Makalah Kimia Air [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH PRAKTIKUM ANALISA KIMIA AIR ANALISA FISIK DAN KIMIA KUALITAS PERAIRAN IRIGASI DESA BARENGKRAJAN Dosen Pengampu Mata kuliah Praktikum Analisa Kimia Air Yulianto Ade Prasetya, S.Si, M.Si Khoirun Nisyak, S.Si, M.Si



Disusun oleh Kelompok IV



1 2 3



Kharisma Aprilia P Magdalena Arini Primastri Surya A



:



(15010102006) (15010101008) (15010100010)



SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RUMAH SAKIT ANWAR MEDIKA PROGRAM STUDI DIII ANALIS KESEHATAN 2016



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu faktor yang penting di bidang pertanian dalam penyediaan air irigasi. Sumber air permukaan sampai saat ini masih menjadi bagian yang penting dalam penyedia irigasi terutama pada musim kemarau. Kenyataannya, semakin meningkatnya pembangunan disegala bidang menyebabkan kuantitas dan kualitas air mengalami pencemaran lingkungan yang berasal dari limbah. Air irigasi umumnya berasal dari sungai, waduk, air tanah, dan sistem pasang surut. Salah satu usaha peningkatan produksi pangan khususnya padi adalah air irigasi di sawah-sawah sesuai dengan kebutuhan. Kebutuhan air yang diperlukan pada area irigasi besarnya bervariasi sesuai keadaan. Penelitian ini dilakukan di Desa Barengkrajan Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo untuk mengetahui kualitas air irigasi untuk pertanian dari segi parameter fisik dan kimia. Keberadaannya pembangunan secara meningkat seperti pemukiman warga, pembangunan industri, dan lain-lain ini dapat menimbulkan limbah pencemaran lingkungan. Peningkatan pencemaran lingkungan sudah sejak lama terjadi di Kecamatan Krian karena limbah pemukiman penduduk dan industri dibuang di Sungai Krian khususnya aliran irigasi di Desa Barengkrajan. Dampak negatif yang ditimbulkan dari pencemaran sungai Krian khususnya alirian irigasi di Desa Brengkrajan banyak dirasakan masyarakat, terutama yang memanfaatkan sungai sebagai sumber pasukan air irigasi bagi pertanian yang terdapat di Desa Barengkrajan Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo. Desa Barengkrajan ini sangat strategis dan letak geografisnya dengan luas tanah ± 10.000 Ha. Desa Barengkrajan ini memiliki beberapa dusun yaitu : Dusun Bendomungal, Dusun Sidorame, Dusun Semampir, Dusun Madubronto, Dusun Sidorenggo. Desa Barengkrajan ini juga memiliki beberapa Perumahan yaitu : Perumahan Graha Permata Sidorejo Indah, Perumahan Alam Pesona 1 dan 2, Perumahan Taman Sidorejo, Perumahan Pilar Persada Developer, Kavling Madubronto. Sebagian besar wilayah Desa Barengkrajan adalah berupa daratan. Secara agraris tanah sawah juga relative luas sebagai lahan penanaman semusim seperti : Padi, jagung, dan tebu. Kawasan Desa Barengkrajan terdapat Industri Kardus, Industri plastik, Home Industri, Industri Sepatu, dan Industri makanan. Banyaknya pemukiman penduduk dan industri di Desa Barengkrajan Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo ini menimbulkan pencemaran lingkungan berupa limbah pada sungai sehingga kualitas air tidak lagi sesuai untuk irigasi persawahan Desa Barengkrajan. Apabila air sungai untuk irigasi persawahan



telah tercemar, maka akibat yang ditimbulkan secara langsung maupun tidak langsung yang akan mempengaruhi hasil produksi pertanian dan juga mempengaruhi kesejahteraan masyarakat petani. Dengan adanya penelitian ini dapat mengatasi permasalahan pencemaran lingkungan sungai yang dapat mengganggu keseimbangan ekosistem sungai. Maka dari itu dengan adanya praktikum analisa kimia air , dapat mengetahui air mana yang dapat digunakan dan air mana yang tidak dapat digunakan serta juga dapat menganalisa kualitas serta kandungan apa saja yang terdapat di dalam air. 1.2 Rumusan Masalah 1 Bagaimana hasil uji fisik dan hasil uji kimia di Desa Barengkrajan, Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo ? 2 Bagaimana kondisi perairan pada irigasi persawahan di Desa Barengkrajan Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo ? 1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui hasil uji fisik dan hasil uji kimia di Desa Barengkrajan, Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo. 2. Untuk mengetahui kondisi perairan pada irigasi persawahan persawahan di Desa Barengkrajan Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo. 1.4 Manfaat Manfaat yang dapat diperoleh dari percobaan ini adalah dapat mengetahui Kandungan di dalam air serta dapat menganalisa kualitas sampel air yang diuji dari uji fisik meliputi uji suhu, pH, dan salinitas, dan uji kimia meliputi uji alkalinitas, asiditas, DO, COD, Sulfur,Sulfat, Magnesium, Kalsium, Klorida, Logam berat, dan Fosfat.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.I Air Permukaan Air permukaan merupakan air yang berada di permukaan tanah. Air permukaan merupakan salah satu sumber yang dapat dipakai untuk bahan baku air bersih, terutama untuk air minum. Dibandingkan dengan sumber lain, air permukaan merupakan sumber air yang mudah tercemar. Keadaan ini terutama berlaku bagi tempat-tempat yang dekat dengan tempat tinggal penduduk. Hampir semua buangan dan sisa kegiatan manusi dilimpahkan kepada air permukaan atau dicuci dengan air, dan pada waktu dibuang akan dibuang ke badan air permukaan (Maulana, 2001). Air permukaan dibedakan menjadi 2 utama, yaitu :(Effendi,2002) dalam Maulana, 2001). a. Perairan Tergenang (lentik) Contoh dari perairan tergenang adalah : kolam, waduk, rawa, dan danau. Perairan tergenang (lentik)khususnya danau, biasanya memiliki arus sangat lambat sekitar 0,001-0,1 m/detik atau tidak ada arus sama sekali b. Perairan Mengalir (Lotik) Sungai adalah contoh perairan mengalir dengan arus yang searah dan relatif kencang 2.2 Pencemaran Air Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001, Pencemaran air adalah masuknya makhluk hidup, zat energi atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi sesuai peruntukkannya. Industrialisasi dan urbanisasi telah membawa dampak pada lingkungan. Pembuangan limbah industri dan domestik/rumah tangga ke badan air merupakan penyebab utama pencemaran air. Pencemaran air terjadi ketikaenergi dan bahan-bahan yang dirilis, menurunkan kualitas air untuk pengguna lain. Polusi air mencakup semua bahan limbah yang tidak diurai secara alami oleh air. Dengan kata lain, , apapun yang ditambahkan ke air, ketika mencapai kapasitas air untuk mengurainya, disebut polusi. Polusi, dalam keadaan tertentu, dapat disebabkan oleh alam, seperti ketika air mengalir melalui tanah dengan keasaman yang tinggi, tetapi yang lebih sering menyebabkan polusi pada air adalah tindakan manusia yang tidak bertanggung jawab sehingga polutan dapat masuk ke air(Maulana, 2001). Pencemaran air permukaan dapat mengakibatkan resiko kesehatan. Hal ini disebabkan karena air permukaan atau lebih dikenal dengan air sungai tersebut sering digunakan secara langsung sebagai air minum atau sumber air



