Makalah Pancasila Sebagai Sistem Filsafat (Kelompok 6) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT



MAKALAH



Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pancasila Semester Ganjil 2020/2021



Oleh: Anis Nur Laili



NIM: 202044510104



Dhifani Masruroh



NIM: 202044510107



Siti Inayah Wulandari Nur



NIM: 202044510114



FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAM ISLAM AL-FALAH AS-SUNNIYYAH KENCONG JEMBER 2020 i



KATA PENGANTAR



Bismillahirohmanirohim, Puji syukur kehadirat Allah SWT karena telah memberikan kesempatan pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-NYA lah penulis dapat menyelesaikan makalahyang berjudul PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT tepat waktu. Makalah Pancasila Sebagai Sistem Filsafat disusun guna memenuhi tugas Dosen pengampu mata kuliah PANCASILA di Institut Agama Islam Al-falah As-sunniyyah. Selain itu, penulis juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang Pancasila Sebagai Sistem Filsafat.



Penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada Bapak Ahmad Sudi Pratikno,M.pd. Selaku Dosen pengampu mata kuliah PANCASILA. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis. Penulis juga mengucapkan terimakasih pada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.



Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.



Penyusun



ii



DAFTAR ISI



Halaman SAMPUL ...................................................................................................................... i KATA PENGANTAR ................................................................................................. ii DAFTAR ISI ................................................................................................................ iii BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................. 2 1.3 Tujuan ................................................................................................................ 2 1.4 Manfaat .............................................................................................................. 2 BAB II. PEMBAHASAN ............................................................................................. 3 1 2 2.1 Pengertian Filsafat ............................................................................................. 4 2.2 Pancasila Sebagai Sistem Filsafat ...................................................................... 5 BAB III. PENUTUP ..................................................................................................... 13 3 3.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 13 3.2 Saran .................................................................................................................. 13 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 14



iii



BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Perkembangan masyarakat dunia yang semakin cepat secara langsung ataupun tidak langsung mengakibatkan perubahan besar pada berbagai bangsa di dunia. Gelombang besar kekuatan internasional dan transnasional melalui globalisasi telah mengancam, bahkan menguasai eksistensi Negara-negara kebangsaan termasuk Indonesia. Permasalahan kebangsaan dan kenegaraan di Indonesia menjadi semakin kompleks dan rumit manakala ancaman Internasioanal yang terjadi di satu sisi, pada sisi yang lain muncul masalah internal. Selain masalah dalam lingkup kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial, sekarang juga marak timbul permasalahan dalam lingkup agama. Contoh yang sering adalah kasus dugaan penistaan agama. Banyaknya permasalahan seperti contoh diatas jika terjadi terus-menerus maka bisa mengancam perpecahan antar agama. Prinsip dasar yang telah ditemukan oleh peletak dasar (the founding fathers) Negara Indonesia yang kemudian diabstraksikan menjadi suatu prinsip dasar filsafat hidup bangsa Indonesia saat ini mengalami ancaman dengan munculnya nilai-nilai baru dari luar dan pergeseran nilai-nilai yang terjadi. Secara ilmiah harus disadari bahwa masyarakat suatu bangsa memiliki suatu pandangan hidup atau filsafat hidup masing-masing yang berbeda dengan bangsa lain di dunia. Bangsa Indonesia tidak mungkin memiliki kesamaan pandangan hidup dan filsafat hidup dengan bangsa lain. Nampaknya saat ini bangsa Indonesia semakin lupa bahwa bumi ini semakin tua, dan tak dapat dipungkiri bahwa bumi tempat hunian umat manusia adalah hanya satu. Namun telah menjadi sunnatullah, bahwa para penghuninya terdiri dari berbagai etnis,suku,ras,bahasa,profesi,kultur dan agama. Dengan demikian kemajemukan adalah suatu keniscayaan dan merupakan suatu fenomena yang tidak bisa dihindari. Keragaman terdapat di perbagai ruang kehidupan,termasuk dalam kehidupan beragama.



