Makalah Kodifikasi Al-Qur'an [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Umat Islam mempercayai bahwa Al-Qur’an adalah puncak penutup wahyu Allah yang diperuntukkan bagi manusia yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara Malaikat Jibril. Pengertian Al-Qur’an jika ditinjau dari segi kebahasaan berasal dari Bahasa Arab yang artinya “ bacaan” atau “sesuatu yang dibaca berulang-ulang”. Konsep pemakaian kata Al-Qur’an dijumpai pada salah satu Surat Al-Qur’an sendiri yakni pada Surat Al-Qiyaamah ayat 17 dan 18 yang artinya:“Sesungguhnya



mengumpulkan



Al-Qur’an



(didalam



dadamu)



dan(menetapkan) bacaannya (pada lidahmu) itu adalah tanggungan Kami. (Karena itu) jika Kami telah membacakannya, hendaklah kamu ikuti (amalkan).” Kemurnian kitab suci Al-Qur’an dijamin langsung oleh Allah yaitu Dzat yang menciptakan dan menurunkan Al-Qur’an itu sendiri yang termaktub di dalam



firman-Nya yaitu Al-Qur’an Surat Al-Hijr ayat 9 yang artinya:



“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”. Dan kenyataannya kita bias melihat Al-Qur’an adalah satu-satunya kitab yang mudah dipelajari bahkan sampai dihafal oleh beribu-ribu umat Islam. Al-Qur’an tidak turun sekaligus melainkan turun secara berangsur-angsur selama 22 tahun 2 bulan 22 hari. Para ulama membagi masa turunnya Al-Qur’an menjadi dua periode, yaitu periode Makah dan Madinah. Pada perjalanannya AlQur’an mengalami penulisan (pencatatan dalam bentuk teks). Penulisan



Al-



Qur’an sudah dimulai sejak zaman Nabi Muhammad SAW berlanjut sampai kepada zaman pemerintahan Khalifah Abu Bakar dan pada zaman pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan.



1



Pada masa pemerintahan selain Abu Bakar dan Utsman bin Affan tidak terjadi perkembangan yang signifikan terkait dengan kodifikasi Al-Qur’an. Kodifikasi Al-Qur’an yang terjadi pada masa Abu Bakar dan pada masa Utsman bin Affan terdapat perbedaan penyebab adanya kodifikasi dan hasil dari kodifikasi yang nanti akan dibahas perbandingan antara kedua Khalifah tersebut . Transformasi menjadi teks yang seperti Al-Qur’an sekarang ini dilakukan pada zaman Utsman bin Affan yang juga disebut Mushaf Utsmani.



B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas diperoleh rumusan masalah sebagai berikut: “ Bagaimana perbandingan antara kodifikasi Al-Qur’an pada masa Abu Bakar dan pada masa Utsman bin Affan?”



2



BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Al-Qur’an. “Qur’an” menurut bahasa berarti “bacaan”. Definisi Al-Qur’an adalah: “Kalam Allah SWT yang merupakan mu’jizat yang diturunkan (diwahyukan) kepada Nabi Muhammad SAW dan membacanya merupakan ibadah. Doktor Subhi Al Salih mendefinisikan Al-Qur’an sebagai Kalam Allah SWT yang merupakan mu’jizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan ditulis di Mushaf serta diriwayatkan dengan mutawir, membacanya termasuk ibadah. Adapun Muhammad Ali Ash-Shabuni mendefinisikan A;-Qur’an sebagai Firman Allah yang tiada tandingannya diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW penutup para Nabi dan Rasul, dengan perantara Malaikat Jibril a.s yang ditulis pada mushaf-mushaf yang kemudian disampaikan kepada kita secara mutawir, serta membaca dan mempelajarinya merupakan ibadah, yang dimulai dengan Surat AlFatihah dan di akhiri dengan Surat An-Nas. Dengan definisi tersebut di atas sebagaimana dipercaya Muslim, Firman Allah yang diturunkan kepada Nabi selain Nabi Muhammad, tidak dinamakan Al-Qur’an seperti Kitab Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa a.s atau Kitab Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa a.s. demikian juga Firman Allah yang diturunkan



