Makalah Pendekatan Antropologi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Antropologi adalah ilmu tentang manusia, budaya, fungsi, dan peran kebudayaan yang berkaitan dengan pola pikir dalam studi Islam dan pola pikir di daerah masyarakat atau di kehidupan manusia dalam mempertahankan hidup. Persoalan utama manusia dalam mempertahankan Islam bertujuan untuk memahami agama Islam sama dengan halnya memahami manusia. Karena persoalan-persoalan yang ditimbulkan atau dialami manusia juga merupakan masalah atau dalam pembahasan agama. Pada dasarnya, pergaulan manusia adalah erat kaitannya dengan agama. Islam yang dahulu pernah mencapai puncak kejayaannya, perlu dibangkitkan kembali melalui pola-pola pemahaman dan pola pikir umatnya yang lebih luas, mendalam, sistematis dan kreatif tanpa harus merubah nilai-nilai dasar yang ada di dalamnya. Penelitian-penelitian tentang Islam yang dulu dianggap lenyap dan sekarang perlu ditumbuh kembangkan guna mencapai Islam yang benar-benar kaffah dan rahmatan lil’alamin. Pemahaman isi Al-Qur’an dan hadist sebagai sumber utama ajaran Islam tidak lagi terbatas pada pemahaman tersurat saja, tetapi perlu dikembangkan ke arah pemahaman yang tersirat. Dengan kata lain, pendekatan yang digunakan dalam studi Islam dan keislaman tidak lagi hanya menggunakan pendekatan normatifitas saja, tetapi perlu dan sangat penting untuk menggunakan jenis-jenis pendekatan lain yang dapat diterima oleh masyarakat. Agar Islam dapat diterima, dipelajari, dipahami dan diamalkan ajarannya oleh umat manusia yang tersebar di seluruh penjuru dunia yang berbeda-beda, suku, adat istiadat, ras, bahasa, letak geografis maka perlu tindakan nyata yang lebih bijaksana dari para ilmuan Islam. Dalam permasalahan ini akan dikaji hal-hal yang terkait dengan Antropologi dan pendekatan Antrolopogi, sejarah perkembangan Antropologi agama serta pendekatan Antropologi terhadap studi Islam. B. RUMUSAN MASALAH 1. Apa pengertian antropologi dan pendekatan antropologi? 2. Bagaimana sejarah dan perkembangan antropologi agama? 3. Bagaimana pendekatan antropologi terhadap studi Islam? C. TUJUAN 1. Mengetahui pengertian antropologi dan pendekatan antropologi. 2. Mengetahui sejarah dan perkembangan antropologi agama. 3. Mengetahui pendekatan antropologi terhadap studi Islam.



BAB II PEMBAHASAN A. ANTROPOLOGI DAN PENDEKATAN ANTROPOLOGI Antropologi secara etimologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu antropos yang berarti manusia dan logos yang berarti ilmu. Sedangkan, Antropologi secara terminology yaitu ilmu yang mempelajari tentang asal-usul manusia dan hubungan sosial-budayanya. (Syam, 2007:2) Dalam KBBI ( Kamus Besar Bahasa Indonesia) Antropologi adalah suatu ilmu yang membahas keseluruhan manusia, khususnya asal-usul, adat-istiadat dan kepercayaan di masa lampau. Dari pengertian di atas Antropologi memiliki 5 aspek, diantaranya adalah sebagai berikut: a. Sejarah perkembangan manusia sebagai makhluk sosial b. Beragamnya ciri-ciri fisik manusia di seluruh dunia c. Penyebaran bahasa dan ucapan yang dilakukan manusia di seluruh dunia d. Keragaman budaya manusia e. Masalah dasar tentang kehidupan masyarakat dan suku bangsa di seluruh dunia pada zaman sekarang. (Syam, 2007:3) Perkembangan secara luas Antropologi dibagi menjadi tiga bagian, diantaranya adalah: 1. Antropologi Fisik Antropologi ini melihat manusia dari ciri fisik pada manusia itu sendiri. Pengelompokan manusia berdasarkan ciri khas fisiknya disebut ras manusia. Ciri fisik itu bisa meliputi warna kulit, tinggi badan, ukuran tulang dan sebagainya. Di dunia ini ada banyak ras-ras yang tersebar di seluruh penjuru, salah satunya adalah ras mongoloid yang memiliki ciri-ciri mata sipit, ukuran tubuh yang pendek, warna kulit kuning dan sebagainya. Negara yang memiliki ras ini adalah negara Cina, Jepang, dan Korea. Selain ras mongoloid, ada juga ras negroid yang memiliki warna kulit hitam, ukuran tubuh besar, rambut keriting, dan sebagainya. Ras ini tersebar hampir di seluruh daratan Afrika. 2. Antropologi Budaya Budaya adalah adat istiadat dan kebiasaan yang dilakukan manusia. Jadi, Antropologi ini berfokus pada keanekaragaman kebudayaan yang terjadi di masyarakat dan tempat tertentu. Misalnya, membahas tentang suku Jawa, Madura, dan Bali. Untuk mengetahui kebudayaannya diperlukan penelitian yang mendalam dan langsung di lapangan.



