Makalah Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Hemiparese Dekstra [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS HEMIPARESE DEKSTRA ( STROKE HAEMORAGE) DENGAN MODLITAS INFRA RED DAN EXERCISE di RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SALATIGA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini jumlah penderita stroke di Indonesia kian meningkat, saat ini di Indonesia penyakit stroke hemorage merupakan penyebab kematian ketiga setelah penyakit jantung koroner. Perubahan pola hidup dan aktivitas masyarakat yang tidak sehat menyebabkan timbulnya penyakit-penyakit yang dapat menjadi faktor resiko terserangnya penyakit stroke hemorage. Gejala stroke tidak selalu muncul dalam keadaan berat. Serangan stroke hemorage ringan ditangani dengan tepat dan cepat dapat diatasi dan memungkinkan pasien dapat pulih dengan sempurna. stroke hemorage adalah suatu gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan oleh karena gangguan peredaran darah otak yang terjadi secara mendadak atau secara cepat yang menimbulkan gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah di otak yang terganggu. stroke hemorage pada umumnya terjadi pada orang dengan umur di atas 65 tahun, tetapi setiap orang ada kemungkinan terkena stroke, bahkan anak-anak atau bayi sekalipun. stroke hemorage termasuk penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah otak) yang ditandai dengan kematian jaringan otak (infark serebral) yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak. Berkurangnya aliran darah dan oksigen ini dikarenakan adanya sumbatan, penyempitan atau pecahnya pembuluh darah. Adapun klasifikasi stroke adalah stroke hemorage dan stroke non hemorage, stroke hemorage adalah jenis stroke yang disebabkan karena pecahnya pembuluh darah di otak sehingga darah tidak dapat mengalir secara semestinya yang menyebabkan otak mengalami hipoksia dan berakhir dengan kelumpuhan. Pada pasien Pasca stroke hemorage penderita memerlukan rehabilitasi yang dilakukan oleh berbagai tenaga kesehatan seperti, fisioterapi. Fisioterapi merupakan bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis dan mekanis), pelatihan fungsi, komunikasi. Adapun peran fisioterapi dalam kasus post stroke memiliki tujuan untuk mengoptimalkan kapasitas fisik dan kemampuan fungsional pasien.



B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dari latar belakang tersebut di atas, maka dapat disimpulkan rumusan masalah dalam laporan ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh infrared terhadap proses perdarahan stroke hemorage? 2. Faktor resiko apa yang mempengaruhi stroke hemorage? 3. Bagaimana kategori seorang dapat dikatakan positif terkena stroke? 4. Adakah pengaruh exercise terhadap penurunan spastik? C. Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan ini adalah: 1. Untuk mengetahui pengkajian pemeriksaan fisioterapi pada pasien stroke. 2. Untuk mengetahui manfaat penggunaan infrared untuk rileksasi pada pasien stroke. 3. Untuk mengetahui kategori seorang dikatakan positif terkena stroke. 4. Untuk mengetahui efektif exercise terhadap penurunan spastik.



BAB II KAJIAN TEORI



A. Deskripsi Teoritis 1. Anatomi dan Fisiologi Sistem Saraf Pusat a. Pembagian susunan saraf pada manusia 1) Susunan saraf pusat (SSP), yang terdiri dari otak dan medulla spinalis. 2) Susunan saraf tepi (SST), yang terdiri dari saraf cranial (12 ps) dan saraf spinal (31 ps). b. Bagian-bagian otak Beratnya 1200-1400 gram (2% Berat Badan) Otak terbagi atas :



1) Otak besar (cerebrum) Terbagi menjadi 4 lobus : a) Frontalis b) Parietalis c) Temporalis d) Occipitalis 2) Otak kecil (cerebellum) 3) Batang otak (brain stem, truncus cerebri) Cerebrum (otak besar) merupakan bagian otak manusia yang terbesar, paling berkembang dan memiliki fungsi luhur yang paling utama. Otak besar terdiri dari substansia abu-abu (grey mater) setebal ± 2 cm (cortex cerebri) yang berfungsi sebagai pusat intelektual, pusat bicara, emosi, integritas sensorik dan motorik, control gerak dan lain-lain (area broadman). Sedangkan bagian dalam otak merupakan substansia putih (white matter) berisi “network” serabut-serabut saraf yang memungkinkan area bagian otak saling berkomunikasi dan jaringan penyangga saraf yang berfungsi memberi bentuk otak. Cerebellum (otak kecil) merupakan bagian otak terbesar kedua, yang bertanggung jawab dalam mengatur keseimbangan, koordinasi dan berbagai control motorik. Brain stem (batang otak) merupakan jalur terakhir dari otak yang mengghubungkan dengan medulla spinalis. Batang otak ini bertanggung jawab pada berbagai fungsi otonom seperti kontrol pernapasan, denyut jantung, tekanan darah, bangun. Rangsangan dan perhatian.



Gambar 2.1 anatomi dasar



Gambar 2.2 anatomi dasar c.



Vaskularisasi otak Metabolisme otak digunakan ± 18% dari total konsumsi oksigen oleh tubuh. Pada



manusia otak mengandung ± 7 ml total oksigen yang dengan kecepatan pemakaian normal akan habis kira-kira 10 detik. Otak memilik berat 2,5% dari berat badan seluruhnya tapi otak merupakan organ yang paling banyak menerima darah dari jantung yaitu 20% dari seluruh darah yang mengalir ke seluruh bagian tubuh. Fungsi darah adalah membawa O2, glukose dan nutrisi lainnya serta mengangkut CO2, asam laktat dan sisa metabolisme lainnya, otak sangat rentan terhadap ischemic dan hypoxia. Gangguan vaskuler otak dalam detik sudah menimbulkan gejala gangguan neurologis, dalam menit sudah bersifat irreversible. 2. Etiologi Dilihat dari etiologi stroke dapat dibagi dalam golongan besar yaitu stroke haemoragik (perdarahan) dan stroke non haemoragik infark ishkemia. Faktor yang mempengaruhi aliran darah diotak diantaranya : a. Keadaan arteri, arteri dapat menyempit oleh proses atherosclerosis atau tersumbat oleh thrombus atau embolus. Peredaran darah otak dipengaruhi oleh beberapa faktor :



