Makalah Kimia Organik Lanjut [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH KIMIA ORGANIK LANJUT



DISUSUN OLEH : RAHMA ZURIYATINA



(06101381419040)



DOSEN PENGASUH : Drs. ANDI SUHERMAN, M.Si Dra. BETTY LESMINI, M.Sc



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2016



DAFTAR ISI



BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Senyawa organik sebenarnya hanya mewakili satu jenis senyawa kimia, yaitu yang mengandung satu atom karbon atau lebih. Sementara Kimia organik sendiri barangkali lebih baik didefinisikan sebagai kimia senyawa yang mengandung karbon. Meskipun penggolongan seperti ini agak terbatas, fakta menunjukkan bahwa senyawa yang mengandung atom karbonlah yang banyak terdapat di muka bumi ini. Fakta ini adalah akibat dari kemampuan atom karbon membentuk ikatan dengan atom karbon lain. Unsur Karbon sebenarnya adalah suatu unsur utama penyusun jasat hidup, sehingga atom karbon menjadi tulang punggung pembentuk senyawa yang beraneka ragam. Unsur karbon dapat membentuk senyawa-senyawa yang begitu banyak, dimana hal ini tidak ditunjukkan oleh unsur lain, hal ini disebabkan karena Karbon memiliki empat elektron di kulit terluarnya. Masing-masing elektron dapat disumbangkan kepada unsur-unsur lain sehingga terpenuhi susunan elektroniknya, dan dengan elektron-elektron pasangan membentuk ikatan kovalen. Nitrogen, oksigen dan hidrogen adalah unsur-unsur yang dapat berikatan dengan karbon. Satu atom karbon dapat menyumbangkan paling banyak empat elektron untuk dipasangkan dengan empat elektron dari unsur lain. Sebagai contoh dalam molekul metana. Reaksi kimia adalah suatu perubahan dari suatu senyawa atau molekul menjadi senyawa lain atau molekul lain. Reaksi yang terjadi pada senyawa anorganik biasanya merupakan reaksi antar ion, sedangkan reaksi pada senyawa organik biasanya dalam bentuk molekul.Struktur organik ditandai dengan adanya ikatan kovalen antara atom-atom molekulnya. Oleh karena itu, reaksi kimia pada senyawa organik ditandai dengan adanya pemutusan ikatan kovalen dan pembentukan ikatan kovalen yang baru.



Adapun reaksi-reaksi senyawa organik dapat digolongkan dalam beberapa tipe yaitu: 1.



Reaksi substitusi  Reaksi substitusi nukleofilik unimolekuler (SN1)  Reaksi substitusi nukleofilik bimolekuler (SN2)  Reaksi substitusi nukleofilik internal (SNi)  Reaksi substitusi elektrofilik (SE)



2. Reaksi adisi 3. Reaksi eliminasi 4. Reaksi penataan ulang (rearrangement) 5. Reaksi radikal.



1.2 PERUMUSAN MASALAH 1.



Apa yang dimaksud dengan reaksi subtitusi dan senyawa aromatik?



2.



Apa yang dimaksud dengan reaksi substitusi nukleofilik pada cincin aromatik ?



3.



Bagaimanakah mekanisme reaksi substitusi nukleofilik pada cincin aromatik ?



4.



Apa yang dimaksud dengan reaksi subtitusi elektrofilik pada cincin aromatik?



5.



Bagaimana mekanisme reaksi substitusi elektrofilik pada cincin aromatik?



BAB II PEMBAHASAN 2.1



PENGERTIAN REAKSI SUBSTITUSI DAN SENYAWA AROMATIK Dalam mempelajari tentang reaksi substitusi nukleofilik dan reaksi substitusi elektrofilik pada cincin aromatik, kita sebaiknya harus mengetahui terlebih dahulu tentang reaksi substitusi dan senyawa aromatik. a.



Reaksi Substitusi Reaksi substitusi adalah reaksi penggantian atom atau gugus atom oleh atom



atau gugus atom lain. Jadi dalam reaksi substutisu suatu atom atau gugus atom yang terdapat dalam rantai utama akan meninggalkan rantai utama tersebut dan tempatnya yang kosong akan diganti oleh atom atau gugus atom yang lain. Berdasarkan pereaksi yang yang dipergunakan, reaksi substitusi dapat dibedakan menjadi (a) reaksi substitusi radikal bebas; (b) reaksi substitusi nukleofilik; dan (c) reaksi substitusi elektrofilik. Reaksi substitusi adalah reaksi penggantian atom senyawa hidrokarbon oleh atom senyawa lain. Reaksi substitusi pada umumnya terjadi pada senyawa jenuh (alkana). Alkana dapat mengalami reaksi substitusi dengan halogen. Reaksi substitusi juga dapat diartikan sebagai reaksi dimana berlangsung penggantian ikatan kovalen pada suatu atom karbon. Reagensia pengganti dan gugus lepas yang meninggalkan substrat dapat berupa nukleofil atau elektrofil (atau radikal bebas). Secara umum, reaksinya dapat dinyatakan sebagai berikut: Reaksi secara umum: R-H + Alkana



X2 → R – X halogen



+



haloalkana



H–X asam klorida



Contoh: CH3-CH3 (g) + Cl2 (g) → CH3-CH2-Cl (g) + HCl (g) Etana



gas klor



kloroetana



asam klorida



Reaksi substitusi ini dibagi menjadi SN2 (Substitusi, Nukleofilik,



Bimolekular) dan SN1 (Substitusi, Nukleofilik, Unimolekular). Pada tabel dibawah ini akan kita lihat perbedaan dari reaksi-reaksi tersebut. Reaksi Substitusi Senyawa Organik SN2 - Reaksi serempak/ serangan dari



SN1 - proses melalui 2 tahap



belakang



- Bereaksi dengan nukleofil



- Bereaksi dengan nukleofilik (Nu)



lamah/basa lewis, ex: H2O,



kuat/basa lewis, ex:



ROH



-



OH, -OR, -CN



- Bereaksi baik dengan alkil



- Bereaksi baik dengan alkil halida primer



Tersier > sekunder (lambat),



dan sekunder, Halida anilik dan benzyl



Halida anilik dan benzyl halida



halida



- Pelarut polar/ polar protic



- Pelarut non polar/polar aprotic



Reaksi Substitusi Radikal Bebas Reaksi substitusi radikal bebas terjadi apabila gugus yang mengganti adalah



radikal



bebas.