1.2 Rumusan Masalah a)



Apa pengertian Filsafat?



b) Apa yang dimaksud Pancasila sebagai Sistem Filsafat?



1



1.3 Tujuan Adapun tujuan umum dan khusus dari pembuatan makalah ini yaitu: a. Agar kami mendapatkan nilai dari tugas dosen mata kuliah. b. Mengetahui aspek dari isi Pancasila sebagai sistem filsafat. c. Untuk mengetahui pengertian tentang sistem filsafat. d. Mengetahui manfaat dalam mempelajari filsafat. e. Mengetahui pengertian tentang filsafat Pancasila. f. Mengetahui Pancasila sebagai sistem filsafat. g. Bagi dosen sebagai tolak ukur atau penilaian terhadap mahasiswa dalam memahami pncasila sebagai sistem filsafat. h. Bagi penulis, sebagai sarana yang bermanfaat untuk memperoleh keterampilan dalam melakukan penulisan tentang Pancasila sebagai sistem filsafat.



1.4 Manfaat Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini adalah: a. Guna menambah wawasan para mahasiswa mengenai materi yang dibahas dalam makalah ini. b. Meningkatkan keterampilan para mahasiswa dalam membuat makalah dengan benar.



2



BAB II PEMBAHASAN



2.1 Pengertian Filsafat Secara etimologis filsafat berasal dari beberapa bahasa yaitu bahasa inggris dan bhasa yunani. Dalam bahasa inggris yaitu “philosophy” sedangkan dalam bahasa yunani yaitu “philein” atau “philos” dan “sofein” atau “sophi” ada pula yang mengatakan bahwa filsafat berasal dari bahasa arab yaitu “falsafah” yang artinya al-hikmah. Akan tetapi kata tersebut pada awalnya berasal dari bahasa yunani. philos yaitu cinta, sedangkan sophia artinya kebijaksanaan. Menurut Sutardjo A. Wiramihardja (2006 : 10), filsafat dapat diartikan sebagai pengetahuan tentang cara berpikir terhadap segala sesuatu atau sarwa sekalian alam. Artinya semua pembicaraan filsafat adalah segala hal menyangkut keseluruhan yang bersifat universal. Dengan demikian, pencarian kebenaran filosofis tak pernah berujung dengan kepuasan apalagi, memutlakkan sebuah kebenaran. Bahkan, untuk suatu yang “sudah” dianggap benar pun masih diragukan kebenarannya. Tidak ada kata puas apalagi final karena kebenaran apalagi final karena kebenaran akan mengikuti situasi dan kondisi dan alam pikiran manusia. Secara terminologis, filsafat mempunyai arti yang bervariasi. Juhaya S.Pradja (200:2) mengatakan bahwa arti yang sangat formal dari filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang dijunjung tinggi. Suatu sikap falsafi yang benar adalah sikap kritis dan mencari. Sikap itu merupakan sikap toleran dan terbuka dalam melihat persoalan dengar berbagai sudut pandang dan prasangka. Berfilsafat berarti tidak hanya membaca dan mengetahui filsafat. Sesorang memerlukan kebolehan berargumentasi, memakai teknis analisis, serta mengetahui bahan pengetahuan sehingga ia memikirkan dan



merasakan secara filsafi. Filafat mengantarkan semua yang



mempelajarinya ke dalam refleksi pemikiran yang mendalam dan penuh hikmah. Filsafat selalu mencari jawaban-jawaban, tetapi jawaban yang ditemukan tidak abadi. Oleh karena itu, filsafat tidak pernah selesai dan tidak pernah pada akhir sebuah masalah. Masalahmasalah fisafat tidak pernah selesai karena itulah sebenarnya berfilsafat. Filsafat adalah seni kritik yang bukan semata-mata membatasi diri pada destruksi atau seakan-akan takut untuk memawa pandangan positifnya sendiri. Franz Magnis Suseno menegaskan bahwa kritisnya filsafat adalah kritis dalam arti bahwa filsafat tidak pernah puas diri, tidak pernah membiarkan sesuau sebagai sudah selesai, bahkan senang, 3



