod, 2008: 20). Efikasi diri memiliki keefektifan yaitu individu mampu menilai dirinya memiliki kekuatan untuk menghasilkan sesuatu yang diinginkan. Tingginya efikasi diri yang dipersepsikan akan memotivasi individu secara kognitif untuk bertindak secara tepat dan terarah, terutama apabila tujuan yang hendak dicapai merupakan tujuan yang jelas. Menurut bandura (dalam Freidmen, 2006: 2830), ada empat sumber efikasi diri. a. Pengalaman keberhasilan (mastery experience). Keberhasilan yang didapatkan akan meningkatkan efikasi diri yang dimilki seseorang sedangkan kegagalan akan menurunkan efikasi dirinya. Apabila keberhasilan yang didapatkan seseorang lebih banyak karena faktorfaktor di luar dirinya, biasanya tidak akan membawa pengaruh terhadap peningkatan efikasi 68



diri. Akan tetapi, apabila keberhasilan itu didapat melalui hambatan yang besar dan merupakan hasil perjuangan sendiri maka hal itu akan membawa pengaruh terhadap peningkatan efikasidiri. b. Vicarious experience atau modeling, Yaitu meniru pengalaman keberhasilan orang lain yang memiliki kemiripan dengan individu dalam mengerjakan suatu tugas biasanya akan meningkatkan efikasi diri seseorang dalam mengerjakan tugas yang sama. Efikasi tersebut didapat melalui social models yangbiasanya terjadi pada diri seseorang yang kurang pengetahuan tentang kemampuan dirinya sehingga melakukan modeling. Namun efikasi diri yang didapat tidak akan berpengaruh bila model yang diamati tidak memilki kemiripan atau berbeda denganmodel c. Social Persuasion. Yaitu informasi tentang kemampuan yang disampaikan secara verbal oleh seseorang yang berpengaruh biasanya digunakan untuk menyakinkan seseorang bahwa ia cukup mampu melakukan suatu tugas. d. Physiological & emotion state. Yakni kecemasan dan stres yang terjadi dalam diri seseorang ketika melakukan tugas sering diartikan suatu kegagalan. Pada umumnya seseorang cenderung akan mengharapkan keberhasilan dalam kondisi yang tidak di warnai oleh ketegangan dan tidak merasakan adanya keluhan atau gangguan somantik lainnya. a. Pengaruh kebutuhan berprestasi dengan intensi wirausaha Hasil dari korelasi parsial antara kebutuhan berprestasi dengan intensi wirausaha pada mahasiswa ES dapat dijelaskan bahwa, diperoleh angka korelasi sebesar 0, 048. sedangkan angka probabilitas (sig) 0,783 yang dalam hal ini lebih besar dari batas tolerance 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa korelasi tidak signifikan pada taraf 5 % maupun taraf 1%. Dengan demikian hipotesis nihil (H0) diterima dan hipotesis alternative (Ha) ditolak. Sedangkan pada mahasiswa MBS dapat, diperoleh angka korelasi sebesar 0, 075. Sedangkan angka probabilitas (sig) 0,665 yang dalam hal ini lebih besar dari batas tolerance 0,05. Sehingga dapat dipahami bahwa korelasi tidak signifikan, baik pada taraf 5 % maupun taraf 1%. Dengan demikian hipotesis nihil (H0) diterima dan hipotesis alternative (Ha) ditolak. b. 69



Pengaruh persiapan instrumen dengan intensi wirausaha Hasil dari korelasi parsial antara kesiapan instrumen dengan intensi wirausaha pada mahasiswa ES diperoleh angka korelasi sebesar 0,250. Sedangkan angka probabilitas (sig) 0,141 yang dalam hal ini lebih besar dari batas tolerance 0,05. Sehingga terdapat korelasi tidak signifikan pada taraf 5 % maupun taraf 1%. Dengan demikian hipotesis nihil (H0) diterima dan hipotesis alternatif (Ha) ditolak. Sedangkan pada mahasiswa MBS, diperoleh angka korelasi sebesar 0, 192. Sedangkan angka probabilitas (sig) 0,262 yang dalam hal ini lebih besar dari batas tolerance 0,05. Sehingga korelasi tidak signifikan pada taraf 5 % maupun taraf 1%. Dengan demikian hipotesis nihil (H0) diterima dan hipotesis alternatif (Ha) ditolak. c. Pengaruh efikasi diri dengan intensi wirausaha Hasil dari korelasi parsial antara efikasi diri dengan intensi wirausaha pada mahasiswa ES, diperoleh angka korelasi sebesar 0, 383. Sedangkan angka probabilitas (sig) 0,021 yang dalam hal ini lebih kecil dari batas tolerance 0,05. Sehingga korelasi signifikan pada taraf 5 % maupun taraf 1%. Dengan demikian hipotesis nihil (H0) ditolak dan hipotesis alternative (Ha) diterima. Sedangkan pada mahasiswa MBS, diperoleh angka korelasi sebesar 0, 537. Sedangkan angka probabilitas (sig) 0,001 yang dalam hal ini lebih kecil dari batas tolerance 0,05. Sehingga korelasi tidak signifikan pada taraf 5 % maupun taraf 1%. Dengan demikian hipotesis nihil (H0) ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima. Analisis Korelasi ganda dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh secara bersama-sama variabel kebutuhan berprestasi (X1), persiapan instrumen (X2) dan Efikasi diri (X3) terhadap intense wirausaha (Y) Dari data di atas, diperoleh nilai koefiensi korelasi ganda sebesar dengan nilai F sebesar 3.022. Untuk mengetahui signifikasi, dapat dibandingkan tingkat signifikansi 0,043 lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa secara bersama-sama, kebutuhan berprestasi (X1), persiapan instrumen (X2) dan efikasi diri (X3) pada mahasiswa MBS berpengaruh signifikan terhadap Intensi wirausaha (Y). Hasil regresi dari persamaan regresinya berdasarkan pengolahan SPSS didapatkan nilai B1= -0,119, B2= 0,321 dan B3= 70



0,346 dan besarnya konstansta = 15,746. Berdasarkan harga-harga tersebut, untuk menunjukkan sumbangan setiap harga X dari seluruh harga X dan Y maka dibuat persamaan regresinya Y= 15,746 - 0,119X1 + 0,321 X2 + 0,346X3. Persamaan garis regresi tersebut menunjukkan rasio Y akan menurun sebesar 0,119/unit bila X1 meningkat satu unit, variabel Y akan meningkat 0,321/unit bila nilai X2 meningkat satu unit, dan Nilai Y akan meningkat 0,346/unit jika X3 meningkat satu unit. Sedangkan untuk mengetahui besarnya presentase variabel bebas atau variabel prediktornya terhadap variabel terikat, diperoleh nilai koefisien determinasi (R square) sebesar, 0,216. Selanjutnya nilai tersebut dikalikan 100, sehingga diperoleh prosentasi pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat adalah 21,6 %. Sedangkan 78,4% (100%-21,6%) dipengaruhi oleh variabel lain. Dari data di atas, diperoleh nilai koefiensi korelasi ganda sebesar dengan nilai F sebesar 6.963. Untuk mengetahui signifikasi, dapat dibandingkan tingkat signifikansi 0,001 lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa secara bersama-sama, kebutuhan berprestasi (X1), persiapan instrumen (X2) dan efikasi diri (X3) pada mahasiswa MBS berpengaruh signifikan terhadap Intensi wirausaha (Y). Hasil regresi dari pengolahan SPSS, diketahui B1= -0,240, B2= 0,312 dan B3= 0,528 dan besarnya konstansta = 14,864. Berdasarkan harga-harga tersebut, untuk menunjukkan sumbangan setiap harga X dari seluruh harga X dan Y maka dibuat persamaan regresinya Y= 14,864 + -0,240X1 + 0,312 X2 + 0,528X3. Persamaan garis regresi tersebut menunjukkan rasio Y akan menurun sebesar 0,240/unit bila X1 meningkat satu unit, variabel Y akan meningkat 0,312/unit bila nilai X2 meningkat satu unit, dan Nilai Y akan meningkat 0,528/unit jika X3 meningkat satu unit. Sedangkan untuk mengetahui besarnya presentase variabel bebas atau variabel prediktornya terhadap variabel terikat, diperoleh nilai koefisien determinasi (R square) sebesar, 0,388. Selanjutnya nilai tersebut dikalikan 100, sehingga diperoleh prosentasi pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat adalah 38,8%. Sedangkan 61,2% (100%-38,8%) dipengaruhi oleh variabel lain. 71



Implikasi Penelitian Berdasar hasil analisis korelasi sederhana antar variabel, dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Berdasar analisis korelasi parsial, dapat dijelaskan bahwa korelasi variabel kebutuhan berprestasi terhadap intensi wirausaha adalah tidak signifikan. Hal ini berlaku untuk kedua kelompok, baik mahasiswa ES maupun MBS. Nilai signifikansi masing-masing kelompok di bawah nilai 0, 05, yakni 0,783 untuk mahasiswa ES dan 0,665 untuk mahasiswa MBS. Dengan demikian variabel kebutuhan berprestasi tidak berpengaruh signifikan terhadap intensi wirausaha. Hal ini boleh jadi karena kebutuhan berprestasi merupakan sesuatu yang “kurang” begitu dianggap penting bagi mahasiswa dalam meningkatkan intensi wirausaha. 2. Pada variabel kesiapan instrument pun menunjukkan angka siginifikansi yang lebih besar dari nilai 0,05. Sehingga bisa dipahami bahwa kesiapan instrument tidak berpengaruh signifikan terhadap intense wirausaha mahasiswa. Hal ini bisa dijelaskan dengan fenomena mahasiswa yang tidak semuanya memiliki kesiapan instrumen. Apalagi bagi mahasiswa yang orientasi studinya besar. Mereka tidak berani ‘nyambi’ bekerja ataupun berwirausaha. Dalam segi modalpun boleh di kata mahasiswa masih sangat jauh dari akses modal, mengingat realitas ekonomi mahasiswa STAIN Kudus yang bisa disebut menengah ke bawah. Sehingga kesiapan instrument tidak dianggap penting bagi mahasiswa untuk meningkatkan intense berwirausaha. 3. Lain halnya dengan variabel efikasi diri. Kedua kelompok, baik mahasiswa ES maupun mahasiswa MBS, memiliki korelasi yang signifikan terhadap variabel intensi wirausaha mahasiswa. Masingmasing nilai signifikansinya, yaitu 0,021 untuk mahasiswa ES dan 0,001 untuk mahasiswa MBS. Hal ini bisa dijelaskan bahwa kepercayaan diri menjadi modal utama bagi mahasiswa dalam melakukan kegiatan wirausaha. Pengamatan sederhana menunjukkan bahwa cukup kepercayaan diri yang kuat untuk menciptakan intense wirausaha. Hal ini kiranya positif bagi upaya pengembangan semangat wirausaha di kalangan mahasiswa. Perlu pelatihan dan dorongan, khsusnya dari dosen maupun kampus untuk melakukan motivasi bagi mahasiswa dalam berwirausaha. Dari analisis korelasi parsial di 72