1) Tekanan darah di kepala (perbedaan antara tekanan arterial dan venosa pada daerah setinggi otak), tekanan darah arteri yang penting dan menentukan rata -rata 70 mmHg, dan dibawah tekananan ini akan terjadi pengurangan sirkulasi darah yang serius 2) Resistensi cerebrovasculer: Resistensi aliran darah arteri melewati otak dipengaruhi oleh : a) Tekanan liquor cerebrospinalis intracranial, peningkatan resistensi terhadap aliran darah terjadi sejajar dengan meningginya tekanan liquor cerebrospinalis, pada tekanan diatas 500 mm air, terjadi suatu restriksi sirkulasi yang ringan sampai berat. b. Keadaan darah dapat mempengaruhi aliran darah dan suplai oksigen di otak. Darah bertambah kental, peningkatan vikositas darah, peningkatan hematokrit (misalnya pada penyakit polisitemia) dapat melambatkan aliran darah. Pada anemia berat suplai oksigen dapat pula menurun. Sirkulasi dapat menurun lebih dari 50 % pada polycythemia, suatu peningkatan yang nyata didalam sirkulasi darah otak dapat terjadi pada anemia berat. c. Kelainan jantung, bila denyut jantung tidak teratur dan tidak efisien (misalnya pada fibrilasi, blok jantung) maka curahnya akan menurun dan mengakibatkan aliran darah di otak mengurang (iskemia). Jantung yang sakit dapat pula melepaskan embolus yang kemudian tersangkut dipembuluh darah/arteri otak dan mengakibatkan iskemia. d. Keadaan pembuluh darah cerebral, terutama arteriole : Pada keadaan patologis, blok ganglion skeletal dapat mengalami kegagalan untuk mempengaruhi aliran darah otak. Adapun faktor-faktor resiko yang menjadikan seseorang untuk mudah terserang stroke diantaranya : 1) Umur Lebih tua lebih mungkin untuk mengidap stroke. 2) Diabetes militus Orang-orang yang diberi insulin, lebih banyak untuk mengidap ‘stroke’ dari pada mereka yang tidak mempergunakan insulin. 3) Faktor Keturunan 3. Patologi Secara patologi suatu infark dapat dibagi dalam : a. Trombosis serebri,



Gambar 2.3 patologi trombus b. Emboli serebri c. Artheritis sebagai akibat dari arteritis temporalis. Iskemik otak adalah kelainan gangguan suplai darah ke otak yang membahayakan fungsi saraf tanpa memberi perubahan yang menetap. Infark pada otak timbul karena iskemia otak yang lama dan parah dengan perubahan fungsi dan struktur otak yang ireversible. Gangguan aliran darah otak akan timbul perbedaan daerah jaringan otak: 1) Pada daerah yang mengalami hipoksia akan timbul oedema sel otak dan bila berlangsung lebih lama, kemungkinan besar akan terjadi infark. 2) Daerah sekitar infark timbul daerah penumbra iskemik dimana sel masih hidup tetapi tidak berfungsi. 3) Daerah diluar penumbra akan timbul edema lokal atau hiperemis berarti sel masih hidup dan berfungsi. Orang normal mempunyai suatu sistem autoregulasi arteri serebral. Bila tekanan darah sistemik meningkat, pembuluh serebral menjadi vasospasme (vasokonstriksi). Sebaliknya, bila tekanan darah sistemik menurun, pembuluh serebral akan menjadi vasodilatasi.



Gambar 2.4 patologi iskemik



4. a. b. c. d. 1)



Tanda dan Gejala Klinis Sangat bervariasi. Tanda kenaikan tekanan intra cranial : pusing, sakit kepala, mual, muntah, kaku kuduk. Gangguan kesadaran : mulai ringan berupa bingung hingga koma. Tanda-tanda fokal sesuai dengan area otak yang terkena yang mempunyai fungsi-fungsi tertentu. Motorik: hemiplegia/hemipharase, termasuk otot-otot wajah dengan segala gejala yang menyertai (gangguan keseimbangan, koordinasi, kontrol motorik, spastisitas, pola sinergis,dll)



2) Non motorik : gangguan sensorik, ataxia, gangguan visual, gangguan visuo-spatial, aphasia, neglect, gangguan kognitif, dyspaghia, dyshartia, dyspraxia, gangguan emosional & perilaku, pikun, incontinence, impotent dll. e. Tanda atau gejala penyakit penyerta dan penyulit (komplikasi). f. Gangguan aktivitas fungsional. 5. Prognosis



Depresi pasca stroke disebabkan karena dua hal. Pertama, peristiwa stroke sendiri memiliki efek neuropsikologis langsung yang menghasilkan gejala depresi. Kedua, adanya komponen reaktif yang berhubungan dengan disabilitas. Afasia dapat terjadi pada 20% hingga 38% penderita stroke dan berhubungan dengan prognosis yang buruk. Penderita dengan afasia mempunyai masalah dengan pemahaman dan produksi bicara, misalnya pada percakapan, membaca, menulis dan kemampuan menghitung. Afasia jarang sekali mempunyai pengaruh didalam hubungan personal, pekerjaan dan kehidupan social.



B. Proses fisioterapi 1. Assessment Assessment merupakan komponen penting dalam segala manajemen penatalaksanaan fisioterapi, termasuk dalam kasus stroke. Pemeriksaan ini menjadi begitu penting karena sedikitnya ada 3 alasan pokok, yaitu: a. Dapat mengidentifikasi masalah pasien yang akan diinterverensi oleh fisioterapis, dengan kata lain menegakan diagnosis fisioterapi. b. Dapat mengidentifikasi perubahan yang terjadi pada pasien dari waktu ke waktu. 1) Memberikan motivasi kepada pasien 2) Memberikan informasi tentang efektivitas terapi yang berguna untuk menentukan manajemen penatalaksanaan fisioterapi selanjutnya. c. Dapat dipakai sebagai alat ukur untuk menetukan biaya atau efesiensi terapi. Dapat memilih salah satu alat ukur, beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain : 1) Anamnesis a) Data diri (1) Nama (2) Umur (3) (4) (5) (6) (7)



Jenis kelamin Agama Pekerjaan Alamat No. CM



b) Data data medis Rumah sakit (1) Diagnosis medis (2) Catatan klinis



(3) (4) (5) 2) a)



Medika mentosa Hasil lab Foto rontgen Pemeriksaan Subjektif Keluhan utama pasien Adalah keluhan yang dirasakan oleh pasien mengenai penyakit tersebut, meliputi : (1) Lokasi keluhan (2) Onset (3) Penyebab (4) Faktor-faktor yang memperberat atau memperingan (5) Irritabilitas dan derajat b) Riwayat penyakit sekarang Adalah proses perjalanan penyakit dari awal hingga saat ini, proses pengobatan yang telah dilakukan. c) Status sosial Status sosial adalah interaksi sosial pasien dengan lingkungannya, meliputi : (1) Lingkunga kerja (2) Lingkungan tempat tinggal (3) Aktivitas rekreasi di waktu senggang (4) Aktivitas sosial d) Riwayat keluarga Adalah riwayat keluarga pasien mengidap penyakit serupa dengan pasien. e) Riwayat penyakit dahulu Adalah riwayat penyakit pasien sebelumnya yang membuat resiko mengidap penyakit sekarang yang diderita. 3) Pemeriksaan objektif a) Pemeriksaan vital sign Pemeriksaan ini berfungsi sebagai acuan tanda-tanda penting dalam tubuh. (1) (2) (3) (4) (5) (6) b)



Tekanan darah Denyut nadi Pernafasan Temperatur Tinggi badan Berat badan Inspeksi



c)



(1) (2) (3) d)



