Makalah Pelarut Organik [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



1.1



Latar Belakang Permasalahan lingkungan adalah topik serius untuk ditindaklanjuti karena



dampaknya yang cukup parah menimbulkan berbagai permasalahan lainnya yang mengancam kehidupan manusia. Salah satu permasalahan yang timbul adalah pencemaran lingkungan oleh limbah bahan kimia, baik yang berasal dari industri, laboratorium, maupun sektor domestik. Selain industri, laboratorium kimia yang banyak menggunakan bahan-bahan kimia merupakan salah satu penghasil limbah bahan kimia terbanyak. Sebagai upaya penyelamatan lingkungan, berbagai pekerjaan penelitian dan proses industri dewasa ini dikembangkan ke arah kimia hijau (green chemistry) yang lebih ramah lingkungan, termasuk pada pekerjaan sintesis senyawa baru. Lebih dari beberapa waktu lalu para kimiawan organik telah menentukan banyak struktur senyawa dan menemukan prosedur yang selektif untuk mensintesis molekul-molekulnya. Sintesis kimia yang kurang ramah lingkungan terfokus pada optimasi hasil, tanpa memperhatikan akibatnya pada lingkungan dalam jangka waktu lama. Akhir-akhir ini, perhatian terhadap lingkungan semakin besar sehingga perlu pengembangan metode sintesis yang lebih ramah lingkungan. Green Chemistry adalah penerapan prinsip penghilangan dan pengurangan senyawa berbahaya dalam desain, pembuatan dan aplikasi dari produk kimia. Aspek Green Chemistry adalah meminimalisasi zat berbahaya, penggunaan katalis reaksi dan proses kimia, penggunaan reagen yang tidak beracun, penggunaan sumber daya yang dapat diperbaharui, peningkatan efisiensi atom, penggunaan pelarut yang ramah lingkungan dan dapat didaur ulang. Green Chemistry bertujuan mengembangkan proses kimia dan produk kimia yang ramah lingkungan dan sesuai dengan pembangunan berkelanjutan. Penggunaan pelarut organik kurang ramah lingkungan karena pelarut organik bersifat toksik dan berbahaya. Alternatif solusi untuk mengganti pelarut organik adalah menggunakan air atau green pelarut. Dalam sudut pandang



1



ekologi, pelarut yang terbaik adalah tanpa menggunakan pelarut sama sekali (solvent-free). Reaksi-reaksi yang dilakukan tanpa pelarut bertujuan untuk meminimalkan limbah dan penggunaan energi, yang merupakan kesatuan aspek dari prinsip-prinsip green chemistry. Green Chemistry adalah pemikiran mengenai kimia untuk menyelamatkan lingkungan dari pencemaran. Green Chemistry bukanlah cabang ilmu kimia baru tetapi cara pandang atau strategi dalam kaitannya dengan pemanfaatan kimia. Pada tahun-tahun belakangan ini, Green Chemistry telah diterapkan dalam bidang pendidikan dan pengajaran, penelitian dan aktivitas industri. Makalah ini menyajikan satu pemikiran penerapan konsep Green Chemistry dalam mata kuliah Kimia Pemisahan tentang alternatif pengganti pelarut organik yang lebih ramah lingkungan. Diharapkan mahasiswa menjadi sadar dan peka terhadap masalahmasalah lingkungan yang timbul akibat pemrosesan dan produk kimia, sehingga mahasiswa



dapat



mengambil



langkah-langkah



untuk



menyelamatkan,



melestarikan lingkungan, serta dapat menciptakan produk atau proses kimia yang ramah lingkungan.



1.2



Rumusan Masalah Dari latar belakang tersebut, rumusan masalah pada makalah ini adalah



sebagai berikut: 1.2.1



Apakah alternatif pelarut ramah lingkungan sebagai pengganti pelarut organik?



1.2.2



Bagaimana proses ekstraksi pelarut yang ramah lingkungan tersebut?



1.2.3



Apakah keuntungan dari penggunaan pelarut ramah lingkungan?



1.3



Tujuan Dari latar belakang tersebut, rumusan masalah pada makalah ini adalah



sebagai berikut: 1.3.1



Mengetahui alternatif pelarut ramah lingkungan sebagai pengganti pelarut organik.



