Makalah Pai [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM AGAMA ISLAM DALAM PENGEMBANGAN MANUSIA SEUTUHNYA DAN SARJANA MUSLIM YANG PROFESINAL



Dosen Pengampu : Muhammad Amrudin Latief, M.Pd.



Disusun oleh : Evi Muzaviah



2188201001



Febi Marta Anugrahani



2188201002



Guntar Prayogo



2188201003



SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA (STKIP PGRI) PACITAN 2021



KATA PENGANTAR



Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Syukur Alhamduillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah mlimpahkan rahmat serta hidayah-Nya kepada kita semua sehingga kita dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Agama Islam dalam Pengembangan Manusia seutuhnya dan Sarjana Muslim yang Profesional” ini dengan semaksimal mungkin. Kami membuat makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam yang diberikan oleh bapak Muhammad Amrudin Latief, M.Pd.



yang bertujuan untuk mengetahui dan memahami tentang bagaimana



Agama Islam dalam Pengembangan Manusia seutuhnya dan Sarjana Muslim yang Profesional. Penyusunan makalah ini tentunya jauh dari kata sempurna dalam pengetahuan maupun pengalaman menyusun makalah ini. Oleh karena itu kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam menyusun makalah ini, dan kami ucapkan terimakasih kepada teman-teman semua atas saran, dorongan, serta doanya sehingga kami dapat menyelesikan makalah ini dengan tepat waktu. Akhir kata semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi kami dan umumnya untuk pembaca. Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.



Pacitan, 04 Oktober 2021



Penyusun



1



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR……………………………………………………… 1 DAFTAR ISI..................................................................................................2 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang.....................................................................................3 1.2. Perumusan Masalah..............................................................................3 1.3. Tujuan Penulisan..................................................................................3 BAB II PEMBAHASAN 2.1. Pengertian Pendidikan Agama Islam...................................................4 2.2. Peran Penting Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi.............4 2.3. Agama Islam dalam Pengembangan Manusia.....................................6 2.4. Sarjana Muslim Profesional.................................................................8 BAB III KESIMPULAN..............................................................................12 DAFTAR PUSTAKA...................................................................................13 2.5.



2



BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan Agama Islam diperguruan tinggi merupakan rumpun mata kuliah pengembangan kepribadian (MPK) dalam struktur mata kuliah umum (MKU) yang menjadi hak bagi mahasiswa sebagai peserta didik untuk mendapatkannya dan merupakan kewajiban perguruan tinggi untuk memuat pendidikan agama dalam kurikulumnya. Pernyataan tersebut sesuai dengan amanat Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dalam BAB V tentang Peserta Didik pada Pasal 12 Ayat 1 bahwa “Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak: (a) mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarakan oleh pendidik yang seagama. Selain itu juga mengacu pada BAB X tentang Kurikulum pada Pasal 37 Ayat 2 bahwa “Kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat: a. Pendidikan agama; b. Pendidikan kewarganegaraan, c. Bahasa”. Dengan demikian jelas bahwa pendidikan Islam merupakan bagian integral dari sistem pendidikan Nasional. 1.2. Perumusan Masalah 1. Apakah Pengertian Pendidikan Agama Islam ? 2. Bagaimana Peran Penting Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi ? 3. Bagaimana Peran Agama Islam dalam Pengembangan Manusia ? 4. Bagaimana menjadi Sarjana Muslim yang Profesional ? 1.3. Tujuan Penulisan 1. Agar mengetahui Pengertian Pendidikan Agama Islam. 2. Agar mengetahui peran penting Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi. 3. Agar mengetahui peran Agama Islam dalam Pengembangan Manusia. 4. Agar mengetahui menjadi Sarjana Muslim yang Profesional.



