MAKALAH PEMBERONTAKAN PKI MADIUN New [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH PEMBERONTAKAN PKI MADIUN



DOSEN : Dra. Sumilah Irwan, MM KELOMPOK 6 1. Moh. Beby Larekeng : 180304001006 2. Mutiara Thuzahra : 180304001021 3. Azi Pratama : 180304001009 4. Difa Hanif Adira : 180304001016 5. Achmad Rizky : 180304001010



KATA PENGANTAR



Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Kewarnegaraan tentang Pemberontakan PKI Madiun 1948. Makalah ini telah kami susun dengan maksimal secara berkelompok sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah ini tentang bermanfaat untuk teman teman sekalian dan dapat memberikan inpirasi terhadap pembaca.



ii



DAFTAR ISI



HALAMAN JUDUL ......................................................................................................... i KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii DAFTAR ISI...................................................................................................................... iii BAB I



PENDAHULUAN A. Latar Belakang ............................................................................................... 1



BAB II PEMBAHASAN A. Tujuan Pemberontakan PKI Madiun ............................................................. B. Latar Belakang Lahirnya PKI Madiun .......................................................... C. Persiapan RI untuk Melawan PKI ................................................................. D. Perlawanan RI terhadap PKI ......................................................................... E. Kronologi Peristiwa Pemberontakan PKI Madiun 1948 ............................... F. Monumen Pemberontakan PKI Madiun ........................................................ G. Akhir Revolusi PKI Mdiun 1948...................................................................



3 4 6 6 7 17 18



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan dan Pertanyaan .......................................................................... 21 B. Pertanyaan dan Saran ..................................................................................... 21 DAFTAR PUSAKA .......................................................................................................... 22



iii



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Peristiwa Madiun (Madiun Affairs) / Pemberontakan PKI 1948 / Pemberontakan PKI Madiun merupakan salah satu pemberontakan (gagal) yang -menurut Orde Baru- didalangi PKI (Partai Komunis Indonesia), yang terjadi di Jawa Timur antara bulan September hingga Desember 1948. Ada sejumlah pihak yang merasa bahwa tuduhan bahwa PKI adalah dalang peristiwa ini sebetulnya merupakan rekayasa pemerintah Orde Baru (dan sebagian pelaku Orde Lama). Pasalnya hingga era Orde Lama usai, peristiwa ini dinamakan Peristiwa Madiun (Madiun Affairs), dan tidak pernah disebut sebagai pemberontakan Parta Komunis Indonesia (PKI). Baru pada era Orde Baru peristiwa ini mulai dinamakan pemberontakan PKI. Membahas mengenai pemberontakan PKI di Madiun tidak bisa lepas dari jatuhnya kabinet Amir Syarifuddin pada tahun 1948. Kabinet Amir Syarifuddin jatuh disebabkan oleh kegagalannya dalam perundingan Renville yang sangat merugikan Indonesia. Setelah Amir Syarifuddin turun dari kabinetnya dan digantikan oleh Kabinet Hatta. Amir Syarifuddin merasa kecewa kemudian bersama kelompok-kelompok sayap kiri lainnya tidak setuju dengan pergantian kabinet tersebut.



1



BAB II PEMBAHASAN



Untuk merebut kembali kedudukannya, pada tanggal 28 Juni 1948 Amir Syarifuddin membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR) Untuk memperkuat basis massa, FDR sendiri terdiri dari Partai Sosialis Indonesia, PKI, Pesindo, PBI, dan Sarbupri. Setelah terbentuk, FDR kemudian membentuk organisasi kaum petani dan buruh. Strategi yang diterapkan FDR untuk membantu Amir Syarifuddin dalam merebut kembali kabinetnya / menjatuhkan kabinet hatta adalah: 1. FDR berusaha menumbuhkan ketidakpercayaan rakyat terhadap pemerintah dengan cara melakukan pemogokan umum dan berbagai bentuk pengacauan. 2. Didalam parlemen, FDR mengusahakan terbentuknya Front Nasional yang mempersatukan berbagai kekuatan sosial politik untuk menggulinkan Kabinet Hatta. 3. Madiun dijadikan sebagai basis pemerintah sedangkan Surakarta dibuat sebagai daerah kacau untuk mengalihkan perhatian TNI kala itu. 4. FDR menarik pasukan yang berada dalam medah perang untuk memperkuat wilayah yang dibinanya. Pada tanggal 11 Agustus 1948, Setelah Musso tiba dari Moskow. Amir dan FDR segera bergabung dengan Musso. Semenjak itulah bersatu kekuatan PKI dan FDR dibawah pimpinan Muso dan Amir Syarifuddin. Kelompok gabungan PKI dan FDR ini seringkali melakukan aksiaksinya antara lain : 1. Melancarkan propaganda anti pemerintah. 2. Mengadakan pemogokan-pemogokan kerja bagi para buruh di perusahaan misalnya di pabrik karung di Delanggu Klaten. 3. Melakukan pembunuhan-pembunuhan misalnya pada tanggal 13 September 1948 tokoh pejuang 1945 Dr. Moewardi diculik dan dibunuh. kemudian bentrok senjata di Solo 2 Juli 1948, Komandan Divisi LIV yakni Kolonel Sutarto secara tiba-tiba terbunuh. Mengetahui hal itu, pemerintah langsung memerintahkan kesatuan-kesatuan TNI yang tidak terlibat adudomba untuk memulihkan keamanan di Surakarta dan sekitarnya. Operasi ini dipimpin oleh kolonel Gatot Subroto. Pemerintah Indonesia sejatinya sudah melakukan upaya-upaya diplomasi dengan Muso, bahkan sampai mengikutsertakan tokoh-tokoh kiri yang lain, yaitu Tan Malaka, untuk meredam gerak ofensif PKI Muso. Namun kondisi politik sudah amat panas, sehingga pada pertengahan September 1948, pertempuran antara kekuatan-kekuatan bersenjata yang memihak PKI dengan TNI mulai meletus. PKI dan kelompok pendukungnya (FDR) kemudian memusatkan diri di Madiun. Muso pun kemudian pada tanggal 18 September 1948 memproklamirkan Republik Soviet Indonesia.



2



Hari berikutnya, PKI/FDR menyatakan pembentukan pemerintahan baru. Selain di Madiun, PKI juga mengumumkan hal yang sama pula di Pati, Jawa Tengah. Pemberontakan ini menewaskan Gubernur Jawa Timur RM Suryo, dokter pro-kemerdekaan Moewardi, serta beberapa tokoh agama dan polisi. Untuk mengembalikan keamanan secara menyeluruh di Madiun, pemerintah bergerak cepat. Provinsi Jawa Timur dijadikan daerah istimewa, selanjutnya Kolonel Sungkono diangkat sebagai gubernur militer. Operasi penumpasan dimulai pada tanggal 20 September 1948 dipimpin oleh Kolonel A. H. Nasution. Salah satu operasi penumpasan ini adalah pengejaran Musso yang melarikan diri ke Sumoroto, sebelah barat Ponorogo. Pada operasi tersebut Musso berhasil ditembak mati. Sedangkan Amir Sjarifuddin dan tokoh-tokoh kiri lainnya berhasil ditangkap dan dijatuhi hukuman mati. Amir sendiri tertangkap di daerah Grobogan, Jawa Tengah. Sedangkan sisasisa pemberontak yang tidak tertangkap melarikan diri ke arah Kediri, Jawa Timur. Merekalah yang kelak di tahun 1965, berhasil menjadikan PKI kembali menjadi partai besar di Indonesia sebelum terjadinya peristiwa Gerakan 30 September 1965. Akibat dari pemberontakan PKI Madium sendiri, diperkirakan terdapat ribuan orang tewas dan ditangkap pemerintah akibat pemberontakan ini.