1.3.2



Mengetahui proses ekstraksi pelarut yang ramah lingkungan tersebut.



1.3.3



Mengetahui keuntungan dari penggunaan pelarut ramah lingkungan.



2



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



2.1



Green Chemistry



2.1.1



Pengertian Green Chemistry Green Chemistry disebut juga sustainable chemistry, merupakan sebuah



filsafat kimiawi yang mendorong desain produk dan prosesnya untuk mengurangi atau menghilangkan pemakaian dan generasi dari zat-zat berbahaya. Lingkungan kimiawi disini melingkupi lingkungan alami dan green chemistry di lingkungan alami berfungsi untuk mengurangi dan mencegah polusi lansung dari sumbernya. Green Chemistry sangat efektif karena mengakplikasikn solusi saintifik yang inovatif bagi situasi lingkungan dunia. (Wikipedia, 2006) Green chemistry atau “kimia hijau” merupakan bidang kimia yang berfokus pada pencegahan polusi. Pada awal 1990-an, green chemistry mulai dikenal secara global setelah Environmental Protection Agency (EPA) mengeluarkan Pollution Prevention Act yang merupakan kebijakan nasional untuk mencegah atau mengurangi polusi. Green chemistry merupakan pendekatan untuk mengatasi masalah lingkungan baik itu dari segi bahan kimia yang dihasilkan, proses ataupun tahapan reaksi yang digunakan. Konsep ini menegaskan tentang suatu metode yang didasarkan pada pengurangan penggunaan dan pembuatan bahan kimia berbahaya baik itu dari sisi perancangan maupun proses. Bahaya bahan kimia yang dimaksudkan dalam konsep green chemistry ini meliputi berbagai ancaman terhadap kesehatan manusia dan lingkungan, termasuk toksisitas, bahaya fisik, perubahan iklim global, dan penipisan sumber daya alam. (Anwar, 2015) 2.1.2. Prinsip Green Chemistry Anastas dan Warner (1998) mengusulkan konsep “The Twelve Principles of Green Chemistry” yang digunakan sebagai acuan oleh para peneliti untuk melakukan penelitian yang ramah lingkungan. Beriku adalah ke-12 prinsip kimia hijau yang diusulkan oleh Anastas dan Warner: 1.



Mencegah timbulnya limbah dalam proses



3



Lebih baik mencegah daripada menanggulangi atau membersihkan limbah yang timbul setelah proses sintesis, karena biaya untuk menanggulangi limbah sangat besar. 2.



Mendesain produk bahan kimia yang aman Pengetahuan mengenai struktur kimia memungkinkan seorang



kimiawan untuk mengkarakterisasi toksisitas dari suatu molekul serta mampu mendesain bahan kimia yang aman. Target utamanya adalah mencari nilai optimum agar produk bahan kimia memiliki kemampuan dan fungsi yang baik akan tetapi juga aman (toksisitas rendah). Caranya adalah dengan mengganti gugus fungsi atau dengan cara menurunkan nilai bioavailability. 3.



Mendesain proses sintesis yang aman Metode sintesis yang digunakan harus didesain dengan menggunakan



dan menghasilkan bahan kimia yang tidak beracun terhadap manusia dan lingkungan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan dua cara yaitu meminimalkan paparan atau meminimalkan bahaya terhadap orang yang menggunakan bahan kimia tersebut. 4.



Menggunakan bahan baku yang dapat terbarukan Penggunaan bahan baku yang dapat diperbarui lebih disarankan



daripada menggunakan bahan baku yang tak terbarukan didasarkan pada alasan ekonomi. Bahan baku terbarukan biasanya berasal dari produk pertanian atau hasil alam, sedangkan bahan baku tak terbarukan berasal dari bahan bakar fosil seperti minyak bumi, gas alam, batu bara, dan bahan tambang lainnya. 5.



