Makalah Kie Prakonsepsi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH ASUHAN KEBIDANAN PRAKONSEPSI



DISUSUN OLEH NURIA PRATIWI, AM. KEB S1KEBIDANAN REG B



SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BAITURRAHIM JAMBI



DAFTAR ISI



JUDUL



………………………………………………………………



KATA PENGANTAR ………………………………………………… DAFTAR ISI …………………………………………………………. BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH………………………………. B. RUMUSAN MASALAH………………………………………… C. TUJUAN PEMBAHASAN………………………………………



BAB 2 PEMBAHASAN A. Gizi Masa Prakonsepsi B. Konseling…………………………………………………… C. Pengetahuan……………………………………………………… D. Macam-Macam Penyakit Menular Seksual……………………………………………



BAB 3 KESIMPULAN …………………………………………………... 1. Kesimpulan………………………………………………………… 2. Saran ……………………………………………………………… DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………



Kata Pengantar Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya, sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas untuk mata kuliah Evidance Based dalam Praktik Kebidanan dengan judul ” ASUHAN KEBIDANAN PRAKONSEPSI



Kami menyadari dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak saran dan kritik sehingga makalah ini terselesaikan, Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna dikerenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu ,



kami



mengharapkan segala bentuk saran dan masukan bahkan kritik yang membangun. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia kesehatan.



Bayunglencir, Mei 2021



Penulis



BAB 1 : PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Pasangan Usia Subur (PUS) adalah pasangan suami istri dengan usia istri berumur antara 15 sampai dengan 49 tahun atau usia istri berumur kurang dari 15 tahun dan sudah haid atau usia istri berumur lebih dari 50 tahun tetapi masih haid (BKKBN, 2013). Pada pasangan suami istri usia subur yang baru menikah atau ingin mendapatkan anak lagi, kehamilan merupakan saat-saat yang paling ditunggu. Hal itu juga merupakan saat yang menegangkan ketika sebuah kehidupan baru bertumbuh dan berkembang di dalam rahim (Sunarsih, 2011). Kesehatan yang baik adalah salah satu faktor yang paling penting dalam kehamilan. Kesehatan prakonsepsi adalah cara untuk meningkatkan hasil kehamilan yang positif dengan mendorong perempuan untuk terlibat dalam gaya hidup yang sehat sebelum mereka hamil (Williams & Wilkins, 2012). Keadaan yang kurang mendukung kondisi-kondisi prakonsepsi akan berdampak kurang baik pula terhadap pembentukan terjadinya proses konsepsi (Sujiono, 2004). Perawatan kesehatan yang baik, penting untuk perkembangan dan kesejahteraan janin, sehingga berada dalam kondisi kesehatan yang prima sebelum kehamilan menjadi hal yang penting (Curtis, 1999). Perawatan prakonsepsi yang dimulai sebelum kehamilan dapat menjadi strategi efektif untuk mengurangi gangguan bawaan dan meningkatkan kesehatan wanita usia subur (Shanon et al, 2013).



American



College



of



Obstetricians



and



Gynecologists



(ACOG)



(2006)



merekomendasikan bahwa selama periode reproduktif wanita, terutama mereka yang merupakan bagian dari perawatan prakonsepsi, seharusnya mencakup konseling 2 tentang perawatan kesehatan dan perilaku untuk mengoptimalkan hasil kehamilan. Pada wanita yang menerima perawatan prakonsepsi lebih cenderung mengadopsi perilaku sehat, sehingga memiliki hasil kehamilan yang baik (Dean et al, 2013). Perawatan prakonsepsi tidak hanya untuk wanita, tetapi juga untuk pria. Perawatan prakonsepsi untuk pria juga penting yaitu untuk meningkatkan hasil kehamilan yang sehat (Regina VT, 2011).