Pereaksi radikal bebas adalah atom atau gugus atom yang mengandung sebuah elektron yang tidak berpasangan. Pereaksi radikal bebas



umumnya



digunakan



pada reaksi yang menyebabkan pemutusan homolitik dari substrat.



Reaksi



dimulai dengan pembentukan radikal bebas yang reaktif.



tersebut



Radikal



beresaksi dengan molekul lain membentuk radikal bebas baru reaksi berikutnya. Contoh reaksi substitusi radikal bebas



SENYAWA AROMATIK



meneruskan



adalah reaksi antara metana



dengan gas klor mengasilkan monoklor-metana dan asam klorida.



2.2



yang



ini



Senyawa aromatik yaitu senyawa karbon yang terdiri dari 6 atom C yang membentuk rantai benzena. Sedangkan menurut Menurut Erich Huckel, suatu senyawa yang mengandung cincin beranggota lima atau enam bersifat aromatik jika:  Semua atom penyusunnya terletak dalam bidang datar (planar)  Setiap atom yang membentuk cincin memiliki satu orbital 2p  Memiliki elektron pi dalam susunan siklik dari orbital-orbital 2p sebanyak 4n+2 (n= 0, 1, 2, 3, …) Benzena merupakan suatu anggota dari kelompok besar senyawa aromatik, yakni senyawa yang cukup distabilkan oleh delokalisasi elektronpi. Energi resonansi suatu senyawa aromatik merupakan uluran diperolehnya kestabilan. Cara paling mudah untuk menentukan apakah suatu senyawa itu aromatik ialah dengan menentukan posisi absorpsi dalam mspektrum nomor oleh proton yang terikat pada atom-atom cincin. Proton yang terikat ke arah luar cincin aromatik sangat kuat terperisai dan menyerap jauh ke bawahmedan dibandingkan kebanyakan proton, biasanya lebih dari 7 ppm. Di samping benzena dan turunannya, ada beberapa jenis senyawa lain yang menunjukkan sifat aromatik, yaitu mempunyai ketidakjenuhan tinggi dan tidak menunjukkan reaksi-reaksi seperti alkena. Senyawa benzena termasuk dalam golongan senyawa homosiklik, yaitu senyawa yang memiliki hanya satu jenis atom dalam sistem cincinnya. Terdapat senyawa heterosiklik, yaitu senyawa yang memiliki lebih dari satu jenis atom dalam sistem cincinnya, yaitu cincin yang tersusun dari satu atau lebih atom yang bukan atom karbon. Sebagai contoh, piridina dan pirimidina adalah senyawa aromatik seperti benzena. Dalam piridina satu unit CH dari benzena digantikan oleh atom nitrogen yang terhibridisasi sp2, dan dalam pirimidina dua unit CH digantikan oleh atom-atom nitrogen yang terhibridisasi sp2. Senyawa-senyawa heterosiklik beranggota lima seperti furan, tiofena, pirol, dan imidazol juga termasuk senyawa aromatik. Secara umum ada beberapa persyaratan dari senyawa aromatik, yaitu :  Molekul harus siklik dan datar .



 Memiliki orbital p yang tegak lurus pada bidang cincin (memungkinkan terjadinya delokalisasi elektron pi).  Memiliki orbital p yang tegak lurus pada bidang cincin (memungkinkan terjadinya delokalisasi elektron pi). Siklooktatetraena tidak aromatik 8 elektron pi. A. Reaksi Substitusi Nukleofilik Reaksi substitusi nukleofilik terjadi apabila gugus yang mengganti merupakan



pereaksi nukleofil. Contoh reaksi substitusi nukleofilik adalah



reaksi antara etanol dengan asam bromida menghasilkan etil-bromida.



Reaksi Substitusi Nukleofilik Suatu nukleofil (Z:) menyerang alkil halida pada atom karbon hibrida-sp3 yang mengikathalogen (X), menyebabkan terusirnya halogen oleh nukleofil. Halogen yang terusir disebut gugus pergi. Nukleofil harus mengandung pasangan elektron bebas yang digunakan untuk membentuk ikatan baru dengan karbon. Hal ini memungkinkan gugus pergi terlepas dengan membawa pasangan elektron yang tadinya sebagai elektron ikatan. Ada dua persamaan umum yang dapat dituliskan:



Contoh masing-masing reaksi adalah:



Mekanisme Reaksi Substitusi Nukleofilik Pada dasarnya terdapat dua mekanisme reaksi substitusi nukleofilik. Mereka dilambangkan dengan SN2 adan SN1. Bagian SN menunjukkan substitusi nukleofilik, sedangkan arti 1 dan 2 akan dijelaskan kemudian. 1) Reaksi SN2 Mekanisme SN2 adalah proses satu tahap yang dapat digambarkan sebagai berikut:



Nukleofil menyerang dari belakang ikatan C-X. Pada keadaan transisi, nukleofil dan gugus pergi berasosiasi dengan karbon di mana substitusi akan terjadi. Pada saat gugus pergi terlepas dengan membawa pasangan elektron, nukleofil memberikan pasangan elektronnya untuk dijadikan pasangan elektron dengan karbon. Notasi 2 menyatakan bahwa reaksi adalah bimolekuler, yaitu nukleofil dan substrat terlibat dalam langkah penentu kecepatan reaksi dalam mekanisme reaksi. Adapun ciri reaksi SN2 adalah: 1.



