Makalah Literasi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Pengembangan Profesi Guru Literasi



Disusn Oleh: Kelompok IV Fahratul Aini (1805113664) Hafizhah Fasaenjori (1805124080) Naufal Fadhila (1805113722) Putri Widayanti (1905110885) Siti Rohiima (1905111161)



Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Univeraitas Riau



KATA PENGANTAR



Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nantinatikan syafa’atnya di akhirat nanti. Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Pengembangan Profesi Guru (PPG) dengan judul Literasi Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya. Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.



Pekanbaru, 17 April 2020



Kelompok IV



i



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ..................................................................................... i DAFTAR ISI.................................................................................................... ii BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang............................................................................................ 1 1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 2 1.3 Tujuan ........................................................................................................ 3 BAB 2. ISI 2.1 Pengertian Literasi...................................................................................... 4 2.2Tingkatan Literasi........................................................................................ 4 2.3 Prinsip Pendidikan literasi ......................................................................... 5 2.4. Ciri pembelajaran literasi........................................................................... 8 2.5. Komponen literasi...................................................................................... 9 2.6.Literasi Teknologi....................................................................................... 11 2.7.Literasi Visual............................................................................................. 14 2.8. Literasi dalam konteks gerakan literasi sekolah........................................ BAB 3. PENUTUP 3.1 Kesimpulan ................................................................................................ 16 3.2 Saran .......................................................................................................... 16 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................



17



ii



BAB I PENDAHULUAN



1.1.



Latar Belakang Kemampuan berbahasa merupakan modal yang penting bagi seseorang untuk dapat



berkomunikasi dengan orang lain. Baca-tulis (literasi) merupakan bagian dari kemampuan berbahasa yang sangat penting untuk dikuasai. Kemampuan membaca dan menulis menjadi modal utama terutama untuk anak- anak dalam proses belajarnya kelak. Membaca dan menulis merupakan salah satu langkah awal untuk seseorang agar dapat mengembangkan dirinya. Kemampuan baca tulis yang dimiliki oleh seorang anak juga akan berpengaruh pada pendidikannya di masa yang akan datang. Kemampuan membaca yang rendah bisa diasosiasikan dengan rendahnya prestasi sekolah, kurangnya kemampuan literasi saat dewasa, serta meningkatnya masalah perilaku dan tingkat putus sekolah. Tak dapat dipungkiri lagi bahwa membaca banyak sekali memberikan manfaat positif. Membaca akan menambah pengetahuan dan memberikan wawasan. Selain itu membaca juga dapat melatih seseorang untuk berpikir kritis, Begitupun dengan kegiatan menulis. Melalui kegiatan menulis seseorang bisa belajar untuk menuangkan gagasan dan pikiran berupa tulisan juga berlatih untuk merangkai kata. Oleh karena itu, dengan kemampuan baca tulis yang baik seseorang akan mampu mempelajari ilmu lain dengan mudah, bisa mengomunikasikan gagasan serta mengekspresikan diri. Sehingga hal itu pun akan membentuk sumber daya manusia yang unggul. Masyarakat yang gemar membaca memperoleh pengetahuan dan wawasan baru yang akan meningkatkan kecerdasannya sehingga mereka lebih mampu menjawab tantangan hidup pada masa-masa mendatang.. Berdasarkan hal itu, maka kemampuan baca tulis (literasi) sejak dini perlu dikembangkan dengan baik. Namun di sisi lain, diakui atau tidak, minat baca siswa khususnya di negara kita masih terhitung sangat rendah. Hal tersebut dapat dilihat dari intensitas membaca siswa yang peneliti amati. Rata-rata siswa melakukan kegiatan membaca pada saat melakukan belajar saja, di luar itu sedikit sekali siswa yang melakukan kegiatan membaca, bahkan tidak sedikit pula yang tidak membaca sama sekali. Terlebih lagi di zaman