3



BAB II PEMBAHASAN 2.1. Pengertian Pendidikan Agama Islam Pendidikan agama artinya istilah majemuk yang terdiri dari kata “Pendidikan” dan “agama”. Dalam kamus umum Bahasa Indonesia, pendidikan dari asal kata didik, menggunakan diberi awalan “pe” dan akhiran “an”, yang berarti “proses pengubahan sikap pada usaha mendewasakan insan melalui upaya pedagogi serta latihan.”. Sedangkan arti mendidik itu sendiri merupakan memelihara dan memberi latihan (ajaran) tentang akhlak serta kecerdasan pikiran. Kata pendidikan artinya terjemahan dari bahasa Yunani Paedagogie yang berarti “pendidikan” dan Paedagogia yang berarti “pergaulan dengan anak-anak”. Sementara itu, orang yang tugas membimbing atau mendidik dalam pertumbuhannya agar dapat berdiri sendiri disebut Paedagogos. Kata Paedagogos asal dari kata paedos (anak) serta agoge (aku membimbing, memimpin). Berpijak dari kata diatas, pendidikan bisa diartikan menjadi perjuangan yang dilakukan orang dewasa dalam pergaulannya dengan anakanak untuk membimbing atau memimpin perkembangan jasmani serta rohaninya ke arah kedewasaan. Atau dengan istilah lain, pendidikan pada anak-anak dalam pertumbuhannya, baik jasmani maupun rohani agar berguna bagi diri sendiri dan masyarakat. 2.2. Peran Penting Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Kiprah



pendidikan



agama



Islam



di



perguruan



tinggi



ialah



menyampaikan landasan pengembangan kepribadian kepada mahasiswa agar menjadi kaum intelektual yang beriman dan bertaqwa pada tuhan yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berfikir filosofis, bersikap rasional serta bergerak maju. Secara awam pendidikan beranjak menuju kepada dua target yang sarna, meskipun bisa dibedakan, yaitu (1) bermaksud melahirkan insan-insan yang cerdas dan berkepribadian, serta (2) dengan kecerdasannya itu dapat



4



mengantarkan dirinya sebagai insan yang siap menghadapi tantangan riil dalam masyarakat. Jadi, pendidikan berperan menjadi transfer of knowledge serta tranfer of values. Adapun tujuan pendidikan pada Indonesia sudah dirumuskan pada UU No.dua tahun 1989 pasal 4 seperti yang telah dikemukakan di atas. dalam rumusan Sistem Pendidikan Nasional ini ada 2 kata yang sangat erat hubungannya dengan kepercayaan, yaitu iman serta taqwa. dengan demikian, untuk tumbuhnya insan yang beriman dan bertaqwa sebagian besar ialah partisipasi pendidikan kepercayaan. Untuk menuju ke arah itu, pendidikan haruslah dirancang sedemikian rupa sehingga bisa membentuk output mirip yang diperlukan, yang pada dasarnya ialah insan yang cerdas fikir, cerdas zikir (terampil kerja dan cerdas hati), juga insan yang siap pakai. Berkaitan dengan hal ini Fuad Amsyari, salah satu anggota dewan ahli IeMI pusat, menunjukkan konsep pengajaran agama Islam di Indonesia melalui dua determinan utama, yaitu (1) substansi atau isi ajaran Islam, serta (2) problema sosial yang sedang dihadapi oleh umat supaya marnpu menjawab tantangan sosial pada masyarakatnya. Menurut Amsyari (1995:1) Islam wajib dipahami secara utuh untuk diteruskan serta diajarkan di generasi pelanjut umat. Keutuhan isi ajaran Islam wajib ditinjau dari 5 aspek kehidupan insan, yakni (1) aspek aqidah, bahwa hanya prinsip Islam saja yang bisa membawa insan pada keberhasilan hidup di dunia serta akhirat; (2) aspek lingkup substansi ajaran Islam, yang mencakup ajaran perihal cara hidup sebagai pribadi, sebagai keluarga, dan sebagai tatanan sosial; (3) aspek pemanfaatan sumber acuan untuk menggali substansi Islam secara lengkap (kaffah), yang mencakup Alquran, Sunnah Nabi, kitab Ulama Salaf, IPTEK, serta produk musyawarah yang mengikat; (4) aspek dominasi ajaran Islam, yang mencakup pemahaman kognitif, afektif, serta psikomotor dalam mengaplikasikan Islam; serta (5) aspek usaha menegakkan kebaikan serta menangkal kemungkaran menjadi bentuk bukti kedalaman keyakinan akan kebenaran Islam. Dari visi sosial, pendidikan artinya proses pengenalan, yakni memasyarakatkan nilai-nilai ilmu pengetahuan serta keterampilan dalam kehidupan. Nabi SAW. bersabda pada sebuah hadisnya: "Didiklah anak-