Masalah umum dalam perawatan prakonsepsi yaitu keluarga berencana, mencapai berat badan yang sehat, skrining dan pengobatan untuk penyakit menular, memperbarui imunisasi yang tepat, meninjau obat untuk efek teratogenik, konsumsi suplemen asam folat untuk mengurangi risiko cacat tabung saraf bagi wanita yang ingin hamil, dan pengendalian penyakit kronis sangat penting untuk mengoptimalkan hasil kehamilan (Farahi dan Zolotor, 2013). Preconception Counseling adalah komponen penting dari perawatan prakonsepsi (Williams et al, 2012). Preconception Counseling merupakan skrining dan memberikan informasi serta dukungan kepada individu usia subur sebelum hamil untuk promosi kesehatan dan mengurangi risiko (Bulechek, Butcher, & Dochterman, 2008). Preconception Counseling memainkan peran utama dalam mempersiapkan kehamilan. Preconception Counseling bertujuan untuk mengidentifikasi dan memodifikasi risiko yang berhubungan dengan kesehatan dan hasil kehamilan ibu, serta sebelum kehamilan (Walfisch dan Koren, 2011). Kunjungan konseling prakonsepsi adalah waktu yang ideal untuk mengevaluasi pasien dan kehamilan (Lanik, 2012). Public Health Service Expert Panel on the Content of Prenatal Care menyatakan bahwa kunjungan prakonsepsi mungkin merupakan satu-satunya kunjungan perawatan kesehatan terpenting. Hal tersebut dilihat dari konteks dampaknya terhadap kehamilan (Cunningham, Gary, & Gant, 2006). 3 Penelitian terbaru menunjukkan bahwa peristiwaperistiwa yang terjadi di dalam uterus, bahkan sebelum seorang wanita mengetahui dirinya sedang hamil, mungkin memiliki dampak yang signifikan terhadap pertumbuhan janin dan hasil kehamilan (Saravelos dan Regan, 2011). Selain hal tersebut, dalam penelitian lain menunjukkan bahwa dasar dari hasil kehamilan yang merugikan sering disebabkan karena masa awal kehamilan selama organogenesis. Oleh karena itu, penting untuk mengambil tindakan pencegahan sedini mungkin sebelum hamil (Elsinga et al, 2008). Selama ini, banyak orang yang kurang memahami pentingnya kondisi-kondisi pada masa-masa sebelum terjadinya proses konsepsi, sehingga para calon bapak dan ibu hanya berkonsentrasi pada persiapan proses kehamilan dan persalinan saja. Hal ini dapat dimengerti karena pengetahuan yang kurang tentang kondisi-kondisi prakonsepsi disebabkan tidak adanya penyuluhanpenyuluhan terhadap mereka (Sujiono, 2004). Pengetahuan, kesadaran, dan keyakinan tentang perawatan prakonsepsi tidak mendorong wanita untuk datang pada pada praktik kesehatan prakonsepsi. Wanita prakonsepsi muda dan



wanita yang sudah mempunyai anak kurang terlibat dalam perilaku kesehatan prakonsepsi. Oleh karena itu, diperlukan mendidik perempuan prakonsepsi muda tentang pentingnya dan manfaat dari berlatih perawatan prakonsepsi (Delissaint dan McKyer, 2011). Perempuan juga menyatakan sikap positif terhadap perawatan prakonsepsi, tetapi mereka ragu-ragu untuk mencari perawatan prakonsepsi untuk diri mereka sendiri. Perempuan menganggap diri mereka tidak berada di kelompok sasaran untuk perawatan prakonsepsi (Zee et al, 2012). Dalam hal ini, peran perawat dalam perawatan prakonsepsi di tingkat dasar antara lain pengkajian faktor risiko, promosi kesehatan, intervensi klinikal, dan psikososial. Perawat harus memiliki akses, seperti informasi tentang perawatan 4 sebelum konsepsi untuk memberikan anjuran/nasihat kepada orang tua, mengevaluasi kehamilan dan bila menemukan suatu kelainan, dapat merujuk ke dokter spesialis yang lebih kompeten sedini mungkin. Dari peran perawat yang dilakukan tersebut, diharapkan dapat menghasilkan sebuah kehamilan yang sehat pada pasangan usia subur (Regina VT, 2011). Konseling dalam keperawatan merupakan salah satu komponen penting pada proses keperawatan dan pendidikan kesehatan. Konseling mencerminkan hubungan perawat-klien, komunikasi terapeutik, dan pelayanan yang berorientasi pada masalah. Konseling dapat dipandang sebagai salah satu bentuk pelayanan keperawatan, yaitu memberi petunjuk kepada individu untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, dan perilaku konstruktif yang berguna untuk mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehatannya (Tamsuri, 2008). Perawat mempunyai kewajiban membimbing dan membantu klien memecahkan masalah melalui program konseling (Priyanto, 2009). Berdasarkan hasil wawancara dengan 15 PUS yang ada di RT.02 RW.O7 Dusun Blumbang, Desa Campurdarat, Kabupaten Tulungagung didapatkan bahwa kebanyakan dari pasangan usia subur kurang mengetahui dan memahami tentang apa yang harus mereka lakukan di saat merencanakan untuk hamil, misalnya diet, berat badan yang ideal, olahraga, asupan asam folat, paparan lingkungan yang kurang kondusif, melakukan pemeriksaan kesehatan. Hal ini didukung dengan data yang diperoleh dari Puskesmas Campurdarat tahun 2013. Dari data tersebut diketahui bahwa di Puskesmas Campurdarat memiliki kasus maternal tertinggi di antara puskesmas-puskesmas yang lain di Kabupaten Tulungagung, yaitu sebanyak 287 kasus maternal. Kasus maternal tersebut diantaranya terdiri dari 4% hiperemis, 12% keguguran, 7% eklampsia/preeklampsia, 5% perdarahan kehamilan, 0,5% p % perdarahan 5 persalinan, 4% perdarahan nifas, 10% partus lama, 1,5% infeksi, dan



