Makalah Konfrontasi, Suasana Diam Dan Penafsiran [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Makalah Penafsiran, Konfrontasi, dan Suasana Diam Dalam Konseling Perorangan



Dosen Pengampu: Solihatun, M.Pd., Kons



Disusun Oleh: Kelompok 6 1.



Salsabilah Sumayyah



202101500186



2.



Naura Shalsabilla



202101500219



3.



Eva Alivia Azzahara



202101500265



4.



Nina Setia Rini



202101500964



Prodi Bimbingan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Dan Pengetahuan Sosial Universitas Indraprasta PGRI Jakarta 2022



KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayahNya, penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Penafsiran, Konfrontasi, dan Suasana Diam Dalam Konseling Perorangan” dengan tepat waktu. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah keterampilan dasar konseling. Selain itu, makalah ini bertujuan untuk menambah pengetahuan mengenai teknik dalam konseling perorang yang mencakup penafsiran, konfrontasi, dan suasana diam, agar nantinya dapat membantu selama proses konseling. Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Solihatun, M.Pd., Kons. selaku dosen mata kuliah keterampilan dasar konseling. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah ini. Saya menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.



Jakarta, 1 Oktober 2022 Penyusun



BAB I Pendahuluan



1.1.



Latar Belakang Penafsiran adalah penjelasan-penjelasan atau pengertian-pengertian suatu keadaan. Penggunan penafsiran oleh konselor dalam konseling bertujuan membantu klien agar dapat memahami arti dari kejadian-kejadian dengan menyajikan beberapa pandangan yang berkaitan dengan masalah klien. Pemberian penafsiran akan lebih mebantu bila didasarkan atas informasi yang diungkapkan oleh klien, dan tidak atas pengetahuanpengetahuan yang bersifat teoritis. Konfrontasi ialah mempertentangkan dua hal yang berbeda. Sering kali klien tidak menyadari ada berbagai pertentangan dalam dirinya baik itu menyangkut dengan perkataannya, perilakunya, dan sikapnya. Ada klien yang mempunyai keinginan tertentu, namun dia tidak melakukan kegiatan yang mengarah pada pencapaian keinginan tersebut. Ada klien yang tidak konsisten dalam arti berbeda tentang apa yang dinyatakan dulu dengan sekarang. Juga ada klien yang cenderung mempertahankan diri terhadap kekeliruan yang dilakukannya, sementara ia ingin menjadi baik. Kondisi yang semacam inilah yang perlu di konfrontasikan oleh konselor. Teknik diam atau silence adalah suasana hening, tidak ada interaksi verbal antara konselor dan konseli, dalam proses konseling. Diam adalah amat penting, diam bukan berarti tidak ada komunikasi, akan tetapi melakukan komunikasi non verbal. Diam yang paling ideal antara lima sampai dengan sepuluh detik dan selebihnya diganti dengan teknik dorongan minimal.



1.2.



Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud penafsiran, konfrontasi dan suasana diam dalam konseling? 2. Bagaimana cara menggunakannya dalam konseling?



1.3. Manfaat 1. Dapat memahami penafsiran, konfrontasi dan suasana diam dalam konseling lebih jelas 2. Dapat membantu konseling dengan menggunakan penafsiran, konfrontasi dan suasana diam



Bab II Pembahasaan



A. Penafsiran Penafsiran adalah penjelasan-penjelasan atau pengertian-pengertian suatu keadaan. Penggunan penafsiran oleh konselor dalam konseling bertujuan membantu klien agar dapat memahami arti dari kejadian-kejadian dengan menyajikan beberapa pandangan yang berkaitan dengan masalah klien. Pemberian penafsiran akan lebih mebantu bila didasarkan atas informasi yang diungkapkan oleh klien, dan tidak atas pengetahuan-pengetahuan yang bersifat teoritis. Konselor hendaknya menyadari bahwa suatu penafsiran tidak lain hanyalah suatu kemungkinan penjelasan tentang suatu kejadian. Untuk itu klien tetap diperkenankan mengemukakan penjelasan yang sama sekali berbeda, dan penjelasannya itu tetap sahih. Konselor hendaknya menawarkan penafsiran itu secara terbuka, dan memberikan kesempatan secukupnya bagi klien untuk mengubahnya. Penafsiran sangat bermanfaat bagi klien karena penafsiran dapat mengarahkan pada pemerolehan insight. Insight memainkan peran penting dalam kehidupan psikologis individu dan menjadi landasan untuk terjadinya perubahan perilaku. Penafsiran juga membuat klien lebih memahami dirinya melalui penafsiran konselor (Hariastuti & Darminto, 2007: 61-62)