Adalah pemeriksaan meneliti pasien dengan indera penglihatan, bisa disaat pasien statis maupun dinamis. Palpasi Adalah pemeriksaan pasien dengan cara meraba atau menyetuh pasien dengan indra peraba, meliputi : Pitting Oedema Spasme Suhu lokal Pemeriksaan gerak dasar



Adalah pemeriksaan gerak pasien, dapat dengan cara aktif, pasif dan isometric. Dilihat pula tingkat derajat full ROM dan nyeri yang dirasakan saat digerakan. e) Pemeriksaan mmt Adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui kekuatan otot dengan tujuan membantu menegakan diagnosa. Tabel 2.1 tbel nilai Manual Muscle Testing Nilai



Keterangan



0



Otot tidak mampu berkontraksi (lumpuh total)



1



Otot sedikit berkontraksi, tanpa perubahan ROM, hanya muncul tonusnya saja



f)



2



Otot berkontrasi, tidak mampu melawan tahanan (gaya gravitasi) tetapi dapat full ROM



3



Mampu melawan tahanan, gaya gravitasi dan full ROM



4



Mampu melawan tahanan (berupa manual) tetapi tidak maksimal dan full ROM



5



Normal,otot mampu gerak aktif dengan full ROM dan mampu melawan tahanan maksimal.



Pemeriksaan LGS Adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui derajat gerak dengan tujuan membantu evaluasi terapi. Dan salah satu alat ukurnya adalah goneometer. g) Pemeriksaan nyeri Adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui persepsi nyeri yang dirasakan pasien. Salah satu alat ukurnya adalah VAS (Visual Analoque Scale).



h) Pemeriksaan ADL (1) Pemeriksaan keseimbangan Adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengontrol pusat massa tubuh (center of mass) atau pusat gravitasi (center of gravity) terhadap bidang tumpu (base of support). Tujuan pemeriksaan keseimbangan : (a) Mengidentifikasi masalah pasien / menegakkan diagnosa fisioterapi (b) Mengidentifikasi perubahan yang terjadi pada pasien dari waktu ke waktu (c) Sebagi alat ukur untuk menentukan biaya atau efesiensi terapi. (d) Sensitivitas atau responsivitas dari alat ukur (e) Validitas dan reliabilitas alat ukur (f) Ceiling effect dan floor effect dari alat ukur. 2. Penetapan Diagnose Saat ini penanganan fisioterapi lebih menekankan kepada pasien. Salah satu metode yang popular untuk mengkategorikan problem pasien dengan gangguan neurologi adalaha klasifikasi dari WHO. Klasifikasi ini mulai dikembangkan pada tahun 1980-an dipakai secara luas di dunia sebagai kesamaan istilah yang dipakai dalam dunia klinis, pengumpulan data dan penelitian. a. Impairtment Merupakan hilangnya atau tidak normalnya aspek psikologis, fisiologis, struktur anatomis ataupun fungsi. Contohnya adalah kelemahan, gangguan sensasi, penurunan fungsi propioceptif, gangguan koordinasi, dan gangguan penglihatan. b. Activity limitation Merupakan kesulitan pasien melangsungkan suatu aktivitas dengan cara atau dengan dikategorikan dalam batas normal. Biasanya dalam membicarakan activity limitation ini focus ada dalam hal fungsi atau aktivitas fungsional. Contoh adalah ketidakmampuan dalam berjalan, perawatan diri sebagainya. c. Participation restriction Merupakan problem yang lebih kompleks yang melibatkan lingkungan pasien, baik lingkungan fisik, non fisik. Biasanya fisioterapi tidak sampai sejauh ini dalam menegakkan problematika/diagnose fisioterapi. Pada pembuatan kasus neurologi, sesuai dengan keterangan-keterangan diatas, maka yang dituliskan sebagai list of problem adalah gangguan fungsional pasien sedangkan gangguan impairment menjadi faktor yang menyebabkan. Berdasarkan seluruh permasalahan yang ada, maka selanjutnya dibuatlah prioritas masalah yang dimaksudkan untuk mengarahkan dan memprioritaskan rencana dan interverensi fisioterapi. 3. Intervensi Fisioterapi



Pemilihan teknologi interverensi yang digunakan hendaknya didasari oleh informasi tentang efektivitas dari terapi tersebut. Yang bisa didapat dari teori yang valid. Terbukti efektif dalam clinical trial, atau terbukti efektif dalam penelitian. Dalam pemberiannya harus disertai dengan teknik dan ketrampilan dari fisioterapinya setinggi mungkin. a. Infra Red Adalah radiasi elektromagnetik dari panjang gelombang lebih panjang dari cahaya tampak tetapi lebih pendek dari radiasi gelombang radio. Panjang gelombang 700 nm dan 1 mm. Pada kasus ini IR meningkatkan sirkulasi mikro. Bergetarnya molekul air dan pengaruh inframerah akan menghasilkan panas yang menyebabkan pembuluh kapiler membesar, dan meningkatkan temperature kulit memperbaiki sirkulasi darah dan dapat mengurangi nyeri yang dirasakan. Indikasi Infra Red kondisi sub akut kontusio (memar),muscule strain, sprain,sinovitis, rheumatoid artitis, osteoartitis, myalgia,lbp,neuralgia,neururitis,gangguan srirkulasi darah (toa,thomboplebitisraynold’s disqase) Kontraindikasi Infra Red daerah dengan insufiensi pada darah, gangguan sensibilitas kulit, adanya kecenderungan terjadinya pendarahan. Pemakaian Infra Red dengan dosis : 15 menit Jarak : 30 cm. b. Exercise Latihan passive Pemberian terapi latiha berupa gerakan pasif sangat bermanfaat dalam menjaga sifat fisiologis dari jaringan otot dan sendi. Jenis latihan ini dapat diberikan sedini mungkin untuk menghindari adanya komplikasi akibat kurang gerak, seperti adanya kontraktur, kekakuan sendi, dan lain-lain. Pemberian passive excercise dapat diberikan dalam berbagai posisi seperti tidur terlentang tisur miring, tidur tengkurap, duduk berdiri, atau posisi denga alat latihan yang digunakan. Latihan dalam gerakan pasif tidak akan berdampak terhadap proses pembelajaran motorik,akan tetapi sangat bermanfaat sebagi tindakan akal sebelum aplikasi metode untuk latihan pembelajaran mototrik. Indikasi rasa tebal , kelemahan dan penurunan kekuatan otot, gangguan fungsi motoris, keterbatasan gerak. Kontraindikasi tidak dianjurkan pasien dengan tekanan darah tinggi, bila pasien merasakan fatique yang sangat berat hentikan latihan.