3. Antropologi Sosial Sosial adalah hubungan antara individu atau kelompok. Antropologi sosial mengkaji tentang prinsip yang ada di masyarakat dengan menyamakan keragaman budaya di antara keduanya atau lebih. (Syam, 2007:4-5) B. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN ANTROPOLOGI AGAMA Asal mulanya Agama dapat dipergunakan manusia untuk membenarkan tingkah lakunya. Berbagai upacara keagamaan atau perayaan agama sebagai salah satu bentuk bahwa manusia yang beragama harus menjalankan kewajibannya sebagai manusia yang taat beragama. Agama berkaitan dengan usaha-usaha manusia untuk mengukur dalamnya makna dari keberadaannya sendiri dan keberadaan alam semesta. Agama bagi manusia memberi lambang-lambang kepada manusia. Dengan lambang-lambang tersebut mereka dapat mengungkapkan hal-hal yang susah diungkapkan. Ide tentang ajaran yang telah membantu memberi semangat kepada manusia dalam menjalankan tugas-tugasnya sehari-hari, menerima nasibnya yang tidak baik atau bahkan berusaha mengatasi kesukaran-kesukaran yang banyak dan berusaha mengakhirinya. Dalam berperilaku menjalankan agamanya tersebut sangat beragam karena banyaknya agama yang tersebar di dunia. Secara singkat, agama di dunia dibedakan menjadi dua yaitu agama bumi atau alam dengan agama wahyu. Sebelum mempelajarinya, terlebih dahulu harus mengerti dan memahami apa yang dimaksud dengan agama secara Antropologis. (Sutardi, 2009:130) Antropologi lahir dari keingintahuan manusia terhadap manusia lain. Bangsa Eropa memelopori pengiriman ekspedisi ke berbagai negara. Perjalanan jauh tersebut didorong oleh tujuan yang beragam, yakni murni didorong oleh rasa ingin tahu akan daerah sekitarnya, mencari daerah jajahan, mencari bahan mentah dan pasaran hasil industri, dan menyebarkan agama. Dari perjalanan tersebut, wawasan masyarakat (Eropa) mengenai kehidupan di luar dirinya semakin luas. Hal tersebut menumbuhkan kesadaran akan adanya perbedaan bentuk fisik manusia, seperti ada yang berkulit hitam, kuning, rambut keriting, lurus, dan sebagainya. Selain itu, terdapat pula perbedaan bahasa, tingkat teknologi, cara hidup, dan adat istiadat. (Sutardi, 2009:131) Pernyataan itu telah mendorong berbagai bangsa untuk mempelajari manusia secara lebih khusus melalui penelitian secara ilmiah. Hal inilah yang menjadi cikal bakal ilmu Antropologi. Secara sederhana, Antropologi adalah ilmu yang mempelajari manusia dan kebudayaan. Secara lebih sistematis, Koentjaraningrat menyusun perkembangan ilmu Antropologi menjadi empat fase, sebagai berikut. Fase Pertama Sebelum 1800-an. Pada 1400-an, orang Eropa Barat mulai menjelajahi berbagai penjuru dunia seperti Afrika, Asia, Amerika, Australia, dan Selandia Baru. Hasil dari perjalanan-perjalanan tersebut, berupa buku-buku yang menceritakan kehidupan suku bangsa di luar bangsa Eropa. Gambaran tentang ciri-ciri fisik, adat istiadat, bahasa, mata pencaharian, dan kebiasaan-kebiasaan lainnya itu disebut etnografi.



