Makalah MEMBANGUN KELUARGA YANG ISLAMI [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MEMBANGUN KELUARGA YANG ISLAMI



DISUSUN OLEH : Friska Harifitri Utami Indah Febriana Irfan Setiadi Risma Chantrika Az-Azahra Rainaldo DOSEN PENGAMPU : Ahmad Fuadi, M.H



FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BINA INSAN LUBUKLINGGAU T.A 2019/2020



KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesehatan, kesempatan serta pengetahuan sehingga makalah Pendidikan Agama islam ini tentang “Membangun Keluarga yang Islami” ini bisa selesai sesuai dengan waktu yang ditentukan. Kami berharap agar makalah ini bisa bermanfaat untuk menambah pengetahuan para pembaca. Mudah-mudahan makalah sederhana ini bisa dengan mudah dipahami oleh siapapun yang membacanya. Sebelumnya kami meminta maaf bila ada kesalahan kata atau kalimatyang kurang berkenan. Serta tak lupa kami berharap adanya kritik dan saran yang membangun demi terciptanya makalah yang lebih baik lagi. Lubuklinggau, 25 oktober 2019



Penyusun



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR......................................................................................................1 BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................2 A.



LATAR BELAKANG............................................................................................2



B.



RUMUSAN MASALAH.......................................................................................3



C.



TUJUAN................................................................................................................3



BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................5 A.



Keluarga.................................................................................................................5



B.



Perkawinan Menurut Islam....................................................................................5



C.



1.



Hukum Melakukan Pernikahan..........................................................................8



2.



Larangan Melakukan Pernikahan.......................................................................9



3.



Pelaksanaan Pernikahan...................................................................................11



4.



Meningkatkan Mutu Pernikahan.......................................................................12 Pembinaan keluarga dalam Islam.........................................................................13



BAB III PENUTUP........................................................................................................16 A.



KESIMPULAN....................................................................................................16



B.



SARAN................................................................................................................16



DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................18



BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Keluarga merupakan awal dari sebuah kehidupan. Dalam agama islam pun mengajarkan untuk membentuk keluarga. Islam mengajak manusia untuk hidup dalam naungan keluarga, karena keluarga seperti gambaran kecil dalam kehidupan stabil yang menjadi pemenuhan keinginan manusia tanpa menghilangkan kebutuhannya. Untuk mencapai suatu keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warahmah seperti diharapkan Nabi dan Rasul mungkin tidaklah mudah tetapi jika ada kemauan untuk memperbaikinya bisa dimulai dari sekarang. karena bagi Allah Swt tidak ada kata terlambat untuk berubah ke arah yang benar. Suatu keluarga yang baik dimulai dari perkawinan atau pernikahan yang baik pula. Pentingnya keharmonisan keluarga yang paling berpengaruh untuk pribadi dan masyarakat adalah pembentukan keluarga dan komitmen pada kebenaran. Allah Swt dengan hikmah-Nya telah mempersiapkan tempat yang mulia bagi manusia untuk menetap dan tinggal dengan tentram di dalamnya. Sebagaimana dengan firmanNya : “dan diantara tanda-tanda kekuasaan-nya adalah dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan djadikan-Nya diantaramu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS Ar-Rum:21). Maka suami istri akan mendapatkan ketenangan pada pasangannya di kala datang kegelisahan



dan



mendapati



kelapangan



di



saat



dihampiri



kesempitan.



Sesungguhnya pilar hubungan suami istri adalah kekerabatan dan persahabatan yang terpancang diatas cinta dan kasih sayang. Hubungan yang mendalam dan lekat ini mirip dengan hubungan seseorang dengan dirinya. Al-Qur’an



1



menjelaskan : “Mereka itu pakaian bagimu dan kamupun pakaian baginya”(QS Al Baqarah:187) B. RUMUSAN MASALAH 1. Apakah tujuan berkeluarga menurut islam? 2. Bagaimana tahapan pelaksanaan pernikahan menurut islam? 3. Bagaimana cara membina keluarga dalam islam? 4. Apa kewajiban-kewajiban dalam berkeluarga? C. TUJUAN Mengetahui tujuan berkeluarga menurut islam, bagaimana tahapan pelaksanaan pernikahan menurut islam, cara membina keluarga dalam islam, dan kewajibankewajiban dalam berkeluarga.



