Makalah Patofisiologi Sistem Pernafasan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH PATOFISIOLOGI DALAM KEBIDANAN ‘Mengidentifikasi Patofisiologi Sistem Pernafasan” Dosen Pengampu dr. Rini Listyaningrum, M.Sc,SpPK



Disusun Oleh: 1. Kurnia Mawardani



P1337424818116



2. Majen Sari Haloho



P1337424818117



3. Mariana Mar’atussolihah



P1337424818118



POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SEMARANG PROFESI KEBIDANAN SEMARANG 2018



BAB I PENDAHULUAN



A.



Latar Belakang Manusia merupakan makhluk hidup yang senang beraktivitas. Kebutuhan manusia sangatlah banyak dan diantaranya ialah kebutuhan manusia akan udara. Udara dibutuhkan untuk membawa limbah-limbah yang harus dikeluarkan. Fungsi pernapasan akan bekerja sama dengan sistem transportasi agar proses metabolisme pada tubuh dapat berjalan dengan baik. Sistem respirasi atau pernapasan merupakan salah satu studi terhadap struktur dan fungsi tubuh manusia. Sistem pernapasan pada manusia terjadi melalui saluran penghantar udara yaitu alat-alat pernapasan yang terdapat dalam tubuh, dimana masing-masing alat pernapasan tersebut memiliki fungsi yang berbeda-beda. Sistem pernapasan atau sistem respirasi adalah sistem organ yang digunakan untuk pertukaran gas. Pada hewan berkaki empat, sistem pernapasan umumnya termasuk saluran yang digunakan untuk membawa udara ke dalam paru-paru dimana terjadi pertukaran gas. Diafragma menarik udara masuk dan juga mengeluarkannya. Berbagai variasi sistem pernapasan ditemukan pada berbagai jenis makhluk hidup. Akan tetapi, dari berbagai macam bentuk, organ serta fungsinya, sebagian besar dari kita tidak mengetahui bagaimana proses dari sistem pernapasan tersebut.



B.



Rumusan Masalah 1. Bagaimana anatomi dan fisiologi sistem pernafasan? 2. Bagaimana patofisiologi yang berkaitan dengan penyakit pernafasan? 3. Bagaimana farmakologi yang lazim digunakan dan penatalaksanaan penyakit pernafasan?



1



C.



Tujuan 1. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi sistem pernafasan. 2. Untuk mengetahui patofisiologi yang berkaitan dengan penyakit pernafasan. 3. Untuk



mengetahui



farmakologi



yang



lazim



digunakan



dan



penatalaksanaan penyakit pernafasan.



2



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



A.



Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernafasan 1. Pengertian sistem pernafasan Respirasi atau pernapasan merupakan pertukaran Oksigen (O2) dan karbondioksida (CO2) antara sel-sel tubuh serta lingkungan. Semua sel mengambil Oksigen yang akan digunakan dalam bereaksi dengan senyawa-senyawa sederhana dalam mitokondria sel untuk menghasilkan senyawa-senyawa kaya energi, air dan karbondioksida. Jadi, pernapasan juga dapat di artikan sebagai proses untuk menghasilkan energi. Sistem pernafasan berperan dalam menjamin ketersediaan oksigen untuk kelangsungan metabolism sel-sel tubuh dan pertukaran gas. Melalui peran sistem respirasi oksigen diambil dari atmosfir, lalu ditransport masuk ke paru-paru dan terjadi pertukaran gas oksigen dengan karbondioksida di alveoli, selanjutnya oksigen akan di difusi masuk ke kapiler darah untuk dimanfaatkan oleh sel dalam proses metabolisme. 2. Anatomi sistem pernafasan a. Rongga hidung Hidung adalah bangunan berongga yang terbagi oleh sebuah sekat di tengah menjadi rongga hidung kiri dan kanan. Hidung meliputi bagian eksternal yang menonjol dari wajah dan bagian internal berupa rongga hidung sebagai alat penyalur udara. Di bagian depan berhubungan keluar melalui nares (cuping hidung) anterior dan di belakang berhubungan dengan bagian atas farings (nasofaring). Masing-masing rongga hidung dibagi menjadi bagian vestibulum, yaitu bagian lebih lebar tepat di belakang nares anterior, dan bagian respirasi.



3



Terdadapat 3 fungsi rongga hidung: 1)



Dalam hal pernafasan : udara yang di inspirasi melalui rongga hidung akan menjalani 3 proses yaitu penyaringan (filtrasi), penghanatan, dan pelembaban.



2)



Ephithelium olfactory : bagian meial rongga hidung memiliki fungsi dalam penerimaan bau.



3)



Rongga hidung juga berhubungan dengan pembentukan suarasuara fenotik dimana ia berfungsi sebagai ruang resonasi.



b. Faring Faring merupakan saluran yang memiliki panjang kurang lebih 13 cm yang menghubungkan nasal dan rongga mulut kepada larings pada dasar tengkorak. Faring dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: 1) Nasofaring, yang terletak di bawah dasar tengkorak, belakang dan atas palatum molle. Pada bagian ini terdapat dua struktur penting yaitu adanya saluran yang menghubungkan dengan tuba eustachius dan tuba auditory. Tuba Eustachii bermuara pada nasofaring dan berfungsi menyeimbangkan tekanan udara pada kedua sisi membrane timpani. Apabila tidak sama, telinga terasa sakit. Untuk membuka tuba ini, orang harus menelan. Tuba Auditory yang menghubungkan nasofaring dengan telinga bagian tengah. 2) Orofaring merupakan bagian tengah farings antara palatum lunak dan tulang hyodi. Pada bagian ini traktus respiratory dan traktus digestif menyilang dimana orofaring merupakan bagian dari kedua saluran ini. Orofaring terletak di belakang rongga mulut dan permukaan belakang lidah. Dasar atau pangkal lidah berasal dari dinding anterior orofaring, bagian orofaring ini memiliki fungsi pada system pernapasan dan system pencernaan. refleks menelan berawal dari orofaring menimbulkan dua perubahan makanan terdorong masuk ke saluran cerna (oesophagus) dan secara