4. Re-assessment re-assessment yang dilakukan selama terapi berlangsung adalah untuk mengamati apakah terapi yang kita berikan sesuai yang kita tuju dan bagaimanakah respon dari pasien. Jangan mempertahankan interverensi yang nyata-nyata tidak efektif. Evaluasi terhadap hasil perlu dilakukan pada beberapa titik, misalnya setelah terapi berakhir, setelah satu paket terapi selesai, evaluasi ketercapaian tujuan, evaluasi dari kelambatan pada kemajuan pasien lain-lain. Kesimpulan yang didapat dari evaluasi ini untuk mengetahui apakah dalam menentukan problem list dan contributing factor tidak tepat, apakah terlalu tidak efektif, apakah memang tidak mungkin melakukan perubahan terhadap impairment dan merubah fokus atau tujuan terapi kearah kompensasi dan lain-lain. Atau pasien sudah puas terhadap kemajuan aktivitas fungsionalnya walaupun impairmentnya masih tetap ada. Pentingnya evaluasi fisioterapi seharusnya juga dipertimbangkan sebagai bahan masukan dari team rehabilitasi/medis di rumah sakit untuk menentukan seseorang pasien sudah/belum diperbolehkan meninggalkan rumah sakit (discharge planning) dan dalam menentukan tindakan fisioterapi berikutnya (follow up), terutama bagi pasien dengan impairment dan activity limitation yang kronik. 5. FORM MENGUKUR POTENSI STROKE Tabel 2.2 Form penilaian sendiri tentang resiko stroke Faktor resiko



0



1



2



Nilai



Tekanan darah



Rendah atau normal



Meningkat atau tidak tahu



Tinggi



0



Merokok



Bukan perokok



15 batang sehari



15 batang lebih sehari



0



Kadar kolesterol



Dibawah rata-rata



Rata-rata atau tidak tahu



Diatas rata-rata



0



Berat badan



Normal



Diatas normal



Gemuk/obesitas



0



Olahraga



Sangat aktif hampir tiap hari



Aktif sekali/2 x seminggu



Tidak pernah berolahraga



2



Diabetes



Tidak ada



Riwayat keluarga diabetes



Penderita diabetes



0



Perilaku



Santai



Sering terburuburu, cemas, tidak toleran



Selalu terburu-buru, kompetitif, tidak toleran



0



Penyakit jantung



Tidak ada



Riwayat keluarga penyakit jantung



Mempunyai penyakit jantung



0



Riwayat keluarga



Tidak ada serangan stroke



Ada serangan stroke dibawah 65 tahun



Ada serangan stroke dibawah 55 tahun



0



Antara 40-55 tahun



Diatas 55 tahun



1



dibawah 65 tahun Umur



Dibawah 40 tahun



Total skor



3



Penilain /total skor :    



0-3 : resiko kecil 4-6 : resiko sedang 7-10 : resiko tinggi 11 keatas resiko sangat tinggi



BAB III LAPORAN KASUS Kondisi : FT. C A. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.



DATA PASIEN NAMA UMUR JENIS KELAMIN AGAMA PEKERJAAN ALAMAT No. CM



: Tn.S : 51 tahun : Laki-Laki : Islam : Swasta : Banjarsari RT 4 RW 5, Reksosari,Suruh,Semarang : 15-16-311004



B. DATA-DATA MEDIS RUMAH SAKIT 1. DIAGNOSIS MEDIS Hemiparese dekstra 2. CATATAN KLINIS



:



( Hasil : Rotgen, Uji laboratorium, Ct scan,MRI,EMG, dll yang terkait dengan permasalahan fisioterapi ) Tidak ada 3. TERAPI UMUM (GENERAL TREATMENT): Medika mentosa Fisioterapi 4. RUJUKAN FISIOTERAPI DARI DOKTER: Pasien dengan nama Tn.S dirujuk dari dokter syaraf untuk melakukan terapi. C. SEGI FISOTERAPI TANGGAL : 21 juli 2016 1. ANAMNESIS (AUTO/HETERO) a. 1) 2) 3)



Keluhan Utama Pasien merasakan tubuh sebelah kanannya berat dan sulit untuk digerakkan Pasien merasakan kesemutan pada anggota tubuh sebelah kanan. Lokasi keluhan : lengan dan tungkai kanan



4) 5) 6) 7) 8) 9)



Onset : 9 bulan yang lalu Penyebab : trauma Faktor memperberat : posisi jongkok ke berdiri Faktor memperingan : saat istirahat terlentang Iritabilitas dan derajat : sedang Sifat keluhan : statis



b. Riwayat Penyakit Sekarang



Sembilan bulan yang lalu pasien mengalami kecelakaan. Pasien dibawah kerumah sakit ternyata ada pendarahan pada kepalanya. Pasien dirawat di RSUD SALATIGA selama 5 hari setelah pasien sadar pasein merasakan tubuh sebelah kananya sulit dan berat untuk digerakkan setelah itu pasien dirujuk di fisioterapi untuk menjalankan terapi seminggu 3 kali. c. Riwayat Penyakit Dahulu: Pasien pernah mengalami kecelakaan d. Riwayat Penyakit Penyerta: Hipertensi (-) Diabetes Militus (-) Kolestrol (-) e. Riwayat Pribadi: Pasien adalah pekerja wiraswasta dengan satu istri dan tiga orang anak. f. Riwayat Keluarga: Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami sakit yang sama dengan pasien



g. Anamnesis System: System



Keterangan



Kepala dan leher



Tidak ada keluhan



Kardiovakuler



Dalam batas normal



Respirasi



Tidak ada keluhan



Gastrointestinalis



Dalam batas normal



Urogenital



Dalam batas normal. BAK terkontrol



Musculoskeletal



Pasien merasakan nyeri pada lutut, siku dan bahu kanan. Adanya keterbatasan gerak, penurunan kekuatan otot tubuh sebelah kanan , spasme pada pada bahu kanan



Nervorum



Pasien merasakan kesemutan pada tubuh kanan



Tabel 3.1 anamnesis system 2. Pemeriksaan a. Pemeriksaan Fisik



1) Pemeriksaan vital sign. a) Tekanan darah : 110/70 mmHg b) Denyut nadi : 87 kali/menit c) Pernafasan : 20 kali/menit d) Temperature : 36,5º C e) Tinggi badan : 168 cm f) Berat badan : 62 kg b. Inspeksi: 1) Statis a) b) c) 2) a) b)



Tidak terlihat menahan sakit saat diam Tidak terlihat odema pada AGA dan AGB Terlihat pasien menyeret kakinya saat berjalan Dinamis Terlihat pasien menahan sakit saat dilakukan gerakan pada tungkai dan lengan (secara aktif). Terlihat pola gait abnormal, hilangnya fase swing.



c. 1) 2) 3)



Palpasi Tidak ada pitting oedema Tidak ada nyeri tekan Teraba suhu lokal normal



d. Perkusi Tidak dilakukan. e.