A. Tujuan Pemberontakan PKI Madiun Terdapat beragam motif dan tujuan dalam pemberontakan PKI Madium / Pemberontakan PKI 1948, namun tujuan utama dari pemberontakan PKI Madiun ini adalah: 1. Untuk menggulingkan kebinet Hatta 2. Untuk meruntuhkan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan menggantinya dengan negara komunis. 3. Untuk mendirikan Negara Republik Soviet Indonesia yang berazaskan komunisme. Dengan diatasinya pemberontakan PKI di Madiun, maka selamatlah bangsa Indonesia dari ancaman ideologi komunis yang bersebrangan dengan ideologi Pancasila. Penumpasan pemberontakan PKI dilakukan oleh bangsa Indonesia sendiri, tanpa bantuan apa pun dari pihak asing. Dalam kondisi bangsa yang masih begitu sulit kala itu, ternyata Republik Indonesia berhasil menggagalkan pemberontakan yang relatif besar oleh kaum komunis dalam waktu singkat. Peristwa Madiun (atau Madiun Affairs) adalah sebuah konflik kekerasan yang tejadi di Jawa Timur bulan September – Desember 1948. Peristiwa ini diawali dengan diproklamasikannya negara Soviet Republik Indonesia pada tanggal 18 September 1948 di Madiun oleh Muso, seorang tokoh Partai Komunis Indonesia dengan didukung pula oleh Menteri Pertahanan saat itu, Amir Sjarifuddin.Pada saat itu hingga era Orde Lama peristiwa ini dinamakan Peristiwa Madiun (Madiun Affairs), dan tidak pernah disebut sebagai pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI). Baru di era Orde Baru peristiwa ini mulai dinamakan pemberontakan PKI.



3



Bersamaan dengan itu ter jadi penculikan tokoh-tokoh masyarakat yang ada di Madiun yang tidak baik itu tokoh sipil maupun militer di pemerintahan ataupun tokoh-tokoh masyarakat dan agama.Masih ada kontroversi mengenai peristiwa ini. Sejumlah pihak merasa tuduhan bahwa PKI yang mendalangi peristiwa ini sebetulnya adalah rekayasa pemerintah Orde Baru (dan sebagian pelaku Orde Lama) Tawaran bantuan dari Belanda. Pada awal konflik Madiun, pemerintah Belanda berpura-pura menawarkan bantuan untuk menumpas pemberontakan tersebut, namun tawaran itu jelas ditolak oleh pemerintah Republik Indonesia. Pimpinan militer Indonesia bahkan memperhitungkan, Belanda akan segera memanfaatkan situasi tersebut untuk melakukan serangan total terhadap kekuatan bersenjata Republik Indonesia. Memang kelompok kiri termasuk Amir Syarifuddin Harahap, tengah membangun kekuatan untuk menghadapi Pemerintah RI, yang dituduh telah cenderung berpihak kepada AS.



B. Latar Belakang Lahirnya PKI Madiun Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, muncul berbagai organisasi yang membina kader-kader mereka, termasuk golongan kiri dan golongan sosialis. Selain tergabung dalam Pesindo (Pemuda Sosialis Indonesia), Partai Sosialis Indonesia (PSI) juga terdapat kelompok-kelompok kiri lain, antara lain Kelompok Diskusi Patuk, yang diprakarsai oleh Dayno, yang tinggal di Patuk, Yogyakarta. Yang ikut dalam kelompok diskusi ini tidak hanya dari kalangan sipil seperti D.N. Aidit, Syam Kamaruzzaman, dll., melainkan kemudian juga dari kalangan militer dan bahkan beberapa komandan brigade, antara lain Kolonel Joko Suyono, Letkol Sudiarto (Komandan Brigade III, Divisi III), Letkol Soeharto (Komandan Brigade X, Divisi III. Kemudian juga menjadi Komandan Wehrkreis III, dan menjadi Presiden RI), Letkol Dahlan, Kapten Suparjo, Kapten Abdul Latief dan Kapten Untung Samsuri. Pada bulan Mei 1948 bersama Suripno, Wakil Indonesia di Praha, Musso, kembali dari Moskow, Rusia. Tanggal 11 Agustus, Musso tiba di Yogyakarta dan segera menempati kembali posisi di pimpinan Partai Komunis Indonesia. Banyak politisi sosialis dan komandan pasukan bergabung dengan Musso, antara lain Mr. Amir Sjarifuddin Harahap, dr. Setiajid, kelompok diskusi Patuk, dll. Aksi saling menculik dan membunuh mulai terjadi, dan masing-masing pihak menyatakan, bahwa pihak lainlah yang memulai. Banyak perwira TNI, perwira polisi, pemimpin agama, pondok pesantren di Madiun dan sekitarnya yang diculik dan dibunuh Tujuan pemberontakan itu adalah meruntuhkan negara RI dan menggantinya dengan negara komunis.



4



Tanggal 10 September 1948, mobil Gubernur Jawa Timur RM Ario Soerjo (RM Suryo) dan mobil 2 perwira polisi dicegat massa pengikut PKI di Ngawi. Ketiga orang tersebut dibunuh dan mayatnya dibuang di dalam hutan. Demikian juga dr. Muwardi dari golongan kiri, diculik dan dibunuh. Tuduhan langsung dilontarkan, bahwa pihak lainlah yang melakukannya. Di antara yang menjadi korban juga adalah Kol. Marhadi yang namanya sekarang diabadikan dengan Monumen yang berdiri di tengah alun-alun Kota Madiun dan nama jalan utama di Kota Madiun. Kelompok kiri menuduh sejumlah petinggi Pemerintah RI saat itu, termasuk Wakil Presiden/Perdana Menteri Mohammad Hatta telah dipengaruhi oleh Amerika Serikat untuk menghancurkan Partai Komunis Indonesia, sejalan dengan doktrin Harry S. Truman, Presiden AS yang mengeluarkan gagasan Domino Theory. Truman menyatakan, bahwa apabila ada satu negara jatuh ke bawah pengaruh komunis, maka negara-negara tetangganya akan juga akan jatuh ke tangan komunis, seperti layaknya dalam permainan kartu domino. Oleh karena itu, dia sangat gigih dalam memerangi komunis di seluruh dunia. Kemudian pada 21 Juli 1948 telah diadakan pertemuan rahasia di hotel "Huisje Hansje" Sarangan, dekat Madiun yang dihadiri oleh Soekarno, Hatta, Sukiman, Menteri Dalam negeri, Mohamad Roem (anggota Masyumi) dan Kepala Polisi Sukanto, sedangkan di pihak Amerika hadir Gerald Hopkins (penasihat politik Presiden Truman), Merle Cochran (pengganti Graham yang mewakili Amerika dalam Komisi Jasa Baik PBB). Dalam pertemuan Sarangan, yang belakangan dikenal sebagai "Perundingan Sarangan", diberitakan bahwa Pemerintah Republik Indonesia menyetujui Red Drive Proposal (proposal pembasmian kelompok merah). Dengan bantuan Arturo Campbell, Sukanto berangkat ke Amerika guna menerima bantuan untuk kepolisian RI. Campbell yang menyandang gelar resmi Atase Konsuler pada Konsulat Jenderal Amerika di Jakarta, sesungguhnya adalah anggota Central Intelligence Agency – CIA. Diisukan, bahwa Sumarsoso tokoh Pesindo, pada 18 September 1948 melalui radio di Madiun telah mengumumkan terbentuknya Pemerintah Front Nasional bagi Karesidenan Madiun. Namun Soemarsono kemudian membantah tuduhan yang mengatakan bahwa pada dia mengumumkan terbentuknya Front Nasional Daerah (FND) dan telah terjadi pemberontakan PKI. Dia bahwa FND dibentuk sebagai perlawanan terhadap ancaman dari Pemerintah Pusat. Pada 19 September 1948, Presiden Soekarno dalam pidato yang disiarkan melalui radio menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia, untuk memilih: Musso-Amir Syarifuddin atau Soekarno-Hatta. Maka pecahlah konflik bersenjata, yang pada waktu itu disebut sebagai Madiun Affairs (Peristiwa Madiun), dan di zaman Orde Baru terutama di buku-buku pelajaran sejarah kemudian dinyatakan sebagai pemberontakan PKI Madiun.



