Makalah Komkes 2 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Focus Group 2 Komunikasi Interprofesional (mitra kerja) pada pelayanan kesehatan A. Definisi peer/mitra kerja dalam bidang kesehatan Terdapat beberapa pengertian kemitraan kerja secara umum, yaitu : 1. Kemitraan adalah interaksi dan hubungan interelasi minimal antara dua pihak atau lebih di mana pihak tersebut merupakan ‘mitra’ atau ‘partner’ 2. Kemitraan adalah proses perwujudan bentuk-bentuk symbiosis mutualisme dan saling bertukar pengetahuan yang bertujuan untuk kepentingan bersama 3. Kemitraan merupakan serangkaian usaha yang disalamnya melibatkan beberapa komponen dari banyak sector seperti masyarakat, Lembaga pemerintah, dan Lembaga non-pemerintah untuk bekerja sama untuk kesepakatan dan peran masingmasing 4. Kemitraan merupakan kesepakatan di mana seseorang, kelompok, dan organisasi bekerja sama dalam mencapai tujuan, melaksanakan tugas, serta menanggung Bersama risiko atau keuntungan Terdapat beberapa prinsip untuk mencapai tingkat kemitraan. Yaitu antara lain kesetaraan, keterbykaan, dan manfaat Bersama (saling menguntungkan). Pada konsep kesehatan secara literal mencakup motivasi, pengetahuan, kemampuan, dan keyakinan seseorang dalam ikut berpartisipasi dalam tingkat pemahaman dan manajemen terhadap kesehatan pada individu masing-masing. World Health Organization (WHO) mendefinisikan kemitraan kesehatan adalah kebersamaan dari beberapa perilaku dalam mencapai tujuan Bersama, yaitu meningkatkan kesehatan masyarakat yang mempunyai dasar atas kesepakatan tentang peranan dan prinsip masing-masing pihak. Ketika membina kemitraan harus didasari dengan peranan-peranan yang penting, dalam hal ini yang dimaksud adalah mitra. Mitra yang telah dibangun dapat berasal dari pemerintah dan non-pemerintah. Pada setiap kemitraan kesehatan, harus diupayakan menghormati nilai-nilai universal yang berlaku, di antaranya yaitu hak asasi manusia, keamanan dalam kesehatan, keadilan dalam kesehatan, dan kesejahteraan individu. WHO menyatakan pada konferensi internasional pertama mengenai promosi kesehatan yang diselenggarakan bertempatan di Ottawa pada tanggal 21 November 1986 yang dapat disebut dengan Piagam Ottawa, menyatakan pokok fundamental dalam kesehatan meliputi : Perdamaian, tempat tinggal, Pendidikan, makanan, pendapatan, ekosistem yang stabil, sumber daya, dan keadilan sosial. Dalam membangun kebijakan dan perencanaan kesehatan, Piagam Otawa meminta untuk dilaksanakannya kemitraan dengan pembuat kebijakan di semua sector, tidak hanya kesehatan, Piagam Ottawa juga menegaskan perlunya keeratan kemitraan yang menghilangkan segala sekat dan penghambat dan juga mengembangkan mitra baru antar sector di semua tingkatan maupun lapisan masyarakat. Saat melakukan promosi kesehatan, kemitraan dapag terjadi antara pemerintah, LSM , organisasi masyarakat. Akademisi, dan sector swasta. Kemitraan kesehatan dapat dibagi menjadi dua, yaitu kemitraan makro dan mikro. Kemitraan mikro bekerja secara langsung terhadap terlaksananya promosi kesehatan. Kemetraan makro mempunyai tujuan dalam mempengaruhi determinasi kesehatan yang dilakukan secara struktural.



