Pendekatan Antropologi Ekonomi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Pendekatan Neo Populis ( Populis Baru) Membahas mengenai dinamika ekonomi di pedesaan Asia Tenggara diwarnai oleh perdebatan antara para ahli yang berada dalam dua kubu, yaitu neoklasik dan neopopulis. Kubu neoklasik melihat bahwa transformasi yang terjadi pada perekonomian di pedesaan dipengaruhi oleh adanya modernisasi pada bidang pertanian lewat revolusi hijau dianggap sebagai alat mujarab untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Sebalik para ahli kubu neopopulis bersikap pesimistik, mereka justru melihat sebaliknya karna terbuktinya bahwa transformasi pertanian itu lebih menguntungkan petani kaya yang mempunyai akses lebih besar terhadap pasar. Debat yang terjadi antar ekonomi neoklasik dengan neopopulis sudah lama berlangsung yaitu sejak awal kelahiran pendekatsn populis baru itu, yang sangsi terhadap transformasi ekonomi dipedesaan pada abad 20. Awal mula lahirnya pedekatan populis dalam ranah ilmu sosial pada awal adad 20 di Rusia, dan di negeri ini para pemikir aliran populis menyangsikan petani akan hidup sejahtera dan memperoleh keadilan ekonomi. Para pemikir mencari jawabandari kerangka metodologis untuk menjelaskan kedatangan transformasi ekonomi dan mejelaskan kemiskinan kaum tani. Dalam perkembangannya, pemikir kaum populis digerakan oleh gerakan pembaharuan sosial menuju suatu masyarakat Sosialis Egaliter dan demokrasi yang memberdaya kaum petani dan petani kecil. Populisme diilhami oleh materialisme historis marx yang melihat ketidak adilan dalam sistem ekonomi kapitalis terhadap kaum buruh dalam mode produksi dan dalam kehidupan sosial pada umumnya. Sejalan dengan Marx, aliran populis mengidealkan suatu masyarakat egalithe dan demokratik yakni keadilan sosial ditegakkan dengan memberikan perlindungan dan pemberdayaan ekonomi terhadap kaum lemah karena mereka selalu tereksploitasi oleh kaum borjuis yang menguasai modal. Populis dapat dilihat sebagai sebagai cabang dari Marxisme, karena mencita-citakan suatu masyarakat tampa kelas. Namun kemudian, aliran populis ini berubah menjadi apa yang disebut sebagai populisme baru ketika para penganutnya lebih tertarik pada pemberdayaan ekonomi dan sosial kaum miskin tampa terus mewujudkan tatanan masyarakat tampa kelas, karna dalam prakteknya justru komunisme sebagai pengembanideologi Marxisme menjadi kekuatan yang hegemonic dan meniadakan demokrasi.