Auskultasi Tidak dilakukan.



f. Pemeriksaan Gerak Dasar 1) Gerak aktif dilakukan dengan kesimpulan pasien dapat melakukan gerakan pada ekstremitas atas dan bawah dengan tidak full ROM dan disertai nyeri. 2) Gerak pasif dilakukan dengan kesimpulan pasien dapat melakukan gerakan pada ekstremitas atas dan bawah dengan tidak full ROM dan disertai nyeri. 3) Gerak isometric dilakukan dengan kesimpulan pasien mampu melawan tahanan minimal pada tubuh sebelah kanan g. Kognitif, Intrapersonal dan Interpersonal: 1) Kognitif :Pasien dapat menjelaskan kronologi terjadinya penyakit kepada terapis dengan baik. 2) Intrapersonal :Pasien mempunyai keinginan dan semangat yang kuat untuk sembuh. 3) Interpersonal :Pasien dapat berkomunikasi dan melaksanaan instruksi terapis pada saat melakukan terapi.



h. Kemampuan Fungsional & Lingkungan Aktivitas : 1) Kemampuan Fungsional Dasar: Pasien belum mampu menggerakkan AGA dan AGB pada tubuh sebelah kananya 2) Aktivitas Fungsional: a) Pasien belum mampu atau belum bisa mandiri pada saat menggunakan toilet jongkok b) Pasien belum mampu mandiri pada saat naik turun tangga. c) Pasien belum mampu mandiri pada saat menggunakan baju. 3) Lingkungan Aktivitas: Aktivitas pasien hanya dirumah dan kesehariannya hanya melakukan akitivitas ringan. Pasien juga sudah tidak aktif dalam bekerja. i. Pemeriksaan Spesifik : 1) Pemeriksaan Sensasi Protektif Pasien bisa merasakan tes-tes tajam tumpul dan mampu merasakan sentuhan ringan. 2) Pemeriksaan nyeri dengan VAS Nyeri diam: 0 0 10 Nyeri tekan:0 0 Nyeri Gerak:4 0



10



4



10



3) Pemeriksaan Spastisitas dengan menggunakan Skala Asworth Anggota Gerak Atas Anggota Gerak Bawah shoulder Fleksi 1 Hip Fleksi 1 Ekstensi 1 Ekstensi 1 Abduksi 1 Abduksi 1 Adduksi 1 Adduksi 1 Elbow Fleksi 1 Knee Fleksi 1 Ekstensi 1 Ekstensi 1 Pronasi 1 Ankle Dorsi 1 fleksi Supinasi 1 Plantar 1 fleksi



Wrist



Dorsi fleksi



1



Inversi



1



Palmar fleksi



1



Eversi



1



Ulnar deviasi



1



Radial deviasi



1



Tabel 3.2 spastisitas otot Keterangan : 0 :Tidak ada peningkatan tonus otot. 1 :Ada peningkatan sedikit tonus otot, ditandai dengan terasatahanan minimal (catch and release) pada akhir ROM pada waktu sendi digerakkan fleksi ekstensi. 1+ :Ada peningkatan sedikit tonus otot, ditandai dengan adanya pemberhentian gerakan (catch) dan diikuti dengan adanya tahanan minimal sepanjang sisa ROM, tetapi secara umum sendi tetap mudah digerakkan. 2 :Peningkatan tonus otot lebih nyata sepanjang sebagian besar ROM, tapi sendi masih mudah digerakkan. 3 :Peningkatan tonus otot sangat nyata, gerak pasif sulit dilakukan. 4 : sendi atau ekstremitas kaku atau rigid pada gerakan fleksi atau ekstensi.



4) Pemeriksaan Keseimbangan Pastor’s test a) Mengukur kemampuan mempertimbangkan atau mempertahankan balance terhadap gangguan eksternal. b) Procedure : pasien berdiri, mata terbuka berikan dorongan mendadak kebelakang c) Penilaian 0 : Tetap tegak tanpa melangkah 1 : Tegak kembali, satu langkah kebelakang (tanpa bantuan) 2: Tegak kembali 2 langkah atau lebih kebelakang (tanpa bantuan) 3 : Tegak kembali beberapa langkah kebelakang dengan bantuan 4 : jatuh kebelakang tanpa mencoba melangkah.



d) Hasil test dari pasien dilaporkan hasil Saat pemeriksaan pastor’s test atau memberikan dorongan mendadak kebelakang dengn posisi pasien berdiri, saat pemeriksaan berlangsung pasien tegak kembali 2 langkah atau lebih ke belakang. e) Pemeriksaan kekuatan otot menggunakan MMT Regio



Otot



Nilai



Shoulder



Fleksor



4



Ekstensor



4



Adductor



4



Abductor



4



Fleksor



4



Ekstensor



4



Pronator



4



Supinator



4



Dorsi fleksor



4-



Palmar fleksor



4-



Ulnar deviator



4-



Radial deviator



4-



Fleksor



4



Ekstensor



4



Adductor



4



Abductor



4



Fleksor



3



Ekstensor



3



Dorsi fleksor



4



Plantar fleksor



4



Inventor



4



Eversor



4



Elbow



Wrist



Hip



Knee Ankle



Tabel 3.3 penilaian kekuatan otot. f) Pemeriksaan ROM dengan menggunakan goneometer AGA



ROM aktif



Bidang



Region



Dekstra



Sinistra



Sagital



Shoulder



S=20-0-120



S=50-0-130



Frontal Rotasi



Elbow



S=5-0-140



S=5-0-160



Wrist



S=50-0-70



S=70-0-90



Shoulder



F=90-0-25



F=110-0-40



Wrist



F=35-0-20



F=55-0-20



Elbow



R=20-0-20



R=20-0-20



Tabel 3.4 penilaian Range Of Motion aktif AGA. AGB



ROM aktif



Bidang



Region



Dekstra



Sinistra



Sagital



Hip



S=35-0-90



S=50-0-120



Knee



S=5-0-100



S=5-0-130



Ankle



S=30-0-150



S=50-0-180



Hip



F=30-0-10



F=45-0-30



Ankle



F=10-0-10



F=20-0-10



Frontal



Tabel 3.5 penilaian Range Of Motion aktif AGB. AGA



ROM pasif



Bidang



Region



Dekstra



Sinistra



Sagital



Shoulder



S=23-0-125



S=53-0-134



Elbow



S=5-0-142



S=5-0-164



Wrist



S=52-0-73



S=74-0-93



Shoulder



F=90-0-26



F=113-0-41



Wrist



F=37-0-23



F=57-0-26



Elbow



R=20-0-20



R=20-0-20



Frontal Rotasi



Tabel 3.6 penilaian Range Of Motion pasif AGA. AGB



ROM pasif



Bidang



Regio



Dekstra



Sinistra



Sagital



Hip



S=37-0-98



S=54-0-123



Knee



S=5-0-112



S=5-0-133



Ankle



S=32-0-153



S=52-0-183



Hip



F=33-0-16



F=47-0-33



Ankle



F=10-0-10



F=20-0-10



Frontal



Tabel 3.7 penilaian Range Of Motion pasif AGB.



g) Pemeriksaan dengan indeks barthel Aktifitas



Indicator skor



Skor



Makan



0: tidak dapat 10 melakukan sendiri 5: memerlukan bantuan dalam beberapa hal 10: dapat melakukan sendiri



Mandi



0:



tidak



dapat 5



melakukan sendiri 5: dapat melakukan sendiri Kebersihan diri



0: memerlukan 5 bantuan 5: dapat melakukan sendiri (mencukur, sikst gigi dll)