atas memberikan penjelasan bahwa secara parsial, hanya variabel efikasi diri yang secara parsial berpengaruh terhadap intensi wirausaha bagi mahasiswa. Dalam implikasi penelitian, pada mahasiswa ES, intensi wirausaha akan akan menurun sebesar 0,119/unit bila kebutuhan berprestasi meningkat satu unit. Intensi wirausaha akan meningkat 0,321/unit bila nilai persiapan intrumen meningkat satu unit. Demikian juga halnya, nilai intensi wirausaha mahasiswa akan meningkat 0,346/unit jika efikasi diri mahasiswa meningkat satu unit. Pada fenomena mahasiswa MBS, menampakkan kecenderungan yang sama. Yakni intensi wirausaha akan menurun sebesar 0,240/unit bila kebutuhan berprestasi meningkat satu unit. Intensi wirausaha akan meningkat 0,312/unit bila nilai persiapan intrumen meningkat satu unit. Demikian juga halnya, nilai intensi wirausaha mahasiswa akan meningkat 0,528/unit jika efikasi diri mahasiswa meningkat satu unit. Dari kedua data tersebut, variabel efikasi diri memberikan kontribusi yang paling besar terhadap intense wirausaha, baik bagi mahasiswa ES maupun MBS. Sebaliknya variabel kebutuhan berprestasi keduanya memiliki kontribusi negatif terhadap intensi wirausaha mahasiswa. Selanjutnya secara bersama-sama pada mahasiswa ES ketiga variabel independen berpengaruh terhadap intensi wirausaha sebesar 21,6 %. Selebihnya, sebanyak 78,4% dipengatuhi oleh variabel lain. Senada dengan hal ini, pada mahasiswa MBS secara bersama-sama pada mahasiswa ES ketiga variabel independen berpengaruh terhadap intensi wirausaha sebesar 38,8 %. Selebihnya, sebanyak 61,2 dipengaruhi oleh variabel lain. Dari sini bisa dibandingkan bahwa pengaruh kebutuhan berprestasi, persiapan instrument dan efikasi diri berbengaruh terhadap intense wirausaha mahasiswa MBS lebih besar dari pada mahasiswa ES. Meskipun pengaruh ketiga variabel tersebut tidak begitu besar perbedaan angkanya, namun setidaknya memberi gambaran terhadap kecemderungan antara mahasiswa ES dan MBS. Kecenderungan ini bisa dijelaskan dengan dua hal. Pertama, nama program studi itu sendiri. Program studi manajemen Bisnis Syariah (MBS) lebih menekankan pada bidang bisnis atau usaha. Hal ini berbeda dengan 73



Ekonomi Syariah yang lebih berbicara bidang ekonomi secara umum. Kedua, realitas ini kemudian mempengaruhi sistem nilai yang dimiliki oleh mahasiswa. Mahasiswa MBS merasa lebih percaya diri dalam berbisnis atau berwirausaha. Hal ini juga bisa dilihat dari nilai regresi yang nilainya cukup besar bagi mahasiswa MBS daripada mahasiswa ES. Kebutuhan berprestasi dan persiapan instrumen tidak berpengaruh terhadap intensi wirausaha, baik mahasiswa Prodi ES maupun mahasiswa Prodi MBS STAIN Kudus. Sedangkan efikasi diri berpengaruh signifikan terhadap intensi wirausaha, baik mahasiswa Prodi ES maupun mahasiswa Prodi MBS STAIN Kudus. Kebutuhan berprestasi, persiapan instrument dan efikasi diri secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap intensi wirausaha mahasiswa Prodi ES dan MBS STAIN Kudus. Ketiga variabel independen berpengaruh terhadap intensi wirausaha sebesar 21,6 %. Selebihnya, sebanyak 78,4% dipengatuhi oleh variabel lain. Sedangkan pada mahasiswa MBS secara serempak atau bersama-sama ketiga variabel independen berpengaruh terhadap intensi wirausaha sebesar 38,8 %. Selebihnya, sebanyak 61,2 % dipengaruhi oleh variabel lain. Penelitian ini berjudul Enterpreneurship Bagi Mahasiswa: Antara Bisnis dan Kebutuhan Hidup (Studi Kasus Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiah Al-Amin Kreo Tangerang) . Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan tujuh narasumber mahasiswa yang masih aktif berkuliah serta melakukan aktivitas bisnis. Penelitian fokus pada latar belakang mahasiswa berwirausaha ditinjau dari lingkungan pendidikan, ekspektasi pendapatan, dan motivasi. Penelitian juga membahas tentang proses mahasiswa dalam menciptakan usahanya. Temuan dalam penelitian ini menunjukan bahwa mahasiswa wirausahawan memilih untuk berwirausaha karena pengaruh latar belakang motivasi untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Faktor eksternal seperti lingkungan keluarga, pendidikan, ekspektasi pendapatan memiliki peran dalam mendorong intensi berwirausaha mahasiswa. Mahasiswa menciptakan usaha yang mudah untuk dijalankan sambil berkuliah. 74



Mahasiswa wirausahawan menciptakan usaha dengan ide yang berasal dari realita kehidupan seharihari dan dari passion atau hobi mereka. Mereka membutuhkan partner dalam membangun usahanya. Dalam proses menciptakan usaha mahasiswa memiliki hambatan seperti keterbatasan modal, keterbatasan waktu dan pengelolaan awal usaha yang masih kacau. Kebijakan pemerintah yang berpihak pada pengembangan budaya kewirausahaan sudah dimulai sejak tahun 1995 dan terus berkembang hingga kini.1 Di awal kebijakan tersebut Presiden Republik Indonesia (RI) saat itu menginstruksikan kepada seluruh masyarakat dan bangsa Indonesia untuk mengembangkan programprogram kewirausahaan. Sejak saat itu gerakan pendidikan kewirausahaan mulai diprogramkan oleh berbagai organisasi, baik organisasi bidang pendidikan dasar, menengah dan pendidikan tinggi, serta organisasi pemerintah dan swasta. Melalui gerakan ini diharapkan budaya kewirausahaan dapat menjadi bagian etos kerja masyarakat dan bangsa Indonesia, yang pada akhirnya dapat dilahirkan wirausahawirausaha baru yang andal, tangguh dan mandiri.2 Dewasa ini, banyak perguruan tinggi di Indonesia yang telah memasukkan mata kuliah kewirausahaan ke dalam kurikulum mereka sebagai salah satu mata kuliah pokok yang wajib diikuti oleh seluruh mahasiswa. 3. Pendidikan kewirausahaan tidak hanya memberikan landasan teoretis mengenai konsep kewirausahaan tetapi membentuk sikap, perilaku, dan pola pikir (mindset) seorang wirausahawan (entrepreneur). 4 Hal ini merupakan investasi modal manusia untuk mempersiapkan para mahasiswa memulai bisnis baru melalui integrasi pengalaman, keterampilan, dan pengetahuan penting untuk mengembangkan dan memperluas sebuah bisnis.5 Pendidikan kewirausahaan juga dapat meningkatkan minat para mahasiswa untuk memilih kewirausahaan sebagai salah satu



75



pilihan karier selain pilihan karier menjadi pegawai swasta, PNS, atau pegawai BUMN di mana secara signifikan dapat mengarahkan sikap, perilaku, dan minat ke arah kewirausahaan.6 Sejak dicanangkannya pendidikan kewirausahaan hingga saat ini, subtansi dari model pendidikan ini banyak mendiskusikan atau seringkali dikonotasikan dengan pendidikan bisnis. Hal ini dapat dilihat dari kurikulum pendidikan kewirausahaan yang disiapkan oleh sebagian besar penyelenggara pendidikan kewirausahaan. Kurikulum pendidikan kewirausahaan umumnya berisi materi dan aktivitas yang berhubungan dengan membangun sikap mental kewirausahaan, melatih keterampilan berkomunikasi, membangun jejaring dan menyusun rencana bisnis yang berorientasi pada keuntungan. Oleh karena itu tidaklah mengherankan ketika suatu perguruan tinggi mewajibkan mata kuliah kewirausahaan bagi seluruh mahasiswanya.7 Optimisme, sikap nilai dan status kewirausahaan atau keberhasilan8 Keberhasilan wirausahawan ditentukan oleh perilaku kewirausahaan.9 Perilaku kewirausahaan dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal, faktor internal yaitu hak kepemilikan, kemampuan/kompetensi dan insentif, sedangkan faktor eksternal meliputi lingkungan, dimana faktor yang berasal dari lingkungan di antaranya adalah kebijakan pemerintah, model peran, peluang, pesaing, dan sumber daya.10 Wirausaha merupakan orang yang menciptakan sebuah bisnis yang berhadapan dengan risiko dan ketidakpastian, bertujuan memperoleh profit dan mengalami pertumbuhan dengan cara mengidentifikasi kesempatan dan memanfaatkan sumber daya yang diperlukan. Dewasa ini, banyak kesempatan untuk berwirausaha bagi setiap orang yang jeli melihat peluang bisnis tersebut. Karier kewirausahaan dapat mendukung kesejahteraan masyarakat yaitu menghasilkan imbalan finansial yang nyata.11 Fenomena entrepreneur di kalangan anak muda dalam beberapa tahun terakhir semakin populer. Apalagi, dengan banyaknya seminar motivasi, buku-buku bacaan serta pemberitaan yang mengupas seputar kesuksesan pelaku usaha sehingga mendorong mereka untuk terjun dalam dunia bisnis.12 Bisnis di kalangan 76



mahasiswa kini sangat menjamur, selain menjadi mata kuliah pilihan di berbagai Fakultas. Hal ini seakan sudah menjadi tren, istilahnya “gak bisnis gak keren”. Skalanya pun bervariasi, dari yang kecil-kecilan seperti jualan pulsa sampai yang besar seperti membuat koskosan. Keinginan mahasiswa tersebut memang beragam, ada yang memang ingin serius bisnis karena untuk mencukupi kebutuhan, ikut-ikutan, mengisi waktu luang dan sebagainya.13 Agar bisnis dapat berkembang, maka harus dikelola dengan baik. Rasulullah SAW telah memberikan contoh yang dapat diteladani dalam berbisnis yaitu: 1;Kejujuran, 2;Keadilan, 3;Barang atau produk yang dijual haruslah barang yang halal, baik dari segi dzat nya maupun cara mendapatkannya, dan 4; Tidak ada unsur penipuan. Selain itu, bisnis harus dilakukan berdasarkan etika. Etika bisnis dalam syari’ah Islam adalah akhlak dalam menjalankan bisnis sesuai dengan nilai-nilai Islam dan sebagai rambu-rambu dalam melakukan transaksi agar tetap berjalan dalam koridor nilai-nilai Islam sehingga dalam melaksanakan bisnisnya tidak perlu ada kekhawatiran, sebab diyakini sebagai sesuatu yang baik dan benar.14 Menjadi seorang entrepreneur adalah sebuah pilihan menjalankan bisnis untuk memenuhi kebutuhan hidup, karena sebagian dari mereka menjalankan bisnis untuk bisa membiayai pendidikan kuliah dengan hasil usahanya sendiri dan membiaskan hidup mandiri tanpa ingin membebani orang lain.15 Sebagaimana di ketahui bahwa alQur’an adalah sumber nilai sumber dari segala sumber untuk pegangan hidup umat Islam. Maka terkait itu, al-Qur’an telah membicarakan bisnis, sekaligus merupakan bukti bahwa Islam memberikan perhatian terhadap bisnis sebagai prata sosial. Bahkan al-Qur’an juga memotivasi usaha komersial dan perdagangan dengan cara memberikan keberanian atau semangat untuk berwiraswasta.16 Dalam al-Qur’an, bisnis dijelaskan melalui kata “tijarah” yang mencakup dua makna, yaitu: pertama, perniagaan secara umum yang mencakup perniagaan antara manusia dengan Allah. Ketika seseorang memilih petunjuk dari Allah, mencintai Allah dan Rasul-Nya, berjuang di jalan-Nya dengan harta dan jiwa, membaca kitab Allah, mendirikan 77