Populisme baru sebagai suatu kerangka metodologis berkembang pada tahun 1970-an, sejalan dengan meluasnya masalah kemiskinan di Negara-negara berkembang, dan masalah itu menjadi perbincangan para ahli dari berbagai disiplin. Di India dan Bangladesh, populisme baru mendapat tempat dikalangan para peneliti karna aliran ini menjadi kerangka berfikir yang jitu untuk menelaah kemiskinan dan membela serta memberdayakan kaum miskin yang merupakan fenomena paling menonjol dalam kehidupan masyarakatsehari-hari di kedua Negara tersebut. Ketidakmerataan ekonomi antar warga masyarakat tidak dijelaskan dengan kerangka analisis sistem budaya yang cenderung menunding budaya kemiskinan sebagai penyebab menggejalanya kehidupan kaum miskin, tetapi kerangka analisis ekonomi politik yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari sistem sosial. Populisme baru bagaimanapun tetap mempunayai akar pemikiran Marxisme, dalam arti bahwa pisau analisisnya menggunakan perspektif materialism historis. Namunpopulisme baru juga berbeda dengan Neo-Marxis, karna sebagai pisau analisis populisme baru selalu berusaha untuk hati-hti dalam menunjukan proses eksploitasi dan dominasi kelas menengah keatas terhadap lapisa masyarakat bawah. Kehati-hatian ini diambil karan proses eksploitasi dan kemiskinan dikalangan kaum petani dan lapisan masyarakat bawah sarat dengan berbagai variable, bukan hanya berkaitan dengan variable ketidakmerataan asset sosial-ekonomi tetapi juga demografi dan factor-faktor internal dalam komunitas kaum miskin, seperti terlihat misalnya dalam konsepsi Teodore Shanin tentang ekonomi petani. Karakteristik dasar sebagai suatu kerangka analisis, populisme baru mempunyai dua pandangan yang berseberangan dalam menganalisis tentang dinamika perekonomian dalam masyarakat petani. Pandangan pertama, masih berpijak pada pemikiran Marxis terutama masih mengikuti cara berfikir Lenin dalam memahami dan menjelaskan deferensiasi ekonomi di masyarakat petani. Pandangan kedua, merupakan kritik terhadap pandangan pertama dengan beranggapan bahwa diferensiasi ekonomi antar anggota masyarakat tidak selalu dikaitkan dengan masuknya proses kapitalisme. Deferensiasi ekonomi merupakan suatu proses yang selalu berlangsung dalam komunitas petani karna keduanya berhubungan dengan dinamika rumah tangga petani dan lembaga-lebaga sosial-politik yang mengatur kehidupan komunitas petani. Dengan demikian populisme baru yang berpijak pada kedua pandangan tersebut cenderung lebih



luas spektrumnya dalam membahas tentang poses diferensiasi ekonmi kaum tani dibandingkan dengan Marxisme. Populisme baru melihat bahwa proses diferensiasi dalam perekonomian petani terjadi pada masa kita sebagai akibat dari terealisasinya teknologi modern. Populisme baru memandang bahwa proses pembangunan ekonomi dimasyarakat petani di Negara berkembang latar belakang yang tidak membawa kesejahteraan kaum peasant sebagai kelompok terbesar penduduk pedesaan. Sedangkan ekonomi neoklasik justru memandang sebaliknya meskipun menyadari bahwa petani lapisan atas lebih mengalami peningkatan ekonomi. Pandangan populisme baru ini berlawan dengan pandangan formalis dalam membahas tentang implikasi dari kapitalisme didalam perekonomian desa. Kalau formalis yang berkiblat pada neoklasik menganggap bahwa kemajuan teknologimembawa pertumbuhan dan kesejahteraan ekonomi lapisan bawah. Karakteristik dasar lainnya dari populis baru adalah cenderung hanya memperhatikan perekonomian petani (peasant) dan meluasnya pengaruh ekonomi pasar ke rumah tangga petani. Sementara itu populis baru di Indonesia hadir dalam kajian tentang ekonomi pedesaan agraris dan sektro informal. Pendekatan Neo Institusionalis (Intitusionalis Baru) Pendekatan institusionalis muncul dalam lmu ekonomi pada