Berpakaian



0: tidak dapat 5 melakukan sendiri 5: memerlukan bantuan minimal 10: dapat dilakukan sendiri



Defekasi



0: inkontinensia alvi 5:



kadang



10



terjadi



inkontinensia 10: tidak inkontinensia Miksi



terjadi



0: inkontinensia 10 urin/menggunakan kateter 5: kadang terjadi inkontinensia



10: tidak inkontinensia Penggunaan toilet



terjadi



0: tidak dapat 5 melakukan sendiri 5: memerlukan bantuan 10: mandiri



Transfer



0: tidak dapat 10 melakukan,tidak ada keseimbangan 5:



perlu



bantuan



beberapa orang 10: perlu minimal



bntuan



15: mandiri Mobilitas



0: immobile



15



5: memerlukan kursi roda 10: berjalan bantuan



dengn



15: mandiri Naik tangga



0: tidak dapat 5 melakukan sendiri 5: perlu bantuan 10:mandiri



Total Tabel 3.8 penilaian Indeks Barthel. Keterangan: 0-20 :Ketergantungan penuh 21-60 :Ketergantungan berat 61-90 :Ketergantungan moderat 91-99 :Ketergantungan ringan 100 j.



:Mandiri



Diagnosa Fisioterapi:



80



1) a) b) c) d) 2)



Impairtment : Adanya kelemahan otot pada anggota tubuh sebelah kanan Adanya rasa kesemutan pada anggota tubuh sebelah kanan Adanya penurunan LGS pada AGA dan AGB sebelah kanan Adanya nyeri gerak pada AGA terutama pada bahu dan siku , AGB pada lutut sebelah kanan Fungtional Limitation: Pasien belum mampu melakukan jongkok ke berdiri 3) Disability: Pasien belum mampu melakukan akitivitas social dan berinteraksi dengan lingkungan. Seperti gangguan dalam melakukan aktivitas pertemuan RT,kerja bakti dan bekerja. k. 1) a) (a) (b) (c) (d) b) (a)



Program / Rencana Fisioterapi: Tujuan Jangka pendek: Mengurangi nyeri gerak pada AGA dan AGB Meningkatkan LGS dan Kekuatan otot pada AGA dan AGB Meningkatkan koordinasi dan keseimbangan Menghambat spastisitas Jangka panjang: Meneruskan program jangka pendek



(b) Meningkatkan aktivitas fisik dan kemampuan funsional secara mandiri 2) Tindakan Fisioterapi : a) Teknologi Fisioterapi: (1) Infra Red (IR) (2) Short Wave Diathermy (SWD) (3) Exercise b) Edukasi : Saat dirumah pasien disuruh menggerakakan setiap persendiaan bisa gerakan menekuk dan meluruskan sesuia yang sudah diajarkan oleh terapis. Jika tubuh yang sakit tidak mampu 3) a) b) c) d)



bergerak secara mandiri bisa dibantu degan menggunakan tubuh yang tidak sakit. Rencana Evaluasi: Nyeri dengan VAS LGS dengan goniometer Kekuatan otot dengan MMT Pemeriksaan spesifik dengan protektif dan reflek fisiologis.



l.



Underlying process (clinical reasoning)



m. 1) 2) 3) 4)



Prognosis : Quo Ad Vitam Quo Ad Sanam Quo Ad Fungtionam Quo Ad Cosmeticam



: Baik. : Baik. : Baik. : Baik.



n. Pelaksanaan fisioterapi : Terapi 1, tanggal 21 juli 2016 1) Infra Red a) Persiapan alat Infra Red: b) Persiapan pasien: Posisi pasien tidur terlentang diatas bed dengan nyaman. Setelah itu terpis memberikan penjelasan mengenai rasa yang ditimbulka oleh sinar Infra Red adalah hangat. c) Penatalaksanaan terapi:



Arahkan alat IR pada setiap persendiaan sebelah kanan, dengan sinar IR tegak lurus,setaiap persendian 5 menit dan jarak 30 cm,dan nyalakan setiap 5 menit sekali dilakukan kontrol kepanasan atau tidak, setelah selesai matikan alat dan rapikan alat Infra Red. 2) Short Wave Diathermy (SWD) a)



Persiapan alat: Menyiapkan alat, cek alat, cek kabel, sek stopk kontak, cek pada handuk dan alat fiksasi.Pemanasan alat 5 menit. b) Persiapan pasien: Posisi pasien tidur terlentang di atas bed dengan nyaman, berikan penjelasan mengenai rasa yang ditimbulkan oleh SWD dan tes sensibiltas denga memberika tes atau sntuhan panas dan dingin. c)



Penatalaksanaan terapi SWD



Posisiskan alat SWD disamping bed pasien, pasien terlentang diatas bed berikan lapisan handuk pada bahunya pasang pad diatas dan dibawah bahu dengan teknik contra planar, perhatikan kabel elektroda agar tidak bersentuhan, beri fiksasi diatas pad . Hidupkan alat atur waktu 15 menit denga intensitas 50 dengan arus continous kemudian lakuakan pengontrolan setiap 5 menit sekali apaka terlalu panas atau tidak setelah selesai matika alat, kembalikan intensitas ke 0 lepaskan pad pada bahu.kemudian rapika alat, tempat dan posisikan seperti semula. 3) Latihan Passive a)



Pemberian passive excercise dapat diberikan dalam berbagai posisi seperti tidur terlentang tisur miring, tidur tengkurap, duduk berdiri, atau posisi denga alat latihan yang digunakan. b) Gerakan fleksi bahu Posisi pasien tidur terlentang diatas bed terpais memegang pergelangan tangan dan juga lengan bawah. Lakukan pengulangan sebanyak 7x atau sesuai denga toleransi pasien. Latihan ini mampu mengurangi komplikasi akibat kuarnag gerak pada bahu dan terpeliharanya sifat fisiologis jaringan pada area bahu dan lengan. Tujuan utamanya adalah terpeliharanya jarak gerak sendi pada bahu ke arah fleksi. c) Abduksi bahu Posisi pasien tidur terlentang diatas bed, pegangan terapis pada pergelangan tangan dan lengan atas. Lakukan pengulangan 7x, latihan ini akan megurangi kontraktur jaringa pada sendi bahu d)



Fleksi- ekstensi siku Posisi pasien tidur terlentang diatas bed, tanga terapis berada pada pergelangan tangan dan sendi siku. Latihan ini sangat penting karena ekstremitas atas memiliki peran dominan. e) Fleksi ekstendi hip dan knee



Posisi pasien tidur terlentang diatas bed, posisi tanga terapis pada tumit serta sisi bawah dan tepi luar lutut insan stroke. Lakukan 7x pengulangan. o. evaluasi 1) Nyeri menggunakan VAS T 1 : 21 juli 2016 Nyeri diam: 0 0 10 Nyeri tekan:0 0 Nyeri Gerak:4 0