2



3



BAB II PEMBAHASAN A. Keluarga Keluarga adalah komponen masyarakat yang terdiri daripada suami, istri, dan anak-anak atau suami istri saja. Keluarga memiliki sebuah arti penting dimana keluarga merupakan bagian dari masyarakat islam dan dalam keluargalah seseorang belajar mengenal islam sejak kecil. Sebuah keluarga akan kokoh bila dibentuk atas dasar pernikahan yang sah. Jika kita ingin membangun kehidupan yang kokoh dimasyarakat, maka kita harus memulainya dari keluarga. Tujuan keluarga merupakan tempat untuk memupuk cinta dan kasih sayang, membentuk keluarga yang abadi, bahagia, sejahtera, dan lahir keturunan-keturunan yang berkualitas baik secara agama maupun diniawi. Disamping itu tujuan pernikahan adalah untuk memberikan ketenangan dan ketentraman dalam kehidupan manusia. B. Perkawinan Menurut Islam  



Perkawinan atau pernikahan dalam literature fiqh berbahasa Arab disebut



dengan dua kata, yaitu nikah dan zawaj. Kedua ini yang terpakai dalam kehidupan sehari-hari orang Arab dan banyak terdapat dalam Alquran dan Hadis Nabi. Nikah (kawin) menurut arti asli ialah hubungan seksual tetapi menurut arti majazi (mathaporic) atau arti hukum ialah akad (perjanjian) yang menjadikan halal hubungan seksual sebagai suami istri antara seorang pria dengan seorang wanita. (Hanafi) Sedangkan dalam bahasa Indonesia sehari-hari disebut Akad Nikah. Nikah artinya perkawinan dan aqad artinya perjanjian. Jadi akad nikah berarti perjanjian suci untuk mengikatkan diri dalam perkawinan antara seorang wanita dengan seorang pria membentuk keluarga bahagia dan kekal (abadi). Amir Syarifuddin (2009: 40) mengungkapkan perkawinan yang berlaku di Indonesia dimana



4



dirumuskan dengan: Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk kelurga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa. (Pasal 1) Dimana ada beberapa hal dari rumusan di atas yang perlu diperhatikan: -



Pertama, digunakannya



kata:



“Seorang



pria



dengan



seorang



wanita”  mengandung arti bahwa perkawinan itu hanyalah antara lawan jenis. Dimana hal ini menolak perkawinan sesama jenis yang saat ini telah dilegalkan oleh beberapa Negara-negara Barat. -



Kedua, digunakannya ungkapan “sebagai suami istri” mengandung arti bahwa perkawinan itu adalah bertemunya dua jenis kelamin yang berbeda dalam suatu rumah tangga, bukan hanya dalam istilah “hidup bersama”.



-



Ketiga, dalam defenisi tersebut disebutkan pula tujuan perkawinan, yaitu membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal, yang menafikan sekaligus perkawinan temporal sebagaimana yang berlaku dalam perkawinan mut’ah dan perkawinan tahlil.



-



Keempat, disebutkannya



berdasarkan



Ketuhanan



Yang



Maha



Esa



menunjukkan bahwa perkawinan itu bagi Islam adalah peristiwa agama dan dilakukan untuk memenuhi perintah agama. Dalam Q.S. Al-Ruum ayat 21 disebutkan: “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu istri-istri dan jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya (sakinah) dan dijadikannya diantara kamu rasa kasih sayang (mawaddah) dan santun-menyantuni (rahmah). Sesungguhnya keadaan yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kamu yang berfikir”. Dengan melihat kepada hakikat perkawinan yang membolehkan laki-laki dan perempuan melakukan sesuatu yang sebelumnya tidak dibolehkan, maka dapat dikatakan bahwa hukum asal dari perkawinan itu adalah boleh atau mubah. Namun dengan melihat kepada sifatnya sebagai sunnah Allah dan sunnah Rasul, tentu tidak mungkin dikatakan bahwa hukum asal perkawinan itu hanya



5



semata mubah. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa melangsungkan akad perkawinan disuruh oleh agama dan dengan telah berlangsungnya akad perkawinan itu, maka pergaulan laki-laki dengan perempuan menjadi mubah.  