Menggunakan katalis Penggunaan katalis memberikan selektifitas yang lebih baik,



rendemen hasil yang meningkat, serta mampu mengurangi produk samping.Peran



katalis



sangat



penting



karena



diperlukan



untuk



mengkonversi menjadi produk yang diinginkan. Dari sisi green chemistry penggunaan katalis berperan pada peningkatan selektifitas, mampu mengurangi penggunaan reagen, dan mampu meminimalkan penggunaan energi dalam suatu reaksi.



4



6.



Menghindari derivatisasi dan modifikasi sementara dalam reaksi kimia Derivatisasi yang tidak diperlukan seperti penggunaan gugus



pelindung, proteksi/deproteksi, dan modifikasi sementara pada proses fisika ataupun kimia harus diminimalkan atau sebisa mungkin dihindari karena pada setiap tahapan derivatisasi memerlukan tambahan reagen yang nantinya memperbanyak limbah. 7.



Memaksimalkan atom ekonomi Metode sintesis yang digunakan harus didesain untuk meningkatkan



proporsi



produk



yang



diinginkan



dibandingkan



dengan



bahan



dasar.Konsep atom ekonomi ini mengevaluasi sistem terdahulu yang hanya melihat rendemen hasil sebagai parameter untuk menentukan suatu reaksi efektif dan efisiens tanpa melihat seberapa besar limbah yang dihasilkan dari reaksi tersebut.Atom ekonomi disini digunakan untuk menilai proporsi produk yang dihasilkan dibandingkan dengan reaktan yang digunakan.Jika semua reaktan dapat dikonversi sepenuhnya menjadi produk, dapat dikatakan bahwa reaksi tersebut memiliki nilai atom ekonomi 100%. 8.



Menggunakan pelarut yang aman Penggunaan bahan kimia seperti pelarut, ekstraktan, atau bahan kimia



tambahan yang lain harus dihindari penggunaannya. Apabila terpaksa harus digunakan, maka harus seminimal mungkin. Penggunaan pelarut memang sangat penting dalam proses sintesis, misalkan pada proses reaksi, rekristalisasi, sebagai fasa gerak pada kromatografi, dan lain-lain. Penggunaan yang berlebih akan mengakibatkan polusi yang akan mencemari lingkungan. Alternatif lain adalah dengan menggunakan beberapa tipe pelarut yang lebih ramah lingkungan seperti ionic liquids, flourous phase chemistry, supercritical carbon dioxide, dan“biosolvents”. Selain itu ada beberapa metode sintesis baru yang lebih aman seperti reaksi tanpa menggunakan pelarut ataupun reaksi dalam media air. 9.



Meningkatkan efisiensi energi dalam reaksi



5



Energi



yang



digunakan



dalam



suatu



proses



kimia



harus



mempertimbangkan efek terhadap lingkungan dan aspek ekonomi. Jika dimungkinkan reaksi kimia dilakukan dalam suhu ruang dan menggunakan tekanan.Penggunaan energi alternatif dan efisien dalam sintesis dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode baru diantaranya adalah dengan menggunakan radiasai gelombang mikro (microwave), ultrasonik dan fotokimia. 10. Mendesain bahan kimia yang mudah terdegradasi Bahan kimia harus didesain dengan mempertimbangkan aspek lingkungan, oleh karena itu suatu bahan kimia harus mudah terdegradasi dan tidak terakumulasi di lingkungan.Seperti sintesis biodegradable plastik, bioderadable polimer, serta bahan kimia lainya. 11. Penggunaan metode analisis secara langsung untuk mengurangi polusi Metode analisis yang dilakukan secara real-time dapat mengurangi pembentukan produk samping yang tidak diinginkan.Ruang lingkup ini berfokus pada pengembangan metode dan teknologi analisis yang dapat mengurangi penggunaan bahan kimia yang berbahaya dalam prosesnya. 12. Meminimalisasi potensi kecelakaan Bahan kimia yang digunakan dalam reaksi kimia harus dipilih sedemikian rupa sehingga potensi kecelakaan yang dapat mengakibatkan masuknya bahan kimia ke lingkungan, ledakan dan api dapat dihindari. Aplikasi penerapan ke-12 prinsip kimia hijau ini masih belum sepenuhnya dilakukan para kimiawan khususnya yang bergerak pada bidang sintesis dalam hal desain reaksi dan metode yang digunakan untuk mencegah seminimal mungkin terjadinya pencemaran lingkungan. Marilah kita mulai penelitian yang lebih berwawasan lingkungan dengan mempertimbangkan aspek green chemistry, agar generasi mendatang dapat hidup lebih baik. 2.2.