Karena nukleofil dan substrat terlibat dalam langkah penentu kecepatan reaksi, maka kecepatan reaksi tergantung pada konsentrasi kedua spesies tersebut.



2.



Reaksi terjadi dengan pembalikan (inversi) konfigurasi. Misalnya jika kita mereaksikan (R)-2-bromobutana dengan natrium hidroksida, akan diperoleh (S)-2-butanol.Ion hidroksida menyerang dari belakang ikatan C-Br. Pada saat substitusi terjadi, ketiga gugus yang terikat pada karbon sp3 kiral itu seolaholah terdorong oleh suatu bidang datar sehingga membalik. Karena dalam molekul ini OH mempunyai perioritas yang sama dengan Br, tentu hasilnya



adalah (S)-2-butanol. Jadi reaksi SN2 memberikan hasil inversi. 3.



Jika substrat R-L bereaksi melalui mekanisme SN2, reaksi terjadi lebih cepat apabila R merupakan gugus metil atau primer, dan lambat jika R adalah gugus tersier. Gugus R sekunder mempunyai kecepatan pertengahan. Alasan untuk urutan ini adalah adanya efek rintangan sterik. Rintangan sterik gugus R meningkat dari metil < primer < sekunder < tersier. Jadi kecenderungan reaksi SN2 terjadi pada alkil halida adalah: metil > primer > sekunder >> tersier.



2) Reaksi SN1 Mekanisme SN1 dalah proses dua tahap. Pada tahap pertama, ikatan antarakarbon dengan gugus pergi putus.



Gugus pergi terlepas dengan membawa pasangan elektron, dan terbentuklah ion karbonium. Pada tahap kedua (tahap cepat), ion karbonium bergabung dengan nukleofil membentuk produk



Pada mekanisme SN1, substitusi terjadi dalam dua tahap. Notasi 1 digunakan sebab pada tahap lambat hanya satu dari dua pereaksi yang terlibat, yaitu substrat. Tahap ini sama sekali tidak melibatkan nukleofil. Berikut ini adalah ciri-ciri suatu reaksi yang berjalan melalui mekanisme SN1: 1.



Kecapatan reaksinya tidak tergantung pada konsentrasi nukleofil. Tahap penentu kecepatan reaksi adalah tahap pertama di mana nukleofil tidak terlibat.



2.



Jika karbon pembawa gugus pergi adalah bersifat kiral, reaksi menyebabkan hilangnya aktivitas optik karena terjadi rasemik. Pada ion karbonium, hanya ada a gugus yang terikat pada karbon positif. Karena itu, karbon positif mempunyai hibridisasi sp2 dan berbentuk planar. Jadi nukleofil mempunyai dua arah penyerangan, yaitu dari depan dan dari belakang. Dan kesempatan ini



masing-masing mempunyai peluang 50 %. Jadi hasilnya adalah rasemit. Misalnya, reaksi (S)-3-bromo-3-metilheksana dengan air menghasilkan alkohol rasemik.



X yang melalui mekanisme SN1 akan berlangsung cepat jika R merupakan struktur tersier, dan lambat jika R adalah struktur primer. Hal ini sesuai dengan urutan kestabilan ion karbonium, 3o-Spesies antaranya (intermediate species) adalah ion karbonium dengan geometrik planar sehingga air mempunyai peluang menyerang dari dua sisi (depan dan belakang) dengan peluang yang sama menghasilkan adalah campuran rasemik Reaksi substrat R > 2o >> 1o. a.



Reaksi Substitusi Nukleofilik pada Cincin Aromatik



B. Reaksi Substitusi Elektrofilik Reaksi substitusi elektrofilik merupakan reaksi pergantian elektrofil. Elektrofil merupakan kebalikan dari nukleofil. Elektrofil merupakan spesi yang tertarik pada muatan negatif. Jadi elektrofil merupakan suatu asam Lewis. Pada umumnya reaksi substitusi elektrofilik yang disubstitusi adalah H+ atau asam Lewis. Reaksi SE dapat terjadi pada senyawa benzena atau benzena tersubstitusi. Contoh reaksi SE benzena, meliputi: nitrasi, sulfonasi, halogenasi, alkilasi, asilasi, reaksi substitusi elektrofilik substituen EDG benzena monosubstitusi, reaksi substitusi elektrofilik substituen EWG benzena monosubstitusi dan reaksi substitusi elektrofilik benzena disubstitusi. Mekanisme Reaksi Substitusi Elektrofilik Dalam reaksi monosubstitusi, digunaan asam lewis sebagai katalis. Asam lewis bereaksi dengan ragensia (seperti X2 atau HNO3) untuk menghasilkan



suatu elektrofil, yang merupakan zat pensubstitusi yang sebenarnya (Fessenden.1982:467). Serangan awal pada benzena dilakukan oleh pereaksi elektrofilik. Contohnya adalah klorinasi, tanpa katalis, reaksi benzena dengan klor sangat lambat, tetapi sngat cepat jika ada bantuan katalis. Katalis bertindak sebagai asam lewis dan mengubah klor dari elektrofil lemah menjadi elektofil kuat dengan mempolarkan ikatan Cl-Cl dan menjadikan ion kloronium positif (Hart:1990:99)



Tahap pertama elektrofil beradisi pada cincin aromatik dengan menggunakan dua electron dari awan aromatic dan membentuk sebuah ikatan sigma dengan salah satu atom karbon cincin, dan menghasilkan suatu macam karbokation yang terstabilkan oleh resonansi yang disebut suatu ion benzenonium. Ion yang terbentuk pada tahap ini merupakan tahap antara.