untuk membuka kembali perdebatan, selalu dan secara hakiki bersifat dialektis dalam arti bahwa setiap kebenaran menjadi lebih benar dengan setiap putaran tesis-antitesis dan antitesisnya antetetis. Filsafat bersifat kritis pula apabila ia membangun suatu gedung teoretis, sebagaimana diperlihatkan dengan begitu megah oleh Hegel, filosof membangun sistem terbesar yang berhasil merumuskan sifat dialegtis yang hakiki bagi segenap filsafat sejati. Sifat kritis filsafat ditunjukkan dengan tiga pendekatan dalam filsafat, yakni pendekatan ontologis, epistemologis, dan aksiolohiss. Ahli filsafat selalu berpikir kritis dengan melakukan pemeriksaan kedua (a second look) terhadap bahan-bahan yang disajikan oleh paham orang awam (common sense). Memikirkan berbagai problem kehidupan dan menghadapi fakta-fakta yang ada hubungannya dengan masalah yang muncul. Dengan pengertian-pengertian filsafat di atas, dapat dipahami bahwa filsafat merupakan pengetahuan tentang cara berpikir kritis. Pengetahuan tentang kritik yang radikal, artinya sampai ke akar-akarnya, sampai pada konsekuensinya yang terakhir. Radiks artinya akar yang juga disebut arche sebagai ciri khas berpikir filosofis. Perbedaanya dengan pengetahuan adalah adanya asumsi sebagai titik tolak yang disebut sebagai keyakinan filsafati (philosophical belief). Radikal adalah asumsi yang tidak hanya dibicarakan, tetapi digunakan. Filsafat adalah pengetahuan tentang berpikir kritis sistematis;pengetahuan tentang pemahaman universal terhadap semua persoalan;dan pengetahuan tentang kebenaran pemikiran yang tanpa batas dan masalah yang tidak pernah tuntas.



2.2 Pancasila sebagai Sistem Filsafat a. Unsur identitas dan modernitas bangsa Secara Etimologis, istilah Pancasila menurut Muhammad Yamin berasal dari bahsa Sansekerta “panca” yang berarti lima, dan “sila” yang dapat memiliki dua arti: “syilla” yang berarti aturan atau tingkah laku yang dipandang baik atau norml atau penting: atau “syila” yang berarti asas, dasar atau sendi (Suhadi, 1986). Dengan demikian, Pancasila secara etimologis daat berarti “lima dasar” atau “lima aturan tingkah laku yang penting”. Arti kedua (syila) lebih bersifat luas dibanding arti pertama (syilla) yag berkonotasi moral praktis dan terbatas pada masalah tingkah laku.



