Makalah KMB Kel 5 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 2 ASKEP APENDISITIS



Disusun Oleh: Kelompok 5 Kep 4A



Nur Hidayatil Safitri



1914201028



Pramita Dewi



1914201029



Putri Utami Wulandari.R



1914201030



Qorri Hartanto



1914201031



Renik Sri Utami



1914201033



Resti Perdana Sari



1914201034



Dosen Pengampu : Ns. Hidayatul Rahmi, S.Kep,M.Kep



PRODI KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG



KATA PENGANTAR Puji syukur kami ucapkan atas ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah melimpahkan rahmat serta karunia-Nya, baik berupa kesempatan maupun pengetahuan sehingga makalah “Askep Apendisitis” ini dapat kami selesaikan dalam bentuk maupun isinya dengan sebaik-baiknya. Terima kasih kami ucapkan kepada Ibu Ns. Hidayatul Rahmi, S.Kep,M.Kep karena atas bimbingan serta saran dari bapaklah kami dapat menyusun makalah ini sehingga dapat dibaca serta dipahami isinya. kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari sempurna ,baik dari segi penyusunan yang masih kurang teratur ,pembahasan yang kurang sesuai dengan materi, ataupun penulisannya yang kurang tepat atau kesalahan saat mengetik kata demi kata ,karena pengalaman kami yang masih kurang Demikianlah yang dapat kami sampaikan , kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun terlepas dari itu dimohonkan kepada Ibu dan teman-teman yang membaca makalah ini agar memberikan kritik dan saran yang membangun agar kedepannya, bisa diperbaiki menjadi lebih baik, kepada Ibu dosen yang terhormat dimohon bimbingannya lebih lanjut , terutama bimbingan terhadap penyusunan makalah dan dalam mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II.



Padang, 29 Juni 2021



Kelompok 5



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR............................................................................................2 DAFTAR ISI...........................................................................................................3 BAB I : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang..................................................................................................4 1.2 Tujuan Penulisan..............................................................................................5 a. Tujuan Umum..............................................................................................5 b. Tujuan Khusus.............................................................................................5 BAB II : LAPORAN PENDAHULUAN 2.1. Konsep Penyakit Apendisitis............................................................................7 A. Pengertian....................................................................................................7 B. Etiologi.........................................................................................................7 C. Patofisiologi.................................................................................................8 D. Klasifikasi....................................................................................................9 E. Manifestasi Klinis........................................................................................10 F. Pemeriksaan Diagnostik..............................................................................11 G. Penatalaksanaan...........................................................................................12 H. Komplikasi...................................................................................................14 I. PenKes Apendisitis...................................................................................... 2.2. Konsep Askep Apendisitis................................................................................16 A. Pengkajian....................................................................................................16 B. Diagnosa......................................................................................................16 C. Intervensi.....................................................................................................17 D. Implemetasi..................................................................................................17 E. Evaluasi........................................................................................................21 F. Dokumentasi................................................................................................22 BAB III : LAPORAN KASUS APENDISITIS....................................................24 BAB IV : PENUTUP 3.1 Kesimpulan........................................................................................................67 3.2 Saran..................................................................................................................67 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................68



BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering Appendisitis merupakan penyakit yang menjadi perhatian oleh karena angka kejadian appendisitis tinggi di setiap negara. Resiko perkembangan appendisitis bisa seumur hidup sehingga memerlukan tindakan pembedahan. Appendicitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu tahun jarang dilaporkan. Insiden tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun. Insiden pada laki-laki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun insiden laki-laki lebih tinggi (Sjamsuhidajat & de jong, 2010). Keluhan appendisitis biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilikus atau periumbilikus yang disertai dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, yang akan menetap dan diperberat bila berjalan. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi, tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual, dan muntah. Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen bawah akan semakin progresif, dan dengan pemeriksaan seksama akan dapat ditunjukkan satu titik dengan nyeri maksimal. Perkusi ringan pada kuadran kanan bawah dapat membantu menentukan lokasi nyeri. Nyeri lepas dan spasme biasanya juga muncul (Mansjoer, 2011). Appendisitis yang tidak segera ditatalaksana akan menimbulkan komplikasi. Salah satu komplikasi yang paling membahayakan adalah perforasi. Perforasi terjadi 24 jam setelah timbul nyeri. Gejalanya mencakup demam dengan suhu 37,7°C atau lebih tinggi, dan nyeri abdomen atau nyeri tekan abdomen yang kontinyu (RAdwan, 2013). Dampak dari appendisitis terhadap kebutuhan dasar manusia diantaranya kebutuhan dasar cairan, karena penderita mengalami demam tinggi sehingga pemenuhan cairan berkurang. Kebutuhan dasar nutrisi berkurang karena klien appendisitis mengalami mual, muntah, dan tidak nafsu makan. Kebutuhan rasa nyaman penderita mengalami nyeri pada abdomen karena peradangan yang dialami dan personal hygine terganggu karena penderita mengalami kelemahan. Kebutuhan rasa aman, penderita mengalami kecemasan karena penyakit yang di deritanya dan bila tidak terawat, angka



kematian cukup tinggi dikarenakan oleh peritonitis dan syok ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur (Elizabeth J. Corwin, 2011). Penatalaksanaan klien dengan appendisitis meliputi terapi farmakologi dan terapi bedah. Terapi farmakologi yang diberikan adalah antibiotik, cairan intravena dan analgetik. Antibiotik dan cairan intravena diberikan sampai pembedahan dilakukan, analgetik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan (W. Sofiah, 2017). Perawat



peneliti



memberikan



asuhan



keperawatan



pada



klien



dengan



melaksanakan peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan (care provider), peneliti dan pembaharu. Peran perawat dalam pemberi asuhan keperawatan adalah dengan melakukan intervensi keperawatan mandiri dan kolaborasi. Pelaksanaan peran perawat dalam menerapkan intervensi keperawatan kemudian diharapkan setelah terpenuhinya pemahaman akan materi askep apensisitis melalui mata kuliah keperawatan medikal bedah 2 ini mahasiswa keperawatan dapat menerapkannya pada saat praktek klinik. B. TUJUAN PENULISAN a. Tujuan Umum Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan medikal bedah 2 sehingga nantinya melalui penugasan ini kelompok dan mahasiswa keperawatan lainnya yang membaca makalah ini dapat memahami konsep penyakit apendisitis yaitu struma serta nantinya dapat dijadikan sebagai referensi untuk penulisan makalah lainnya yang berhubungan dengan asuhan keperawatan tentang apendisitis. b. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa dapat memahami konsep penyakit apendisitis yang meliputi defenisi, etiologi,manifestasi klinis, patofisiologis, pemeriksaan diagnostik, penatalaksanaan, dan askep apendisitis yang meliputi pengkajian, diagnosa, implementasi, evaluasi dan dokumentasi, serta penkes yang dapat diberikan kepada pasien dengan apendisitis. Kemudian dengan memahami makalah ini nantinya mahasiswa dapat mengaplikasikannya dalam praktek keperawatan dirumah sakit, yang menunjang kesembuhan klien.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1.



Konsep Dasar Penyakit Appendicitis Definisi Appendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan penyebab nyeri abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini menyerang semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia 10 sampai 30 tahun dan merupakan penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dan merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer & Bare, 2013). Appendisitis adalah kondisi dimana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi (Docstoc, 2010).