Pelarut



2.2.1. Pengertian Pelarut Pelarut merupakan cairan yang mampu melarutkan zat lain yang umumnya berbentuk padatan tanpa mengalami perubahan kimia. Dalam bentuk



6



cairan dan padatan, tiap molekul saling terikat akibat adanya gaya tarik menarik antar molekul, gaya tarik menarik tersebut akan mempengaruhi pembentukan larutan. Apabila terdapat zat terlarut dalam suatu pelarut, maka partikel zat terlarut tersebut akan menyebar ke seluruh pelarut. Hal ini menyebabkan bentuk zat terlarut menyesuaikan dengan bentuk pelarutnya. Pelarut paling umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah air. Pelarut lain yang juga umum digunakan adalah bahan kimia organik (mengandung karbon) yang juga disebut pelarut organik. Pelarut biasanya memiliki titik didih rendah dan lebih mudah menguap, meninggalkan substansi terlarut yang didapatkan. Untuk membedakan antara pelarut dengan zat yang dilarutkan, pelarut biasanya terdapat dalam jumlah yang lebih besar. (Wikipedia, 2015) 2.2.2. Pelarut Organik Pelarut organik merupakan pelarut yang umumnya mengandung atom karbon dalam molekulnya. Dalam pelarut organik, zat terlarut didasarkan pada kemampuan koordinasi dan konstanta dielektriknya. Pelarut organik dapat bersifat polar dan non-polar bergantung pada gugus kepolaran yang dimilikinya. Pada proses kelarutan dalam pelarut organik, biasanya reaksi yang terjadi berjalan lambat sehingga perlu energi yang didapat dengan cara pemanasan untuk mengoptimumkan kondisi kelarutan. Larutan yang dihasilkan bukan merupakan konduktor elektrik. Contoh pelarut organik adalah alkohol, eter, ester, etil asetat, keton, dan sebagainya. 2.2.3. Pelarut Anorganik Pelarut anorganik merupakan pelarut selain air yang tidak memiliki komponen organik di dalamnya. Dalam pelarut anorganik, zat terlarut dihubungkan dengan konsep sistem pelarut yang mampu mengautoionisasi pelarut tersebut. Biasanya pelarut anorganik merupakan pelarut yang bersifat polar sehingga tidak larut dalam pelarut organik dan non-polar. Larutan yang dihasilkan merupakan konduktor elektrik yang baik. Contoh dari pelarut anorganik adalah ammonia, asam sulfat dan sulfuril klorid fluorid.



7



BAB III PEMBAHASAN



3.1



Alternatif Pelarut Ramah Lingkungan Sebagai Pengganti Pelarut



Organik Penelitian kimia bahan alam tidak terlepas dari penggunaan pelarut organik dalam kegiatannya. Keragaman senyawa dengan rentang polaritas yang besar yang dikandung suatu bahan alam memerlukan beberapa jenis pelarut yang berbeda pula untuk mengekstraknya. Untuk senyawa-senyawa polar, air bisa digunakan sebagai pelarutnya, sementara untuk senyawa-senyawa non polar dan semi polar, pelarut organik menjadi pilihan. Bagi mereka yang terbiasa bekerja dengan bahan alam, mungkin sudah kenal baik dengan heksan, kloroform, etil asetat, aseton, ataupun metanol. Bukan hanya baunya yang menyengat, pelarut organik tersebut sebenarnya berbahaya bagi kesehatan. Sifatnya yang mudah menguap dan kurang polar akan dengan mudah memasuki tubuh melalui inhalasi maupun penyerapan kulit. Pelarut-pelarut tersebut dapat mempengaruhi sistem saraf pusat, sistem sarah perifer, sistem reproduksi, menginduksi kanker, gangguan pada ginjal dan hati (Baker et al., 1994). Oleh karena itu, untuk mencegah paparannya terhadap tubuh, bila bekerja dengan pelarut organik disarankan menggunakan sarung tangan dan masker atau bekerja di dalam lemari asam sehingga uapnya tidak terisap oleh kita. Disamping bahaya bagi kesehatan, pelarut organik juga tidak ramah lingkungan karena non-biodegradable, sulit untuk di daur ulang, juga pembuangannya yang mahal. Penggunaan senyawa-senyawa organik sebagai zat pelarut dalam proses ekstraksi membahayakan keamanan dan kesehatan lingkungan. Oleh sebab itu, perlu dilakukan upaya-upaya untuk meminimalkan, mengganti atau bahkan menghilangkan penggunaan pelarut organik yang mudah menguap (Volatile Organic Carbon, VOC) tersebut. Natural Deep Eutectic Solvent (NADES) sebagai salah satu kandidat green solvent dipilih sebagai pelarut alternatif dalam ekstraksi senyawa-senyawa bioaktif. NADES terdiri dari campuran senyawasenyawa metabolit primer seperti gula, gula alkohol, poli-alkohol, basa organik, asam organik, dan asam amino dalam kombinasi molar ratio tertentu yang