4



Sepanjang sejarah diketahui bahwa istilah “pancasila” dalam pengertian syilla telah lama ada di nusantara, jauh sebelum berdirinya Indonesia. Sedangkan pada masa Indonesia lah istilah “pancasila” dipahami dalam pengertian syila sebagaimana diimplementasikan sebagai dasar filsafat negara. Pada masa kerajaan Budha di nusantara sekitar abad ke-8 M, istilah pancasila berarti “lima pantangan” yang tidak boleh dilakukanesorang yakni: membunuh, mencuri,berzina, berdusta, dan meminum minuman keras atau yang memabukkan. Pada masa Jawa kuno dalam kitab Negara Kertagama (1365M) terdapat makna pancasila yang bermakna juga “lima larangan” yang ditujukan kepada Raja dan masyarakat Majapahit pada waktu itu, yaitu larangan untuk berbuat: tindak kekerasan, mencuri,dengki, berdusta, dan minuman keras. Pada masa Jawa Kontemporer istilah pancasila berkonotasi dengan sebutan lain larangan ber-“ma-lima” yakni mateni (membunuh), maling (mencuri), madon (berzina), madat (bermabuk-mabukan) dan main (berjudi). Artinya masyarakat dianjurkan untuk tidak melakukan ma-lima. Semua ajaran moral pancasila dalam berbagai masa tersebut lebih banyak didasarkan atas satu rasionalitas, satu logika, dan juga pengalam hidup anggota masyarakat bahwa jika seseorang melakukan pelanggaran terhadapnya akan terkena berbagai masalahdan yang tidak jarang akan menyebabkan petaka. Pengertian “pancasila” dalam lintasan sejarah nusantara sebagaimana telah disebutkan menunjukkan masih sederhananya cakupan yang dimaksud, yakni sekedar mengatur bagaimana seorang individu menjalani hidup bermasyarakat, atau dimaknai sebagai aturan tingkah laku baik dan penting (sebagai “syilla”). Meskipun demikian hal ini sangat penting, terutama untuk menunjukkan bahwa istilah pancasila sebenarnya tidaklah merupakan hal asing dalam kehidupan masyarakat. Pada masa sekarang, Pancasila memperoleh makna yang lebih luas menyangkut landasan untuk satu tata kenegaraan Indonesia. Pancasila sebagai dasar negara Indonesia juga memiliki berbagai penafsiran yang tidak seragam sebagaimana terlihat dari sepanjang sejarah tahun 1945 hingga sekarang. Berbagai penafsiran tersebut pada hakikatnya merupakan usaha rasional dan filsafat untuk menentukan bagaimana Pancasila yang seharusnya. Munculnya Pancasila sebagai Dasar Negara bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah melalui tahap pengusulan oleh BPUPKI, tahap perumusan juga oleh



5



BPUPKI, dan tahap penetapan/pengesahan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 di Jakarta. Pancasila memiliki beberapa makna antara lain: 1) Asas dan Dasar Negara Kebangsaan RI (Muh. Yamin, BPUPKI, 29 Mei 1945). 2) Dasar Indonesia Merdeka (Ir. Soekarno, BPUPKI, 1 Juni 1945). 3) Dasar Negara RI yang berkedaulatan rakyat (panitia sembilan, BPUPKI, 22 Juni 1945). 4) Dasar filsafat Negara RI yang berkedaulatan rakyat (PPKI, 18 Agustus 1945). 5) Dasar Penyelenggara Pemerintahan Negara (RIS, dan UUDS, 1950-1959). 6) Dasar Filsafat Negara RI (Dekrit Presiden RI, 5 Juli 1959). Penerapan Teori Kausal Aristoteles (Notonegoro dalam Suhadi, 1986) untuk menjabarkan bahan, proses, dan hasil Pancasila adalah sebagai berikut. 1) Kausa Materialis artinya faktor bahan, Pancasila digali dari nilai budaya bangsa yang telah berusia ribuan tahun oleh para pendiri negara Indonesia seperti: Ir.Sukarno, Muh.Yamin, dan sebagainya melalui pembahasan bersama. 2) Kausa Formalis artinya faktor bentuk, Pancasila yang terdiri atas lima dasar kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia tertuang dalam Pembukaan UUD 1945. 3) Kausa Efisien artinya faktor proses, Pancasila digali dan dibahas secara bersama oleh BPUPKI untuk kemudian disahkan perumusannya oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. 4) Kausa Finalis artinya faktor tujuan, Pancasila bertujuan untuk dijadikan sebagai dasar negara Indonesia.



Pandangan dari Drijarkoro (1957), Muh. Yamin (1962), Roeslan Abdoelgani (1962), soediman Kartohadiprodjo (1969), dan Notonegoro (1976), menyatakan bahwa Pancasila memenuhi syarat dikatakan sebagai sebuah Filsafat,tepatnya Filsafat Negara, karena Pancasila merupakan hasil sebuah pemikiran secara mendalam., sistematis dan komprehensif tentang dasar kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Sunoto, 1985). Sebagai sebuah dasar negara, maka Pancasila dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia bukanlah sekedar sekumpulan ajaran moral. Pancasila merupakan sebuah sistem filsafat. Artinya, Pancasila merupakan sebuah rumusan ideal bagaimana bangun keindonesiaan yang dicita-citakan bangsa.