5



C. Persiapan RI untuk Melawan PKI



Pada 18 September 1948 pagi, Soemarsono selaku Gubernur Militer (PKI) dan atas nama pemerintah Front Nasional setempat, memproklamasikan tidak terikat lagi kepada RI pimpinan Soekarno-Hatta, dan memaklumkan pemerintah Front Nasional. Kekuatan militer PKI untuk melakukan makar adalah kesatuan-kesatuan Brigade XXIX eks Pesindo, pimpinan Kolonel Dachlan. Mereka bersenjata lengkap dan berpengalaman tempur. Dari Madiun PKI menabuh genderang perang menantang RI. Dari Yogyakarta, pada 19 September jam 22:00, Presiden Soekarno berpidato keras antara lain: “….. Kemarin pagi Muso mengadakan kup dan mendirikan suatu pemerintahan Soviet di bawah pimpinan Muso. Perampasan kekuasaan ini dipandang sebagai permulaan untuk merebut seluruh pemerintahan RI. Ternyata peristiwa Solo dan Madiun tidak berdiri sendiri-sendiri, melainkan satu rantai-tindakan untuk merobohkan pemerintah RI” “……Bantulah pemerintah, bantulah alat-alat pemerintah dengan sepenuh tenaga, untuk memberantas semua bentuk pemberontakan dan mengembalikan pemerintahan yang sah di daerah yang bersangkutan. Rebut kembali Madiun, Madiun harus segera di tangan kita kembali….” Pada 20 September 1948 diadakan sidang Dewan Siasat Militer dipimpin PM/Menteri Pertahanan Hatta. Apabila tidak diadakan tindakan cepat menumpas PKI, Belanda akan melakukan intervensi. Angkatan Perang harus secepatnya merebut Madiun kembali. Kolonel A.H. Nasution sebagai kepala staf Operasi MBAP menyanggupi merebut kembali Madiun dalam waktu dua minggu. D. Perlawanan RI terhadap PKI Kekuatan pasukan pendukung Musso digempur dari dua arah: Dari barat oleh pasukan Divisi II di bawah pimpinan Kolonel Gatot Subroto, yang diangkat menjadi Gubernur Militer Wilayah II (Semarang-Surakarta) tanggal 15 September 1948, serta pasukan dari Divisi Siliwangi, sedangkan dari timur diserang oleh pasukan dari Divisi I, di bawah pimpinan Kolonel Sungkono, yang diangkat menjadi Gubernur Militer Jawa Timur, tanggal 19 September 1948, serta pasukan Mobiele Brigade Besar (MBB) Jawa Timur, di bawah pimpinan M. Yasin. Panglima Besar Sudirman menyampaikan kepada pemerintah, bahwa TNI dapat menumpas pasukan-pasukan pendukung Musso dalam waktu 2 minggu. Memang benar, kekuatan inti pasukan. Tanggal 30 September 1948, kota Madiun dapat dikuasai seluruhnya. Pasukan Republik yang datang dari arah timur dan pasukan yang datang dari arah barat, bertemu di Hotel Merdeka di Madiun. Namun pimpinan kelompok kiri beserta beberapa pasukan pendukung mereka, lolos dan melarikan diri ke beberapa arah, sehingga tidak dapat segera ditangkap. 6



E. Kronologi Peristiwa Pemberontakan PKl Madiun 1948 17 Januari



: Persetujuan Renville ditandatangani oleh kedua belah pihak yang bersengketa, yaitu pihak Indonesia dan Belanda di bawah kesaksian anggota-anggota Komisi Tiga Negara.



23 Januari



: Kabinet Amir Sjarifuddin jatuh.



29 Januari



: Kabinet Presidensial Hatta diumumkan tanpa mengikutsertakan Sayap Kiri. Tetapi ada 2 tokoh Sayap Kiri dari SOBSI yaitu Supeno dan Kusnan yang duduk dalam kabinet, sebagai pribadi.



3 Februari



: Kabinet Presidensial Hatta dilantik oleh Presiden dengan programnya : 1. Menyelenggarakan persetujuan Renville 2. Mempercepat terbentuknya Negara Indonesia Serikat 3. Rasionalisasi; dan 4. Pembangunan.



16 Februari



: Perdana Menteri Hatta dihadapan Sidang BP. KNIP menjelaskan kebijaksaan pemerintah dalam rangka pelaksanaan programnya.



27 Februari



: Pemerintah melaksanakan Reorganisasi dan Rasionalisasi (Rera) tentara pada Kementerian Pertahanan dan Markas Besar Tertinggi Angkatan Perang sampai ke eselon terbawah. Hal ini dilakukan dengan Penetapan Presiden Nomor 9 tanggal 27 Februari 1948.



27 Februari



: Dibentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR) di Solo, yang merupakan suatu gabungan partai-partai dan organisasi – organisasi golongan kiri. Dengan demikian orang-orang komunis telah berhasil menyatukan diri dalam wadah FDR, di bawah pimpinan PKI.



8 Maret



: Panglima Besar menghadap Presiden di Yogyakarta untuk mengajukan soalsoal ketentaraan dewasa itu dan beliau mendapat kesanggupan dari Panglima Tertinggi untuk membentuk sebuah panitia khusus yang di ketuai PBAP buat melaksanakan reorganisasi.



9 Maret



: Dr. H.J. Van Mook melantik apa yang mereka namakan “Pemerintah Federal Peralihan” dengan Kolonel Surio Santoso sebagai Sekretaris Negara Drusan Keamanan Dalam Negeri : Djenderal CM. Spoor sebagai Panglima Angkatan Perang dan Laksamana Pinke sebagai Panglima Angkatan Laut.



25 Maret



: Diumumkan “Instruksi Panglima Besar tentang Rekonstruksi Kesatuankesatuan Mobil dan Teritorial” (Perintah Harian No. 37).



4 Mei



: Sebagai realisasi dari Rera dikeluarkan Penetapan Presiden No. 14 tanggal 4 Mei 1948, menegaskan tentang pelaksanaan teknis rasionalisasi.



15 Mei



: TNI-Masyarakat dibubarkan secara resmi. 7



20 Mei



: Bertepatan dengan Hari Kebangkitan Nasional, FDR, PNI dan Masyumi mengeluarkan pernyataan bersama. Mereka menyerukan adanya kesatuan sikap, program dan aksi agar pembinaan Indonesia yang merdeka dan berdaulat secara demokratis dapat dicapai.



29 Mei



: Gubernur Militer Daerah Militer Surakarta di bawah pimpinan Wikana (Komunis) dibubarkan dan tugas-tugasnya diambil alih oleh Dewan Pertahanan Daerah Surakarta.



31 Mei



: Diadakan kembali pertemuan antara PM. Hatta dengan Masyumi, PNI, Partai Sosialis, PSI, PKI, PBI, GPII, BKRI, Parkindo dan Partai Katolik untuk membicarakan tentang susunan kabinet dan situasi politik di dalam dan di luar negeri. Semua pihak sepakat untuk menyusun suatu program nasional.



6 Juni



: Dibentuknya suatu Front baru, yaitu Gerakan Revolusi Rakyat (GRR) yang dipimpin oleh dr. Muwardi dan Maruto Nitimihardjo.



16 Juni



: Hasil kerja Panitia Tambahan diumumkan yang isinya antara lain: Pemerintah seharusnya menerima pengakuan dari negara-negara lain terhadap RI tanpa memandang ideologi. Dalam soal pertahanan rakyat, tentara dan rakyat bersama-sama menyelenggarakan pertahanan rakyat.



2 Juli



: Kolonel Soetarto Panglima Komando Pertempuran Panembahan Senopati, ditembak oleh orang yang tak di kenaI di depan rumahnya di Timuran, Solo. Pembunuhan didalangi oleh pihak FDR sendiri, karena pendirian Kolonel Soetarto dinilai ragu-ragu.