2.



Anatomi & Fisiologi Appendicitis a. Anatomi Appendisitis Appendiks vermiformis atau yang sering disebut sebagai apendiks adalah organ berbentuk tabung dan sempit yang mempunyai otot dan banyak mengandung jaringan limfoid. Panjang apendiks vermiformis bervariasi dari 3-5 inci (8-13 cm). Dasarnya melekat pada permukaan aspek posteromedial caecum, 2,5 cm dibawah junctura iliocaecal dengan lainnya bebas. Lumennya melebar di bagian distal dan menyempit di bagian proksimal (S. H. Sibuea, 2014).



Gambar 2.1 Anatomi Apendiks Sumber : (Eylin, 2009b).



Apendiks vermiformis terletak pada kuadran kanan bawah abdomen di region iliaca dextra. Pangkalnya diproyeksikan ke dinding anterior abdomen pada titik sepertiga bawah yang menghubungkan spina iliaca anterior superior dan umbilicus yang disebut titik McBurney (Siti Hardiyanti Sibuea, 2014). Hampir seluruh permukaan apendiks dikelilingi oleh peritoneum dan mesoapendiks (mesenter dari apendiks) yang merupakan lipatan peritoneum berjalan kontinue disepanjang apendiks dan berakhir di ujung apendiks. Vaskularisasi dari apendiks berjalan sepanjang mesoapendiks kecuali di ujung dari apendiks dimana tidak terdapat mesoapendiks. Arteri apendikular, derivate cabang inferior dari arteri ileocoli yang merupakan trunkus mesentrik superior. Selain arteri apendikular yang memperdarahi hampir seluruh apendiks, juga terdapat kontribusi dari arteri asesorius. Untuk aliran balik, vena apendiseal cabang dari vena ileocolic berjalan ke vena mesentrik superior dan kemudian masuk ke sirkulasi portal (Eylin, 2009). b. Fisiologi Appendisitis Secara fisiologis, apendiks menghasilkan lendir 1 - 2 ml per hari. Lendir normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalirkan ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks berperan pada patogenesis apendiks. Immunoglobulin sekreator yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lympoid Tissue) yang terdapat di sepanjang saluran pencerna termasuk apendiks ialah IgA. Immunoglobulin tersebut sangat efektif sebagai perlindungan terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limfa disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya disaluran cerna dan diseluruh tubuh (Arifin, 2014). 3.



Etiologi Appendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan appendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. histolytica (Jong, 2010).



Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya appendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini akan mempermudah timbulnya appendisitis akut (Jong, 2010). 4.



Patofisiologi Appendisitis kemungkinan dimulai oleh obstruksi dari lumen yang disebabkan oleh feses yang terlibat atau fekalit. Penjelasan ini sesuai dengan pengamatan epidemiologi bahwa appendisitis berhubungan dengan asupan serat dalam makanan yang rendah (Burkitt, 2007). Pada stadium awal dari appendisitis, terlebih dahulu terjadi inflamasi mukosa. Inflamasi ini kemudian berlanjut ke submukosa dan melibatkan lapisan muskular dan serosa (peritoneal). Cairan eksudat fibrinopurulenta terbentuk pada permukaan serosa dan berlanjut ke beberapa permukaan peritoneal yang bersebelahan, seperti usus atau dinding abdomen, menyebabkan peritonitis lokal (Burkitt, 2007). Dalam stadium ini mukosa glandular yang nekrosis terkelupas ke dalam lumen, yang menjadi distensi dengan pus. Akhirnya, arteri yang menyuplai apendiks menjadi bertrombosit dan apendiks yang kurang suplai darah menjadi nekrosis atau gangren. Perforasi akan segera terjadi dan menyebar ke rongga peritoneal. Jika perforasi yang terjadi dibungkus oleh omentum, abses lokal akan terjadi (Burkitt, 2007).



5.



Klasifikasi Klasifikasi appendisitis terbagi menjadi dua yaitu, appendisitis akut dan appendisitis kronik (Sjamsuhidajat & de jong, 2010): a. Appendisitis akut. Appendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritonieum lokal. Gajala appendisitis akut talah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang muntah. Umumnya nafsu makan menurun.



Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ketitik mcBurney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat. b. Appendisitis kronik. Diagnosis appendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik appendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa, dan adanya sel inflamasi kronik. Insiden appendisitis kronik antara 1-5%. 6.



Manifestasi Klinis Nyeri terasa pada abdomen kuadran bawah dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan. Nyeri tekan lokal pada titik Mc. Burney bila dilakukan tekanan. Nyeri tekan lepas mungkin akan dijumpai. Derajat nyeri tekan, spasme otot, dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi appendiks. Bila appendiks melingkar di belakang sekum, nyeri dan nyeri tekan dapat terasa di daerah lumbal; bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini hanya dapat diketahui pada pemeriksaan rektal. Nyeri pada defekasi menunjukkan bahwa ujung appendiks dekat dengan kandung kemih atau ureter. Adanya kekakuan pada bagian bawah otot rektum kanan dapat terjadi Tanda Rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri, yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa pada kuadran bawah kanan. Apabila appendiks telah ruptur, nyeri dan dapat lebih menyebar; distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik dan kondisi klien memburuk. Gejala apendisitis secara umum yaitu : a. Nyeri kuadran kanan bawah dan biasanya demam ringan b. Mual, muntah c. Anoreksia, malaise d. Nyeri lepas lokal pada titik Mc. Burney e. Spasme otot f. Konstipasi, diare



7.



Penatalaksanaan Medis Menurut (Wijaya & Putri, 2013) penatalaksanaan medis pada appendisitis meliputi :



a. Sebelum operasi 1. Observasi Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala appendisitis seringkali belum jelas, dalam keadaan ini observasi ketat perlu dilaksanakan. Klien diminta melakukan tirah baring dan dipuasakan. Pemeriksaan abdomen dan rektal serta pemeriksaan darah (leukosit dan hitung jenis) diulang secara periodik, foto abdomen dan toraks tegak dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya penyulit lain. Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan. 2. Antibiotik Antibiotik diberikan untuk mencegah terjadinya infeksidan abses intra abdominal luka operasi pada klien apendiktomi.Antibiotik diberikan sebelum, saat, hingga 24 jam pasca operasi dan melalui cara pemberian intravena (IV) (Sulikhah, 2014). b. Operasi Tindakan operasi yang dapat dilakukan adalah apendiktomi. Apendiktomi adalah suatu tindakan pembedahan dengan cara membuang apendiks (Wiwik Sofiah, 2017). Indikasi dilakukannya operasi apendiktomi yaitu bila diagnosa appendisitis telah ditegakkan berdasarkan gejala klinis. Pada keadaan yang meragukan diperlukan pemeriksan penunjang USG atau CT scan. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau spinal dengan insisi pada abdomen bawah. Anastesi diberikan untuk memblokir sensasi rasa sakit. Efek dari anastesi yang sering terjadi pada klien post operasi adalah termanipulasinya organ abdomen sehingga terjadi distensi abdomen dan menurunnya peristaltik usus. Hal ini mengakibatkan belum munculnya peristaltik usus (Mulya, 2015) .



Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Kiik, 2018) dalam 4 jam pasca operasi klien sudah boleh melakukan mobilisasi bertahap, dan dalam 8 jam pertama setelah perlakuan mobilisasi dini pada klien pasca operasi abdomen terdapat peningkatan peristaltik ususbahkan peristaltik usus dapat kembali normal. Kembalinya fungsi peristaltik usus akan memungkinkan pemberian diet, membantu



pemenuhan



kebutuhan



eliminasi



serta



mempercepat



proses



penyembuhan. Operasi apendiktomi dapat dilakukan dengan 2 teknik, yaitu operasi apendiktomi terbuka dan laparaskopi apendiktomi. Apendiktomi terbuka dilakukan dengan cara membuat sebuah sayatan dengan panjang sekitar 2 - 4 inci pada kuadran kanan bawah abdomen dan apendiks dipotong melalui lapisan lemak dan otot apendiks. Kemudian apendiks diangkat atau dipisahkan dari usus (Dewi, 2015). Sedangkan pada laparaskopi apendiktomi dilakukan dengan membuat 3 sayatan kecil di perut sebagai akses, lubang pertama dibuat dibawah pusar, fungsinya untuk memasukkan kamera super mini yang terhubung ke monitor ke dalam tubuh, melalui lubang ini pula sumber cahaya dimasukkan. Sementara dua lubang lain di posisikan sebagai jalan masuk peralatan bedah seperti penjepit atau gunting.



Ahli



bedah



mengamati



organ



abdominal



secara



visual



dan



mengidentifikasi apendiks. Apendiks dipisahkan dari semua jaringan yang melekat, kemudian apendiks diangkat dan dikeluarkan melalui salah satu sayatan (Hidayatullah, 2014). Jika apendiks mengalami perforasi bebas, maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika.Tindakan pembedahan dapat menimbulkan luka insisi sehingga pada klien post operatif apendiktomi dapat terjadi resiko infeksi luka operasi. c. Pasca operasi Dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya perdarahan di dalam, syok, hipertermia atau gangguan pernapasan. Klien dibaringkan dalam posisi terlentang. Klien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal.



8. Komplikasi Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan appendisitis.Adapun jenis komplikasi menurut (Sulekale, 2016) adalah : a. Abses Abses merupakan peradangan apendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula- mula berupa flegmon dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi apabila appendisitis gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum. Operasi appendektomi untuk kondisi abses apendiks dapat dilakukan secara dini (appendektomi dini) maupun tertunda (appendektomi interval). Appendektomi dini merupakan appendektomi yang dilakukan segera atau beberapa hari setelah kedatangan klien di rumah sakit. Sedangkan appendektomi interval merupakan appendektomi yang dilakukan setelah terapi konservatif awal, berupa pemberian antibiotika intravena selama beberapa minggu. b. Perforasi Perforasi adalah pecahnya apendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam.Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,5° C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis terutama Polymorphonuclear (PMN). Perforasi baik berupa perforasi bebas maupun mikroperforasi dapat menyebabkan terjadinya peritonitis. Perforasi memerlukan pertolongan medis segera untuk membatasi pergerakan lebih lanjut atau kebocoran dari isi lambung ke rongga perut. Mengatasi peritonitis dapat dilakukan oprasi untuk memperbaiki perforasi, mengatasi sumber infeksi, atau dalam beberapa kasus mengangkat bagian dari organ yang terpengaruh .



c. Peritonitis Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum. Bila infeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum dapat menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oliguria. Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen, demam, dan leukositosis. Penderita peritonitis akan disarankan untuk menjalani rawat inap di rumah sakit. Beberapa penanganan bagi penderita peritonitis adalah : 1) Pemberian obat-obatan. Penderita akan diberikan antibiotik suntik atau obat antijamur bila dicurigai penyebabnya adalah infeksi jamur, untuk mengobati serta mencegah infeksi menyebar ke seluruh tubuh. Jangka waktu pengobatan akan disesuaikan dengan tingkat keparahan yang dialami klien. 2) Pembedahan. Tindakan pembedahan dilakukan untuk membuang jaringan yang terinfeksi atau menutup robekan yang terjadi pada organ dalam. 9. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan diagnostik post operasi apendiktomi menurut Wijaya dan Putri (2013), yaitu: a. Laboratorium Pada pemeriksaan ini leukosit meningkat rentang 10.000 -hingga 18.000 / mm 3, kemudian neutrofil meningkat 75%, dan WBC meningkat sampai 20.000 mungkin indikasi terjadinya perforasi (jumlah sel darah merah) b. Data Pemeriksaan Diagnostik Radiologi yaitu pada pemeriksaan ini foto colon menunjukkan adanya batu feses pada katup. Kemudian pada pemeriksaan barium enema :menunjukkan apendiks terisi barium hanya sebagian.



Pemeriksaan diagnostik lainnya : 1. Ultrasonografi untuk massa apendiks 2. Laparoskopi biasanya digunakan untuk menyingkirkan kelainanovarium sebelum dilakukan apendiktomi pada wanita muda 3. Diagnosis berdasarkan klinis, namun sek darah putih (hamperselalu leukositosis) 4. CT scan (heliks) pada pasien usia lanjut atau dimana penyebab lain masih mungkin 10. Penkes Apendisitis a. Pencegahan Primer Pencegahan primer bertujuan untuk menghilangkan faktor risiko terhadap kejadian appendicitis. Upaya pencegahan primer dilakukan secara menyeluruh kepada masyarakat. Upaya yang dilakukan antara lain: 1. Diet tinggi serat : Berbagai penelitian telah melaporkan hubungan antara konsumsi serat dan insidens timbulnya berbagai macam penyaki. Hasil penelitian membuktikan bahwa diet tinggi serat mempunyai efek proteksi untuk kejadian penyakit saluran



pencernaan.Serat dalam makanan



mempunyai kemampuan mengikat air, selulosa, dan pektin yang membantu mempercepat sisi-sisa makanan untuk diekskresikan keluar sehingga tidak terjadi konstipasi yang mengakibatkan penekanan pada dinding kolon. 2. Defekasi yang teratur : Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi pengeluaran feces. Makanan yang mengandung serat penting untuk memperbesar volume feces dan makan yang teratur mempengaruhi defekasi. Individu yang makan pada waktu yang sama setiap hari mempunyai suatu keteraturan waktu, respon fisiologi pada pemasukan makanan dan keteraturan pola aktivitas peristalt Frekuensi defekasi yang jarang akan mempengaruhi konsistensi feces yang lebih padat sehingga terjadi konstipasi. Konstipasi menaikkan tekanan intracaecal



sehingga terjadi sumbatan fungsional



appendiks dan meningkatnya pertumbuhan flora norma kolon. Pengerasan feces memungkinkan adanya bagian yang terselip masuk ke saluran appendiks dan menjadi media kuman/bakteri berkembang biak sebagai infeksi yang menimbulkan peradangan pada appendiks.



b. Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder meliput i diagnosa dini dan pengobatan yang tepat untuk mencegah timbulnya komplikasi. c. Pencegahan tersier Dilakukan setelah sistem ditangani dengan strategi-strategi pencegahan sakunder. Pencegahan tersier di fokuskan pada perbaikan kembali kearah stabilitas sistem klien secara optima. Tujuan utamnya adalah untuk memperkuat resistansi terhadap treson untuk mencegah reaksi timbul kembali atau regresi sehingga dapat pertahankan energi. Pencegahan tersier cenderung untuk kembali pada pencegahan primer. B. Konsep Asuhan Keperawatan 1.