minum. Kekhawatiran juga muncul ketika air permukaan tersebut terhubung dengan sumur dangkal yang digunakan untuk air minum. Selain itu, aliran air sungai memiliki peran penting karena sering digunakan masyarakat sekitarnya untuk mencuci dan membersihkan, untuk pertanian, perikanan dan ikan, dan untuk rekreasi(Maulana, 2001). Secara umum, ada dua sumber utama pencemaran air, yaitu sumber pencemaran air dari titik tetap/tidak bergerak(point sources) dan sumber pencemar air dari tidak tetap/bergerak (non point sources). Sumber pencemar dari titik tetap antara lain pabrik, fasilitas pengolahan air limbah, sistem septitank, dan sumber lain yang jelas membuang polutan ke sumber air. Sumber pencemaran tidak tetap lebih sulit diidentifikasi, karena tidak ditelusuri kembali ke lokasi tertentu. Sumber tidak tetap termasuk sedimen, pupuk, bahan kimia, dan limbah dari peternakan hewan, bidang, situs konstruksi, dan tambang. Landfill juga bisa menjadi sumber tidak tetap pencemaran, jika zat lindi dari TPA ke dalam persediaan air(Effendi, 2002). Menurut Mulyono (2007), sumber tidak tetap juga berasal dari hujan dan salju cair mengalir melewati lahan dan menghanyutkannya pencemar-pencemar diatasnya seperti pestisida dan pupuk dan mengendapkannya dalam danau, telaga, rawa, perairan pantai dan air bawah tanah serta kota-kota dan pemukiman yang juga menjadi penyumbang pencemar. 2.3 Jenis Bahan Pencemar Environmental Prtection Agency (EPA) Amerika Serikat membagi bahan pencemar air ke dalam 6 kategori berikut (Safe Drinking Water Foundation, n.d ;Effect, n. d ; NST. 2008) : a. Limbah Organik sebagian besar terdiri dari kotoran manusia dan hewan. Ketika limbah biodegradable memasuki limbah menyediakan sumber energi (karbon organik) untuk bakteri. Hal ini mengakibatkan terjadinya dekomposisis biologis yang dapat menyebabkan terkurasnya oksigen terlarut di sungai, yang akan terdampak pada kehidupan air. Selain itu kekurangan, oksigenjuga menimbulkan bau dan rasa yang tidak enak pada air. b. Tanaman nutrisi, seperti fosfat dan nitrat, yang masuk ke dalam air melalui limbah, dan ternak limpasan pupuk. Fosfat dan nitrat juga ditemukan di industri. Meskipun merupakan bahan kimia yang alami terdapat di air, 80% nitrai, dan 75% fosfat di dalam air merupakan tanaman nutrisi yang mendorong pertumbuhan alga, sehingga jika terdapat secara berlebihan dalam air, dapat mengakibatkan terjadinya euterofikasi. c. Panas dapat menjadi sumber polusi di air. Dengan meningkatnya temperatur air, jumlah oksigen terlarut akan turun. Polusi termal dapat terjadi secara alami, misalnya pada sumber air panas dan karena kegiatan manusia, misalnya melalui pembuangan air yang telah digunakan untuk mendinginkan pembangkit listrik atau peralatan industri lainnya. Panas yang tinggi dapat menghabiskan ksigen terlarut dalam air sehingga dapat mempengaruhi



d.



e.



f. g.



kehidupan air. Selain suhu air yang tinggijuga akan terdampak buruk pada penggunaannya sebagai pendingin di industri-industri. Bahan buangan padat atau sedimen adalah salah satu sumber yang paling umum dari polusi air. Sedimen terdiri dari mineral atau bahan padat organik yang dicuci atau ditiup dari tanah ke sumber-sumber air. Sulit untuk mengidentifikasi sedimen, karena berasal dari sumber non-titik, seperti konstruksi, operasi pertanian dan peternakan, penebangan, banjir, dan limpasan kota. Sedimen ini apabila dibuang ke sungai dapat mengakibatkan terjadinya pelarutan leh air, pengendapan di dasar air dan pembentukan koloidal yang melayang di dalam air. Bahan kimia berbahaya dan beracun yang merupakan bahan-bahan yang tidak digunakan atau dibuang dengan benar yang berasal dari kegiatan manusia. Misalnya titik sumber polusi kimia meliputi limbah industri dan tumpahan minyak. Selain itu pembersih rumah tangga, pewarna, cat, dan pelarut yang beracun, dan dapat menumpuk ketika dibuang ke pipa saluran pembuangan. Hal ini dapat memberikan dampak negatif pada manusia serta satwa dan tanaman. Mikroorganisme : bakteri patogen, virus, dan lain-lain yang merupakan ancaman kesehatan. Polutan radioaktif berasal dari pembuangan air limbah dari pabrik-pabrik, rumah sakit dan tambang uranium. Selain itu radioaktif juga dihasilkan dari isotop alami, seperti radon. Polutan radioaktif bisa berbahaya, dan dibutuhkan bertahun-tahun sampai zat radioaktif tidak lagi dianggap berbahaya.



2.4 Limbah Setiap kegiatan pasti menghasilkan buangan, baik dalam bentuk cair, padat, maupun berupa gas. 1. Limbah Domestik Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 112 Tahun 2013, pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa air limbah domestik adalah air limbah yang berasal dari usaha atau kegiatan pemukiman rumah makan, perkantoran, perniagaan, apartemen, dan asrama. Fadly (2008) menyebutkan bahwa bahwa air limbah domestik adalah bekas pemakaian yang berasal dari aktivitas daerah pemukiman yang didominasi oleh bahan organik dan langsung diolah secara biologis. Menurut Daryanto (1995) limbah domestik dapat digolongkan ke dalam tiga jenis, yaitu limbah cair, limbah gas, dan limbah padat. Limbah cair domestik dapat berasal dari kegiatan sehari-hari misalnya memasak, mandi, mencuci, dan lain-lain. Selain itu limbah juga berasal dari kegiatan warga yang buang air besar (BAB) sembarang di sungai. Limbah domestik berupa gas dapat berasal dari dapur rumah tangga, pembakaran sampah padat, dekomposisi sampah padat maupun cair, dan lain-lain. Limbah gas