5



anakmu, sesungguhnya mereka diciptakan buat zamannya serta bukan buat zamanmu". Jadi, pendidikan harus berorientasi masa depan (futuristik). Pendidikan Agama Islam yang artinya bagian berasal Sistem Pendidikan Nasional juga mempunyai arah dan tujuan. Pendidikan Agama Islam pada dasarnya adalah upaya pelatihan serta pengembangan potensi rakyat supaya tujuan kehadirannya pada global ini menjadi hamba serta khalifah Allah (Q.S. 51:56 serta 2:30) tercapai sebaik mungkin. Potensi yang dimaksud mencakup potensi jasmaniah (fisik) dan potensi rohaniah (nonfisik) mirip logika, perasaan, kehendak, serta aspek spiritualnya. Pendidikan Agama Islam dibutuhkan dapat menambah kualitas mutu masyarakat Indonesia yang menguasai IPTEK menggunakan memberikan jiwa dan nilai-nilai Islam pada mereka, sebagai akibatnya bisa saling isi-mengisi sejalan menggunakan kemajuan IPTEK. Di lain pihak, pengembangan IPTEK pada Indonesia harus selalu kita upayakan agar letap dijiwai nilai-nilai ajaran Islam, minimal tak bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Oengan demikian, PAl dapat menserasikan kehidupan lahiriah dan kematangan rohaniah dan keluasan jangkauan akal serta ketinggian moral yang pada akhirnya akan bisa dicapai kebahagiaan mirip yang kita idam-idamkan, yakni kebahagiaan hayati pada global serta akhirat serta bisa mewujudkan negara yang adil makmur yang diridhoi Allah SWT. 2.3. Agama Islam dalam Pengembangan Manusia Islam mengajarkan agar manusia menjaga keseimbangan antara urusan dunia dan urusan akhirat. Bekerja untuk dunia harus seimbang dengan beribadah untuk akhirat. Khusus untuk meraih kesuksesan dalam kehidupan dunia, syaratnya harus dilakukan dengan usaha dan kerja keras. Bekerja keras telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. dan para sahabat. Rasulullah saw. bekerja keras dengan cara berdagang untuk membantu perekonomian Abu Talib. Usman bin Affan bekerja keras hingga menjadi pengusaha yang sukses. Contoh lain dapat ditemukan dalam sebuah hadis yang mengisahkan bahwa ada seorang sahabat yang ingin meninggalkan urusan dunia agar lebih



6



khusyuk beribadah. Sahabat tersebut berniat terus-menerus berpuasa dan beribadah sepanjang hari. Pengertian pendidikan dengan seluruh totalitasnya dalam perspektif Islam inheren dalam konotasi istilah tarbiyah, ta’lim, dan “ta’dib” yang harus dipahami secara bersama-sama. Ketiga istilah itu mengandung makna yang amat dalam menyangkut manusia dan masyarakat serta lingkungan, yang dalam hubungannya dengan Tuhan saling berkait satu sama lain. M. Yusuf al-Qardhawi memberikan pengertian, pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya, akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan keterampilannya. (Qardhawi, 1980:157). Sementara itu Hasan Langgulung merumuskan pendidikan Islam sebagai suatu proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat. Di sini pendidikan Islam merupakan suatu proses budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia yang berlangsung sepanjang hayat yang dilaksanakan di lingkungan sekolah (formal), keluarga (informal) dan masyarakat (non formal). Melalui proses pendidikan, manusia dibentuk agar menunaikan tugasnya sebagi khalifah di muka bumi, yang pada akhirnya dapat mewujudkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. (Langgulung, 1980:94).