4



stimulant, katup menutup laring untuk mencegah makanan masuk ke dalam saluran pernapasan. Orofaring dipisahkan dari mulut oleh fauces. Fauces adalah tempat terdapatnya macam-macam tonsila, seperti tonsila palatina, tonsila faringeal, dan tonsila lingual. 3) Laringofaring terletak di belakang larings. Laringofaring merupakan posisi terendah dari farings. Pada bagian bawah laringofaring system respirasi menjadi terpisah dari sitem digestif. Udara melalui bagian anterior ke dalam larings dan makanan lewat posterior ke dalam esophagus melalui epiglottis yang fleksibel. c. Larings (kotak suara) Larings adalah suatu katup yang rumit pada persimpangan antara lintasan makanan dan lintasan udara. Laring terangkat dibawah lidah saat menelan dan karenanya mencegah makanan masuk ke trakea. Fungsi utama pada larings adalah untuk melindungi jalan napas atau jalan udara dari farings ke saluran napas lainnya, namun juga sebagai organ pembentuk suara atau menghasilkan sebagian besar suara yang dipakai berbicara dan bernyanyi. Larings ditunjang oleh tulang-tulang rawan, diantaranya yang terpenting adalah tulang rawan tiroid, yang khas nyata pada pria, namun kurang jelas pada wanita. Di bawah tulang rawan ini terdapat tulang



rawan



krikoid,



yang



berhubungan



dengan



trakea.



Epiglotis terletak diatas seperti katup penutup. Epiglotis adalah sekeping tulang rawan elastis yang menutupi lubang larings sewaktu menelan dan terbuka kembali sesudahnya. Pada dasarnya, Larings bertindak sebagai katup, menutup selama menelan unutk mencegah aspirasi cairan atau benda padat masuk ke dalam batang tracheobronchial. Disamping fungsi dalam produksi suara, ada fungsi lain yang lebih penting, yaitu Larings bertindak sebagai katup selama batuk, penutupan pita suara selama batuk, memungkinkan terjadinya



5



tekanan yang sangat tinggi pada batang tracheobronchial saat otot-otot trorax dan abdominal berkontraksi, dan pada saat pita suara terbuka, tekanan yang tinggi ini menjadi penicu ekspirasi yang sangat kuat dalam mendorong sekresi keluar. d. Trakea Trakea adalah tabung terbuka berdiameter 2,5 cm dan panjang 10 sampai 12 cm. Trakea terletak di daerah leher depan esophagus dan merupakan pipa yang terdiri dari gelang-gelang tulang rawan. Di daerah dada, trakea meluas dari larings sampai ke puncak paru, tempat ia bercabang menjadi bronkus kiri dan kanan. Jalan napas yang lebih besar ini mempunyai lempeng-lempeng kartilago di dindingnya, untuk mencegah dari kempes selama perubahan tekanan udara dalam paruparu. Tempat terbukanya trakea disebabkan tunjangan sederetan tulang rawan (16-20 buah) yang berbentuk huruf C (Cincin-cincin kartilago)



dengan



bagian



terbuka



mengarah



ke



posterior



(esofagus). Trakea dilapisi epitel bertingkat dengan silia (epithelium yang menghasilkan lendir) yang berfungsi menyapu partikel yang berhasil lolos dari saringan hidung, ke arah faring untuk kemudian ditelan atau diludahkan atau dibatukkan dan sel gobet yang menghasikan mukus. Potongan melintang trakea khas berbentuk huruf D. e. Bronkus Bronkus yang terbentuk dari belahan dua trakea pada ketinggian kira-kira vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkusbronkus itu berjalan ke bawah dan kesamping ke arah tampuk paru. Trakea bercabang menjadi bronkus utama (primer) kiri dan kanan. Bronkus kanan lebih pendek, lebih lebar, dan lebih vertikal daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi dari arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri disebut bronkus lobus



6



bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelurn di belah menjadi beberapa cabang yang berjalan ke lobus atas dan bawah. Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris (sekunder) dan kemudian menjadi lobus segmentalis (tersier). Percabangan ini berjalan terus menjadi bronchus yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronkhiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara). Bronkhiolus terminalis memiliki diameter kurang lebih 1 mm. saluran ini disebut bronkiolus. Bronkiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Bronkiolus memasuki lolubus pada bagian puncaknya, bercabang lagi membentuk empat sampai tujuh bronkiolus terminalis. Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkbiolus terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru. Alveolus adalah unit fungsional paru. Setiap paru mengandung lebih dari 350 juta alveoli, masing-masing dikelilingi banyak kapiler darah. Alveoli bentuknya peligonal atau heksagonal. Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronkhiolus dan respiratorius (lintasan berdinding tipis dan pendek) yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya. f. Paru-paru Paru-paru adalah struktur elastis sperti spons. Paru-paru berada dalam rongga torak, yang terkandung dalam susunan tulangtulang iga dan letaknya di sisi kiri dan kanan mediastinum (struktur blok padat yang berada di belakang tulang dada. Paru-paru menutupi jantung, arteri dan vena besar, esophagus dan trakea). Paru-paru memilki:



7



1) Apeks, Apeks paru meluas kedalam leher sekitar 2,5 cm diatas calvicula. 2) Permukaan costo vertebra, menempel pada bagian dalam dinding dada 3) Permukaan mediastinal, menempel pada perikardium dan jantung. 4) Basis, Terletak pada diafragma. Paru-paru juga di lapisi oleh pleura yaitu parietal pleura (dinding thorax) dan visceral pleura (membrane serous). Di antara rongga pleura ini terdapat rongga potensial yang disebut rongga pleura yang didalamnya terdapat cairan surfaktan sekitar 10-20 cc cairan yang berfungsi untukmenurunkan gaya gesek permukaan selama pergerakan kedua pleura saat respirasi. Tekanan rongga pleura dalam keadaan



normal



ini



memiliki



tekanan



2,5



mmHg.