Etnografi berasal dari ethnos, artinya bangsa, dan grafien, artinya gambaran atau uraian (deskripsi). Bahan etnografi ini menarik perhatian para pelajar sehingga mereka terdorong untuk mempelajari suku bangsa secara lebih jauh. Secara umum, orang Eropa sendiri menafsirkan tulisan tersebut bermacam-macam. Ada yang menganggap orang di luar bangsa Eropa adalah manusia liar sehingga timbul istilah bangsa primitif. Ada pula yang menganggap manusia di luar dirinya itu adalah orang-orang yang masih jujur, belum tahu kejahatan dan keburukan. Ada pula orang Eropa yang tertarik pada benda-benda hasil suku bangsa pribumi itu sehingga didirikanlah museum-museum. Fase Kedua 1800-an. Pada tahap ini, timbul karangan-karangan yang menyusun bahan Etnografi berdasarkan cara berpikir evolusi. Mereka menganggap bahwa masyarakat dan kebudayaan berubah secara lambat dalam waktu yang lama. Mulai dari tingkat rendah sampai tingkat tinggi. Mereka menganggap bangsa yang termasuk tingkat rendah adalah suku-suku pribumi yang mereka temukan, sedangkan bangsa dengan tingkat tinggi adalah orang Eropa saat itu. Tujuan mempelajari antropologi saat itu adalah mempelajari masyarakat dan kebudayaan primitif dengan maksud untuk mendapatkan suatu gambaran tentang sejarah evolusi dan penyebaran kebudayaan manusia. Fase Ketiga Awal 1900-an. Negara-negara Eropa telah menjadi bangsa penjajah di berbagai penjuru dunia. Ilmu Antropologi mempunyai kedudukan yang sangat penting, yaitu untuk mengetahui latar belakang kehidupan dan kebudayaan penduduk pribumi. Dengan pengetahuan itu dapat disusun strategi untuk menguasai dan memengaruhi penduduk tersebut. Antropologi menjadi ilmu yang praktis, yaitu mempelajari masyarakat dan kebudayaan bangsa-bangsa di luar Eropa untuk kepentingan menjajah dan untuk memperoleh suatu pengertian tentang masyarakat masa kini yang kompleks. Fase Keempat Setelah 1930-an. Pada fase ini, terjadi perubahan besar. Bangsabangsa pribumi sudah banyak yang mendapat pengaruh kebudayaan Eropa sehingga kebudayaan aslinya sudah mulai hilang. Selain itu, akibat Perang Dunia II, timbul kebencian terhadap negara yang menjajah. Perhatian ilmu Antropologi beralih ke suku-suku yang hidup di pedesaan di dalam wilayah negara Eropa sendiri, seperti suku bangsa Soami, Flam, Lapp, dan sebagainya. Demikian pula di Negara Amerika Serikat. (Koentjaraningrat, 1990:1-3) Tujuan utama Antropologi secara keilmuan adalah memperoleh pengertian tentang manusia dengan mempelajari keragaman bentuk fisik dan kebudayaannya. Secara praktis, Antropologi bertujuan untuk mempelajari suku bangsa guna meningkatkan kesejahteraan suku bangsa tersebut. Sejak saat itu, timbullah Antropologi yang dikhususkan untuk tujuan pembangunan, seperti Antropologi Kependudukan, Antropologi Kesehatan, Antropologi Pendidikan, Antropologi Ekonomi, Antropologi Politik, dan Antropologi Perkotaan. (Sutardi, 2009:132)



C. PENDEKATAN ANTROPOLOGI TERHADAP STUDI ISLAM Pendekatan Antropologi dalam memahami agama dapat diartikan sebagai salah satu upaya memahami agama dengan cara melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Melalui pendekatan ini agama nampak akrab dan dekat dengan masalah-masalah yang dihadapi manusia dan berupaya menjelaskan dan memberikan jawabannya. Dengan kata lain bahwa cara-cara yang digunakan dalam disiplin ilmu Antropologi dalam melihat suatu masalah digunakan dalam disiplin ilmu agama. Antropologi dalam kaitan ini sebagaimana dikatakan Dawam Raharjo, lebih mengutamakan pengamatan langsung, bahkan sifatnya partisipatif. Dari sini timbul kesimpulan-kesimpulan yang sifatnya induktif yang mengimbangi pendekatan deduktif sebagaimana digunakan dalam pengamatan sosiologis. Penelitian Antropologis yang induktif, yaitu turun ke lapangan dengan upaya membebaskan diri dari teori-teori formal yang pada dasarnya sangat abstrak sebagaimana yang dilakukan di bidang sosiologi dan lebih-lebih ekonomi yang menggunakan model-model matematis, banyak juga memberi sumbangan kepada penelitian historis. (Nata, 2012:35) Penelitian Antropologi agama harus dibedakan dari pendekatan-pendekatan lain. Para peneliti Antropologi harus melakukan atau menawarkan sesuatu yang lain dari yang lain. Ia harus menimbulkan pertanyaan sendiri yang spesifik, berasal dari perspektif sendiri yang spesifik, dan mempraktekkan metode sendiri yang spesifik