Perkawinan adalah suatu perbuatan yang disuruh oleh Allah swt. dan juga



disuruh oleh Nabi. Banyak suruhan-suruhan Allah dalam Alquran untuk melaksanakan perkawinan di antara firmannya dalam surat An-Nur ayat 32 disebutkan: “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu dan orang-orang yang layak (untuk kawin) di antara hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah memberikan  kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Demikian juga hal-Nya suruhan Nabi kepada umatnya untuk melakukan perkawinan. Di antaranya, seperti dalam hadis Nabi dari Anaa bin Malik menurut riwayat Ahmad dan disahkan oleh Ibnu Hibban, sabda Nabi yang bunyinya: “Kawinilah



perempuan-perempuan



yang



dicintai



yang



subur,



karena



sesungguhnya aku akan berbangga karena banyak kaum di hari kiamat” Dari beberapa hadis rasul dapat dilihat bahwa Perkawinan itu dianjurkan karena berfaedah bukan saja untuk diri sendiri tetapi juga untuk rumah tangga, masyarakat, bangsa dan Negara. Bahwa dengan melakukan perkawinan itu akan terhindarlah seseorang dari godaan setan, baik godaan melalui penglihatan mata ataupun melalui alat kelamin atau syahwat, nafsu dan sebagainya. Apabila engkau tidak sanggup menikah maka wajib bagimu puasa untuk dapat terhindar dari godaan iblis yang terkutuk itu. Tujuan melakukan perkawinan atau pernikahan sendiri selain karena perintah Allah dan Sunnah rasul juga untuk memenuhi kebutuhan hidup jasmani dan rohani manusia sekaligus juga untuk membentuk keluarga dan memelihara serta meneruskan keturunan dalam menjalani hidupnya di dunia ini, serta mencegah perzinahan, agar terciptanya ketenangan dan ketentraman jiwa bagi yang bersangkutan, ketentraman keluarga dan masyarakat.



6



Berdasarkan beberapa pengertian yang telah dijabarkan di atas dapat di simpulkan bahwa perkawinan atau pernikahan itu adalah suatu ikatan yang mengikat dua insan manusia yang berlainan jenis untuk memenuhi hasrat kebutuhan jasmani dan rohaninya dengan tujuan membentuk keluarga yang Islami sesuai dengan sunnah Allah swt. dan Rasul. 1. Hukum Melakukan Pernikahan Asal hukum melakukan pernikahan adalah ibadah atau kebolehan atau halal. Namun berdasarkan perubahan ‘illahnya, maka dari ibadah atau kebolehan hukum pernikahan dapat beralih menjadi sunnah, wajib, makruh, dan haram. 1. Hukumnya menjadi Sunnah Seseorang apabila dipandang dari segi pertumbuhan jasmaninya telah wajar dan cenderung untuk nikah serta biaya hidup telah ada, maka baginya menjadi sunnahlah untuk melakukan pernikahan. Jika dia nikah dia mendapat pahala dan jika tidak atau belum, dia tidak mendapat dosa dan tidak mendapat pahala. 2. Hukumnya menjadi Wajib Seseorang apabila dipandang dari segi biaya kehidupan telah mencukupi dan dipandang dari sudut pertumbuhan jasmaninya sudah sangat mendesak untuk nikah, sehingga jika tidak nikah dia akan terjerumus kepada penyelewengan, maka menjadi wajiblah baginya untuk menikah. Jika dia tidak nikah akan mendapat dosa dan jika dia menikah mendapat pahala. 3. Hukumnya menjadi Makruh Seseorang yang dipandang dari sudut pertumbuhan jasmaninya telah wajar untuk nikah walaupun belum sangat mendesak, tetapi belum ada biaya untuk hidup sehingga jika dia nikah akan membawa kesengsaraan hidup bagi isteri dan anakanaknya, maka makruklah baginya untuk menikah. Jika dia menikah mendapat dosa, jika dia tidak menikah mendapat pahala.



