Makalah PAI Iman Ihsan Dan Islam Dalam Perspektif Cinta [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MEMAKNAI KEMBAI IMAN, ISLAM, DAN IHSAN DALAM PERSPEKTIF CINTA



Pendahuluan Di jaman seperti sekarang ini banyak sekali orang yang terkadang merasa jenuh terhadap akifitas dan rutinitas hidup. Rasa galau, bimbang, kehampaan hidup gencar melanda dalam diri akibat banyaknya model-model dan cara gaya hidup yang banyak ditawarkan di iklan-iklan, film, maupun pergaulan dalam lingkungan hidup kita sendiri. Rasa putus asaan pikiran menyebabkan stress pada diri yang mengakibatkan menghalalkan segala cara untuk menyelesaikan permasalahan hidup yang dirasakannya. Walaupun begitu, penyelesaian solusi yang ditawarkan tidak dapat menjadikannya solusi yang menciptakan kenyamanan pada diri bahkan hanya akan menambah persoalan baru pada hidup kita yang pada akhirnya kita malah terjerat berbagai permasalahan. Tidak dapat dipungkiri karena solusi yang ditawarkan itu hanya menyentuh lapisan yang nampak pada kehidupan, namun tidak menyentuh hingga akar permasalahan hakikatnya kehidupan. Permasalaan hidup itu biasanya terjadi karena kita salah dalam menempatkan skala prioritas kebutuhan dalam hidup ini. Yang seharusnya menjadi kebutuhan pokok namun malah dijadikan kebutuhan tambahan. Sebaliknya pula yang seharusnya menjadi kebutuhan tambahan namun seolah-olah kita menjadikan suatu kebutuhan yang wajib atau pokok bagi kita. Dalam bahasa dapat dikatakan bahwa yang primer jadi skunder dan yang tersier jadi primer. Kata-kata mengenai Islam, Iman, dan Ihsan memang seringkali menjadikan diri kita bosan akan pembahasan tentang ketiga kata tersebut. Tidak dapat dipungkiri karena disetiap perkumpulan keagamaan islami dan disetiap pengajian pasti disuguhi dengan materi 3 serangkai tersebut. Sehingga dalam diri terkadang terbesit atau bahkan muncul rasa keengganan untuk mengungkitkan permasalahan hidup yang ada pada diri kita pada Islam, Iman, dan Ihsan. Itu terjadi dikarenakan ketiga hal tersebut dianggap sebagai hal yang hanya teoritis ditambah dengan pengetahuan yang minim terhadap arti dan fungsinya secara keseluruhan dan mendalam. Dan yang terjadi adalah kita seolah-olah tutup mata, tutup telinga dan tidak mau tahu dengan semua solusi yang berbau Isam dalam ranah kehidupan sosia dan sains. Ada seorang filsuf berkebangsaan Amerika yang bernama Williyam James yang berkata bahwa untuk engobati rasa kegelisahan pada diri seseorang adalah iman dan keyakinan orang itu sendiri sebagai obat yang paling ampuh dan mujarab. Dan ada pula yang mengatakan bahwa jika seseorang mempunyai agama dan benar-benar menjalani agamanya dengan baik dan benar, maka orang tersebut tidak akan mengalami rasa kegelisahan dalam hatinya. Pernyataan ini dikatakan oleh seorang psikolog bernama Bill. Dari kedua pernyataan tersebut memang benar dikarenakan seseorang yang rajin menjalankan ibadah dan memiliki komitmen keyakinan kepada Tuhan, maka orang tersebut cenderung memiliki keteguhan jiwa yang lebih kuat dibandingkan dengan orang



