Makalah Pemeriksaan Sistem Syaraf [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH DASAR-DASAR PEMERIKSA DIAGNOSTIK “PEMERIKSAN DIAGNOSIS SISTEM PERSYARAFAN”



OLEH KELOMPOK 3 1. AMRIANI SAMAD 2. IMPRIYANTI 3. AINAYYA AL FATIMA 4. RESTI ALFRIDHA 5. RISKA 6. NUR AMIRAH 7. MEGA YESI MAGRAPI P 8. RAHMA KUMALASARI 9. APRIR SABANA 10. BETRICKS DIANSARX MARAK 11. DYTIA KHOIRUNNISA 12. FITRIANINGSIH 13. JIAN RISMAYANTI 14. SARA ARLIAN 15. YUL DEVYA OKTAVIA



KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI JURUSAN D-III KEPERAWATAN TAHUN AJARAN 2019/2020



1



DAFTAR ISI



Halaman Judul ............................................................................................................................ 1 Daftar Isi ..................................................................................................................................... 2 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ......................................................................................................... 3 1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................... 3 1.3 Tujuan ...................................................................................................................... 4 BAB II. PEMBAHASAN 2.1 Pengertian sistem saraf....................................................................................... 5 2.2 struktur syaraf ................................................................................................... 5 2.3 fungsi sistem saraf ............................................................................................. 6 2.4 klasifikasi saraf ................................................................................................. 7 2.5 Pemeriksaan diagnosis sistem saraf ................................................................... 9 BAB III.



PENUTUP



A. Kesimpulan ................................................................................................................ 16 B. Saran .......................................................................................................................... 16 DAFTAR PUSTAKA



2



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem saraf merupakan suatu struktur yang paling sempurna yang dimiliki oleh manusia. Sistem saraf dapat diibaratkan seperti halnya jalan darat yang ada di suatu kota. Dimulai dari jalan utama, jalan-jalan kecil, dan jalan-jalan layang, serta jembatan penyebrangan yang merupakan pengubung antara jalan-jalan ini, keseluruhan ini membentuk suatu sistem yang rumit ditambah lagi dengan kemacetan yang padat. Kendatipun semua kerumitan tersebut memiliki titik awal dan akhir yang mengarah ke suatu tujuan. Demikian pula struktur saraf utama kita yang terdiri dari triliunan sel saraf (neuron) yang saling berhubungan. Sistem saraf merupakan jaringan yang sangat penting dan berpengaruh terhadap organ lainnya. Secara spesifik sistem saraf merupakan suatu sistem protektif dari rangsangan yang membahayakan, dapat menghantarkan sinyal dari satu sel saraf ke sel saraf lainnya untuk menghasilkan respon tubuh dan sebagai sistem komunikasi untuk mengirimkan informasi ke otak. Pemeriksaan neurologik merupakan suatu proses yang dibutuhkan bagi tenaga kesehatan untuk mendiagnosa kondisi kesehatan neurologis pasien. Pemeriksaan ini membutuhkan ketelitian dan pengalaman, yang terdiri dari sejumlah pemeriksaan yang spesifik. Pemeriksaan neurologis dapat dilakukan dengan teliti dengan melihat riwayat penyakit pasien dan kondisi fisiknya. Otak dan medula spinalis tidak dapat dilihat, diiperkusi, dipalpasi ataupun diauskultasi seperti sistem lainnya dalam tubuh. Agar pemeriksaan neurologis dapat memberikan informasi yang akurat, maka perlu di usahakan kerja sama yang baik antara pemeriksa dan pasien dan pasien diminta untuk kooperatif (Brunner, 2001).Pemeriksaan neurologis yang terdiri atas anamnesis, rangkuman gejala pasien, dan pembahasan mengenai keluhan yang terkait pada anggota keluarga pasien, akan memfokuskan pemikiran pemeriksa, mengarahkan pemeriksaan fisik dan menjadi kunci pemeriksaan diagnostik. Hubungan erat antara gejala neurologik dan gejala penyakit medis lainnya memerlukan evaluasi medis yang lengkap dan akurat. Pengaturan pemeriksaan neurologis sangat penting dalam mengikuti suatu urutan pemeriksaan tertentu sehingga tenaga medis dapat mengevaluasi informasi yang ada dan langsung memeriksa segmen selanjutnya yang belum diperiksa (Price dan Wilson, 2006)