Menurut



Lutfi



Fauzan



dalam



Teknik-teknik



Komunikasi



Untuk



Konselor



(2008:55),adapun tujuan dari interpretasi yaitu: 1. Mengembangkan hubungan menyehatkan melalui dorongan pengungkapan diri konseli,peningkatan



kredibilitas



konselor,dan



pengkomunikasian



sikap-sikap



menyehatkan kepada konseli. 2. Mengenali hubungan sebab akibat di antara pesan dan perilaku eksplisit dan implisit konseli. 3. Membantu konseli mengkaji tingkah laku,pemikiran-pemikiran dari sudut tinjauan lain dengan penjelasan lain. 4. Memotivasi konseli menggantikan pemikiran merusak diri atau tingkah laku tidak efektif.



Hal-hal Yang Harus Diperhatikan Dalam Penggunaan Penafsiran Terdapat beberapa aturan yang perlu diperhatikan agar dapat menggunakan penafsiran secara efektif,yaitu: 1. Perhatikanlah dengan cermat kesiapan. Konselor harus yakin bahwa klien telah siap untuk mengeksplorasi dirinya sebelum menggunakan penafsiran. 2. Penafsiran hendaknya didasarkan pada pesan-pesan actual dan bukan bias dan nilainilai konselor sendiri yang diproyeksikan kepada klien. 3. Gunakan kata-kata atau frase yang tepat dalam respon penafsiran.



B. Konfrontasi Konfrontasi ialah mempertentangkan dua hal yang berbeda. Sering kali klien tidak menyadari ada berbagai pertentangan dalam dirinya baik itu menyangkut dengan perkataannya, perilakunya, dan sikapnya. Ada klien yang mempunyai keinginan tertentu, namun dia tidak melakukan kegiatan yang mengarah pada pencapaian keinginan tersebut. Ada klien yang tidak konsisten dalam arti berbeda tentang apa yang dinyatakan dulu dengan sekarang. Juga ada klien yang cenderung mempertahankan diri terhadap kekeliruan yang dilakukannya, sementara ia ingin menjadi baik. Kondisi yang semacam inilah yang perlu di konfrontasikan oleh konselor. Untuk melihat hal-hal yang muncul dan terungkap dalam pembicaraan konseling ,konselor dapat melihat kondisi yang perlu di konfrontasikan ialah sebagai berikut : 1. Isi pertanyaan klien yang berbeda dengan cara ia menyatakannya pada saat itu. Sesuatu yang disampaikannya berupa pengalaman atau kejadian yang menyedihkan, sementara dia menyampaikannya dengan suasana yang ceria. 2. Jika bertentangan isi dari hal yang di nyatakan saat ini dan yang dinyatakan pada waktu sebelumnya. Pada saat awal pembicaraan klien menyatakan ia sangat ingin membahagiakan orang tuanya. Sementara pembicaraan telah berlangsung lama klien menyatakan bosan tinggal bersama orang tua yang sering kali “nyinyir” 3. Apa yang dinyatakan bertentangan dengan yang dilakukan. Misalnya, klien ingin memperoleh hasil belajar yang tinggi, sementara waktu-waktunya lebih di gunakan untuk main dengan teman-temannya. 4. Berbeda pada saat klien menyatakan dengan reaksi yang diinginkan konselor. Misalnya, klien “mengangguk” akan melakukan perubahan terhadap cara ia berpakaian, namun keesokan harinya klien masih seperti hari-hari kemarin.



Dalam proses konseling mungkin ditemui klien yang memiliki ketidak sesuaian atau pertentangan dalam dirinya. Apakah ketidak sesuaian antara keingininan dengan apa yang dilakukan, atau ketidak konsistenan daam bertindak atau ketidak logisan klien dalam berfikir. Klien yang seperti ini sering kali tidak menyadari ketidak sesuaian atau kesejajaran yang terjadi dalam dirinya.Untuk mengatasi masalah seperti ini digunakan teknik konfrontasi. Konfrontasi maksudnya adalah mempertentangkan dua hal yang berbeda.