kasus lain 56%. Selain itu, terdapat 14 kasus jumlah ibu hamil dengan Hb < 11 gr %. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Perbedaan Pengetahuan dan Sikap Tentang Prakonsepsi Sebelum dan Sesudah Dilakukan Preconception Counseling Pada Pasangan Usia Subur (PUS)”. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan masalah yaitu : “Apakah ada perbedaan pengetahuan dan sikap tentang prakonsepsi sebelum dan sesudah dilakukan preconception counseling pada pasangan usia subur ( PUS)?” 1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui perbedaan pengetahuan dan sikap tentang prakonsepsi sebelum dan sesudah dilakukan preconception counseling pada pasangan usia subur (PUS). 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi karakteristik Pasangan Usia Subur (PUS). 2. Mengidentifikasi pengetahuan tentang prakonsepsi sebelum dilakukan preconception counseling pada pasangan usia subur (PUS). 3. Mengidentifikasi pengetahuan tentang prakonsepsi sesudah dilakukan preconception counseling pada pasangan usia subur (PUS). 4. Mengidentifikasi sikap tentang prakonsepsi sebelum dilakukan preconception counseling pada pasangan usia subur (PUS). 5. Mengidentifikasi sikap tentang prakonsepsi sesudah dilakukan preconception counseling pada pasangan usia subur (PUS).



BAB II PEMBAHASAN



A. Gizi Masa Prakonsepsi 1. Pengertian Masa Prakonsepsi Masa pranikah dapat dikaitkan dengan masa prakonsepsi, karena setelah menikah wanita akan segera menjalani proses konsepsi. Masa prakonsepsi merupakan masa sebelum kehamilan.Periode prakonsepsi adalah rentang waktu dari tiga bulan hingga satu tahun sebelum konsepsi dan idealnya harus mencakup waktu saat ovum dan sperma matur, yaitu sekitar 100 hari sebelum konsepsi. Status gizi WUS atau wanita pranikah selama tiga sampai enam bulan pada masa prakonsepsi akan menentukan kondisi bayi yang dilahirkan. Prasayarat gizi sempurna pada masa prakonsepsi merupakan kunci kelahiran bayi normal dan sehat (Susilowati & Kuspriyanto, 2016). Rhode Island Departement of Health (2012) menyimpulkan bahwa wanita prakonsepsi merupakan wanita yang siap menjadi ibu, merencanakan kehamilan dengan memperhatikan kesehatan diri atau kesehatan reproduksi, kesehatan lingkungan, serta pekerjaannya.Oleh sebab itu, masa prakonsepsi ini harus diawali dengan hidup sehat, seperti memperhatikan makann yang dimakan oleh calon ibu. Perawatan prakonsepsi juga merupakan suatu langkah-langkah penilaian dan intervensi yang bertujuan untuk mengidentifikasi dan memodifikasi resiko medis, perilaku, dan sosial kesehatan wanita, serta hasil kehamilannya dari sebelum konsepsi (Hadar, et al, 2015). Centers for Disease Control and Prevention (CDC) mengidintifikasi empat tujuan untuk meningkatkan kesehatan prakonsepsi di antaranya yaitu: a) Meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku yang berhubungan dengan kesehatan prakonsepsi. b) Meyakinkan bahwa semua wanita usia subur bisa menerima pelayanan perawatan prakonsepsi yang akan memungkinkan mereka akan kesehatan yang optimal.