1



serba canggih ini mereka lebih senang menghabiskan waktu bersama gadget mereka. Rendahnya minat baca di Indonesia tercermin dari beberapa fakta yang memuat tentang prestasi bangsa Indonesia dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia, antara lain; Berdasarkan studi lima tahunan yang dikeluarkan oleh progress in International Reading Literacy Study (PIRLS) pada tahun 2006, yang melibatkan siswa sekolah dasar (SD), hanya menempatkan Indonesia pada posisi 36 dari 40 negara yang dijadikan sampel. Menurut Andy F. Noya, host acara Kick &Andy yang juga duta baca 2011, “Potensi bangsa Indonesia sangat tinggi secara kuantitas. Namun, fakta membuktikan bahwa kondisi minat baca di Indonesia berdasarkan temuan UNDP tahun 2010, Human Development Indeks, masih sangat rendah, berada di peringkat 112 dari 175 negara. Selain itu, data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2006, menunjukkan bahwa masyarakat lebih banyak tertarik dan memilih untuk menonton TV (85,9%) dan atau mendengarkan radio (40,3%) ketimbang membaca koran (23,5%). Minat baca sesorang yang rendah akan berpengaruh bagi kemampuan membacanya. Artinya ada kaitan yang erat antara minat baca dan kemampuan membaca. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Supriyoko (2009) yang menyatakan bahwa secara teoritis ada hubungan yang positif antara minat baca (reading interest) dengan kebiasaan membaca (reading habit) dan kemampuan membaca (reading ability). Rendahnya minat baca masyarakat menjadikan kebiasaan membaca yang rendah, dan kebiasaan membaca yang rendah ini menjadikan kemampuan membaca menjadi rendah. Itulah yang sedang terjadi pada masyarakat kita sekarang ini. Selain itu, fakta juga membuktikan bahwa masih banyak anak sekolah di beberapa daerah, terutama daerah terpencil yang tidak bisa membaca dan menulis. Fakta tersebut menunjukkan keadaan yang memprihatinkan mengenai kualitas para pelajar Indonesia. kualitas para siswa itu tentu saja berpengaruh pada proses pendidikan pada jenjang berikutnya kelak Hal tersebut dapat disebabkan beberapa faktor, baik secara pribadi maupun secara umum. Secara pribadi, biasanya, berkaitan dengan kurangya motivasi dalam diri siswa untuk menanamkan bahwa membaca buku merupakan suatu kegiatan yang perlu dan bemanfaat. Secara umum, faktor yang sangat berpengaruh besar adalah lingkungan sekitar siswa yang 2



memang jauh dari kebiasaan atau budaya membaca. Seseorang yang sudah membudayakan membaca akan menjadikan membaca sebagai kegiatan yang sangat penting dan menjadikan membaca sebagai suatu kebutuhan. Namun masalahnya saat ini adalah masih banyak orang yang tidak membudayakan kegiatan membaca ini. Masalah budaya membaca timbul karena motivasi dan minat baca yang rendah. Minat merupakan kecenderungan dan keinginan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu (Mulyasa, 2009). Minat juga dapat berupa perhatian atau ketertarikan berlebih yang mendorong seseorang melakukan sesuatu. Sumber dari minat adalah dorongan dalam diri. Kenyataan yang muncul saat ini adalah anak-anak lebih senang mengisi waktu mereka dengan permainan-permainan digital mereka. Banyak juga anak- anak yang tak sadar rela menghabiskan waktu mereka berjam-jam dengan media sosial mereka dibandingkan membaca, sedangkan meluangkan waktu untuk membaca sangat sulit. 1.2.



Rumusan Masalah



1.2.1. Apa yang dimaksud dengan literasi? 1.2.2. Apa saja tingkatan literasi? 1.2.3. Bagaimana prinsip pendidikan literasi? 1.2.4. Bagaimana ciri pembelajaran literasi? 1.2.5. Apa saja komponen literasi? 1.2.6. Apakah yang dimaksud dengan literasi teknologi? 1.2.7. Apakah yang dimaksud dengan literasi visual? 1.2.8. Bagaimana literasi dalam konteks gerakan literasi sekolah? 1.3.



Tujuan



1.3.1. Untuk mengetahui Apa yang dimaksud dengan literasi 1.3.2. Untuk mengetahui Apa saja tingkatan literasi 1.3.3. Untuk mengetahui Bagaimana prinsip pendidikan literasi 1.3.4. Untuk mengetahui Bagaimana ciri pembelajaran literasi 3



1.3.5. Untuk mengetahui Apa saja komponen literasi 1.3.6. Untuk mengetahui Apakah yang dimaksud dengan literasi teknologi 1.3.7. Untuk mengetahui Apakah yang dimaksud dengan literasi visual 1.3.8. Untuk mengetahui Bagaimana literasi dalam konteks gerakan literasi sekolah



4



BAB II PEMBAHASAN



2.1.