Pendidikan Islam itu sendiri pada dasarnya merupakan salah satu saja dari ajaran Islam secara keseluruhan. Oleh karena itulah, tujuan pendidikan Islam tidak terlepas dari tujuan hidup manusia dalam Islam, yaitu untuk menciptakan pribadipribadi hamba Allah yang selalu bertaqwa kepada-Nya, sebagaimana dijelaskan di dalam firman-Nya surat al-Dzaariat [51] ayat 56 dan surat Ali Imran [3] ayat 102: ُ Artinya: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.



7



Ibadah adalah merupakan perintah-perintah yang harus dilakukan oleh ummat Islam yangberkaitan langsung dengan Allah SWT dan telah ditentukan secara terperinci tentang tata cara pelaksanaannya. Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam bukan sekedar transfer of knowledge, akan tetapi lebih menerapkan suatu sistem untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dalam segala aspek kehidupannya, yang ditata di atas fondasi keimanan dan keshalehan serta ketaqwaan, suatu sistem yang terkait secara langsung dengan Allah SWT. 2.4. Sarjana Muslim Profesional Melihat perkembangan peradaban modern yang semakin kehilangan jangkar spiritual dengan segala dampak destruktifnya pada berbagai dimensi kehidupan manusia, maka manusia modern ibarat layang-layang putus tali, tidak mengenal secara pasti di mana tempat hinggap yang seharusnya. Teknologi yang tanpa kendali moral lebih merupakan ancaman. Dan “ancaman terhadap kehidupan sekarang”, bukanlah ancaman terhadap satu kelas, satu bangsa, tetapi merupakan ancaman terhadap semua. Semua persoalan fundamental yang dihadapi oleh masyarakat modern yang digambarkan di atas, menjadi pemicu munculnya kesadaran epistemologis baru bahwa persoalan manusia tidak cukup diselesaikan dengan cara empirik rasional, tetapi perlu jawaban yang bersifat transcendental. Melihat persoalan ini, maka ada peluang bagi pendidikan Islam yang memiliki kandungan spiritual keagamaan untuk menjawab tantangan perubahan tersebut. Demikianlah agama pada akhirnya dipandang sebagai alternatif yang dapat memberikan solusi secara mendasar terhadap persoalan kemanusiaan yang sedang dihadapi oleh masyarakat modern. Sesuatu yang harus menjadi perhatian, apapun profesi itu harus didukung dengan profesionalisme yang



8



tinggi. Profesionalisme merupakan keharusan, karena ketatnya persaingan. Pada era pasar bebas, sarjana agama akan bersaing tidak hanya dengan temennya sendiri dari PTAI atau Perguruan Tinggi Umum (PTU), sarjana dari



Negara



tetangga



semacam



Singapura,



Malaysia,



dan



Philipina.Pertanyaannya, mampukah para lulusan kita memenangkan persaingan? III Jika sarjana agama diidenfifikasi sebagai sarjana lulusan perguruan tinggi agama Islam (PTAI), baik negeri maupun swasta, maka pembicaraannya harus mengacu pada eksistensi sebagai sarjana agama (S.Ag, S.Pd.I, S.Ud.SHI, dll). Disini akan nampak jelas tentang peran yang harus dimainkan oleh sarjana agama, yaitu sebagai guru agama, guru ngaji, mubaligh atau da’i, penyuluh agama, hakim agama, konsultan hukum agama, dan pemikir agama. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan dapat memilih dan memperoleh profesi di luar bidang ini, asal mampu bersaing dengan sarjana lain. Agar mampu memenangkan persaingan tersebut, harus memacu diri dengan meningkatkan kualitas keilmuan secara terencana dengan mengembangkan berbagai kegiatan praktis dan akademis yang lebih produktif. Untuk itu, salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah peningkatan profesionalisme dan kewirausahaan. Kedua hal ini merupakan keniscayaan dan persyaratan vitas dalam menghadapi tantangan masa depan, terutama berkaitan



dengan



dunia



kerja.