6



Pancasila merupakan sebuah identitas bagi bangsa, dan sekaligus landasan dalam menuju modernitasnya. Identitas Indonesia bukan sekedar dipertahankan tetapi selalu harus digali. Identitas harus mampu memadukandua unsur yang kontradiktif, tradisional dan modern. Dalam modernitas harus dijelaskan sejauh mana unsur modern yang dapat dipribumikandan sejauh mana unsur tradisional yang dapat dimodernkan. Identitas harus mampu mengintegrasikan berbgai warisan tradisional sekaligus mampu mendorong ke arah kemajuan dan modernisasi (Darmaputera, 1997).



b. Satu kesatuan sila-sila pancasila Pendekatan



ontologis



memperjelas



pengertian



pncasila



secara:



Esensial,Substansial,maupun Real (Sunoto,1985). Esensi Pancasila adalah intisari isi dari masing-masing sila dan akan diperoleh bahwa intiaridari isi masing-masing sila pancasila adalah Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan (Indonesia),Kerakyatan, dan Keadilan. Terdapat hubungan berbalik antara isi pengertian dan luas pengertian, yakni berarti bahwa semakin kecil isi pengertian justru akan menjadi semakinlua pengertian yang dikandungnya dan sebaliknya jika isi pengertiannya banyak maka luas pengertiannya semakin sedikit. Demikian halnya dengan esensi sila Pancasila, antara sila kesatu sampai kelima memiliki isi pengertian yang semakin banyak namun dengan luas pengertian yang semakin menyempit, yakni hanya untuk bangsa dan negara Indonesia, atau biasanya dapat digambarkan dalam bentuk wujud piramida terbalik dengan puncak dibawah. Substansi adalah unsur, dasar atau wujud primer sesuatu. Dalam hal ini secara substansial: Pancasila berasal dari dirinya sendiri (bangsa Indonesia), bukan dari unsur yang lainnya meskipun mungkin terdapat kemiripan. Satu kemiripan bisa saja terjadi karena manusia Indonesia juga adalah seperti manusia dibelahan bumi yang lain sehingga wajar jika ditemukan beberapa persamaan. Pancasila berasal dari bangsa Indonesia yang digali dan dikembangkan secara sistematis untuk dipraktikkan secara bersama dalam negara Indonesia. Pendekatan Kosmologis terhadap pengertian pancasila adalah bagaimana makna pengertian Pancasila yang terbebas dari makna yang insidental: ruang, waktu dan tempat guna menemukan maknanya yang universal (Sunoto, 1985). Dari penelaahan kosmologis diharapkan diperoleh pemahaman yang tepat dan khas tentang apa yang 7



dimaksud dengan pancasila. Secara formal pancasila dianggap telah lahir pada tanggal 1 juni 1945 atau ada yang berpendapat bahwa pancasila “belum dilahirkan” di bumi Indonesia. Pancasila belum pernah dilahirkan (berarti seharusnya “dilahirkan”) maksudnya bahwa pancasila belum terwujud secara utuh dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia sesuai makna filosofis yang dikandungnya. Pendekatan logis untuk memahami pancasila akan menemukan kaitan yang abstrak dan sistematis dari pola pemikiran yang ada dalam sila pancasila. Sebagai contoh sila pncasila adalah satu kesatuan yang bulat. Hal ini merupakan keharusan logis yang terkandung dalam pengertian pancasila, meskipun sebenarnya bisa saja dipahamibahawa sila dalam pancasila dapat berdiri sendiri-sendiri. Namun karena pada dasarnnya kelima unsur sila tersebut merupakan cerminan budaya, sebagai satu kesatuan relasi antar komponen yang terdapat di dalamnya, demikian halnya dengan pancasila merupakan satu kesatuan antar komponen yang terdapat di dalamnya. Terbukti dengan polemik yang berakhir pada dilarangnya Partai Komunis Indonesia (PKI) karena dipandang bertentangan dengan pancasila didalam makna satu kesatuan yang bulat. Pada hakikatnya sila tidaka dapat dipisahakan, artinya masing-masing sila tidak dapat dipahami secara lepas dari sila yang lain. Setiap satu sila mengandung pengertian empat sila lainnya atau prinsip saling mengkualifikasi dari sila-sila pancasila (Suhadi, 1986). Pancasila merupakan satu kesatuan sila di dalamnya, yang pola hubungan antara sila satu dengan lainnya dapat dijelaskan berdasarkan pola “hierarkhis piramidal” (Notonegoro dalam Sunoto (1985) dan Suhadi(1986) dengan ketentuan sebagai baerikut. 1) Sila yang di depan sila lainnya mendasari, meliputi, yang sila berikutnya. 2) Sila yang di belakang sila lainnya didasari, diliputi dan dijiwai sila yang mendahuluinya. 3) Sila yang kemudian merupakan penjelmaan atau pengkhususnan dari sila sebelumnya. Berdasarkan rumus hierarkhis piramidal tersebut maka: 1) Sila I mendasari, meliputi dan menjiwai sila-sila II,III,IV, dan V. 2) Sila II didasari, diliputi dan dijiwai sila I; dan mendasari, meliputi, dan menjiwai sila-sila III,IV, dan V.