4 Juli



: Kembai partai-partai mengadakan pertemuan dengan jumlah yang besar. Dua puluh partai politik mengeluarkan pernyataan bersama bahwa mereka menyetujui program nasional.



26 Juli



: Pemerintah membicarakan dan menyetujui Program Nasional.



27 Juli



: Perdana Menteri Hatta berbicara di hadapan wakil-wakil dua puluh partai mengenai keputusan pemerintah untuk menerima dan menyetujui Program Nasional. Ia menjelaskan, mengingat situasi, tidak semua isi program itu dapat dilaksanakan sekaligus.



10 Agustus



: Musso seorang tokoh komunis Indonesia yang lama bermukim di Rusia kembali ke Indonesia. Musso membawa misi dari komunis internasional untuk melakukan koreksi terhadap komunis Indonesia.



24 Agustus



: Polit Biro CC PKI mengumumkan bahwa perlu dibentuk satu partai kelas buruh. CC PKI mengusulkan agar ketiga partai anggota FOR yaitu PKI, Partai, Sosialis dan Partai Buruh Indonesia (PBI) mengadakan fusi sehingga menjadi satu partai kelas buruh yang memakai nama PKI.



8



26 Agustus



: Musso mengajukan thesis yang berjudul “Jalan Baru untuk Republik Indonesia”, pada konferensi PIG yang berlangsung tanggal 26-27 Agustus 1948. Pokok isi dari thesis tersebut adalah kritik Musso terhadap kebijakan politik yang dijalankan oleh pemimpin-pemimpin Komunis Indonesia sejak Proklamasi 17 Agustus 1945 yang dinilainya sangat salah besar.



1 September



: Kepengurusan FDR sepenuhnya diambil oleh pimpinan PKI.Dengan demikian gerakan FDR sepenuhnya menjadi gerakan PKI.



1 September



: Terjadi penculikan terhadap dua orang anggota pengurus FDR Solo, yaitu Slamet Widjaja dan Pardijo.Penculikan dilakukan atas petunjuk Alip Hartojo dan dilakukan oleh sekelompok tentara yang membawanya ke markas tentara di Tasikmadu, Solo.



11 September : Batalyon Suryosumpeno dari Resimen Sarbini yang berkedudukan di Magelang mendapat perintah langsung dari Panglima Besar Jenderal Soedirman untuk segera berangkat ke Solo, karena di kota ini sedang terjadi kekacauan. Tugas yang diberikan adalah pengamanan kota. 13 September : Komandan Komando Pertempuran Panembahan Senopati pengganti Soetarto, Letkol Suadi mengultimatum Siliwangi sebagai pihak yang dianggap bersalah, agar mengembalikan perwira yang hilang, selambatIambatnya tanggal 13 September 1948. 13 September : Terjadi pertempuran di Srambatan.Panglima Besar Soedirman sangat menyangsikan akibat penyerangan yang terjadi terhadap Srambatan ini. Beliau memerintahkan kepada Komandan CPM Jawa untuk mengamati dan menuntut pihak-pihak yang bersalah dalam penculikan opsir-opsir dan mengambil tindakan tegas terhadap.pasukan yang menyerang satuan Korps Reserve Umum pada tanggal 13 September 1948 di Solo. 14 September : Berlangsung reuni perwira-perwira menengah di Magelang dipimpin Jenderal Soedirman. Bertepatan dengan itu, Kepala Staf Pertahanan Djawa Tengah melaporkan bahwa di Solo telah terjadi penyerangan terhadap suatu pasukan Siliwangi oleh pasukan-pasukan dari Komando Pertempuran Panembahan Senopati. 14 September : Pada saat terjadinya huru-hara/kekacauan di Solo di mana suasana saling curiga mencurigai di antara sesama, pasukan, dua orang tokoh PKI Slamet Wijaya dan Pardio, hilang tidak tentu rimbanya. 14 September : Selain itu terjadi juga penculikan terhadap Dr. Muwardi, ketua GRR bersama 3 orang pimpinan G RR lainnya, yang dilakukan oleh kesatuan Pesindo. Dr. Muwardi diculik ketika ia sedang dinas di Rumah Sakit Jebres. 15 September : Dikeluarkan Order Harian Panglima Besar Jenderal Soedirman, yang pada hakekatnya memerintahkan pasukan-pasukan TNI untuk membela kedaulatan RI, baik ke luar maupun ke dalam. 9



16 September : Menteri Luar Negeri H. Agus Salim menjelaskan tanggapannya di muka Sidang KNIP tentang masalah yang dilontarkan dalam resolusi FDR yang antara lain berisi bahwa Indonesia harus bergabung dengan Rusia jika terjadi perang. Hal ini ditanggapi oleh Menlu bahwa pengakuan unilateral dari negara manapun akan disambut oleh RI dengan gembira. Indonesia tidak akan membatalkan persetujuan dengan pihak luar negeri yang telah di adakan pada waktu-waktu lampau. 16 September : Markas Pesindo di Jawa Timur diserang oleh anggota laskar pengikut GRR. 16 September : Di Yogyakarta Panglima Besar Jenderal Soedirman mengadakan rapat dengan wakil Panglima Besar/Kastaf operasi, Kol. AH. Nasution dan Komandan CPM Kolonel Gatot Soebroto.Dalam rapat itu diputuskan bahwa satu-satunya jalan untuk menyelesaikan pertikaian di Solo adalah menempatkan pimpinan yang tegas. Malam itu juga mereka menghadap Presiden untuk mengajukan usul agar Kol. Gatot Soebroto diangkat menjadi Gubernur Militer Surakarta yang memiliki wewenang atas semua alat negara serta berhak sepenuhnya untuk menjalankan tugas-tugas Dewan Pertahanan Negara. 16 September : Kolonel Gatot Soebroto sejak 16 September 1948 diangkat menjadi Gubernur Militer II untuk daerah Madiun, Surakarta, Semarang, Pati, mendapat perintah melaksanakan operasi Militer menumpas pemberontakan di Madiun.



17 September : Guna menekan pertikaian bersenjata antar satuan, pada tanggal 17 September 1948 daerah Surakarta dinyatakan dalam keadaan bahaya. 17 September : Pasukan Panembahan Senopati yang berada di luar kota mencoba menduduki kota Solo dengan melancarkan serangan frontal. 17 September : Beberapa anggota pimpinan CC PKI mengadakan rapat di Yogyakarta. 18 September : Di kompleks pabrik gula Rejoagung, dinihari terdengar beberapa kali letusan pistol. Dari sumber letusan itu disusul dengan bunyi letusan di tempat lain. Bagi pengikut PKI bunyi letusan tersebut merupakan pertanda awal dari perubahan untuk memulai gerakan. 18 September : Bersamaan dengan dimulainya gerakan pemberontakan Sumarsono, Supardi dan kawan-kawannya “memproklamasikan” berdirinya “Soviet Republik Indonesia”, dan pembentukan Pemerintahan Front Nasional. Proklamasi.diucapkan Supardi, tokoh Pesindo di halaman Karesidenan Madiun dan dilanjutkan dengan pengibaran bendera Merah. Madiun dinyatakan sebagai daerah yang dibebaskan. Abdul Muntalib yang diangkat sebagai Residen Madiun semula berkantor di kantor Karesidenan.