Tahap kedua, ion benzenonium bereaksi lebih lanjut, dalam hal ini sebuah hydrogen dibuang dari dalam zat antara (misalnya ditarik oleh ion yang sebelumnya berikatan dengan E+) untuk menghasilkan produk substitusi. Dalam berbagai macam reaksi substitusi aromatik elektrofilik ternyata mekanismenya hanyalah sekedar variasi mekanisme umum ini. Berikut ini adalah beberapa reaksi umum substitusi aromatic elektrofilik :



1.



Pengertian Reaksi Substitusi dan Reaksi SN2 Reaksi substitusi menurut Fessenden (2009:170) adalah suatu reaksi dimana



satu atom ion atau gugus disubstitusikan untuk menggantikan atom ion atau gugus lain. Nukleofil adalah pereaksi yang dapat memberikan sepasang elektron untuk membuat ikatan kovalen.Reaksi substitusi nukleofilik adalah reaksi substitusi yang terjadi akibat suatu nukleofil menyerang alkil halida pada atom karbon hibrida sp 3 yang mengikat halogen. Sedangkan reaksi SN2 adalah reaksi substitusi nukleofilik bimolekuler (2 molekul yaitu nukleofilik dan alkil halida keduanya terlibat dalam satu tahap penentuan laju reaksi) 2.



Mekanisme Reaksi SN2 Mekanisme reaksi Sn2 adalah proses satu tahap yang dapat digambarkan



sebagai berikut :



ᵟnukleofil



substrat



Gambar 1. Mekanisme reaksi SN2.



ᵟGuguspergi



Nukleofil menyerang dari belakang ikatan C-X. Pada keadaan transisi, nukleofil



dan gugus pergi berasosiasi dengan karbon dimana substitusi akan terjadi. Pada saat gugus pergi terlepas dengan membawa pasangan elektron, nukleofil memberikan pasangan elektronnya untuk dijadikan pasangan elektron dengan karbon. Contoh:



Gambar 2. Mekanisme reaksi SN2 bromo-metana. 3.



Laju Reaksi SN2 Molekul yang bertabrakan membutuhkan energi untuk kita bisa bereaksi.



Molekul yang bergerak di dalam suatu larutan memiliki sejumlah energi potensial tertentu dalam ikatan-ikatan mereka, dan sejumlah energy kinetik tertentu dalam gerakan mereka. Energio potensial dan energy kinetic molekul-molekul ini tidak sama, namun dapat digunakan pengertian energy rata-rata molekul. Energy total (dari) campuran reaksi dapat ditambah, biasana dengan memanasi larutan itu. Bila dipanasi, molekul memperoleh tambahan energy kinetic, bertabrakan lebih sering dan lebih bertenaga, dan menukar (mengubah) energy kinetic menjadi energy potensial. Gambar dibawah ini menunjukkan diagram energy untuk berlangsungnya reaksi SN2. Energy potensial yang dibutuhkan untuk mencapai keadaan transisi membentuk suatu barier energy, dalam grafik barier ini ialah titik energy maksimum. Agar alkil halide dan nukleofil yang bertabrakan dapat mencapai keadaan transisi, diperlukan sejumlah energy yang disebut energy pengaktifan Eakt (activation energy). Pada keadaan transisi molekul-molekul mempunyai pilihan yang sama mudahnya; kembali menjadi pereaksi atau terus menjadi produk. Tetapi sekali melewati puncak, jalan dengan hambatan terkecil ialah yang menuju ke produk. Selisih antara energy potensisal rata-rata pereaksi dan produk, ialah perubahan entalpi ΔH untuk reaksi itu.



Gambar 3. Diagram energi suatu reaksi SN2 Tiap molekul yang bereaksi dan menghasilkan produk harus melewati keadaan transisi, baik strukturnya maupun energinya. Karena energy molekul-molekul tidak sama, maka diperlukan waktu agar semua molekul itu bereaksi. Persyaratan waktu ini menimbulkan pengertian dan besaran yang disebut laju reaksi (rate of reaction). Laju reaksi kimia adalah ukuran berapa cepat reaksi itu berlangsung; yakni berapa cepat pereaksi itu habis dan produk terbentuk. Kinetika reaksi mempelajari dan mengukur laju-laju reaksi. Pada reaksi SN2 terdapat dua variabel yang harus diperhatikan ialah konsentrasi pelarut dan struktur pereaksi. Lazimnya laju reaksi SN2 berbanding lurus dengan konsentrasi-konsentrasi dua pereaksi. Jika semua variabel lainnya dibuat konstan dan konsentrasi alkil hadila atau konsentrasi nukleofil dilipat duakan, maka laju pembentukan produk juga berlipat dua. Jika salah satu konsentrasi dilipat tigakan, laju juga akan berlipat tiga. Oleh sebab itu laju reaksi pada S N2 mengikuti kinetika reaksi orde kedua (karena tergantung pada konsentrasi alkil halida dan konsentrasi nukleofil). Tipe hukum laju ini digunakan untuk reaksi substitusi nukleofilik alkil halida, dimana kereaktifan alkil halida primer > sekunder > tersier laju reaksi=k [ alkil h alida ][ nukleofil ] −¿ Nu: ¿ Laju reaksi=k [ RX ] ¿



Dalam persamaan ini,



[ RX ]