kepada



mempelajarinya



Nabi



Muhammad



SAW



yang



membacanya



dan



tidak sebagai ibadah, seperti Hadits Qudsi, tidak termasuk



Al-Qur’an. Kemurnian Kitab Al-Qur’an dijamin langsung oleh Allah SWT, yaitu Dzat yang menciptakan dan menurunkan Al-Qur’an itu sendiri. Dan pada kenyataannya kita bisa melihat, Al-Qur’an merupakan satu-satunya kitab yang mudah dipelajari bahkan sampai dihafal oleh beribu-ribu Umat Islam di dunia. Ini termaktub dalam Firman Allah Qur’an Surat Al-Hijr ayat 9 yang artinya: “Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Adz-Dzikr (Al-Qur’an) dan Kamilah yang akan menjaganya”



3



B. Sejarah Turunnya Al-Qur’an. Al-Qur'an tidak turun sekaligus. Al-Qur'an turun secara berangsur-angsur selama 22 tahun 2 bulan 22 hari. Oleh para ulama membagi masa turun ini dibagi menjadi 2 periode, yaitu periode Mekkah dan periode Madinah. Periode Mekkah berlangsung selama 12 tahun masa kenabian Rasulullah SAW dan surat-surat yang turun pada waktu ini tergolong surat Makkiyyah. Sedangkan periode Madinah yang dimulai sejak peristiwa hijrah berlangsung selama 10 tahun dan surat yang turun pada kurun waktu ini disebut surat Madaniyah. Nabi Muhammad SAW dalam menerima wahyu mengalami bermacammacam cara dan keadaan diantaranya: 1. Malaikat memasukkan wahyu ke dalam hatinya. 2. Malaikat menampakkan dirinya kepada Nabi berupa seorang laki-laki yang mengucapkan kata-kata kepadanya sehingga beliau mengetahui dan hafal benar akan kata-kata itu. 3. Wahyu datang kepadanya seperti gemerincingnya lonceng. Cara inilah yang dirasa paling berat oleh Nabi. 4. Malaikat menampakkan dirinya kepada Nabi bukan seperti yang disebutkan pada no. 2 di atas, melainkan menampakkan dengan wujud aslinya. Hal ini tersebut dalam Al-Qur’an Surat An-Najm ayat 13 dan 14 yang artinya: “Sesungguhnya Muhammad telah melihatnya pada kali yang lain (kedua). Ketika (Ia berada) di Sidratulmuntaha”.



C. Kodifikasi Al-Qur’an dan Perkembangannya. 1. Penulisan Al-Qur’an pada masa Nabi Muhammad SAW



4



Penulisan (pencatatan dalam bentuk teks) Al-Qur'an sudah dimulai sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Kemudian transformasinya menjadi teks yang dijumpai saat ini selesai dilakukan pada zaman khalifah Utsman bin Affan. Pada masa ketika Nabi Muhammad SAW masih hidup, terdapat beberapa orang yang ditunjuk untuk menuliskan Al Qur'an yakni Zaid bin Tsabit, Ali bin Abi Talib, Muawiyah bin Abu Sufyan dan Ubay bin Kaab. Sahabat yang lain juga kerap menuliskan wahyu tersebut walau tidak diperintahkan. Media penulisan yang digunakan saat itu berupa pelepah kurma, lempengan batu, daun lontar, kulit atau daun kayu, pelana, potongan tulang belulang binatang. Disamping itu banyak juga sahabat-sahabat langsung menghafalkan ayat-ayat Al-Qur'an setelah wahyu diturunkan.