10



18 September : Pagi hari, melalui Radio Republik Indonesia, (selanjutnya disebut Radio “Gelora Pemuda” oleh kaum FDR) Musso memproklamirkan pengalihan kekuasaan negara secara sepihak dan menyatakan berlakunya “Pemerintahan Front Nasional Daerah Madiun”. 18 September : Sore hari, ibukota Yogyakarta baru menerima berita-berita tentang Pemberontak PKI itu. Pada waktu itu Panglima Besar Soedirman sedang berada di luar kota. 18 September : Presiden Soekarno menyampaikan pidato radio dari Yogya sehubungan dengan ditunjuknya Kolonel Gatot Soebroto sebagai Gubernur Militer di Solo. 18 September : Kolonel Gatot Soebroto tiba di Solo, berbarengan dengan mulai meletusnya pemberontakan PKI di Madiun.Pemberontakan ini lebih memperjelas bagi Gatot Soebroto bahwa insiden-insiden yang terjadi di Solo didalangi oleh PKI. 18 September : Batalyon Nasuhi bergerak dari markasnya di Magelang menuju Sukoharjo. Daerah ini dipakai oleh Batalyon Digdo sebagai daerah pengunduran pasukannya dari selatan kota Solo. 19 September : Di Yogyakarta CC PKI mengadakan rapat untuk membahas masalah penerapan rencana koreksi Musso. 19 September : Kolonel Soengkono diangkat sebagai Gubernur Militer Jawa Timur serta ketetapan Jawa Timur sebagai daerah Militer I diumumkan melalui radio. Pengangkatan Soengkono ini merupakan upaya pemerintah guna mengatasi kemelut dan kekosongan kepemimpinan TNI Jawa Timur, dalam rangka menumpas pemberontakan PKI di Madiun. 19 September : Pada pukul 04.30 dinihari, Moh.Yasin memerintahkan anak buahnya dari Mobiele Brigade Besar (MBB) Jawa Timur untuk melucuti pasukan Brigade XXIX yang berada di Hotel Lestari, dilanjutkan dengan penangkapan Oknum PKI Blitar. 19 September : Untuk menggerakkan rakyat agar membantu Pemerintah RI dalam membasmi pemberontakan PKI, maka berturut-turut berpidato Presiden Soekarno, Sultan Hamengku Buwono IX, Menteri Sukiman danJenderal Soedirman. 19 September : Pemerintah RI mengeluarkan pengumuman tentang perebutan kekuasaan oleh PKI di Madiun yang dilakukan dengan menggunakan kesatuankesatuan TNI. Alat-alat pemerintahan di dalam kota telah mereka rebut dengan kekuatan senjata dan dengan cara yang tidak sah.



11



19 September : Kolonel Nasution sebagai Kepala Staf Operasi MBAP, disertai tugas pembersihan di Yogyakarta oleh Panglima Besar.Malam itu juga Kol. Nasution mengadakan pertemuan dengan Komandankomandan yang berada di Yogyakarta antara lain: Komandan CPM dan Komandan KMK (Komando Militer Kota) tentang operasi dan tindakan yang perlu segera diambil untuk daerah Yogyakarta. Letkol Latief Hendraningrat, selaku Komandan KMK dengan cepat menangkap tokoh-tokoh PKI/FDR yang berada di Yogyakarta seperti : Tan Ling Djie, Abdul Madjit, Djokosujono, Maruto Darusman, Ir. Sakirman, dan Ngadiman serta yang lainnya. 19 September : Pukul 00.01 TNI di Yogyakarta bertindak cepat dan berhasil melucuti Brigade Martono (PKI) sebelum mereka beraksi. 20 September : Panglima Besar Soedirman memerintahkan kepada Angkatan Perang Republik Indonesia untuk menumpas pemberontak PKI di Madiun. 20 September : Kolonel Soengkono Gubernur Militer Jawa Timur mengumpulkan para pembantu terdekatnya guna membicarakan tindakan yang akan dilaksanakan dalam rangka menumpas pemberontakan PKI di Madiun. 20 September : Pasukan PKI dan beberapa tokohnya mulai meninggalkan Madiun menuju ke timur ke arah Dungus (basis).Rencana pelarian ke Dungus rupanya memang telah dipersiapkan sebelumnya, apabila Madiun sudah tidak dapat dipertahankan lagi. 20 September : Gubernur Militer II melakukan tindakan pertama dengan mengeluarkan instruksi kepada semua satuan bersenjata di Solo untuk menghentikan tembak-menembak mulai pukul 12.00 malam dan besok harinya tanggal 21 September 1948 agar semua komandan kesatuan yang saling bermusuhan harus melaporkan diri. Mereka yang tidak melapor dianggap sebagai pemberontak. 20 September : Komandan Brigade 12 Letkol Kusno Utomo mendapat perintah langsung dari Panglima Besar Jenderal Soedirman, merebut dan membebaskan daerah utara Jawa Tengah dari tangan pasukan PKI. 20 September : Tokoh-tokoh FDR/PKI di Blitar ditangkapi. 20 September : Di daerah Surabaya telah dilakukan penangkapan dan pelucutan terhadap PKI oleh Letnan Kolonel Kretarto. 20 September : Bantuan pasukan dari Polri mulai datang melapor kepada Gubemur Militer I di Kediri.Pasukan dari Polri ini berkekuatan satu batalyon (4 kompi). Bantuan ini di maksudkan untuk membantu operasi penumpasan PKI di Madiun dari arah timur.



12



21 September : Kolonel Soengkono menemui Mayor Sumarsono, Komandan Batalyon Sumarsono yang berasal dari Laskar (BPRI) di Purwosari (Kediri) untuk menanyakan sikapnya.Sumarsono menyatakan kesetiaannya kepada Pemerintah RI. 21 September : Brigade XXIX di Kediri telah dapat dilucuti dan dilumpuhkan, yang berakibat larinya Batalyon Maladi Jusuf yang, pada waktu itu didislokasi di Ngadirejo. 21 September : Panglima Besar Jenderal Soedirman dan Komandan Pertahanan Jawa Tengah Kolonel B. Sugeng mengunjungi kedua kesatuan yang bertikai, yaitu Siliwangi dan Panembahan Senopati.Pada kesempatan tersebut Panglima Besar menegaskan bahwa dalam pertikaian itu tidak ada yang salah.Pertikaian itu terjadi karena sengaja dibuat oleh pihak PKI.Pertikaian itu ternyata tidak dapat di selesaikan secara tuntas. 21 September : Hari H Gerakan penumpasan dari arah timur adalah tanggal 21 September 1948. Dari arah selatan mulai di gerakkan dua batalyon, yaitu Batalyon Mudjajin danBatalyon Harsono. 21 September : Batalyon A. Kosasih yang berkedudukan di Magelang, di Yogyakarta melaporkan kedatangan Batalyonnya kepada Komandan Brigade Letkol Kusno Utomo.Komandan Brigade kemudian memerintahkan agar pasukan ini segera bergerak ke Solo dalam rangka operasi menumpas pemberontak PKI. 22 September : Djokosujono mengundang sejumlah Komandan TNI untuk berkonferensi di Madiun.Undangan disampaikan 22 September 1948 malam, melalui siaran “Radio Gelora Pemuda”.Yang diundang ialah Panglima Pertahanan Jawa Timur, Komandan Brigade Mobil J awa Timur dan Komandankomandan militer lainnya di seluruh daerah Republik di Jawa Timur.Mereka diharap datang di Balaikota Madiun tanggal 24 September 1948 pukul 11.00 guna merundingkan keadaan. 22 September : Asrama TRIP di jalan Ponorogo, Madiun, digrebek dan diduduki PKI.Senjata pasukan TRIP berusaha dilucuti.Anggota TRIP menolak dan melakukan perlawanan, akibatnya seorang anggota TRIP bernama Moeljadi gugur. 22 September : Pasukan MaladiJusuf sore hari berusaha menyerang dan menduduki kota Trenggalek, tetapi tidak berhasil. Batalyon Mudjajin bertindak lebih cepat menduduki Trenggalek. 23 September : Komunike Brigade Sadikin yang pertama mengatakan bahwa Sarangan dan Walikukun telah direbut kembali oleh TNI dari tangan kaum pemberontak.