c) Mengurangi resiko lahir cacat. d) Mengurangi hasil kehamilan yang merugikan (Rhode Island Departement of Health, 2012). a. Kebutuhan Gizi pada Masa Prakonsepsi Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses degesti, absorpsi, transportasi. Penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan, dan fungsi normal dari organorgan serta menghasilkan energi (Supariasa, dkk. 2002). Zat-zat gizi yang dapat memberikan energi adalah karbohidrat, lemak, dan protein, oksidasi zatzat gizi ini menghasilkan energi yang diperlukan tubuh untuk melakukan kegiatan atau aktivitas. Ketiga zat gizi termasuk zat organik yang mengandung karbon yang dapat dibakar, jumlah zat gizi yang paling banyak terdapat dalam pangan dan disebut juga zat pembakar (Almatsier, 2011) Pedoman Gizi Seimbang merupakan pedoman untuk konsumsi makan sehari-hari yang harus mengandung zat gizi dalam jenis dan jumlah (porsi) yang sesuai dengan kebutuhan setiap orang atau kelompok umur, mengandung berbagai zat gizi (energi, protein, vitamin dan mineral), serta dapat dijadikan sebagai pedoman makan, aktivitas fisik, perilaku hidup bersih dan mempertahankan berat badan normal (Kemenkes,2014). Secara umum terdapat pesan khusus gizi seimbang yang perlu diperhatikan bagi calon pengantin adalah mengonsumsi aneka ragam makanan untuk memenuhi kebutuhan energinya. Hal tersebut meliputi konsumsi zat gizi makro dan mikro (karbohidrat, protein, vitamin dan mineral) yang akan digunakan sebagai proses pertumbuhan tubuh yang cepat, peningkatan volume darah dan peningkatan hemoglobin dalam darah yang berguna untuk mencegah anemia yang disebabkan karena kehilangan zat besi selama proses menstruasi (Kemenkes,2014). Gizi yang memengaruhi prakonsepsi adalah karbohidrat, lemak, protein, asam folat, vitamin A, E, dan B12, mineral zinc, besi, kalsium, dan omega-3. Pasangan yang akan melangsungkan pernikahan sebaiknya mulai mengubah pola makan menjadi teratur dan baik selambat-lambatnya enam bulan sebulan sebelum kehamilan. Hal ini dapat membantu memperbaiki tingkat kecukupan gizi pasangan (Susilowati & Kuspriyanto, 2016).



Berikut pola makan yang disarankan pada pasangan prakonsepsi untuk mengonsumsi dalam jumlah yang mencukupi: a. Karbohidrat Karbohidrat yang disarankan adalah kelompok polisakarida (seperti nasi, jagung, sereal, umbi-umbian) dan disarankan membatasi konsumsi monosakarida (seperti gula, sirup, makanan, dan minuman yang tinggi gula). b. Protein Kekurangan protein pada tingkat berat akan memperlambat perkembangan hormone endokrin sehingga kemampuan untuk mengikat hormone androgen rendah. Makanan yang kaya protein bisa diperoleh dari telur, daging, tempe, dan tahu. 8 Politeknik Kesehatan Tanjungkarang serangan radikal bebas (oksidan) yang memengaruhi kesehatan reproduksi. c. Asam Folat Kecukupan nutrisi asam folat dapat mengurangi resiko bayi lahir kecacatan system saraf dengan neutral tube defect(NTD) seperti spina bifida sebanyak 70%. d. Vitamin B6 Sumber vitamin B6 antara lain ayam, ikan, ginjal, beras merah, kacang kedelai, kacang tanah, pisang, dan kol. e. Vitamin D Vitamin D dirodukski dari dalam tubuh dengan bantuan sinar matahari, selain itu dapat diperoleh dari susu, telur, mentega, keju, minyak ikan, ikan tuna, dan ikan salmon. f. Zinc Zinc sangat penting untuk calon ibu karena zinc membantu produksi materi genetik ketika pembuahan terjadi. Menjaga asupan zinc sesuai AKG, yaitu 15 mg/hari dapat membantu menjaga sistem reproduksi berfungsi normal. g. Zat besi Kekurangan zat besi pada calon ibu dapat menyebabkan anemia dengan menunjukkan gejala lelah, sulit konsentrasi, dan gampang infeksi.Juga dapat mengurangi resiko ibu hamil mengalami defisiensi anemia gizi besi yang dapat membahayakan ibu dan kandungannya.(Susilowati & Kuspriyanto, 2016).