1.2 Rumusan masalah 1. Apa pengertian dari sistem saraf? 2. Apa saja struktur yang menyusun sistem saraf, fungsi dan klasifikasi sistem saraf? 3. Apa saja pemeriksaan diagnostik sistem persayarafan? 3



1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui pengertian dari sistem saraf? 2. Untuk mengetahui struktur yang menyusun sistem saraf, fungsi dan klasifikasi sistem saraf? 3. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik sistem persayarafan?



4



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Sistem Saraf Tubuh manusia dilengkapi dengan dua perangkat pengatur seluruh kegiatan tubuh. Kedua perangkat ini sering dikenal dengan sistem koordinasi. Sistem koordinasi ini terdiri dari sistem saraf, sistem indra dan sistem hormon. Berbeda dengan sistem hormon yang bekerja lebih lambat, sistem saraf bekerja dengan cepat dalam menanggapi perubahan lingkungannya, selain itu pengaturannya dilakukan oleh benang-benang saraf (Pratiwi, 2004:158). Menurut Campbell (2004:201) “sistem saraf merupakan suatu kombinasikombinasi sinyal listrik dan kimiawi yang dapat membuat sel-sel saraf (neuron) mampu berkomunikasi antara satu sama lain” (Campbell, 2004:201). Jadi, sistem saraf adalah salah satu sistem koordinasi yang berfungsi untuk menyampaikan rangsangan secara cepat dari reseptor yang akan dideteksi dan direspon oleh tubuh. 2.2 Struktur Saraf Sistem saraf terdiri dari jutaan sel saraf yang sering disebut dengan neuron. Neuron dikhususkan untuk menghantarkan dan mengirimkan pesan (impuls) yang berupa rangsangan atau tanggapan. Setiap satu sel saraf (neuron) terdiri atas bagian utama berupa badan sel saraf, dendrit, dan akson.



Gambar 1. Neuron Badan sel saraf merupakan bagian yang paling besar. Didalamnya terdapat nukleus dan sitoplasma. Di dalam sitoplasma terdapat mitokondria yang berfungsi membangkitkan energi untuk membawa rangsangan. Dendrit ialah serabut-serabut saraf yang pendek, biasanya bercabang-cabang seperti pohon dengan bentuk dan 5



ukuran yang berbeda-beda. Dendrit berfungsi untuk menerima impuls (rangsang) yang datang dari ujung akson neuron lain. Kemudian impuls dibawa ke badan sel saraf. Akson atau neurit merupakan serabut yang panjang dan umumnya tidak bercabang. Akson berfungsi meneruskan rangsangan yang berasal dari badan sel saraf ke kelenjar dan serabut-serabut otot. Jumlah akson biasanya hanya satu pada setiap neuron. Di dalamnya terdapat benang-benang halus yang disebut neurofibril. Di bagian ujung yang jauh dari badan sel saraf terdapat cabang-cabang yang berhubungan dengan dendrit dari sel saraf yang lain. Akson terbungkus oleh beberapa lapis selaput mielin yang banyak mengandung lemak. Selaput mielin disusun oleh Sel Schwann. Lapisan mielin yang paling luar disebut neurilema. Lapisan tersebut berfungsi untuk melindungi akson dari kerusakan. Sel Schwann membentuk jaringan yang membantu menyediakan makanan untuk neurit dan membantu regenerasi neurit. Selubung mielin bersegmen-segmen. Lekukan diantara dua segmen disebut nodus ranvier. Nodus ranvier berfungsi mempercepat transmisi impuls saraf. Adanya nodus ranvier memungkinkan saraf untuk meloncat dari satu nodus ke nodus yang lain, sehingga impuls lebih cepat sampai pada tujuan. 2.3 Fungsi sistem saraf Secara umum, sistem saraf memiliki 3 fungsi pokok yang saling tumpang tindih, yaitu input sensoris, integrasi, dan output motoris. Input ialah penghantaran atau konduksi sinyal dari reseptor sensoris, misalnya sel-sel pendeteksi cahaya di mata, ke pusat integrasi. Integrasi adalah proses penerjemahan informasi yang berasal dari stimulasi reseptor sensoris oleh lingkungan, kemudian dihubungkan dengan respon yang sesuai. Output motorik adalah penghantaran sinyal dari pusat integrasi, yaitu Sistem Saraf Pusat ke sel-sel efektor, sel-sel otot, atau sel kelenjar yang mengaktualisasikan respon tubuh terhadap stimulus tersebut (Campbell, 2004:201).