menjadi pencemar bila telah melewati Nilai Ambang Batas (NAB). Limbah padat dmestik pada umumnya berupa sampah. Sumber sampah berhubungan dengan tata guna lahan yang mempengaruhi tipe dan karakteristik sampah. Sampah yang tidak tertangani akan dibuang ke badan air dan menjadi pencemar tambahan (Sasongko, 2006; Fadly, 2008). 2. Limbah industri Limbah industri tergantung dari jenisnya industri dan prosesnya. Air limbah industri dominan bersifat kima-fisika., terutama logam berat, diantaranya limbah B2 dan B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Air limbah industri, tidak langsung diolah secara biologis, perlu pengolahan kimiawi, karena sifatnya yang sangat korosif itu, maka cara penyalurannya bisa dibedakan, yaitu dengan saluran khusus yang tahan korosif. Jika air limbah industri itu setelah diolah dalam tingkat pra-pengolahan dan telah memenuhi standar seperti air limbah domestik, maka penyalurannya dapat diizinkan bersama-sama dengan saluran air limbah domestik. Jika tidak, harus khusus ditangani sendiri oleh masing-masing industri atau secara kolektif, untuk instalasi air limbah industri (Fadly, 2008). 2.5 Dampak Pencemaran Air Pencemaran air dapat menyebabkan berkurangnya keanekaragaman atau punahnya populasi organisme perairan seperti benthos, perifiton, dan plankton. Dengan menurunnya atau punahnya organisme tersebut maka sistem ekologi perairan terganggu. Sistem ekolgi perairan (eksistem) mempunyai kemampuan untuk memurnikan kembali lingkungan yang telah tercemar sejauh beban pencemaran masih berada dalam dalam batas daya dukung lingkungannya maka kemampuan ini tidak dipergunakan lagi. Pencemaran air selain mengakibatkan dampak buruk pada lingkungan dan menurunkan keanekaragaman serta mengganggu estetika juga berdampak negatif bagi kesehatan makhluk hidup, karena di dalam air yang tercemar selain mengandung mikroorganisme patogen, juga mengandung banyak komponen beracun (Nugroho, 2006). Penggunaan air yang tidak memenuhi persyaratan (tercemar) dapat menimbulkan terjadinya gangguan kesehatan. Gangguan kesehatan tersebut dapat berupa penyakit menular maupun penyakit tidak menular. Menurut Slamet (2002) beberapa penyakit bawaan air yang sering ditemukan di Indonesia adala : 1. Cholera merupakan penyakit usus halus yang akut dan berat. Penyebab penyakit ini oleh Vibrio cholera 2. Tipus abdomalis, merupakan penyakit yang menyerang usus halus. Penyakit ini disebabkan oleh Salmonella typhi. 3. Hepatitis A, merupakan penyakit disebabkan oleh virus Hepatitis . 4. Dysentri, disebabkan oleh Entamoeba hystolitica Selain itu, adapula penyakit yang diakibatkan karena keracunan bahan kimia melalui air seperti keracunan cadmium, keracunan merkuri, dan keracunan kobalt.



2.6 Air Irigasi Irigasi adalah menyalurkan air yang perlu untuk pertumbuhan tanaman ke tanah yang diolah dan mendistribusinya secara sistematis (Sosrodarsono, 2003). Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak (PP No. 20 Tahun 2006 Tentang Irigasi). Kebutuhan air irigasi adalah jumlah volume air yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan evaporasi, kehilangan air, kebutuhan air untuk tanaman dengan memperhatikan jumlah air yang diberikan oleh alam melalui hujan dan kontribusi air tanah (Sosrodarsono, 2013). Kebutuhan air sawah untuk padi ditentukan oleh faktor-faktor berikut : 1. Penyiapan Lahan 2. Penggunaan konsumtif 3. Perkolasi dan rembesan 4. Pergantian Lapisan air 5. Curah hujan efektif 2.7 Parameter Kualitas Air 2.7.1 Parameter Kimia 1. Chemical Oxygen Demand (COD) Chemical Oxygen Demand (COD) atau kebutuhan oksigen kimia adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia (Wardhana, 2004). Uji COD biasanya menghasilkan nilai kebutuhan oksigen yang lebih tinggi dari BOD karena banyak bahan yang stabil terhadap reaksi biologi dapat teroksidasi. Persamaan yang digunakan dalam uji COD yaitu (Sukmadewa, 2007) : Organik + Cr2O72- + H+ CO2 + H2O+ 2Cr232. Dissolved Oxygen (DO) Dissolved Oxygen (DO) atau oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu, oksigen juga dibutuhkan untukm oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal dari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut (Salmin, 2006). 3. Asiditas



Asiditas pada sistem air alami adalah kapasitas air untuk menetralisir OH-, air asam biasanya tidak diperhitungkan, kecuali untuk kasus polusi berat. Asiditas merupakan hasil dari adanya asam lemah seperti H2PO4-, CO2, H2S, protein, asam-asam lemak dan ion-ion logam asam, terutama Fe3+. Asiditas lebih sukar ditentukan daripada alkalinitas, karena dua kontributor utama, CO2 dan H2S, merupakan larutan volatil yang segera hilang dari sampel (Salmin, 2006). Prinsip Asiditas yaitu CO2 asam mineral dan asam harus dalam air dinetralkan oleh larutan standar basa dan asam dengan indicator fenolptalein dan metil jingga.Asiditas dalam air disebabkan oleh karbondioksida (CO2) asam mineral. Adanya asiditas dalam air ditunjukkan oleh PH air tersebut dibawah 8,5. Air yang dengan PH 7, sedangkan perairan dikatakan asam apabila konsentrasi ion H+ lebih besar daripada ion OH-, nilai pH < 7. pH berkaitan erat dengan spesi – spesi kimia terlarut. Keberadaan spesi karbonat, bikarbonat, dan hidroksida dalam perairan (komponen alkalinitas) akan menaikkan kebasaan perairan. Semakin tinggi pH suatu perairan, maka akan semakin tinggi pula nilai alkalinitas. Sementara itu adanya asam–asam mineral bebas dan asam karbonat akan menaikkan keasaman suatu perairan. 4.2.3 Salinitas Salinitas/kandungan garam dalam air adalah salah satu faktor kimia dalam air yang berpengaruh dalam budidaya ikan secara umum. Hal ini karena garam memiliki efek baik jika dalam konsentrasi yang sesuai. Misalnya, dapat menjadi desinfektan dalam air, meningkatkan sistem metabolisme tubuh ikan, dan lainlain. Akan tetapi, jika dalam konsentrasi berlebih garam ini akan menjadi zat toksik. Efek dari toksik ini dapat mengganggu aktivitas hewan secara keseluruhan, termasuk aktivitas pertumbuhan dan reproduksi (Isnaeni, 2006). Berdasarkan penetuan uji fisik dengan parameter uji salinitas dihasilkan pada peruntukkan sampel air A1 , sampel air A2, sampel air A3, sampel air A4, sampel air A5, dan sampel air A6 ini uji salinitas sebesar 0 menunjukkan sesuai baku mutu yang diisyarat menurut PPRI No. 82 Tahun 2001. Pada perairan irigasi ini masih dalam keadaan normal uji salinitas dalam perairannya sehingga tidak ada dampak pada hasil pertanian. 4.2.4 Alkalinitas Alkalinitas merupakan kapasitas air untuk menerima protein. Alkalinitas penting dalam perlakuan air seperti pada proses pengolahan air limbah industri atau domestik. Dengan mengetahui alkalinitas, dapat dihitung jumlah bahan kimia yang harus ditambahkan dalam pengolahan air limbah. Air yang sangat alkali atau bersifat basa mempunyai pH tinggi dan umumnya mengandung padatan terlarut yang tinggi. Alkalinitas memegang peranan penting dalam penentuan air untuk mendukung pertumbuhan ganggang dan kehidupan perairan lainnya. Pada umumnya, komponen utama yang memegang peranan dalam menentukan alkalinitas perairan adalah ion karbonat, ion bikarbonat dan ion hidroksil. Karena alkalinitas adalah