yang tidak memiliki keyakinan agama. Seperti yang tertulis pada buku berjudul Kembali Kepada Keimanan karya Lenox, Amerika. Menyinggung tentang pengetahuan alam yang disebut dengan istilah sains, tidak akan mampu berdiri sendiri untuk mengungkapkan sebenar-benarnya hakekat dari kehidupan ini. Karena dasar yang dipakai dalam dunia sains hanyalah panca indera manusia yang kapasitasnya sangat terbatas. Maka dari itu, untuk mengungkapkan hakikat sebenarnya tentang kehidupan diperlukan sesuatu diluar panca indera manusia yaitu wahyu dan iman. Oleh karena itu, Islam, Iman, dan Ihsan iti sangat penting dan harus dipelajari lebih dalam sehigga manfaat dari 3 hal tersebut dapat kita rasakan dalam menjalani kehidupan yang sementara ini. A. Iman dan aktualisasinya dalam kehidupan Cinta adalah sesuatu yang dapat menarik kalangan para remaja. Kalangan remaja itu biasanya mudah memahami sesuatu yang dikaitkan dengan kata cinta. Karena dalam kata cinta mengandung arti yang kaya juga kaya akan ekspresi dalam bahasa yang sederhana. Bahasa cinta juga merupakan bahasa yang dipahami oleh semua makhluk walaupun hewan sekalipun. Walaupun hewan tidak diberikan akal seperti manusia melainkan hanya naluri saja, namun hewan juga dapat merasakan cinta. Bagaimana hewan dapat mengenali ibunya yang telah melahirkannya, hewan yang merasakan kasih sayang dari majikannya sehingga hewan tersebut menjadi jinak. Bahwasanya cinta telah ditanamkan pada setiap makhluk sejak mereka dilahirkan hingga kematiannya. Selagi manusia masih dapat memfungsikan hati dan persepsinya, maka ia akan dapat mengapresiasi cinta walau tidak dapat diungkapkan secara verbal atau dengan kata-kata. Didalam sebuah percintaan, pastilah terdapat subjek yan mencintai dan objek dari sesuatu yan dicintai itu tadi. Bila mengarah pada percintaan manusia terhadap tuhan, manusia dan tuhan bisa saja menjadi subjek yang mencintai dan sekaligus dapat menjadi objek yang dicintai. Namun terkadang terasa hanya menjadi subjek yang mencintai namun tidak dicintai seperti contoh: manusia yang mencintai tuhannya namun hidupnya selalu ditimpakan bencana hingga ia merasa tuhannya tidak adil dan tidak cinta pada dirinya. Begitu pula dengan tuhan yang mencintai manusia dengan memberi rizki berlebih namun orang tersebut tidak pernah mau beribadah pada tuhan. Jadi cinta terhadap tuhan pun bisa menjadi cinta yang bertepuk sebelah tangan maupun cinta yang bertepuk kedua tangan. Disini Islam, Iman, dan Ihsan menduduki posisi sebagai cinta itu sendiri. 3 hal tersebut menjadi perantara dari pengungkapan rasa cinta manusia terhadap tuhannya. Ia adalah kualitas dan kuantitas dari sebuah relasi dan ekspresi seberapa besar kecintaan seseorang terhadap tuhan. Orang yang beriman diibaratkan dengan orang yang jatuh cinta. Dimana apabila seseorang itu sampai bisa mencintai objek yang dicintainya, maka pasti ia telah mengetahui, memahami, dan mengenal sosok yang dicintainya. Begitu pula keimanan manusia terhadap tuhan. Apabila manusia dapat beriman, maka ia pasti telah memiliki cukup pengetahuan, pemahaman, dan keyakinan bahkan arah dan tujuan