tahun 1930-an. Pada tahun tersebut, Veblen memperkenalkan pendekatan itu sebagai suatu alternative pendekatan neoklasik yang gagal dalam menjelaskan krisis ekonomi di Negara barat dan dalam krisis ini terbukti tidak berlakunya hokum pasar. Vablen melihat bahwa pasar tidak berjalan dengan sendirinya, harga suatu barang tidaak ditentukan oleh hokum persediaan dan permintaan, melainkan juga oleh institusi yang mengontrol bekerjanya pasar. Oleh karna itu, pasar tidak pernah sempurna, dan menemukan karakter dan pelaku institusi sosial dan ekonomi sangat penting untuk menjelaskan bekerjanya pasar. Institusionalis berkembang pesat dalam ilmu ekonomi, dan disiplin ini mengibarkan benderanya lagi karena keberhasilannya menyuguhkan resep baru dalam mengobati kelemahan sistem eknomi pasar seperti Nampak pada kecederungan terjadinya krisis ekonomi di Negara kapitalis. Pengibaran bendera itu ditandai oleh munculnya ekonomi yang mengembangkan pendekatan institusionalis yang disebut disni institusionalis baru. Douglas



C. North mendapat penghargaan atas karyanya tentang institusionalis baru yang irasional sehingga ia dikenal sebagai bapak dari aliran ini. Secara konseptual institusionalis baru bias dikenal dengan nama ekonomi kelembagaan. Menurut Mubyanto ekonomi kelembaga merupakan cabang dari ilmu ekonomi yang percaya atas peran besar para lembaga-lembaga dalam mengatur kinerja ekonomi yang dibuat oleh masyarakat yang bersangkutan dipatuhi atau dapat dipaksakan. Secara paradigmatic, institusionalis baru merupakan salah satu pendekatanyang lahir sebagai reaksi atas kegagalan neoklasik dalam memahami sistem pasar. Institusionalis baru paham bahwa sistem pasar tidak bekerja dengan normal dalam arti proses pasar pertukaran tidak berjalan sesuai dengan hukum-hukum ekonomis. Pasar seharusnya mampu mengontrol tingkat keseimbangan antara kekuatan penawaran dan permintaan, tetapi yang terjadi justru pasar berada dalam naungan bayang-bayang institusi sosial-politik yang mampu mengendalikan proses pertukaran. Bagi institusionalis baru, proses pertukaran dalam sistem pasar sangat dipengaruhi oleh institusi pasar dan non pasar. Di satu sisi, pasar mempengaruhi individu dalam mengalokasikan pilihan-pilihan ekonomis, dan di sisi lain pasar dipngaruhi oleh individu sebagai actor ekonomi. Disini aliran institusionalis tetap sejalan dengan aliran neoklasik bahwa perilaku ekonomis dipandang sebagai suatu energi aktivitas ekonomi. Bedanya adalah aliran neoklasik memandang bahwa pengambilan keputusan di dalam sistem pasar yang kompetitif merupakan suatu tindakan rasional dari individu yang berbekal pada pengetahuan yang sempurna. Mereka mengasumsi bahwa pengusaha mendapatkan semua informasi yang dibutuhkan untuk membuat semua keputusan tentang pembentukan harga pasar. Sebaliknya institusionalis baru mengabaikan asumsi tersebut karna dalam kajian tidak berhubungan langsung dengan hukum pasar (penawaran dan permintaan) dan pembentukan harga. Mereka lebih memperhatikan jalinan erat antara rasionalitas individu dengan situasi sosial dipasar, dan berasumsi bahwa tidak mungkin individu mempunyai pengetahuan yang sempurna tentang harga pasar. Gejala yang sering muncul yang muncul dalam proses transaksi ekonomi adalahsikap oportunisme. Disini individu berusaha untuk memperoleh informasi sebanyak mungkin melebihi orang lain. Individu tersebut bagaimanapun selalu mengalami ketidakakuratan informasi karena informasi yang beredar dalam masyarakat merupakan suatu yang dapat dimanipulasi. Proses manipulasi informasi itu