−¿ Nu: ¿ ¿



dan



menyatakan konsentrasi dalam



mol/liter masing-masing dari alkil halide dan nukleofil. Tetapan proporsionalitas k disebut tetapan laju (rate constant). Harga



k



konstan untuk reaksi yang sama pada



kondisi eksperimen yang identik (pelarut, temperature, dan sebagainya). Kinetika reaksi memberikan suatu cara yang berharga untuk memeriksa efekefek struktur terhadap reaktivitas. Berikut data laju reaksi beberapa jenis alkil halida: Tabel 1. Laju relatif rata-rata beberapa alkil halida dala reaksi SN2 yang lazim Alkil Halida CH3X CH3CH2X CH3CH2CH2X CH3CH2CH2CH2X (CH3)2CHX (CH3)3CX



Jenis alkil halida Primer Primer Primer Primer Sekunder Tersier



Laju relatif 30 1 0,4 0,4 0,025 ~0



Laju reaksi Sn2 pada Alkil halida : primer > sekunder > tersier dipengaruhi oleh efek rintangan sterik. Beberapa struktur alkil halida dapat dilihat sebagai berikut:



2.



(b)



(c)



Gambar 4. (a) Alkil halida primer, (b) alkil halida sekunder, dan (c)Alkil halida tersier 4.



Stereokimia Reaksi Substitusi Nukleofilik Bimolekuler SN2 Stereokimia merupakan hasil dari mekanisme suatu reaksi. Mekanisme reaksi



SN2 dapat digambarkan secara lebih rinci dengan mempertimbangkan stereokimianya. Reaksi substitusi dapat terjadi pada sebuah pusat stereo dalam tiga cara yang berbeda secara stereokimia: (1) retensi konfigurasi, (2) inversi konfigurasi, atau (3) rasemisasi



(campuran retensi dan inversi). Jika datangnya nukleofil dan lepasnya gugus pergi terjadi pada arah atau jurusan yang sama (penggantian sisi depan), maka reaksi substitusi ini menghasilkan produk dengan retensi konfigurasi.



Gambar 5…………………….. Perbedaan terjadi jika datangnya nukleofil dan lepasnya gugus pergi terjadi dari arah yang berlawanan (pergantian sisi belakang), tiga gugus lainnya pada karbon harus membalikkan arah, atau "berubah dari dalam ke luar" untuk mempertahankan sudut ikatan tetrahedral. Mekanisme ini akan menghasilkan produk dengan inversi konfigurasi.



Gambar 6……………………… Jika kedua jalur terjadi pada tingkat yang sama, maka rasemat akan terbentuk. Berdasarkan hasil eksperimen reaksi dari ion hidroksida dengan 2-bromooktana yang merupakan alkil halida yang memiliki atom C kiral menghasilkan produk berupa 2-oktanol yang khas dengan reaksi SN2. Reaksinya mengikuti hukum laju orde kedua. Ketika (R)-2-bromooktana digunakan sebagai reaktan dalam reaksi ini, produk yang dihasilkan berupa (S)-2-oktanol. H3C -



OH



+



CH3 C



H H3C(H2C)5



(R)-2-bromoktana



Br



HO



C



H



+



(CH2)5CH3



(S)-2-oktanol



Br-



Gambar 7. Reaksi (R)-2-bromooktana dengan suatu nukleofilik, menghasilkan (S)-2-oktanol dan ion bromin. Stereokimia untuk reaksi SN2 menunjukkan bahwa reaksi ini menghasilkan inversi konfigurasi. Dengan demikian, reaksi terjadi dengan pengganti anion hidroksida dari arah belakang pada alkil halida Kita ingat bahwa penggantian dari arah belakang juga diamati untuk ion bromida dan serangan nukleofil lainnya dengan zat antara ion bromonium dalam brominasi alkana. Sekarang kita dapat mengenali bahwa reaksi ini juga merupakan reaksi SN2. Stereokimia pada reaksi SN2 digambarkan dalam inversi amina. Untuk reaksi SN2 itu, keadaan transisi mencakup suaru rehibridisasi sementara atom karbon ujung, dari sp2 ke sp3 dan akhirnya kembali ke sp3 lagi. Efek Gugus Lepas terhadap Reaksi SN2 Gugus lepas merupakan gugus apa saja yang dapat digeser dari ikatannya dengan suatu atom karbon sambil membawa sepasang elektron yang semula digunakan untuk berikatan. Reaktivitas gugus lepas juga merupakan faktor penting pada reaksi substitusi nukleofilik bimolekuler. Semakin reaktif suatu gugus lepas, maka akan semakin cepat reaksi tersebut berlasung. Di antara gugus lepas yang ada, alkil halida merupakan gugus lepas yang baik. Laju reaksi relatif dari alkil halida dapat dilihat pada data di bawah ini.



Data di atas menunjukkan bahwa dengan nukleofil dan gugus alkil yang sama, perbedaan alkil halida yang diikat menunjukkan perbedaan laju reaksi yang cukup signifikan. Ion iodida merupakan halida yang paling baik untuk digunakan sebagai gugus lepas sedangkan ion fluorida merupakan alkil halida yang paling buruk. Pada kenyataannya, alkil fluorida tidak mengalami reaksi dengan nukleofil. Apa yang menyebabkan hal ini terjadi? Mengapa ion iodida merupakan gugus lepas yang baik diantara halida lain pada satu golongan? Apa yang menyebabkan



gugus lepas dapat pergi dari ikatannya dan membawa sepasang elektron? 



Ditinjau dari polarisabilitas Dari atas ke bawah dalam satu golongan ukuran atom semakin bertambah besar. Besarnya ukuran atom menyebabkan bertambahnya awan elektron yang terdapat di dalamnya sehingga awan elektron tersebut memudahkan terjadinya polarisasi. Pada ikatan C-X, halida lebih elektronegatif dibandingkan atom karbon sehingga terbentuklah dipol positif dan negatif.



