Makalah Pekat 2015 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Kepolisian memiliki peranan penting dalam mewujudkan keamanan dan kenyamanan dalam kehidupan bermasyarakat, kepolisian merupakan lembaga pengayom masyarakat dalam segala kondisi sosial yang caruk maruk. Peran kepolisian dapat dikatakan sebagai aspek kedudukan yang berhubungan dengan kedudukanya sebagai pelindung masyarakat. Keamanan dalam negeri merupakan syarat utama dalam mendukung terwujudnya masyarakat madani yang adil makmur dan beradab. Pemeliharaan keamanan dalam negeri tersebut dapat dilaksanakan melalui upaya penyelenggaraan fungsi Kepolisian Negara yang meliputi keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Dewasa ini telah terjadi perubahan paradigma dalam sistim ketatanegaraan yang jelas dan menegaskan adanya pemisahan kelembagaan Tentara nasional Indonesia dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan fungsi dan peran masing masing. Keamanan dan ketertiban masyarakat penuhdibebankan kepada tugas fungsi Kepolisan Negara. Untuk itu peran dari Kepolisian Negara telah dituangkan dalam Undang Undang nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dalam pasal 2 dari Undang Undang ini disebutkan bahwa fungsi kepolisian



adalah



pemeliharaan



salah



keamanan



satu fungsi



pemerintahan



dan ketertiban



masyarakat,



perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat.



negara



di



bidang



penegakan



hukum,



Adanya penegakan hukum yang baik akan tercipta kepastian hukum dan akan menambah rasa keadilan yang dirasakan masyarakat banyak, hal ini akan meningkatkan peran masyarakat dalam tujuan nasional membangun negara. Penegak hukum sangat diperlukan oleh bangsa Indonesia ini dalam proses pembangunan nasional, dan penegak hukum dalam masyarakat ini dibebankan kepada kepolisian negara. Kepolisian Negara Republik Indonesia memiliki tugas yang cukup berat dalam upaya pencegahan terjadinya pelanggaran dan kejahatan, pelayanan masyarakat dan melindungi serta mentertibkan masyarakat, disamping tugas tugas administratif dalam tubuh lembaga kepolisian negara sendiri dan membantu kemananan negara. Maraknya penyakit masyarakat tentunya tidaklah datang secara tiba-tiba namun merupakan hasil suatu proses yang berlangsung dalam waktu yang relatif lama. Secara garis besar munculnya pekat ini dapat dilihat dari 2 (dua) sisi yaitu eksternal dan internal. Faktor eksternal yatu adanya pengaruh budaya luar yang langsung ditiru oleh masyarakat tanpa dilakukan upaya penyaringan. Munculnya sikap seperti ini lebih banyak menimpa masyarakat yang menganggap bahwa semua pengaruh dari luar berarti mengarah pada kemajuan dan modernisasi. Akibatnya, upaya penyaringan tidak secara tepat dilakukan bahkan bisa terjadi perilaku yang selama ini telah mengakar dalam masyarakat akan mudah digantikan dengan perilaku yang baru. Kondisi ini akan semakin mudah terjadi manakala pengaruh teknologi informasi sudah merambah ke pelosok-pelosok daerah.



Faktor internal, faktor ini bersumber dari diri masyarakat itu sendiri baik yang berasal dari keluarga maupun masyarakat secara luas. Pemicu Pekat yang sifatnya internal bisa disebabkn tingkat pendidikan masyarakat yang relatif rendah, tingkat kesejahteraan yang minim, rendahnya pemahaman spiritual/moralitas masyarakat. Misalnya munculnya kekerasan masa sekarang ini marak terjadi di masyarakat dipicu oleh adanya kesenjangan yang sangat dalam antara simiskin dan sikaya. Kesenjangan ini menyebabkan timbulnya rasa iri dan frustasi sehinga memunculkan dendam yang mendalam yang setiap saat dapat berubah menjadi amuk massa (kerusuhan) apabila ada pemicunya.



B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian tersebut diatas, tulisan ini secara khusus akan membahas permasalahan : 1. Bagaimana menanggapi penyakit masyarakat pada saat ini? 2. Apa saja bentuk-bentuk penyakit masyarakat yang ada di Kota Padang? 3. Sejauh mana peran Polri dalam pencegahan dan pemberantasan penyakit masyarakat?