Paru kanan relative lebih kecil dibandingkan yang kiri dan memiliki bentuk bagian bawah seperti concave karena tertekan oleh hati. Paru kanan dibagi atas tiga lobus yaitu lobus superior, medius dan inferior. Paru kiri dibagi dua lobus yaitu lobus superior dan inferior. Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastik yang mengandung pembuluh limfe, arteriola, venula, bronchial venula, ductus alveolar, sakkus alveolar dan alveoli. Paru-paru divaskularisasi dari dua sumber, yaitu: 1) Arteri bronchial yang membawa zat-zat makanan pada bagian conduction portion, bagian paru yang tidak terlibat dalam pertukaran gas. Darah kembali melalui vena-vena bronchial. 2) Arteri dan vena pulmonal yang bertanggungjawab pada vaskularisasi bagian paru yang terlibat dalam pertukaran gas yaitu alveolus. g. Pembuluh darah dan Persyarafan



8



Persyarafan penting dalam aksi pergerakan pernapasan disuplai melalui nervus phrenicus dan nervus spinal thoraxic. Nervus phrenicus mempersyarafi diafragma, sementara nervus spinal thoraxic mempersyarafi intercosta. Di samping syaraf-syaraf tersebut, paru juga dipersyarafi oleh serabut syaraf simpatis dan para simpatis. Di dalam paru terdapat peredaran darah ganda. Darah yang miskin oksigen dari ventrikel kanan masuk ke paru melalui arteri pulmonalis. Selain system arteri dan vena pulmonalis, terdapat pula arteri dan vena bronkialis, yang berasal dari aorta, untuk memperdarahi jaringan bronki dan jaringan ikat paru dengan darah kaya oksigen. Ventilasi paru (bernapas) melibatkan otot-otot pernapasan, yaitu diafragma dan otot-otot interkostal. Selain ini ada otot-otot pernapasan tambahan seperti otot-otot perut. 3. Fisiologi Sistem Pernafasan Fungsi



paru-paru



adalah



pertukaran



gas



oksigen



dan



karbondioksida. Pada pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan eksterna, oksigen diambil melalui hidung dan mulut pada waktu bernafas, oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronkial ke alveoli, dan dapat berhubungan erat dengan darah didalam kapiler pulmonaris. Hanya satu lapis membrane yaitu membrane alveoli kapiler, yang memisahkan oksigen dari darah. Oksigen menembus membrane ini dan diambil oleh hemoglobin sel darah merah dan dibawa ke jantung. Dari sini di pompa kedalam arteri kesemua bagian tubuh. Darah meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen 100 mmHg dan pada tingkat ini hemoglobin 95% jenuh oksigen. Didalam paru-paru, karbondioksida salah satu hasil buangan metabolism, menembus membrane alveolar kapiler dari kapiler darah ke alveoli dan setelah melalui pipa bronkial dan trakea, dan dikeluarkan melalui hidung dan mulut.



9



Semua proses ini diatur sedemikian sehingga darah yang meninggalkan



paru-paru



menerima



jumlah



tepat



oksigen



dan



karbondioksida. Pada waktu gerak badan, lebih banyak darah datang di paru-paru membawa terlalu banyak karbondioksida dan sedikit oksigen, jumlah karbondioksida itu tidak dikeluarkan, maka konsentrasinya dalam darah arteri bertambah. Hal ini merangsang pusat pernafasan dalam otak untuk memperbesar kecepatan dan dalamnya pernafasan. Penambahan ventilasi ini mengeluarkan karbondioksida dan mengambil lebih banyak oksigen. Pernafasan jaringan atau pernafasan interna. Darah yang telah menjenuhkan hemoglobin dengan oksigen melewati seluruh tubuh dan akhirnya mencapai kapiler, dimana darah bergerak sangat lambat. Sel jaringan mengambil oksigen dari hemoglobin untuk memungkinkan oksigen berlangsung dan darah menerina sebagai gantinya yaitu karbondioksida.



B.



Patofisiologi yang Berkaitan Dengan Penyakit Pernafasan 1. Bronkitis a. Definisi Bronkitis adalah suatu infeksi saluran pernafasan yang menyebabkan inflamasi yang mengenai trakea, bronkus utama dan menengah yang bermanifestasi sebagai batuk dan biasanya akan membaik tanpa terapi dalam 2 minggu. Bronkitis umumnya disebabkan oleh virus seperti Rhinovirus, RSV, virus influensa, virus parainfluensa, Adenovirus, virus rubela, dan Paramyxovirus dan bronkitis karena bakteri biasanya dikaitkan dengan Mycoplasma pneumonia, Bordetella



pertusis,



atau Corynebacterium



diptheriae (Sudoyo, 2009). Bronkitis karena bakteri Corynebacterium diptheriae onkitis dibagi menjadi dua (Pearce, 2007) yaitu :



10



1) Bronkitis Akut Merupakan infeksi saluran pernafasan akut bawah. Ditandai dengan awitan gejala yang mendadak dan berlangsung lebih singkat. Pada bronkitis jenis ini, inflamasi (peradangan bronkus biasanya disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri, dan kondisinya diperparah oleh pemaparan terhadap iritan, seperti asap rokok, debu, asap kimiawi, dll. 2) Bronkitis Kronis Ditandai dengan gejala yang berlangsung lama (3 bulan dalam setahun selama 2 tahun berturut-turut). Pada brokitis kronik peradangan bronkus tetap berlanjut selamabenerapa waktu dan terjadi obstruksi/ hambatan pada aliran udara yang normal di dalam bronkus. b. Patofisiologi Serangan bronchitis akut dapat timbul dalam serangan tunggal atau dapat timbul kembali sebagai eksaserbasi akut dari bronchitis kronis. Pada umunya, virus merupakan awal dari serangan bronchitis akut pada infeksi saluran nafas bagian atas. Dokter akan mendiagnosis bronchitis kronis jika pasien mengalami batuk atau mengalami produksi sputum kurang lebih selama tiga bulan dalam satu tahun atau paling sedikit dalam dua tahun berturut-turut (Sudoyo, 2009). Serangan bronchitis disebabkan karena tubuh terpapar agen infeksi maupun noninfeksi (terutama rokok), iritan (zat yang menyebabkan iritasi) akan menyebabkan timbulnya respon iflamasi yang menyebabkan vasodilatasi,



kongesti,



edema



mukosa,



dan bronkospasme. Tidak seperti empisema, bronchitis lebih memengaruhi jalan nafas kecil dan besar dibandingkan alveoli. Dalam keadaan bronchitis, aliran udara masih memungkinkan tidak mengalami hambatan (Sudoyo, 2009).