2. Kodifikasi Al-Qur’an Pada masa Kholifah Abu Bakar. Sepeninggal Nabi Muhammad SAW para sahabat baik dari kalangan Anshar ataupun Muhajirin sepakat untuk mengangkat Abu Bakar sebagai Khalifah untuk menggantikan Nabi Muhammad SAW. Pada masa pemerintahan Abu Bakar terjadilah Jam’ul Qur’an yaitu pengumpulan naskah atau manuskrip Al-Qur’an yang susunan surat-suratnya menurut riwayat masih berdasarkan pada turunnya wahyu (hasbi tartibin nuzul). Diriwayatkan sebab-sebab dikumpulkannya AlQur’an pada masa pemerintahan Abu Bakar adalah gugurnya para sahabat penghafal Al-Qur’an pada perang Yamamah. Perang Yamamah adalah perang terjadi untuk menumpas orang-orang murtad dan mengaku sebagai Nabi. Tentara Islam yang ikut dalam peperangan itu kebanyakan adalah para sahabat yang hafal Al-Qur’an. Dalam peperangan itu banyak sahabat yang gugur, dan diperkirakan sahabat yang hafal Al-Qur’an gugur sebanyak 70 orang, bahkan pada peperangan sebelumnya juga telah gugur para sahabat penghafal Al-Qur’an hampir menyamai dari jumlah itu, yaitu perang di dekat sumur Ma’unah dekat kota Madinah pada masa Nabi Muhammad SAW.



5



Umar bin Khatab khawatir hal serupa yang dialami para sahabat penghafal Al-Qur’an yang gugur akan menimpa para sahabat penghafal Al-Qur’an yang saat itu masih hidup. Lalu Umar bin Khatab menghadap Abu bakar dan mengatakan bahwa korban yang gugur pada perang Yamamah sangat banyak khususnya dari kalangan penghafal Al-Qur’an. Umar bin Khatab meminta agar Abu Bakar memerintahkan pengumpulan Al-Qur’an. Tapi Abu bakar tidak langsung bersedia menerima permintaan dari Umar bin Khatab. Abu Bakar awalnya menolak karena menuruta Abu Bakar Nabi tidak pernah melakukan hal semacam itu. Umar bin Khatab tetap memaksa agar pengumpulan Al-Qur’an tetap dilaksanakan. Umar bin Khatab mengatakan kepada Abu Bakar bahwa mengumpulkan Al-Qur’an itu adalah perbuatan yang sangat mulia. Dengan ijin Allah hati Abu Bakar terbuka dan menyetujui usul dari Umar bin Khatab untuk mengumpulkan Al-Qur’an. Abu Bakar memerintahkan kepada Zaid bin Tsabit untuk melaksanakan tugas yaitu memeriksa, meneliti, dan mengumpulkan Al-Qur’an. Abu Bakar menunjuk Zaid bin Tsabit dengan alasan bahwa Zaid bin Tsabit adalah pemuda yang cerdas dan pintar. Selain pintar dan cerdas Zaid bin Tasabit juga selalu menulis wahyu (Al-Qur’an) untuk Nabi Muhammad SAW. Dia juga hafal AlQur’an. Seperti halnya Abu Bakar ketika pertama kali mendapat usul dari Umar bin Khatab Zaid awalnya juga tidak langsung melaksanakan tugas yang diamanatkan kepadanya itu. Tugas mengumpulkan Al-Qur’an menurutnya sangat berat, bahkan lebih berat dari pada memindahkan gunung. Dia



menanyakan



kepada Abu Bakar mengapa harus mengumpulkan Al-Qur’an padahal pekerjaan seperti itu tidak pernah dilaksanakan oleh Nabi Muhammad SAW. Abu Bakar mengatakan pada Zaid bin Tsabit bahwa mengumpulkan



Al-Qur’an itu adalah



perbuatan yang mulia, seperti jawaban Umar bin Khatab ketika menjawab pertanyaan dari dirinya. Zaid akhirnya juga melaksanakan tugas yang diamanatkan kepadanya itu.