BAB II PEMBAHASAN



1. Apa yang dimaksud dengan penyakit masyarakat. Penyakit masyarakat merupakan obyek studi dalam sosiologidan sudah terdapat rumusan-rumusan dari pakar tentang artinya. Menurut B. Simanjutak , S.H dalam bukunya “Patologi Sosial” merumuskan sebagi suatu gejala dimana tidak ada penyesuaian antara berbagai unsure dari suau keseluruhan sehingga dapat membahayakan kehidupan kelompok atau yang sangat merintang, pemuasan keinginan-keinginan fundamental dari anggota-anggota dengan akibatnya, bahwa pengikatan sosial salah sama sekali. Selanjutnya B. Simanjutak ,S.H menterjemahkan dari rumusan-rumusan Gilin-Gilin tentang patologi social sebagai terjadinya Meladjustment yang serius diantara berbagai unsur dalam keseluruhan konfigurasi kebudayaan sedemikian rupa sehingga kelangsungan hidup suatu kelompok sosial menghambat pemuasan kebutuhan asasi anggota kelompok yang mengakibatkan hancurnya ikatan sosial diantara mereka. Penyakit masyarakat gejala yang membuat masyarakat seluruhnya atau sebagian tidak berfungsi sebagai wadah yang memberi kemungkinan kepada warganya mencari dan memenuhi kebutuhan hidupnya (sandang, pangan, papan dan kesehatan). Gejala yang demikian disebabkan oleh perbuatan sekelompok warga masyarakat secara berulang yang oleh masyarakat dianggap sebagai penyakit masyarakat. Berbagai faktor yang menyebabkan warga masyarakat melakukan penyimpangan, yang berbuntut pada pelanggaran hukum atau gangguan kamtibmas.



Yang sesungguhnya penyimpangan itu, diketahui dan disadari betul oleh warga masyarakat dan para aparat penjaga kamtibmas dan penegak hokum. Faktor lainnya pun sudah diketahui pasti para pemimpin negeri ini, sehingga kalau mereka bertindak benar dalam penanganannya penyimpangan itu bisa hilang. Sebagai contoh faktor terpuruknya ekonomi ditambah faktor lingkungan pergaulan dan lingkungan keluarga yang longgar, disebut sebagai penyebab munculnya perilaku menyimpang warga masyarakat, seperti praktik prostitusi. Pemberantasannya makin sulit karena perangkat hukum yang ada tidak sempurna, atau masih menyisakan celah. 2. Apa saja bentuk-bentuk penyakit masyarakat yang ada di Kota Padang. Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dalam lampiran ketetapannya Nomor II/TAP/MPRS/1960 menyebutkan bahwa penyakit masyarakat adalah sebagai berikut : 1) Pengemisan; 2) Pelacuran; 3) Perjudian; 4) Pemadatan, pemabukan. Hal ini disadari oleh pembuat undang-undang, sehingga yang ditentukan sebagai tindakan kepolisian, dalam UU Kepolisian Nomor 13 Tahun 1961 jo UU Kepolisian Nomor 2 Tahun 2002 adalah “mencegah dan memberantas menjalarnya penyakit-penyakit masyarakat yang akan menjadi kejahatan dan pelanggaran. Dalam hal ini Kepolisian Negara bekerja dengan Departemen Kesejahteraan dan instansiinstansi lainnya yag bersangkutan”.



Sedangkan di Kota Padang, penyakit masyarakat yang sering terjadi antara lain: 1) Minuman keras; 2) Perjudian; 3) Pornografi dan prostitusi; 4) Pungli dan premanisme. Pemerintah Kota Padang sudah mengantisipasi penyakit masyarakat ini dengan menerbitkan Peraturan Daerah Kota Padang, antara lain: 1) Perda Kota Padang No. 4 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Perda Kota Padang No. 11 Tahun 2005 tentang



Ketertiban Umum dan Ketentraman



Masyarakat. 2) Perda Kota Padang No. 8 Tahun 2012 tentang Pengawasan, Pengedalian dan Pelarangan Minuman Berakohol. Pemerintah dalam hal ini juga sudah melakukan upaya pencegahan dan memberikan sanksi terhadap kegiatan penyakit masyarakat dengan mengeluarkan Peraturan Perundangan-Undangan seperti: 1) Permendag RI No. 6 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Permendag No. 20 Tahun 2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap



Pengadaan,



Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol. 2) Pasal 303 KUHP tetang Perjudian. 3) Pasal 296 KUHP tentang Kejahatan terhadap Kesusilaan. 4) UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. 5) UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. 6) Pasal 368 KUHP tentang Pengancaman dan Pemerasan. 3. Bagaimana peran Polri dalam pencegahan dan pemberantasan penyakit masyarakat. 1) Pembinaan masyarakat (Pre-emtif).