8



3) Sila III didasari, diliputi, dan dijiwai sila-sila I dan II; dan mendasari,meliputi, dan menjiwai sila-sila IV dan V. 4) Sila IV didasari, diliputi dan dijiwai sila-sila I, II, dan III; dan mendasari, meliputi dan menjiwai sila V. 5) Sila V didasari, diliputi dan dijiwai sila-sila I, II, III, dan IV. Pancasila tidak dapat diperas menjadi Tri Sila (Ketuhanan, Sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi) maupun menjadi Eka Sila (Gotong royong), karena akan membiasakan kedalaman dan keruntutan arti dari kelima sila Pancasila tersebut. Sebagaimana Ir. Sukarno pernah mengusulkan Tri Sila maupun Eka Sila; khusus yang Eka Sila yakni “gotong royong” menurut dia merupakan paham yang sangat cocok dengan Indonesia, merupakan sesuatu yang dinamis melebihi kekeluargaan. Dari pilihan Pancasila, Tri Sila dan Eka Sila yang dipilih dan disetujui adalah Pancasila. Pancsila juga tidak dapat diperas menjadi paham NASAKOM (NasionalisAgama-Komunis), karena besarnya kontradiksi antara Agama dan Komunis, dan karena



bertentangan



dengan



penjelasan



Filsafat



Pancasila



yang



saling



mengkualifikasi dan bersifat hierarkhis piramidal.



c. Sistem dan Unsur Sistem Sistem dapat diartikan sebagai bagian yang berbeda-beda yang berhubungan satu sama lain menjadi satu kesatuan untuk menuju satu fungsi tertentu. Satu sistem menunjuk pada konotasi: pertama, adanya satu hal atau tata aturan atau susunan struktural dari bagiannya; kedua, adanya suatu rencana, metode, alat, atau tata cara untuk mencapai sesuatu (Amrin dalam Pelly, 1994). Sistem mengandung beberapa unsur yang harus ada di dalamya yakni : 1) Sistem terdiri atas sub sistem (bagian –bagian dari sistem). 2) Mempunyai tujuan atau sasaran. 3) Anatara sub sistem mempunyai hubungan saling ketergantungan dan merupakan satu kebulatan utuh. 4) Memiliki kemampuan mengatur dan menyesuaikan diri, dan mempunyai batas lingkup tersendiri. Batas lingkup bukan berarti sepenuhnya menutup diri, melainkan sebagai wujud eksistensi sistem tersebut. Pancasila dengan demikian juga merupakan sebuah sistem, dalam penjelasan tentang sila pancasila merupakan Satu Kesatuan tak terpisahkan telah ditunjukkan



9



bahwa hubungan dalam sila pancasila yang bersifat hierarkhis piramidal. Pancasila adalah satu sistem, yakni sistem filsafat. Konsekuensi logis implementasi Pancasila sebagai sistem filsafat maka ia akan mendasari pelaksanaan konkret kehidupan bernegara Indonesia, baik itu akan tercermin dalam sistem ekonomi, budaya, hukum, pertahanan, etika sosial, teknologi, pendidikan. Tetapi apakah sistem filsafat Pancasila sudah sedemikian tercermin dalam kehidupan bernegara Indonesia?