11



Pada keadaan normal, paru paru memiliki kemampuan yang disebut mucocilliary defence yaitu system penjagaan paru paru yang dilakukan oleh mucus dan silliary. Pada pasien dengan bronchitis akut, system mucocilliary defence paru paru mengalami kerusakan sehingga lebih muda terserang infeksi. Ketika infeksi timbul, kelenjar mucus akan menjadi hipertropi atau hyperplasia (ukuran membesar dan jumlah bertambah) sehingga produksi mucus akan meningkat. Infeksi juga menyebabkan dinding bronkial meradang, menebal, (sering kali sampai dua kali ketebalan normal) dan mengeluarkan mucus kental. Adanya mucus kental dari dinding bronkial dan mucus yang dihasilkan dari kelenjar mucus dalam jumlah banyak akan menghambat beberapa aliran udara kecil dan mempersempit saluran udara besar (Sudoyo, 2009). Mukus



yang



kental



dan



pembesaran



bronkus



akan



mengobstruksi jalan nafas terutama selama ekspirasi. Jalan napas selanjutnya mengalami kolaps dan udara terperangkap dari bagian distal pada paru-paru. Obstruksi ini menyebabkan penurunan ventilasi alveolus, hipoksia, dan asidosis. Pasien mengalami kekurangan O2 jaringan dan ratio ventilasi perfusi abnormal timbul, dimana terjadi penurunan PO2. Kerusakan ventilasi juga dapat meningkat nilai PCO2 sehingga pasien terlihat sianosis. Sebagai kompensasi dari hipoksemia,



maka



terjadi



polisitemia



(produksi



eritrosit



berlebihan) (Sudoyo, 2009). Pada saat penyakit bertambah parah, sering ditemukan produksi sejumlah sputum yang hitam, biasanya karena infeksi pulmonary. Selama infeksi, pasien mengalami reduksi pada FEV dengan peningkatan pada RV dan FRC. Jika masalah tersebut tidak ditanggulangi, hipoksemia akan timbul yang akhirnya menuju penyakit cor pulmonal dan CHF (Congestive Heart Failure) (Sudoyo, 2009).



12



2. Efusi Pleura a. Definisi Efusi pleura adalah akumulasi cairan pleura akibat peningkatan kecepatan produksi cairan, penurunan kecepatan pengeluaran cairan atau keduanya, disebabkan oleh satu dari lima mekanisme berikut (Sudoyo, 2009): 1) Peningkatan tekanan pada kapiler subpleura/ limfatik 2) Peningkatan permeabilitas kapiler 3) Penurunan tekanan osmotik koloid darah 4) Peningkatan tekanan negative intrapleura 5) Kerusakan drainase limfatik ruang pleura b. Manifestasi Klinis Biasanya



disebabkan



oleh penyakit



dasar.



Pneumonia



menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis, sementara efusi maligna dapat mengakibatkan dispnea dan batuk. Efusi pleura yang luas akan menyebabkan sesak napas. Area yang mengandung cairan atau menunjukkan bunyi napas minimal atau tidak sama sekali menghasilkan bunyi datar, pekak saat diperkusi. Egoni akan terdengar di atas area efusi. Deviasi trakea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan pleural yang signifikan. Bila terdapat efusi pleural kecil sampai sedang, dyspnea mungkin saja tidak terdapat (Sudoyo, 2009). Manifestasi klinis yang muncul pada pasien dengan efusi pleura (Nurarif & Kusuma, 2015): 1) Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak napas. 2) Adanya



gejala-gejala



penyakit



penyebab



seperti



demam,



menggigil, dan nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi



13



(kokus), subfebril (tuberkulosis), banyak keringat, batuk, banyak riak. 3) Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan pleural yang signifikan. 4) Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu). 5) Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani di bagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga GroccoRochfusz, yaitu derah pekak karena cairan mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronchi. 6) Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura. 3. Pneumonia Umumnya mikroorganisme bakteri, jamur, fungi, aspirasi penyebab pneumonia masuk melalui saluran pernapasan bagian atas, masuk bronkiolus dan alveoli. Mikroorganisme dapat meluas dari alveoli ke alveoli diseluruh segmen atau lobus. Timbulnya hepatisasi merah akibat perembesan eritrosit dan beberapa leukosit dari kapiler paru. Alveoli menjadi penuh dengan cairam edema yang berisi eritrosit dan fibrin serta relatif sedikit leukosit sehingga kapiler alveoli menjadi melebar dan penurunan jaringan efektif paru. Paru menjadi terisi udara, kenyal, dan berwarna merah, stadium ini dinamakan hepatisasi merah. Pada tingkat lanjut, aliran darah menurun, alveoli penuh dengan leukosit dan relatif sedikit eritrosit dan terjadi fagositosis dengan cepat oleh leukosit dan saat resolusi berlangsung, makrofag masuk ke dalam alveoli. Paru masuk dalam tahap hepatisasai abu-



14



abu dan tampak berwarna abu-abu kekuningan. Secara perlahan-lahan sel darah merah mati, dan eksudat-fibrin dibuang dari alveoli. Stadium ini disebut stadium resolusi (Syaifuddin, 2006). 4. Tuberkulosis Paru a. Pengertian Tuberkulosis Paru (TB Paru) Tuberkulosis paru merupakan suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberculosis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernapasan bagian bawah yang sebagian besar basil tuberkulosis masuk ke dalam jaringan paru melalui airbone infection dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai fokus primer dari ghon (Pearce, 2007). b. Patofisiologi Penyebaran kuman Mycobacterium tuberculosis bisa masuk melalui tiga tempat yaitu saluran pernapasan, saluran pencernaan dan adanya luka yang terbuka pada kulit. Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibersinkan atau dibatukkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban (Sudoyo, 2009). Dalam suasana lembab dan gelap kuman Mycobacterium tuberculosis dapat tahan selama berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terhirup oleh orang sehat akan menempel pada jalan napas atau paru-paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukurannya kurang dari 5 mikromilimeter (Sudoyo, 2009). Tuberkulosis merupakan penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag sedangkan limfosit (sel T) adalah imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini biasanya lokal, melibatkan makrofag yang diaktifkan di tempat infeksi oleh limfosit dan limfokinnya. Respon ini desebut sebagai reaksi hipersensitifitas (Sudoyo, 2009).