7



4. Hukumnya menjadi Haram Apabila seorang laki-laki hendak menikahi seorang perempuan dengan maksud menganiaya atau memperolok-oloknya maka haramlah bagi laki-laki itu menikahi perempuan tersebut. Jika dia menikah dengan maksud tersebut mendapat dosa, sedangkan tidak menikahi karena mempunyai tujuan tersebut maka mendapat pahala. 2. Larangan Melakukan Pernikahan 1. Larangan Pernikahan karena Perlainan Agama Terlihat dalam Q.S. Al Baqarah : 221 berisikan ketentuan-ketentuan sebagai berikut : a. Jangan kamu kawini perempuan musyrik hingga dia beriman. b. Jangan kamu kawinkan laki-laki musyrik hingga dia beriman. c. Orang musyrik itu membawa kepada neraka sedangkan Tuhan membawa kamu kepada kebaikan dan keampunan. 2. Larangan Pernikahan karena Hubungan Darah yang sangat Dekat Larangan itu tercantum dalam Q.S. An Nisa : 23 yang berisi : a. Diharamkan bagi kamu mengawini ibu. b. Anak perempuan. c. Saudara perempuan. d. Saudara perempuan ibu. e. Saudara perempuan bapak. f. Anak perempuan saudara laki-laki. g. Anak perempuan saudara perempuan. 3. Larangan Pernikahan karena Hubungan Sesusuan



8



Mereka yang sesusuan itu telah menjadi saudara, dan disebut saudara sesusuan. Namun saudara sesusuan itu tidak menjadikan hubungan persaudaraan sedarah untuk terjadinya saling mewarisi. Larangan ini terdapat di Q.S. An Nisa : 23, berupa : a. Ibu yang telah menyusui kamu b. Saudara perempuan sesusuan kamu 4. Larangan Pernikahan karena Hubungan Semenda Hubungan semenda artinya hubungan kekeluargaan yang timbul karena perkawinan yang telah terjadi terlebih dahulu. Larangan ini terdapat di Q.S. An Nisa : 23, yaitu : a. Ibu isteri kamu (mertua kamu yang merempuan) b. Anak tiri kamu yang perempuan yang ada dalam pemeliharaan kamu, dari isteri yang telah kamu campuri, dan apabila isteri itu belum kamu campuri maka tidak mengapa kamu kawini anak tiri itu. c. Isteri anak shulbi kamu (menantu kamu yang perempuan) d. Dan bahwa kamu kawini sekaligus dua orang bersaudara 5. Larangan Pernikahan karena Undang-undang Dalam Undang-undang Perkawinan mengenai larangan perkawinan ini diatur dalam pasal 8. Bunyi pasal 8 adalah Perkawinan dilarang antara dua orang yang : a. Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah ataupun ke atas b. Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya. c. Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu ibu/ bapak tiri d. Berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara susuan, dan bibi/paman susuan. e. Berhubungan saudara dengan istri atau sebagai bibi atau kemenakan dari isteri, dalam hal seorang suami beristri lebih dari seorang.



9



f. Mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku dilarang kawin.



3.  Pelaksanaan Pernikahan Pernikahan akan dipandang sah apabila memenuhi ketentuan yaitu adanya pasangan yang akan dinikahkan dan adanya akad nikah. Akad nikah berasal dari kata-kata’aqad nikah yang berasal dari sebutan Al-Quran ‘aqdu al-nikaah, dalam kata sehari-hari di Indonesia disebut akad nikah. Akad nikah berarti perjanjian mengikatkan diri dalam perkawinan antara seorang wanita dengan seorang lakilaki. Beberapa hal yang berkenaan dengan akad nikah adalah : 1.    Ijab Kabul Ijab adalah penegasan kehendak mengikatkan diri dalam bentuk perkawinan dan dilakukan oleh pihak perempuan ditujukan kepada laki-laki calon suami. Kabul adalah penegasan penerimaan mengikatkan diri sebagai suami isteri yang dilakukan oleh pihak laki-laki. Pelaksanaan penegasan qabul ini harus diucapkan pihak laki-laki langsung sesudah ucapan penegasan ijab pihak perempuan, tidak boleh mempunyai antara waktu yang lama. 2.    Wali Pihak Perempuan Wali adalah orang yang tanggung jawab menikahkan calon pasangan suami isteri. Ada berbagai macam wali pihak perempuan, yaitu : a. Wali Nasab Anggota keluarga laki-laki bagi calon pengantin perempuan yang mempunyai hubungan darah patrilinial dengan calon pengantin perempuan. Yang termasuk wali nasab adalah bapak, datuk, saudara laki-laki bapak, saudara laki-lakinya sendiri. b. Wali Hakim