Segala usaha dan kegiatan pembinaan masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum dan peraturan perundang-undangan. Tugas Polri dalam bidang ini adalah Community Policing, dengan melakukan pendekatan kepada masyarakat secara sosial dan hubungan mutualisme, maka akan tercapai tujuan dari community policing tersebut. Namun, konsep dari Community Policing itu sendiri saat ini sudah bias dengan pelaksanaannya di Polres-polres. Sebenarnya seperti yang disebutkan diatas, dalam mengadakan perbandingan sistem kepolisian Negara luar, selain harus dilihat dari administrasi pemerintahannya, sistem kepolisian juga terkait dengan karakter sosial masyarakatnya. Konsep Community Policing sudah ada sesuai karakter dan budaya Indonesia dengan melakukan sistem keamanan lingkungan (siskamling) dalam komunitas-komunitas desa dan kampung, secara bergantian masyarakat merasa bertangggung jawab atas keamanan wilayahnya masing-masing. Hal ini juga ditunjang oleh kegiatan Bhabinkamtibmas yang setiap saat harus selalu mengawasi daerahnya untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan khusus. Bentuk-bentuk kegiatan Pre-emtif antara lain: a. Polri bersama dengan masyarakat melakukan pencegahan penyakit masyarakat (pekat) melalui program dan strategi Polmas; b. Dialog interaktif melalui siaran radio tentang pemberantasan penyakit masyarakat (pekat) dan cara mengantisipasinya; c. Memberikan himbauan, pembinaan dan penyuluhan kepada mahasiswa, pelajar, dan masyarakat tentang bahaya penyakit masyarakat (pekat); d. Mengoptimalkan peran Bhabinkamtibmas untuk melaksanakan sambang desa melalui program Polmas dalam rangka menyampaikan informasi Kamtibmas dan pentingnya keamanan swakarsa; e. Mengedepankan peran Tomas, Toga dan Todat untuk bersama-sama menciptakan situasi Kamtibmas yang kondusif dan berantas pekat;



f. Memberdayakan FKPM dalam mencegah dan memberantas penyakit masyarakat (pekat); g. membuat selebaran/pamflet/brosur tentang informasi Kamtibmas yang terjadi sehingga masyarakat dapat mengetahui perkembangan kejadian kriminalitas guna pencegahan, penangkalan dan penanggulangan gangguan Kamtibmas dan penyakit masyarakat (pekat). 2) Pencegahan (Preventif). Segala usaha dan kegiatan di bidang kepolisian preventif untuk memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, memelihara keselematan orang, benda dan barang termasuk memberikan perlindungan dan pertolongan , khususnya mencegah terjadinya pelanggaran hukum. Dalam melaksanakan tugas ini diperlukan kemampuan professional tekhnik tersendiri seperti patrolil, penjagaan pengawalan dan pengaturan. Bentuk-bentuk kegiatan Preventif antara lain: a. Melaksanakan patroli kepolisian secara rutin pada jam dan tempat rawan terjadinya kriminalitas/penyakit masyarakat (pekat); b. Melakukan operasi/razia terpadu dan serentak antar polsek diback-up Polresta Padang guna pencegahan penyakit masyarakat (pekat); c. Melakukan operasi khusus dengan sasaran penyakit masyarakat (pekat) secara terpadu; d. Mengoptimalkan kring Reserse dan intelkam; e. Koordinasi dan kerjasama dengan instansi terkait, tigo tungku sajarangan, pemko serta aparat keamanan lainnya. 3) Penindakan (Represif) Di bidang represif terdapat 2 (dua) jenis peran dan fungsi Kepolisian Negara Republik Indonesia yaitu Represif Justisiil dan Non Justisiil. Dalam UU No. 2 Tahun 2002 memberi peran Polri untuk melakukan tindakan-tindakan represif non Justisiil terkait dengan Pasal 18 ayat (1), yaitu wewenang ”diskresi kepolisian” yang umumnya menyangkut kasus ringan. KUHAP memberi peran Polri dalam melaksanakan tugas represif justisil dengan menggunakan azas



legalitas bersama unsur Criminal Justice sistem lainnya. Tugas ini memuat substansi tentang cara penyidikan dan penyelidikan sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya. Bentuk-bentuk kegiatan Represif antara lain: a. Mengungkap kasus tindak pidana/penyakit masyarakat (pekat) yang terjadi; b. Melakukan proses penyelidikan dan penyidikan sesuai target waktu, proporsional dan profesional; c. Melaksanakan operasi khusus dengan sasaran penyakit masyarakat (pekat) secara intens dan terpadu; d. Melakukan tindakan tegas



dan



kejahatan/penyakit masyarakat (pekat).