Pengertian Literasi Menurut KBBI, literasi berarti kemampuan menulis dan membaca; pengetahuan atau



keterampilan dalam bidang atau aktivitas tertentu; kemampuan individu dalam mengolah informasi dan pengetahuan untuk kecakapan hidup. Menurut kamus online Merriam-Webster, Literasi berasal dari istilah latin ‘literature‘ dan bahasa inggris ‘letter‘. Literasi merupakan kualitas atau kemampuan melek huruf/aksara yang di dalamnya meliputi kemampuan membaca dan menulis. Namun lebih dari itu, makna literasi juga mencakup melek visual yang artinya “kemampuan untuk mengenali dan memahami ide-ide yang disampaikan secara visual (adegan, video, gambar).” National Institute for Literacy, mendefinisikan Literasi sebagai “kemampuan individu untuk membaca, menulis, berbicara, menghitung dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian yang diperlukan dalam pekerjaan, keluarga dan masyarakat.” Definisi ini memaknai Literasi dari perspektif yang lebih kontekstual. Dari definisi ini terkandung makna bahwa definisi Literasi tergantung pada keterampilan yang dibutuhkan dalam lingkungan tertentu. Education Development Center (EDC) menyatakan bahwa Literasi lebih dari sekedar kemampuan baca tulis. Namun lebih dari itu, Literasi adalah kemampuan individu untuk menggunakan segenap potensi dan skill yang dimiliki dalam hidupnya. Dengan pemahaman bahwa literasi mencakup kemampuan membaca kata dan membaca dunia. Menurut UNESCO, pemahaman orang tentang makna literasi sangat dipengaruhi oleh penelitian akademik, institusi, konteks nasional, nilai-nilai budaya, dan juga pengalaman. Pemahaman yang paling umum dari literasi adalah seperangkat keterampilan nyata – khususnya



5



keterampilan kognitif membaca dan menulis – yang terlepas dari konteks di mana keterampilan itu diperoleh dan dari siapa memperolehnya. UNESCO menjelaskan bahwa kemampuan literasi merupakan hak setiap orang dan merupakan dasar untuk belajar sepanjang hayat. Kemampuan literasi dapat memberdayakan dan meningkatkan kualitas individu, keluarga, masyarakat. Karena sifatnya yang “multiple Effect” atau dapat memberikan efek untuk ranah yang sangat luas, kemampuan literasi membantu memberantas kemiskinan, mengurangi angka kematian anak, pertumbuhan penduduk, dan menjamin



pembangunan



berkelanjutan,



dan



terwujudnya



perdamaian.



Buta



huruf,



bagaimanapun, adalah hambatan untuk kualitas hidup yang lebih baik. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pengertian literasi adalah kemampuan seseorang dalam mengolah dan memahami informasi saat melakukan proses membaca dan menulis.



2.2.



Tingkatan Literasi Wells (1987), salah satu ahli dalam dunia literasi menyebutkan bahwa terdapat empat



tingkatan literasi, yaitu: performative, functional, informational, dan epistemic. Orang yang tingkat literasinya berada pada tingkat performatif, ia mampu membaca dan menulis, serta berbicara dengan simbol-simbol yang digunakan (bahasa). Pada tingkat functional orang diharapkan dapat menggunakan bahasa untuk memenuhi kehidupan sehari-hari seperti membaca buku manual. Pada tingkat informational orang diharapkan dapat mengakses pengetahuan dengan bahasa. Sementara pada tingkat epistemic orang dapat mentransformasikan pengetahuan dalam bahasa. Empat tingkatan literasi menurut Wells, menempatkan kemampuan membaca dan menulis pada tingkatan pertama sebagai dasar untuk lanjut pada tahapan tingkat selanjutnya yang lebih mencoba untuk menghadirkan manfaat berliterasi dalam kehidupan sehari-hari bermasyarakat. 2.3.