salat, menafkahkan sebagian rezekinya, maka itu adalah sebaik-baiknya perniagaan antara manusia dengan Allah. Dalam salah satu ayat al-Qur’an dijelaskan bahwa ketika seseorang membeli petunjuk Allah dengan keesaan, maka ia termasuk seseorang yang beruntung. Terkait entrepreneurship mahasiswa yang dijalankannya sambil berkuliah maka peneliti mewawancarai salah satu mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiah Al-Amin Kreo Tangerang. Sebut saja Narasumber C, C mulai berbisnis “Warung Nasi Sambal Gledek” sejak semester 7 (tujuh) di toko sekitar kawasan jalan pesantren pada sore hingga malam hari. Pemilihan brand produknya pun berasal dari namanya sendiri agar lebih mudah dikenal. Sebelum berjualan ayam goreng di Warung Sambal Geledek, C sempat berjualan buah-buahan. Semenjak semester 1 (satu), C memang sudah bekerja di salah satu perusahaan jasa pembersih ruangan sebagai asisten manager. Namun, pekerjaan tersebut tidak berlangsung lama karena ternyata mengganggu waktu kuliahnya.17Alasan kenapa C mulai berbisnis adalah karena desakan kebutuhan hidup, bagaimana ia bisa memperoleh pendapatan atau gaji tanpa harus mengganggu kuliahnya. Dari sini, C memutuskan untuk berbisnis. Bisnis yang sampai sekarang masih ia tekuni adalah usaha warung sambal geledeknya. Usahanya ini sudah berjalan lebih dari satu tahun, dan dari usahanya itu ia bisa membiayai kuliahnya sendiri bahkan bisa membeli barang-barang yang dapat menunjang perkuliahan, seperti sepeda motor, laptop, modem, dan lain-lain. Modal awal berasal dari hasil usaha bisnis dan gaji yang sebelumnya ia peroleh. Promosi dilakukan melalui media sosial dan dari mulut ke mulut, khususnya antar-mahasiswa STIT Al-Amin Kreo Tangerang. Sedangkan untuk kemampuan kewirausahaannya ia dapatkan dari proses perjalanan bisnisnya karena dilakukan secara otodidak. Terkait dengan persoalan diatas, peneliti membahas entrepreneurship di kalangan mahasiswa sebagai bisnis dan kebutuhan hidup serta kaitan nya dengan pendidikan. Hal ini mengingat sudah banyak dikalangan mahasiswa yang berkecimpung di dunia kewirausahaan yang menjadikannya 78



sebagai bisnis dan kebutuhan hidup. Penelitian ini mengambil studi kasus. Sebagai salah satu varian dalam penelitian kualitatif, studi kasus memberikan uraian dan penjelasan komprehensif mengenai suatu setting tertentu, dokumen, atau suatu kejadian tertentu.18 Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti mengidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut: 1) Terdapat mahasiswa yang melakukan aktivitas bisnis di kalangan mahasiswa STIT Al-Amin Kreo Tangerang; 2) Kecenderungan mahasiswa STIT Al-Amin menjalankan entrepreneurship saat masih menjalankan pendidikan di bangku kuliah; 3) Korelasi bisnis dengan kebutuhan hidup mahasiswa. Penelitian ini membataskan bahasannya pada aktivitas entrepreneurship pada mahasiswa Sekolah Tingi Ilmu Tarbiah (STIT) Al-Amin Kreo Tangerang Dalam membahas aktivitas entrepreneurship mahasiswa STIT Al-Amin Kreo Tangerang, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Sebab dalam penelitian kualitatif, peneliti mengkaji sesuatu dalam setting natural dan menafsirkan fenomena terkait dengan makna. Penelitian kualitatif sebagaimana yang dikatakan oleh Sharan B. Merriam, memiliki empat karakteristik utama yaitu: 1) Menekankan pada proses, pemahaman, dan makna; 2) Peneliti berfungsi sebagai instrumen utama dalam pengumpulan dan analisis data; 3) Proses bersifat induktif; 4) Hasilnya bersifat deskripsi yang kaya.19 Penelitian Kualitatif bersifat induktif, peneliti membiarkan permasalahanpermasalahan muncul dari data atau dibiarkan terbuka untuk interpretasi. Data dihimpun dengan pengamatan yang saksama , mencakup deskripsi dalam konteks yang mendetail disertai catatan-catatan hasil wawancara yang mendalam, serta hasil analisis dokumen dan catatan-catatan. Penelitian kualitatif mempunyai dua tujuan utama, yaitu 1) Menggambarkan dan mengungkapkan (to describe and explore); 2) Menggambarkan dan menjelaskan (to describe and explain). Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai itulah maka penelitian kualitatif menggunakan instrumen pengumpulan data yang sesuai dengan tujuannya.20 Dalam menganalisis data, penelitian ini mengacu pada prosedur analisis data Milles dan Hubermen. Menurut Milles dan Hubermen, 79



analisis data dalam penelitian kualitatif, secara umum dimulai sejak pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Unsurunsur metodologi dalam prosedur ini sekaligus mencerminkan komponen-komponen analisis yang bersifat interaktif.21 Kegiatan analisis selama pengumpulan data dimaksud untuk menetapkan fokus di lapangan, menyusun temuan sementara, pembuatan rencana pengumpulan data berikutnya, pengembangan pernyataan-pernyataan analitis dan penetapan sasaran-sasaran data berikutnya. Kemudian dari pengumpulan data (data collection) tersebut, direduksi



(data



reduction)



sebagai



upaya



pemilihan



pemusatan



perhatian



pada



penyederhanaan, dan mengabstrakkan data-data lapangan.22 Kemudian dari Sebab dalam penelitian kualitatif, peneliti mengkaji sesuatu dalam setting natural dan menafsirkan fenomena terkait dengan makna. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus. Sebagai salah satu varian dalam penelitian kualitatif, studi kasus memberikan uraian dan penjelasan komprehensif mengenai suatu setting tertentu.23 Beberapa jenis observasi partisipan, mulai dari orientasi yang paling aktif sampai yang paling pasif adalah cara peneliti memposisikan diri saat melakukan penelitian kualitatif. Namun, observasi partisipan tidak dengan sendirinya merupakan metode pengumpulan data. Peneliti masih harus melakukan beberapa kegiatan khusus untuk mengumpulkan data: 1. Interview atau wawancara terstruktur. Wawancara dapat berlangsung dalam berbagai bentuk, namun demi menjaga argumen, maka penulis dapat mempertimbangkan semua bentuk ke dalam wawancara terstruktur. Semua wawancara melibatkan interaksi antara pewawancara dan peserta (atau orang yang diwawancarai). Wawancara terstruktur dengan hati-hati menuliskan interaksi. Dalam metode wawancara ini peneliti akan menggunakan kuesioner formal yang mencantumkan setiap pertanyaan yang harus ditanyakan. Kedua, peneliti secara formal akan mengadopsi peran pewawancara, mencoba mendapatkan tanggapan dari orang yang diwawancarai. Ketiga, peneliti sebagai pewawancara akan mencoba untuk mengadopsi 80



perilaku dan perilaku konsisten yang sama saat mewawancarai setiap peserta. 2. Observation Observasi menjadi cara yang sangat berharga untuk mengumpulkan data karena apa yang dilihat dengan mata kepala sendiri dan dirasakan dengan indra sendiri yang mungkin tidak dilihat orang lain. Observasi ialah studi yang disengaja dan sistematis tentang fenomena sosial dan gejala-gejala psikis dengan jalan pengamatan dan pencatatan. Selanjutnya dikemukakan tujuan observasi ialah mengerti ciri-ciri dan luasnya signifikansi dari interelasinya elemen-elemen tingkah laku manusia pada fenomena sosial serba kompleks dalam pola-pola kultur tertentu Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi melihat lokasi penelitian yaitu beberapa tempat aktivitas mahasiswa di Sekolah Tingi Ilmu Tarbiah (STIT) Al-Amin Kreo Tangerang dan melihat langsung kegiatan usaha yang sedang dijalani dan dikelola oleh mahasiswa tersebut. Untuk menetapkan keabsahan data, diperlukan teknik pemeriksaan. Pelaksanaan teknik pemerikasaan didasarkan pada sejumlah kriteria tertentu. Ada empat kriteria yang digunakan, yaitu derajat kepercayaan (kredibilitas), keteralihan (transferbility), ketergantungan (dependability), dan kepastian (confirmability). Teknik analisis data Menurut Moleong, ada tiga model analisis data kualitatif, yaitu metode perbandingan tetap yang ditemukan oleh Glaser dan Strauss, yang kedua model analisis data menurut Spradley, dan yang ketiga adalah analisis data menurut Miles dan Huberman.24 Dalam penelitian ini analisis data menggunakan model Miles dan Huberman. Analisis data dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Aktivitas dalam analisis data pada penelitian ini meliputi: 1. Reduksi Data Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak maka perlu dicatat secara rinci dan teliti. Semakin lama peneliti di lapangan, maka jumlah data akan semakin banyak. Untuk itu perlu segera dilakukan analisis data melalui reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan kepada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dalam penelitian ini reduksi dilakukan dengan mengumpulkan data, 81



memilih data yang penting, memberi kode pada data tersebut dan meringkasnya dalam bentuk tabel reduksi. 2. Penyajian Data Dalam penelitian kualitatif penyajian data ini dapat dilakukan dalam bentuk tabel, grafik, phie chard, pictogram dan sejenisnya. Melalui penyajian data tersebut, maka data akan terorganisasi, tersusun dalam pola hubungan, sehingga akan semakin mudah dipahami. Dalam penelitian ini penulis membuat penyajian data ke dalam bentuk narasi dan diringkas dalam bentuk diagram alur. Menarik Kesimpulan Langkah selanjutnya dalam analisis data kualitatif adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Hal yang dilakukan penulis yaitu menarik kesimpulan dari hasil penelitian yang sudah ditemukan dan disesuaikan dengan rumusan masalah penelitian kondisi pasar menjadi suatu potensi yang dapat dimanfaatkan oleh mahasiswa untuk berwirausaha. Sekarang banyak mahasiswa yang telah terjun kedalam dunia bisnis dan mereka lakukan sambil belajar di kampus. Mahasiswa memanfaatkan apa saja yang dapat menunjang kemajuan bisnis mereka. Mereka membuat usaha dengan berbagai alasan yang menguatkan niatnya. Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiah Al-Amin Kreo Tangerang sebagai salah satu perguruan tinggi yang ada di Tangerang Selatan didapati beberapa dari kalangan mahasiswa nya yang melakukan aktivitas bisnis. Dari bisnis kuliner hingga bisnis barang dan jasa. Berdasarkan hasil wawancara terhadap tujuh mahasiswa yang berwirausaha, maka diketahui latar belakang para wirausahawan ditinjau dari pendidikan, ekspektasi pendapatan, dan motivasi sebagai berikut: a. Pendidikan Pengaruh pendidikan kewirausahaan selama ini telah dipertimbangkan sebagai salah satu faktor penting untuk menumbuhkan dan mengembangkan hasrat, jiwa dan perilaku berwirausaha di kalangan generasi muda.25 Apabila pendidikan memadai, maka seseorang akan siap untuk menjadi seorang wirausaha dan memimpin anak buahnya. Latar belakang pendidikan seseorang terutama yang terkait dengan bidang usaha, seperti bisnis dan 82