10



4



10



T4 : Nyeri diam: 0 0 10 Nyeri tekan:0 0 10 Nyeri Gerak:3 0



3



10



2) ROM pada AGA dan AGB AGA



ROM aktif



T1 21 juli 2016



T4 30 juli 206



Bidang



Region



Dekstra



Dextra



Sagital



Shoulder



S=23-0-125



S=35-0-130



Frontal Rotasi



Elbow



S=5-0-142



S=5-0-150



Wrist



S=52-0-73



S=60-0-80



Shoulder



F=90-0-26



F=100-0-30



Wrist



F=37-0-23



F=40-0-25



Elbow



R=20-0-20



R=20-0-20



Tabel 3.9 penilaian evaluasi Range Of Motion secara aktif. AGB



ROM aktif T1 21 juli 2016



T4 30 juli 2016



Bidang



Region



Dekstra



Dextra



Sagital



Hip



S=37-0-98



S=45-0-100



Knee



S=5-0-112



S=5-0-120



Ankle



S=32-0-153



S=40-0-160



Hip



F=33-0-16



F=39-0-20



Ankle



F=10-0-10



F=10-0-10



Frontal



Tabel 3.9 penilaian evaluasi Range Of Motion secara pasif. 3) Kekuatan otot pada AGA dan AGB Regio



Otot



T1 21 -7- T4 30-72016 2016



Shoulder



Fleksor



4



4



Ekstensor



4



4



Adductor



4



4



Abductor



4



4



Fleksor



4



4



Ekstensor



4



4



Pronator



4



4



Supinator



4



4



Dorsi fleksor



4-



4



Palmar fleksor



4-



4



Ulnar deviator



4-



4



Elbow



Wrist



Hip



Knee Ankle



Radial deviator



4-



4



Fleksor



4



4



Ekstensor



4



4



Adductor



4



4



Abductor



4



4



Fleksor



3



3+



Ekstensor



3



3+



Dorsi



4



4



4



4



Inventor



4



4



Eversor



4



4



fleksor Plantar fleksor



Tabel 3.10 penilaian evaluasi kekuatan otot. 4) Spastisitas dengan menggunakan Skala Asworth T1 21 juli 2016 dan T6 30 juli 2016 AGA T1 T6 AGB T1 T6 Shoulder Fleksi 1 1 Hip Fleksi 1 1 Ekstensi 1 1 Ekstensi 1 1 Abduksi 1 1 Abduksi 1 1 Adduksi 1 1 Adduksi 1 1 Elbow Fleksi 1 1 Knee Fleksi 1 1 Ekstensi 1 1 Ekstensi 1 1 Pronasi 1 1 Ankle Dorsi 1 1 fleksi Supinasi 1 1 Plantar 1 1 fleksi Wrist



Dorsi fleksi



1



1



Inversi



1



1



Palmar fleksi



1



1



eversi



1



1



Ulnar deviasi



1



1



Radial deviasi



1



1



Tabel 3.11 penilaian evaluasi spastisitas. 5) Pemeriksaan indeks barthel T1 21- T4 30-72016 7-2016



Aktifitas



Indicator skor



Makan



0: tidak dapat 10 melakukan sendiri



10



5: memerlukan bantuan dalam beberapa hal 10: dapat melakukan sendiri Mandi



0:



tidak



dapat 5



5



melakukan sendiri 5: dapat sendiri Kebersihan diri



melakukan



0: memerlukan bantuan



0



5



dapat 5



5



5: dapat melakukan sendiri (mencukur, sikst gigi dll) Berpakaian



0:



tidak



melakukan sendiri 5: memerlukan bantuan minimal 10: dapat sendiri Defekasi



dilakukan



0: inkontinensia alvi 5: kadang inkontinensia



terjadi



10



10



10: tidak inkontinensia Miksi



Penggunaan toilet



terjadi



0: inkontinensia 10 urin/menggunakan kateter 5: kadang inkontinensia



terjadi



10: tidak inkontinensia



terjadi



0: tidak dapat 5 melakukan sendiri



10



5



5: memerlukan bantuan 10: mandiri Transfer



0: tidak dapat 10 melakukan,tidak ada keseimbangan



15



5: perlu bantuan beberapa orang 10: perlu minimal



bntuan



15: mandiri Mobilitas



0: immobile



15



15



5: memerlukan kursi roda 10: berjalan bantuan



dengn



15: mandiri Naik tangga



0: tidak dapat 5 melakukan sendiri



5



5: perlu bantuan 10:mandiri Total Tabel 3.12 penilaian evaluasi Indeks Barthel.



80



85



p. hasil evaluasi akhir Pasien atas nama Tn. S umur 51 tahun dengan diagnosa hemiparase dextra setelah mendapatkan terapi sebanyak 4 kali mendapatkan hasil sebagai berikut : 1) Adanya penurunan nyeri pada AGA dan AGB pada sebelah kanan. 2) Adanya peningkatan Rangge of motion pada AGA dan AGB kanan. 3) Adanya peningkatan kekuatan otot pada AGA dan AGB kanan. 4) Tidak adanya peningkatan spastisitas otot. 5) Adanya peningkatan aktivitas fungsional.



BAB IV PEMBAHASAN Menurut catatan rekam medis Pasien bernama Tn S berusia 51 tahun dengan alamat di banjarsari rt 04 rw 05 reksosari, suruh. Sembilan yang lalu pasien mengalami kecelakaan, pasien dibawa kerumah sakit RSUD SALATIGA. Ternyata ada pendarahan di kepalanya . pasien dirawat dirumah sakit selama 5 hari dan pasien merasakan tubuh sebelah kananya sulit dan berat untuk digerakan. Setelah itu pasien dirujuk untuk melakukan tindakan fisioterapi tiga kali seminggu. Pasien mendapatkan perawatan dengan medika mentosa dan intervensi fisioterapi. Pada hari pertama terapi, intervensi fisioterapi untuk menjaga fisiologis dari fungsi otot-otot tubuh yang mengalami kelemahan. Penatalaksanaan fisioterapi : Intervensi fisioterapi yang diberikan pada kasus ini adalah lebih pada peningkatan kekuatan otot- otot tubuh dan lingkup gerak sendi tubuh. Selama pemberian intervensi fisioterapi pada terapi pertama tidak harus selalu dengan pemberian modalitas alat, melainkan bisa juga dengan metode exercise. Evaluasi yang pertama adalah rasa nyeri dengan menggunakan VAS. Hasilnya dapat dilihat pada bawah ini, bahwa ada penurunan rasa nyeri. Dari hasil tersebut membuktikan bahwa terapi menggunakan modalitas infra red, SWD dan Exercise dapat menurunkan rasa nyeri. Hasil Evaluasi Nyeri T 1 : 21 juli 2016 Nyeri diam: 0



0 10 Nyeri tekan:0 0 Nyeri Gerak:4 0



10



4



10



T4 : Nyeri diam: 0 0 10 Nyeri tekan:0 0 10 Nyeri Gerak:3 0



3



10



Evaluasi yang kedua adalah ROM dengan menggunakan goneometri. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.1 bawah ini, bahwa ada peningkatan pada ROM. Dari hasil tersebut membuktikan bahwa terapi menggunakan modalitas infra red, SWD dan Exercise dapat meningkatkan ROM. TABEL 4.1 Hasil evaluasi ROM pada AGA dan AGB AGA