Prinsip pendidikan literasi



Menurut Kern (2000) terdapat tujuh prinsip pendidikan literasi, yaitu sebagai berikut: 1. Literasi melibatkan interpretas 6



Penulis atau pembicara dan pembaca atau pendengar berpartisipasi dalam tindakan interpretasi, yaitu: penulis atau pembicara menginterpretasikan dunia (peristiwa, pengalaman, gagasan, perasaan, dan lain-lain), dan pembaca atau pendengar kemudian mengiterpretasikan interpretasi penulis atau pembicara dalam bentuk konsepsinya sendiri tentang dunia. 2. Literasi melibatkan kolaborasi Terdapat kerjasama antara dua belah pihak yaitu penulis atau pembicara dan membaca atau pendengar. Kerjasama yang dimaksud tersebut kedalam upaya menuju suatu pemahaman bersama-sama. Penulis atau pembicara memutuskan apa yang seharusnya ditulis atau dikatakan atau yang tidak perlu ditulis atau dikatakan berdasarkan pemahaman mereka mengenai pembaca atau pendengarnya. Sementara pembaca atau pendengar mencurahkan motivasi, pengetahuan, dan pengalaman mereka sehingga dapat membuat teks penulis bermakna. 3. Literasi melibatkan konvensi Orang-orang membaca dan menulis atau menyimak dan berbicara itu ditentukan oleh konvensi atau kesepakatan kultural (tidak universal) yang berkembang melalui penggunaan dan dimodifikasi untuk tujuan-tujuan individual 4. Literasi melibatkan pengetahuan kultural Membaca dan menulis atau menyimak dan berbicara berfungsi dalam sistemsistem sikap, keyakinan, kebiasaan, cita-cita, dan nilai tertentu. Sehingga orang-orang tersebut berada di luar suatu sistem budaya itu rentan atau beresiko salah dipahami oleh orang-orang yang berada dalam system budaya tersebut. 5. Literasi melibatkan pemecahan masalah Perkataan tersebut akan terus melekat ke dalam konteks linguistik serta kondisi yang mencakupinya, oleh karena itu tindakan menyimak, berbicara dan membaca serta menulis itu bisa melibatkan upaya membayangkan hubungan-hubungan antara kata-kata, frase-frase, kalimat-kalimat, unit-unit makna, teks-teks, dan dunia-dunia. Upaya tersebut membayangkan atau memikirkan atau mempertimbangkan ini merupakan suatu bentuk pemecahan masalah.



7



6. Literasi melibatkan refleksi dan refleksi diri. Pembaca atau pendengar dan penulis atau pembicara memikirkan bahasa dan hubungan-hubungannya dengan dunia dan diri mereka sendiri. Setelah mereka terdapat dalam kondisi komunikasi mereka memikirkan apa saja yang telah mereka ucapkan, bagaimana mengucapkannya, dan mengapa mengucapkan hal tersebut. 7. Literasi melibatkan penggunaan bahasa Literasi tidaklah sebatas hanya dalam sistem-sistem bahasa (lisan atau tertulis) namun mensyaratkan pengetahuan mengenai bagaimana bahasa itu digunakan baik dalam konteks lisan ataupun tertulis sehingga menciptakan sebuah wacana atau diskursus. Berdasarkan penjabaran diatas kita dapat mengetahui bahwa prinsip pendidikan literasi adalah literasi yang melibatkan interpretasi, kolaborasi, konversi, pengetahuan kultural, pemecahan masalah dan refleksi diri serta melibatkan penggunaan bahasa. 2.4.



Ciri pembelajaran literasi Pembelajaran literasi dicirikan dengan tiga R, yakni Responding, Revising, dan Reflecting (Kern, 2000). -



Responding disini melibatkan kedua belah pihak, baik guru maupun siswa. Para siswa memberi respon pada tugas-tugas yang diberikan guru atau pada teks-teks yang mereka baca. Demikian pula guru memberi respon pada jawaban-jawaban siswa agar mereka dapat mencapai tingkat ’kebenaran’ yang diharapkan. Pemberian respon atas hasil pekerjaan siswa juga cukup penting agar mereka tahu apakah mereka sudah mencapai hal yang dirahapkan atau belum.



-



Revision yang dimaksud disini mencakup berbagai aktivitas berbahasa. Misalnya, dalam menyusun sebuah laporan kegiatan, revisi dapat dilaksanakan pada tataran perumusan gagasan, proses penyusunan, dan laporan yang tersusun.