Kesehatan merupakan bagian yang integral dalam kesejahteraan suatu bangsa. Kesehatan juga merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan Human Development Index (HDI), yang dimensi kesehatannya diukur berdasarkan life expectancy pada saat lahir, indeks HDI Indonesia hanya mememiliki angka 0,694 yang menduduki peringkat ke-116 di dunia. 1 Upaya kemitraan telah dicanangkan sejak Deklarasi Alma-Atta (1978) merekomendasikan perlunya upaya terkoordinasi tidak hanya dari sektor kesehatan. Selanjutnya Piagam Ottawa menyiratkan perlunya kemitraan dalam promosi kesehatan. Kemitraan adalah salah satu sinergi promosi kesehatan yang bukan advokasi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat. Dalam melakukan upaya promosi kesehatan, kemitraan adalah upaya yang sentral. Kemitraan dipandang cukup penting karena terdapat nilai kerja partisipatif dan juga menghubungkan sumber daya antar sector. Hal ini tentunya membuat kemitraan dipandang penting ketika melakukan promosi kesehatan yang mengakibatkan diterapkan kesehatan masyarakat, pelayanan kesehatan, pemecahan masalah kemiskinan, dan penelitian. Istilah kementrian ini juga dapat digunakan dalam memberi visualisasi sejumlah pengaturan kerja yang juga termasuk komunikasi, konsultasi, koordinasi, dan kolaborasi. Ketika melakukan pelayanan kessehatan, kerja sosial, dan manajemen sumber daya manusia, hubungan kemitraan dipahami dengan hubungan interpersonal. Beberapa kemitraan harus melalui proses persetujuan dengan formal, contohnya seperti kontrak perjanjian salah satunya. Beberapa yang lainnya hanya membutuhkan komitmen, rasa kepercayaan, dan tanggung jawab. Bagaimanapun bentuk pada awal kemitraan tetap harus mempunyai dasar oleh rasa akuntabel dan transparansi.



B. Melakukan Komunikasi pada Peer/Mitra Kerja dalam Bidang Kesehatan Komunikasi efektif yang dilakukan antara tenaga kesehatan dan pasien dapat terwujud dengan adanya hubungan yang baik . Tenaga kesehatan meliputi dokter, perawat, apoteker, dan tenaga kesehatan lainnya yang berperan dalam dunia kesehatan dan juga rumah sakit. Sebagai satu tim, tenaga kesehatan harus memperhatikan kekompakan melalui kerja sama dan juga koordinasi yang optimal antar sesama anggota tim. Dalam mencapai hubungan dan komunikasi yang baik dan efektif, hal yang pertamatama dilakukan adalah mengeliminasi hal-hal yang dapat menghambat jalannya keefektifan dan hubungan komunikasi. Hal-hal yang dapat berdampak pada hubungan antar tenaga kesehatan, yaitu : 1. Role stress merupakan suasana hati tiap individu 2. Lack of interprofessional understanding adalah kurangnya pemahaman mengenai peran fungsi jabatan masing-masing individu 3. Autonomy merupakan keadaan dimana perlunya mempertahankan otonomi dalam memenuhi peran profesi tenaga kesehatan Menurut Berrige (2010), komunikasi interprofesi adalah faktor yang sangat berpengaruh dalam meningkatkan keselamatan pasien, karena melalui komunikasi interprofesi yang berjalan dengan efektif, dapat menghindarkan tim tenaga kesehatan dari terjadinya kesalahpahaman yang dapat menyebabkan medical error.



Komunikasi dalam suatu lingkup dunia kesehatan dapat berbentuk tulisan serta komunikasi verbal dan nonverbal. Komunikasi berbentuk tulisan biasanya berbentuk rekam medik, riwayat penyakit pasien, diagnosis, rencana kerja, pemberian resep obat, dan instruksi pengobatan pasien. Berbeda dengan komunikasi verbal, komunikasi verbal biasanyta dilakukan dengan cara tatap muka, dengan dua atau lebih, dengan bentuk pertemuan maupun diskusi mengenai perkembangan pasien. Komunikasi antar mitra kesehatan tentunya memerlukan cara agar berjalan dengan lancer dan efektif. Keefektifan dalam melaksanakan komunikasi antar mitra kesehatan dapat dilakukan dengan cara berkomunikasi secara detail, akurat, serta adanya bukti-bukti yang dapat dipertanggungjawabkan. Saat melakukan pertukaran infromasi harus dengan detail dan terperinci. Informasi yang disampaikan harus detail dan terperincu karena bersifat sangat krusial mengingat kondisi pasien yang disampaikan diterima sexara setengah-setengah, akan berakibat fatal pada kondisi pasien dan dapat membahayakan nyawa pasien apabila terjadi kesalahan diagnosis. Claramita, et. Al, 2017, telaah melakukan penelitian ilmiah dengan tenaga kesehatan yang berprofesi sebagai dokter, perawat, apoteker, dan gizi kesehatan mengenai karakter dalam komunikasi interprofesi : 1.