Pengkajian Keperawatan



a. Data demografi Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor register. b. Riwayat kesehatan 1) Keluhan utama Nyeri pada daerah abdomen kanan bawah. 2) Riwayat kesehatan sekarang Klien mengatakan nyeri pada daerah abdomen kanan bawah yang menembus kebelakang sampai pada punggung dan mengalami demam tinggi 3) Riwayat kesehatan dahulu Apakah klien pernah mengalami operasi sebelumnya pada colon. 4) Riwayat kesehatan keluarga Apakah anggota keluarga ada yang mengalami jenis penyakit yang sama. c. Pemeriksaan fisik ROS (review of system) 1) Kedaan umum : kesadaran compos mentis, wajah tampak menyeringai, konjungtiva anemis. 2) Sistem kardiovaskuler : ada distensi vena jugularis, pucat, edema, TD >110/70mmHg; hipertermi. 3) Sistem respirasi : frekuensi nafas normal (16-20x/menit), dada simetris, ada tidaknya sumbatan jalan nafas, tidak ada gerakan cuping hidung, tidak terpasang O2, tidak ada ronchi, whezing, stridor.



4) Sistem hematologi : terjadi peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi dan pendarahan. 5) Sistem urogenital : ada ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit pinggang serta tidak bisa mengeluarkan urin secara lancer. 6) Sistem muskuloskeletal : ada kesulitan dalam pergerakkan karena proses perjalanan penyakit. 7) Sistem Integumen : terdapat oedema, turgor kulit menurun, sianosis, pucat. 8) Abdomen : terdapat nyeri lepas, peristaltik pada usus ditandai dengan distensi abdomen. d. Pola fungsi kesehatan menurut Gordon. 1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat Adakah ada kebiasaan merokok, penggunaan obat-obatan, alkohol dan kebiasaan olahraga



(lama



frekwensinya),



karena



dapat



mempengaruhi



lamanya



penyembuhan luka. 2) Pola nutrisi dan metabolism. Klien biasanya akan mengalami gangguan pemenuhan nutrisi akibat pembatasan intake makanan atau minuman sampai peristaltik usus kembali normal. 3) Pola Eliminasi. Pada pola eliminasi urine akibat penurunan daya konstraksi kandung kemih, rasa nyeri atau karena tidak biasa BAK ditempat tidur akan mempengaruhi pola eliminasi urine. Pola eliminasi alvi akan mengalami gangguan yang sifatnya sementara karena pengaruh anastesi sehingga terjadi penurunan fungsi. 4) Pola aktifitas. Aktifitas dipengaruhi oleh keadaan dan malas bergerak karena rasa nyeri, aktifitas biasanya terbatas karena harus bedrest berapa waktu lamanya setelah pembedahan. 5) Pola sensorik dan kognitif. Ada tidaknya gangguan sensorik nyeri, penglihatan serta pendengaran, kemampuan berfikir, mengingat masa lalu, orientasi terhadap orang tua, waktu dan tempat. 6) Pola Tidur dan Istirahat. Insisi pembedahan dapat menimbulkan nyeri yang sangat sehingga dapat mengganggu kenyamanan pola tidur klien.



7) Pola Persepsi dan konsep diri. Penderita menjadi ketergantungan dengan adanya kebiasaan gerak segala kebutuhan harus dibantu. Klien mengalami kecemasan tentang keadaan dirinya sehingga penderita mengalami emosi yang tidak stabil. 8) Pola hubungan. Dengan keterbatasan gerak kemungkinan penderita tidak bisa melakukan peran baik dalam keluarganya dan dalam masyarakat. penderita mengalami emosi yang tidak stabil. 9) Pemeriksaan diagnostic. a) Ultrasonografi adalah diagnostik untuk apendistis akut. b) Foto polos abdomen : dapat memperlihatkan distensi sekum, kelainan non spesifik seperti fekalit dan pola gas dan cairan abnormal atau untuk mengetahui adanya komplikasi pasca pembedahan. c) Pemeriksaan darah rutin : untuk mengetahui adanya peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi. d) Pemeriksaan Laboratorium. (2) Darah : Ditemukan leukosit 10.000 - 18.0000 p/ml. (3) Urine : Ditemukan sejumlah kecil leukosit dan eritrosit. 2. Diagnosa Keperawatan Diagnosis keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai respon klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial (PPNI, 2017). Berdasarkan pada semua data pengkajian diagnosa keperawatan utama yang dapat muncul pada appendicitis, antara lain : a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologi (inflamasi appendicitis). b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik(Prosedur oprasi). c. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (Infeksi pada appendicitis). d. Risiko Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan secara aktif (muntah). e. Resiko hipovolemia ditandai dengan efek agen farmakologis f. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi g. Resiko Infeksi ditandai dengan efek prosedur infasive



3. Perencanaan Keperawatan Tabel 2.1 Intervensi keperawatan Pre operatif NO 1.



Diagnosa Nyeri dengan



akut agen



fisiologi appendicitis).



Tujuan dan kriteria hasil



berhubungan Setelah



Intervensi



dilakukan Manajemen nyeri



pencedera tindakan keperawatan Observasi : (inflamasi diharapkan tingkat nyeri dapat menurun dengan Kriteria Hasil : 1. Keluhan



karakteristik, durasi, 2. frekuensi, kulaitas nyeri,



nyeri



menurun.



skala nyeri, intensitas nyeri



2. Meringis menurun 3. Sikap



1. Identifikasi lokasi ,



protektif



menurun. 4. Gelisah menurun.



3. Identifikasi respon nyeri non verbal. 4. Identivikasi factor yang 5. Memperberat dan Memperingan nyeri. Terapeutik : 1. Berikan teknik Non farmakologis untuk Mengurangi rasa nyeri. 2. Fasilitasi istirahat dan tidur. 3. Kontrol lingkungan yang 4. Memperberat rasa nyeri. Edukasi : 1. Jelaskan strategi meredakan nyeri 2. Ajarkan teknik non Farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri .



2.



Hipertermia dengan



berhubungan Setelah



proses



dilakukan Manajemen hipertermia



penyakit tindakan keperawatan Observasi :



(Infeksi pada appendicitis). diharapkan ermoregulasi membaik dengan Kriteria Hasil :



1. Identifikasi



penyebab



hipertermia. 2. Monitor suhu tubuh.



1. Menggigilmenurun.



3. Monitor haluaran urine.



2. Takikardi menurun. Terapeutik : 3. Suhu



tubuh



membaik. 4. Suhu kulit membaik.



1. Sediakan lingkungan yang dingin. 2. Longgarkan atau lepaskan pakaian. 3. Berikan cairan oral Edukasi : 1. Anjurkan tirah baring Kolaborasi : 2. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit



3.



Risiko



Hipovolemia Setelah



berhubungan kehilangan



dengan tindakan cairan



aktif (muntah).



intravena, jika perlu. dilakukan Manajemen hypovolemia keperawatan Observasi :



secara Status cairan membaik dengan. Kriteria Hasil : 1 Kekuatan nadi meningkat. 2 Membrane mukosa lembap. 3 Frekuensi nadi membaik. 4



Tekanan darah membaik.



5 Turgor kulit membaik.



1. Periksa



tandadan



gejala hipovolemia. 2. Monitor intake dan output cairan. Terapeutik : Berikan asupan cairanoral Edukasi : 1. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral. 2. Anjurkan



menghindari



perubahan posisi mendadak. Kolaborasi : Pemberian cairan



4.