-



Reflecting berkenaan dengan evaluasi terhadap apa yang sudah dilakukan, apa yang dilihat, dan apa yang dirasakan ketika pembelajaran dilaksanakan. Secara spesifik lagi, refleksi dapat dibagi ke dalam dua, yaitu: dari sudut pandang bahasa reseptif (mendengarkan dan membaca) dan sudut pandang bahasa ekspresif (berbicara dan



8



menulis). Dari sudut pandang bahasa reseptif beberapa pertanyaan dapat diajukan, yaitu: apa tujuan/maksud pembicara/penulis ini? Apakah hal-hal tertentu yang menyiratkan keyakinan dan sikap pembicara/penulis mengenai topik pembicaraan? dan lain-lain. Dari sudut pandang bahasa ekspresif, pertanyaan-pertanyaan berikut ini cukup bermanfaat, yaitu: bagaimana orang lain menginterpretasikan apa yang saya katakan? Dari mana saya tahu pendengar/pembaca memahami atau meyakini apa yang saya kemukakan? dan sebagainya. 2.5.



Komponen Literasi Literasi lebih dari sekadar membaca dan menulis, namun mencakup keterampilan berpikir



menggunakan sumber-sumber pengetahuan dalam bentuk cetak, visual, digital, dan auditori. 1. Literasi Dasar (Basic Literacy), yaitu kemampuan untuk mendengarkan, berbicara, membaca, menulis, dan menghitung. Dalam literasi dasar, kemampuan untuk mendengarkan, berbicara, membaca, menulis, dan menghitung (counting) berkaitan dengan kemampuan analisis untuk memperhitungkan (calculating), mempersepsikan informasi (perceiving), mengomunikasikan, serta menggambarkan informasi (drawing) berdasar pemahaman dan pengambilan kesimpulan pribadi.  2. Literasi Perpustakaan (Library Literacy),yaitu kemampuan lanjutan untuk bisa mengoptimalkan Literasi Perpustakaan yang ada. Maksudnya, pemahaman tentang keberadaan perpustakaan sebagai salah satu akses mendapatkan informasi. Pada dasarnya literasi perpustakaan, antara lain, memberikan pemahaman cara membedakan bacaan fiksi dan nonfiksi, memanfaatkan koleksi referensi dan periodikal, memahami Dewey Decimal System sebagai klasifikasi pengetahuan yang memudahkan dalam menggunakan perpustakaan, memahami penggunaan katalog dan pengindeksan, hingga memiliki pengetahuan dalam memahami informasi ketika sedang menyelesaikan sebuah tulisan, penelitian, pekerjaan, atau mengatasi masalah.  3. Literasi Media (Media Literacy), yaitu kemampuan untuk mengetahui berbagai bentuk media yang berbeda, seperti media cetak,  media elektronik (media radio, media televisi),



9



media digital (media internet), dan memahami tujuan penggunaannya. Secara gamblang saat ini bisa dilihat di masyarakat kita bahwa media lebih sebagai hiburan semata. Kita belum terlalu jauh memanfaatkan media sebagai alat untuk pemenuhan informasi tentang pengetahuan dan memberikan persepsi positif dalam menambah pengetahuan 2.6.



Literasi teknologi (Technology Literac) Literasi teknologi yaitu kemampuan memahami kelengkapan yang mengikuti teknologi seperti perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), serta etika dan etiket dalam memanfaatkan teknologi. Sejalan dengan banjirnya teknologi saat ini, diperlukan pemahaman yang baik dalam mengelola informasi yang dibutuhkan masyarakat. Seiring kemajuan teknologi, definisi literasi teknologi pun mengalami perubahan. Sekarang definisi literasi teknologi jauh lebih kaya dan lebih kompleks karena ada informasi yang tersedia daripada sebelumnya. Alat-alat untuk menemukan, menggunakan, dan menciptakan informasi yang cepat menjadi lebih beragam dan canggih. Departemen Pendidikan Colorado (CDE) mendefinisikan literasi teknologi sebagai kemampuan untuk bertanggung jawab menggunakan teknologi tepat guba untuk :  Menyampaikan/mengomunikasikan  Menyelesaikan masalah  Mengakses, mengelola, mengintegrasikan, mengevaluasi, desain, dan membuat informasi untuk meningkatkan pembelajaran disemua bidang subjek  Memperoleh pengetahuan seumur hidup dan keterampilan dalam abad ke-21