mengapa ia mengimani tuhan yang pernyataan tersebut menjadi dasar keimanannya. Tak kenal maka tak cinta, Begitu pula dengan tak kenal maka tak iman. Itu adalah persamaan antara cinta dan iman. Cinta ibaratkan sebuah keimanan. Cinta pun memiliki suatu ilmu di dalamnya yaitu ilmu mencinta dan strategi untuk mencinta. Darimanakah sebuah cinta itu datang?. Cinta itu datang dari panca indera lalu cinta itu menuju persepsi dan turun ke hati. Sehinga dapat memicu suatu ungkapan ekspresi dan aksi dari orang yang telah merasakan cinta. Sama seperti halnya sebuah keimanann yaitu rasa yakin dalam hati yang diucapkan secara lisan dan dilakukan dengan perbuatan. Aktifitas seseorang mencintai sama dengan orang mengimani, yaitu dengan melakukan aktifitas menanam persepsi. Yaitu dengan cara mengetahui, mengamati, dan memahami objek yang pada akhirnya membuat rasa iman dan cinta itu timbul dalam dirinya. Apabila tak kenal maka tak sayang begitu pula jika tak paham maka tak iman. Sebuah pengetahuan dan pemahaman terhadap sesuatu akan menimbulkan rasa suka atau tidak suka terhadap objek itu tadi. Seperti misalnya: apabila di antara kita melihat seseorang mencuri maka yang terjadi adalah kita merasa tidak suka terhadap si pencuri itu tadi karena didasari dengan pengetahuan bahwa orang itu adalah seorang penjahat. Begitu ula apabila diantara kita melihat seseorang yang memberian makanan kepada seorang tuna wisma di pinggir jalan, maka kita akan timbul rasa suka pada orang tersebut karna pengetahuan kita yang mempersepsikan seorang tersebut adalah orang yang dermawan. Namun rasa suka atau tidak suka tersebut terdapat ukuran. Dimana yang mempengaruhi adalah seberapa banyak pengetahuan, pengamatan, dan pemahaman terhadap objek sehingga semakin seseorang mengenal objek tersebut, maka semakin kuat pula antara rasa suka atau tidak sukanya. Seseorang dianggap mukmin itu karena ia telah megenal betul siapa yang diimaninya dan sosok yang dicintainya. Semakin seseorang mengenal apa yang dicintainya sebagaimana pula dengan iman, maka semakin kuat dan teguh yaitu kualitas kecintaannya terhada yang dicinta. Sebaliknya, semakin tidak kenal dan kurang mengetahui serta memahami dengan apa yang dicintainya maka semakin rapuh rasa cinta dan mudah digoyahkan seperti iman yang tidak konsisten dikarenakan rendahnya rasa keimanan sekalipun ia mengakui keimanannya. Bahkan dalam beberapa kasus, kurangnya pengetahuan untuk mengenali apa yang dicinta dan diimaninya justru akan membuat sikap netral / acuh bahkan juga dapat menimbulkan rasa benci. Padahal agar seseorang dapat merasa benci terhadap sesuatu pun ia pasti memiliki pengetahuan yang mendasari sebagai sebab ia membenci objek tersebut. Pada kesimpulannya adalah tidak akan mungkin sebuah rasa cinta atau benci datang begitu saja. Tidak ada yang namanya ujug-ujug (tiba-tiba) cinta dan ujugujug benci. Semua itu pasti didasari dengan pengetahuan sebelumnya terhadap objek yang mentekuan perasaan suka atau tidak suka. Iman sebagaimana sebuah cinta yaitu sebuah kepercayaan dan keimanan hasil dari persepsi dan kesadaran. Membangun cinta dan harapan akan menimbulkan rasa bahagian dan melahirkan sebuah pengorbanan jiwa dan raga. Cerminan iman seseorang adalah dilihat dari rukun iman yang ke-6. Bagaimana penyikapan yang benar terhadap