kapasitas air untuk menetralkan asam, sehingga penambahan alkalinitas lebih banyak dibutuhkan untuk mencegah air tidak menjadi asam. Air dengan alkalinitas tinggi mempunyai konsentrasi karbon organik yang tinggi. Dalam media dengan pH rendah, ion hidrogen dalam air mengurangi alkalinitas (Effendy, 2003). Berdasarkan penentuan uji kimia dengan parameter alkalinitas di peruntukkan sampel air A1 sebesar 766 ppm, peruntukkan sampel air A2 sebesar 500 ppm, peruntukkan sampel air A3 sebesar 466 ppm, peruntukkan sampel air A4 sebesar 500 ppm, peruntukkan sampel air A5 sebesar 366 ppm, peruntukkan sampel air A6 sebesar 400 ppm menunjukkan nilai alkalinitas di atas baku mutu perairan yang diisyaratkan menurut SNI 06-2422-1991. Menurut Effendy (2002) umumnya total alkalinitas mempunyai konsentrasi yang sama dengan konsentrasi total kesadahan. Selain bergantung pada pH, alkalinitas juga dipengaruhi oleh komposisi mineral, suhu, dan kekuatan ion. Unsur-unsur alkalinitas juga dapat bertindak sebagai buffer (penyangga) Menurut Fadly (2008) alkalinitas relatif sama jumlahnya dengan kesadahan dalam suatu perairan. Alkalinitas juga berpengaruh terhadap pH dalam suatu perairan. Dalam kondisi basa ion bikarbonat akan membentuk ion karbonat dan melepaskan ion hidrogen yang bersifat asam sehingga keadaan pH menjadi netral.sebaliknya bila keadaan terlalu asam, ion karbonat akan mengalami hidrolis menjadi ion bikarbonat dan melepaskan hidrogen oksida yang bersifat basa, sehingga keadaan kembali netral. Perairan dengan nilai alkalinitas yang terlalu tinggi tidak terlalu disukai oleh organisme akuatik karena biasanya diikuti dengan nilai kesadahan yang tinggi atau kadar garam natrium yang tinggi. Pada peruntukkan sampel air irigasi ini di dapat nilai pH yang normal, namun nilainya alkalinitas tinggi sehingga terjadi tidak kesusaian hasil. 4.2.5 Asiditas Asiditas adalah kapasitas air untuk menetralkan ion OH - atau basa. Penyebab asiditas adalah asam-asam lemah, protein dan ion-ion logam yang bersifat asam, terutama Fe3+. Penentuan asiditas lebih sukar dari alkalinitas karena adanya gas CO2 dan H2S yang keduanya mudah menguap dan mudah hilang dari sampel yang diukur. Pada pengolahan air limbah, penentuan asiditas menjadi penting untuk memperhitungkan jumlah kapur atau zat-zat lain yang harus ditambahkan dalam proses penentuan kadar asiditas dalam air limbah (Barus, 2004). Berdasarkan penentuan uji kimia dengan parameter asiditas diperuntukkan sampel air A1 sebesar 30 ppm, peruntukkan sampel air A2 sebesar 30 ppm, peruntukkan sampel air A3 sebesar 30 ppm, peruntukkan sampel air A4 sebesar 30 ppm, peruntukkan sampel air A5 sebesar 30 ppm, dan peruntukkan sampel air A6 sebesar 30 ppm menunjukkan standart baku



mutu yang diisyaratkan sesui SNI 06-2422-1991. Pada peruntukkan sampel air di Desa Barengkrajan Kecamatan Krian Sidoarjo masih dalam keadaan normal nilai asiditas bagi perairan irigasi sehingga tidak ada dampak pada hasil pertanian. 4.2.6 DO (Dissolved oxygen) Salmin (2005) menyatakan Oksigen terlarut (DO) merupakan parameter yang penting dalam menentukan kualitas perairan. DO berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan organik dan anorganik, seperti diketahui bahwa DO dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu, DO juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik. Dalam kondisi aerobik, peranan oksigen adalah untuk mengoksidasi bahan organik dan anorganik dengan hasil akhirnya adalah nutrien yang dapat memberikan kesuburan perairan. Dalam kondisi anaerobik, oksigen yang dihasilkan akan mereduksi senyawa-senyawa kimia menjadi lebih sederhana dalam bentuk nutrien dan gas (Nugroho, 2006). Berdasarkan penetuan uji kimia dengan parameter oksigen terlarut (DO) di peruntukkan sampel air A1 sebesar 90,72 ppm, peruntukkan sampel air A2 sebesar 4,03 ppm, peruntukkan sampel air A3 sebesar 4,840 ppm, peruntukkan sampel air A4 sebesar 49,99, peruntukkan sampel air A5 sebesar 41,93 ppm, peruntukkan sampel air A6 sebesar 50,40 ppm menunjukkan bahwa nilai DO pada sampel air irigasi melebihi ambang batas sesuai SNI 06-6869. 14-2004. Kecepatan difusi oksigen dari udara, dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti kekeruhan air, suhu, salinitas, pergerakan massa air dan udara seperti arus, gelombang dan pasang surut. Semakin tinggi suhu dan salinitas yang dimiiki sebuah perairan maka perairan tersebut akan memiliki nilai DO yang rendah, demikian sebaliknya nilai DO akan tingi jika perairan tersebut memiliki suhu dan salinitas yang rendah. Demikian juga terhadap lapisan permukaan air nilai DO suatu perairan akan semakin rendah seiring dengan bertambahnya ke dalam perairan (Salmin, 2006). Pada perairan sampel irigasi semua lokasi memiliki suhu dan salinitas standart baku mutu sehingga memungkinkan nilai DO tinggi di ambang batas baku mutu. 4.2.7 Chemichal Oxygen Dissolved (COD) Chemical oxygen dissolved (COD) adalah jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengurai seluruh bahan organik yang terkandung dalam air (Boyd, 1990). COD merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses oksidasi kimia yang dinyatakan dalam O2. Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/l, sedangkan pada perairan yang tercemar nilai COD bisa mencapai lebih dari 200 mg/l (Effendi, 2002). Tingginya bahan organik yang berasal dari kegiatan pertanian (pestisida),