B. Konseling 1. Pengertian Konseling Salah satu upaya untuk menyadarkan masyarakat mengenai gizi adalah melalui konseling gizi. Secara umum, definisi konseling adalah suatu proses dua arah yang terjadi antara konselor dan klien yang bertujuan untuk membantu klien mengatasi dan mengambil keputusan yang benar dalam mengatasi masalah gizi yang dihadapi (Supariasa, 2014). Konseling gizi adalah suatu cara untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan individu atau keluarga melalui bentuk pendekatan guna mendapatkan pengertian yang lebih baik, sehingga diharapkan individu atau keluarga mampu mengambil langkah-langkah untuk mengatasi masalah gizi termasuk perubahan pola makan serta memecahkan masalah terkait gizi kearah kebiasaan hidup sehat (Cornelia, dkk 2013). Peran keluarga juga turut membantu dalam keberhasilan konseling gizi. Anggota keluarga yang lain dapat mendukung pelaksanaan perubahan pola makan klien. Hingga pada akhirnya klien dapat menerapkan pola makan yang baik sesuai dengan yang diharapkan. 2. Tujuan Konseling Tujuan konseling gizi adalah secara umum adalah membantu klien dalam upaya megubah prilaku yang berkaitan dengan gizi, sehingga status gizi klien menjadi lebih baik.Perilaku yang diubah meliputi pengetahuan dan sikap. 3. Manfaat Konseling Dalam melakukan konseling diperlukan hubungan yang baik antara konselor dan klien melalui kesepakatan untuk bekerja sama, melakukan komunikasi, dan terlibat dalam proses yang berkesinambungan dalam upaya memberikan pengetahuan, keterampilan, serta sumber daya. Proses konseling diharapkan dapat memberikan manfaat pada klien sebagai berikut: a)Membantu klien untuk mengenali masalah kesehatan dan gizi yang dihadapi. 11 Politeknik Kesehatan Tanjungkarang b) Membantu klien memahami penyebab terjadinya masalah. c) Membantu klien untuk mencari alternatif pemecahan masalah. d)Membantu klien untuk memilih cara pemecahan masalah yang paling sesuai baginya.



e) Membantu proses penyembuhan penyakit melalui perbaikan gizi klien. 4. Tempat Konseling Pada prinsipnya dapat dilaksanakan dimana saja asal memenuhi konsep kenyamanan dan informasi yang disampaikan klien tidak didengar orang yang tidak berkepentingan serta dijamin kerahasiaanya (Supariasa, 2014). Namun, ada beberapa persyaratan khusus yang harus dipenuhi untuk dapat dikatakan layak sebagai tempat dilakukannya konsultasi, antara lain : a) Ruangan tersendiri terpisah dengan ruangan lain sehingga klien merasa nyaman. b) Ada tempat atau meja untuk mendemonstrasikan materi konseling, c)Lokasi mudah dijangkau oleh klien, termasuk klien yang memiliki keterbatasan fisik. d) Ruangan memiliki cukup cahaya dan sirkulasi udara. e) Ruangan didukung dengan fasilitas yang memadai antara lain tersedia poster, leflet, dan food model. 5. Waktu Waktu pelaksanaan konseling sangat bergantung pada kasus yang ditangani berat ringannya masalah, keaktifan klien, dan waktu kunjungan, yaitu kunjungan awal/pertama, kedua, ketiga dan seterusnya.Secara umum waktu pelaksanaan konseling berkisar antara 30-60 menit.Dengan pembagian 30 menit diawal digunakan untuk menggali data, dan 30 menit berikutnya untuk diskusi dan pemecahan masalah. C. Pengetahuan 1. Pengertian Pengetahuan Menurut Bloom, pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.Pengetahuan merupakan domain



yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Dari pengalaman penelitian tertulis bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan adalah merupakan hasil mengingat suatu hal, termasuk mengingat kembali kejadian yang pernah dialami baik secara sengaja maupun tidak sengaja dan ini terjadi setelah orang melakukan kontak atau pengamatan terhadap suatu obyek tertentu (Mubarak, 2007) Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif menurut Notoatmodjo (2007) mempunyai enam tingkatan, yaitu: 1) Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Disebut juga dengan istilah recall (mengingat kembali) terhadap suatu yang spesifik terhadap suatu bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. 2) Memahami Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar, tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar.Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi tersebut harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap obyek yang dipelajari. 3) Aplikasi Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau konsulidasi riil (sebenarnya). Aplikasi ini 13 Politeknik Kesehatan Tanjungkarang dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. 4) Analisa Analisa adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam komponen, tetapi masih di dalam struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitan satu sama lain. Kemampuan analisa ini dapat dilihat dari penggunaan kata karena dapat menggambarkan, membedakan, dan mengelompokkan. 5) Sintesis Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk melaksanakan atau menghubungkan bagian suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada. 6) Evaluasi Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.



Penilaian ini berdasarkan suatu keriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada sebelumnya. 1. Faktor yang memengaruhi tingkat pengetahuan Notoatmodjo (2003), mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah sebagai berikut: a. Tingkat Pendidikan Pendidikan adalah upaya untuk memberikan pengetahuan sehinga terjadi perubahan perilaku positif yang meningkat. b. Informasi Seseorang yang mempunyai sumber informasi yang lebih banyak akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas. c. Budaya Tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhan yang meliputi sikap dan kepercayaan. d. Pengalaman 14 Politeknik Kesehatan Tanjungkarang Sesuatu yang pernah dialami seseorang akan menambah pengetahuan tentang sesuatu yang bersifat informasi. e. Sosial Ekonomi Tingkat kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan dalam hidup. Cara mendapatkan pengetahuan Notoatmodjo (2003), juga menyatakan bahwa, media informasi yang dapat menstimulasi pengetahuan seseorang adalah: a. Media Cetak Media cetak adalah alat-alat yang dapat member informasi, media cetak tersebut antara lain : 1) Rubrik atau tulisan pada surat kabar atau majalah yang membahas suatu informasi tentang gizi seimbang. 2) Leaflet adalah bentuk penyampaian informasi atau pesan mengenai pengetahuan gizi pada remaja. 3) Poster adalah bentuk penyampaian informasi atau pesan kesehatan yang biasanya ditempel pada dinding, di tempat umum atau kendaraan umun. b. Media Elektronik Media elektronik adalah sebagai sarana untuk menyampaikan pesan atau informasi kesehatan. Jenis-jenis media elektronik antara alain :