10



      Wali hakim adalah penguasa atau wakil penguasa yang berwenang dalam bidang perkawinan. Biasanya penghulu atau petugas lain dari Departemen Agama. Jika ditemui kesulitan untuk hadirnya wali nasab atau ada halangan dari wali nasab, maka seorang calon pengantin perempuan dapat mempergunakan bantuan wali hakim baik melalui Pengadilan Agama atau tidak. c. Dua Orang Saksi       Kesaksian untuk suatu pernikahan hendaklah diberikan kepada dua orang lakilaki dewasa dan adil yang dapat dipercaya. Syarat dua orang saksi ini adalah syarat yang biasa dalam kejadian-kejadian penting sebagai penguat dalam suatu kejadian yang menghendaki pembuktian. Syarat-syarat kedua saksi tersebut adalah : 1. Islam. Tidak dapat diterima kesaksian orang yang bukan islam. 2. Dewasa atau baligh yaitu sekitar berumur wajar untuk kawin. 3. Laki-laki yang adil yang dapat terlihat dari perbuatannya sehari-hari. 4. Mahar atau Sadaq Mahar atau sadaq dalam hukum perkawinan dalam islam adalah kewajiban yang harus dibayarkan oleh seorang pengantin laki-laki kepada pengantin perempuan. Hukum pemberian mahar adalah wajib. 4.  Meningkatkan Mutu Pernikahan Dalam suatu pernikahan dapat mengalami pasang surutnya kehidupan seseorang yang sedang membina rumah tangga. Hal ini adalah merupakan ujian bagi kaum mu’min. Oleh karena itu, maka derita kegagalan, sakit, dan lain-lainnya hendaknya dihadapi dengan kesabaran dan kepercayaan bahwa kita hidup adalah untuk berbakti kepada Allah dan kepada-Nya kita akan kembali. Untuk menjaga ketertiban dalam pernikahan, hendaknya : a. Pernikahan didahului dengan pinangan yang disampaikan kepada wali dan hendaknya diinsyafi bahwa tidak baik orang yang mempersulit kelangsungan pernikahan. 11



b. Pernikahan dilaksanakan dengan ijab qabul yang dipersiapkan di mana diutamakan pembacaan khutbah nikah sebagai dituntutkan Nabi saw. c. Dalam hidup berumah tangga seorang mukmin seharusnya penuh dengan kebaktian dan selalu berusaha membersihkan diri dari segala yang haram sampai dalam usaha mencari nafkah kehidupan. C. Pembinaan keluarga dalam Islam       Setelah semuanya dilaksanakan sesuai dengan tahapan yang telah di tetapkan, seperti peminangan dan pelaksanaan akad nikah. Selanjutnya ialah pelaksanaan komitmen yang telah diikrarkan dalam janji suci pernikahan. Dimana dalam pembuktiannya dengan melaksanakan hak dan kewajiban masing-masing sebagai pasangan suami istri. Dengan menumbuhkan kesadaran akan pentingnya normanorma keluarga kecil yang bahagia yang dilandasi dengan rasa tanggungjawab, kesukarelaan, nilai-nilai agama, dan nilai-nilai luhur budaya bangsa.       Keluarga merupakan pondasi bagi terbentuk masyarakat muslim yg berkualitas. Dalam pembinaan keluarga dalam Islam, agama memiliki peran yang sangat penting dalam membina keluarga yang sejahtera. Karena dengan adanya agama dapat menjadikan jawaban atau penyelesaian dari suatu masalah dalam kehidupan berumah tangga. Karena itu Islam memperhatikan hal ini dgn cara membina manusia sebagai bagian dari masyarakat di atas akidah yg lurus disertai akhlak yg mulia. Bersamaan dgn itu pembinaan individu-individu manusia tidak mungkin dapat terlaksana dgn baik tanpa ada wadah dan lingkungan yg baik. Dari sudut inilah kita dapat melihat nilai sebuah keluarga.       Dalam Islam terdapat konsep keluarga sakinnah, mawaddah, dan warrahmah. Dimana yang dimaksud kedalam keluarga sakinah itu sendiri ialah keluarga yang terbentuk dari pasangan suami istri yang diawali dengan pasangan yang baik, dengan menerapkan nilai-nilai Islam dalam melakukan hak dan kewajiban berumah tangga serta mendidik anak dalam suasana yang mawaddah dan warrahmah.