Menghormati tugas, peran dan tanggung jawab profesi kesehatan lain, yang dilandasi kesadaran/sikap masing-masing pihak bahwa setiap profesi kesehatan dibutuhkan untuk saling bekerjasama demi keselamatan pasien (Patient-safety) dan keselamatan petugas kesehatan (Provider-safety) 2. Membina hubungan komunikasi yang berlandaskan kesetaraan antarprofesi kesehatan. 3. Mampu untuk menjalin komunikasi dua arah yang efektif antarpetugas kesehatan walaupun berbeda profesi 4. Berinisiatif untuk membahas kepentingan pengobatan pasien 5. Membahas permasalahan pasien dengan tujuan keselamatan pasien antarindividu ataupun antarkelompok profesi kesehatan yang berbeda. 6. Menjaga etika saat menjalin hubungan kerja dengan profesi kesehatan lainnya. 7. Mampu membicarakan mengenai proses pengobatan dengan tenaga kesehatan lainnya (termasuk alternatif/ tradisional). 8. Mampu berbagi informasi yang bersifat saling melengkapi baik tertulis di medical record, verbal maupun non-verbal). 9. Paradigma saling membantu dan melengkapi tugas antar profesi kesehatan sesuai dengan tugas, peran dan fungsi profesi masing-masing. 10. Mampu melakukan kolaborasi dengan bekerja sama guna memperoleh pengobatan pasien yang efektif 11. Memiliki kemampuan negosiasi yang berguna untuk mencapai persetujuan bersama Apabila komunikasi antarpetugas kesehatan tidak berjalan dengan baik dapat terjadi mispersepsi dan dapat berakibat fatal kepada pasien. Misalnya dokter yang menulis resep untuk pasien namun tidak dapat terbaca dengan baik oleh apoteker sehingga dapat menimbulkan adanya kesalahan pemberian obat atau dosis yang tidak sesuai dengan kebutuhan pasien. Oleh karena itu, kolaborasi antar petugas kesehatan diperlukan karena dapat meningkatkan sistem kesehatan, keselamatan pasien, dan juga kepuasan pasien terhadap petugas kesehatan.



C. Apa yang boleh dan tidak boleh serta hal-hal yang harus diperhatikan dalam komunikasi peer/mitra kesehatan Manusia pasti perlu berkomunikasi untuk berinteraksi dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya sebagai mahkluk sosial. Sama kaitannya dengan dunia kesehatan. Seorang dokter harus mampu berkomunikasi efektif dengan profesi kesehatan lainnya. Kemampuan pelayanan kesehatan dalam berkomunikasi menjadi hal yang sangat penting. Kerjasama dan kolaborasi antar tim dapat menghasilkan hasil yang besar bagi kesehatan pasien sehingga dapat meminimalisir angka mortalitas, durasi pasien di rumah sakit, angka komplikasi, biaya pengobatan, dan lainnya. Kolaborasi interprofesi adalah kerjasama antar profesi kesehatan dari latar belakang profesi yang tidak sama dengan pasien dan keluarga pasien untuk memberikan kualitas pelayanan yang dapat dikatakan terbaik (WHO,2010). Komunikasi interprofesional merupakan proses perencanaan,pelaksanaa, dan mengevaluasi program komunikasi yang memiliki tujuan sebagai penyedia layanan kesehatan. Dalam melakukan kerjasama interprofesi kesehatan sering terjadi kesalahan komunikasi. Terdapat beberapa hambatan yang menghalangi jalannya komunikasi antara pelayan kesehatan. Untuk meningkatkan kualitas pelayan kesehatan dalam berkomunikasi diperlukan upaya demi keselarasan penanganan pasien. Sikap dan perilaku pelayan kesehatan yang baik menjadi pendukung dalam pencapaian tujuan Bersama. Komunikasi interprofesional terdiri dari berbagai jenis pelayanan kesehatan, yaitu komunikasi antar dokter dengan perawat, antar manajer fasilitas kesehatan dengan dokter, antar dokter dengan petugas apotek, dan lainnya. Dalam penyampaian komunikasi ini, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dan tidak boleh dilakukan. Hal yang perlu diperhatikan pertama ialah menggunakan bahasa yang baik dan mudah dipahami sehingga pelayan kesehatan dapat menangkap informasi dengan benar.