15



Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil. Gumpalan basil yang besar cenderung tertahan di hidung dan cabang bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada di ruang alveolus biasanya di bagian bawah lobus atas paru-paru atau di bagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak didaerah tersebut dan memfagosit bakteria namun tidak membunuh organisme ini. Sesudah hari-hari pertama leukosit akan digantikan oleh makrofag (Sudoyo, 2009). Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler akan sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa atau proses akan berjalan terus dan bakteri akan terus difagosit atau berkembang biak didalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini butuh waktu 10-20 hari (Sudoyo, 2009). Nekrosis pada bagian sentral memberikan gambaran yang relatif padat seperti keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang terjadi nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya



akan



membentuk



suatu



kapsul



yang



mengelilingi



tuberkel (Sudoyo, 2009). Lesi



primer



paru



dinamakan focus ghon dan



gabungan



terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Respon lain yang dapat terjadi di daerah nekrosis adalah pencairan dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkel yang dilepaskan dari dinding kavitas akan



16



masuk kedalan percabangan trakeobronkhial. Proses ini dapat terulang lagi kebagian paru lain atau terbawa kebagian laring, telinga tengah atau usus (Sudoyo, 2009). Kavitas kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen brokus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat dengan perbatasan bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan dan lesi mirip dengan lesi kapsul yang terlepas. Keadaan ini dapat dengan tanpa gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan brokus sehingga menjadi peradangan aktif (Sudoyo, 2009). Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, kadang dapat menimbulkan lesi pada organ



lain



(ekstrapulmoner).



Jenis



penyebaran



ini



disebut



limfohematogen yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen biasanya merupakan fenomena akut yang dapat menyebabkan tuberkulosis milier. Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme yang masuk kedalam sistem vaskuler dan tersebar ke dalam sitem vaskuler ke organ-organ tubuh (Sudoyo, 2009). 5. Asma Menurut Sudoyo, dkk (2009) obstruksi jalan nafas pada asma merupakan kombinasi dari spasme otot bronkus sumbatan mucus edema dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi bertambah berat selama ekspirasi karena secara fisiologis saluran nafas menyempit selama fase tersebut yang mengakibatkan udara distal tempat terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa diekspirasi.



17



Selanjutnya terjadi peningkatan volume residu, kapasitas residu fungsional (KRF) dan pasien pasien akan bernafas pada volume yang tinggi mendekati kapasitas paru total. Keadaan hiper inflasi ini bertujuan agar saluran nafas tetap tebuka dan pertukaran gas berjalan lancar. Untuk mempertahankan hiperinflasi ini diperlukan otot-otot bantu nafas (Pearce, 2007). Gangguan yang berupa obstruksi saluran nafas dapat dinilai secara obsjektif dengan VEP 1 (volume ekspirasi paksa detik pertama) atau APE (arus puncak ekspirasi) sedangkan penurunan KVP (kapasitas vital paksa) menggambarkan derajat hiper inflasi paru. Penyempitan saluran nafas dapat terjadi baik pada saluran nafas sedang, besar maupun kecil. Di dalam mengi menandakan ada penyempitan di saluran nafas besar, sedangkan pada saluran nafas kecil gejala batuk dan sesak lebih dominan dibading mengi (Sudoyo, 2009) Penyempitan saluran nafas ternyata tidak merata diseluruh bagian paru. Ada daerah-daerah yang kurang mendapat ventilasi sehingga darah kapiler yang melalui daerah tersebut mengalami hipoksia. Penurunan PAO2 kemungkinan merupakan kelainan pada asma subklinis. Untuk mengatasi kekurangan oksigen tubuh melakukan hiperventilasi agar kebutuhan oksigen terpenuhi. Tetapi akibatnya pengeluaran CO2 menjadi berlebihan. Sehingga



PACO2



menurun



yang



kemudian



menimbulkan



alkaliosisrespiratorik (Pearce, 2007). Pada asma berat banyak saluran nafas dan alveolus tertutup oleh mucus sehingga tidak memungkinkan terjadinya pertukaran gas. Hal ini menyebabkan hipoksemia dan kerja otot-otot pernafasan bertambah berat serta terjadi peningkatan produksi CO2 yang disertai dengan penurunan ventilasi alveolus menyebabkan retensi CO2 (hiperkapnie) dan terjadi asidosis respiratorik (gagal nafas). Hipoksemia yang berlangsung lama menyebabkan asidosis metabolic dan konstriksi pembuluh darah paru yang kemudian menyebabkan shunting yaitu peredaran darah tanpa melalui unit



18



pertukaran gas yang baik sehingga memperburuh hiperkapnia (Sudoyo, 2009). Penyempitan saluran nafas pada asma menyebabkan hal-hal sebagai berikut: a. Gangguan ventilasi berupa hipoventilasi b. Ketidakseimbangan ventilasi perfusi dimana distrinusi ventilasi tidak setara dengan sirkulasi darah paru c. Gangguan difusi gas ditingkat alveoli Ketiga faktor tersebut akan menyebabkan hiperkapnia, hipoksemia, asidosis respiratori pada tahap yang sangat lanjut (Sudoyo, 2009). 6. Faringitis a. Pengertian Faringitis adalah infeksi pada faring yang disebabkan oleh virus dan bakteri, yang ditandai oleh adanya nyeri tenggrokan, faring eksudat dan hiperemis, demam, pembesaran limfonodi leher dan malaise. (Vincent, 2004) Faringitis adalah imflamasi febris yang disebabkan oleh infeksi virus yang tak terkomplikasi biasanya akan menghilang dalam 3 sampai 10 setelah awitan. Faringitis terjadi pada semua umur dan tidak dipengaruhi jenis kelamin, tetapi frekuensi yang paling tinggi terjadi pada anak-anak. Faringitis akut jarang ditemukan pada usia dibawah 1 tahun. Insedensi meningkat dan mencapai puncaknya pada usia 4-7 tahun, tetapi tetap berlanjut sepanjang akhir masa nak-anak dan kehidupan dewasa. Kematian akibat faringitis jarang terjadi, tetapi dapat terjadi sebagai hasil dari komplikasi penyakit ini. b. Etiologi 1) Faringitis bisa disebabkan oleh virus maupun bakteri. Kebanyakan disebabkan oleh virus, termasuk virus penyebab common cold, flu, adenovirus, mononukleosis atau HIV. Bakteri yang menyebabkan faringitis