Ansietas berhubungan



Setelah



dilakukan Reduksi ansietas



dengan kurang terpapar



tindakan keperawatan Observasi :



informasi



tingkat



ansietas



menurun



ansietas berubah.



dengan Kriteria Hasil : 1. Verbalisasi menurun. akibat menurun. gelisah



menurun. menurun.



verbal. 3. Temani klien untuk



2. Verbalisasi khawatir



4. Prilaku



2. Monitor tanda tanda ansietas verbal non



kebingungan



3. Prilaku



1. Identivikasi saat tingkat



Mengurangi kecemasan jika perlu. 4. Dengarkan dengan penuh perhatian.



tegang



5. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan. 6. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami. 7. Anjurkan keluarga untuk tetap bersama klien, jika perlu. 8. Anjurkan mengungkapkan 9. perasaan dan persepsi. 10. Latih teknik relaksasi. Kolaborasi: Pemberian obat antiansietas jika perlu.



Tabel 2.2 Intervensi keperawatan post operatif NO 1.



Diagnosa Nyeri dengan



akut agen



Tujuan dan kriteria hasil



berhubungan Setelah



dilakukan Manajemen nyeri



pencedera tindakan keperawatan



fisik(Prosedur oprasi).



Intervensi



tingkat nyeri menurun



1. Identifikasi lokasi, dengan



Kriteria Hasil : 1. Keluhan



nyeri



intensitas



nyeri,



2. Identifikasi respon nyeri



menurun.



non verbal. protektif



menurun.



3. Identivikasi factor yang memperberat dan



4. Gelisah menurun. membaik.



nyeri,



kulaitas



skala nyeri.



2. Meringis



5. Frekuensi



karakteristik, durasi, frekuensi,



menurun.



3. Sikap



Observasi :



memperingan nyeri.



nadi Terapeutik : 1. Berikan



teknik



farmakologis



non untuk



mengurangi rasa nyeri. 2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri. 3. Pertimbangkan jenis dan 4. Sumber



nyeri dalam



5. Pemilihan



strategi



meredakan nyeri. Edukasi : 1. Jelaskan periode,



penyebab, dan



pemicu



nyeri. 2. Jelaskan



strategi



meredakan nyeri 3. Ajarkan teknik



non



farmakologis



untuk



mengurangi rasa nyeri. Kolaborasi : Pemberian analgetik bila perlu.



2.



Risiko



Infeksi



ditandai Setelah



dilakukan Pencegahan infeksi



dengan efek prosedur



tindakan keperawatan Observasi :



infasive



tingkat infeksi dengan



1. Monitor tanda



Kriteria Hasil :



dan gejala infeksi



1. Kebersihan



local dan



tangan



sistemik.



meningkat.



2. Batasi jumlah



2. Kebersihan



pengunjung



badan



3. Berikan



meningkat.



perawatan kulit



3. Demam,



pada area edema.



kemerahan,



4. Cuci tangan



nyeri, bengkak



seblum dan



menurun.



sesudah kontak



4. Kadar seldarah



dengan klien dan



putih meningkat.



lingkungan klien. 5. Pertahankan teknik aseptic pada klien beresiko tinggi. Edukasi : 1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi. 2. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar. 3. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi. 4. Anjurkan meningkatkan asupan cairan. Kolaborasi : Kolaborasi pemberian imunisasi jika perlu.



3.



Risiko hipovolemia ditandai Setelah dengan



efek



farmakologis



dilakukan Manajemen



agen tindakan



hypovolemia



keperawatan Observasi :



Status cairan membaik



1. Periksa



dengan



tanda



dan



gejala hipovolemia.



Kriteria Hasil :



2. Monitor intake dan output



1. Kekuatan



nadi



meningkat.



cairan. Terapeutik :



2. Membrane



Berikan asupan cairan oral



mukosa lembap. Edukasi : 3. Frekuensi nadi



1. Anjurkan memperbanyak



membaik.



asupan cairan oral.



4. Tekanan darah



2. Anjurkan



membaik. 5. Turgor



menghindari



perubahan posisi kulit



membaik.



mendadak. Kolaborasi : Kolaborasi peberian cairan IV.



4. Pelaksanaan Tindakan keperawatan Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Potter, P., & Perry, 2014). Komponen tahap implementasi : a. Tindakan keperawatan mandiri. b. Tindakan keperawatan edukatif. c. Tindakan keperawatan kolaboratif. d. Dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap asuhan



keperawatan.



5. Evaluasi Keperawatan a. Evaluasi Formatif (Proses) Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan segera setelah perawat mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai keefektifan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Perumusan evaluasi formatif ini meliputi 4 komponen yang dikenal dengan istilah SOAP. b. Evaluasi Sumatif (Hasil) Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua aktivitas proses keperawatan selesi dilakukan. Evaluasi sumatif ini bertujuan menilai dan memonitor kualitas asuhan keperawatan yang telah diberikan. Ada 3 kemungkinan evaluasi yang terkait dengan pencapaian tujuan keperawatan (Setiadi, 2012).



BAB III LAPORAN KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. M dengan APENDISITIS di RUANGAN INTERNE WANITA DI RSUD.Dr.KANUJOSO DJATIWIBOWO BALIKPAPAN A. PENGKAJIAN 1.



Identitas Pasien Nama Tanggal Lahir Umur



: Tn. S : 20 Nov 1990 : 30 Tahun



Agama Alamat



: Islam :: Kariangau



Pekerjaan



Diagnosa Medis



: apendisitis akut



Tanggal Masuk Tanggal Pengkajian



07 Maret 2020 09 Maret 2020



RM Jenis kelamin



: 01 02 79 92 : Perempuan



Identitas Penanggung jawab Nama Pendidikan terakhir Pekerjaan Hubungan No Tlp Alamat



2.



: Ny. P : SMA : IRT : Adik Kandung :08163257535 :Kariangau



Umur



: 27 tahun



Riwayat Kesehatan a.



Keluhan Utama (Alasan masuk RS) : Klien masuk rumah sakit via IGD, dengan keluhan Nyeri perut sebelah kanan, keluarga pasien mengatakan pasien mengalami nyeri perut sejak 4 hari yang lalu.



b. Riwayat kesehatan sekarang (RKS), Pada saat pengkajian pasien Klien mengatakan datang dari IRD masuk Flamboyan B jam 16.00 klien mengatakan nyeri perut kanan sejak 4 hari yang lalu, seperti di tusuk tusuk dan tiba tiba. klien tidak mengeluh adanya mual muntah. P: nyeri saat melakukan aktivitas, Q: tertusuk-tusuk, R:abdomen kanan bawah, S: skala nyeri 4, T:tiba-tiba



c. Riwayat penyakit dahulu Klien mengatakan tidak pernah menderita suatu penyakit yang berat d.



Riwayat Kesehatan Keluarga (RKK) Klien mengatakan Keluarga tidak ada yang memiliki kelainan / kecacatan dan menderita suatu penyakit yang berat.