pula. Antropologi dapat dianggap sebagai ilmu keragaman manusia, dalam tubuh mereka dan perilaku mereka. Dengan demikian, Antropologi agama akan menjadi penyelidikan scientific keragaman agama manusia. Sebagaimana ungkapan yang berbunyi : “The anthropological study of religion must be distinguished and distinguishable from these other approaches in some meaningful ways; it must do or offer something that the others do not. It must raise its own specific questions, come from its own specific perspective, and practice its own specific method. Anthropology can best be thought of as the science of the diversity of humans, in their bodies and their behavior. Thus, the anthropology of religion will be the scien-tific investigation of the diversity of human religions”. (Eller, 2007: 2) Antropologi, sebagai sebuah ilmu yang mempelajari manusia, menjadi sangat penting untuk memahami agama. Antropologi mempelajari tentang manusia dan segala perilaku mereka untuk dapat memahami perbedaan kebudayaan manusia. Dibekali dengan pendekatan dan komitmen Antropologi akan pemahaman tentang manusia, maka sesungguhnya Antropologi merupakan ilmu yang penting untuk mempelajari agama dan interaksi sosialnya dengan berbagai budaya. Posisi penting manusia dalam Islam juga menunjukan bahwa sesungguhnya persoalan utama dalam memahami agama Islam adalah bagaimana memahami manusia. Persoalan-persoalan yang dialami manusia adalah sesungguhnya persoalan agama yang sebenarnya. Para Antropolog menjelaskan keberadaan agama dalam kehidupan manusia



dengan membedakan apa yang mereka sebut sebagai 'commonsense' dan 'religious.' Dalam satu sisi common sense mencerminkan kegiatan sehari-hari yang biasa diselesaikan dengan pertimbangan rasional ataupun dengan bantuan teknologi, sementara itu religious adalah kegiatan atau kejadian yang terjadi di luar jangkauan kemampuan nalar maupun teknologi. Dengan demikian memahami Islam yang telah berproses dalam sejarah dan budaya tidak akan lengkap tanpa memahami manusia. Karena realitas keagamaan sesungguhnya adalah realitas kemanusiaan yang ada dalam dunia nyata. Terlebih dari itu, makna hakiki dari keberagamaan adalah terletak pada penafsiran dan pengamalan agama. Oleh karena itu, Antropologi sangat diperlukan untuk memahami Islam, sebagai alat untuk memahami realitas kemanusiaan dan memahami Islam yang telah dipraktikkan yang menjadi gambaran sesungguhnya dari keberagamaan manusia. Karena begitu pentingnya penggunaan pendekatan Antropologi dalam studi Islam (agama), maka Amin Abdullah mengemukakan 4 ciri dasar realitas cara kerja pendekatan Antropologi terhadap agama, yaitu : a. Bercorak deskriptif, bukan normatif. Pendekatan Antropologi bermula dan diawali dari kerja lapangan berhubungan dengan orang, masyarakat, kelompok setempat yang diamati dan diobservasi dalam jangka waktu yang lama dan mendalam. Inilah yang biasa disebut dengan pengamatan dan observasi di lapangan yang dilakukan secara serius, terstuktur, mendalam dan berkesinambungan. Thick description dilakukan dengan cara antara lain Living in, yaitu hidup bersama masyarakat yang diteliti, mengikuti pola hidup sehari-hari mereka dalam waktu yang cukup lama. Bisa berhari-hari, berbulan-bulan, bahkan bisa bertahun-tahun, jika ingin memperoleh hasil yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademik. John R Bowen, misalnya, melakukan penelitian Antropologi masyrakat muslim Gayo,di Sumatra, selama bertahun-tahun. Begitu juga dilakukan oleh para Antropolog kenamaan yang lain, seperti Clifford Geertz yaitu, penelitian melalui pengumpulan catatan lapangan dan bukan studi teks seperti yang biasa dilakukan oleh para orientalis adalah andalan utama Antropolog. (Bowen, 2002: 2) b. Yang terpokok dilihat oleh pendekatan Antropologi adalah praktik konkrit dan nyata di lapangan. Praktik hidup yang dilakukan sehari-hari, agenda mingguan, bulanan dan tahunan, lebih-lebih ketika manusia melewati hari-hari atau peristiwa-peristiwa penting dalam menjalani kehidupan. Amalan-amalan yang dilakukan untuk melewati peristiwapersitiwa kelahiran, perkawinan, kematian, penguburan . Apa yang dilakukan oleh manusia ketika menghadapi dan menjalani ritme kehidupan yang sangat penting tersebut. (Bowen, 2002: 2) c. Antropologi selalu mencari keterhubungan dan keterkaitan antar berbagai domain kehidupan secara lebih utuh.