Gambar 3. input sensoris, integrasi, dan output motoris 6



Selain ketiga fungsi diatas berikut ini merupakan fungsi lainnya dari sistem saraf: 1.



Menerima berbagai sensasi dari dari dalam dan luar tubuh.



2.



Bereaksi pada sensasi tersebut, menghadapinya secara otomatis atau merasakan dan memikirkannya.



3.



Menyimpan memori atau melepaskannya bila dibutuhkan.



4.



Mengekspresikan emosi.



5.



Mengirimkan pesan untuk otot, kelenjar endokrin dan organ lainnya.



6.



Mengontrol tubuh dengan mempertahankan kesehatan, menghindari atau menghadapi bahaya, dan meningkatkan aktivitas yang menyenangkan.



2.4 Klasifikasi Saraf Susunan sistem saraf manusia tersusun dari sistem saraf pusat (SSP atau Central Nervous System, CNS) dan sistem saraf tepi (SST atau PeripheralNervous System, PNS). Sistem saraf pusat (SPP) meliputi otak dan sumsum tulang belakang. 1.



Sistem Saraf Pusat



a.



Otak



Otak merupakan pusat koordinasi dalam tubuh, yang terletak di dalam tulang tengkorak dan diselubungi oleh jaringan yang disebut selaput meninges. Selaput meninges dibedakan menjadi tiga, yaitu lapisan keluar yang melekat pada tulang (duramater), lapisan tengah yang berbentuk saraf laba-laba (arachnoid), dan lapisan dalam yang melekat pada permukaan otak (piamater). Diantaraarachnoid dan piamater terdapat ruang yang cairan yang merupakan pelindung otak jika terjadi benturan. Otak dibagi menjadi 3 bagian yaitu: 1. 2. 3.



Otak depan (Prosensefalon) Otak Tengah (Mesensefalon) Otak belakang (rombensefalon) 7



b.



Sumsum tulang belakang



Sumsum tulang belakang memiliki 2 fungsi utama, yaitu sebagai penghubung impuls yang berasal dari otak serta sebagai pusat gerak refleks. Sumsum tulang belakang menempati rongga tulang belakang dan berbentuk memanjang. Selaput pembungkusnya sama seperti otak, terdiri dari durameter, arachnoid, dan piameter.



.



2. Sistem Saraf Tepi (SST) Menurut asal dan hubunganya, sistem saraf tepi dibedakan menjadi saraf otak dan saraf sumsum tulang belakang. Saraf otak adalah saraf yang keluar dari otak menuju alat-alat indra, misalnya mata, telinga, hidung, atau menuju otot-otot dan kelenjar



tertentu.



Saraf



otak



terdiri



atas



12



pasang. Saraf



sumsum



tulang belakang adalah saraf yang keluar dari sumsum tulang belakang menuju alatalat gerak tubuh, seperti lengan dan kaki, serta otot tubuh lain seperti otot dada dan leher. Saraf ini terdiri atas 31 pasang. Selain kedua saraf tersebut, pada sistem saraf tepi juga terdapat saraf tak sadar (saraf otonom) yang berfungsi mengatur kegitan organ tubuh yang bekerja diluar kesadaran. Saraf otonom terdiri atas sistem saraf simpatik dan sistem saraf parasimpatik. Sistem kerja keduanya saling berlawanan.



8



2.5 Pemeriksaan diagnostik sistem persyarafan Test Diagnostik Sistem Neurologi A.



Lumbal Pungsi



1.



Pengertian Adalah suatu cara pengambilan cairan cerebrospinal melalui pungsi pada daerah lumbal



2.



Tujuan Mengambil



caurancerebrospinaluntuk



kepentingan



pemeriksaan/diagnostik



maupun kepentingan therapi 3.