terukur



terhadap



semua



jenis



BAB III PENUTUP



A. Kesimpulan Adapun yang menjadi kesimpulan dari tulisan di



atas, sebagai



berikut : Fenomena meningkatnya penyakit masyarakat (pekat) sudah semakin mengkhawatirkan, dan sudah merupakan masalah publik, karena hampir pada setiap sektor kehidupan masyarakat dewasa ini dibayang-bayangi dengan kegiatan penyakit masyarakat (pekat), bahkan kecenderungan masyarakat untuk ikut melakukan perbuatan tersebut sudah merupakan hal yang jamak, di pemukiman masyarakat, di tepi pantai, di pasar raya, di hotel-hotel, bahkan sudah masuk ke dalam lingkungan sekolah, hal ini perlu mendapat perhatian bersama, karena masalah penyakit masyarakat (pekat) merupakan masalah integral yang membutuhkan penanganan yang komprehensif dan efektif serta tepat sasaran. Perlu adanya kerjasama dari setiap instansi yang bertanggung jawab, baik Pemerintah



sebagai pembuat regulasi, pengentasan kemiskinan, ketersediaan lapangan kerja, peningkatan infrastruktur, peningkatan kesejahteraan masyarakat, ketersediaan pemukiman, maupun masalah-masalah keamanan dan ketertiban masyarakat. Peran serta Polri sebagai Penegak Hukum dan Pelindung, Pengayom, serta Pelayan masyarakat menuntut penanganan penyakit masyarakat (pekat) secara proporsional dan professional, dengan melakukan tindakan-tindakan tegas terhadap para pelaku-pelaku penyakit masyarakat (pekat) dan langkah-langkah nyata untuk mengatasi nya sebagai masalah bersama dengan melakukan konsolidasi dan sebagai Consultative function untuk memberikan sumbang saran serta menelaah kebijakankebijakan publik sehingga dapat lebih tepat sasaran, sehingga penanganan penyakit masyarakat (pekat) ini bukan seperti mencabut jamur di musim hujan, yang akan terus tumbuh dan semakin banyak jumlahnya. Khususnnya berkaitan dengan tindakan penyakit masyarakat (pekat) baik individu, kelompok, golongan, serta organisasi



massa,



merupakan



faktor



korelatif



kriminogen



yang



dapat



mengakibatkan konflik horizontal antar suku dan golongan dan berpotensi memecah belah bangsa, harus segera di carikan formulanya agar tidak semakin berkembang. Demikian halnya untuk masalah penyakit masyarakat (pekat) terselubung yang akrab dengan perbuatan-perbuatan negatif, perlu adanya kepastian dalam penegakan hukum, yang pada pelaksaannya membutuhkan kerjasama dari aparat terkait, baik pemerintah maupun penegak hukum guna menekan perbuatanperbuatan penyakit masyarakat (pekat) menjadi semakin berkurang dan habis di masyarakat. B.



Saran



1.



Peran serta Polri dalam menangani masalah-masalah penyakit masyarakat (pekat) tidak dapat dipandang hanya sebagai tugas Kepolisian saja, namun yang lebih penting disini adalah bagaimana cara mengeliminir embrio-embrio munculnya penyakit masyarakat (pekat) ini, meskipun banyak contoh di daerah-daerah metropolitan dengan tingkat kesejahteraannya yang baik juga masih ada kegiatan-kegiatan penyakit masyarakat (pekat) ini bahkan semakin banyak, hal ini tidak lepas dari penyimpangan sosial, pengaruh globalisasi dan budaya Hedonisme, sehingga upaya-upaya Polri dalam menangani penyakit masyarakat (pekat) ini dengan melakukan operasi-operasi kepolisian terpadu bersama instansi-instansi terkait dapat dipilih sebagai salah satu jalan alternative dalam menekan penyakit masyarakat (pekat), sehingga tidak hanya sekedar melakukan operasi dan kemudian dilepas lagi di tengah-tengah masyarakat, melainkan perlu adanya pembinaan mental, spiritual oleh lembaga atau dinas sosial serta dengan menyediakan lapangan pekerjaan agar tidak kembali terjerumus dalam kegiatan penyakit masyarakat (pekat), kecuali dalam hal tindakan penyakit masyarakat (pekat) yang mengarah pada tindak pidana /kejahatan perlu adanya tindakan tegas dan hukuman yang berat bagi para pelaku agar menimbulkan efek jera.



2.



Peran serta lapisan masyarakat juga tidak dapat diabaikan dalam membantu mencegah timbulnya praktek-praktek penyakit masyarakat (pekat), dengan melakukan kontrol sosial tentunya, masyarakat dapat berperan aktif sebagai penjaga nilai-nilai norma yang berlaku di masyarakat, agar masyarakat di lingkungannya tidak terjerumus dalam kegiatan penyakit masyarakat (pekat), selain itu peran keluarga juga mempunyai peran sentral, karena keluarga



sebagai satuan terkecil dalam masyarakat, dan dari keluarga nilai-nilai sosial kemasyarakatan itu dibangun.