6



Zaid bin Tsabit mengumpulkan Al-Qur’an dari daun, pelepah kurma, batu, tanah keras, tulang unta atau kambing dan juga dari hafalan-hafalan para sahabat. Zaid bin Tsabit bekerja sangat teliti sekalipun ia hafal Al-Qur’an seluruhnya tetapi untuk kepentingan pengumpulan Al-Qur’an yang sangat penting bagi Umat Islam itu, masih memandang perlu mencocokan hafalan atau catatan dari sahabat-sahabat yang lain dengan disaksikan oleh dua orang saksi. Dengan demikian Al-Qur’an seluruhnya telah ditulis Zaid bin Tsabit dalam lembaran-lembaran dan diikatnya dengan benang tersusun menurut urutan ayat-ayatnya sebagaimana telah ditetapkan oleh Nabi Muhammad SAW. Kemudian Al-Qur’an hasil pengumpulan itu diserahkan kepada Abu Bakar. Kemudian Mushaf hasil pengumpulan Zaid tersebut disimpan oleh Abu Bakar, peristiwa tersebut terjadi pada tahun 12 H. Setelah ia wafat disimpan oleh khalifah sesudahnya yaitu Umar, setelah ia pun wafat mushaf tersebut disimpan oleh putrinya dan sekaligus istri Rasulullah s.a.w. yang bernama Hafsah binti Umar r.a. Semua sahabat sepakat untuk memberikan dukungan mereka secara penuh terhadap apa yang telah dilakukan oleh Abu bakar berupa mengumpulkan Al-Qur’an menjadi sebuah Mushaf. Kemudian para sahabat membantu meneliti naskah-naskah Al-Qur’an dan menulisnya kembali. Sahabat Ali bin Abi thalib berkomentar atas peristiwa yang bersejarah ini dengan mengatakan : “ Orang yang paling berjasa terhadap Mushaf adalah Abu bakar, semoga ia mendapat rahmat Allah karena ialah yang pertama kali mengumpulkan Al-Qur’an, selain itu juga Abu bakarlah yang pertama kali menyebut Al-Qur’an sebagai Mushaf.” Menurut riwayat yang lain orang yang pertama kali menyebut Al-Qur’an sebagai Mushaf adalah sahabat Salim bin Ma’qil pada tahun 12 H lewat perkataannya yaitu : “Kami menyebut di negara kami untuk naskah-naskah atau manuskrip Al-Qur’an yang dikumpulkan dan di bundel sebagai MUSHAF”, dari perkataan Salim inilah Abu bakar mendapat inspirasi untuk menamakan naskahnaskah Al-Qur’an yang telah dikumpulkannya sebagai Al-Mushaf as Syarif (kumpulan naskah yang mulya).



7



Dalam Al-Qur’an sendiri kata Suhuf (naskah ; jama’nya Sahaif) tersebut 8 kali, salah satunya adalah firman Allah QS. Al-Bayyinah (98):2 “ Yaitu seorang Rasul utusan Allah yang membacakan beberapa lembaran suci. (Al Quran)” Pada masa pemerintahan Umar bin Khatab tidak terjadi perkembangan yang signifikan terkait dengan kodifikasi Al-Qur’an seperti yang dilakukan pada masa Abu Bakar. Pada masa pemerintahan Umar bin Khatab melanjutkan apa yang telah dicapai oleh pemerintahan sebelumnya, yaitu mengemban misi untuk menyebarkan Islam dan mensosialisasikan sumber utama ajarannya yaitu Al-Qur’an pada wilayah-wilayah Daulah Islamiyah baru yang berhasil dikuasai dengan mengirim para sahabat yang kredebilitas serta kapasitas ke-Al-Qur’an annya bisa dipertanggung jawabkan. Sesudah Umar Wafat , Mushaf itu dipindahkan ke rumah Hafsah Puteri Umar bin Khatab yang juga istri Nabi Muhammad SAW.