Muatan parsial positif yang terjadi pada atom karbon disukai oleh sangat disukai oleh nukleofil yang menyebabkan terjadinya penyerangan oleh nukleofil terhadap atom karbon. 



Panjang Ikatan dan Kekuatan Ikatan Ukuran atom yang semakin besar dari fluorin ke iodin menyebabkan panjang ikatan meningkat dan kekuatan ikatan menurun. Fluorometana sangat polar, memiliki ikatan C-X terpendek dan terkuat, sedangkan iodometana kurang polar dan memiliki ikatan C-X terpanjang dan kekuatan ikatannya terlemah. Hal ini yang menyebabkan ikatan iodometana lebih mudah memutuskan ikatannya dan lebih reaktif dibandingkan fluorometana. Di bawah ini merupakan ilustrasi dari kepolaran, panjang ikatan, dan kekuatan ikatan.







Kekuatan basa dari gugus lepas Basa lewis merupakan spesi yang dapat mendonorkan elektron pada spesi lain. Semakin kuat basa lewis semakin baik kemampuan mendonorkan elektronnya. Sebaliknya, gugus lepas merupakan gugus penarik elektron yang akan lepas dari ikatan dengan membawa sepasang elektron. Sehingga semakin lemah sifat basanya, maka baik kemampuannya dalam menarik elektron. Hal ini ditunjukkan pada tabel tingkat keasaman pada beberapa gugus lepas.



HI memiliki keasaman terkuat dengan pH yang sangat kecil sehingga sifat basanya paling lemah diantara yang lainnya. Ion iodida merupakan gugus lepas yang paling baik dibandingkan halida lainnya. Sifat basa yang lemah ini menjadikan gugus lepas stabil ketika terlepas menjadi ion. Gugus lepas tidak stabil dapat menyebabkan reaksi dapat balik atau reversibel. Jika perbedaan kebasaan antara nukleofil dan gugus lepas kecil, maka reaksi dapat berlangsung kebalikannya, gugus lepas dapat menyerang kembali nukleofil. Contohnya jika nukleofil adalah Br- dan gugus lepas adalah I- maka reaksi tersebut dapat balik



karena selisih pKa yang sangat kecil.



Lain halnya jika nukelofil berupa H2O dan gugus lepas berupa Cl-. HCl jauh lebih asam daripada H2O sehinga sifat basa jauh lebih kecil. Akibatya, OH - dapat mengusir Cl- sedangkan Cl- tidak dapat melakukan hal sebaliknya. Oleh karena itu, semakin lemah sifat basa akan menjadi gugus lepas yang paling baik karena ia idak akan menyerang kembali ikatan antara nukleofil dengan substrat. Efek Pelarut terhadap Reaksi SN2 Pelarut yang digunakan dalam reaksi subtitusi kita ketahui ada dua yaitu, pelarut polar protik dan pelarut polar aprotik. Pelarut polar protik adalah pelarut yang dapat mendonorkan ikatan hidrogen. Molekul-molekul pelarut mengatur diri mereka sendiri sehingga hidrogen bermuatan positif mengarah ke spesies bermuatan negatif. Interaksi antara ion dan dipol pelarut protik disebut interaksi ion-dipol.



Gambar 9. Interaksi antara ion dan dipol pelarut protik Dapat dilihat dari gambar diatas, bahwa hydrogen bermuatan positif pada pelarut polar protik mengelilingi nukleofil sehingga nukleofil tidak bebas bergerak. Hal ini sangat cocok untuk reaksi SN1 yang membutuhkan waktu pembentukan karbokation sehingga



nukleofil tidak dapat langsung menyerang pada subtract karena disolvasi terlebih dahulu oleh pelarut polar protik. Pelarut polar aprotik bukan pendonor ikatan hidrogen karena tidak memiliki hidrogen yang terikat pada oksigen atau nitrogen, jadi tidak ada hidrogen bermuatan positif untuk membentuk interaksi ion-dipol untuk mensolvasi anion/nukleofil.



Gambar 10. Contoh pelarut polar aprotik



Gambar 11. ………………. Hasilnya, sehubungan dengan solvasi, adalah interaksi relatif lemah antara pelarut aprotik dan nukleofil tersebut. Lemahnya interaksi antara pelarut polar aprotik dengan nukloefil ini menyebabkan semakin cepat pula nukleofil untuk menyerang subtract. Hal ini menyebabkan pelarut polar aprotik lebih baik untuk reaksi SN2, karena pelarut tersebut tidak menghambat nukleofil untuk menyerang subtract. Semakin kuat nukleofilik, maka akan semakin cepat pula reaksi berlangsung.



Gambar 12. …………………



Reaksi Substitusi Ektrofilik pada Senyawa Aromatis Sebagian besar reaksi substitusi elektrofilik pada senyawa aromatik berlangsung dengan mekanisme ion arenium. Ion Arrenium adalah jenis karbokation yang terstabilkan oleh adanya resonansi.