perikanan (pakan), limbah domestik yang berasal dari pemukiman akan menimbulkan nilai COD yang tinggi di suatu perairan (Rustam, 2010). Dengan mengukur nilai COD maka akan diperoleh nilai yang menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk proses oksidasi terhadap total senyawa organik, baik yang mudah diurai maupun yang sukar diuraikan secara biologis (Barus, 2004). Pada penentuan uji kimia dengan parameter Chemical Oxygen Dissolved (COD) di penentuan sampel air A1 sebesar 0 ppm, peruntukkan sampel air A2 sebesar 56 ppm, peruntukkan sampel air A3 sebesar 16 ppm, peruntukkan sampel air A4 sebesar 4 ppm, peruntukkan sampel air A5 sebesar 4 ppm, dan peruntukkan sampel air A6 sebesar 4 ppm menunjukkan sesuai baku mutu yang diisyaratkan sesuai SNI 06-6989, 15-2004. Pada sampel air irigasi nilainya masih di bawah ambang batas sehingga perairan irigasi ini tidak tercemarsehingga tidak ada dampak pada hasil pertanian. Tingginya bahan organik yang berasal dari kegiatan pertanian (pestisida), perikanan (pakan), limbah domestik yang berasal dari pemukiman akan menimbulkan nilai COD yang tinggi di suatu perairan (Rustam, 2010). 4.2.8 Sulfur dan Sulfat Sulfur atau belerang adalah unsur kimia di dalam sistim periodik yang mempunyai simbol S dan nomor atom 16. Sulfur bukan logam multivalen yang berlimpah, tanpa rasa dan tanpa bau. Sulfur dalam bentuk aslinya, adalah satu kristal padat yang berwarna kuning. Sulfur ditemukan di alam dalam bentuk unsur murni atau dalam bentuk mineral sulfida atau sulfat. Sulfur merupakan unsur penting untuk kehidupan dan ditemukan dalam dua asam amino. Sulfur digunakan terutama dalam baja dan juga digunakan secara meluas dalam mesiu, korek api, racun serangga dan racun jamur. Hidrogen sulfida (H2S) dikenal dengan nama sulfana, sulfur hidrida, gas asam (sour gas), sulfurated hydrogen, asam hidrosulfurik, dan gas limbah (sewer gas). Asam sulfida merupakan gas yang tidak berwarna, timbul dari aktivitas biologis ketika bakteri mengurai bahan organik dalam keadaan tanpa oksigen (aktivitas anaerobik), seperti di rawa, dan saluran pembuangan kotoran. Gas ini juga muncul pada gas yang timbul dari aktivitas gunung berapi dan gas alam (Ratcliff et al, 1999). Sulfur berikatan dengan ion hydrogen dan oksigen dalam perairan. Bentuk sulfur di perairan adalah sulfida (S2-), hydrogen sulfida (H2S), ferro sulfida (FeS), sulfur dioksida (SO2), sulfit (SO3), dan sulfat (SO4). Sulfat yang berikatan dengan hidrogen membentuk asam sulfat dan sulfat yang berikatan dengan logam alkali merupakan bentuk sulfur yang paling banyak ditemukan di danau dan sungai (Effendi, 2003). Perubahan hidrogen sulfida menjadi sulfur dapat terjadi dalam proses sintesis karbohidrat. Hidrogen sulfida digunakan sebagai hidrogen donor untuk membentuk kembali unsur



sulfur, sebagai hasil samping dari sintesis karbohidrat (Effendi, 2003). Jika di perairan tidak terdapat oksigen dan nitrat, maka sulfat berperan sebagai sumber oksigen dalam proses oksidasi yang dilakukan oleh bakteri anaerob. Ion sulfat direduksi menjadi ion sulfit yang membentuk kesetimbangan dengan ion hidrogen untuk membentuk hydrogen sulfida Sekitar 99% sulfur terdapat dalam bentuk H2S pada pH 5. Kondisi ini menimbulkan tekanan parsial H2S bersifat mudah larut, toksik, dan menimbulkan bau seperti telur busuk. Toksisitas H2S meningkat dengan adanya penurunan nilai pH (Effendi, 2002). Pada penentuan uji kimia dengan parameter penentuan sulfur (S) di peruntukkan sampel air A1 sebesar 50,41 ppm, peruntukkan sampel air A2 sebesar -24,93, peruntukkan sampel air A3 sebesar -27,12, peruntukkan sampel air A4 sebesar 33,70 ppm, peruntukkan sampel air A5 sebesar 71,78 ppm, peruntukkan sampel air A6 sebesar 60,82 ppm , hal ini pada perairan A2 dan A3 masih dalam keadaan dibawah ambang batas baku mutu sebesar 0,02 mg/L sesuai PP No: 82 Tahun 2001, sedangkan sampel A1, A4, A5, dan A6 melebihi batas baku mutu. Hal ini menunjukkan sampel yang nilainya melebihi ambang batas tidak normal pada perairan karena sulfur pada perairan ini bawaan dari pupuk pertanian sawah masyarakat sekitar. Bentuk sulfur anorganik yaitu SO42- terlarut, SO42- terjerap, SO42- tak larut dan S anorganik tereduksi. SO42- terlarut dan terjerap merupakan fraksi sulfur yang dapat tersedia bagi tanaman(Tisdale et.al, 1985). Pada penentuan uji kimia dengan parameter penentuan sulfat (SO4) di peruntukkan sampel air A1 sebesar 115,61 ppm. Peruntukkan sampel air A2 sebesar -74,98ppm, peruntukkan sampel air A3 sebesar -81,57ppm, peruntukkan sampel air A4 sebesar 101,35 ppm, peruntukkan sampel air A5 sebesar 215,88 ppm, peruntukkan sampel air A6 sebesar 182,92 ppm menunjukkan masih dibawah ambang batas baku mutu yaitu 400 mg/L sesuai PP No: 82 Tahun 2001. Maka menunjukkan kadar sulfat dalam perairan masih dalam keadaan normal akibat dari serapan sulfur oleh tanaman pada persawahan. 2.10 Magnesium dan Kalsium Kesadahan air adalah kandungan mineral-mineral tertentu di dalam air, umumnya ion kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) dalam bentuk garam karbonat atau dapat juga disebabkan karena adanya ion-ion lain dari polivalent metal (logam bervalensi banyak) seperti Al, Fe, Mn, Sr dan Zn dalam bentuk garam sulfat, klorida dan bikarbonat dalam jumlah kecil. Karena penyebab dominan/utama kesadahan adalah Ca2+ dan Mg2+, khususnya Ca2+, maka arti dari kesadahan dibatasi sebagai sifat / karakteristik air yang menggambarkan konsentrasi jumlah dari ion Ca2+ dan Mg2+, yang dinyatakan sebagai CaCO3 (Giwangkara, 2006).