Profesionalisme



diperlukan



untuk



memenangkan persaingan memasuki pasar kerja. Sedang kewirausahaan diperlukan untuk bekal kemandirian. Dalam arti mandiri untuk membangun usaha sendiri, baik lewat lembaga pendidikan, lembaga industri jasa, maupun lembaga perdagangan umum secara professional. Menurut hemat saya, profesionalisme dari lulusan PTAI hanya dapat mempunyai bobot tinggi apabila kadar profesionalisme itu diuji oleh dunia swasta, baik dunia pendidikan maupun industri. Misalnya, seorang sarjana Tarbiyah dapat dikatakan professional kalau mampu menjadikan lembaga pendidikan swasta itu tumbuh dan berkembang menjadi besar. Demikian juga sarjana Da’wah dapat dikatakan professional kalau mampu menjadikan dunia industri berkembang dengan pesat, karena motivasi yang mereka berikan dapat



9



membangkitkan semangat kerja yang tinggi. Bahkan mereka dapat menjadi contoh dalam hal etos kerja, disiplin, jujur, dan kreatif. Bukan sebaliknya, bahwa profesionalisme sarjana agama ditentukan oleh diterimanya sebagai pegawai negeri yang menempati pos di lembaga negeri. Meskipun tantangan pekerjaan dan jabatan bagi sarjana agama semakin berat, bukan berarti peluang sudah tertutup. Banyak pekerjaan dan jabatan yang bisa diraih, kalau mereka mampu memenangkan persaingan dan do’anya terkabul. Dengan banyaknya pilihan profesi, menunjukkan banyak peluang bagi sarjana muslim dan sekaligus tantangan. Sebagai peluang, kalau mereka mampu memenangkan persaingan, maka akan dapat meraih profesi itu. Sebagai tantangan, kalau mereka tidak mampu memenangkan persaingan, maka akan menjadi kelompok marginal (pinggiran) dan hanya menjadi penonton dalam panggung sejarah kehidupan. Kalau yang terakhir ini terjadi, maka pupuslah sudah harapan untuk ikut serta mengisi formasi masyarakat baru, dan kita siap-siap untuk berada di halaman belakang rumah para elit strategis itu yang nota bene bukan kelompok kita. Beberapa tantangan tersebut,



memberikan



inspirasi



kepada



PTAI



untuk



memacu



diri



meningkatkan kualitas secara maksimal. Artinya PTAI harus mampu melahirkan tenaga-tenaga “siap pakai” yang dapat bersaing, bersanding, dan bertanding dengan perguruan tinggi lain dalam memasuki pasar bebas. Namun demikian, sebagai lembaga ilmiah, bagaimana pun PTAI harus tetap memegang prinsip-prinsip etika ilmiah dan etika profesi yang dibingkai dengan nilai-nilai religious, tanpa harus terperangkap pada “bursa” dan tenaga kerja. Dengan demikian, wajah kampus sebagai masyarakat kecil (small



society)



dan



komunitas



ilmiah



religius



(religious-scientific



community) yang harus mendukung hidup suburnya tradisi ilmiah religius, yakni berkembangnya wawasan berfikir ilmiah yang bersendikan pada ajaran agama harus tetap terjaga. Kadangkala ajaran Islam hanya dipandang sebatas ritual belaka. Ajaran Islam dipersepsikan hanya sebatas shalat, puasa, zakat, halal, haram, mubah, sunnah, wajib dan sebagainya. Karena paradigma seperti inilah yang mempersempit gerak para sarjana pendidikan agama Islam (PAI) untuk maju