8



diyakini aman bagi manusia dan lingkungan. Mengingat senyawa-senyawa metabolit primer merupakan senyawa alami yang ditemukan di semua tanaman, misalnya asam amino, karbohidrat, lipid, lemak, protein, asam nukleat, asam organik dan basa, tersedia dalam skala besar dan berbiaya rendah. Sehingga NADES biodegradable, biokompatibel, lebih mudah dan murah dalam hal pembuangan limbah proses yang dihasilkan. 3.1.1. Natural Deep Eutectic Solvents (NADES) NADES yang diteliti merupakan campuran dari beragam bahan seperti garam amonium kuarterner dan asam karboksilat (Abbot et al., 2004), kolin klorida dan urea, asam oksalat, maupun gliserol (Gorke et al., 2010). Beberapa disebut juga ionic liquid karena merupakan garam yang berbentuk cairan pada temperatur kamar. Keberadaan DES secara alami mulai diajukan baru-baru ini oleh kelompok penelitian dari Leiden University, Choi et al., 2011. Mereka pada awalnya mempertanyakan keberadaan senyawa-senyawa sederhana yang selalu ditemukan dalam analisa metabolit-metabolit dari mikroba, tumbuhan, ataupun sel mamalia selama penelitian yang dilakukan di lab mereka. Senyawa sederhana tersebut antara lain gula, asam amino, kolin, dan beberapa asam organik seperti asam malat, asam sitrat, asam laktat, dan asam suksinat. Keberadaanya dalam jumlah yang cukup banyak menandakan ada fungsi lain dan mendasar dari senyawa-senyawa tersebut, disamping gula dan asam amino sebagai sumber energi. Campuran metabolit primer seperti gula, gula alkohol, poli-alkohol, basa organik, asam organik, dan asam amino dapat membentuk DES dan disebut sebagai Natural Deep Eutectic Solvent (NADES) (Choi et al., 2011). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, NADES dibagi dalam tipe-tipe sebagai berikut (Dai et al., 2013): (1) cairan ionik, terdiri dari asam-asam organik (asam sitrat, asam maleat, asam laktat) dan senyawa-senyawa basa (choline chloride, dan betaine); (2) NADES netral, tidak ada konstituen ionik, seperti campuran polyalcohols (gliserol, glisin, 1-2-propandiol); (3) NADES yang bersifat asam, terdiri dari senyawa-senyawa netral (glukosa, fruktosa, sukrosa, maltosa, trehalose) dan senyawa-senyawa asam; (4) NADES yang bersifat basa, yang terdiri dari senyawa-senyawa netral dan senyawa-senyawa basa, dan (5)



9



NADES yang bersifat amfoter, kombinasi dari asam amino (𝛼-Proline, 𝛽Alanine) dan gula, polyalcohol, atau senyawa-senyawa asam. Tabel 1. Daftar Natural ILs dan DES (Choi et al., 2011) Kombinasi