Indikasi a. Untuk diagnostik -



kecurigaan meningitis



-



Kecurigaan perdarahan sub arachnoid



-



Pemberian media kontras pada pemeriksaan myelografi



-



Evaluasi hasil pengobatan



b. Untuk Therapi



4.



-



Pemberian obat anti neoplastik atau anti mikroba intra tekal



-



Pemberian anesthesispinal



-



Mengurangi atau menurunkan tekanan CSF



Persiapan a. Persiapan pasien



-



Memberi penyuluhan kepada pasien dan keluarga tentang lumbal pungsi meliputi tujuan, prosedur, posisi, lama tindakan, sensasi-sensasi yang akan dialami dan hal-hal yang mungkin terjadi berikut upaya yang diperlukan untuk mengurangi hal-hal tersebut



-



Meminta izin dari pasien/keluarga dengan menadatangani formulir kesediaan dilakukan tindakan lumbal pungsi.



9



-



Meyakinkan klien tentang tindakan yang akan dilakukan b. Persiapan Alat -



Bak streil berisi jarum lumbal, spuit dan jarum, sarung tangan, kassa dan lidi kapas, botol kecil (bila akan dilakukan pemeriksaan bakteriologis), dan duk bolong.



5.



-



Tabung reaksi tiga buah



-



Bengkok



-



Pengalas



-



Desinfektan (jodium dan alkohol) pada tempatnya



-



Plester dan gunting



-



Manometer



-



Lidokain/Xilocain



-



Masker. Gaun, tutup kepala



Prosedur pelaksanaan a. Posisi pasien lateral recumbent dengan bagian punggung di pinggir tempat tidur. Lutut pada posisi fleksi menempel pada abdomen, leher fleksi kedepan dagunya menepel pada dada (posisi kneechest) b.



Pilih lokasi pungsi. Tiap celah interspinosusvertebraldibawah L2 dapat digunakan pada orang dewasa, meskipun dianjurkan L4-L5 atau L5-S1 (Krista iliaca berada dibidang prosessusspinosus L4). Beri tanda pada celah interspinosus yang telah ditentukan.



c.



Dokter mengenakan masker, tutup kepala, pakai sarung tangan dan gaun steril.



d.



Desinfeksi kulit degan larutan desinfektans dan bentuk lapangan steril dengan duk penutup.



e.



Anesthesi kulit dengan Lidokain atau Xylokain, infiltrasi jaringan lebih dapam hingga ligamen longitudinal dan periosteum



10



f.



Tusukkan jarum spinal dengan stiletdidalamnya kedalam jaringan subkutis. Jarum harus memasuki rongga interspinosus tegak lurus terhadap aksis panjang vertebra.



g.



Tusukkan jarum kedalam rongga subarachnoid dengan perlahan-lahan, sampai terasa lepas. Ini pertanda ligamentumflavum telah ditembus. Lepaskan stilet untuk memeriksa aliran cairan serebrospinal. Bila tidak ada aliran cairan CSF putar jarumnya karena ujung jarum mungkin tersumbat. Bila cairan tetap tidak keluar. Masukkan lagi stiletnya dan tusukka jarum lebih dalam. Cabut stiletnya pada interval sekitar 2 mm dan periksa untuk aliran cairan CSF. Ulangi cara ini sampai keluar cairan.



h.



Bila akan mengetahui tekananCSF, hubungkan jarum lumbal dengan manometer pemantau tekanan, normalnya 60 – 180 mmHg dengan posisi pasien berrbaring lateral recumbent. Sebelum mengukur tekanan, tungkai dan kepala pasien harus diluruskan. Bantu pasien meluruskan kakinya perlahanlahan.



i.



Anjurkan pasien untuk bernafas secara normal, hindarkan mengedan.



j.



Untuk mengetahui apakah rongga subarahnoid tersumbat atau tidak, petugas dapat melakukan testqueckenstedt dengan cara mengoklusi salah satu vena jugularis selama I\10 detik. Bila terdapat obstruksi medullaspinalis maka tekanan tersebut tidak naik tetapi apabila tidak terdapat obstruksi pada medullaspinalis maka setelah 10 menit vena jugularis ditekan, tekanan tersebut akan naik dan turun dalam waktu 30 detik.



k.