pemegang kekuasaan alam yaitu tuhan sang pencipta alam semesta. Bagai mana kita menyikapi kehendak dan takdir-Nya (Qadla dan Qadar) dengan benar. Dan bagai mana kita menyikapi apa-apa yang tuhan ciptakan (malaikat, para nabi, al-quran, hari akhir, dan kehidupan akherat) dengan benar pula. Nabi Muhammad saw. Telah berusaham mengokohkan persepsi terhadap tuhan ketika ia berada di Makkah sebelum hijrah ke Madinah. Sikap-sikap penduduk Makkah yang menyembah tuhan dengan cara menyembah patung, matahari, bulan, dan bintang merupakan sikap tercela. Karena pada hakikatnya tuhan tidak akan bisa disamakan kesempurnaannya dengan sebuah benda ciptaannya. Jadi menganggap tuhan yang maha sempurna merupakan sesuatu yang pasif. Bentuk apresiasi tersebut memang terdapat maksud sebagai bentuk kerinduan terhadap tuhan namun itu merupakan cara yang keliru. Tidak selayaknya Dzat yang maha sempurna dengan kesendiriannya dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat mandiri. Kemusyrikan dianngap melecehkan tuhan karena dengan menggap Allah swt. Menciptakan alam dan manusia semata-mata membutuhkan hiburan dan untuk dipermainkan. Jadi hidup di dunia ini dianggap the game of god (permainan tuhan). Dan kemusyrikan yang lain adalah anggapan bahwa Allah itu tidak mungkin sendirian dalam mencipptakan alam. Anggapan bahwa Allah memerlukan bantuan sehingga memunculkan teori tuhan itu banyak yang memegang masing-masing peranan kekuasaan alam. Ini adalah sebuah pelecehan kebesaran tuhan karena menyamakan tuhan dengan sesuatu yang tidak akan pernah sempurna. Hakikatnya ia tidak dapat diindera. Bukan berarti tuhan itu tidak ada, namun karena ia lebih besar daripada indera yang sifatnya terbatas. Diibaratkan sebuah alam semesta yang sangat besar diibaratkan kekuasaan allah akan dimasukkan kedalam sebuah kotak kecil yang diibaratkan sebagai indera manusia. Tentu tidak akan muat dalam perspektif lain maka indera manusia tidak mampu untuk meliputi kekuasaan allah. Tujuan allah dalam menciptakan alam bukan karena Allah kesepian lalu ingin disholati dan disembah oleh makhluknya. Ingin menjaga eksistensi-Nya sebagai Tuhan. Melainkan allah hanya ingin berbagi kesadaran terhadap ciptaanya. Menyembah allah bukanlah karna allah butuh disholati. Melainkan dengan kita menjalankan suatu ibadah seperti sholat kepada Allah adalah cara pembuktian kita bahwa kita menyakini, menyadari sebagai ciptaan-Nya. Walaupun seseorang mengakui bahwa ia beriman kepada Allah namun ia tidak membutikan langsung pada Allah dengan cara beribadah kepadanya, maka itu adalah suatu kemunafikan umat yang tidak membuktikan keimanannya kepada Allah swt. Cinta adalah perasaan rela, kemurnian yang datang hanya karena dorongan dari rasa kasih sayang. Sebagai perumpamaan orang tua yang sangat ingin meiliki seorang anak. Tidaklah orang tua tersebut semata ingin menjadikan anakanya tersebut sebagai budak dan mengeksploitasinya demi kepentingan dirinya melainkan karena dorongan rasa kasih sayang. Untuk dapat berbagi suka dan duka hidup di dunia. Kemudian anak itu mengamati dan memiliki kesadaran posisi kedudukannya sebagai seorang anak dan peran serta fungsi terhadap orang tuanya. Jadi etika, moral, dan akhak seorang anak adalah



hasil dari pengamatan seorang anak yang menimbulkan kesadaran dan melahirkan suatu fungsi yang membatasi. Maka itulah visualisasi dari keyakinan yang melahirkan esadaran akan peribadatan terhadap tuhan dengan segala bentuknya. Seperti pada surat addzariyat ayat 56 yang artinya :” Tiadalah Aku cinptakan jn dan manusia kecuali untuk beribadah kepadaKu”. Jadi ima sama halnya dengan cinta. Sebuah pengetahuan yang meyakinkan diri lalu membentuk sebuah kesadaran, membuat nyaman dan melahirkan pengorbanan dengan beribadah dan taat pada segala perintah dan larangan-Nya.



B. Islam Dan Aktualisasinya dalam Kehidupan Secara etimologi bermakna penyerahan diri. Islam adalah symbol ketaatan mutlak sebagai konsekuensi dari iman dan cinta. Karena cinta adalah ketaatan. Sebagaimana firmannya : “ katakanlah (wahai Muhammad) jika kalian (benar-benar) mencintai allah, maka ikutilah aku (taatilah aku) niscaya allah akan mencintai kalian. ( Ali Imran: 31). Rukun islam mengartikan makna termonoligasnya. Namun dalam kedudukan sebagai partner Iman dalam sebuah bentuk kesadaran adalah, bahwa Islam itu ekspresi dan apresiasi dari iman. Bentuk ekspresi itu adalah pernyataan komitmen verbal syahadat, ikatan emosional spiritual ketuhanan dan kemanusiaan dalam ritual sholat, sosial zakat, empati, spiritual puasa, dan pengorbanan konprehensif haji. 1. Syahadat Cinta Dalam dunia percintaan, syahadat berperan sebagai ekspresi kepastian cinta. Syahadat adalah komitmen kesetiaan cinta kepada allah dan rasulnya. Karena memang, cinta itu akan menuntut kesetiaan, kejujuran, ketaatan, kepercayaan, dan pengorbanan. Itulah makna syahadat, suatu komitmen konsistensi antara apa yang ada di hati, pikiran dan perbuatan terhadap yang maha dicintai yaitu Allah dan rasulnya. Sebagaimana sabda beliau saw : “ barangsiapa yang mengucapkan la ilaaha illallah dengan jujur (ikhlas), maka ia masuk surga”.(HR. Ahmad) Cinta sebaimana iman, adalah kesadaran. Dan kesadaran itu dibangun atas dasar pengetahuan. Kesadaran adalah fungsi membedakan. Tidaklah orang itu mencintai kecuali ia juga mampu untuk membeci. Dan tidaklah seorang itu mengimani kecuali ia juga mampu memiliki potensi untuk mengkafiri. Sebagaimana dalam firman nya: “ketahuilah (fa’lam) bahwa tiada tuhan selain allah” (QS. Muhammad : 19). Untuk mencapai keyakinan tiada tuhan selain allah, haruslah dengan dasar ilmu. Maka ayat tadi diawal dengan kata fa’lam yang satu derivasi dengan kata al-ilmu. Iman yang kokoh adalah iman yang didasari oleh ilmu. Dan iman yang rapuh adalah iman yang tanpa didasari atas ilmu.