manajemen atau ekonomi dipercaya akan mempengaruhi keinginan dan minatnya untuk memulai usaha baru di masa mendatang. Sebuah studi dari India membuktikan bahwa latar belakang pendidikan menjadi salah satu penentu penting intensi kewirausahaan dan kesuksesan usaha yang dijalankan.26 Mengenai hal tersebut Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiah Al-Amin Kreo Tangerang yang menyatakan bahwa pendidikan kewirausahaan sangat penting karena kurikulum saat ini harus ada ciri khas dan muatan lokal, terutama yang diwajibkan adalah yang terkait dengan program pendidikan itu sendiri dan semua program pendidikan apapun harus memberikan materi-materi kewirausahaan. Di kampus ini sudah mulai diterapkan pada materi kewirausahaan berdasarkan SNDIKTI (Standar Nasional Pendidikan Tinggi Kewirausahaan) dan jika sudah terprogram kurikulum kewirausahaan akan diberikan SKPI (Surat Keterangan Pendamping Ijazah) ini akan menjadi nilai tambah bagi jurusan tarbiah.27Pendidikan kewirausahaan bertujuan meningkatkan pengetahuan kewirausahaan mahasiswa yaitu melalui sikap, pengetahuan dan keterampilan yang tertanam dalam kewirausahaan. Pendidikan yang berwawasan kewirausahaan, adalah pendidikan yang menerapkan prinsip-prinsip dan metodologi ke arah pembentukan kecakapan hidup (life skill). Semakin banyak penyediaan-penyediaan pengalaman dan penguasaan mengenai kewirausahaan dengan melibatkan mereka dalam kegiatan belajar, pengembangan rencana bisnis, dan menjalankan usaha kecil yang diberikan kepada individu/mahasiswa, maka semakin tinggi niatnya untuk berwirausaha. KKNI yang mengacu pada Kurikulum Temaresadiksti dan Diktis Kementerian Agama, mahasiswa tidak hanya menguasai bidang ilmu keagamaan tetapi dia juga menguasai disiplin ilmu lain selain ilmu yang linear dengan jurusannya salah satu diantaranya ialah ilmu kewirausahaan maka itu nanti kedepannya lulusan STIT (Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiah Al-Amin Kreo Tangerang) Al-Amin ini akan punya Surat Keterangan Pendamping Ijazah (SKPI), yang nanti akan ada kemampuan kewirausahaan mahasiswa dan ini sesuai dengan acuan pemerintah.28 Dari pemaparan diatas 83



pendidikan kewirausahaan hendaknya bisa dipertimbangkan sebagai salah satu faktor penting untuk menumbuhkan pola pikir dan jiwa entrepreneur pada mahasiswa, sehingga mahasiswa secara sadar memiliki keberanian untuk mencoba berwirausaha, berfikir untuk menemukan dan mengembangkan ide wirausaha dengan cara melihat peluang usaha yang akan dilakukan. Oleh karena itu pendidikan kewirausahaan di perguruan tinggi sangat penting untuk diterapkan. Berdasarkan hasil wawancara, para mahasiswa wirausahawan saat ini sedang mengenyam S1 di Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiah (STIT) Al-Amin Kreo Tangerang. Mereka semua membuat usaha ketika sedang menempuh pendidikan. Mereka sendiri yang menjalankan dan mengelola usaha sambil kuliah. Hal demikian dinyatakan oleh Irwansyah yang mengatakan dirinya tidak pernah mengenyam pendidikan atau mengambil jurusan yang berkaitan dengan kewirausahaan. Tetapi dia ada keinginan untuk mengetahui lebih dalam ilmu tentang kewirausahaan melalui work shop ataupun seminar-seminar. Kemudian ilmu yang didapat diterapkan dalam praktik wirausahanya.29 Hal tersebut dinyatakan pula oleh Sarjono, bahwa dirinya pernah kuliah di jurusan Akuntansi Pajak, yang didalamnya terdapat mata kuliah kewirausahaan. Dari pengetahuan yang didapat Sarjono selama kuliah maka dia berani mengambil risiko untuk memulai berwirausaha dan ternyata Sarjono memang berpotensi di bidang tersebut. Lain halnya dengan mereka yang mengaku tidak terlalu terpengaruh dengan pendidikan ketika memutuskan untuk berwirausaha. Seperti yang disampaikan oleh Rikha. Rikha memulai bisnis itu hanya sekadar mengisi waktu luang, adapun untuk fokus ke bisnis tersebut tidak terlalu. Karena dirinya seorang pengajar juga sebagai aktivis di organisasi anak muda di lingkungan rumahnya. Rikha menjalankan bisnis tersebut ketika ada waktu luang, kalau tidak ada waktu luang, Rikha mengasih kesempatan ke teman nya untuk membantu menjualkan produknya.30 Begitupun yang disampaikan oleh Wawan, yang menjalankan bisnisnya sebagai pengalaman. Karena Wawan sudah terbiasa belajar bisnis sejak duduk dikelas 4 Sekolah Dasar.31 Dan demikian juga dengan Hisni yang 84



menjalankan usahanya sebagai usaha sampingan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal tersebut disampaikan pula oleh Ravi dan Eka yang menyatakan hal yang sama yang bisa mendukung keinginannya tersebut. Pendidikan dapat menjadi sebab mahasiswa memilih berwirausaha. Dari tujuh mahasiswa wirausahawan, keduanya mengaku bahwa pendidikan kewirausahan menjadi dasar keutamaan seseorang dalam memulai wirausaha dan mereka mengatakan bahwa mereka ingin menerapkan ilmu yang telah mereka dapat selama belajar di kampus maupun mengikuti workshop dan seminar tentang kewirausahaan. Sedangkan lima mahasiswa wirausahawan mengaku pendidikan tidak mempengaruhi pilihannya untuk berwirausaha. 2. Ekspektasi Pendapatan Pendapatan adalah penghasilan yang diperoleh seseorang baik berupa uang maupun barang. Berwiraswasta dapat memberikan pendapatan yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Keinginan untuk memperoleh pendapatan itulah yang dapat menimbulkan minatnya untuk berwirausaha. Dalam bisnis, pendapatan adalah jumlah uang yang diterima oleh perusahaan dari aktivitasnya, kebanyakan dari penjualan produk atau jasa kepada pelanggan. Bagi investor, pendapatan kurang penting dibanding keuntungan, yang merupakan jumlah uang yang diterima setelah dikurangi pengeluaran.33 Ekspektasi pendapatan adalah harapan seseorang akan pendapatan yang diperolehnya dari kegiatan usaha ataupun bekerja. Ekspektasi atau harapan akan penghasilan yang lebih baik merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi apakah seseorang ingin menjadi seorang wirausaha atau tidak. Jika seseorang berharap untuk mendapatkan pendapatan yang lebih tinggi dengan menjadi seorang wirausaha, maka ia akan semakin terdorong untuk menjadi seorang wirausaha. Menjadi seorang wirausaha mengharapkan pendapatan yang tinggi daripada menjadi karyawan perusahaan. Dengan berwirausaha akan mendatangkan pendapatan yang besar dan tidak terbatas, tetapi pendapatan dari berwirausaha tersebut tidak bisa diprediksi, kadang bisa diatas pendapatan yang diharapkannya, kadang pula bisa diluar dari yang pendapatan diharapkannya. Seseorang dengan ekspektasi 85



pendapatan yang lebih tinggi daripada bekerja menjadi karyawan merupakan daya tarik untuk menjadi wirausaha.34 Dari tujuh mahasiswa wirausahawan yang penulis wawancarai, terdapat tiga mahasiswa yang mempunyai ekspektasi pendapatan yang tinggi dalam berwirausaha. Mahasiswa yang mempunyai ekspektasi yang tinggi dalam berwirausaha yaitu Ravi, Sarjono, dan Eka. Alasan mereka menjalankan wirausaha salah satunya ialah mendapatkan penghasilan yang tidak monoton seperti gaji karyawan pada umumnya, karena biasanya orang yang berwirausaha mendapatkan penghasilan pertiap harinya meskipun tidak menentu, yang pasti ada pemasukan pertiap hari dan tiap bulannya. Dan pendapatan tersebut bisa untuk memenuhi kebutuhan hidup terutama pada mahasiswa yang ingin belajar hidup mandiri.35 Wawan juga mengatakan hal yang sependapat dengan Ravi. Ia menyampaikan dalam wawancara bahwa menjadi seorang Motivasi dipandang sebagai dorongan mental yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku manusia atas dasar kebutuhan. Motivasi berwirausaha akan muncul dalam diri seseorang karena ada keinginan untuk mewujudkan kesuksesan berwirausaha. Motivasi yang tinggi untuk berprestasi dalam berwirausaha akan berpengaruh terhadap minat seseorang untuk berwirausaha sehingga dapat berperan dalam memulai kegiatan kewirausahaan. Indikator untuk mengukur variabel motivasi yaitu mendapat laba, kebebasan, impian personal atau aktualisasi diri, kemandirian, kebutuhan fisiologis, rasa aman, kebutuhan sosial dan kebutuhan akan prestasi.39 Dalam konteks tersebut Sarjono menyampaikan bahwa dengan basic awal perkuliahan yang pernah di jurusinya di akuntansi pajak, ada mata kuliah kewirausahaan yang menjadi motivasi bagi dirinya untuk beralih menjadi profesi wirausaha. Dan kewirausahaan telah menjadi passion nya saat ini untuk memenuhi kebutuhan hidupnya seperti menafkahi keluarga dan biaya kuliah.40 Menyatakan hal yang demikian sependapat dengan Eka dalam wawancaranya yang disampaikan bahwa selain menjadi mahasiswa bagi dirinya harus punya yang namanya usaha sampingan karena mengambil waktu luang yang tersisa kemudian dimanfaatkan untuk usaha 86



sampingan lebih baik ketimbang dihabiskan untuk hal yang kurang bermanfaat, dan tidak terikat dengan waktu. Dan penghasilan dari wirausaha bisa untuk menambah tabungan dan biaya kuliah.41 Hal tersebut sependapat dengan Irwansyah dan Hisni yang menjalankan bisnis untuk memenuhi kebutuhan hidup seperti menafkahi keluarga, biayai kuliah dan pendidikan.42 Begitu juga yang disampaikan oleh Wawan, Ravi dan Rikha dalam wawancara yang mengatakan bisnis yang dijalaninya untuk melatih kemandirian selain itu juga untuk memenuhi kebutuhan hidup, seperti bayar kuliah, makan sehari-sehari dan untuk keperluan lainnya.43 Dari wawancara diatas dapat diketahui bahwa dari tujuh mahasiswa wirausahawan mempunyai motivasi yang tinggi dalam berwirausaha yaitu untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Seperti menafkahi keluarga, biaya kuliah, dan keperluan hidup sehari-hari. Dalam konteks tersebut dapat diketahui bahwa antara bisnis dan kebutuhan hidup saling berkaitan dan tidak akan pernah terlepas. Seperti yang dinyatakan oleh Ketua Program Pendidikan bahwa kegiatan usaha atau bisnis merupakan suatu aktivitas untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia, organisasi, dan masyarakat secara luas.44 Hal demikian juga ditanggapi oleh Kepala Bagian Keuangan bahwa mahasiswa yang berwirausaha sambil kuliah karena selain untuk menopang biaya perkuliahan juga untuk memenuhi keperluan sehari-hari yang menjadi kebutuhan hidupnya.45 Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi menjadi salah satu hal yang melatarbelakangi seseorang untuk melakukan sebuah tindakan guna mencapai tujuan tertentu. Motivasi berwirausaha akan muncul dalam diri seseorang karena adanya dorongan untuk mencapai kesuksesan dalam berwirausaha. Seseorang yang memiliki motivasi yang tinggi untuk berhasil dalam bidang wirausaha akan dapat memunculkan minat berwirausaha sehingga ia akan melakukan tindakan guna mencapai tujuan tertentu. Dengan memiliki motivasi yang tinggi maka akan memberikan dampak yang tinggi pula terhadap minat berwirausaha.