Untuk melakukan konfrontasi, seorang konselor perlu melakukan berbagai pertimbangan. Pertimbangan tersebut mencakup saat yang tepat untuk melakukan konfrontasi, suasana hubungan konselor dan klien dan cara melakukan konfrontasi. Berbagai pertimbangan tersebut ialah : 1. Adanya kesenjangan yang diungkapkan klien. 2. Konselor telah memahami masalah klien secara mendalam. Pemahaman masalah ini adalah sangat penting, dan apabila pemahaman masih belum dalam, dikhawatirkan konfrontasi yang di berikan tidak mengena, sehingga secara keseluruhan klien menganggap konselor tidak mengerti dengan masalah yang dialaminya yang bahkan akan dapat merusak hubungan konselor 3. Telah terbinanya keakraban yang mendalam antara konselor dan klien. Keakraban yang masih dangkal dapat mengakibatkan klien menjadi terpojok dan melakukan pertahanan diri saat di konfrontasi oleh konselor. 4. Bertujuan merendahkan ketegangan yang ada dalam batin klien 5. Disampaikan dalam bahasa yang singkat, tepat, jelas dan mudah dipahami oleh klien. Bahasa yang terlalu panjang dan tidak jelas mengakibatkan konfrontasi tidak mengenai sasaran yang diinginkan.



C. Suasana Diam Teknik diam atau silence adalah suasana hening, tidak ada interaksi verbal antara konselor dan konseli, dalam proses konseling. Diam adalah amat penting, diam bukan berarti tidak ada komunikasi, akan tetapi melakukan komunikasi non verbal. Diam yang paling ideal antara lima sampai dengan sepuluh detik dan selebihnya diganti dengan teknik dorongan minimal. Dengan berdiam diri, akan memberi kesempatan untuk berpikir baik kepada konselor maupun konseli, coba bayangkan disaat kita berdiam diri pasti akan lebih mudah untuk memikirkan sesuatu. Berdiam diri dalam konseling itu dilakukan oleh konseli dan konselor.



Menurut Moh. Surya (1988) “Diam” dapat mempunyai berbagai makna, antara lain: 1. Penolakan dan kebingungan klien 2. Klien atau konselor telah mencapai akhir dari suatu ide dan semata-mata raguragu menyatakan “apa selanjutnya. 3. Kebingungan yang didorong oleh kecemasan atau kebencian 4. Klien mengalami perasaan sakit dan tidak siap untuk berbicara 5. Klien sedang memikirkan apa yang sedang dikatakan oleh konselor 6. Klien baru menyadari kembali ekspresi emosional sebelumnya



BAB III PENUTUPAN A. Kesimpulan Penggunan penafsiran oleh konselor dalam konseling bertujuan membantu klien agar dapat memahami arti dari kejadian-kejadian dengan menyajikan beberapa pandangan yang berkaitan dengan masalah klien. Pemberian penafsiran akan lebih mebantu bila didasarkan atas informasi yang diungkapkan oleh klien, dan tidak atas pengetahuan-pengetahuan yang bersifat teoritis. Penafsiran hendaknya didasarkan pada pesan-pesan actual dan bukan bias dan nilai-nilai konselor sendiri yang diproyeksikan kepada klien. Ada klien yang mempunyai keinginan tertentu, namun dia tidak melakukan kegiatan yang mengarah pada pencapaian keinginan tersebut. Ada klien yang tidak konsisten dalam arti berbeda tentang apa yang dinyatakan dulu dengan sekarang. Juga ada klien yang cenderung mempertahankan diri terhadap kekeliruan yang dilakukannya, sementara ia ingin menjadi baik. Untuk melihat hal-hal yang muncul dan terungkap dalam pembicaraan konseling ,konselor dapat melihat kondisi yang perlu di konfrontasikan ialah sebagai berikut : Sesuatu yang disampaikannya berupa pengalaman atau kejadian yang menyedihkan, sementara dia menyampaikannya dengan suasana yang ceria. Apakah ketidak sesuaian antara keingininan dengan apa yang dilakukan, atau ketidak konsistenan daam bertindak atau ketidak logisan klien dalam berfikir. Klien yang seperti ini sering kali tidak menyadari ketidak sesuaian atau kesejajaran yang terjadi dalam dirinya.Untuk mengatasi masalah seperti ini digunakan teknik konfrontasi. Pertimbangan tersebut mencakup saat yang tepat untuk melakukan konfrontasi, suasana hubungan konselor dan klien dan cara melakukan konfrontasi. Pemahaman masalah ini adalah sangat penting, dan apabila pemahaman masih belum dalam, dikhawatirkan konfrontasi yang di berikan tidak mengena, sehingga secara keseluruhan klien menganggap konselor tidak mengerti dengan masalah yang dialaminya yang bahkan akan dapat merusak hubungan konselor. Keakraban yang masih



dangkal dapat mengakibatkan klien menjadi terpojok dan melakukan



pertahanan diri saat di konfrontasi oleh konselor. Bahasa yang terlalu panjang dan tidak jelas mengakibatkan konfrontasi tidak mengenai sasaran yang diinginkan.