12



      Jika masing-masing anggota keluarga saling memahami dan sadar akan tugas dan kewajiban masing-masing dengan melaksanakannya maka insyaallah dengan izin Allah akan tercapai keluarga yang sakinah, mawaddah dan warrahmah. Dalam konteks ke islaman terdapat beberapa hak dan kewajiban masing-masing suami istri secara umum, antara lain sebagai berikut: 1. Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat. 2. Suami istri wajib saling mencintai, saling menghormati, setia dan  member bantuan lahir  batin yang satu kepada yang lain. 3. Suami istri memikul kewajiban untuk mengasuh dan memelihara anakanak mereka, baik mengenai pertumbuhan jasmani, rohani, maupun kecerdasan. 4. Suami istri wajib memelihara kehormatannya. 5. Jika suami atau istri melalaikan kewajibannya, masing-masing dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan agama. 6. Suami istri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap 7. Rumah kediaman yang dimaksud dalam ayat (1), ditentukan oleh suami istri bersama. Selain memerhatikan hak dan kewajiban sebagai suami istri islam juga telah menetapkan kedudukan suami istri dalam kehidupan berumah tangga, dimana kedudukannya sebagai berikut: 1. Suami adalah kepala keluarga dan istri ibu rumah tangga. 2. Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukam suami dalam kehidupan berumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat. 3. Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.



13



Oleh karena itu untuk mewujudkan terbentuknya keluarga yang harmonis dengan prinsip-prinsip Islam adalah dengan melakukan pembinaan keluarga menurut aturan-aturan yang telah di gariskan didalam islam dengan sedini mungkin. Insyaallah akan di ridhai Allah Swt.



14



BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Keluarga adalah unit terkecil di masyarakat yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Untuk membina keluarga perlu menjalankan sebuah pernikahan terlebih dahulu, pernikahan yang sah menurut agama dan negara. Sebelum melakukan pernikahan, harus menjalankan persiapan-persiapan sebelum menikah yaitu memilih calon pasangan yang seagama terutama, dan sudah dipastikan bukan muhrimnya. Selain memilih calon pasangan, harus diadakan peminangan dari seorang laki-laki pada seorang wanita untuk menyampaikan maksud ingin menikahi.        Dalam pelaksanaan pernikahan terdapat hukum-hukum nikah, laranganlarangan nikah, dan syarat sah pernikahan yang terdiri dari akad, wali, dua orang saksi, dan mahar. Setelah terjadinya penikahan, akan membentuk sebuah keluarga. Membangun keluarga yang sakinah, mawadah, warrahmah tidaklah mudah, penuh dengan rintangan dan tantangan. Agar dapat menciptakan keluarga yang bahagia dan sejahtera, islam mengajarkan kewajiban-kewajiban setiap anggota keluarga. B. SARAN Sejalan dengan simpulan di atas, penulis merumuskan saran sebagai berikut: 1.      Seorang muslim yang telah mempunyai kemampuan secara lahir dan bathin hendaknya secepatnya untuk menikah. Karena pada dasarnya pernikahan merupakan salah satu cara seseorang untuk mengindari perbuatan zina dan melindungi sebuah keturunan dari ketidakpastian masa depannya. 2.       Dalam



membangun



dan



membina



sebuah



keluarga



diharapkan



memperhatikan dengan penuh kejelasan terhadap berbagai tugas terpenting dan tujuan berkeluarga menurut Islam.



15



3.      untuk mewujudkan terbentuknya keluarga yang harmonis dengan prinsipprinsip Islam adalah dengan melakukan pembinaan keluarga menurut aturanaturan yang telah di gariskan didalam islam dengan sedini mungkin. Insyaallah akan di ridhai Allah swt.



16



DAFTAR PUSTAKA Ramulyo, M.I.1996.Hukum Perkawinan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. Yusuf, A.2010.Fiqh Keluarga Pedoman dalam Islam. Jakarta: Amzah. Nuri, Sukamto. 1981. Petunjuk Membangun dan Membina Keluarga Menurut Ajaran Islam. Surabaya: Al-Ikhlas.



17