2. Shalat cinta Secara etimologi, shalat adalah ekspresi dan relasi. Doa dan silaturahmi dengan Allah swt. Ia adalah pertemuan, perjumpaan, antara yang mencintai dan yang dicintai. Redaksi-redaksi ynag mewajibkan shalat, zakat, dan kewajiban lainnya baik di dalam alquran maupun hadis, sebenarnya bukan untuk menunjukan bangunan filosofinya. Karena yang sebenarnya adalah kesadaran. Tiada paksaan dalam beragama, beragama harus dengan kesadaran. Kewajiban kewajiban ajaran dalam beragama yang diterapkan adalah semata mata untuk menjaga keberlangsungan nilainilai kesadaran yang menjadi dasar bangunan nya. Sebagai tiang penyangga dan dinding pelindung dari bangunan utuh keagamaan. Maka bagaimana menjadikan kebiasan shalat kita menjadi kesadaran shalat dan kecintaan shalat? Adalah dengan meningkatkan kwalitas pengetahuan dan pemahaman kita tentang makna dan hakekat shalat. Memahami makna dan hakekatnya secara komprehensif. Tidak hanya dari aspek fiqih saja, akan tetapi semua aspeknya. Sosial, sains dan spiritual.



3. Zakat cinta Cinta itu berbagi dan cinta itu memberi. Menjadi salah satu rukun cinta sebagaimana rukun lslam. Seorang ayah yang mencintai keluarganya, anak dan istrinya, tentu akan dengan suka rela dan senang hati menafkahi. Baik lahir maupun batin. Rela berjuang siang malam, bahkan berkorban jiwa dan raga hanya untuk sekedar dapat memberi dan menafkahi. Tanpa dimintapun ia akan menawarkan. Menjadi salah satu bukti terpenting cinta dan iman, adalah pemberian. Cinta dan iman patut dipertanyakan bila tiada bukti pengorbanan dalam bentuk pemberian Materil maupun imateril benda maupun jasa. Pesan Rasulullah Saw " Senantiasalah untuk saling berbagi , maka kalian akan saling mencintai ". (Hadis riwayat Imam Thabrani) memberi adalah cinta dan cinta adalah memberi pembuktian iman dan cinta ini sekali lagi bukan untuk konsumsi secara langsung Allah swt. Akan tetapi kembali kepada kepentingan kemanusiaan. Semua bukti cinta kita kepada Allah swt. Diarahkan kepada kemaslahatan alam dan kemanusiaan. Yang sampai kepadaNya adalah motivasi. Itu karena Allah bukan materi maka ia tak terefleksi oleh materi kebendaan. IA adalah energi, sebagaimana firmanNya: "Allah adalah cahaya langit dan bumi . (Annur: 35) Maka yang sampai kepadaNya hanyalah energi yaitu Motivasi, niat, cinta, keikhlasan dan taqwa. Sebagaimana firmanNya:" Daging-daging dan darahnya itu sekali kali tidak dapat mencapai allah, tetapi ketaqwaanmulah yang dapat mencapaiNYA". (Al-Haj: 37) Semua bukti-bukti cinta material kembali kepada dan untuk kemaslahatan alam dan manusia yang material. Tidak sebagaimana sesajen yang hanya diperuntukkan oleh dewa dan tidak boleh disentuh oleh manusia. Maka sesajen itu kemusyrikan karena



melecehkan Tuhan, disamakan dengan ciptaan, yang butuh makan. memubazirkan, karena tidak dimanfaatkan untuk kemaslahatan kemanusiaan.