13



23 September : Kapten A. Kosasih dari Yogyakarta berangkat ke Klaten untuk menemui Mayor Sunitieso dengan menggunakan jeep dan dikawal oleh beberapa orang prajurit. Kapten A Kosasih menjelaskan bahwa pasukannya akan bergerak ke Solo, dan menanyakan kepada Mayor Sunitioso dengan alat angkut apa agar pasukannya bisa dibawa dengan aman. 23 September : Pasukan-pasukan TNI mengadakan pemeriksaan dari rumah ke rumah di dalam kota Yogyakarta, untuk mencari tokoh-tokoh PKI yang bersembunyi. 23 September : Pasukan Subandono dari Randublatung berangkat ke Cepu untuk memperkuat pasukan Chris Sudono yang mempertahankan kota Cepu. 23 September : Polit Biro PKI menyerukan melalui Radio Madiun, bahwa “berhubung dengan Serangan Umum yang telah dilakukan oleh pemerintah penjual romusha, SoekarnoHatta”, supaya “rakyat dengan aktif memberikan perlawanan terhadap serangan-serangan itu”. 23 September : Untuk membalas undangan Djokosuyono, Panglima Besar Soedirman mengumumkan bahwa Kejaksaan Tentara Republik telah mendakwa sejumlah opsir tinggi yang telah “memberontak”. Antara lain, Kol. Djokosuyono, Panglima Militer Daerah Madiun, Kol. Ir. Sakirman, Letkol Martono Brotokusumo, Mayor Anas, Mayor Pramuji, Mayor Banumahdi, Mayor Usman dan Kapten Misbach. Orang-orang ini berada di daerah pendudukan komunis. Jika keadaan mengizinkan, mereka akan dituntut di muka Mahkamah Tentara. 24 September : Terjadi pertempuran antara pasukan pemerintah dengan para pemberontak selama beberapa jam di Sawangan, 20 km di sebelah timur laut Magelang. 24 September : PKI menyerbu Kantor Polisi Parakan. 24 September : Malam hari, di Tuban dilakukan penangkapan terhadap semua pemimpin FDR oleh Polisi. 25 September : Pagi hari pukul 08.00, Kantor Kabupaten Sukoharjo berhasil diduduki. Pada hari itu seluruh kota Sukoharjo dapat dikuasai Batalyon A. Kosasih. Pasukan pemberontak TLRI yang bertahan di Sukoharjo mundur dengan meninggalkan banyak korban. 25 September : PKI melancarkan aksi-aksinya di Parakan yaitu dengan melakukan penculikan 60 orang, di antaranya Wedana Parakan, Wedana Kretek dan Asisten Wedana Kretek, seorang pemilik sekolah, penghulu Candiroto, Kapten Sumantri dan Letnan Muda Suwadji.



14



25 September : Dalam rangka pembebasan kota Madiun dari arah Barat. Batalyon Sambas yang terdiri dari 3 kompi, berangkat dari Tasikmadu menuju Tawangmangu lewat Karangpandan. Pada hari itu juga Batalyon Sambas yang berkekuatan 760 orang bergerak dari Tawangmangu menuju Madiun dengan tugas utama: Menguasai Madiun dalam waktu singkat, menguasai RRI dan melaporkan kembali setelah Madiun direbut. 25 September : Ex Letnan’ Kolonel Suyoto, di Purwodadi di Pendopo Kabupaten, memproklamirkan berdirinya pemerintahan Front Nasional daerah Semarang.Suyoto sendiri yang menjadi pemimpin militer tertinggi pemerintahan PKI itu. 26 September : Batalyon Nasuhi berhasil merebut kota distrik Sidoharjo, suatu tempat yang penting sekali artinya mengingat letaknya antara dua pusat PKI, yaitu Ponorogo dan Wonogiri dan memisahkan kompleks pegunungan utara Pacitan dengan kompleks Lawu. 27 September : Parakan dapat direbut kembali oleh pasukan pemerintah.Mayor Salomon dan Mayor Sakri yang ditawan oleh pemberontak dapat dibebaskan.Pasukan pemberontak tercerai-berai, ada yang melarikan diri ke Candiroto dan ada yang ke Wonosobo yang pada saat itu telah diduduki oleh Brigade Bachrun untuk mengamankan tempat itu. 29 September : Sekitar satu kompi pasukan PKI menyerang asrama TNI di Magelang. Pusat kota Magelang juga mendapat serangan dari arah barat dan timur. 30 September : Pasukan Brimob Polri dipimpin oleh Inspektur Polisi II Imam Bachri berhasil memasuki kota Madiun dari utara. 30 September : Kompi II Batalyon Sambas, pada gerakan selanjutnya bertugas melakukan serangan memasuki kota Madiun dari arah selatan secara melambung. 30 September : Kota Madiun telah berada kembali di tangan pemerintah RI dengan masuknya pasukan Sillwangi dari arah barat serta pasukan Sunarjadi dari arah timur.Pasukan-pasukan lawan secara tergesa-gesa melarikan diri keluar Madiun. 1 Oktober



: Keluar peraturan Pemerintah tentang pemberantasan pernyataan setuju dengan perbuatan kaum pemberontak, yang gunanya ialah untuk memudahkan usaha pemerintah dalam menyelamatkan negara.



1 Oktober



: Komandan Batalyon, Mayor Sambas, berangkat menuju Plaosan melaporkan situasi kepada Komandan Brigade Letnan Kolonel Sadikin dan Panglima KRU Kolonel Drg. Moestopo.



2 Oktober



: Dungus, yang merupakan salah satu pangkalan PKI yang terkuat di lereng Gunung Wilis, dapat direbut pula oleh satu-satuan TNI.



2 Oktober



: Pagi hari kota Kabupaten Ponorogo dapat direbut oleh TNI. 15



8 Oktober



: Kota Ponorogo diserang dari arah timur oleh kekuatan yang terdiri dari Batalyon Panjang, Batalyon Maladi Jusuf, Batalyon Durachman, Batalyon Mussofa dan Batalyon Sidik Arselan. Komando dipegang oleh Djokosuyono, yang menjabat Gubernur Militer Madiun.Serangan PKI ini mulai dilancarkan pada pukul 03.00 dini hari.



8 Oktober



: Kota Cepu berhasil dibebaskan dari tangan pemberontak, dan kilang minyak dapat di selamatkan. Dalam pertempuran pembebasan kota Cepu banyak anggota Laskar Minyak yang tertangkap dan menyerah. Sukiban, Komandan Laskar Minyak mati tertembak dalam pertempuran tersebut.



8 Oktober



: Hubungan kereta api dari Yogyakarta ke daerah lain: Yogya – Solo – Madiun, Yogya – Magelang dan Yogya – Kertoarjo dibuka kembali setelah beberapa lama ditutup karena adanya operasi pembersihan terhadap sisasisa PKI di Yogya.



11 Oktober



: Pasukan pemberontak di bawah pimpinan Kapten Sugomo yang melarikan diri ke daerah Wonosobo berhasil ditawan.Mereka merupakan pasukan pemberontak terakhir di daerah Kedu.



11 Oktober



: Randublatung sebagai tempat pemusatan pemberontak dapat direbut kembali oleh Batalyon Kemal Idris.



13 Oktober



: Setelah menilai kekuatan lawan, Batalyon Kala Hitam diputuskan untuk segera bergerak ke Pati. Pada hari itu juga kota Pati dapat dibebaskan dari tangan pemberontak. Dua kompi pasukan TLRI yang menduduki kantor karesidenan Pati menyerah.



13 Oktober



: Kota Blora dapat dikuasai oleh Batalyon Kala Hitam dan diduduki tanpa perlawanan yang berarti dari pemberontak.



15 Oktober



: Batalyon Achmad Wiranatakusumah berhasil merebut kota kota Pacitan.



15 Oktober



: Purwodadi yang dipertahankan oleh Batalyon Purnawi dan pasukan Brigade TLRI Soejoto berhasil dibebaskan tanpa perlawanan.



15 Oktober



: Brigade 12 Siliwangi berhasil menduduki kotaPurwodadi, ibukota darurat Karesidenan Semarang. Residennya memihak PKI.



18 Oktober



: Pukul 06.00 Wirosari dapat direbut kembali dari tangan pemberontak. Pasukan A.Kosasih mendapat perlawanan yang berat dari pemberontak (Batalyon Purnawi).