ROM aktif



T1 21 juli 2016



T4 30 juli 206



Bidang



Region



Dekstra



Dextra



Sagital



Shoulder



S=23-0-125



S=35-0-130



Elbow



S=5-0-142



S=5-0-150



Wrist



S=52-0-73



S=60-0-80



Shoulder



F=90-0-26



F=100-0-30



Wrist



F=37-0-23



F=40-0-25



Frontal



Rotasi



Elbow



R=20-0-20



R=20-0-20



AGB



ROM aktif T1 21 juli 2016



T4 30 juli 2016



Bidang



Region



Dekstra



Dextra



Sagital



Hip



S=37-0-98



S=45-0-100



Knee



S=5-0-112



S=5-0-120



Ankle



S=32-0-153



S=40-0-160



Hip



F=33-0-16



F=39-0-20



Ankle



F=10-0-10



F=10-0-10



Frontal



Evaluasi yang ketiga adalah kekuatan otot dengan menggunakan MMT. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.2 bawah ini, bahwa tidak ada peningkatan pada kekuatan otot. TABEL 4.2 Hasil Evaluasi Kekuatan otot pada AGA dan AGB Regio Shoulder



Elbow



Wrist



Otot



T1 21 -7- T4 30-72016



2016



Fleksor



4



4



Ekstensor



4



4



Adductor



4



4



Abductor



4



4



Fleksor



4



4



Ekstensor



4



4



Pronator



4



4



Supinator



4



4



Dorsi fleksor



4



4



Palmar fleksor



4



4



Ulnar deviator



4



4



Radial



4



4



deviator Hip



Knee Ankle



Fleksor



4



4



Ekstensor



4



4



Adductor



4



4



Abductor



4



4



Fleksor



4



4



Ekstensor



4



4



Dorsi fleksor



4



4



Plantar fleksor



4



4



Inventor



4



4



Eversor



4



4



Evaluasi yang keempat adalah Spastisitas dengan menggunakan Skala Asworth. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.3 bawah ini, bahwa nilai spastisitas masih sama. TABEL 4.3 Hasil Evaluasi Spastisitas menggunakan Skala Asworth T1 21 juli 2016 AGA T1 T6 AGB T1 T6 Shoulder Fleksi 1 1 Hip Fleksi 1 1 Ekstensi 1 1 Ekstensi 1 1 Abduksi 1 1 Abduksi 1 1 Adduksi 1 1 Adduksi 1 1 Elbow Fleksi 1 1 Knee Fleksi 1 1 Ekstensi 1 1 Ekstensi 1 1 Pronasi 1 1 Ankle Dorsi 1 1 fleksi Supinasi 1 1 Plantar 1 1 fleksi Wrist



Dorsi fleksi



1



1



Inversi



1



1



Palmar fleksi



1



1



eversi



1



1



Ulnar deviasi



1



1



Radial deviasi



1



1



Evaluasi yang kelima adalah kemampuan fungsional dengan menggunakan Indeks Bartel. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.4 bawah ini, bahwa nilai kemampuan fungsional masih sama. TABEL 4.4 Hasil evaluasi indeks barthel T1 21- T4 30-72016 7-2016



Aktifitas



Indikator skor



Makan



0: tidak dapat 10 melakukan sendiri



10



5: memerlukan bantuan dalam beberapa hal 10: dapat melakukan sendiri Mandi



0: tidak dapat 5 melakukan sendiri 5: dapat sendiri



Kebersihan diri



5



melakukan



0: memerlukan bantuan



0



5



0: tidak dapat 5 melakukan sendiri



5



5: dapat melakukan sendiri (mencukur, sikst gigi dll) Berpakaian



5: memerlukan bantuan minimal 10: dapat sendiri Defekasi



dilakukan



0: inkontinensia alvi



10



10



Miksi



Penggunaan toilet



5: kadang inkontinensia



terjadi



10: tidak inkontinensia



terjadi



0: inkontinensia 10 urin/menggunakan kateter 5: kadang inkontinensia



terjadi



10: tidak inkontinensia



terjadi



0: tidak dapat 5 melakukan sendiri



10



5



5: memerlukan bantuan 10: mandiri Transfer



0: tidak dapat 10 melakukan,tidak ada keseimbangan



15



5: perlu bantuan beberapa orang 10: perlu minimal



bntuan



15: mandiri Mobilitas



0: immobile



15



15



5: memerlukan kursi roda 10:



berjalan



dengn



bantuan 15: mandiri Naik tangga



0: tidak dapat 5 melakukan sendiri



5



5: perlu bantuan 10:mandiri Total



80



85



BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Pasien Tn S berusia 51 tahun setelah diberikan terapi sebanyak 4 kali, maka hasilnya adalah sebagai berikut : 1) Adanya penurunan nyeri pada AGA dan AGB pada sebelah kanan. 2) Adanya peningkatan Rangge of motion pada AGA dan AGB kanan. 3) Adanya peningkatan kekuatan otot pada AGA dan AGB kanan. 4) Adanya peningkatan aktivitas fungsional. B. Saran 1. Sebaiknya tim rehabilitasi saling bekerja sama untuk mencapai tujuan baik jangka panjang maupun jangka pendek. 2. Mengajarkan keluarga tentang hal-hal yang diperlukan untuk mendukung kesuksesan terapi dan memberikan informasi tentang keadaan pasien saat ini dan memberikan pengetahuan tentang hal-hal yang harus dan tidak boleh dilakukan kepada pasien. 3. Untuk fisioterapi Diharapkan fisioterapi untuk lebih mengetahui betul dan memahami tentang kasus “Stroke dengan hemiparese dekstra” sebelum memberikan tindakan terapi agar terapi yang dilakukan dapat memberikan dampak perbaikan yang signifikan. C. Edukasi Pasien dianjurkan untuk menggerakakan setiap persendiaan bisa gerakan menekuk kan meluruskan sesuai yang sudah diajarkan oleh terapis. Jika tubuh yang sakit tidak mampu bergerak secara aktif bisa dibantu dengan menggunakan aggota tubuh bagian kiri atau yang tidak sakit.



DAFTAR PUSTAKA Carr Janet H., Roberta B Shepherd, 1987, A Motor Relearning Programme for Stroke, second ed, Butterworth-Heinemann, Oxford http://adeputrasuma.blogspot.com, diakses pada tanggal 31 Juli pukul 21.30 WIB. http://fisioterapi-puskesmas-sukabumi.blogspot.com, diakses pada tanggal 31 Juli pukul 21.43 Luklukaningsih, Zuyina, 2009. Sinopsis Fisioterapi untuk Terapi Latihan. Mitra Cendikia Press. Yogykarta. School of Physiotherapy, 2001, Physiotherapy Studies 1 : Neurological Physiotherapy, School of Physiotherapy The University of Melbourne