d. Sistem Liberal, sistem Komunis, dan sistem Pancasila Ada dua pertanyaan penting menyangkut sistem filsafat Pancasila sebenernya yang membedakannya dengan sistem filsafat lain? Kedua, sejauhmana transformasi sistem filsafat Pancasila tersebut kedalam berbagai bidang? Untuk pertanyaan pertama, sedikit banyak sudah dibahas dalam sub bab (B) Sistem Filsafat Pancasila. Sistem filsafat Pancasila berbeda dengan sistem filsafat yang lain (liberal maupun komunis). Beberapa pokok persoalan dapat digambarkan sebagai berikut : Liberal



Sistem ekonomi



Sistem politik



Komunis



Kapitalisme :



Sosialisme :



Pancasilaisme :



-Kecilnya peran



-Kecilnya peran



Keseimbanganperan



pemerintah



swasta



pemerintah dan



-Dominannya



-Dominannya



swasta



swasta



peran pemerintah



Demokrasi



Demokrasi



Demokrasi



liberal :



komunis :



pancasila :



Jaminan



Ekspresi rakyat



Pengaturan



kebebasan rakyat



yang terkontrol



kebebasan dan



untuk berekspresi



Sistem budaya



Pancasila



kontrol



-Kebebasan



-Dominasi



-Keselarasan



individu



kelompok



individu dalam



-Pengakuan HAM



-Pengakuan Hak



kelompok



Dasar



-HAM yang terkontrol



10



Dari tabel tersebut, telah tampak perbedaan sistem filsafat Pancasila dengan sistem filsafat lain. Permasalahannya, sejauh mana sistem filsafat Pancasila menghadapi berbagai tantangan dan kendala? Persoalan konkret kehidupan berbangsa dan bernegara terkadang berbeda dengan gagasan konseptual ideal. Perbedaan antara yang konseptual dengan yang konkret bisa diterima dalam batas kewajaran jika dikarenakan masalah keterbatasan interpretasi dan implementasi. Namun, jika perbedaan yang konseptual dan yang konkret karena sengaja dibuat demikian, sengaja dibelokkan untuk kepentingan elemen tertentu saja, maka hal ini akan dapat menyebabkan melemahnya sistem filsafat Pancasila bahkan pengakuan terhadap keabsahan sistem tersebut. Praktik doktrinasi, terjadinya kolusi, korupsi dan nepotisme, dapat memperburuk citra sistem filsafat Pancasila, bahkan menjadi signai terhadap sistem filsafat Pancasila. Pemerintah sudah semestinya dengan menggunakan prinsip yang yang berimbang untuk mengembangkan implementasi sistem filsafat Pancasila dalam berbagai bidang : ekonomi, politik, pendidikan, budaya, dan seterusnya, dengan tanpa mengurangi kebebasan individu atau rakyat untuk juga berekspresi menciptakan berbagai model yang barangkali sesuai dan atau dapat menunjang sistem filsafat Pancasila. Jika hal ini mampu terus diwujudkan, dengan keyakinan penuh, maka bangsa ini akan mampu menjadi bangsa yang mandiri, kreatif dan inovatif, tidak sekedar mengekor atau serta tergantung kepada bangsa lain. Pertanyaanya, sejauhmana kita siap menjadi bangsa yang seperti ini? Kegagalan Orde Lama dan Orde Baru (tanpa bermaksud mengabaikan keberhasilannya) harus menjadi pelajaran yang berharga untuk semakin menemukan jati diri dan kekuatan nasioanal. Seandainya sekarang pun, (era reformasi) bangsa ini gagal memperkuat sistem filsafat Pancasila maka muskil menghindari penilaian negatif terhadapnya: Pancasila hanya sekedar „tong kosong‟ (Van Der Kroef), Pancasila sebagai „tong berisi pertentangan‟ (Howard Wriggins), Pancasila sebagai „obat bius dan alat mental‟ bagi status quo (Harry J.Benda), Pancasila sebagai semantic confusion saja, akibat kekacauan berpikir, Pancasila sekedar kumpulan lima kebaiakan (Liatyono, dkk., 2003). Pancasila sudah seharusnya tidak dimaknai sekedar sebagai “The five Principles of Ethic”, tetapi sebenarnya merupakan “The Five Principles of Indonesian Nationality”.