adalah



streptokokus



grup



A,



korinebakterium,



19



arkanobakterium,



Neisseria



gonorrhoeae



atau



Chlamydia



pneumoniae. 2) Virus, 80 % sakit tenggorokan disebabkan oleh virus, dapat menyebabkan demam 3) Batuk dan pilek. Dimana batuk dan lendir (ingus) dapat membuat tenggorokan teriritasi. 4) Virus coxsackie (hand, foot, and mouth disease). 5) Alergi. Alergi dapat menyebabkan iritasi tenggorokan ringan yang bersifat kronis (menetap). 6) Bakteri streptokokus, dipastikan dengan Kultur tenggorok. Tes ini umumnya dilakukan di laboratorium menggunakan hasil usap tenggorok pasien. Dapat ditemukan gejala klasik dari kuman streptokokus seperti nyeri hebat saat menelan, terlihat bintik-bintik putih, muntah – muntah, bernanah pada kelenjar amandelnya, disertai pembesaran kelenjar amandel. Faringitis juga bisa timbul akibat iritasi debu kering, meroko, alergi, trauma tenggorok (misalnya akibat tindakan intubsi), penyakit refluks asam lambung, jamur, menelan racun, tumor. c. Patofisiologi Penularan terjadi melalui droplet, kuman menginfiltrasi lapisan epitel kemudian bila epitel terkikis maka jaringan limpoid superficial bereaksi terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada stadium awal terdapat hiperemi, kemudian oedem dan sekresi yang meningkat. Eksudat mula-mula serosa tapi menjadi menebal dan cenderung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring. Dengan hiperemi pembuluh diding darah menjadi lebar. Bentuk sumbatan yang berwarana kuning, putih,atau abu-abu terdapat pada folikel atau jaringanlimpoid. Tampak bahwa folikel limpoid dan bercak-bercak pada dinding faring posterior atau terletak lebih



20



kelateralmenjadi meradang dan membengkaksehingga timbul radang pada tenggorokan atau faringitis.



7. Emfisema a. Pengertian Emfisema



adalah penyakit



paru



obstruktif



kronik



(PPOK) .Emfisema didefinisikan patologis sebagai pembesaran permanen abnormal ruang udara distal ke bronkiolus terminal, disertai dengan kerusakan dinding alveolar dan tanpa fibrosis jelas. Emfisema sering terjadi dalam hubungan dengan bronkitis kronis. Ini 2 perusahaan tersebut telah secara tradisional dikelompokkan di bawah payung istilah COPD. Pasien telah diklasifikasikan sebagai memiliki PPOK dengan baik emfisema atau bronkitis kronis dominasi. Definisi PPOK saat ini diajukan oleh Prakarsa Global untuk Penyakit Paru Obstruktif Kronik (GOLD) tidak membedakan antara emfisema dan bronkitis kronis. b. Patofisiologi Emfisema adalah diagnosis patologis didefinisikan oleh pembesaran permanen airspaces distal ke bronkiolus terminal. Hal ini menyebabkan penurunan dramatis dalam luas permukaan alveolar tersedia



untuk



pertukaran



gas.Selanjutnya,



kehilangan



alveoli



menyebabkan aliran udara pembatasan oleh 2 mekanisme. Pertama, kehilangan hasil dinding alveolar pada penurunan mundur elastis, yang mengarah ke aliran udara terbatas. Kedua, hilangnya struktur pendukung alveolar menyebabkan penyempitan saluran napas, yang selanjutnya membatasi aliran udara. Emfisema sering menyajikan dengan bronkitis kronis. Bronkitis kronis mengakibatkan obstruksi dengan menyebabkan penyempitan



21



baik besar dan kecil (12 thn, sehari 3 x 30 mg untuk 23 hari pertama. Kemudian sehari 3 x 15 mg. Anak-anak 5-12 thn, sehari 2-3 x 15 mg Anak 2-5 thn, sehari 3 x 7,5 mg (2,5 ml sirop) Anak * bromheksin: oral 3-4 dd 8-16 mg (klorida) anak-anak 3 dd 1,6-8 mg. Nama obat



Dosis lazimnya



Kegunaannya



28



Asetilsistein



200 mg, 3 x sehari



Bromheksin



8 mg, 2-3 x sehari



Guaifenesin



100mg, 3 x sehari



Gliseril Guaikolat



50-100mg, 2-3 x sehari



ekspektoran



c. Inhalasi inhalasi adalah suatu cara penggunaan adrenergika dan korrtikosteroida yang memberikan beberapa keuntungan dibandingkan pengobatan per oral. Efeknya lebih cepat, dosisnya jauh lebih rendah dan tidak diresorpsi ke dalam darah sehingga resiko efek sampingnya ringan sekali. Dalam sediaaninhalasi, obat dihisap sebagai aerosol (nebuhaler) atau sebagai serbuk halusv (turbuhaler). Inhalasi dilakukan 3-4 kali sehari 2 semprotan, sebaiknya pada saat-saat tertentu, seperti sebelum atau sesudah mengelularkan ternaga, setelah bersentuhan dengan zat-zat yang merangsang (asap rokok, kabut, alergan, dan saat sesak napas). Contoh obat: minyak angin (aromatis), Metaproterenol dosis: isoproterenol atau isuprel: 10-20 mg setiap 6-8 jam (dewasa). 510 mg setiap 6-8 jam. d. Kromoglikat Kromoglikat sangat efektif sebagai obat pencegah serangan asma dan bronchitis yang bersifat alergis, serta konjungtivitis atau rhinitis alergica dan alergi akibat bahan makanan. Efek samping berupa rangsangan lokal pada selaput lender tenggorok dan trachea, dengan gejala perasaan kering, batuk-batuk, kadang-kadang kejang bronchi dan serangan asma selewat. Wanita hamil dapat menggunakan obat ini. Contoh obat:



29



Natrium kromoglikat dipakai untuk pengobatan, pencegahan pada asma bronchial dan tidak dipakai untuk serangan asma akut. Metode pemberiannya adalah secara inhalasi dan obat ini dapat dipakai bersama dengan adrenergic beta dan derivate santin. Obai ini tidak boleh dihentikan secara mendadak karena dapat menimbulkan serangan asma., e. Kortikosteroid Kortikosteroid berkhasiat meniadakan efek mediator, seperti peradangan dan gatal-gatal. Penggunaannya terutama bermanfaat pada serangan asma akibat infeksi virus, selian itu juga pada infeksi bakteri untuk melawan reaksi peradangan. Untuk mengurangi hiperreaktivitas bronchi, zat-zat ini dapat diberikan per inhalasi atau peroral. Penggunaan oral untuk jangka waktu lama hendaknya dihindari, karena menekan fungsi anak ginjal dan dapat mengakibatkan osteoporosis. Contoh obat : hidrokortison, deksamethason, beklometason, budesonid. Nama Obat



Dosis Lazim



Albuterol



2 – 4 mg, 3-4x, maks 8 mg Asma



Salbutamol



2 – 4 mg, 3-4x, maks 8 mg



Terbutalin



2,5 – 5 mg, 3 x sehari



Fenoterol



200



Salmeterol



(inhalasi)



ug,



2



Kegunaan



x



sehari



50 ug, 2 x sehari (inhalasi) Teofilin



100 – 200 mg setiap 6-12



Aminofilin



jam 200 – 3—mg setiap 6-8 jam



30



Ipatropium



40 ug, 3-4 kali sehari



Bromid



(inhalasi)



f. Antiasma dan Bronkodilator Contoh Obat: teofilin Terdapat bersama kofein pada daun the dan memiliki sejumlah khasiat antara lain spamolitis terhadap otot polos khususnya pada bronchi, menstimuli jantung dan mendilatasinya serta menstimulasi SSP dan pernapasan. Reabsorpsi nya di usus tidak teratur. Efek sampingnya yang terpenting berupa mual dan muntah baik pada penggunaan oral maupun parienteral. Pada overdosis terjadi efek sentral (sukar tidur, tremor, dan kompulsi) serta gangguan pernapasan juga efek kardiovaskuler. Dosis: 3-4 dd 125-250 mg microfine (retard) Teofilin dapat diberikan dengan cara injeksi dalam bentuk aminofilin, suatu campuran teofilin dengan etilendiamin. Stimulan adrenoseptor, contoh obat salbutamol, terbutalin sulfat, efedrin hidroklorida. g. Antitussiva Antitusif adalah obat yang menghambat reflek batuk. Batuk sebenarnyaa merupakan mekanisme perlindungan dan membersihkan saluran pernapasan dari zat-zat yang tidak diingikan oleh tubuh. Dalam kondisi tertentu, misalnya pada inflamasi atau kanker terjaadi reflek batuk yang berlebihan yang dapat mengganggu. Batuk yang demikian perlu diredakan dan antitusif dapat bermanfaat. Antitusif yang digunakan dalam klinik jumlahnya tidak banyak, yaitu kodein, dextrometorfan, noaskapin, dan uap mentol. 1) Kodein



31



Kodein bekerja menurunkan sensitifitas pusat batuk dari rangsangan. Kodein pada dosis rendah (10-20mg) berefek sebagai antitusif tetapi pada dosis yang lebih besar juga berefek sebagai analgetik. Efek samping obat ini adalah konstipasi, mual, sedasi ringan, dan depresi pernapasan. Obat ini tergolong narkotika. Penggunaan kodein selain sebagai antitusif adalah analgetik dan mengurangi ketergantungan terhadap heroin (sebagai terapi subtitusi). 2) Dextrometorfan Obat ini merupakn L – Isomer dari opioid (kodein) yang juga aktif sebagai antitusif, namun tidak mempunyai efek analgetik. Obat ini tidak menimbulkan ketergantungan sebagaimana kodein dan efek konstipasinya lebih ringan 3) Uap mentol Uap mentol dapat menurunkan sensitifitas dari faring dan laring terhadap iritasi, sehingga mengurangi timbulnya reflek batuk. Obat ini biasanya diberikan secara inhalasi atau bentuk gosok. Nama obat



Dosis lazimnya



Kodein



10-20 mg setiap 4-6 jam, maks 120mg



Dextrometorfan



10-20 mg setiap 4 jam, maks 120mg



Uap mentol



10-20 mg setiap 4-6 jam, maks 120mg



Penggolongan lain dari antitussiva menurut titik kerjanya, yaitu : 1) Zat-zat sentral SSP Menekan rangsangan batuk di pusat batuk (modula), dan mungkin juga bekerja terhadap pusat saraf lebih tinggi (di otak) dengan efek menenangkan. a) Zat adiktif: doveri , kodein, hidrokodon dan normetadon.