20 Oktober



: Kudus dapatdibebaskan pagihari pukul06.30pasukan pemberontak yang mempertahankan kota Kudus berkekuatan satu batalyon, dari Brigade Sudiarto.



31 Oktober



: Musso mati diternbak oleh Letlu Sumadi di tempat mandi blandong milik seorang penduduk Semanding. 16



5 November : Abdul Muntolib dan sekretarisnya, Sritin anggota Pesindo, tertangkap di Girimarto. 22 November : Djokosuyono menyerah, disusul dengan menyerahnya Abdul Hamid, Komandan Batalyon pasukan pengawal Amir Sjarifuddin beserta pasukannya.Ia menyerah kepada Seksi Priyatno dari Kompi Sukamto di sekitar Godong. 29 November : Kompi Ranuwidjaja dari Yon Kusmanto Brigade 6 yang bermarkas di sekitar Penawangan, melakukan operasi pembersihan di pegunungan sekitar Klambu. Dalam operasi ini Ki Ranuwidjaja berhasil menangkap Amir Sjarifuddin pukul 17.00 di Gua Macan desa Penganten Kecamatan Klambu, setelah para pengawalnya meninggalkannya. 4 Desember



: Mayor A. Kosasih tiba di Yogyakarta.Amir Sjarifuddin dan tawanan lainnya diserahkan kepada Pemerintah Pusat di Yogyakarta.



17 Desember : Batalyon Kala Hitam tiba di Yogyakarta dari Purwodadi setelah selesai melaksanakan tugasnya menumpas pemberontak PKI Madiun. 19 Desember : Agresi Militer II Belanda meletus. Bertepatan dengan itu sebelas orang pemimpin PKI yang tertawan, dijatuhi hukuman mati. F. Monumen Pemberontakan PKI Madiun Pemberontakan PKI Madiun dilatar belakangi oleh hasil perundingan Renville yang dianggap merugikan Indonesia sehingga menyebabkan Kabinet Amir Syarifuddin jatuh dan digantikan Kabinet Hatta. Hal ini membuat Amir kecewa. Ia lalu membentuk Front Demokrasi Rakyat pada tanggal 28 Juni 1948 yang bersikap oposisi terhadap kabinet Hatta. FDR kemudian bergabung dengan PKI untuk melakukan aksinya. Sementara itu, pada tanggal 11 Agustus 1948, Musso, tokoh PKI yang lari ke Uni Soviet setelah gagal melakukan pemberontakan terhadap Pemerintahan Kolonial Belanda tahun 1928 kembali ke Indonesia. Ia lalu berkoalisi dengan Amir Syarifuddin. Melalui pemikirannya, PKI mulai berencana melancarkan pemberontakan. Puncak pemberontakan PKI Madiun terjadi pada tanggal 18 September 1948. Yang mana pada waktu itu para tokoh agama dan orang-orang yang dianggap menghalangi cita-citanya dibantai secara sadis. Dengan pusat pembantaian di Desa Soco dan Kresek. Seperti yang dilakukannya pada Gestapu, PKI juga mengubur para korbannya di sumur. Bahkan, ada pimpinan pondok pesantren yang dikubur hidup-hidup di dalam sumur setelah disiksa. Musso dan amir Syarifuddin kemudian mengumandangkan berdirinya Negara Republik Soviet Indonesia dengan kepala negaranya Musso, kepala pemerintahannya Amir Syarifuddin, dan panglima angkatan perangnya Kolonel Joko Suyono. 17



Untuk menumpas pemberontakan PKI Madiun, pemerintah melancarkan Gerakan Operasi Militer (GOM). Jenderal Soedirman memerintahkan Kol. Gatot Subroto dan Kol. Sungkono selaku Gubernur militer Jawa Tengah dan Jawa Timur untuk melakukan operasi penumpasan. Dari arah Jawa Tengah telah digerakkan beberapa pasukan salah satunya pasukan Siliwangi dan dari Jawa Timur digerakkan pasukan dari Divisi Jawa Timur dan brimob. Akhirnya kondisi Madiun dapat dikendalikan pada tanggal 30 September 1948. Musso tertembak mati di daerah Ponorogo dan Amir Syarifuddin tertangkap di daerah Purwadadi. Amir lalu dieksekusi mati di makam Ngalihan, Yogyakarta. G. Akhir Revolusi PKI Madiun 1948 Usaha Pemerintah untuk menumpas pemberontakan dilaksanakan oleh Divisi Narotama pimpinan Sungkono dan Divisi Siliwangi yang merupakan pasukan yang dianggap paling dekat dengan pemerintah. Reaksi tentara pro pemerintah menuju madiun untuk menumpas pemberontakan PKI, dijelaskan lebih lanjut oleh seorang sejarahwan,” Pasukanpasukan pro-pemerintah yang dipelopori Divisi Siliwangi kini bergerak menuju Madiun, di mana terdapat antara 10.000 dan 25.000 tentara yang pro-PKI. Langkah Divisi Siliwangi dalam operasi militernya dari arah Tawangmangu, Sarangan, Plaosan, Magetan, Gorang gareng, Maospati, takaeran, Walikukun, Ngawi Hingga masuk ke Madiun. Selanjutnya dari arah timur, Nganjuk, Gunung Wilis dilaksanakan oleh Laskar Hizbullah, kemudian dilanjutkan mengejar Musso yang lari ke Ponorogo. Batalyon Sambas dari Divisi Siliwangi seletah membebaskan Gorang Gareng dari pemberontakan PKI langsung menuju Madiun. Tanpa kesulitan berarti Batalyon Sambas langsung menguasai RRI Madiun dan Langsung menyiarkan bahwa Madiun sudah dikuasai dalam rangka pembersihan Madiun. Suryanegara menjelaskan kondisi masyarakat pada saat datangnya pasukan Siliwangi, “Rakyat dan pelajar terkejut dengan hadairnya Tentara Siliwangi dan Brigade S, masuk Madiun dengan bendera Merah Putih. Ternyata, kudeta PKI di Madiun 19 september 1948 hanya mampu bertahan selama 11 hari. Tepat 30 September 1948 jam 16.00 Tentara Siliwangi pimpinan Mayor Sambas berhasil merebut kembali Madiun”. Jendral sudirman mengangkat Kolonel Sungkono menjadi Gubernur Militer Jawa Timur dan secara khusus ditugaskan menumpas pemberontakan PKI di Madiun. Delapan belas jam kemudian dari Markas Besar Soengkono di Kediri mengumumkan darurat Militer dan meminta Masyarakat untuk mendukung pemerintahan baru tersebut. Walaupun Soengkono bersumpah setia kepada Presiden dan Panglima Besar Angkatan Bersenjata, tapi pada awalnya menolak berpartisipasi dalam operasi pemulihan Madiun yang dilaksanakan sejak 21 September di Solo. Soengkono pada umumya menghormati pasukan non-reguler dari ideologi manapun. karena soengkono sadar akan adanya peran saling melengkapi dalam perjuangan kemerdekaan. Soengkono membuktikan loyalitas pada pemerintah pusat dengan melucuti letkol Dachlan yang disebut-sebut Presiden Sukarno sebagai salah satu yang terlibat kudeta. Pada tanggal 27 September, Kediri berada di bawah kekuasaan pemerintah sepenuhnya. Serangan Belanda menjelang agresi militer ke-2 terhadap Jawa Timur dipandang sangat besar kemungkinannya, sehingga Soengkono tidak bisa konsentrasi secara penuh menghadapi PKI.