3. Kodifikasi Al-Qur’an Pada Masa Khalifah Utsman bin Affan. Dimasa kepemimpinan Khalifah Utsman bin Affan, mengalami perluasan wilayah pemerintahannya telah sampai ke Armenia dan Azarbaizan di sebelah timur, dan Tripoli di sebelah barat. Dengan demikian kaum Muslimin telah berpencar sampai ke Mesir,Syiria, Irak, Persia, dan Afrika. Kemana orang-orang Muslim pergi dan di manapun mereka tinggal AlQur’an tetap menjadi imam mereka dan diantara mereka banyak yang menghafal Al-Qur’an. Mereka juga mempunyai naskah-naskah dari Al-Qur’an akan tetapi naskah-naskah yang mereka punyai tidak sama susunan surat-suratnya. Begitu juga ada didapat diantara mereka pertikaian tentang bacaan itu, asal mula pertikaiannya ini adalah karena Nabi Muhammad SAW memberi kelonggaran pada kabilah-kabilah Arab yang ada di masanya.Untuk membaca dan melafalkan Al-Qur’an itu menurut bahasa mereka masing-masing, kelonggaran ini diberi oleh Nabi Muhammad SAW supaya Al-Qur’an mudah dihafalkan oleh para kabilah-kabilah tersebut.



8



Tetapi fenomena ini ditangkap dan ditanggapi secara cerdas oleh salah seorang sahabat yang juga sebagai panglima perang pasukan Muslim yang bernama Huzaifah bin Yaman. Ketika Huzaifah bin Yaman ikut dalam pertempuran menakhlukkan Armenia dan Azerbaizan (dulu termasuk dalam Uni Soviet) maka selama dalam perjalanan perang, dia pernah mendengar pertikaian Kaum Muslimin tentang bacaan Ayat Al-Qur’an dan dia pernah mendengar perkataan seorang Muslim kepada temannya bahwa “bacaanku lebih baik dari bacaan-bacaanmu.” Keadaan ini mengagetkan Huzaifah bin Yaman, maka pada waktu dia kembali ke Madinah Huzaifah bin Yaman segera menghadap Utsman bin Affan dan menyampaikan kepadanya atas kejadian-kejadian yang terjadi dimana terdapat perbedaan bacaan Al-Qur’an yang mengarah keperselisihan. Lalu Utsman bin Affan meminta Hafsah bin Umar meminjamkan Mushaf-Mushaf yang dimilikinya yang ditulis pada masa Khalifah Abu Bakar yang dulu untuk disalin oleh panitia yang telah dibentuk oleh Utsman bin Affan, yang aggotanya terdiri dari para sahabat diantaranya Zaid bin Tsabit, sebagai ketua, Abdullah bin Zubair, Said bin ‘Ash dan Abdur Rahman bin Haris bin Hisyam. Tugas panitia ini ialah membukukan Al-Qur’an, yakni menyalin dari lembaran-lembaran yang tersebut menjadi buku. Dalam pelaksanaan tugas ini Utsman bin Affan menasihatkan supaya : a. Mengambil pedoman kepada bacaan mereka yang hafal Al-Qur’an. b. Kalau ada pertikaian antara mereka tentang bahasa (bacaan), maka haruslah dituliskan menurut dialek Suku Quraisy, sebab Al-Qur’an itu diturunkan menurut dialek mereka. Kodifilkasi dan penyalinan kembali Mushaf Al-Qur’an ini terjadi pada tahun 25 H. Setelah panitia selesai selesai menyalin Mushaf, Mushaf Abu Bakar dikembalikan lagi kepada Hafsah. Selanjutnya Utsman bin Affan memerintahkan untuk membakar setiap naskah-naskah dan manuskrip Al-Qur’an selain Mushaf



9



salinannya yang berjumlah enam Mushaf. Mushaf hasil salinan tersebut dikirimkan ke kota-kota besar yaitu Kufah, Basrah, Mesir, Syam, dan Yaman. Utsman menyimpan satu Mushaf untuk ia simpan di Madinah yang belakangan dikenal sebagai Mushaf Al-Imam. Tindakan Usman untuk menyalin dan menyatukan Mushaf berhasil meredam perselisihan dikalangan umat islam sehingga ia manual pujian dari umat islam baik dari dulu sampai sekarang sebagaimana khalifah pendahulunya Abu bakar yang telah berjasa mengumpulkan Al Quran. Adapun Tulisan yang dipakai oleh panitia yang dibentuk Usman untuk menyalin Mushaf adalah berpegang pada Rasm alAnbath tanpa harakat atau Syakl (tanda baca) dan Nuqath (titik sebagai pembeda huruf). Manfaat kodifikasi Al-Qur’an pada masa Utsman bin Affan antara lain: a.