3. Pengkajian Keperawatan a.



Pola Persepsi dan Penanganan kesehatan Pengetahuan tentang penyakit/perawatan: Pasien menderita DM tipe II sudah sejak tahun 2003, awalnya pasien tidak mengerti tentang penyakitnya. Setelah menjalani beberapa kali pengobatan pasien mulai mengerti tentang penyakitnya. Namun demikian pasien tidak mau nengikuti proses pengobatan sebagaimana mestinya, pasien tidak menghiraukan semua larangan dan pantangan yang terkait kontrol gula darah dan kontrol hipertensi. Akibatny gula darah pasien sering naik, begitu juga dengan tekanan darah pasien.



b. Pola Nutrisi / Metabolisme Intake makanan dan cairan (sehat/sakit): Keluarga Pasien mengatakan saat sehat makannya tidak ada mengalami masalah. Pasien serig mengkonsumsi semua jenis makanan kesukaannya tanpa menghirauka efek nya terhadap gula darah dan tekanan darah Pasien. Pasien tidak memiliki makanan pantangan dan tidak ada alergi makanan. Pasien mengatakan menyukai semua jenis makanan. Keluarga Pasien mengatakan setelah sakit makannya mulai berkurang, nafsu makan berkurang, Keluarga Pasien mengatakan berat badan pasien turun sejak 3 bulan yang lalu. Saat pengkajian pasien terpasang NGT karena pasien tidsk msmpu msksn lewat oral karena pasien mengalami penurunan kesadaran. Mukosa bibir kering, bibir dan lidah tampak kotor,. kulit pasien terlihat kering dan turgor kulit jelek. Pasien terlihat pucat. Keluarga pasien mengatakan pasien banyak berkeringat, Keluarga pasien mengatakan pasien sering minta minum. Pasien mendapatkan diet cair yaitu susu. Gula darah pasien dicek setiap kali akan makan 3x sehari : (tgl 27 Sep 2018) Jam 8.00 Jam 13.00 :



:



394 g/dl 393 g/dl



c.



Pola Eliminasi 1) Buang air besar (sehat/ sakit): Keluarga pasien mengatakan selama dirumah pasien tidak ada mengalami ganguan dalam BAB, sejak dirawat pasien BAB nya setiap 3 hari sekali. Terakhir pasien BAB hari rabu (1 hari sebelum pengkajian. Keluarga pasien mengatakan BAB pasien encer sedikit berserat, berwarna kuning.



2) Buang air kecil (sehat/sakit): Keluarga pasien mengatakan sejak satu minggu sebelum dirawat pasien sering BAK (nokturia) banyak ( poliuria ) dan tidak terkontrol. BAK berwarna kuning bening. pasien sering banyak minum dan banyak keringatnya. Selama dirumah sakit BAK pasien banyak Saaat pengkajian (27 sep 2018) : pasien terpasang kateter urin , volume urin 3 x 800 sehari = 2400 L sehari Intake cairan : susu 3x sehari, just buah = 1500 L sehari d. Pola ktivitas / Olahraga Keluarga pasien mengatakan semua aktifitas dirumah dilakukan oleh pasien dan dibantu oleh anaknya. Selama dirumah sakit semua aktifitas dibantu oleh adik perempuannya. Selama dirawat pada saat miring kiri miring kanan pasien dibantu oleh adik perempuannya . Kemampuan perawatan diri



0



1



2



3



4



Makan/minum



^



Mandi



^



Berpakaian / berdandan



^



Toileting



^



Mobilitas di tempat tidur



^



Berpindah



^



Berjalan



^



Menaiki tangga



^



Berbelanja



^



Memasak



^



Pemeliharaan rumah



^



Kemampuan Perawatan Diri :



0: mandiri, 1: alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan alat, 4: tergantung total Kekuatan Otot : 2222 2222 2222



2222



Keluhan saat beraktivitas : keluarga pasien mengatakan pasien tidak mampu melakukan aktivitas ditempat tidur dan dibantu oleh adik perempuannya. Keluarga pasien mengatakan pasien hanya beraktivitasnya saat miring kiri dan kanan. e. Pola Istirahat Tidur Keluarga pasien mengatakan Pola tidur pasien selama dirumah tidak ada masalah. Pasien mampu tidur 8-10 jam/hati. Sejak pasien dirawat pola tidur pasien mulai terganggu karena sesak nafas, yang dirasakan pasien. Pasien hanya mampu tidur 4-5 jam/hari. f. Pola Kognitif - Persepsi ( Penglihatan, pendengaran, pengecapan dan sensasi ) : Keluarga pasien mengatakan sejak dirumah pasien tidak ada mengalami gangguan penglihatan, pendengaran pengecapan dan juga sensasi. dan semenjak dirawat di RS pasienjuga tidak ada mengalami penurunan pendenganran dan juga pengecepan. Pasien mengalami penurunan kesadaran dengan tingkat kesadaran apatis (GCS 9), KU berat. Orientasi psien sulit dinilai karena pasien mengalami penurunan kesadaran, tetapi pada saat dipanggil pasien mampu membuka mata dan menoleh kearah sura. pasien tidak menggunakan kacamata. g. Pola Persepsi dan Konsep Diri Tidak terkaji karena pasien mengalami penurunan kesadaran. h. Pola Peran Hubungan Keluarga pasien mengatakan selama dirumah pasien memilikik hubungan yang baik dengan anggota keluarganya, orang tua, kakak dan jga adeknya. dan juga masyarakat setempat. Selama dirumah sakit pasien juga memiliki hubungan yang baik dengan perawat diruangan i. Pola Seksualitas / Reproduksi (fertilitas, libido, menstruasi, kontrasepsi, dll) Tidak dikaji j. Pola Koping - toleransi stress Pola koping dan toleransi stress tidak terkaji karena pasien mengalami penurunan kesadaran, jadi sulit untuk dikaji.



k. Pola keyakinan - Nilai Pasien beragama islam, pada saat ditanya apakah pasien ada berdoa memohon kesembuhan kepada Tuhan YME, pasien menjawabnya dengan mengedipkan mata. 4. Pemeriksaan Fisik a. Penampakan umum Keadaan Umum :



Jelek



Kesadaran



: Apatis



GCS



: Eye : 3Verbal : 4Motorik : 4Total :11



BB



: 40 kg dari55kg,TB



:155 cm,LILA 19 cm



lengan kanan TTV



: TD :130/90 mmHg, HR : 89x/mnt lemah tidak teratur RR : 28 x/mnt, Suhu : 38,5 0C,



b. Kepala dan leher 1) Rambut Inspeksi : Pertumbuhan rambut merata, warna hitam beruban , tidak ada ketombe. Palpasi :Benjolan tidak ada, lesi tidak ada, pembengkakan tidak ada (edema) 2) Mata Inspeksi :Konjungtiva anemis , sklera ikterik (-/-), reflek cahaya (+/+), pupil kanan & kiri, d + 3mm. Simetris kiri kanan. Palpasi :Benjolan tidak ada, Pembengkakan (edema) tidak ada 3) Telinga Inspeksi : Tidak ada keluar cairan dari telinga, fungsi pendengaran baik. Palpasi : Bejolan tidak ada, pembengkakan (edema) tidak ada 4) Hidung Inspeksi : simetris kiri kanan, bersih, Napas cuping hidung (-), perdarahan (-), sumbatan (-), fungsi penciuman baik 5) Mulut Inspeksi : simetris, Mukosa mulut tampak kering, lidah kotor (pucat), caries (-), gigi tidak lagi lengkap. Terlihat ada sputum menempel dilidah pasien. 6) Leher Inspeksi : Deviasi trakea (-), kaku kuduk (-)



Palpasi :tidak teraba Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar tiroid, distensi vena jugoralis (-), JVP 5-2 cmH2O c.