Molar Rasio



Asam sitrat:choline chloride



1:2, 1:3



Asam maleat:choline chloride



1:1, 1:2, 1:3



Asam maleat:choline chloride



1:1, 1:2, 1:3



Aconitic acid:choline chloride



1:1



Glisin:choline chloride:air



1:1:1



Fruktosa:choline chloride:air



1:1:1



Sukrosa:choline chloride: air



1:1:1



Asam sitrat:Proline



1:1, 1:2, 1:3



Asam maleat:Glisin



1:1



Asam maleat:Fruktosa



1:1



Asam maleat:Sukrosa



1:1



Asam sitrat:Glisin



2:1



Asam sitrat:trihalose



2:1



Asam sitrat:Sukrosa



1:1



Asam maleat:Glisin



4:1



Asam maleat:Sukrosa



1:1



Glisine:Fruktosa



1:1



Fruktosa:Sukrosa



1:1



Glisine:Sukrosa



1:1



Sukrosa:Glisin:Fruktosa



1:1:1



Meskipun memiliki viskositas tinggi, NADES masih berwujud cair pada suhu kamar dan bahkan pada suhu rendah. Viskositas akan menurun secara signifikan dengan penambahan sejumlah kecil air. Selain itu, NADES memiliki cakupan polaritas dalam rentang yang lebar, mulai lebih polar daripada air hingga polaritas sama dengan metanol. NADES terbukti menjadi pelarut yang sangat baik untuk berbagai metabolit dengan polaritas rendah sampai menengah yang tidak atau sukar larut dalam air. Makromolekul seperti DNA, protein dan polisakarida juga larut dalam NADES. NADES yang tidak beracun dan ramah lingkungan



10



digunakan untuk berbagai aplikasi pada bidang makanan, kosmetik, agrokimia dan industri farmasi sebagai media baru Green Technology (Dai et al., 2013). Fungsi yang diajukan adalah sebagai natural deep eutectic solvents (NADES). Dari hasil penelitian yang dilakukan diketahui bahwa senyawasenyawa tersebut dengan perbandingan tertentu dapat membentuk NADES. Contohnya adalah campuran Glukosa: kolin klorida: air (1:1:1), Asam malat: glukosa (1:1), dan glukosa: sukrosa (1:1). Di dalam artikelnya Choi et al. juga memperlihatkan peran NADES sebagai pelarut dalam sistem organisme. Senyawa flavonoid rutin memiliki kelarutan 50 hingga 100 kali lebih besar dalam NADES dibanding air. Paclitaxel, senyawa yang tidak larut air, memiliki kelarutan 0.81 mg/mL dalam glukosa: kolin klorida. DNA, albumin dan amilase juga larut dalam NADES. Keberadaan NADES sebagai sistem pelarut di tumbuhan disamping air dan lipid diduga memiliki fungsi yang lebih besar lagi dalam sistem metabolisme senyawa, misalnya saja dalam lokalisasi metabolit sekunder dan masih banyak fungsi lain yang menunggu untuk diungkapkan. Potensi NADES sebagai pelarut ramah lingkungan atau green solvent, pengganti pelarut organik, terus diteliti. Bagi mereka yang bergelut di penelitian bahan alam dapat berharap untuk tidak lagi menghirup bau pelarut organik yang berbahaya dan tidak khawatir lagi dalam mencemari lingkungan. 3.2.



Proses Ekstraksi Pelarut Ramah Lingkungan (NADES) Proses ekstraksi pelarut ramah lingkungan dalam makalah ini mengambil



aplikasinya pada pemanfaataan Natural Deep Eutectic Solvent (NADES) sebagai pelarut dalam ekstraksi senyawa-senyawa bioaktif berupa curcuminoid terutama curcumin dari Curcuma mangga mengacu pada hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Nurhasanah dan Umra Misli Saktia pada tahun 2017. 3.2.1. Pembuatan Natural Deep Eutectic Solvents (NADES) Semua Natural Deep Eutectic Solvents (NADES) yang digunakan dalam penelitian ini dipersiapkan berdasarkan metode yang dilakukan Dai et al. (2013). Metode pemanasan kombinasi freeze-dry dipilih untuk pembuatan NADES. Komponen-komponen penyusun (misal: fruktosa, glukosa, dan air untuk FGH2O) dicampurkan sesuai dengan mol ratio yang telah ditentukan pada botol tertutup. Campuran tersebut diaduk pada suhu 70 oC menggunakan magnetic stirrer dalam