87



2. Bisnis Mahasiswa Wirausahawan Saat ini mahasiswa tidak hanya berperan sebagai pembelajar dan aktivis saja. Telah diketahui bahwa banyak mahasiswa yang turut berperan sebagai seorang pencipta lapangan kerja sekaligus wirausahawan. Mereka membangun bisnis ketika masih duduk dibangku kuliah. Perubahan teknologi terutama dalam bidang informasi dapat mereka manfaatkan demi mendukung terlaksananya bisnis mereka tersebut. Mahasiswa dapat berbisnis melalui market place online yang saat ini tersedia begitu banyak. Selain itu mahasiswa juga dapat melakukan bisnis offline dengan bantuan karyawan. Jenis bisnis yang dilakukan oleh mahasiswa sangat beragam. Mulai dari fashion, hobi, kuliner, properti, gadget sampai perusahaan jasa. Menurut hasil wawancara, mahasiswa wirausahawan memiliki tiga jenis bisnis. Mereka berbisnis dalam bidang kuliner, fashion serta hobi. Dalam bidang kuliner terdapat bisnis ayam crispy dan warung nasi sambal gledek. Mereka membuat dan mengelola bisnis tersebut dengan bantuan karyawan dan partner. Ravi membuka warung nasi karena nasi menjadi makanan pokok yang akan dibutuhkan setiap harinya, macam-macam yang saya jual ada ayam goreng, berbagai jenis ikan asin, dan lalap tetapi yang menjadi khas dalam kuliner nya yaitu dari sambalnya”47 Irwansyah menjual berbagai macam ayam, dari mulai ayam geprek, ayam crispy, dan juga ada jus. Dan sudah memiliki dua cabang di masingmasing usaha kuliner yang dijalaninya.48 Bisnis kuliner tidak menjadi pilihan bagi mahasiswa dalam berwirausaha. Berbeda Hisni, Sarjono, Wawan, Eka dan Rikha mereka memiliki bisnis di bidang hobi dan fashion. Hisni dan Sarjono mengaku membuat bisnis karena ketertarikan dan passion yang mereka miliki. Mereka mendalami passion mereka tersebut lalu mencoba masuk kedalam dunia wirausaha. Hobi Hisni memang suka berbisnis sejak duduk di bangku SMP. Dan saat ini Hisni menjalankan bisnis pulsa online. Untuk memudahkan orang yang malas pergi ke konter pulsa bisa memalui pulsa online yang dijalaninya.49 Berbeda dengan Sarjono yang awal bisnisnya ikut gabung dengan teman. Sampai di tahun 2014 mempunyai cabang sendiri di daerah Rawa Belong, Jakarta Barat. 88



Pesanan rangkaian bunga bervariasi dari buat acara seperti pernikahan, wisuda, pentas seni di sekolah, sampai kartu tanda ucapan dari rangkaian bunga bisa menghubungi Sarjono. Berawal dari hobi sampai menjadi passionnya saat ini.50 Kalau Rikha Pertama itu dia bikin koleksi gamis, kemudian di share ke media sosial dan dibuatkannya online shop.51 Mereka memilih bisnis yang simpel dan menurut mereka bisnis tersebut dapat dijalankan sambil berkuliah. Selain itu mahasiswa juga melihat potensi yang ada dalam bisnis yang mereka jalankan tersebut. Semua mahasiswa wirausahawan membuat usaha tersebut saat duduk di bangku kuliah. Karena keterbatasan waktu dan tenaga, sekarang mereka mempunyai partner kerja dan beberapa karyawan dalam usahanya. Sarjono menjalankan usaha berdua dengan istrinya, istri yang bagian mengurusi online dan toko, dia dibagian pendekoran bunga. Kalau orderannya lagi banyak, Sarjono meminta bantuan tenaga kerja dari teman, omset yang didapatkannya rata-rata perbulan 30 sampai 35 juta.52 Berbeda dengan Wawan saat ini yang mengelola sendiri usahanya dan terkadang dibantu dengan temannya jika sedang banjir orderan. Omsetnya rata-rata kalau lagi rame rata-rata perbulan bisa mencapai 19 juta.53 Kalau Ravi mempunyai satu karyawan, untuk membantu melayani pembeli dan dirinya sendiri mengolah makanan dan keuangan. Kalau untuk omsetnya perharinya itu bisa sampai 400 ribu sampai 500 ribu.54 Mahasiswa wirausahawan memiliki partner bisnis serta memiliki karyawan untuk membantu jalannya perusahaan. Mahasiswa yang berpartner memulai bisnis dengan uang dan tenaga bersama. Hasil dari usahapun dibagi sesuai dengan jumlah partner yang dimiliki. Dari berbagai jenis usaha yang mereka miliki tersebut, mahasiswa mendapat omset berkisar antara 400 ribu sampai 35 jutaan per bulan. Dari bisnis yang mereka jalankan sambil berkuliah, mahasiswa wirausahawan mendapatan omset yang terbilang besar. Mereka dapat menggaji karyawan, menyewa tempat serta membiayai kuliahnya sendiri. Dari cara pemasarannya, mereka menggunakan media online dan offline. Wawan menggunakan media 89



online tetapi juga mempunyai offline store. Sama seperti Eka dan Rikha juga memilih menggunakan media online seperti shoppie, tokopedia, bukalapak dan offline dalam usahanya.55 Berkembangnya berbagai media untuk memasarkan produk mendatangkan keuntungan bagi para mahasiswa. Teknologi yang semakin maju dan semakin memudahkan pelanggan untuk mendapatkan barang membuat pengusaha menjadi untung besar. Apalagi market place tersebut disediakan secara gratis bagi penjual. Mahasiswa memanfaatkan momen tersebut secara tepat sehingga mendatangkan keuntungan bagi perusahaan. Selain menggunakan media online mahasiswa juga memiliki toko fisik untuk menunjang penjualannya. Berdasarkan wawancara tersebut, dapat diketahui bahwa mahasiswa wirausahawan memilih bisnis yang mudah mereka jalankan sambil berkuliah. Mereka berbisnis fashion, hobi, kuliner serta minuman kemasan. Mereka memiliki beberapa karyawan serta partner kerja untuk mempermudah jalannya kegiatan usaha. Omset rata-rata para mahasiswa berkisar antara 400 ribu sampai 35 juta per bulan. Mereka menggunakan media online serta offline dalam menjalankan usahanya. 3. Kendala Saat Membangun Bisnis Dalam membangun suatu bisnis tentu seseorang akan mendapat beberapa masalah. Membuat bisnis akan melalui beberapa proses. Mereka akan membutuhkan suatu ide, uang, waktu, tenaga, dan ilmu dalam menjalankan usaha. Saat usaha berdiri, mereka akan menghadapi ketidakpastian pendapatan dalam bisnis. Wirausahawan harus pandai mengatur keuangan agar tidak mengalami kerugian. Terlebih lagi jika ada keadaan darurat yang menimpa usaha mereka. Mereka harus siap jika suatu saat tertimpa masalah yang tidak dapat diprediksikan sebelumnya. Menurut hasil wawancara terhadap mahasiswa wirausahawan, terdapat beberapa tantangan dan masalah dalam membuat sebuah bisnis. Tantangan pertama yang dihadapi oleh mahasiswa adalah keterbatasan modal berupa uang. Sebagai seorang mahasiswa, mereka tentu belum mempunyai penghasilan sebagai modal untuk membangun bisnis. Tantangan ini



90



disampaikan oleh beberapa mahasiswa. Awal mula yang dirasakan Ravi kendalanya di modal. Ketika ingin di jalankan tetapi belum ada modalnya. Sedikit demi sedikit mencari modal baru bisa buka usaha.56 Hal tersebut dinyatakan pula oleh Sarjono yang mempunyai keinginan sebelum lulus kuliah harus mempunyai usaha.57 Modal merupakan kebutuhan yang wajib ada bagi seorang pengusaha. Mereka tidak bisa menghasilkan suatu produk tanpa modal uang. Selain modal, mahasiswa juga mempunyai masalah tentang pembagian waktu. Karena mereka masih berkuliah saat membangun bisnis, maka waktu yang mereka punya pun terbatas. Peran ganda sebagai mahasiswa dan wirausahawan membuat waktu mereka berkurang. Pengelolaan awal yang dijalankan Hisni masih belum tersusun rapi.58 Berbeda yang dialami oleh Irwansyah, Kendala yang dihadapinya saat ini di semester delapan dengan skripsi ini. Irwansyah mengatakan dalam wawancaranya memang harus bisa mengatur waktu dengan baik antara bisnis dengan kuliah. Selanjutnya kendala yang dihadapi Eka yaitu waktu karena harus bisa membagi antara waktu berbisnis dengan kuliah.60 Begitu pula yang disampaikan oleh Wawan yang mengalami kendala saat harus bisa membagi waktu bisnis dengan kuliah.61 Mahasiswa mengatakan bahwa waktu kuliah terganggu dengan pilihannya membangun suatu usaha. Mereka kekurangan waktu untuk belajar karena membangun usaha membutuhkan waktu yang banyak. Mahasiswa wirausahawan lebih memilih menyampingkan kuliah dan memprioritaskan pembuatan usahanya. Mereka menjadi tidak terlalu fokus pada kuliah. Kegiatan belajar mereka pun terganggu. Akibatnya beberapa mahasiswa mengalami penurunan nilai. Akan tetapi pengorbanan mereka tersebut terbayar dengan suksesnya usaha yang mereka buat. Hasil dari usaha dapat mereka gunakan untuk membiayai kuliah dan keperluan sehari-hari. Berdasarkan wawancara di atas, mahasiswa wirausahawan memiliki berbagai tantangan pada saat membangun usaha. Mereka terkendala oleh modal uang ketika 91