Dada ( Thorak ) Inspeksi : Dada simetris kanan & kiri saat inspirasi dan



>



ekspirasi, tidak terlihat ada benjolan atau masaa Pola nafas : hiperventilasi, cepat dan dalam >



Palpasi



: Bengkak (-), nyeri (-), krepitasi (-), Tactil Fremitus ka/ki



sulit dinilai karna pasien penurunan



kesadaran,



d.



>



Perkusi



: Sonor kanan dan kiri



>



Auskultasi : wheezing (-), ronkhi (+)



Jantung >



Inspeksi



>



Palpasi



: Ictus cordis terlihat di ICS 5 mid clavicula : Ictus Cordis teraba normal di ICS 5 mid



clavicula Perkusi : Redup di ICS 2 – 5 Auskultasi : S1 dan S2 tanpa suara tambahan, Irama jantung teratur >



>



e.



Abdomen >



Inspeksi



: Tidak ada lesi/oedema/ascites/jaringanparut



>



Auskultasi : Bising usus normal Peristaltik : 10x/menit



>



Perkusi



: Timpani diempat kuadran



>



Palpasi



: Nyeri tekan tidak ada , tidak teraba massa, hepar tidak teraba, limfa tidak teraba.



f.



Inguinal dan genetalia Genitalia pasien tampak bersih pada bagian simpisis pubis dan genetalia eksternal. Tidak terlihat ada lesi. Genitalia bagian anus pasien terlihat kotor ada kulit yang terkupas. Terdapat luka decubitus grade 3 dengan luka terbuka. Bagian tepi kulit terlihat merah, terdapat jaringan mati dan berwarna hitam. Ukuran luka pasien 15x8x2 cm. Luka pasien terlihat berdarah. Area kulit disekitar luka teraba panas dan berwarna kemerahan k. Ekstrimitas Ekstrimitas atas : Akral teraba dingin, pucat (+), CRT > 3 detik, Clubbing Finger (-), oedem (-), reflex fisiologis normal, Ekstrimitas bawah : Akral teraba dingin, pucat (+), CRT > 3 detik, Clubbing Finger



(-), oedem (-) , reflex fisiologis normal, kulit kaki pasien tampak kering dan ad bagian kulit ditelapak kaki yang mengelupas dan terasa kasar saat diraba. g.



Neurologis (tingkat kesadaran kuantitatif/kualitatif, neurologis terkait)



Kesadaran



: Compos Mentis, GCS 12 E=3



V=4M=5



5. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Hasil Nilai normal Pemeriksaan Haematologi / 26 Sep 2018 Hb 6,7 g/dL 14-16 g/dL Ht 20 % 40-48 % 3 Leukosit 13.310 /mm 5000 - 10.000 /mm3 3 Trombosit 170.000 /mm 150.000 - 400.000 /mm3 Kesan : Anemia berat dan leukositosis Pemeriksaan Kimia Klinik / 26 Sep 2018 Gula darah Puasa 355 g/dL < 200 g/dL Gula Darah 2 jam PP 325 g/dl HbAlc 10 % Kalsium 6,2 mg/dl 8,1-10,4 mg/dl 122 mg/dl 136-145 mg/dl Natrium Kalium 2,3 mg/dl 3,5-5,1 mg/dl Protein total 5,4 g/dL 6,6 - 8,7 g/dL Albumin 2,5 g/dL 3,8 - 5,0 g/dL Globulin 2,9 g/dL 1,3 - 2,7 g/dL pH 7,5 7,35 - 7,45 PCO2 37,8 35 - 45 HCO3 136,9 meq/L 24 - 26 meq/L BE 8,8 +2 sampai -2 Kesan : Hiperglikemia, Hipokalemia, Hiponatremi, Hipoalbumin Warna urin Kekeruhan Protein Urin Glukosa Urin Bilirubin Urobilongen



Pemeriksaan Urin / 26 Sep 20118 Kuning Keruh Positif ( ++ ) Positif (+) + Kesan : Protein Urin dan Glukosuria



Kuning Jernih Negatif -



VI. Terapi Pengobatan: Tanggal 27 Sep 2018 Injeksi Novarapid 3x9 Unit ( dosis koreksi) Cek Gula darah 3x sehari ( 300



+ 12 Unit



Injeksi Levemir 1 x 11 Unit Sc ( Malam ) Koreksi Kalium 35 meg/ Dalam 200 cc Nacl 0,9% ( habis dalam 4 jam ) Nebu Ventolin 3x sehari Infus Nacl 0,9% Parasetamol 3x500



B. DIAGNOSA KEPERAWATAN NO 1.



ANALISA DATA DS :



1. Klien mengatakan nyeri



ETIOLOGI



Resistensi insulin



MASALAH KEPERAWATAN



Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis



perut sebelah kanan DO : 1. Klien tampak meringis 2. Skala nyeri 4 3. TD : 110/75 mmHg Nadi : 84x/menit Suhu : 36,5 oC RR : 16x/menit P: nyeri saat melakukan aktivitas Q: tertusuk tusuk R:abdomen kanan bawah S: skala nyeri 4 T:tiba tiba 2.



DS : 1. Klien mengatakan tidak



Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi



tau penyebab penyakitnya DO : 1. Klien tampak bingung 2. Klien tampak cemas 3.



DS : 1. Klien mengatakan merokok DO : 1. leukosit 12.08 2. TD : 110/75 3. mmHg 4. Nadi : 84x/menit 5. Suhu : 36,5 oC 6. RR : 16x/menit



Resiko infeksi b.d ketidakadekuatan pertahanan tubuh



DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNCUL ADALAH : 1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis 2. Deficit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi 3. Resiko infeksi ditandai dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh.



INTERVENSI KEPERAWATAN ( NURSING CARE PLAN ) PADA Ny.Y



NO 1.



Diagnosa Keperawatan Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis



Luaran Setelahdilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat nyeri dapat menurun dengan Kriteria Hasil : 1. Keluhannyeri menurun. 2. Meringis menurun 3. Sikap protektif menurun. 4. Gelisah menurun.



Intervensi Keperawatan Manajemen Nyeri Observasi 1. Identifikasi lokasi , karakteristik, durasi, frekuensi, kulaitas nyeri, skala nyeri, intensitas nyeri 2. Identifikasi respon nyeri non verbal. 3. Identifikasi factor yang Memperberat dan memperingan nyeri. Teraupetik 1. Berikan teknik Non farmakologis untuk Mengurangi rasa nyeri. 2. Fasilitasi istirahat dan tidur. 3. Kontrol lingkungan yang Memperberat rasa nyeri. Edukasi 1. Jelaskan strategi meredakan nyeri 2. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri 3. Ajarkan teknik non Farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri . Kolaborasi Kolaborasi pemberian analgetik jika perlu



NO 1.



Diagnosa



Luaran



Keperawatan Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi



Setelah dilakukan tindakan perawatan diharapkan tingkat pengetahuan klien meningkat. kriteria hasil : 1. Perilaku sesuai anjuran, verbalisasi minat dan belajar meningkat. 2. Kemampuan menggambarkan



pengalaman sebelumnya yang sesuai dengan topik meningkat



Intervensi Keperawatan Edukasi Manajemen Nyeri Observasi 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi Teraupetik 1. Sediakan materi dan pendidikan kesehatan 2. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan 3. Berikan kesempatan untuk bertanya Edukasi 1. Jelaskan penyebab, periode, dan strategi meredakan nyeri 2. Ajarkan memonitor nyeri secara mandiri 3. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat 4. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasai nyeri



NO 1.