Serta



4. Puasa cinta Puasa adalah empati. Baik empati secara sosial maupun spritual. Cinta melahirkan empati pada pelakunya, untuk dapat saling menjiwai. Seorang ibu yang tidak mau makan, disaat anaknya tidak mau makan karena sakit yang dideritanya, empatinya mendorongnya seolah ingin merasakan apa yang sedang dirasakan anaknya. Bahkan dia ingin mengalihkan semua penderitaan anaknya kepada dirinya. Itulah kekuatan cinta yang melahirkan empati. Demikian halnya dalam spektrum yang lebih luas, sosial kemasyarakatan. Empati yang dibangun adalah empati antara yang berkebatasan dan yang berkelebihan, yang kekurangan dan yang berkecukupan. Inilah bangunan empati secara sosial. Demi membangun persatuan berdasarkan cinta dan kesadaran. Secara spiritual, puasa mendidik kita bagaimana mengekspresikan cinta kita kepada Allah swt. dengan berempati kepadaNYA. Menahan diri dari kebutuhan makan, minum, berhubungan badan, dan akhlak tercela. Adalah wujud empati penjiwaan kita kepada sifat kesempurnaan Allah swt yang tidak butuh apa-apa, Yang tidak ada apapun yang dapat memperbudakNya, dan yang tidak akan pernah melakukan dan memiliki dorongan perilaku tercela Se-empati apapun cinta seorang hamba kepada Tuhannya dalam berpuasa, ia tidak boleh lepas dari kemanusiaannya. la wajib berbuka, sebagai status pembeda antara dirinya sebagai ciptaan, yang penuh dengan naluri ketergantungan, dan sang pencipta, yang penuh dengan kemandirian. Sebesar apapun cinta manusia kepada Tuhan, ia tidak akan pernah menjadi Tuhan. Sama seperti orang tua, yang tidak akan pernah menjadi anaknya tidak peduli sebesar apapun cinta mereka terhadapnya.“Kau dan aku satu” adalah hiperbola mabuk cinta, layaknya ungkapan “Akulah kebenaran " oleh sang pecinta Tuhannya, Al-Hallaj rahimahullah. Puasa adalah pendidikan. Dan pendidikan itu memilikii kabatasan ruang dan waktu. Ada substansi, nilai, prinsip moral yang universal. Yang dapat berlaku, baik sebelum, ketika, dan sesudah masa pendidikan. Juga ada petunjuk teknis yang berlaku dan temporal. Dan hanya wajib dilaksanakan hanya pada masa berlangsungnya Pendidikan itu. Puasa universal adalah menahan dan mengendalikan diri dari akhlak tercela, baik hati, pikiran dan perbuatan. Puasa lokalnya adalah menahan diri dari simbol simbol orientasi material perut, yang senatiasa menjadi pangkal dan ujung dari berbagai konflik kemanusiaan.



5. Haji cinta Cinta itu rindu. Dan rindu adalah keinginan untuk bertemu. Haji adalah aksi menyikapi kerinduan, akan sebuah perjumpaan dengan tuhan. Haji adalah kunjungan sama dengan umroh. Mengunjungi kekasih hati Yang Maha Meliputi, meninggalkan segala macam bentuk kekasih semu yang hanya menipu. Haji adalah wujud pengorbanan cinta yang paling komprehensif. Meliputi pengorbanan hati melalui komitmen kesetiaan, sebagaimana dalam Syahadat, namun termanifestasikan dalam bentuk talbiyah. Haji juga meliputi pengorbanan waktu demi untuk dapat bertemu, sebagaimana dalam shalat lima waktu. Haji juga merupakan pengorbanan harta sebagaimana pemberian zakat, infaq, shadaqah. Dalam ibadah haji juga ada unsur puasa empatifnya. Ihram adalah wujud puasanya Dengannya diharamkan beberapa hal. Dan haji melengkapinya dengan pengorbanan nyawa yang dipertaruhkan dalam mengarungi perjalanan. Sama dengan jihad berperang di jalan Allah. Itu kenapa orang yang meninggal dalam kondisi berihram, dikuburkan bersama kain ihramnya. Sebagaimana para syuhada' yang dikuburkan seperti kondisi meninggalnya.