akan menciptakan sebuah usaha. Selain modal, mahasiswa juga terkendala oleh waktu yang terbatas. Terakhir, sebagai mahasiswa mereka memiliki tanggung jawab untuk belajar juga. Berdasarkan hasil penelitian kualitatif dengan teknik observasi, wawancara dan dokumentasi yang dilaksanakan di Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiah Al-Amin Kreo Tangerang tentang aktivitas bisnis dikalangan mahasiswa dapat diambul kesimpulan. Kesimpulan tersebut dapat dipaparkan sebagai berikut: 1) Mahasiswa wirausahawan memiliki aktivitas bisnis yang berbeda-beda. Dari bisnis kuliner, fashion, hingga barang dan jasa; 2) Bisnis yang diambil mahasiswa sambil berkuliah didapati beberapa hal yang menjadi pilihan mahasiswa untuk berwirausaha. Pendidikan, Ekspektasi Pendapatan, dan Motivasi. Motivasi berpengaruh terhadap pilihan mahasiswa untuk berwirausaha. Pendidikan tidak terlalu berpengaruh terhadap pilihan berwirausaha. Mahasiswa yang memiliki latar pendidikan tertarik berwirausaha karena jurusan yang pernah diambil serta workshop ataupun seminar yang pernah diikuti. Beberapa dosen Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiah Al-Amin Kreo Tangerang sangat mendukung terhadap mahasiswa yang berwirausaha. Mahasiswa wirausahawan dinilai positif oleh dosen karena selain sambil kuliah mereka juga mendapatkan pengalaman, menambah relasi sosial, dan penghasilan tambahan yang sangat bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan mereka. Sebagian dari mahasiswa wirausahawan mereka ada yang berprofesi sebagai guru, karyawan, dan ibu rumah tangga. Profesi memiliki andil terhadap pilihan Pada 1998, perekomonian Indonesia memasuki masa yang sangat sulit. Pergantian kekuasaan dari era orde baru ke era reformasi yang disertai dengan krisis moneter mengakibatkan pengangguran di mana-mana. Pengangguran menjadi masalah serius di Indonesia yang masih sulit diatasi. Program pemerintah untuk mengurangi pengangguran belum mampu mengurangi pengangguran secara signifikan. Penyebabnya karena jumlah penduduk yang tinggi, tidak diimbangi dengan pertambahan lapangan kerja. Perusahaan semakin selektif menerima karyawan baru sementara tingkat persaingan semakin tinggi dan 92



lapangan pekerjaan sangat terbatas. Saat ini pengangguran tak hanya berstatus lulusan SD sampai SMA saja, tetapi banyak juga sarjana. Hal ini dapat dikatakan pengangguran banyak terjadi pada penduduk yang berpendidikan. Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan sebagian dari jumlah pengangguran di Indonesia adalah mereka yang berpendidikan Diploma/Akademi dan lulusan perguruan tinggi (Kaijun et al., 2015). Kondisi yang dihadapi akan semakin buruk dengan adanya persaingan global yaitu pemberlakuan Masyarakat Ekonomi Asean yang akan menghadapkan lulusan perguruan tinggi Indonesia yang bersaing secara bebas dengan lulusan perguruan tinggi asing. Tingkat pengangguran terdidik yang berstatus sarjana dikhawatirkan akan terus meningkat jika perguruan tinggi sebagai lembaga pencetak sarjana tidak memiliki kemampuan mengarahkan peserta didik dan alumninya menciptakan lapangan kerja setelah lulus nanti. Karena kenyataannya banyak sumber daya manusia lulusan lembaga pendidikan tinggi cenderung lebih senang mengisi lapangan kerja yang tersedia baik dari instansi pemerintah dan swasta dibandingkan dengan berusaha menciptakan lapangan kerja bagi dirinya sendiri dan orang lain. Menurut Mc Clelland, suatu negara untuk menjadi makmur minimum memiliki jumlah wirausaha 2 persen dari total jumlah penduduk contohnya seperti negara Amerika Serikat memiliki 11,5 persen wirausaha, Singapura terus meningkat menjadi 7,2 persen, Indonesia menurut data dari BPS (2010) diperkirakan hanya sebesar 0,18 persen yaitu sekitar 400.000 dari yang seharusnya 4,4 juta jiwa (Siswadi, 2013). Berkaitan dengan pentingnya masalah kewirausahaan bagi perbaikan perekonomian Negara, pemerintah telah mengeluarkan Instruksi Presiden R.I Nomor 4, tahun 1995 tentang “gerakan nasional memasyarakatkan dan membudayakan kewirausahaan” kemudian inpres ini ditindaklanjuti oleh Depdiknas, dengan diluncurkannya program pengembangan kewirausahaan ini dalam bentuk paket-paket pendidikan dan kegiatan bagi SMK dan mahasiswa, (Murtini, 2009). Menyadari hal tersebut perguruan tinggi yang pada dasarnya bertujuan mengembangkan wawasan, cara pandang, cara berfikir, realitas dan 93



produktif perlu mempersiapkan mahasiswa didikannya dengan ilmu kewirausahaan sehingga menimbulkan minat pada diri mereka untuk merealisasikan potensi kewirausahaan. Upaya untuk mengurangi pengangguran tersebut minimal harus ada perubahan pola pikir masyarakat khususnya pada lulusan sarjana dari mencari kerja menjadi menciptakan lapangan kerja. Pendidikan kewirausahaan diharapkan mampu membangkitkan semangat berwirausaha, berdikari, berkarya dan mengembangkan perekonomian nasional Asmani (2011). Pendidikan kewirausahaan juga diharapkan mampu memunculkan para wirausaha yang kreatif yang bisa menciptakan lapangan kerja dan bisa membantu mengurangi pengangguran yang tak pernah ada habisnya . Menurut Mulyani (2010) pendidikan kewirausahaan akan mendorong para pelajar dan mahasiswa agar memulai mengenali dan membuka usaha atau berwirausaha. Pola pikir yang selalu berorientasi menjadi karyawan diputarbalik menjadi berorientasi untuk mencari karyawan. Dengan demikian kewirausahaan dapat diajarkan melalui penanaman nilai-nilai kewirausahaan yang akan membentuk karakter dan perilaku untuk berwirausaha agar para peserta didik kelak dapat mandiri dalam bekerja atau mandiri usaha. Pendidikan kewirausahaan yang di lakukan masuk dalam kurikulum pembelajaran yang mewajibkan mahasiswa menempuh mata kuliah entrepreneurship. Mata kuliah entrepreneurship ditempuh pada semester enam. Mata kuliah tersebut diterapkan berupa teori dan praktik berwirausaha. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang membahas tentang minat berwirausaha diantaranya adalah “Pengaruh Pengetahuan Kewirausahaan dan Kemandirian Terhadap Minat Berwirausaha”, penelitian ini memiliki kontribusi baik secara teoritis maupun praktis. Penelitian ini memperlihatkan bahwa pengetahuan kewirausahaan, kemandirian, dan minat berwirausaha termasuk dalam kategori tinggi. Diketahui juga, bahwa pengetahuan kewirausahaan dan kemandirian berpengaruh positif terhadap minat berwirausaha, baik secara parsial maupun simultan. Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti merasa perlu untuk 94



melakukan penelitian lebih lanjut dengan tujuan mengetahui minat berwirausaha mahasiswa (sebagai calon wirausaha). Hal tersebutlah yang menjadi latar belakang peneliti untuk melakukan penelitian mengenai Pengaruh Mata kuliah Kewirausahaan Terhadap Minat Berwirausaha Mahasiswa. Dengan Tujuan Penelitian : Mengetahui pembelajaran mata kuliah kewirausahaan pada mahasiswa, Mengetahui minat berwirausaha mahasiswa, Mengetahui pengaruh mata kuliah kewirausahaan terhadap minat berwirausaha pada mahasiswa. KAJIAN LITERATUR Kewirausahaan Sumardi (2007) menjelaskan bahwa pengusaha atau wirausahawan (entrepreneur) merupakan seseorang yang menciptakan sebuah usaha atau bisnis yang diharapkan dengan risiko dan ketidakpastian untuk memperoleh keuntungan dan mengembangkan bisnis dengan cara membuka kesempatan kerja. Hisrich (2001) mengemukakan bahwa kewirausahaan diartikan sebuah proses dinamis dalam menciptakan tambahan kekayaan oleh individu yang menanggung risiko utama dalam hal modal waktu, dan/atau komitmen karier atau menyediakan nilai bagi beberapa produk atau jasa. Entrepreneurship atau kewirausahaan adalah merupakan suatu proses yang dinamik atau suatu rangkaian kegiatan yang dilaksanakan oleh para entrepreneurship di dalam usahanya untuk menghasilkan dan memberi nilai tambah bagi produk atau jasa tertentu yang telah diperjuangkan dengan gigih sehingga berhasil mendapatkan keuntungan atau keberhasilan secara komersial menurut Murtini (2009). Pendidikan kewirausahaan merupakan proses secara sistematis dan berkelanjutan baikformal maupun informal dalam rangka membentuk manusia wira usaha. Pendidikan kewirausahaan ini tidak hanya bertujuan mengubah jiwa atau sikap agar memenuhi kriteria manusia wirausaha, tetapi juga bertujuan untuk dapat meningkatkan keterampilan dan keahlian tertentu sehingga dapat mendukung seseorang atau suatu mayarakat dalam berwirausaha menurut Marie (2013) Materi Mata Kuliah Kewirausahaan Mata kuliah entrepreneurship diberikan dalam bentuk kuliah umum ataupun dalam bentuk 95



konsentrasi program studi. Adapun materi kurikulum yang di terapkan dalam panduan pembelajaran yang diajukan dalam keilmuan kewirusahaan menurut isi buku kewirausahaan karangan Suryana (2008), membahas tentang : a. Pendahuluan. b. Ruang Lingkup Displin Ilmu Kewirausahaan. c. Karakter, Ciri-Ciri Umum, dan NilaiNilai Hakiki Kewirausahaan. d. Proses Kewirausahaan e. Fungsi dan Model Peran Wirausaha f. Ide dan Peluang Dalam Kewirausahaan g. Merintis Usaha Baru dan Model Pengembangannya h. Penglolaan Usaha dan Strategi Kewirausahaan i. Kompetensi Inti dan Strategi Bersaing dalam Kewirausahaan Menurut isi buku kewirausahaan karangan Daryanto (2013) membahas tentang : a. Kewirausahaan. b. Jenis Kewirausahaan. c. Pengaturan Keuangan. d. Berpikir Kreatif. e. Asuransi. f. Etika Bisnis Islam. g. Merancang Produk Baru. h. Memilih Bisnis Anda. Berdasarkan pendapat diatas, materi kewirausahan yang diajarkan harus sarat akan pengetahuan, pengetahuan didapat dari teori-teori kewirausahaan yang diajarkan oleh pengajar kepada siswa. Pada akhirnya, pengetahuan yang telah diproses akan menghasilkan penguasaan materiyang optimal dan dapat diwujudkan dalam bentuk angka atau nilai, maupun perubahan sikap dan tingkah laku. Cara Penyampaian Materi Kewirausahaan Sebuah pembelajaran berjalan sukses salah satu faktornya adalah kemampuan seorang pengajar dalam menyampaiakan materi. Dengan metode metode pembelajaran yang menarik, unik dan tepat sasaran diharapkan peserta pelatihan dapat menangkap maksud dan tujuan dari apa yang disampaiakan oleh pengajar. Pada sebuah pembelajaran faktor metode pembelajaran menjadi satu hal yang sangat penting bagi keberhasilan peserta didik dalam memperoleh pengetahuan dan ketrampilan dari sebuah pembelajaran. Menurut Joan Midden-fort dalam Soekartawi (2003) memberikan saran tentang bagaimana cara meningkatkan efektivitas mengajar yaitu: a. Menyiapkan segala sesuatunya dengan baik b. Buat motivasi di kelas c. Tumbuhkan dinamika dan enthuism dalam diri pengajar d. Menciptakan kesempatan untuk berkomunikasi dengan siswa e. 96