11



water bath hingga diperoleh campuran berbentuk liquida yang bening. Selanjutnya campuran liquid yang diperoleh dimasukkan ke dalam freeze-dry hingga beratnya konstan (±3 hari). Campuran liquida keluar freeze-dry diamati, jika tetap berbentuk cairan liquida yang bening (tidak mengendap, tidak berubah warna ataupun mengkristal), maka selanjutnya campuran liquida tersebut disebut sebagai NADES.



Gambar 1. Skema pembuatan NADES dengan menggunakan metode pemanasan kombinasi freeze-dry 3.2.2. Ekstraksi Senyawa Bioaktif menggunakan Natural Deep Eutectic Solvents (NADES) Ekstraksi senyawa bioaktif menggunakan NADES dilakukan dengan menambahkan serbuk Curcuma mangga 2±0,1 mg ke dalam 2,00±0,1 g NADES yang telah ditimbang secara akurat dan diletakkan dalam 5 mL botol sampel amberlite tertutup. Botol sampel diaduk pada suhu 40 oC menggunakan hot plate dan berpengaduk magnetik. Pengadukan dilakukan selama 1x24 jam dan setelah 24 jam sampel diambil untuk diketahui kandungan curcuminoid yang telah terekstrak. Untuk sampel NADES yang memberikan nilai yield tertinggi, dilakukan ekstraksi lanjutan; ekstraksi dilanjutkan hingga 48, 72, dan 96 jam dan dianalisa yield curcuminoid yang didapat. Jika terjadi perubahan fisik, misal terjadi kritalisasi ataupun karamelisasi, ekstraksi dihentikan. Selanjutnya sampel



12



disimpan pada suhu ruang dan gelap untuk keperluan analisa pada tahap selanjutnya.



Gambar 2. Skema ekstraksi senyawa bioaktif dari Curcuma mangga menggunakan NADES 3.3.



Keuntungan dari Penggunaan Pelarut Ramah Lingkungan Adapun keuntungan dari penggunaan pelarut ramah lingkungan yaitu



Natural Deep Eutectic Solvent (NADES) adalah sebagai berikut: 1.



Ekstraksi senyawa bioaktif (curcuminoid) dengan NADES FS-H2O = 2:1:32 memberikan yield lebih besar dibandingkan dengan ekstraksi menggunakan etanol ataupun air (waktu dan suhu ekstraksi yang sama, 1x24 jam; 40oC).



2.



NADES dapat digunakan sebagai solvent pada suhu 0oC hingga 120oC.



3.



Kemudahan pembuatan NADES yang terdiri dari senyawa-senyawa baku berharga murah, dan ketersediaannya secara alami dan melimpah, serta sifatnya yang aman.



4.



NADES memberikan kelarutan yang baik dari pada serangkaian senyawa bioaktif seperti rutin, quercetin, asam sinamat, taxol, carthamin, ginkgolide B serta beberapa makromolekul sepertigluten, DNA, dan pati di NADES.



5.



NADES berbasis gula stabil untuk pigmen fenolik alami ketika terkena cahaya, suhu yang lebih tinggi, dan waktu penyimpanan yang lama. Oleh karena itu, NADES menawarkan keuntungan jelas atas DES sintetis terutama untuk bahan makanan, kosmetik,dan aplikasi farmasi.



13



6.



Meskipun memiliki viskositas tinggi, NADES masih berwujud cair pada suhu kamar dan bahkan pada suhu rendah. Viskositas akan menurun secara signifikan dengan penambahan sejumlah kecil air.



7.



NADES memiliki cakupan polaritas dalam rentang yang lebar, mulai lebih polar daripada air hingga polaritas sama dengan metanol. NADES terbukti menjadi pelarut yang sangat baik untuk berbagai metabolit dengan polaritas rendah sampai menengah yang tidak atau sukar larut dalam air.



8.