Menyatukan Kaum Musliminn pada satu macam Mushaf yang seragam tulisan dan ejaannya.



b.



Menyatukan bacaan, meskipun masih ada berlainan bacaan, tetapi bacaan itu tidak berlawanan dengan Mushaf-Mushaf Utsman.



c.



Menyatukan tertib susunan Surat-Surat menurut urutan seperti Mushaf sekarang.



Sampai sekarang, setidaknya masih ada empat mushaf yang disinyalir adalah salinan mushaf hasil panitia yang diketuai oleh Zaid bin Tsabit pada masa khalifah Usman bin Affan. Mushaf pertama ditemukan di kota Tasyqand yang tertulis dengan Khat Kufy. Dulu sempat dirampas oleh kekaisaran Rusia pada tahun 1917 M dan disimpan di perpustakaan Pitsgard (sekarang St.PitersBurg) dan Umat Islam dilarang untuk melihatnya. Pada tahun yang sama setelah kemenangan komunis di Rusia, Lenin memerintahkan untuk memindahkan Mushaf tersebut ke kota Opa sampai tahun 1923 M. Tapi setelah terbentuk Organisasi Islam di Tasyqand para anggotanya



10



meminta kepada parlemen Rusia agar Mushaf dikembalikan lagi ketempat asalnya yaitu di Tasyqand (Uzbekistan, negara di bagian asia tengah). Mushaf kedua terdapat di Museum al Husainy di kota Kairo mesir dan Mushaf ketiga dan keempat terdapat di kota Istambul Turki. Umat islam tetap mempertahankan keberadaan mushaf yang asli apa adanya. Sampai suatu saat ketika umat islam sudah terdapat hampir di semua belahan dunia yang terdiri dari berbagai bangsa, suku, bahasa yang berbedabeda sehingga memberikan inspirasi kepada salah seorang sahabat Ali bin Abi Thalib yang menjadi khalifah pada waktu itu yang bernama Abul-Aswad asDualy untuk membuat tanda baca (Nuqathu I’rab) yang berupa tanda titik. Atas persetujuan dari khalifah, akhirnya ia membuat tanda baca tersebut dan membubuhkannya pada mushaf. Adapun yang mendorong Abul-Aswad adDualy membuat tanda titik adalah riwayat dari Ali r.a bahwa suatu ketika AbulAswad adDualy menjumpai seseorang yang bukan orang arab dan baru masuk Islam membaca kasrah pada kata ‘Warasuulihi’ yang seharusnya dibaca ‘Warasuuluhu’ yang terdapat pada QS. At-Taubah (9) 3 sehingga bisa merusak makna. Abul-Aswad ad-Dualy menggunakan titik bundar penuh yang berwarna merah untuk menandai Fathah, Kasrah, Dhammah, Tanwin dan menggunakan warna hijau untuk menandai Hamzah. Jika suatu kata yang ditanwin bersambung dengan kata berikutnya yang berawalan huruf Halq (idzhar) maka ia membubuhkan



tanda



titik



dua



horizontal



seperti



‘adzabun



alim’ dan



membubuhkan tanda titik dua Vertikal untuk menandai Idgham seperti ‘ghafurrur rahim’. Adapun yang pertama kali membuat Tanda Titik untuk membedakan huruf-huruf yang sama karakternya (nuqathu



hart) adalah



Nasr bin Ashim



(W. 89 H) atas permintaan Hajjaj bin Yusuf as-Tsaqafy, salah seorang gubernur pada masa Dinasti Daulah Umayyah (40-9 5 H). Sedangkan yang pertama kali