Perbaiki terus isi atau kualitas bahan ajar Djamarah dan Aswan (2010) menyebutkan bahwa “kedudukan metode adalah sebagai alat motivasi ekstrinsik, sebagai strategi pengajaran dan juga sebagai alat untuk mencapai tujuan”. Penggunaan metode dalam suatu pembelajaran merupakan salah satu cara untuk mencapai sebuah keberhasilan dalam pembelajaran. Semakin pandai seorang pengajar menentukan metode yang akan digunakan dalam pembelajaran, maka keberhasilan yang diperoleh dalam mengajar semakin besar pula. Dari sini kita dapat mengetahui seberapa pentingnya suatu metode dalam proses belajar-mengajar dan dalam mencapai sebuah keberhasilan dari proses belajarmengajar. Fatturohman dan Sobry (2010) berpendapat “makin tepat metode yang digunakan oleh guru dalam mengajar, diharapkan makin efektif pula pencapaian tujuan pembelajaran”. Ada beberapa peran dan fungsi keberadaan atau pengaruh ilmu kewirausahaan dalam mendukung arah pengembangan wirausahawan, (Fahmi, 2014), antara lain : a. Mampu memberi pengaruh semangat atau motivasi pada diri seseorang untuk bisa melakukan sesuatu yang selama ini sulit untuk ia wujudkan namun menjadi kenyataan. b. Ilmu kewirausahaan memiliki peran dan fungsi untuk mengarahkan seseorang bekerja secara lebih teratur serta sistematis dan juga terfokus dalam mewujudkan mimpi-mimpinya. c. Mampu memberi inspirasi pada banyak orang bahwa setiap menemukan masalah maka disana akan ditemukan ditemukan peluang bisnis untuk dikembangkan. Artinya setiap orang diajarkan untuk membentuk semangat “solving problem”. d. Nilai posistif yang tertinggi dari peran dan fungsi ilmu kewirausahaan pada saat dipraktekkan oleh banyak orang maka angka pengangguran akan terjadi penurunan. Dan ini bisa memperingan beban Negara dalam usaha menciptakan lapangan pekerjaan. Minat Berwirausaha Fu’adi (2009) mengungkapan bahwa minat berwirausaha adalah kesediaan untuk bekerja keras dan tekun untuk mencapai kemajuan usahanya, kesediaan untuk menanggung macam-macam resiko berkaitan dengan tindakan berusaha yang dilakukannya, bersedia menempuh jalur dan cara baru, kesediaan untuk hidup hemat, 97



kesediaan dari belajar yang dialaminya. Jadi yang dimaksud minat berwirausaha adalah keinginan, ketertarikan, serta kesediaan untuk bekeja keras atau berkemauan keras untuk berdikari atau berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa merasa takut dengan resiko yang akan terjadi, serta berkemauan keras untuk belajar dari kegagalan. Pengertian minat wirausaha itu sendiri menurut Santoso (1993) mendefinisikan minat wirausaha adalah gejala psikis untuk memusatkan perhatian dan berbuat sesuatu terhadap wirausaha itu dengan perasaan senang karena membawa manfaat bagi dirinya. Sedangkan minat berwirausaha berdasarkan prespektif waktu dibagi dalam empat kategori (Venesaar et al., 2006:), yaitu : a. Minat untuk berwirausaha dalam jangka waktu dekat / setelah lulus. b. Minat untuk berwirausaha pada dua tahun mendatang. c. Minat untuk berwirausaha pada jangka panjang / di masa depan. d. Belum menentukan waktu untuk memulai. Hubungan Mata Kuliah Kewirausahaan Dengan Minat Berwirausaha. Menurut Saroni (2012), dalam program pendidikan dan pembelajaran aspek kewirausahaan, kita tidak cukup hanya memberikan bekal teori atau konsep kewirausaan semata. selama proses pendidikan dan pembelajaran kewirausahaan ini, kita berikan anak didik berbagai pelatihan aplikatif yang menggrap aspek kewirausahaan yang aplikatif dalam kehidupan. Menurut Sari dan Kusrini (2011) salah satu faktor penting untuk mencapai tujuan pendidikan adalah proses pembelajaran yang dilakukan sedangkan salah satu faktor penting untuk efektivitas pembelajaran adalah faktor evaluasi baik terhadap proses maupun hasil belajar. Berdasarkan tujuan dari mata kuliah Kewirausahaan yaitu merubah mindset mahasiswa dari job seeker menjadi job creator dan diharapkan mahasiswa mampu membuat rencana bisinis secara mandiri (berdasarkan silabus mata kuliah tersebut). Sehingga variabel yang berkaitan dengan pelaksanaan mata kulaih ini yaitu, dapat dilihat dari segi materi yang diajarkan dan penyampaian dari teori mata kuliah yang telah dipelajari. Menurut Suryana (2013), mengemukakan bahwa seorang memiliki minat berwirausaha karena adanya suatu motif, yaitu motif berprestasi. Motif berprestasi 98



adalah suatu nilai social yang menekankan pada hasrat untuk mencapai hasil terbaik guna mencapai kepuasan pribadi. Dalam aspek lain keberanian membentuk kewirausahaan didorong oleh guru sekolah, sekolah yang memberikan mata pelajaran kewirausahaan yang paktis dan menarik dapat membangkitkan minat siswa untuk berwirausaha. (Alma, 2009). Salah satu tahapan penting dalam proses penelitian kuantitatif adalah penentuan variabel yang dijadikan objek. Variabel yang dimaksud meliputi sikap, motivasi, dan minat mahasiswa berwirausaha dalam menjalankan wirausaha. Penumbuhan minat wirausaha tidak dapat dilakukan serta merta tanpa adanya pendidikan dan pelatihan yang dapat menggerakkan jiwa kewirausahaan seseorang. Apabila seseorang yang mempunyai pendidikan rendah, maka dia tidak mempunyai keberanian mengambil risiko. Hal ini dapat menghambat perkembangan aktualisasi dirinya. Pengetahuan kewirausahaan mendukung nilainilai wirausaha terutama bagi mahasiswa, sehingga diharapkan menumbuhkan jiwa usaha untuk berwirausaha. Sikap, motivasi dan minat mahasiswa sangat dibutuhkan bagi mahasiswa yang berwirausaha agar mampu mengidentifikasi peluang usaha, kemudian mendayagunakan peluang usaha untuk menciptakan peluang kerja baru. Minat mahasiswa dan pengetahuan mereka tentang kewirausahaan diharapkan akan membentuk kecenderungan mereka untuk membuka usaha baru di masa mendatang. Hasil penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi minat wirausaha menunjukkan bahwa variabel minat wirausaha dipengaruhi sebesar 60,4% secara total oleh modal, skill, tempat, dan jiwa kewirausahaan (Mulyaningsih, 2012). Wirausaha merupakan orang yang menciptakan sebuah bisnis yang berhadapan dengan risiko dan ketidakpastian, bertujuan memperoleh profit dan mengalami pertumbuhan dengan cara mengidentifikasi kesempatan dan memanfaatkan sumber daya yang diperlukan. Dewasa ini, banyak kesempatan untuk berwirausaha bagi setiap orang yang jeli melihat peluang bisnis tersebut. Karier kewirausahaan dapat mendukung kesejahteraan masyarakat yaitu menghasilkan imbalan finansial yang nyata (Agustina & Sularto, 2011). Dalam rangka 99



mendorong tumbuhnya jiwa kewirausahaan bagi para mahasiswa dan menciptakan lulusan politeknik yang mampu menjadi pencipta lapangan kerja (job creator), maka perlu diadakan pembinaan bagi mahasiswa agar mampu melaksanakan wirausaha (entrepreneur). Mahasiswa diarahkan ber bagai program dalam rangka menumbuhkan aktivitas wirausaha dalam lingkungan mahasiswa, seperti Kuliah Kewirausahaan (KWU), Magang Kewirausahaan (MKU), Kuliah Kerja Usaha (KKU), dan Program Mahasiswa Wirausaha (PMW) yang akan menjadi sumber inspirasi bagi mahasiswa kelak lulus nanti. Sumardi (2007) menjelaskan bahwa pengusaha atau wirausahawan (entrepreneur) merupakan seorang yang menciptakan sebuah usaha atau bisnis yang diharapkan dengan risiko dan ketidakpastian untuk memperoleh keuntungan dan mengembangkan bisnis dengan cara membuka kesempatan. Memanfaatkan sumber daya yang diperlukan menjadi entrepreneur bagi mahasiswa perlu ditunjang oleh setiap politeknik dalam menunjang minat berwirausaha bagi alumninya. Politeknik perlu menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya bagi mahasiswa untuk menjadi



individu



yang



berintegritas



terpercaya



memiliki



kemampuan



berusaha,



berkomunikasi, bekerja sama, dan berkepribadian. Agustina dan Sularto (2011) dalam penelitiannya tentang Intensi Kewirausahaan Mahasiswa (Studi Perbandingan antara Fakultas Ekonomi dan Fakultas Ilmu Komputer) dengan metode stratified random sampling menunjukkan bahwa variabel kebutuhan akan pencapaian, efikasi diri, prestasi akademik yang merupakan variabel dominan dalam mempengaruhi intense kewirausahaan mahasiswa fakultas ekonomi. Kesiapan instrumentasi, efikasi diri dan pengalaman kerja yang merupakan variabel dominan dalam mempengaruhi intense kewirausahaan mahasiswa fakultas ilmu komputer. Ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud minat berwirausaha merupakan keinginan, keterkaitan, serta kesediaan untuk bekerja keras atau berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa merasa takut dengan risiko dari kegagalan yang dialami. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah sikap, motivasi dan minat mahasiswa 100



berpengaruh terhadap minat mahasiswa menjalankan wirausaha. Apabila lulus diharapkan tumbuh motivasi, sikap dan minat mahasiswa sebagai penggerak wirausaha membangun roda perekonomian nasional. Tujuannya adalah mendapatkan model kewirausahaan yang menunjang minat ekonomi kreatif mahasiswa sebagai pilar ekonomi di masa yang akan datang. Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1) Mendapatkan gambaran sikap, motivasi dan minat mahasiswa untuk menjalankan wirausaha 2) Mendapatkan gambaran sikap, motivasi dan minat mahasiswa dalam pengelolaan wirausaha. Peranan politeknik dalam memotivasi mahasiswa, sikap dan menumbuhkan minat sangat penting dalam menumbuhkan jumlah wirausaha. Peran universitas dalam mengembangkan minat berwirausaha dan menggali beberapa faktor yang berpengaruh pada perilaku berwirausaha telah digali oleh beberapa peneliti (Autio, Keeley, Klofsten, & Ulfstedt, 1997; Budiati, Yani, & Universari, 2012). Penelitian-penelitian tersebut menjelaskan bahwa minat kewirausahaan yang dapat diarahkan melalui pendidikan kewirausahaan dipengaruhi oleh sikap dan minat terhadap kewirausahaan. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi pendukung model kewirausahaan untuk memotivasi mahasiswa, sehingga mendorong minat mahasiswa menjalankan usahanya tanpa ada keraguan atau malu dalam menjalankan usaha dimulai dari awal walaupun modal kecil. Soemanto (2002) mengatakan bahwa satu-satunya perjuangan atau cara untuk mewujudkan manusia yang mempunyai moral, sikap, dan keterampilan wirausaha adalah dengan pendidikan. Pendidikan membuat wawasan individu menjadi lebih percaya diri, bisa memilih, dan mengambil keputusan yang tepat, meningkatkan kreativitas dan inovasi, membina moral, karakter, intelektual, serta peningkatan. Motivasi adalah suatu dorongan dari dalam diri seseorang yang mendorong orang tersebut untuk melakukan sesuatu, termasuk menjadi young entrepreneur (Sarosa, 2005). Kebanyakan orang yang berhasil di dunia ini mempunyai motivasi yang kuat yang mendorong tindakan-tindakan mereka. Mereka mengetahui dengan baik yang menjadi motivasinya dan memelihara motivasi tersebut dalam setiap tindakannya. 101