1. Jenis Teknologi Pada Literasi Teknologi Penggunaan teknologi merupakan bagian integral yang fungsional dalam kehidupan sehari-hari. Saat ini sebagian besar jalur pendidikan memerlukan penggunaan teknologi untuk berkomunikasi, memecahkan masalah atau penelitian lengkap. Siswa yang mencapai literasi teknologi memiliki waktu lebih cepat mencapai tujuan pendidikan dan masuk kedalam karir pilihan mereka. Untuk mengantarkan para siswa mencapai literasi teknologi, sudah tentu guru/pendidik juga memiliki keterampilan atau literasi teknologi. Berikut adalah variasi aktivitas penggunaan teknologi masa kini untuk mendorong literasi teknologi bagi kita semua, antara lain : 10



a. Membaca situs Web b. Menggunakan mesin pencari (google) c. Menggunakan pencarian peta d. Mengakses video, podcast, dan feed e. Mengevaluasi sumber Web f. Meneliti di internet g. E-mail, chatting, SMS, microblogging h. Menggunakan situs sosial i. Mengunjungi dunia maya j. Blogging dan menggunakan wiki k. Menggunakan papan pesa, newsgroup, dan VOIP (Skype) Dengan memahami bagaimana mengevaluasi informasi baru ini dan bagaimana menggunakan alat-alat baru untuk membuat komunikasi cukup beralasan efektif, siswa dapat memanfaatkan kekuatan teknologi baru dan terinspirasi untuk belajar. 2.7.



Literasi Visual



Literasi visual adalah pemahaman tingkat lanjut antara literasi media dan literasi teknologi, yang mengembangkan kemampuan dan kebutuhan belajar dengan memanfaatkab nateri visual dan audio visual secara kritis. Informasi visual ada dimanamana disekitar kita seperti : televisi, layar komputer, tanda-tanda dan simbol-simbo dalam buku, majalah, film-film, dan bahkan bahasa tubuh memberikan pesan-pesan visual. Kita semua harus mampu mengintrepretasikan makna yang terkandung dalam pesan visual untuk memberikan respon yang cerdas. Oleh karena itu, guru maupun siswa perlu menguasai literasi visual untuk mendapatkan manfaat yang optimal. 1. Bagian-Bagian Literasi Visual Literasi visual dapat dibagi dalam 3 (tiga) bagian, yaitu : a. Berfikir visual (visual thingking) Berfikir visual adalah kemampuan untuk mengubah pikiran, gagasan, dan informasi kesemua jenis gambar, grafik, atau gambar lainnya yang membantu mengomunikasikan informasi yang terkait. b. Komunikasi visual (visual communication) Komunikasi visual adalah ketika gambar, grafik, dan gambar lainnya digunakan untuk mengekspresikan ide-ide dan untuk mengajar orang. Agar tercipta komunikasi



11



visual yang efektif, penerima harus mampu membangun makna dari melihat gambar visual yang diberikan. c. Belajar visual (visual learning) Belajar visual adalah proses belajar dari gambar dan media. Belajar visual meliputi : pembangunan pengetahuan oleh siswa sebagai akibat dari melihat gambar visual yang diberikan. Dalam proses pembelajaran, gambar visual dapat membantu belajar karena lebih konkrit dari pada kata-kata abstrak. Hasil penelitian menunjukkan pada kita bahwa, belajar/pembelajaran akan optimal ketika siswa dapat : mendengar, melihat, dan membaca terhadap konten yang sama. 2.8.



Literasi dalam Konteks Gerakan Literasi Sekolah (GLS) Abad ke-21 dikenal sebagai abad informasi. Penamaan ini sejalan dengan karakteristik



abad ke-21 yang ditandai dengan berkembangnya informasi secara cepat dan global. Perkembangan informasi tersebut didukung oleh berkembangnya teknologi khususnya dalam bidang komputasi, sehingga hamper semua kegiatan rutinitas manusia bersifat otomatis. Berkaitan dengan karakteristik ini, tuntutan terhadap kemampuan literasi semakin berkembang. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Morocco et al. (2008:5) bahwa dalam abad ke-21 ini, kemampuan bersifat penting yang harus dimiliki oleh manusia adalah kemampuan yang bersifat literasi. Kemampuan ini ditandai dengan empat hal penting, yakni kemampuan pemahaman yang tinggi, kemampuan berpikir kritis, kemampuan berkolaborasi dan berkomunikasi. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, (2016:7-8) menjelasan bahwa GLS merupakan suatu usaha atau kegiatanyang bersifat partisipatif, dengan melibatkan warga sekolah, akademisi, penerbit, media massa, masyarakat, serta pemangku kepentingan di bawah koordinasi Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. GLS adalah gerakan social dengan dukungan koloaboratif dari berbagai elemen. Upaya yang ditempuh untuk mewujudkannya berupa pembiasaan membaca pada peserta didik.