Salah satu syarat air dikatakan berkualitas ketika mengandung garamgaram mineral dalam jumlah yang tidak berlebihan. Susunan unsur kimia dari air tergantung pada darimana sumber air tersebut berasal, misalnya air tanah kandungan airnya tergantung pada lapisan tanah yang dilewati air tersebut. Apabila air melewati lapisan tanah kapur maka ia akan menjadi sadah karena mengandung Ca(HCO3)2 dan Mg(HCO3)2, apabila melewati batuan granit, maka air akan lunak dan agresif karena mengandung CO2 dan Mn(HCO3)2. Jika kita memperhatikan dasar ketel yang selalu digunakan untuk memasak air, Semakin lama dasar ketel tersebut akan semakin tebal. Kerak yang terbentuk pada dasar ketel akan menyebabkan penghantaran panas terhambat, sehingga untuk memanaskan air akan membutukan pemanasan yang lebih lama (Kristyanto, 2011). Pada penentuan uji kimia dengan parameter penentuan magnesium (Mg) di peruntukkan sampel air A1 sebesar 61,2 ppm, peruntukkan sampel air A2 sebesar 42 ppm, peruntukkan sampel air A3 sebesar 35,7 ppm, peruntukkan sampel air A4 sebesar 47,51, peruntukkan sampel air A5 sebesar 31,2 ppm, dan peruntukkan sampel air A6 sebesar 40,8 ppm menunjukkan nilai di bawah ambang batas baku mutu yaitu sebesar 100 mg/L sesuai SNI 06-6989.55-2005. Pada sampel air irigasi kadar magnesium dalam perairan ini masih dalam keadaan stabil dan normal sehingga tidak ada dampak pada hasil pertanian. Berdasarkan penentuan uji kimia dengan parameter penentuan kalsium (Ca) di peruntukkan sampel air A1 sebesar 72 ppm, peruntukkan sampel air A2 sebesar 42 ppm, peruntukkan sampel air A3 sebesar 54,88 ppm, peruntukkan sampel air A4 sebesar 49,15 ppm, peruntukkan sampel air A5 sebesar 84 ppm, dan peruntukkan sampel air A6 sebesar 48 ppm menunjukkan nilainya di bawah baku mutu yaitu 100 mg/L sesuai Nomor : 416/Menkes/PER/IX/1990. Pada sampel air irigasi kadar kalsium masih dalam keadaan normal dalam perairan sehingga tidak ada dampak pada hasil pertanian. 4.2.11 Klorida Ion klorida adalah salah satu anion anorganik utama yang ditemukan di perairan alami dalam jumlah lebih banyak daripada anion halogenn lainnya. Klorida biasanya terdapat dalam bentuk senyawa natrium klorida (NaCl), kalium klorida (KCl), dan kalsium klorida (CaCl₂). Kadar klorida yang tinggi, misalnya pada air laut, yang diikuti oleh kadar kalsium dan magnesium yang juga tinggi dapat meningkatkan sifat korosivitas air. Perairan yang demikian mudah mengakibatkan terjadinya perkaratan peralatan yang terbuat dari logam. Klorida tidak bersifat toksik bagi makhluk hidup, bahkan berperan dalam pengaturan tekanan osmotik sel. Perairan yang diperuntukkan bagi keperluan domestik, termasuk air minum, pertanian, dan



industri, sebaiknya memiliki kadar klorida lebih kecil dari 100 mg/L (Effendi, 2002). Berdasrkan uji parameter kimia penentuan kadar klorida (Cl) dengan metode titrasi argentometri, pada sampel air A1 dan A3 dihasilkan nilai sebesar 213 ppm dan 461,5 ppm menunjukkan hasil pengukuran baik dan menunjukkan standart baku mutu sebesar 600 mg/L. Pada sampel air A2, A4, A5, dan A6 didapat hasil kadar klorida 816,5 ppm, 1420 ppm, 1491 ppm, dan 2205 ppm menunjukkan hasil diatas baku mutu yaitu di atas 600 mg/L menurut PP No: 82 Tahun 2001. Menurut (Effendi, 2002) klorida adalah bentuk ion dari unsur klorin merupakan anion anorganik utama yang ditemukan di perairan. Secara alami jumlah ion klorida lebih banyak daripada anion halogen yang lain. Klorida sangat mudah larut di dalam air, dan merupakan pembentuk garam dengan unsur logam, atau bersenyawa dengan senyawa organic membentuk organoklor. Kemampuan klor untuk bereaksi dengan logam dapat menyebabkan kandungan logam dalam perairan meninggkat. Pada lokasi yang melebihi ambang batas kadar klorida ini dapat diakibatkan titik sampel dekat dengan industri kertas (karton) dan padatnya pemukiman penduduk (perumahan) sehingga perairan pada titik sampel tersebut tercemar oleh klorida sehingga dapat menimbulkan dampak pada hasil pertanian 4.2.12 Logam Berat Logam berat yang masuk ke perairan akan mengalami pengendapan dan masuk ke organisme melalui penyerapan. Menurut Hutagalung (1991) logam berat yang terakumulasi di sedimen karena proses absorbsi melalui 5 fase yaitu: 1) fase terikat secara absorpsi dan pertukaran ion, 2) fase terikat karbonat, 3) fase terikat oleh oksida Fe/Mn, 4) fase terikat pada zat organik dan sulfida, dan 5) fase terikat kisi-kisi logam [6]. Harahap (1991) mengatakan bahwa logam berat mempunyai sifat yang mudah terikat dan mengendap di dasar perairan dan terakumulasi membentuk sedimen. Oleh karena itu kadar logam berat dalam sedimen lebih tinggi dibandingkan dalam air. Logam berat mempunyai sifat yang mudah mengikat bahan organik dan mengendap di dasar perairan dan terikat dengan sedimen, selain itu dimungkinkan logam berat yang terdapat dalam sedimen sudah terakumulasi dalam waktu yang lama sebelum pengambilan sampel, sehingga pada saat dilakukan analisis kandungan Pb dan Hg dalam sedimen menunjukkan kadar yang tinggi (Daryanto, 1995). Berdasarkan penentuan uji kimia dengan parameter penentuan logam berat di peruntukkan sampel air A1 didapat adanya logam Pb 2+, peruntukkan sampel air A2, A3, A4, A5, dan A6 dihasilkan dengan tidak teridentifikasi logam berat menunjukkan bahwa hanya sampel air A1 perairannya terkandung Pb2+ dengan hasil kromatografi kertas terbentuk warna kuning



ketika disemprotkan larutan KI. Hal ini lokasi titik A1 terdapat industri PT. FSCM MFG Bergerak dalam bidang spare part otomotif yakni rantai motor, rantai industri, filter mobil dan motor, dan control cable, sedangkan lokasi A2, A3, A4, A5, dan A6 ini tidak teridentifikasi logam berat sehingga tidak ada dampak pada hasil pertanian. 4.2.13 Fosfat Fosfor merupakan suatu komponen yang sangat penting dan Bering menimbulkan permasalahan lingkungan. Fosfor termasuk salah satu dari beberapa unsur yang essensial untuk pertumbuhan ganggang dalam air. Pertumbuhan ganggang yang berlebihan disamping hasil hancuran biomas dapat menyebabkan pencemaran kualitas air. Sumber fosfor adalah limbah industri, hanyutan dari pupuk, limbah domestik, hancuran bahan organik, dan mineral fosfat (Rasyid, 2010). Fosfor dalam air terdapat balk sebagai bahan padat maupun bentuk terlarut. Fosfor dalam bentuk padat dapat terjadi sebagai suspensi garamgaram yang tidak larut, dalam bahan biologis, atau terabsorbsi dalam bahan padat. Fraksi yang paling balk dari senyawa fosfat yang terlarut paling mungkin terdapat dalam bentuk senyawa organik, sedangkan fosfor anorganik yang terlarut terjadi terutama sebagai bentuk ion ortofosfat (PO43-) Protonasi sempuma dari ion ortofosfat menghasilkan H3PO4 yang mempunyai nilai pK1 = 2,17 ; pK2 = 7,31 ; dan pK3 = 12,36. Dan nilai konstanta desosiasi asam ini dapat disimpulkan bahwa H3PO4 adalah asam yang sangat kuat dan PO43- sangat basa bila terdapat dalam perairan alami. Oleh karena itu ion fosfat terbentuk sebagai H2PO4- atau HPO42 (Rasyid, 2010). Kenaikan konsentrasi fosfat merupakan adanya zat pencemar dalam perairan. Senyawa-senyawa fosfat tersebut dalam bentuk organofosfat atau polifosfat. Sejumlah industri dapat rnembuang polifosfat berupa bahan pencuci yang mengapung di atas permukaan air. Senyawa fosfor organik terdapat antara lain dalam bentuk asam-asam nukleat, fosfolipid, gulafosfat. Senyawa ini masuk ke dalam perairan bersama-sama dengan limbah industri dan rumah tangga (Mulyono, 2001). Berdasarkan uji parameter kimia penentuan fosfat diuji Laboratorium Jasa Tirta 1 Mojokert, pada sampel air semua lokasi (A1, A2, A3, A4, A5, dan A6) menunjukkan hasil pengukuranya baik dan menunjukkan standart baku mutu sebesar 5 mg/L menurut SNI 06-2483-1991. Menurut (Sundra, 2001) keberadaan fosfor di dalam perairan sebagai nutrient dan berfungsi dalam pembentukkan protein dan metabolisme bagi organisme. Sumber fosfat di perairan berasal dari proses alamiah, deterjen dalam limbah cair, pestisida, minyak pelumas, dan insektisida dari lahan pertanian. Fosfat diperairan tidak ditemukan dalam bentuk bebas sebagai unsur, melainkan dalam bentuk senyawa anorganik yang terlarut. Fosfat diperairan terdapat