Baum, Frese, and Baron (2007) menjelaskan bahwa motivasi dalam kewirausahaan meliputi motivasi yang diarahkan untuk mencapai tujuan kewirausahaan, seperti tujuan yang melibatkan pengenalan dan eksploitasi terhadap peluang bisnis. Motivasi untuk mengembangkan usaha baru diperlukan bukan hanya oleh rasa percaya diri dalam hal kemampuannya untuk berhasil, namun juga oleh kemampuannya dalam mengakses informasi mengenai peluang kewirausahaan. Sumardi (2007) dalam penelitian tentang menakar seberapa besar jiwa wirausaha mahasiswa teknik mesin FPTK UPI. Sampel penelitian yaitu mahasiswa jurusan pendidikan teknik mesin angkatan 2005 berjumlah 80 orang. Penelitian dilakukan di jurusan pendidikan teknik mesin dengan metode penelitian yang digunakan yaitu deskriptif. Tes dilakukan pada beberapa aspek antara lain: kepribadian, kemampuan berhubungan dengan orang, keahlian mengatur, pemasaran dan pengelolaan keuangan. Hasil penelitian atau tes menunjukkan bahwa sebanyak 59 mahasiswa atau 73,75% mempunyai tingkat kecerdasan wirausaha (Entrepreneurial Inteligent Quotient = E.I.Q) dalam kategori rata-rata. Ada Sembilan mahasiswa atau 11,25% yang memiliki EIQ di atas rata-rata. Sebanyak 11 mahasiswa atau 13,75% memiliki EIQ di bawah rata-rata. Hanya satu orang yang memiliki EIQ superior dan tidak terdapat mahasiswa yang memiliki EIQ lemah. Secara umum, hasil penelitian menunjukkan skor rata-rata sebesar 233,08 artinya tergolong pada ketegori yang memiliki potensi kerja yang baik dan dapat dikembangkan. Minat menjadi wirausaha didefinisikan sebagai keinginan seseorang untuk bekerja mandiri (self-employed) atau menjalankan usahanya sendiri. Budiati, Yani, dan Universari (2012) menyatakan bahwa minat mahasiswa menjadi wirausaha dibagi dalam empat kelompok yaitu: 1) Minat untuk memulai wirausaha dalam jangka waktu dekat 2) Minat untuk memulai wirausaha dua tahun mendatang 3) Minat untuk memulai wirausaha untuk jangka panjang, dan 4) Tidak memiliki minat berwirausaha. Kewirausahaan Seorang pengusaha merupakan seorang yang 102



menggabungkan sumber daya, tenaga kerja, bahan baku, serta aset lain untuk menghasilkan nilai yang lebih besar dari sebelumnya, juga seorang yang mengenalkan perubahan, inovasi, dan tantangan baru. Hisrich (2001) mengemukakan bahwa kewirausahaan diartikan sebuah proses dinamis dalam menciptakan tambahan kekayaan oleh individu yang menanggung risiko utama dalam hal modal waktu, dan/atau komitmen karier atau menyediakan nilai bagi beberapa produk atau jasa. Produk atau jasa mungkin dapat terlihat unik ataupun tidak, tetapi dengan berbagi cara nilai akan dihasilkan oleh seseorang pengusaha dengan menerima dan menempatkan keterampilan dan sumber daya yang dibutuhkan. Hisrich (2001) menjelaskan lagi bahwa kewirausahaan (entrepreneurship) adalah proses penciptaan sesuatu yang baru pada nilai menggunakan waktu dan upaya yang diperlukan, menanggung risiko keuangan, fisik, serta risiko sosial yang mengiringi, menerima moneter yang dihasilkan, serta kepuasan dan kebebasan pribadi. Definisi kewirausahaan menekankan empat aspek dasar menjadi seorang pengusaha: 1) Melibatkan proses penciptaan dan menciptakan suatu nilai baru 2) Menuntut sejumlah waktu dan upaya yang dibutuhkan 3) Melibatkan seseorang menjadi pengusaha, penghargaan yang paling penting adalah kebebasan, lalu kepuasan pribadi, 4) Pengusaha akan merespon dan menciptakan perubahan melalui tindakan. Tindakan kewirausahaan menyatu pada perilaku sebagai bentuk tanggapan atas keputusan yang didasarkan pada pertimbangan ketidakpastian mengenai peluang untuk mendapatkan keuntungan. Proses Kewirausahaan Proses untuk mengembangkan sebuah usaha baru terjadi pada proses kewirausahaan (entreupreneur process), yang melibatkan lebih dari sekedar penyelesaian masalah dalam suatu posisi manajemen. Seorang pengusaha harus menemukan, mengevaluasi, dan mengembangkan sebuah peluang dengan mengatasi kekuatan yang menghalangi terciptanya suatu yang baru. Proses ini memilki empat tahap yang berbeda: 1) Identifikasi dan evaluasi peluang 2) Pengembangan rencana bisnis 3) Penetapan sumber daya yang dibutuhkan 4) Manajemen perusahaan yang dihasilkan. Identitas peluang dan evaluasi 103



merupakan tugas yang sangat sulit. Sebagian besar peluang bisnis yang baik tidak muncul secara tiba-tiba melainkan merupakan hasil ketajaman seseorang pengusaha melihat kemungkinan pada beberapa kasus, pembentukan mekanisme yang dapat mengidentifikasi peluang potensial. Prospektif kewirausahaan disajikan pada Tabel 1.



Sikap merupakan kesiapan mental atau emosional dalam beberapa jenis tindakan pada sesuatu yang tepat. Selain itu dapat diartikan sebagai sesuatu yang dipelajari dan bagaimana individu bereaksi terhadap situasi dan menentukan apa yang dicari dalam kehidupan. Sikap seseorang mampu mendewasakan seseorang. Bila diperhatikan beberapa uraian di atas, motivasi merupakan proses membangkitkan, mengarahkan dan memantapkan perilaku arah suatu tujuan atau dengan kata lain untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Minat sebagaimana telah diuraikan merupakan rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu aktifitas, tanpa ada yang mempengaruhi.



104



Berdasarkan uraian di atas, dapat dijelaskan bahwa mahasiswa Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Kupang dengan sikap serta motivasi berwirausaha dapat menimbulkan minat berwirausaha. Model pembelajaran kewirausahaan diharapkan dapat menambah nilai sikap dan motivasi mempengaruhi minat berwirausaha. Mahasiswa yang telah mendapatkan model pembelajaran kewirausahaan akan mampu menciptakan lapangan kerja baru serta terjadinya pendapatan sehingga menurunkan angka pengangguran Penelitian ini dilakukan pada Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Kupang. Alasan pemilihan lokasi tersebut dikarenakan adanya kurikulum muatan lokal mata kuliah kewirausahaan. Sasaran penelitian ini antara lain mendapatkan gambaran minat mahasiswa menjalankan wirausaha. Caranya adalah dengan melihat beberapa variabel antara sikap dan motivasi yang menumbuhkan minat wirausaha mahasiswa. Sampel dalam penelitian ini adalah individu dari mahasiswa atau kelompok mahasiswa pada semester awal sebanyak 30 orang dari populasi mahasiswa baru diambil secara acak. Identifikasi Variabel Variabel penelitian ini terdiri dari variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat (dependent variable) disajikan pada Tabel 2.



105



Jumlah mahasiswa semester awal atau semester satu Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Kupang keseluruhan sebanyak 334 orang yang dikelompokkan dalam delapan kelas. Populasi yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu mahasiswa semester satu diambil 30 orang. Metode penelitian ini adalah survei dengan pendekatan analisis kuantitatif. Tujuannya adalah untuk menguji faktor-faktor yang mempengaruhi sikap, motivasi dan minat wirausaha mahasiswa. Metode pengumpulan data menggunakan instrumen kuesioner dengan responden sebanyak 30 orang. Metode yang digunakan adalah simple random sampling (acak) dengan tingkat kesalahan 5%. Data diolah dan dianalisis dengan menggunakan bantuan software SPSS for Windowsseri 16.0.



106



Cara pengumpulan data dalam suatu penelitian ada dua jenis sumber data, yaitu data primer (responden) dan data sekunder (penunjang). Kedua data tersebut sangat penting atau diperlukan untuk ketepatan sejumlah informasi yang relevan dengan data tentang variabelvariabel penelitian. Kedua data tersebut juga penting untuk menyederhanakan data yang akan dikumpulkan, sehingga penelitian ini dapat membuat kesimpulan-kesimpulan data yang dikumpulkan. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan melakukan survei lapangan menggunakan kuesioner. Data dikumpulkan dengan cara melakukan penyebaran kuesioner secara langsung ke responden yang menjadi sampel penelitian. Hal ini dilakukan bertujuan untuk memperoleh data berupa jawaban-jawaban dari para responden. Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang dikumpulkan dan disatukan secara langsung dari objek 107



yang diteliti untuk kepentingan penelitian. Data primer dari penelitian ini berasal dari responden seperti jawaban atas daftar pertanyaan yang diberikan pada mahasiswa yang menjadi sasaran. Pertanyaan berupa data yang berkaitan dengan variabel-variabel yang akan diteliti, yaitu tentang pengetahuan wirausaha, skala usaha, pengalaman usaha, jenis usaha, dan penggunaan informasi akuntansi.



Kesimpulan Revolusi 4.0 memberikan kemudahan untuk mengakses teknologi informasi sehingga semua orang dapat terhubung dengan jejaring sosial. Tantangan bagi perguruan tinggi untuk bisa mencetak lulusannya agar siap menghadapi revolusi tersebut. Langkah yang bisa dilakukan yaitu melalui implementasi pendidikan kewirausahaan dengan memanfaatkan teknologi digital. Hal ini sangat penting karena perkembangan kewirausahaan sudah mengarah pada ekonomi kretif dan digital, setiap bidang ilmu membutuhkan enterpreneur, bisa membangun karakter wirausaha bagi mahasiswa. Intinya dengan membekali pendidikan kewirausahaan berbasis teknologi digital diharapkan bisa membentuk character building enterpreneur.



108



Daftar Pustaka



Efa Wahyu Prastyaningtyas, 2019. Pentingnya Pendidikan Kewirausahaan Pada Mahasiswa Dengan Memanfaatkan Teknologi Digital Sebagai Upaya Menghadapi Revolusi 4.0. Program Studi Pendidikan Ekonomi, Universitas Nusantara Pgri Kediri, Indonesia



Sumarno, 2019. Analisis Konseptual Teoretik Pendidikan Kewirausahaan Sebagai Solusi Dampak Era Industri 4.0 Di Indonesia. Pendidikan Ekonomi, Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, Universitas Riau



Muhamad Mustaqim, 2017. Membangun Intensi Wirausaha Mahasiswa: Studi Pada Mahasiswa Prodi Mbs Dan Es Stain Kudus. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (Stain) Kudus, Jawa Tengah



Parhana, 2019. Entrepreneurship Bagi Mahasiswa: Antara Bisnis Dan Kebutuhan Hidup (Studi Kasus Mahasiswa Stit Al-Amin Kreo Tangerang). Ma. Jam’iyyah Islamiyyah Tngerang Selatan



Nova Tiara Ramadhani, 2017. Pengaruh Mata Kuliah Kewirausahaan Terhadap Minat Berwirausaha Mahasiswa. Universitas Telkom



109