11



menggunakan tanda Fathah, Kas rah, Dhammah, Sukun, dan Tasydid seperti yang-kita kenal sekarang adalah Al-Khalil bin Ahmadal-Farahidy(W.170H) pada abad ke II H. Kemudian pada masa Khalifah Al-Makmun, para ulama selanjutnya berijtihad untuk semakin mempermudah orang untuk membaca dan menghafal Al-Qur’an khususnya bagi orang selain Arab dengan menciptakan



tanda-



tanda baca tajwid yang berupa Isymam, Rum, dan Mad. Sebagaimana mereka juga membuat tanda Lingkaran Bulat sebagai pemisah ayat dan mencamtumkan nomor ayat, tanda-tanda waqaf (berhenti membaca), ibtida (memulai membaca), menerangkan identitas surah di awal setiap surah yang terdiri dari nama, tempat turun, jumlah ayat, dan jumlah ‘ain. Tanda-tanda lain yang dibubuhkan pada tulisan Al-Qur’an adalah Tajzi’ yaitu tanda pemisah antara satu Juz dengan yang lainnya berupa kata Juz dan diikuti dengan penomorannya (misalnya, al-Juz-utsalisu: untuk juz 3) dan tanda untuk menunjukkan isi yang berupa seperempat, seperlima, sepersepuluh,setengah juz dan juz itu sendiri. Sebelum ditemukan mesin cetak, Al-Qur’an disalin dan diperbanyak dari



Mushaf Utsmani dengan cara tulisan tangan. Keadaan ini berlangsung



sampai abad ke16 M. Ketika Eropa menemukan mesin cetak yang dapat digerakkan (dipisah-pisahkan) dicetaklah Al-Qur’an untuk pertama kali di Hamburg,Jerman pada tahun 1694M. Naskahtersebut sepenuhnya dilengkapi dengan tanda baca. Adanya mesin cetak ini semakin mempermudah umat Islam memperbanya mushaf Al-Qur’an. Mushaf Al-Qur’an yang pertama kali dicetak oleh kalangan umat islam sendiri adalah mushaf edisi Malay Utsman yang dicetak pada tahun 1787 dan diterbitkan di St. Pitersburg Rusia.



12



Kemudian diikuti oleh percetakan lainnya, seperti di Kazan pada tahun 1828, Persia Iran tahun 1838 dan Istambul tahun 1877. Pada tahun 1858, seorang Orientalis Jerman, Fluegel,menerbitkan Al-Qur’an yang dilengkapi dengan pedoman yang amat bermanfaat.Sayangnya, terbitan Al-Qur’an yang dikenal dengan edisi Fluegel ini ternyata mengandung cacat yang fatal karena sistem penomoran ayat tidak sesuai dengan sistem yang digunakan dalam mushaf standar. Mulai Abad ke-20, pencetakan Al-Qur’an dilakukan umat Islam sendiri. Pencetakannya mendapat pengawasan ketat dari para Ulama untuk menghindari timbulnya kesalahan cetak. Cetakan Al-Qur’an yang banyak dipergunakan di dunia islam dewasa ini adalah cetakan Mesir yang juga dikenal dengan edisi Raja Fuad karena dialah yang memprakarsainya. Edisi ini ditulis berdasarkan Qira’at Ashim riwayat Hafs dan pertama kali diterbitkan di Kairo pada tahun 1344 H/1925 M. Selanjutnya, pada tahun 1947 M untuk pertama kalinya Al-Qur’an dicetak dengan tekhnik cetak offset yang canggih dan dengan memakai huruf-huruf yang indah. Pencetakan ini dilakukan di Turki atas prakarsa seorang ahli kaligrafi turki yang terkemuka Said Nursi.