Bagaimana hubungan antara wilayah ekonomi, sosial, agama, budaya dan politik. Kehidupan tidak dapat dipisah-pisah. Keutuhan dan saling keterkaitan antar berbagai domain kehidupan manusia. Hampir tidak ada satu domain wilayah kehidupan yang dapat berdiri sendiri, terlepas dan tanpa terkait dan terhubung dengan lainnya. (Bowen, 2002: 3) d. Comparative Studi dan pendekatan Antropologi memerlukan perbandingan dari berbagai tradisi, sosial, budaya dan agama-agama. Talal Asad menegaskan bahwa “What is distinctive about modern anthropology is the comparisons of concepts (representation) between societies differently located in time or space. The important thing in this comparative analysis is not their origin (Western or non-Western), but the forms of life that articulate them, the power they release or disable”. Setidaknya,Cliffort Geertz pernah memberi contoh bagaimana dia membandingkan kehidupan Islam di Indonesia dan Maroko. Bukan sekedar untuk mencari kesamaan dan perbedaan, tetapi yang terpokok adalah untuk memperkaya perspektif dan memperdalam bobot kajian. Dalam dunia global seperti saat sekarang ini, studi komparatif sangat membantu memberi perspektif baru baik dari kalangan luar maupun dalam. (Bowen, 2002: 3) Meskipun menyebut praktek lokal untuk era globalisasi sekarang adalah debatable, tetapi ada empat rangkaian tindakan keagamaan yang perlu dicermati oleh penelitian Antropologi. Pertama, adalah bagaimana seseorang atau kelompok melakukan praktikpraktik lokal dalam mata rantai tindakan keagamaan yang terkait dengan dimensi sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Sebagai contoh ada tindakan baru yang disebut “walimah alSafar”, yang biasa dilakukan orang sebelum berangkat haji. Apa makna praktik dan tindakan lokal ini dalam keterkaitannya dengan agama, sosial, ekonomi, politik dan budaya. Religious ideas yang diperoleh dari teks atau ajaran pasti ada di balik tindakan ini. Bagaimana tindakan ini membentuk emosi dan menjalankan fungsi sosial dalam kehidupan yang luas. Bagaimana walimah safar yang tidak saja dilakukan di rumah tetapi juga di laksanakan di pendopo kabupaten Oleh karenanya, keterkaitan dan keterhubungan antara local practices, religious ideas, emosi individu dan kelompok maupun kepentingan sosial – poilitik tidak dapat dihindari. Semuanya membentuk satu tindakan yang utuh. Antropologi Islam mengalami perkembangan dari dulu sampai sekarang. Perkembangan Antropologi bisa berupa mengikuti atau melanjutkan perkembangan tradisi yang sebelumnya, menolak atau menerima budaya yang baru. (Syam, 2007:6) Antropologi pertama berkembang di Inggris dengan seseorang yang mengembangkannya adalah Edward Burnett Taylor (1832-1917). Kebudayaan bisa berupa suatu sistem gagasan, sistem kelakuan, dan lain-lain. Bisa disederhanakan bahwa budaya adalah hasil cipta, rasa, dan karsa manusia. Kebudayaan bisa mengalami perubahan yang berhubungan dengan proses masuknya kebudayaan baru pada masyarakat dan tempatnya. Perkembangannya berlangsung sangat



lama dengan mengalami perkembangan dari primitif sampai ke modern. Ini bisa terjadi berkaitan dengan proses masuknya berbagai macam kebudayaan. Mulai dari tempat,suku atau ras pun mengalami perubahan. (Syam,2007: 7) Yang menarik di sini adalah hubungan antara agama dan masyarakat. Agama begitu melekat dengan masyarakat, karena agama bukan hanya dijadikan pegangan, tapi syariatnya sudah menjadi kebiasaan di kalangan masyarakat. Agama menjadi tempat mencari pengetahuan. (Syam, 2007: 9) Contohnya kaum abangan yang memiliki upacara