memungkinkan individu tersebut bersikap kurang rasional dan tidak memegang serta menjunjung prinsip moral sperti kejujuran dan fair play didalam melakukan transaksi ekonomi. MacKay berpendapat mengenai adanya perbedaan pendekatan neoklasik dengan institusionalis baru. Menurut beliau, neoklasik tidak meberikan perhatian pada empat macam fenomena dalam transaksi ekonomi, yaitu (1) barang-barang koletif dan problem free rider, (2) biaya transaksi yang penting, (3) kepastian dan substansial dalam melakukan transaksi atau menjalankan kegiatan ekonomi, (4) kompetisi yang tidak sempurna. Karakteristik dasar institusionalis baru dapat kita lihat dari kenyataannya bahwa kini para ahli antropologi sepertinya terkesima dengan institusionalis baru yang berkembang dalam ilmu ekonomi. Oleh karena itu sejumah teori, konsep yang dipakai untuk acuan masih meminjam dasar ilmu ekonomi ini. Pendiri institusionalis lama yakni Veblen dan Commons menyadari pentingnya perspektif institusionalis ketika menghadapi kenyataan bahwa kapitalisme laisezer fair telah menyebabkan suatu ketidakadilan ekonomidalam masyarakat, yaitu lapisan atas mempunyai akses yang sangat besar untuk mengendalikan arah perkembangan sistem ekonomi yang menguntungkan golongan mereka sendiri dan merugikan lapisan masyarakat bawah. Teori Veblen tentang institusionalis termaksud dalam bukunya teory of the leisure class (1948) dan dalam buku ini Veblan mendefenisikan hubungan antara ”conspicuous consception” dan “prestige” dalam diri kelas atas yang bersifat predator terhadap kelas bawah. Kelompok lapisan bawah diserang oleh kelas atas dengan melalui suati ikatan ketergantungan. Ia mengatakan bahwa sesungguhnya tidak ada hokum besi, karena yang ada hanyalah isntitusi yang dibuat oleh ulah manusia, dan kerusakan serta kerusakan sistem yang tidak produktif merupakan ulah dari bisnismen, dan harga dapat dikontrol melalui mekanisme politik. Institusionalis baru dalam ilmu ekonomi mempunyai sejumlah cirri sebagaimana diangkat dari tulisan Acheson (1994b:1-45). Diantaranya sebagai berikut : Pertama, mereka menghendaki suatu perspektif yang hilistik Dan luas dalam menganalisis gejala ekonomi. Dalam menganalisis gejala, misalnya, disamping diperhatikan sebanyak mungkin variable yang mempengaruhi terhadap munculnya gejala tersebut juga digali apa yang disebut sebagai tindakan kolektif. Menurut saya antropologi dapat menggali berbagai bentuk tindakan koletif yang berkaitan dengan adanya kecenderungan orang tersegmentasi



kedalam ikatan-ikatan berbasis agama, suku, kelas, dan daerah karena mereka memiliki referensi tindakan sosial yang bersumber dari kelompoknya. Kedua, institusionalis baru focus perhatianpada peran kelembagaan yang mempunyai kekuatan mengatur proses ekonomi di pasar. Kelembagaan itu bias menghasilkan tingkah laku tertentu yang terjalin erat dengan kebudayaan, misalnya Patron-Klien bisa mempengaruhi pola rekrutmen tenaga kerja di perusahaan dan hubungan patronase ini sangat diwarnai oleh struktur sosial dan budaya local. Oleh karena itu, menurut saya, focus institusionalis baru membuka ruang bagi antropologi untuk menyimak sistem ekonomi pasar dan berbagai proses ekonomi yang terjadi di dalamnya, dengan mempelajari bagaimana organisasi sosial dan pranata-pranata sosial-ekonomi ikut mempengaruhi tindakan para pelaku ekonomi. Ketiga, institusionalis mempunyai asumsi bahwa perubahan ekonomi selalu terjadi, tetapi tidak selalu bersifat linear. Hal ini beralasan karena institusionalis lebih menerima pandangan bahwa pasar senantiasa dinamis dan mengalami perubahan yang bersifat multilinear. Pandangan itu muncul karena institusionalis menyimak bahwa individu-individu dalam merespon dinamika pasar bisa beragam. Keempat, institusionalis setuju kalau kepentingan antar individu atau kelompok dalam pasar berlainan dan bahkan dapat pula berseberangan. Namun demikian, sebagai bagaian dari kelompok individu-individu dapat membentuk kepentingan yang sama untuk menghadapi kelompok lain.