10



dan berkembang dalam menghadapi globalisasi zaman. Menghadapi AEC (Asean Economic Community/ Masyarakat Ekonomi Asian) maka sarjana pendidikan agama Islam (PAI) harus mampu berdiaspora dalam berbagai lini. Hal-hal yang sifatnya ilmu ukhrawi adalah wajib dimiliki oleh setiap muslim terutama para sarjana pendidikan agama Islam (PAI). Tetapi jangan sampai mengabaikan hal-hal yang sifatnya duniawi. Karena pada dasarnya alam dunia ini adalah ladang/jalan untuk mencapai alam akhirat. Maka dari itu, sarjana pendidikan agama Islam (PAI) tidak melulu lulusannya harus menjadi seorang guru agama Islam, guru ngaji, kyai, ustadz/ustadzah, da’i/da’iah, qari’/qari’ah. Idealnya sarjana pendidikan agama Islam (PAI) juga bisa menjadi pengusaha yang selalu menerapkan nilai-nilai ke-Islaman, bisa pula menjadi



politisi



yang



mampu



menerapkan



nilai-nilai



ke-Islaman,



wirausahawan yang Islami, pegawai yang Islami dan sebagainya. Intinya adalah apapun profesinya, sarjana pendidikan agama Islam (PAI) harus bisa membawa panji-panji Islam, mampu berdakwah di berbagai lini kehidupan. Namanya dakwah tidak terbatas hanya ceramah, khutbah, halaqah dan mendirikan majlis-majlis maulid. Tetapi setiap profesi (yang tidak bertentangan dengan syari’at agama) bisa menjadi ladang dakwah melalui nilai-nilai Islam yang kita sisipkan dalam profesi tersebut.



11



BAB III KESIMPULAN Dalam studi agama Islam tidak terdapat pemisahan antara pengajaran menggunakan pendidikan. Bila dapat dibedakan hanya sebatas maknanya saja. Pengajaran adalah seni manajemen untuk mengaktualkan pendidikan, sedangkan pendidikan merupakan suatu nilai (value) yg terus berjalan supaya dapat diwujudkan. Tetapi pada prosesnya pengajaran serta pendidikan artinya sebuah proses yang integral. Perjalanan panjang kebijakan yang memberikan keberadaan Pendidikan kepercayaan Islam di Perguruan Tinggi bukanlah hal yang simpel. Mulai dari kehadiran UU Pendidikan No. 4 tahun 1950 sampai kehadiran SK Mendiknas No.23/U/2000 pada lepas 20 Desember 2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan penilaian akibat Belajar Mahasiswa, kemudian Keputusan Dirjen Dikti Depdiknas RI No. 43/DIKTI/Kep/2006. Rambu-Rambu Pelaksanaan Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi sudah menempatkan Pendidikan Agama sebagai Mata Kuliah Pengembangan. Ini berarti pendidikan agama Islam di perguruan tinggi umum telah mengalami pergeseran yg relatif signifikan. Ada perbedaan makna integrasi antara mata kuliah Pendidikan kepercayaan dengan mata kuliah lainnya. Dinamika ini telah melalui pergolakan berbagai kepentingan, baik kepentingan secara politik, sosial, budaya, ekonomi serta emosi (sentiment) keagamaan turut ikut dan di dalamnya. Jika proses pengajaran serta pendidikan Pendidikan agama Islam pada Perguruan Tinggi awam terintegrasi secara kontekstual maka akan menghadirkan cendekiawan belia yg bukan hanya memiliki value, tetapi pula bermental spiritual yang dapat dipercaya untuk pembangunan warga bahkan pembangunan peradaban manusia di masa yang akan tiba.



12



DAFTAR PUSTAKA https://media.neliti.com/media/publications/226435-pendidikan-agama-islam-diperguruan-ting-303e9bf4.pdf https://www.yukbelajar.id/5-manfaat-belajar-agama-ini-bisa-membuat-andatobat/ Portal Jurnal (Institut Pesantren KH Abdul Chalim Mojokerto). PANANGKARAN, Jurnal Penelitian Agama dan Masyarakat.



13