Kecepatan pembicara juga harus dimaksimalkan dengan keefektifan komunikasi untuk meminimalisir kemungkinan buruk yang bisa terjadi. Komunikasi yang efektif justru tidak membutuhkan waktu yang terlalu lama. Komunikasi efektif terbukti memerlukan lebih sedikit waktu karena dokter terampil mengenali kebutuhan pasien. (T Menawati, 2015). Djauzi dan Supartondo dalam Sudarma (2008) mengatakan bahwa setiap tenaga kesehatan dituntut memiliki kemampuan berkomunikasi secara efektif, yaitu dengan mengedepankan rasa empati dan simpati kepada tenaga kesehatan lainnya ataupun kepada klien.



Selain itu, saling menghargai antar profesi kesehatan juga menjadi poin penting. Sebagai sesama profesi kesehatan, harus dapat mendengar pendapat satu sama lain sehingga menemukan kesimpulan yang benar. Berikan rasa percaya kepada profesi kesehatan yang lain sehingga dapat mencapai tujuan bersama, memberikan keshatan bagi pasien.



Hal-hal yang tidak boleh dilakukan dalam komunikasi interprofesional ialah menggunakan intonasi yang tinggi atau terkesan membentak. Intonasi sebaiknya disesuaikan



dengan keadaan. Jika keadaan memang membutuhkan intonasi tinggi agar terdengar, hal tersebut dapat diterapkan. Namun, apabila keadaan sedang tenang, sebaiknya gunakan intonasi biasa yang tidak membentak. Hindari menggunakan bahasa atau isyarat yang sulit dimengerti oleh profesi kesehatan yang lain agar tidak terjadi kesalahan komunikasi. Dalam dunia kesehatan, keselarasan komunikasi antar profesi kesehatan menjadi hal yang utama. Komunikasi yang dilakukan harus efektif dalam rangka mengedepankan keselamatan pasien karena informasi yang ada dalam komunikasi dapat bermanfaaat untuk mengetahui risiko yang mungkin terjadi, prosedur yang akan dilakukan, hingga tindakan alternatif yang dapat dilakukan. Diperlukan penekanan yang kuat terhadap profesi kesehatan untuk meningkatkan sikap dan perilaku dalam berkomunikasi efektif. Menumbuhkan rasa saling menghargai, menghormati, serta menaruh rasa kepercayaan antar profesi kesehatan. Selain itu, pemilihan kata, bahasa tubuh, intonasi perlu diperhatikan, disesuaikan dengan situasi yang ada. Menurut Kumala (1995) mengatakan bahwa prinsip-prinsip untuk mendukung komunikasi di antara tim yaitu: 1. Setiap individu dalam tim memiliki hak untuk mengemukakan dan menjelaskan pendapatnya atau pandangan mereka untuk melakukan sesuatu tindakan. 2. Pesan yang diberikan, maupun dalam bentuk lisan maupun tulisan, harus dinyatakan dengan menggunakan bahasa serta ungkapan yang jelas dan mudah dimengerti oleh semua individu dalam tim tersebut. 3. Setiap individu dalam tim menghindari dari perselisihan dan pertentangan sesama individu dalam tim agar komunikasi atau hubungan yang terjalin lebih baik. Do’s dalam komunikasi peer/mitra kesehatan 1. 2. 3. 4. 5. 6.