dalam bentuk sebagai senyawa ortofosfat, polifosfat, dan fosfat organik. Setiap senyawa fosfat tersebut terdapat dalam bentuk terlarut, tersuspensi, atau terikat di dalam sel organisme dalam air. Perairan yang mengandung fosfat melebihi 0,2 mg/L tergolong perairan eutrof. Pada peruntukkan sampel air di Desa Barengkrajan Kecamatan Krian Sidoarjo masih dalam keadaan normal nilai kadar fosfat bagi perairan irigasi sehingga tidak ada dampak pada hasil pertanian.



BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :



1.



Pada uji fisik, peruntukan air sampel A1 dihasilkan lokasi tempat pada peta yaitu S 7o23’8” E 112o36’24” , peruntukkann air sampel A2 dihasilkan lokasi tempat pada peta yaitu S 7o22’54” E 112 o36’25”, peruntukkan air sampel A3 dihasilkan lokasi tempat pada peta dengan garis koordinat S 7 o22’50” E 112 o 36’25”, peruntukkan air sampel A4 dihasilkan lokasi tempat pada peta dengan garis koordinat S 7o22’44” E 112o36’26”, peruntukkan air sampel A5 dihasilkan lokasi tempat pada peta dengan koordinat S 7o23’9 E 112o36’22”, dan peruntukkan air sampel A6 dihasilkan lokasi tempat pada peta dengan garis koordinat S 7o23’9” E 112o36’15”. Pada penentuan uji fisik ini dengan parameter suhu dihasilkan pada peruntukkan air sampel A1 yaitu sebesar 30 o C, peruntukkan sampel air A2 dihasilkan suhu 30 o C, peruntukkan sampel air A3 dihasilkan suhu 31 o C, peruntukkan sampel air A4 dihasilkan suhu 30 o C, peruntukkan sampel air A5 dihasilkan 30 o C, dan pada peruntukkan sampel air A6 dihasilkan suhu 30 o C. Pada penentuan uji fisik ini dengan parameter pH dihasilkan pada penentuan air sampel A1 dihasilkan pH sebesar 7,1, peruntukkan air sampel A2 dihasilkan pH sebesar 6,7, peruntukkan air sampel A3 dihasilkan pH sebesar 6,6, peruntukkan air sampel A4 dihasilkan pH sebesar 6,6, peruntukkan air sampel A5 dihasilkan dihasilkan pH sebanyak 6,5. Pada penetuan uji fisik dengan parameter uji salinitas dihasilkan pada peruntukkan sampel air A1 , sampel air A2, sampel air A3, sampel air A4, sampel air A5, dan sampel air A6 ini uji salinitas sebesar 0. Pada uji kimiapada penentuan dengan parameter alkalinitas di peruntukkan sampel air A1 sebesar 766 ppm, peruntukkan sampel air A2 sebesar 500 ppm, peruntukkan sampel air A3 sebesar 466 ppm, peruntukkan sampel air A4 sebesar 500 ppm, peruntukkan sampel air A5 sebesar 366 ppm, peruntukkan sampel air A6 sebesar 400 ppm. Pada penentuan uji kimia dengan parameter asiditas diperuntukkan sampel air A1 sebesar 30 ppm, peruntukkan sampel air A2 sebesar 30 ppm, peruntukkan sampel air A3 sebesar 30 ppm, peruntukkan sampel air A4 sebesar 30 ppm, peruntukkan sampel air A5 sebesar 30 ppm, dan peruntukkan sampel air A6 sebesar 30 ppm. Pada penetuan uji kimia dengan parameter oksigen terlarut (DO) di peruntukkan sampel air A1 sebesar 90,72 ppm, peruntukkan sampel air A2 sebesar 4,03 ppm, peruntukkan sampel air A3 sebesar 4,840 ppm, peruntukkan sampel air A4 sebesar 49,99, peruntukkan sampel air A5 sebesar 41,93 ppm, peruntukkan sampel air A6 sebesar 50,40 ppm. Pada penentuan uji kimia dengan parameter Chemical Oxygen Dissolved (COD) di penentuan sampel air A1 sebesar 0 ppm, peruntukkan sampel air A2 sebesar 56 ppm, peruntukkan sampel air A3 sebesar 16 ppm, peruntukkan sampel air A4 sebesar 4 ppm, peruntukkan sampel air A5 sebesar 4 ppm, dan peruntukkan sampel air A6 sebesar 4 ppm. Pada penentuan uji kimia dengan parameter penentuan sulfur (S) di peruntukkan sampel air A1 sebesar 50,41 ppm,