18



Letnan Kolonel Surahmad di bawah perintah Soengkono tampil untuk menenangkan keadaan dan memerintahkan anggota PKI paling lambat 22 September. Surahmad membentuk pasukan ekspedisi kecil untuk Madiun dengan mengirim Yonosewoyo dan Sabarudin. Sabarudin dan pasukannya yang diberi nama Kompi Macan Kerah berhasil menjebol basis pertahanan PKI di Dungus melalui lereng gunung Wilis. Walaupun pada akhirnya oprasi ini kurang sukses karena basis pertahanan PKI sudah dikuasai pasukan dari Divisi Siliwangi. Tanggal 28 September Madiun sudah dikepung oleh pasukan pemerintah dari segala jurusan dan tanggal 30 September kota Madiun sudah diamankan oleh pasukan Republik. Tentara PKI menyingkir kearah timur menuju Dungus. Ketika pasukan Divisi Siliwangi sampai ke Dungus, tentara PKI sudah menyingkir ke Kresek. Karena Pos PKI di Dungus sudah diserang oleh kesatuan-kesatuan Sabarudin atas perintah Sungkono. Di Kresek sudah berkumpul para petinggi PKI seperti Musso, Amir Sjarifudin, Abdul Muntalib, Maruto Darusman, Suripno, Katamhadi, D. Mangku, nona Sriatin, Fransisca Fangidy, Sumarsono, Kolonel Sujoto, Wikana, Joko Suyono, Mayor Banu Mahdi, Mayor Abdul Rahman dan ribuan tentara PKI. Di lereng Gunung Wilis ini pasukan PKI bertindak membabi buta. Tak luput tokohtokoh agama juga menjadi sasaran mereka, seperti Kyai Selo (Abdul Khamid) dan anaknya dibunuh sedangkan Kyai Zubir dimasukan ke dalam sumur hidup-hidup. Di antara yang menjadi korban juga adalah Kol. Marhadi Rata-rata korban pembantaian PKI mayat-mayatnya dibuang begitu saja layaknya bangkai tikus. Mayat-mayat bergelimpangan di jalan-jalan dan di buang ke sungai Bengawan Madiun. Korban-korban penculikan diperkirakan tidak ada yang bisa selamat, mereka dibantai secara keji. Ditusuk, ditembak, disembelih dan dilempar ke sumur seperti itulah kekejaman PKI di Madiun. Menurut saksi hidup Mariyun Harjo “Saat itu, suami saya dijemput oleh sekelompok orang dengan alasan akan melakukan suatu rapat mendadak di daerah Kresek, Kecamatan Wungu. Namun, sesampai di sana semua orang yang ada disiksa lalu dibuang“. Sepertinya kata-kata Mariyun mewakili semua kekejaman PKI. Diperkirakan jumlah total keganasan PKI warga Madiun pada tahun 1948 mencapai ribuan orang. Tentara PKI berjalan jauh menghindari TNI setelah kekalahan di lereng gunung Wilis menuju Ngebel, Ponorogo. Kemudian pasukan PKI mundur lagi ke arah Pulung dan menuju Balong arah Pacitan, PKI bertahan selama seminggu di daerah Gunung Gambes terletak antara Slahung, Tegalombo & Pacitan (Poeze, 2011). Di daerah Sumoroto Musso tewas karena terpisah dari rombongan PKI. Musso tewas tertembak oleh lettu Sumadi (Maksum, et al., 1990). Jenazah Musso akhirnya dibakar karena gagalnya proses pengawetan pihak rumah sakit Ponorogo.



19



Longmars Pasukan PKI dilanjutkan dari Gunung Gambes menuju ke utara untuk melewati garis status Quo. Perjalanan melewati Purwaantoro Wonogiri dan berjalan mendaki gunung Lawu. Perjalanan dilanjutkan menuruni gunung Lawu menuju Ngawi melewati Plaosan, Sarangan dan Cemarasewu berhasil mengalahkan TNI dan merampas perbekalan. Pada saat di Ngawi, 9 November 1948 pasukan PKI bertemu dengan rombongan mantan Gubernur Soerjo. Mobil Gubernur Jawa Timur RM Ario Soerjo (RM Suryo) dan mobil 2 perwira polisi dicegat massa pengikut PKI di Ngawi. Ketiga orang tersebut dibunuh dan mayatnya dibuang di dalam hutan. Mobil Soerjo dibakar dan Soerjo beserta rombongannya dibunuh. Selain mantan Gubenur Soerjo, kobannya adalah Komisaris besar polisi M. Doerjat dan komisaris polisi Soeroko. Perjalanan PKI berhenti di alas Klambu Purwodadi. Sebenarnya rombongan PKI sudah dekat dengan garis Van Mook yang bisa menghentikan pengejaran TNI. Menurut Suryanegara, “… Amir, Soeripno, dan Harjono dengan pasukan PKI yang dipimpin oleh Djoko Soejono dan Sumarsono, pada tanggal 29 November 1948 ditangkap oleh kompi Pasopati. Kemudian diserahkan kepada batalyon R.A Kosasih/Brigade Siliwangi” (2010: 259). Sesudah pemberontakan madiun dihentikan, Soemarsono berhasil menyelamatkan diri dan lari ke wilayah yang diduduki belanda. Ketika tertangkap Soemarsono tutup mulut. Soemarsono mengaku bernama Soedardjo, Soemarsono tidak berbohong karena nama nama Soemarsono sebenarnya Soedardjo Marsono. Tanggal 19 Desember 1948, sekitar tengah malam, di dekat desa Ngalihan, Amir Sjarifuddin ditembak dengan pistol pada kepalanya oleh seorang letnan Polisi Militer, sebuah satuan khusus dalam Angkatan Bersenjata Indonesia. Sebelum itu beberapa orang penduduk desa setempat diperintahkan menggali sebuah lubang kubur besar. Dari rombongan sebelas orang yang diangkut dengan truk dari penjara di Solo, Amir orang pertama yang dieksekusi malam itu. Beberapa hari sebelumnya ia, dan beberapa orang lainnya lagi, secara diam-diam telah dipindahkan ke rumah penjara ini dari tempat penahanan mereka di Benteng Yogyakarta. Pada tanggal 19 Desember 1948 sebelas orang pemimpin dan anggota PKI dibunuh di Dukuh Ngalihan Kelurahan Halung Kabupaten Karanganyar Karesidenan Surakarta pada jam 23.30 yaitu: 1. Amir Syarifudin, 2. Suripno, 3. Maruto Darusman, 4. Sarjono, 5. Dokosuyono, 6. Oei Gee Hwat, 7. Haryono, 8. Katamhadi, 9. Sukarno, 10. Ronomarsono, 11. D. Mangku. Sementara itu lebih kurang 36.000 aktivis revolusioner lainnya ditangkap dimasukkan dalam penjara dan sebagian dibunuh tanpa proses hukum a.l. di penjara Magelang 31 anggota dan simpatisan PKI, di Kediri berpuluh-puluh orang termasuk Dr. Rustam, anggota Fraksi PKI dan BP KNIP, di Pati antara lain Dr. Wiroreno dan banyak lagi yang lainnya.



20



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Terjadinya pemberontakan di kota Madiun membuat keamanan di daerah tersebut tidak stabil sehingga meresahkan warga yang berada di daerah tersebut. Akibat pemberontakan tersebut, aktivitas warga biasa seperti petani dan buruh terganggu. Kelancaran untuk membangun bangsa pada saat itu menjadi terganggu dan hal ini merugikan masyarakat Indonesia. Dampak lain yang disebabkan oleh pemberontakan PKI yakni, banyaknya korban jiwa yang baik dari anggota TNI maupun anggota PKI, tidak sedikit pasukan kedua pihak yang terluka dan mati. Pasukan PKI juga banyak yang meninggal karena kelaparan dan penyakit. Pemberontakan PKI ini melibatkan setidaknya 8 Batalyon dan pasukan Militer Indonesia yang harus bertempur melawan para pemberontak yang sebetulnya juga merupakan rakyat Indonesia.



B. Pertanyaan dan Saran 1. 2. 3.



21



DAFTAR PUSTAKA



www.jagoips.wordpress.com www..habibmaulana9a19ang6.wordpress.com www.g30s-pki.com www.irwantoadi926.blogspot.com www.edusejarah.blogspot.com www.widodoakirazu.blogspot.com



22