NADES tidak beracun dan ramah lingkungan sehingga dapat digunakan untuk berbagai aplikasi pada bidang makanan, kosmetik, agrokimia dan industri farmasi sebagai media baru Green Technology.



14



BAB IV PENUTUP



4.1



Simpulan Adapun kesimpulan yang diperoleh adalah sebagai berikut. 1.



Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk menggantikan peran pelarut organik pada proses ekstraksi adalah dengan menggunakan Natural Deep Eutectic Solvents (NADES).



2.



Dalam melakukan ekstraksi dengan Natural Deep Eutectic Solvents (NADES) dapat dimulai dengan membuat Natural Deep Eutectic Solvents (NADES) terlebih dahulu dengan metode pemanasan kombinasi freeze-dry berdasar pada percobaan yang telah dilakukan oleh Dai et al. (2013). Setelah NADES sudah siap digunakan, dapat memulai proses ekstraksi dengan menambahkan serbuk sampel ke dalam NADES yang telah ditimbang secara akurat dan diletakkan dalam botol sampel amberlite tertutup. Botol sampel diaduk pada suhu 40



o



C menggunakan hot plate dan berpengaduk magnetik.



Pengadukan dilakukan selama 1x24 jam dan setelah 24 jam sampel diambil untuk diketahui kandungan sampel yang telah terekstrak. 3.



Penggunaan NADES yang ramah lingkungan dan tidak beracun sehingga dapat digunakan untuk berbagai aplikasi pada bidang makanan, kosmetik, agrokimia dan industri farmasi sebagai media baru Green Technology



4.2.



Saran Dalam penulisan makalah ini penulis masih banyak kekurangan terutama



dalam mendapatkan referensi dan kesulitan dalam mengerti bahasa buku referensi tersebut, sehingga informasi yang didapat dari buku kurang disampaikan secara maksimal pada makalah ini. Harapannya, pembaca juga mencari referensi lain untuk menambah wawasan yang lebih banyak disebabkan terbatasnya materi dalam makalah ini.



15



DAFTAR PUSTAKA Abbot AP, Boothby D, Capper G, Davies DL, Rasheed RK. 2004. Deep eutectic solvents formed between choline chloride and carboxylic acids: versatile alternatives to ionic liquids. Journal of the American Chemical Society. 126(29):9142-9147. Anastas dan Warner. 1998. Green Chemistry: Theory and Practice.Oxford University Press: New York. Anwar,



Muslih.



2015.



Kimia



Hijau/Green



Chemistry.



bptbs.lipi.go.id/bptbs3.1/?u=blog-single&p=343&lang=id. (Diakses tanggal 1 Mei 2017) Choi, Young Hae, Jaap van Spronsen, Yuntao Dai, Marianne Verberne, Frank Hollmann, and Isabel W.C.E. Arends. 2011. ‘Are Natural Deep Eutectic Solvents the Missing Link in Understanding Cellular Metabolism and Physiology’ American Society of Plant Biologists 156: 1701–1705. Dai, Yuntao, Jaap van Spronsen, Geert-Jan Witkamp, Robert Verpoorte, and Young Hae Choi. 2013. ‘Natural Deep Eutectic Solvents as New Potential Media for Green Technology’. Analytica Chimica Acta, 61–68. Gorke, Johnathan, Friedrich Srienc, and Romas Kazlauskas. 2010. ‘Toward Advanced Ionic Liquids. Polar, Enzyme-Friendly Solvents for Biocatalysis’. Biotechnology and Bioprocess Engineering 15: 40–53. Nurhasanah dan Saktia, Umra Misli. 2017. Extraction Of Curcuma Mangga’s Bioactive Compounds Using Natural Deep Eutectic Solvent (Nades) As A Green Solvent. Surabaya: Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Wikipedia.



2015.



Pelarut



dalam



Reaksi



http://id.m.wikipedia.org/wiki/Pelarut_dalam_reaksi_kimia.



Kimia. (Diakses



tanggal 1 Mei 2017) Wikipedia.



2006.



Green



Chemistry.



http://en.m.wikipedia.org/wiki/Green_chemistry. (Diakses tanggal 1 Mei 2017).



16