Diagnosa



Luaran



Keperawatan Resiko infeksi b.d ketidakadekuatan pertahanan tubuh



Intervensi Keperawatan



Setelah dlakukan tindakan keperawatan Pencegahan Infeksi diharapkan tingkat infeksi menurun. Kriteria hasil : 1. Nafsu makan meningkat 2. Nyeri menurun.



Observasi 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik Teraupetik 1. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien Edukasi 1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi 2. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar 3. Ajarkan etika batuk 4. Anjurkan meningkatkan asupan cairan 5. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi Kolaborasi Kolaborasi pemberian imunisasi jika perlu



IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN PADA Ny. Y Hari / Diagnosa Tanggal / Keperawatan Jam 09 Maret Nyeri akut b.d agen 2020 pencedera fisiologis



Implementasi Keperawatan Manajemen Nyeri Observasi 1. Mengidentifikasi lokasi , karakteristik, durasi, frekuensi, kulaitas nyeri, skala nyeri, intensitas nyeri 2. Mengidentifikasi respon nyeri non verbal. 3. Mengidentifikasi factor yang Memperberat dan memperingan nyeri. Teraupetik 1. Memberikan teknik Non farmakologis untuk Mengurangi rasa nyeri. 2. Memfasilitasi istirahat dan tidur. 3. Mengontrol lingkungan yang Memperberat rasa nyeri. Edukasi 1. Menjelaskan strategi meredakan nyeri 2. Menjelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri 3. Mengajarkan teknik non Farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri . Kolaborasi Mengkolaborasikan pemberian analgetik



Evaluasi Keperawatan S: -



Klien mengatakan nyeri perut kanan



-



Klien tampak meringis Klien tampak gelisah P: nyeri saat melakukan aktivitas Q: tertusuk -tusuk R:abdomen kanan bawah S: skala 4 T: tiba tiba



O:



A: -



Masalah belum teratasi



P: - lanjutkan Intervensi



Nama/ Paraf



Hari / Diagnosa Tanggal / Keperawatan Jam 09 Maret Defisit pengetahuan 2020 b.d kurang terpapar informasi



Implementasi Keperawatan Edukasi Manajemen Nyeri S: Observasi 1. Mengidentifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi Teraupetik O: 1. Menyediakan materi dan pendidikan kesehatan 2. Menjadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan 3. Memberikan kesempatan untuk bertanya A: Edukasi 1. Menjelaskan penyebab, periode, dan strategi meredakan nyeri 2. Mengajarkan memonitor nyeri secara mandiri 3. Anjurkan menggunakan analgetik secara P : tepat 4. Mengajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasai nyeri



Evaluasi Keperawatan



-



Klien mengatakan mengerti dan paham apa yang diajarkan



-



Klien tampak paham



-



Masalah teratasi sebagian



-



lanjutkan intervensi



Nama/ Paraf



Hari / Diagnosa Tanggal / Keperawatan Jam 09 Maret Resiko infeksi b.d 2020 ketidakadekuatan pertahanan tubuh



Implementasi Keperawatan Pencegahan Infeksi



Evaluasi Keperawatan S:



Observasi



-



1. Memonitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik



Klien mengatakan nyeri perut sebelah kanan



O:



Teraupetik



-



Klien tampak cemas



kontak dengan pasien dan lingkungan



-



Leukosit 12.08



pasien



-



1. Mencuci tangan sebelum dan sesudah



Edukasi



TTV : TD : 110/90mmhg



1. Menjelaskan tanda dan gejala infeksi



N : 80x/menit



2. Mengajarkan cara mencuci tangan dengan



R : 18x/menit



benar



S : 36.5 C



3. Mengajarkan etika batuk



A:



4. Menganjurkan meningkatkan asupan cairan



-



5. Menganjurkan meningkatkan asupan nutrisi



P:



Masalah teratasi sebagian



Nama/ Paraf



BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Keluhan appendisitis biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilikus atau periumbilikus yang disertai dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, yang akan menetap dan diperberat bila berjalan. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi, tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual, dan muntah. Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen bawah akan semakin progresif, dan dengan pemeriksaan seksama akan dapat ditunjukkan satu titik dengan nyeri maksimal. Perkusi ringan pada kuadran kanan bawah dapat membantu menentukan lokasi nyeri. Nyeri lepas dan spasme biasanya juga muncul Pada kasus Tn.S Intervensi Berdasarkan dari hasil pengkajian pada klien kedua klien dengan diagnosa appendicitis pada pemeriksaan abdomen klien terdapat gejala yaitu adanya nyeri lepas pada titik Mc. Berney hal ini sesuai dengan manifestasi klinis apendisitis bahwa terdapat nyeri lepas lokal pada titik Mc. Burney. Nyeri ini berasal dari infeksi bakteria pada umbai cacing yang menyebabkan sekresi mucus berlebih pada lumen appendiks yang menyebabkan appendiks meregang dan mengakitbatkan nyeri (nurarif & kusuma,2016). B. SARAN Diharapkan nantinya melalui penugasan ini kelompok dan mahasiswa keperawatan lainnya yang membaca makalah ini dapat memahami konsep kasus apendisitis serta nantinya dapat dijadikan sebagai referensi untuk penulisan makalah lainnya yang berhubungan dengan asuhan keperawatan tentang apendisitis.



DAFTAR PUSTAKA Bickley Lynn S & Szilagyi Peter G. (2018). Buku Saku Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan (p. 49). p. 49. Elizabeth J. Corwin. (2011). Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta: Adityamedi. goleman, daniel; boyatzis, Richard; Mckee, A. (2019). Kebiasaan Konsumsi Makanan Cepat Saji Pada Siswa Kelas Viii Smp Negeri 1 Yogyakarta. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689-1699. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004 Hasanah, H. (2016). Teknik-teknik observasi. 21-46. Hidayatullah, R. M. R. (2014). Efektivitas Antibiotik yang Digunakan pada Pasca Operasi Appendisitis Di RUMKITAL dr . Mintohardjo Jakarta Pusat. Jong, S. & de. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC. Kedokteran, F. (2018). Teknik inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Basic Physical Examination : Teknik Inspeksi, Palpasi, dan auskultasi,(0271) Kiik, S. M. (2018). Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Waktu Pemulihan Peristaltik Usus Pada Ruang ICU BPRSUD Labuang Baji Makassar. Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan Penerapan Diagnosa Nanda, NIC, NOC dalam Berbagai Kasus. Jogjakarta: Mediaction. Potter, P., & Perry, A. (2014). Fundamentals of Nursing (7th ed.). Philadelphia: Elsevier Ltd. PPNI, T. P. S. D. (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. PPNI, T. P. S. D. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia PPNI, T. P. S. D. (2018). Standar intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia Sjamsuhidajat & de jong. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta. Smeltzer & Bare. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brurner & Suddarath (8th ed.). Jakarta: EGC. Sofiah, W. (2017). Asuhan Keperawatan Klien Yang Mengalami Post OpApendiktomi Dengan Resiko Infeksi di RSUD Kota Jakarta Utara.