13



BAB IV PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat perbedaan atau perbandingan kodifikasi Al-Qur’an yang terjadi pada masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar dan Khalifah Utsman bin Affan. Perbedaanya adalah pada penyebab atau alasan dan hasil dari kodifikasi AlQur’an tersebut. Pada masa pemerintahan Khalifah Bau Bakar yang menjadi penyebab atau alasan dilakukannya kodifikasi Al-Qur’an adalah usul yang berasal dari Umar bin Khatab yang khawatir karena sahabat-sahabat penghafal Al-Qur’an banyak yang gugur dalam perang Yamamah. Umar bin Khatab kawatir nanti sudah tidak ada lagi orang yang hafal Al-Qur’an karena pada perang tersebut sahabat yang hafal Al-Qur’an gugur sebanyak tujuh puluh orang, dan sebelum perang Yamamah juga sudah banyak sahabat yang hafal Al-Qur’an gugur dalam perang di sumur Ma’unah dekat Kota Madinah pada zaman Nabi dan jumlahnya hampir menyamai sahabat yang gugur pada perang Yamamah. Umar bin Khatab juga khawatir kalau sahabat yang pada saat itu masih hidup juga mengalami hal serupa yang dialami oleh para sahabat yang hafal Al-Qur’an yang gugur dimedan perang.



14



Hasil kodifikasi Al-Qur’an pada masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar adalah berupa sebuah Mushaf yang disimpan di rumah Abu Bakar sampai beliau wafat dan selanjutnya disimpan oleh Khalifah Umar bin Khatab yang merupakan khalifah pengganti Abu Bakar. Dan setelah Umar wafat Mushaf itu disimpan oleh Hafsah bin Umar yaitu anak dari Umar bin Khatab yang juga istri Nabi Muhammad SAW. Pada pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan yang menjadi penyebab dilaksanakannya kodifikasi Al-Qur’an adalah karena adanya keragaman dalam cara pembacaan Al-Qur’an (qira’at). Perbedaan itu karena pada masa pemerintahan Utsman terjadi perluasan Islam sampai keluar Jazirah Arab sehingga Umat Islam tidak hanya terdiri dari Bangsa Arab saja yang menyebabkan adanya perbedaan dialek (lahjah) antar suku yang berasal dari daerah yang berbeda-beda. Utsman membuat kebijakan yaitu membuat Mushaf standar (menyalin Mushaf yang dipegang oleh Hafsah) yang ditulis dengan jenis penulisan baku. Dan seluruh Mushaf yang berbeda dengan standar yang dihasilkan diprintahkan untuk dimusnahkan. Hasil kodifikasi Al-Qur’an pada masa pemerintahan Utsman bin Affan adalah Mushaf standar yang berjumlah enam buah Mushaf yang dikirim ke kotakota besar yaitu Kufah, Basrah, Mesir, Syam, dan Yaman. Utsman menyimpan sendiri sebuah Mushaf untuk ia simpan di Madinah yang belakangan dikenal sebagai Mushaf Al-Imam. Manfaat kodifikasi Al-Qur’an pada masa Utsman bin Affan antara lain: d.



Menyatukan Kaum Musliminn pada satu macam Mushaf yang seragam tulisan dan ejaannya.



e.



Menyatukan bacaan, meskipun masih ada berlainan bacaan, tetapi bacaan itu tidak berlawanan dengan Mushaf-Mushaf Utsman.



f.



Menyatukan tertib susunan Surat-Surat menurut urutan seperti Mushaf sekarang.



15



DAFTAR PUSTAKA Departemen Agama: 1971, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta: PT. Bumi Restu. Baidan, Nashruddin: 2003, Perkembangan Tafsir Al Qur'an di Indonesia, Solo: Tiga Serangkai. Ichwan, Muhammad Nor: 2001, Memasuki Dunia Al-Qur’an. Semarang: Lubuk Raya. Baltaji, Muhammad: 2005, Metodologi Ijtihad Umar bin Al Khatab. (terjemahan H. Masturi Irham, Lc), Jakarta: Khalifa. Faridl, Miftah dan Syihabudin, Agus: 1989 M, Al-Qur'an, Sumber Hukum Islam yang Pertama, Bandung: Penerbit Pustaka. Qardawi, Yusuf: 2003, Bagaimana Berinteraksi dengan Al-Qur’an. (terjemahan: Kathur Suhardi), Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. Shihab, Muhammad Quraish: 1993, Membumikan Al-Qur'an, Bandung: Mizan.



16