Bentuk resonansi ion arenium :



Dalam mekanisme ini langkah pertamanya adalah serangan elektrofil pada inti benzena menghasilkan zat – antara (intermediate) yang bermuatan positif yang disebut dengan ion benzenonium. Pada langkah kedua terjadi proses lepasnya gugus pergi dari ion benzenonium membentuk produk. Pada mekanisme reaksi substitusi elektrofilik senyawa aromatik, jika spesies penyerang berupa ion positif (misalnya E+) , maka serangan pada senyawa aromatik (misalnya benzena) akan menghasilkan karbokation yang tahap-tahapnya adalah sebagai berikut:



Tahap 1: H +



E



E



lambat E+



+ (1)



H



H



H



+



+ (2) ion benzenonium



(3)



E



Pada tahap ini elektrofil mengambil dua elektron dari 6 elektron pada inti benzena dan membentuk ikatan dengan salah satu atom karbon cincin benzena. Pembentukan ikatan ini akan merombak sistem aromatik yang ada karena pada pembentukan ion benzenonium atom karbon yang membentuk ikatan dengan elektrofil berubah dari hibridisasi sp2 menjadi sp3 dan tidak lagi memiliki orbital p. Keempat elektron ion benzenonium terdelokalisasi pada kelima orbital p. Struktur (1), (2) dan (3) adalah struktur resonansi penyumbang pada struktur ion benzenonium yang sebenarnya. Struktur ion benzenonium yang sebenarnya merupakan hibrida dari struktur-struktur resonansi tersebut. Struktur (1) sampai dengan (3) seringkali digambarkan dengan struktur (4) sebagai berikut. H +



E



(4)



Ion arenium seringkali disebut juga dengan nama kompleks Wheland atau kompleks σ (sigma). Tahap 2: H +



E



E cepat



+



H+



Pada tahap 2 ion benzenonium melepaskan proton dari atom karbon yang mengikat elektrofil. Atom karbon yang mengikat elektrofil berubah kembali menjadi hibridisasi sp2 dan inti benzena memperoleh kestabilannya kembali. Langkah dalam tahap 2 tersebut lebih cepat daripada tahap 1, karena itu langkah penentu laju reaksinya adalah tahap 1 dan reaksinya merupakan reaksi orde kedua.



Berikut diagram perubahan reaksi SEAr



Sebelum terjadinya mekanisme reaksi SEAr , harus memenuhi : 1.



Dibutuhkan E+ yang lebih kuat dibandingkan Br2. 2.Menggunakan katalis asam lewis kuat, FeBr3.



Mekanismenya reaksi SEAr Br



Br



+



+ Br



FeBr 3



 Br



H



 FeBr 3



Proceeds through a -complex Br



Br



H



Br



H



+



Br 2 FeBr 3



H



+



CH



HC +



CH



-complex with the positive charge, distributed only between ortho- and para-positions



Br Br



Br



Br



Addition



-



+



-H



Br



Substitution (aromaticity is restored)



Berikut orientasi gugus masuk pada senyawa benzen monosubstitusi Gugus-gugus yang meningkatkan laju reaksi dinamakan gugus pengaktif sedangkan gugus yang memperlambat laju reaksi disebut gugus pendeaktif. Gugusgugus yang termasuk kelompok pengarah orto-para sebagian bersifat pengaktif dan sebagian lainnya bersifat pendeaktif, sedangkan gugus-gugus pengarah meta semuanya termasuk dalam kelompok pendeaktif. Jika suatu gugus dikatakan sebagai pengaruh orto-para tidak mutlak diartikan bahwa gugus yang baru seluruhnya diarahkan keposisi orto dan para. Contohnya reaksi nitrasi pada toluena menghasilkan isomer orto = 59%,



para = 37% dan meta = 4%.



Perbedaan gugus aktivasi dan deaktivasi cincin benzena Benzena tersubstitusi yang mempunyai gugus aktivasi dapat melakukan reaksi SE lebih cepat daripada benzena yang mempunyai gugus deaktivasi. Gugus aktivasi akan mengakibatkan energi aktivasi menjadi lebih rendah sehingga laju reaksi lebih tinggi. Benzena tersubstitusi dengan gugus aktivasi merupakan pengarah orto dan para, sedangkan gugus deaktivasi merupakan pengarah β.



REAKSI ADISI



Adisi Nukleofilik Reaksi yang paling karakteristik senyawa karbonil adalah adisi terhadap ikatan rangkap karbon-oksigen. Reaksi ini melibatkan serangan suatu nukleofil pada karbon karbonil menghasilkan intermediateI (spesies antara) tetrahedral dalam mana oksigen mengemban muatan negatif. Sepsies ini kemudian terprotonasi atau berkaitan dengan suatu asam Lewis menghasilkan produk. Jika reaksi dikatalisis dengan asam, mula-mula elektrofil terikat pada oksigen kemudian diikuti dengan serangan nukleofil terhadap karbon karbonil yang telah teraktifkan.



Adisi air, hidrasi. Aldehida dan keton dapat bereaksi dengan air menghasilkan 1,1-diol, atau geminal (gem) diol. Reaksi ini adalah revesible (dapat balik), gem diol dapat melepaskan air menjadi keton atau aldehida kembali.



Posisi kesetimbangan dipengaruhi oleh besarnya dan sifat kelistrikan gugus R. Contoh:



Formaldehida terhidrasi secara sempurna, sedangkan hidrat aseton pada kesetimbangan dapat diabaikan. Hal ini terjadi karena gugus metil pada aseton



menstabilkan ikatan rangkap karbonilnya melalui pengaruh mendorong electron dan juga dipengaruhi rintangan steriknya.



Faktor kelistrikan dan rintangan sterik bukan hanya mempengaruhi posisi kesetimbangan tapi juga terhadap kecepatan reaksi adisi. Keadaan transisi untuk pembentukan produk harus berkarakter sebagian tetrahedral dan sebagian ikatan nukleofil dengan karbon. Faktor-faktor yang menstabilkan atau mengdestabilkan produk adisi relatif terhadap starting materials diharapkan mempunyai pengaruh yang serupa terhadap keadaan transisi.