12



Pembiasaan ini dilakukan dengan kegiatan 15 menit membaca (guru membacakan buku dan warga sekolah membaca dalam hati, yang disesuaikan dengan konteks atau target sekolah).Dalam pelaksanaannya, pada periode tertentu yang terjadwal, dilakukan penilaian agar dampak keberadaan GLS dapat diketahui dan terus-menerus dikembangkan. GLS diharapkan mampu menggerakkan seluruh elemen yang dilibatkan tadi agar bersama-sama memiliki, melaksanakan, dan menjadikan gerakan ini sebagai bagian penting dalam kehidupan. Gerakan Literasi Sekolah yang digagas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan didasarkan atas pandangan Beers (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2016) yang menjelaskan bahwa praktik-praktik yang baik dalam gerakan literasi sekolah menekankan prinsip-prinsip sebagai berikut: 



Perkembangan literasi berjalan sesuai tahap perkembangan yang dapat diprediksi. Tahap perkembangan anak dalam belajar membaca dan menulis saling beririsan antar tahap perkembangan. Memahami tahap perkembangan literasi dapat membantu sekolah untuk memilih strategi pembiasaan dan pembelajaran literasi yang tepat sesuai kebutuhan perkembangannya.







Program literasi yang baik bersifat berimbang. Sekolah yang menerapkan program literasi berimbang menyadari bahwa tiap peserta didik memiliki kebutuhan yang berbeda. Oleh sebab itu, strategi membaca dan jenis teks yang dibaca perlu divariasikan, serta disesuaikan dengan jenjang pendidikan.







Program literasi terintegrasi dengan kurikulum. Pembiasaan dan pembelajaran literasi di sekolah adalah tanggung jawab semua guru di semua mata pelajaran karena pembelajaran apapun membutuhkan bahasa, terutama membaca dan menulis. Dengan demikian, pengembangan professional guru dalam hal literasi perlu diberikan kepada guru semua mata pelajaran.







Kegiatan membaca dan menulis dapat dilakukan kapanpun.



13



Sebagai contoh, “menulis surat kepada presiden” atau “membaca untuk ibu” merupakan contoh kegiatan literasi yang bermakna. 



Kegiatan literasi mengembangkan budaya lisan. Kelas berbasis literasi yang kuat diharapkan memunculkan berbagai kegiatan lisan berupa diskusi tentang buku selama pembelajaran di kelas. Kegiatan diskusi ini juga perlu membuka kemungkinan untuk perbedaan pendapat agar kemampuan berpikir kritis dapat diasah.







Kegiatan



literasi



perlu



mengembangkan



kesadaran



terhadap



keberagaman.



Warga sekolah perlu menghargai perbedaan melalui kegiatan literasi di sekolah. Bahan bacaan untuk peserta didik perlu merefleksikan kekayaan budaya Indonesia, agar mereka dapat terpajang pada pengalaman multicultural. Pelaksanaan program GLS dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan kesiapan sekolah di seluruh Indonesia. Kesiapan ini mencakup kesiapan kapasitas sekolah (ketersediaan fasilitas, bahan bacaan, sarana, prasarana literasi), kesiapan warga sekolah, dan kesiapan sistem pendukung lainnya (partisipasi publik, dukungan kelembagaan, dan perangkat kebijakan yang relevan). Sejalan dengan hal tersebut, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2016) menjelaskan bahwa secara umum tahapan pelaksanaan GLS dilakukan dalam tiga tahap sebagai berikut:  Tahap 1: Pembiasaan kegiatan membaca yang menyenangkan di ekosistem sekolah. Pembiasaan ini bertujuan menumbuhkan minat terhadap bacaan dan kegiatan membaca dalam diri warga sekolah. Penumbuhan minat baca merupakan hal fundamental bagi pengembangan kemampuan literasi peserta didik.  Tahap 2: Pengembangan minat baca untuk meningkatkan kemampuan literasi. Kegiatan literasi pada tahap ini bertujuan mengembangkan kemampuan memahami bacaan dan mengaitkannya dengan pengalaman pribadi, berpikir kritis, dan mengolah kemampuan komunikasi secara kreatif melalui kegiatan menanggapi bacaan pengayaan.