1) Televisi, menyimpaikan pesan atau informasi tentang gizi, melalui media ini dalam bentuk forum diskusi atau Tanya jawab masalah gizi. 2) Radio, menyampaikan informasi atau pesan tentang gizi dalam berbagai bentuk antara lain obrolan (tanya jawab), ceramah. 3) Video, menyampaikan informasi atau pesan-pesan kesehatan melalui ceramah, film, iklan dan lainlain . c. Media Papan Media papan merupakan suatu media yang terdapat di tempat-tempat umum, dapat diisi informasi pengetahuan, seperti halnya informai tentang gizi. 3. Pengetahuan Gizi Pengetahuan gizi adalah kemampuan seseorang untuk mengingat kembali kandungan gizi makanan serta keguanaan zat gizi tersebut dalam tubuh. Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam memilih makanan yang pada akhirnya akan berpengaruh pada keadaan seseorang. Semakin tinggi tingkat pengetahuan gizi seseorang diharapkan semakin baik pula keadaan gizinya (Khomsan, 2004). Pengetahuan tentang gizi yang harus dimiliki masyarakat antara lain kebutuhan-kebutuhan bagi tubuh (karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral). Selain itu, jenis-jenis makanan sehari-hari yang mengandung zatzat gizi yang dibutuhkan tubuh tersebut, baik secara kualitataif dan kuantitatif, akibat atau penyakit-penyakit yang disebabkan karena kekurangan gizi dan sebagainya (Notoatmodjo, 2007). Pengetahuan gizi meliputi pengetahuan tentang pemilihan bahan makanan dan konsumsi sehari-hari dengan baik dan memberikan semua zat gizi yang dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh.Pemilihan dan konsumsi bahan makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang.Status gizi baik atau optimal terjadi apabila tubuh memperoleh cukup zat gizi yang dibutuhkan tubuh.Status gizi kurang tejadi apabila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat gizi essential.Sedangkan status gizi lebih terjadi apabila tubuh memperoleh zat gizi dalam jumlah yang berlebihan sehingga menimbulkan efek yang membahayakan (Almatsier, 2011). Pengetahuan gizi mempunyai peranan penting dalam pembentukan kebiasaan makan seseorang, sebab hal ini akan mempengaruhi seseorang dalam memilih jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi (Harper et al, 1985).



Suatu hal yang meyakinkan tentang pentingnya pengetahuan gizi didasarkan pada tiga kenyataan, yaitu: 1) Status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan. 2) Setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang optimal, pemeliharaan dan energy 3) Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat belajar menggunakan pangan dengan baik bagi kesejahteraan gizi. Menurut Khomsan (2004), individu memiliki pengetahuan yang baik akan mempunyai kemampuan untuk menerapkan pengetahuan gizinya dalam pemilihan maupun pengolahan pangan, sehingga konsumsi pangan mencakupi kebutuhan. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2012). Pengukuran pengetahuan gizi dapat dilakukan dengan menggunakan instrument berbentuk pertanyaan pilihan dan berganda (multiple choice test), instrumen ini merupakan bentuk tes obyektif yang paling sering digunakan. Di dalam menyusun instrument ini diperlukan jawaban-jawaban yang sudah tertera diatas.Dan responden hanya memilih jawaban yang menurutnya benar (Khomsan).



BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 1.1 KESIMPULAN Asuhan kebidanan berkesinambungan merupakan pasien hamil trimester ketiga dengan faktor risiko anemia ringan yaitu dengan kadar Hb 10,4 gr/dl pada trimester tiga. Asuhan kehamilan yang diberikan pada Ny F untuk mengatasi anemia meliputi KIE mengenai pemenuhan nutrisi, ketepatan meminum tablet Fe serta ANC rutin dan anemia dapat terkoreksi dengan kenaikan kadar Hb pada kunjungan ANC terakhir menjadi 12 gr/dl 2.1 SARAN 1. Bagi institusi dapat dijadikan bahan evaluasi pada penelitian berbasis Continuity of Care . 2. Bagi mahasiswa dapat lebih mempelajari asuhan-asuhan dalam ruang lingkup kebidanan, sehingga penelitian yang dilakukan dapat lebih baik lagi hasilnya. 3. Bagi pemberi asuhan, guna memberikan asuhan yang memperhatikan kepentingan klien sebaiknya kualitas pelayanan kebidanan lebih ditingkatkan. Pengkajian dilakukan lebih mendalam sehingga keluhankeluhan klien dapat teratasi dengan baik. 4. Bagi klien sebaiknya lebih terbuka dengan pemberi asuhan, sehingga dapat menyampaikan keluhan atau kondisi kesehatannya tanpa ada rasa malu atau canggung dan percaya pada pemberi asuhan bahwa tindakan yang dilakukan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan



DAFTAR PUSTAKA



http://repository.poltekkes-tjk.ac.id/1465/6/6.%20BAB%20II%20%281%29.pdf http://eprints.umm.ac.id/26082/2/jiptummpp-gdl-nikensepti-38005-2-babi.pdf