slametan. Dalam upacara slametanmembutuhkan bahan-bahan seperti kemenyan, kembang, jajanan,dan tumpeng. Benda-benda ini adalah simboldan ini merupakan keyakinan dari orangnya. Contohnya, kemenyan untuk arwah leluhur mereka. Mereka percaya kalau do’a dan bau kemenyan bisa sampai ke para leluhur mereka. Keyakinan ini merupakan pengetahuan yang mereka ketahui. (Syam, 2007: 11) Komunitas Islam di tengah perubahan mempertahankan tradisi sosial mengambil contoh dari masyarakat pesisir. Dilihat dari keagamaannya, untuk mempertahankan tradisi lokal pada masyarakat pesisir tidak sesuai dengan yang digambarkan oleh para ahli. Sebenarnya, di masyarakat pesisir terjadi proses akulturasi yang saling menerima dan memberi melalui kebudayaan diantara kedua budayaannya. Contohnya seperti santri (NU) dan abangan. Tampak di sini bahwa NU memiliki cara sendiri untuk melakukan kegiatan keagamaan yang berbeda dari Muhammadiyah. Muhammadiyah tidak mempunyai kesempatan dalam hal kebudayaan. Itulah sebabnya, banyak kaum abangan yang kemudian menjadi NU dan bukan Muhammadiyah. (Syam, 2007:132) Perubahan itu terjadi, ternyata didukung oleh ajaran agama. Selain itu juga, faktor sosial budaya sangat berpengaruh terhadap perubahan ini. Karena memiliki kebudayaan yang sama, maka interaksi di antaranya sangat mudah diterima. Proses perubahan itu ialah dari tradisi lokal ke tradisi Islam lokal. Komunitas ini sedang mengalami perubahan yang mengarah pada kemajuan. Walaupun mengalami perubahan, mereka tidak menghilangkan aura spiritualnya. Dan kenyataanya juga membuktikan bahwa walaupun mengalami arus perubahan ke arah kemajuan, namun kehidupan spiritualnya tetap semangat dan semarak di masyarakat dengan diadakannya ritual lingkaran hidup sampai upacara keagamaan lainnya. Oleh karena itu, segala sesuatu itu mengalami perubahan dan akulturasi. Dan pada kenyataannya perubahan itu berdampak baik, termasuk komunitas pesisir dengan tradisi lokal. (Syam,2007:133)



BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN 1. Antropologi secara etimologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu antropos yang berarti manusia dan logos yang berarti ilmu. Sedangkan, Antropologi secara terminology yaitu ilmu yang mempelajari tentang asal-usul manusia dan hubungan sosial-budayanya. 2. Antropologi lahir dari keingintahuan manusia terhadap manusia lain. Bangsa Eropa memelopori pengiriman ekspedisi ke berbagai negara. Perjalanan jauh tersebut didorong oleh tujuan yang beragam, yakni murni didorong oleh rasa ingin tahu akan daerah sekitarnya, mencari daerah jajahan, mencari bahan mentah dan pasaran hasil industri, dan menyebarkan agama. 3. Pendekatan Antropologi dalam memahami agama dapat diartikan sebagai salah satu upaya memahami agama dengan cara melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. 4. Agama memang banyak berhubungan dengan berbagai masalah dalam kehidupan manusia dan untuk mengetahui itu semua dibutuhkan pendekatan Antropologi. B. SARAN



DAFTAR PUSTAKA



Bowen, Jhon. 2002. Relegion in Practice : An Approac to the Anthropology of Relegion. Boston: Allyn and Bacon Eller, David Jack . 2007. Introducing Anthropology of Religion. New York: Routlege 270 Madison Ave Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT Rineka Cipta Koentjaraningrat. 2005. Pengantar Ilmu Antropologi I, cet.III. Jakarta: PT Rineka Cipta Nata, Abuddin. 2012. Metodelogis Studi Islam. Jakarta: Raja Pres Sutardi, 2009. Antropologi Keragaman Budaya. Jakarta: Departemen Nasional Syam, Nur. 2012. Madzhab-madzhab Antropologi. Yogyakarta: LkiS