C. Ihsan dan Aktualisasinya Dalam Kehidupan Ihsan adalah kebaikan. Yang dimaksud adalah segala macam bentuk kebaikan dan perbuatan baik. Ihsan dalam terminologi hadis adalah ibadah dengan persaksian. atau dalam istilah tasawuf adalal ibadah ma rifat (syuhud dan muroqobah ). Menyaksikan Allah swt dan dipersaksikan Allah swt. " Sembahlah Allah swt seolah kamu melihatnya, dan bila tidak mampu, yakinlah bahwa ia melihatmu " (HR.Muslim) Dalam perspektif cinta, ihsan itu adalah kondisi penjiwaan cinta tingkat tinggi. Dimana Seorang selalu merasa dekat dangan yang dicintainya, walaupun berjauhan secara fisik. Ihsan adalah puncak kemurnian cinta, ketulusan dan kesadaran. Ibnu Ataillah menyatakan barangsiapa yang menghadap Allah tanpa ihsan ( kesadaran Cinta murni) maka ia akan diombang ambingkan dengan berbagai macam ujian. (Ataillah, 2010: 153). Ihsan itu akan berpengaruh pada cara pandang kita terhadap kebijakan Allah, qodlo dan qodarnya. Dalam Al-Qur'an kata ihsan seringkali dikaitkan dengan kata cinta, seperti firman Allah : "sesungguhmya Allah mencintai (yuhibbu) orang-orang yang berihsan (muhsinin)". (AI-Baqarah: 195). Puncak mahabbatullah atau kecintaan kepada Allah adalah berihsan. Singkat kata, ihsan adalah akhlak mulia terhadap Allah swt. dan kepada sesama. Akhlak mulia kepada Allah swt. dalam membangun persepsi terhadap dzatNYA (asma' wa shifat), kebijakanNYA (godlo' dan qodar NYA ), dan dalam berinteraksi denganNYA, secara ritual maupun spiritual. Akhlak mulia kepada sesama haruslah didasari oleh akhlak mulia kepada Allah swt. tanpanya, maka akan menjadi cacat, pincang dan sesat. Ibarat badan tanpa kepala, kepala



tanpa mata, mata tanpa akal, dan akal tanpa hati nurani. Itulah atheisme yang sebenarnya. Atheisme secara fakta sosial memang ada, akan tetapi secara sains tidaklah diakui keberadaannya. Menurut hasil riset bidang genetika, neurosains, dan psikologi. yang dilakukan oleh Dean Hammer, menyimpulkan salah satunya bahwa " kepercayaan kepada Tuhan adalah hal yang diturunkan secara genetik ". (Pasiak, 2012:299-300). Artinya bahwa setiap manusia terlahir memiliki program ketuhanan yang telah terinstall dalam dirinya sebelum pengaruh-pengaruh eksternal mengubahnya. Jadi sifat dasar manusia semua adalah berketuhanan, persis sebagaimana firman Allah swt dalam surat al-A'raf: 172 yang berbunyi: "Dan ingatlah ketika Tuhanmu keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan mengeluarkan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka seraya berfirman “Bukankah aku ini tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami)". Maka dari itu Allah swt. dan RasulNYA saw. Di dalam Al- Quran maupun hadis-hadisnya tidak ditemukan sama sekali pernyataan tentang ateisme. Allah swt dan Rasulullah saw senantiasa Iman, islam, dan ihsan adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Masingmasing menjadi pelengkap bagi yang lainnya. Hubungan yang saling terkait dan tidak dapat dipisahkan antara tiga kompenen iman, islam dan ihsan ini, oleh kuntowijoyo disebut sebagai rumusan pertama dari bangunan strukturalisme islam, yaitu interconnectedness. Dimana iman tidak dapat dipahami dengan sempurna tanpa islam, demikian pula islam tidak dapat dipahami tanpa iman dan ihsan. (Kuntowijoyo. 2006: 32).



D. Kesimpulan Iman dan cinta ibaratkan dua sisi mata uang yang berbeda akan tetapi tetap sama nilainya. la adalah kesadaran, dari sebuah pengetahuan melahirkan keyakinan, cinta dan pengorbanan. Islam adalah ekspresi pengorbanan Cinta dan iman dalam wujud komitmen kesetiaan dan ketaatan, keterikatan hubungan, peduli berbagi, empatii, kerinduan akan sebuah pertemuan dan persatuan. Ihsan adalah output dan capaian dari iman dan Islam, bailk spiritual maupun sosial. la adalah model ibadah cinta, secara persaksian dan kemaslahatan.