peruntukkan sampel air A2 sebesar -24,93, peruntukkan sampel air A3 sebesar -27,12, peruntukkan sampel air A4 sebesar 33,70 ppm, peruntukkan sampel air A5 sebesar 71,78 ppm, peruntukkan sampel air A6 sebesar 60,82 ppm. Pada penentuan uji kimia dengan parameter penentuan sulfat (SO 4) di peruntukkan sampel air A1 sebesar 115,61 ppm. Peruntukkan sampel air A2 sebesar -74,98ppm, peruntukkan sampel air A3 sebesar -81,57ppm, peruntukkan sampel air A4 sebesar 101,35 ppm, peruntukkan sampel air A5 sebesar 215,88 ppm, peruntukkan sampel air A6 sebesar 182,92 ppm. Pada penentuan uji kimia dengan parameter penentuan magnesium (Mg) di peruntukkan sampel air A1 sebesar 61,2 ppm, peruntukkan sampel air A2 sebesar 42 ppm, peruntukkan sampel air A3 sebesar 35,7 ppm, peruntukkan sampel air A4 sebesar 47,51, peruntukkan sampel air A5 sebesar 31,2 ppm, dan peruntukkan sampel air A6 sebesar 40,8 ppm. Pada penentuan uji kimia dengan parameter penentuan kalsium (Ca) di peruntukkan sampel air A1 sebesar 72 ppm, peruntukkan sampel air A2 sebesar 42 ppm, peruntukkan sampel air A3 sebesar 54,88 ppm, peruntukkan sampel air A4 sebesar 49,15 ppm, peruntukkan sampel air A5 sebesar 84 ppm, dan peruntukkan sampel air A6 sebesar 48 ppm. Pada penentuan uji kimia dengan parameter penentuan klorida (Cl) di peruntukkan sampel air A1 sebesar 213 ppm, peruntukkan sampel air A2 sebesar 816,5 ppm, peruntukkan sampel air A3 sebesar 461,5 ppm, peruntukkan sampel air A4 sebesar 1420 ppm, peruntukkan sampel air A5 sebesar 1491 ppm, peruntukkan sampel air A6 sebesar 2205 ppm.Pada penentuan uji kimia dengan parameter penentuan logam berat di peruntukkan sampel air A1 didapat adanya logam Pb2+, peruntukkan sampel air A2, A3, A4, A5, dan A6 dihasilkan dengan tidak teridentifikasi logam berat. Pada penentuan uji kimia dengan parameter uji fosfat di peruntukkan sampel air A1, A2, A3, A4, A5, dan A6 dihasilkan normal. 2. Pada uji fisik meliputi uji suhu, pH, dan salinitas di perairan sampel air irigasi pada lokasi A1, A2, A3, A4, A5, dan A6 dinyatakan sesuai baku mutu standart dinyatakan normal dalam perairan air untuk irigasi. Pada uji kimia meliputi uji alkalinitas pada perairan sampel A1, A2, A3, A4, A5, dan A6 menunjukkan nilai alkalinitas yang tinggi pada kondisi perairan. Pada uji asiditas pada perairan sampel A1, A2, A3, A4, A5, dan A6 menunjukkan nilai asiditas dihasilkan normal pada kondisi perairan. Pada uji DO pada perairan A1, A2, A3, A4, A5, dan A6 menunjukkan nilai DO yang tinggi dikarenakan suhu dan salinitasnya rendah atau normal. Pada uji COD pada perairan A1, A2, A3, A4, A5, dan A6 menunjukkan nilai hasil COD masih di bawah ambang batas baku mutu sehingga masih sesuai dengan perairan untuk irigasi. Pada uji Klorida pada perairan A1, A2, A3, A4, A5, dan A6 menunjukkan nilai yang tinggi pada ambang batas baku mutu pada sampel A2, A4, A5, dan A6, hal ini didapat lokasi tersebut dekat pada industri kertas dan pemukiman padat penduduk, sedangkan A1 dan A2 dihasilkan



nilai dibawah ambang baku mutu. Pada pengujian logam berat perairan A1, A2, A3, A4, A5, dan A6 menunjukkan lokasi A1 yang teridentifikasi Pb 2+ dengan percobaan kromatografi kertas, sedangkan lokasi yang lain tidak teridentifikasi perairan. Pada uji fsfat perairan A1, A2, A3, A4, A5, dan A6 menunjukkan nilai yang normal bagi perairan untuk irigasi persawahan.



DAFTAR PUSTAKA



Barrus.T.A. 2004. Pengantar Liminologi : Studi Tentang Ekosistem Sungai dan Danau, Fakultas MIPA Universitas Sumatra Utara. Medan . USU Press. Daryanto. 1995, Masalah Pencemaran. Bandung : Tarsito. Depkes RI, 1990. Peraturan Menteri Kesehatan RI No 416/Menkes/Per/IX/1990,Tentang Syarat-syarat Dan Pengawasan Kualitas Air. Jakarta. Effendie, H. 2002.Telaah Kualitas Air Bagi Pengolahan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta: Penerbit Kanasius. Engelstad, O.P. 1997. Teknologi dan penggunaan pupuk. (Edisi ketiga). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Fadly .N.Aliefa. 2008. Daya Tampung dan Daya Dukung Sungai Ciliwang Serta Strategi Pengolahannya. Thesis Program Pasca Sarjana. Fakultas Teknik . Universitas Indonesia. Depok. Giwangkara, E.G. 2006 Jenis-jenis Kesadahan Air. http://persembahanku.wordpress.com/. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun 2003. Baku mutu Air Limbah Domestik. Indonesia : Menteri Negara Lingkungan Hidup. Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 582 Tahun 1995



Tentang Penetapan Peruntukan Dan Baku Mutu Air Sungai/Badan Air Serta Baku Limbah Cair Di Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Maulana,R. 2001. Gambaran Kualitas Air Sungai Cileungsi Kabupaten Bogor tahun 2001 . Skripsi Program Sarjana. FKM-UI. Depok. Mulyono. 2007. Kamus Kimia Hal:151. Bumi Aksara. Jakarta. Nugroho. A.2006. Bioindikator Kualitas Air. Universitas Trisakti. Jakarta. Pemerintah Republik Indonesia, 2001. Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, Jakarta. Pemerintah Republik Indonesia, 2006. Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun2006 Tentang Irigasi, Jakarta. Rahmanda,R.K.A. 2010. Estimasi Populasi Gastropoda di Sungai Tambak Bayan Yogyakarta. Jurnal Ekologi Perairan, 1:1-7. Rasyid, A.J. 2010. Distribusi Suhu Permukaan Pada Musim Peralihan BaratTimur ,Terkait dengan Fishing Ground Ikan Pelagis di Perairan Spermonde. Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan. Ratcliffe, J. 1974. An Introduction to Town and Country Planning 2nd ed., Hutchinson & Co., London. Rustam. 2010. Analisis Parameter Fisika, Kimia, Biologi dan Daya Dukung Lingkungan Perairan Pesisir Untuk Pengembangan Usaha Budidaya Udang Windu di Kabupaten Barru. Jurnal Nature Indonesia. Safe Dringking Water Foundation.(n.d). Water Pollution. Https://www.safewater.org/PDFS/resouncesknowthefacts/Waterpollution .pdf. Salmin.2005.Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) sebagai salah satu Indikator untuk menentukan kualitas perairan. ISSN 0216-1877.Oseana .Volume xxx.nomor 3.2005. Sasongko,Lutfi.Aris. 2006. Kontribusi Air Limbah Domestic Penduduk disekitar Sungai tuk terhadap kualitas air Sungai Kaligarang Serta Upaya Penanganannya ( Studi Kasus Kelurahan Sampangan dan bendan ngisor kecamatan gajah mungkur kota semarang). Http://eprints.undip.ac.id/15152/1/LUTFI_AS_L4K002051.pdf. Slamet,Juli.Soemirat. 2002. Kesehatan Lingkungan. Gajahmada University Press.Yogyakarta. Sundra, I.K. 2001. Studi kualitas perairan sungai Nyuling di Karangasem ditinjau dari aspek fisik kimia dan mikrobiologi. J. Biologi. Wibisono,M.S.2005. Pengantar Ilmu Kelautan. PT. Gramedia. Jakarta.



LAMPIRAN