Menghormati (respect) tugas, peran dan tanggung jawab profesi kesehatan lain Membina hubungan komunikasi dengan prinsip kesetaraan antar profesi kesehatan. Berinisiatif membahas kepentingan pasien bersama profesi kesehatan lain. Buat lawan bicara merasa nyaman Menjaga etika saat menjalin hubungan kerja dengan profesi kesehatan yang lain. Bernegosiasi Negosiasi dilakukan untuk mencapai persetujuan bersama antar profesi kesehatan mengenai masalah kesehatan pasien. 7. Berkolaborasi Kolaborasi dilakukan untuk menyelesaikan masalah kesehatan pasien. 8. Mengangguk dengan tenang ketika orang lain berbicara namun jangan terlalu sering 9. Bersikap tenang



Dont’s dalam komunikasi peer/mitra kesehatan 1. 2. 3. 4. 5.



Menyampaikan informasi tidak secara detail Menyapaikan informasi tanpa bukti yang akurat Tidak menjungjung prinsip kesetaraan antar profesi kesehatan Menggunakan bahasa yang sulit dipahami Tidak mau bekerja secara kolaboratif



6. Jangan silangkan tangan ketika sedang berbicara



Daftar pustaka 1. Hasil Pencarian KBBI Daring. Available from: https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/mitra kerja 2. Sauvage J, Ahluwalia S. Health and care professionals committed to partnership working: right wall of the House of Care framework [Internet]. The British journal of general practice : the journal of the Royal College of General Practitioners. Royal College of General Practitioners; 2016 [cited 2019Sep23]. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4684026/ 3. APPS definition of partnership [Internet]. World Health Organization. World Health Organization; 2018 [cited 2019Sep23]. Available from: https://www.who.int/patientsafety/implementation/apps/definition/en/ 4. The Ottawa Charter for Health Promotion [Internet]. World Health Organization. World Health Organization; 2016 [cited 2019Sep23]. Available from: https://www.who.int/healthpromotion/conferences/previous/ottawa/en/ 5. Human Development Reports [Internet]. Human Development Index (HDI) | Human Development Reports. [cited 2019Sep23]. Available from: http://hdr.undp.org/en/content/human-development-index-hdi 6. Aprianingsih., Hippy, N. S. I., 2003. Metode pendidikan kesehatan masyarakat, Ed. 2. Jakarta: Buku Kedokteran EGC 7. 8. Basuki, Endang. 2008. Komunikasi antar Petugas Kesehatan. Dalam Majalah Kedokteran Indonesia vol. 58 no. 9 9. 10. Boifrida,S.Kep,Ns. (2017). ArtikelPer Kategori | RS JIWA DAERAH. [online] Available at: http://rsj.babelprov.go.id/content/komunikasi-antar-profesionalkesehatan [Accessed 24 Sep. 2019]. 11. 12. Doctor-patient communication and preferred terms. 2012. http://journal.ui.ac.id/index.php/humanities/article/viewFile/1124/1031 [Accessed: 25 September 2019] 13. 14. Effective Interprofessional Teams. 2008. Interprofessional teamwork: what is it and what does it mean for occupational therapy?. [online] Available at: http://www.cmnzl.co.nz/assets/sm/8307/61/InterprofessionalTeamworkFri2pm.pdf [Accessed 24 Sep. 2019]. 15. 16. Kumala, P. 1995. Manajemen pelayanan kesehatan primer. Jakarta: Buku Kedokteran EGC 17. Sudarma, M. 2008. Sosiologi untuk kesehatan. Jakarta: Salemba Medika 18. Kumala, P. 1995. Manajemen pelayanan kesehatan primer. Jakarta: Buku Kedokteran EGC 19. Emilia, O., Sanusi, R. and Heru Sutomo, A. (2014). Buku Acuan Umum CHFC-IPE. Jogjakarta: Fakultas Kedokteran UGM, pp.26-28. 20. Rokhmah, N. and Anggorowati, A. (2017). KOMUNIKASI EFEKTIF DALAM PRAKTEK KOLABORASI INTERPROFESI SEBAGAI UPAYA



MENINGKATKAN KUALITAS PELAYANAN. Journal of Health Studies, 1(2), pp.65-71.



21. Barr, H. (2002). Interprofessional education. John Wiley & Sons, Ltd. 22. Triana, N.(2018) Interprofessional education. 23. 24. T Menawati. (2015) Pentingnya Komunikasi Kesehatan dalam Pelayanan Kesehatan Primer 25. 26. World Health Organization. 2010. Framework for Action on Interprofessional Education & Collaborative Practice. Geneva, Switzerland: WHO.