32



b) Zat nonadiktif : noskopin, dekstrometorfan, pentosiverin. 2) Zat-zat perifer di luar SSP Emollionsia, ekspektoransia, mukolitika, anestetika local dan zat-zat pereda. 2. Penatalaksanaan a. Hipoksia Penilaian dari pengelolaan jalan napas harus dilakukan dengan cepat, tepat dan cermat. Tindakan ditujukan untuk membuka jalan napas dan menjaga agar jalan napas tetap bebas dan waspada terhadap keadaan klinis yang menghambat jalan napas.Penyebab sumbatan jalan napas yang tersering adalah lidah dan epiglotis, muntahan, darah, sekret, benda asing, trauma daerah maksilofasial. Pada penderita yang mengalami penurunan kesadaran maka lidah akan jatuh ke belakang menyumbat hipofarings atau epiglotis jatuh kebelakang menutup rima glotidis. Dalam keadaan seperti ini, pembebasan jalan napas dapat dilakukan tanpa alat maupun dengan menggunakan jalan napas buatan. Membuka jalan napas tanpa alat dilakukan dengan cara Chin lift yaitu dengan empat jari salah satu tangan diletakkan dibawah rahang ibu jari diatas dagu, kemudian secara hati-hati dagu diangkat ke depan. Bila perlu ibu jari dipergunakan untuk membuka mulut/bibir atau dikaitkan pada gigi seri bagian bawah untuk mengangkat rahang bawah. Manuver Chin lift ini tidak boleh menyebabkan posisi kepala hiperekstensi. Cara Jaw Thrust yaitu dengan mendorong angulus mandibula kanan dan kiri ke depan dengan jari-jari kedua tangan sehingga barisan gigi bawah berada di depan barisan gigi atas, kedua ibu jari membuka mulut dan kedua telapak tangan menempel pada



33



kedua pipi penderita untuk melakukan immobilisasi kepala. Tindakan jaw thrust buka mulut dan head tilt disebut airway manuver. Jalan napas orofaringeal. Alat ini dipasang lewat mulut sampai ke faring sehingga menahan lidah tidak jatuh menutup hipofarings. Jalan napas nasofaringeal. Alat di pasang lewat salah satu lubang hidung sampai ke faring yang akan menahan jatuhnya pangkal lidah agar tidak menutup hipofaring. Untuk sumbatan yang berupa muntahan, darah, sekret, benda asing dapat dilakukan dengan menggunakan alat penghisap atau suction. Ada 2 macam kateter penghisap yang sering digunakan yaitu rigid tonsil dental suction tip atau soft catheter suction tip. Untuk menghisap rongga mulut dianjurkan memakai yang rigid tonsil/dental tip sedangkan untuk menghisap lewat pipa endotrakheal atau trakheostomi menggunakan yang soft catheter tip. Jangan menggunakan soft catheter tip lewat lubang hidung pad penderita yang den gan fraktur lamina cribosa karena dapat menembus masuk rongga otak. Harus diperhatikan tata cara penghisapan agar tidak mendapatkan komplikasi yang dapat fatal.



Benda asing misalnya



daging atau patahan gigi dapat



dibersihkan secara manual dengan jari-jari. Bila terjadi tersedak umumnya “nyantol”didaerah subglotis, dicoba dulu dengan cara back blows, abdominal thrust. b. Faringitis Untuk faringitis virus penanganan dilakukan dengan memberikan aspirin atau asetaminofen cairan dan istiraha baring. Kmpikasi seperti sinutitis atau pneumonia biasanya disebabkan oleh bakteri Karena danya nekrosis epitel yang disebabkan oleh virus sehingga untuk mengatasi komplikasi ini dicadangkan untuk menggunakan antibiotka.



34



Untuk feringitis bakteri paling bail diobati dengan pemberian penisilin G sebanyak 200.000-250.000 unit, 3-4 kali sehari selama 10 hari, pemberian obat ini biasanya akan menghasilkan respon klinis yang cepat dengan terjadinya suhu badan dalam waktu 24 jam.. erritrimisisn atau klindamisin merupakan obat alin dengan hasil memuaskan jika penderita alergi terhadap penisilin. Jika penderita menderita neyri tenggerokan yang sangat hebat, selain terpi obat pemberian kompres panas atau dingin pada leher dapat membantu meringankan nyeri. Berkumur-kumur dengan larutan garam hangat dapat pula meringankan gejala nyeri tenggorokan dan hal ini dapat disarankan pada anak-anak yang lebih besar untuk dapat bekerja sama c. Asidosis Pengobatan asidosis respiratorik bertujuan untuk meningkatkan fungsi dari paru-paru. Obat-obatan untuk memperbaiki pernafasan bisa diberikan kepada penderita penyakit paru-paru seperti asma dan emfisema. Pada penderita yang mengalami gangguan pernafasan yang berat, mungkin perlu diberikan pernafasan buatan dengan bantuan ventilator mekanik. Intervensi keperawatan yang bisa dilakukan pada Asidosis Respiratorik: 1) Perbaiki ventilasi pernapasan ( melakukan dilator bronkial, antibiotik, O2 sesuai perintah. 2) Pantau TTV 3) Jaga keadequatan hidrasi (2 – 3 L cairan perhari) 4) Berikan oksigenasi yang adekuat 5) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat : Narcan, Nabic 6) hati-hati dalam mengatur ventilator mekanik jika digunakan. 7) Monitor intake dan output cairan, TTV, arteri gas darah dan pH.



35



BAB III PENUTUP



A. Kesimpulan Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen serta menghembuskan udara yang banyak mengandung karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Pengisapan udara ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi. Jadi dalam paruparu terjadi pertukaran zat antara oksigen yang ditarik dari udara masuk ke dalam darah dan CO2 dikeluarkan dari darah secara osmosis. Seterusnya CO2 akan dikeluarkan melalui traktus respiratorius dan masuk ke dalam tubuh melalui kapiler-kapiler vena pulmonalis. Sebagai sisa dari proses pembakaran adalan CO2 dan zat ini dikeluarkan melalui peredaran darah venda masuk ke jantung. Akhirnya dikeluarkan menembus lapisan epitel dari alveoli. Proses pengeluaran CO2 ini adalah sebagian dari sisa metabolism, sedangkan sisa dari metabolism lainnya akan dikeluarkan melalui traktus urogenitalis dan kulit. Adapun organ-organ sistem pernafasan meliputi: hidung, faring, laring, trakea, bronkus, dan paru-paru. Sedangkan patofisiologi penyakit sistem pernafasan meliputi: asma, bronchitis, TB paru, pneumonia, dll.



36



DAFTAR PUSTAKA



Dr. Tambayong, Jan. 1999. Anatomi dan Fisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC. Pearce, Evelyn. 1993. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta: PT. Gramedia. Priyatno. 2010. Farmakologi Dasar. Lembaga Studi dan Konsultasi Farmakologi (LESKONFI): Depok