Sebagai contoh, reaksi adisi terhadap formaldehid, sikloopropanon, dan heksafluoroaseton berjalan lebih cepat (lebih reaktif) dari pada aseton, sedangkan senyawa-senyawa seperti di-t-butil keton dan asetofenon bereaksi jauh lebih lambat. Kecepatan reaksi adisi terhadap senyawa karbonil tidak hanya dipengaruhi oleh struktur senyawa karbonil tapi juga dipengaruhi oleh kondisi dimana reaksi itu dijalankan. Dalam hal hidrasi asetaldehida, reaksi hanya berjalan lamnat pada pH 7, tetapi bila pH dinaikkan atau diturunkan maka reaksi berjalan lebih cepat. Adapun mekanisme reaksinya masing-masing adalah sebagai berikut: Mekanisme reaksi pada kondisi asam



Mekanisme reaksi pada kondisi basa (alkalis) REAKSI ELIMINASI



Eliminasi artinya pelepasan atau penghilangan. Reaksi eliminasi dapat dianggap kebalikan dari reaksi adisi. Pada reaksi ini, dua atom atau gugus yang masing-masing terikat pada dua buah atom C yang letaknya berdampingan dilepaskan oleh suatu pereaksi sehingga menghasilkan ikatan rangkap. Reaksi ini hanya dapat berlangsung bila ada zat yang menarik molekul yang akan dieliminasi. Reaksi eliminasi digunakan untuk membuat senyawa-senyawa alkena dan alkuna. Sebaga contoh adalah reaksi pembuatan etena dari etanol.



Reaksi Eliminasi adalah suatu jenis reaksi organik dimana dua substituen dilepaskan dari sebuah molekul baik dalam satu atau dua langkah mekanisme, atau dapat disebut juga penyingkiran atau penghilangan beberapa atom yang terjadi pada suatu senyawa. Pada reaksi ini senyawa yang berikatan tunggal berubah menjadi ikatan rangkap.



Reaksi satu langkah disebut dengan reaksi E2. Sedangkan reaksi dua langkah disebut dengan reaksi E1. Harap diingat bahwa symbol angka pada huruf E (yang berarti elimination) tidak melambangkan jumlah langkah. E2 dan E1 menyatakan kinetika reaksi, yaitu berturut-turut bimolekuler dan unimolekuler.



REAKSI E2 Reaksi E2 (eliminasi bimolekular) ialah reaksi eliminasi alkil halida yang paling berguna. Reaksi E2 alkil halida cenderung dominan bila digunakan basa kuat, seperti – OH dan–OR, dan temperatur tinggi. Secara khas reaksi E2 dilaksanakan dengan memanaskan alkil halida dengan K+ -OH / Na+ -OCH2CH3 dalam etanol. Reaksi E2 berjalan tidak lewat suatu karbokation sebagai zat-antara, melainkan



berupareaksi serempak (concerted reaction) yakni terjadi pada satu tahap, sama seperti reaksi SN2. •



Basa membentuk ikatan dengan hidrogen







Elektron-elektron C-H membentuk ikatan pi







Brom bersama sepasang elektronnya meninggalkan ikatan sigma C-Br.



Perhatikan gambar :



Persamaan diatas menunjukkan mekanisme, dengan anak panah bengkok menyatakan “pendorongan elektron” (electron-pushing). Dalam reaksi E2, seperti dalam reaksi E1, alkil halida tersier bereaksi paling cepat dan alkil halida primer paling lambat. (Bila diolah dengan suatu basa, alkil halide primer biasanya begitu mudah bereaksi substitusi, sehingga sedikit alkena terbentuk) Perbedaan antara mekanisme eliminasi E1 dan E2 E1 1.



membentuk karbokation



2.



karbokation memberi proton pada basa lalu terbentuk alkena



3.



basa merebut proton dari atom C (beta, C yang berdampingan dengan C+)



E2 1.



nukleofil langsung mengambil proton dari atom C (beta) pada atom C gugus pergi



2.



tidak terjadi pembentukan karbokation



3.



pembentukan secara serempak



Perbandingan E1 dan E2 E1 terjadi pada:



1.



konsentrasi basa rendah



2.



dengan pelarut basa



3.



dengan substrat tersier dan beresonansi (alkil halida)



E2 terjadi pada: 1.



Pada basa kuat dengan konsentrasi tinggi



2.



Alkil halida+basa kuat+panas  E2



3.



Alkil halida+asam kuat+panas E1



4.



Alkohol+asam kuat+panas  E1



BAB III KESIMPULAN







Mekanisme reaksi SN2 terjadi satu tahap dan berlangsung cepat.







Laju reaksi ditentukan oleh konsentrasi substrat dan nukleofilik V= k [RX][Nu-]







Streokimia yang dihasilkan pada reaksi SN2 merupakan inversi konfigurasi







Pelarut yang digunakan adalah pelarut aprotik.







Pada alkil halida gugus lepas yang paling baik adalah iodin sedangkan flourin merupakan gugus lepas yang paling buruk.



DAFTAR PUSTAKA



Bruice, Paula Yurkanis. Organic Chemistry Fourth Edition. Fessenden, Ralp J dan Fessenden, Joan S.1986. Kimia Organik Edisi Ketiga.Erlangga: Jakarta. Jr, Wade L.G. 2006. Organic Chemistry Sixth Edition. Pearson Prentice HaW: United State of America Loudon, Marc. 2008. Organic Chemistry Seventh Edition. Robert A D Compa Y Publishers: Colorado. Murry, Jhon Mc. 2008. Organic Chemistry



Seventh Edition. Thomson Learning



Academic Resource Center: United State of America. Solomon, Graham T.W. 2008. Organic Chemistry Seventh Edition. John Wiley & Sons, Inc: United State of America. http://en.wikipedia.org/wiki/SN2_reaction diakses pada tanggal 10 september 2014 http://chemwiki.ucdavis.edu/Organic_Chemistry/Reactions/SN2_Reaction diakses pada tanggal 10 september 2014