11



Yang perlu terus dipertahankan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ini adalah bagaimana kekondusifan jati diri Pancasila ini dapat terus dibina, ditumbuhkan dan dkembangan, menuju Indonesia yang berdiri sejajar dengan bangsa lain dalam suasana yang adil dan sejahtera. Itulah pekerjaan rumah bagi setiap generasi.



12



BAB III PENUTUP



3 3.1 Kesimpulan Pada masa sekarang, Pancasila memperoleh makna yang lebih luas menyangkut landasan untuk satu tata kenegaraan Indonesia. Pancasila sebagai dasar negara Indonesia juga memiliki berbagai penafsiran yang tidak seragam sebagaimana terlihat dari sepanjang sejarah tahun 1945 hingga sekarang. Berbagai penafsiran tersebut pada hakikatnya merupakan usaha rasional dan filsafat untuk menentukan bagaimana Pancasila yang seharusnya. Pancasila



merupakan sebuah sistem, dalam penjelasan tentang sila pancasila



merupakan Satu Kesatuan tak terpisahkan telah ditunjukkan bahwa hubungan dalam sila pancasila yang bersifat hierarkhis piramidal. Pancasila adalah satu sistem, yakni sistem filsafat. Pancasila sudah seharusnya tidak dimaknai sekedar sebagai “The five Principles of Ethic”, tetapi sebenarnya merupakan “The Five Principles of Indonesian Nationality”. Yang perlu terus dipertahankan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ini adalah bagaimana kekondusifan jati diri Pancasila ini dapat terus dibina, ditumbuhkan dan dkembangan, menuju Indonesia yang berdiri sejajar dengan bangsa lain dalam suasana yang adil dan sejahtera. . 3.2 Saran Pemerintah sudah semestinya dengan menggunakan prinsip yang berimbang untuk mengembangkan implementasi sistem filsafat Pancasila dalam berbagai bidang : ekonomi, politik, pendidikan, budaya, dan seterusnya, dengan tanpa mengurangi kebebasan individu atau rakyat untuk juga berekspresi menciptakan berbagai model yang barangkali sesuai dan atau dapat menunjang sistem filsafat Pancasila. Jika hal ini mampu terus diwujudkan, dengan keyakinan penuh, maka bangsa ini akan mampu menjadi bangsa yang mandiri, kreatif dan inovatif, tidak sekedar mengekor atau serta tergantung kepada bangsa lain.



13



DAFTAR PUSTAKA



Casas, A., Blances, J., & Lira, R. (2016). Mexican ethnobotany: Interactions of people and plants in Mesoamerica. In Lira, R., Casas, A., & Blancas, J. Ethnobotany of Mexico (pp. 1-19). New York: Springer.



Abdul Hakim, Atang, M.A. Drs. dan Drs. Beni Ahmad Saebani, M.Si. 2006. Filsafat Umum Dari Mitologi Sampai Teofilosofi, Bandung: Pustaka Setia.



Chang, C., & Yang, Y, C. (2013). Empowering students thorugh digital ame authorship: Enhancing concentration, critical thinking, and academic achievement. Computers & Education, 68(2013), 334-344. http://dx.doi.org/10.1016/j.compedu.2013.05.023



Daryanto. (2012). Media pembelajaran. Bandung: Satu Nusa. Hergenhahn, B. R., & Olson, M. H. (2008). Theories of learning (7thed.).(Terjemahan Triwibowo B. S). Jakarta: Kencana. (Edisi asli diterbitkan oleh Pearson Education New Jersey Upper Saddle River).



14



15