14



 Tahap 3: Pelaksanaan pembelajaran berbasis literasi. Kegiatan literasi pada tahap ini bertujuan mengembangkan kemampuan memahami teks dan mengaitkannya dengan pengalaman pribadi, berpikir kritis, dan mengolah kemampuan komunikasi secara kreatif. Kegiatan ini dapat dilakukan melalu kegiatan menanggapi teks buku bacaan pengayaan dan buku pelajaran. Dalam tahap ini, ada tagihan yang sifatnya akademis (terkait dengan mata pelajaran). Pada tahap ini, kegiatan membaca dilakukan untuk mendukung pelaksanaan Kurikulum 2013, yang mensyaratkan siswa membaca buku nonteks pelajaran. Buku nonteks pelajaran ini dapat berupa buku tentang pengetahuan umum, kegemaran, minat khusus, atau teks multimodal, serta dapat dikaitkan dengan mata pelajaran tertentu sebanyak 6 buku bagi siswa SD, 12 buku bagi siswa SMP, dan 18 buku bagi siswa SMA/SMK.



15



BAB III PENUTUP



3.1.



Kesimpulan



Dunia pendidikan dengan literasi tidak akan pernah bisa di pisahkan . Untuk sekarang mari kita bersama-sama utuk mengajak kembali kepada semua pihak khusunya para-para murid kita untuk membuadayakan kembali tentang literasi . Membiasakan kembali tentang bagaiman serunya mebaca, belajar menulis dan lainlainnya. Anak-anak dibiasakan untuk bisa sejak dini atau awal untuk mengenal tetang literasi. Pembiasaan ini sangat mendukung dan guru ataupun sebagai pendidik untuk memberikan pengajar atau setdaknya di mulai dari ibu guru nya sendiri. Budaya literasi ini sudah ada perhatian khusus dari pemerintah , jadi sudah tidak ada alasan untuk tidak mengenal literasi lagi. Semoga dengan adanya karya ini bisa memberika informasi da semngat  baru untuk kita semua , terutama di bidang membaca. 3.2.



Saran



Sehubungan dengan bahasan makalah ini, saya mengharapkan kritik dan saran para pembaca yang bersifat membangun demi kesempurnan makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya. Kepada rekan-rekan mahasiswa agar lebih meningkatkan, menggali dan mengkaji lebih dalam tentang bagaimana tentang tanaman hijau.Marilah semua calon pendidik untuk masa yang akan dating, kita bersama-sama belajar mengenai proses pembuatan makanan pada tumbuhan hijau ini.



16



DAFTAR PUSTAKA Abidin, Y. (2015). Pembelajaran Multiliterasi: Sebuah Jawaban atas Tantangan Pendidikan Abad ke-21 dalam Konteks Keindonesiaan. Bandung: Refika Aditama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI (2016). Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Abidin, Yunus dkk. (2018). Pembelajaran Literasi: Strategi Meningkatkan Kemampuan Literasi Matematika, Sains, Membaca, dan Menulis. Jakarta: Bumi Aksara. Yustiana, Y.R. (2001). Pengalaman Belajar Awal yang Bermakna bagi Anak Melalui Aktivitas



Bermain:



Implementasi



Model



Bimbingan



dan



Konseling



Perkembangan pada Siswa Kelas Rendah SD Negeri Merdeka dan SD Negeri Setiabudhi Bandung (hal.). Psikopedagogia: Jurnal Psikologi Pendidikan dan Bimbingan. 2 (3). 157-164 http://www.unesco.org/new/en/education/themes/education-building-blocks/literacy/ http://www.unesco.org/education/GMR2006/full/chapt6_eng.pdf https://www.edc.org/newsroom/articles/what_literacy http://ezinearticles.com/?The-Need-For-Literacy&id=6945882 https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/Literasi



17