Tampung cairan CSF untuk pemeriksaan. Masukkan cairan tesbut dalam 3 tabung steril dan yang sudah berisi reagen, setiap tabung diisi 1 ml cairan CSF. Cairan ini digunakan untuk pemeriksaan hitung jenis dan hitung sel, biakan dan pewarnaan gram, protein dan glukosa. Untuk pemeriksaan noneapelt prinsipnya adalah globulin mengendap dalam waktu 0,5 jam pada larutan asam sulfat. Cara pemeriksaanya adalah kedalam tabung reaksi masukkan reagen 0,7 ml dengan menggunakan pipet, kemudian masukkan cairan CSF 0,5 . diamkan selama 2 – 3 menit perhatikan apakah terbentuk endapan putih.



Cara penilainnya adalah sebagai berikut: ( - ) Cincin putih tidak dijumpai 11



( + ) Cincin putih sangat tipis dilihat dengan latar belakang hitam dan bila dikocok tetap putih ( ++ ) Cincin putih sangat jelas dan bila dikocok cairan menjadi opolecement (berkabut) ( +++ ) Cincin putih jelas dan bila dikocok cairan menjadi keruh ( ++++ )Cincin putih sangat jelas dan bila dikocok cairan menjadi sangat keruh Untuk testpandi bertujuan untuk mengetahui apakah ada peningkatan globulin dan albumin, prinsipnya adalah protein mengendap pada larutan jenuh fenol dalam air. cAranya adalah isilah tabung gelas arloji dengan 1 cc cairan reagen pandi kemudian teteskan 1 tetes cairan CSF, perhatikan reaksi yang terjadi apakah ada kekeruhan. l.



Bila lumbal pungsi digunakan untuk mengeluarkan cairan liquor pada pasien dengan hydrocepalus berat maka maksimal cairan dikeluarkan adalah 100 cc.



m. Setelah semua tindakan selesai, manometer dilepaskan masukan kembali stilet jarum lumbal kemudian lepaskan jarumnya. Pasang balutan pada bekas tusukan. 6.



Setelah Prosedur a. Klien tidur terletang tanpa bantal selama 2 – 4 jam b. Observasi tempat pungsi terhadap kemungkinan pengeluaran cairan CSF c. Bila timbul sakit kepala, lakukan kompres es pada kepala, anjurkan tekhnik relaksasi, bila perlu pemberian analgetik dan tidur sampai sakit kepala hilang.



7.



Komplikasi a. HerniasiTonsiler b. Meningitis dan empiema epidural atau sub dural c. Sakit pinggang d. Infeksi e. Kista epidermoidintraspinal f. Kerusakan diskus intervertebralis



12



B. ComputerizedAxialTomografi (CT Scan)Otak 1.



Pengertian



CT Scan adalah suatu prosedur yang digunakan untuk mendapatkan gambaran dari berbagai sudut kecil dari tulang tengkorak dan otak. 2.



pemeriksaan ini mendeteksi : a. gambaran lesi dari tumor, hematoma dan abses b. perubahan vaskuler : malformasi, naik turunnya vaskularisasi dan infark c. braincontusion, brain atrofi, hydrocephalus d. inflamasi



3.



Hal-hal yang diperhatikan sebelum pemeriksaan 



berat badan klien dibawah 145 Kg ( pertimbangan tingkat kekuatan scanner)







Kesanggupan klien untuk tidak mengadakan perubahan selama 20-45 meni (berkaitan dg lamanya pemeriksaan)







Kaji kemungkinan klien alergi terhadap iodine, sebab akan disuntik dg zat kontras berupa iodinebasedcontras material sebanyak 30 ml



4.



Prinsip kerja



Film yang menerima proyeksi sinar diganti dengan alat detektor yang dapat mencatat semua sinar secara berdipensiasi. Pencatatan ini dilakukan dengan mengkombinasikan tiga pesawat detektor, dua diantaranya menerima sinar yang telah menmbus tubuh dan yang satunya berfungsi sebagai detektor aferen yang mengukur intensitas sinar rontgen yang telah menembus tubuh dan penyinaran dilakukan menurut proteksi dari tiga titik, menurut posisi jam 12, 10 dan jam 02 dengan memakai waktu 4,5 menit. 5.



Penatalaksanaan



Persiapan pasien Pasien harus diberitahu sebaiknya dengan keluarga. Pasien diberi gambaran tentang alat yang akan digunakan. Bila perlu berikan gambaran dengan menggunakan kaset video atau poster, hal ini dimaksudkan untuk memberikan pengertian pada pasien dengan demikian mengurangi stress sebelum waktu prosedur dilaukuan. Test awal yang dilakukan meliputi: kekuatan untuk diam ditempat (dimejascanner) selama 45 detik; melakukan pernafasan dengan aba-aba ( untuk keperluan bila ada permintaan



13



untuk melakukannya) saat dilakukan pemeriksaan.; mengikuti aturan untuk memudahkan injeksi zat kontras. Penjelasan kepada klien bahwa setelah penyuntikan zat kontras wajah akan nampak merah dan terasa agak panas pada seluruh badan. Hal ini merupakan hal yang normal dari reaksi obat tersebut. Perhatikan keadaan klinik klien apakah pasien mengalami alergi terhadap iodine. Apabila pasien merasakan adanya rasa sakit berikan analgetik dan bila pasien merasa cemas dapat diberikan minor transqualizer. Bersihkan rambut pasien dari jelli dan obat-obatan. Rambut tidak boleh dikelabang dan tidak memakai wig. 6.



Prosedur a. Posisi terlentang dengan tangan terkendali b. Meja elektronik masuk kedalam meja scanner c. Dilakukan pemantauan melalui komputer dan pengambilan gambar dari beberapa sudut yang dicurigai adanya kelainan. d. Selama prosedur berlangsung pasien harus diam absolut selama 20-45 menit e. Pengambilan gambar dilakukan dari berbagai posisi dengan pengaturan komputer. f. Selama prosedur berlangsung perawat harus menemani pasien dari luar dengan memakai protektif leadapproan. g. Sesudah pengambilan gambarpasiendirapihkan.



7.



Hal-hal yang perlu diperhatikan a.



observasi keadaan alergi terhadap zat kontras yang disuntikkan. Bila terjadi alergi dapat diberikan benadryl 50 mg



b.



mobilisasi secepatnya karena pasien mungkin akan kelelahan selama prosedur berlangsung



c.



ukur intake dan output. Hal ini merupakan tindak lanjut setelah pemberian zat kontras yang eliminasinya selama 24 jam. Oliguri merupakan gejala gangguan fungsi ginjal. Memerlukan koreksi yang cepat oleh seorang perawat dan dokter



14



BAB III PENUTUP



A. Kesimpulan Sistem saraf merupakan jaringan yang sangat penting dan berpengaruh terhadap organ lainnya. Pemeriksaan neurologik merupakan suatu proses yang dibutuhkan bagi tenaga kesehatan untuk mendiagnosa kondisi kesehatan neurologis pasien. Tujuan Pemeriksaan fisik yaitu Mengetahui sistem persarafan, Mengetahui status kesehatan neurologis pasien, Sebagai alat untuk menegakkan diagnosa. Anamnese, Inspeksi, Pemeriksaan bahasa dan bicara, Pemeriksaan status dan fungsi mental, Pemeriksaan GCS, Pemeriksaan Tonus Otot, Pemeriksaan Motorik, Pemeriksaan Tanda Meningeal, Pemeriksaan Refleks.



B. Saran Sistem saraf sangat berpengaruh terhadap segala sistem yang ada dalam tubuh manusia. Hapir semua penyakit berhubungan dengan sistem saraf, oleh karena itu disarankan bagi para pembaca untuk mendeteksi secara dini kondisi kesehatanya dan dilakukan pemeriksaan fisik khususnya neurologik.



15



DAFTAR PUSTAKA Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika Pratiwi, D.A. 2004. Buku Penuntun Biologi. Jakarta: Erlangga. DoengesMarilyn



E. (1999). Rencana



asuhan



keperawatan: Pedoman untuk



perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. (Edisi III). Jakarta: EGC.



16