MAKALAH Pendekatan Teologis Dan Pendekatan Filosofis Dalam Kajian Islam [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH pendekatan teologis dan pendekatan filosofis dalam kajian islam, KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Kuasa. Hanya berkat rahmat, taufiq dan hidayah-NYA, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan lancar, baik dan tepat waktu. Sholawat serta salam senantiasa tersanjungkan kepangkuan Rasululloh Saw. beserta keluarga, sahabat-sahabatnya dan para pengikutnya yang telah membawa kita dari jalan yang gelap gulita ke jalan yang terang benderang ke jalan agama islam. Penulisan makalah ini guna melengkapi / memenuhi salah satu tugas mata kuliah “METODOLOGI STUDI ISLAM”. Dengan terselesaikannya makalah yang berjudul “Pendekatan Teologis dan Pendekatan Filosofis dalam Kajian Islam : Teori dan Praktik” penulis dengan ikhlas menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantunya baik langsung maupun tidak langsung khususnya kepada dosen pengampu Mata Kuliah “METODOLOGI STUDI ISLAM”, Bp. MIFTAHUL HUDA, M. Ag Sebagai manusia biasa yang tak lepas dari kekhilafan, demi perbaikan makalah ini selalu di harapkan kritik dan saran dari semua pihak. Semoga makalah ini bermafaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya. Akhirul kalam semoga segala usaha kita dalam peningkatan mutu pendidikan mendapat ridho dari Allah SWT amin.



BAB I PENDAHULUAN Agama sering dipahami sebagai sumber gambaran-gambaran yang sesunguhnya tentang dunia ini, sebab ia diyakini berasal dari wahyu yang diturunkan oleh untuk semua manusia. namun, dewasa ini, agama kerap kali dikritik karena tidak dapat mengakomidir segala kebutuhan manusia, bahkan agama dianggap sebagai sesuatu yang “menakutkan”, karena berangkat dari sanalah tumbuh berbagai macam konflik, pertentangan yang terus meminta korban. Kemudian sebagai tanggapan atas kritik itu, orang mulai mempertanyakan kembali dan mencari hubungan yang paling otentik antara agama dengan masalah-masalah kehidupan sosial budaya kemasyarakatan yang berlaku dewasa ini. Apa yang menjadi kritik terhadap agama adalah bahwa agama, tepatnya pemikiran-pemikiran keagamaannya terlalu menitik beratkan pada strukturstruktur logis argument tekstual (mormative). Ini berarti mengabaikan segala sesuatu yang membuat agama dihayati secara semestinya. Struktur logis tidak pernah berhubungan dengan tema-tema yang menyangkut tradisi, kehidupan sosial dan kenyataan-kenyataan yang ada di masyarakat. Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw, diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin. Di dalamnya terdapat berbagai petunjuk tentang bagaimana seharusnya manusia itu menyikapi hidup dan kehidupan ini secara lebih bermakna dalam arti yang seluas-luasnya. Seiring perubahan waktu dan perkembangan zaman , agama semakin dituntut agar ikut terlibat secara aktif di dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi manusia. agama tidak boleh hanya sekedar menjadi lambang kesalehan atau



berhenti sekedar di sampaikan dalam khotbah, melainkan secara konsepsional menunjukkan cara-cara yang paling efektif dalam memecahkan masalah. Melihat kenyataan semacam ini, maka diperlukan rekonstruksi pemikiran keagamaan, khususnya berkaitan dengan pendekata-pendekatan teologis dan pendekatan filosofis.



BAB II PEMBAHASAN 1. Definisi pendekatan Secara etimologi pendekatan adalah derivasi kata dekat, artinya tidak jauh, setelah mendapat awalan pe dan akhiran an maka artinya (a) proses, perbuatan, cara mendekati (b) usaha dalam rangka aktivitas penelitian untuk mengadakan hubungan dengan orang yang diteliti atau metodemetode untuk mencapai pengertian tentang masalah penelitian. Pendekatan dari sudut terminologi adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama. Dari keterangan di atas, dapat kita pahami bahwa pendekatan terhadap objek pengkajian perlu dimasyarakatkan guna mendapatkan keterangan ilmiah seiring dengan tuntunan zaman[1]. 2. Berbagai pendekatan dalam studi islam Berbagai pendekatan tersebut meliputi pendekatan teologis normatif, antropologis, sosiologis, filosofis, historis, kebudayaan dan pendekatan psikologi. Adapun yang dimaksud pendekatan disini adalah cara pandang atau pradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama. a. Pendekatan teologis normatif Pendekatan teologis normatif dalam memahami agama secara harfiah dapat diartikan sebagai upaya memahami agama dengan menggunakan kerangka ilmu ketuhanan yang bertolak dari suatu keyakinan bahwa wujud empirik dari suatu keagamaan dianggap sebagai yang paling benar dibandingkan yang lainnya. Amin Abdullah mengatakan, bahwa teologi, sebagaimana kita ketahui, tidak bisa tidak pasti mengacu kepada agama tertentu. Loyalitas terhadap kelompok sendiri, komitmen, dan dedikasi yang tinggi serta penggunaan bahasa yang bersifat subjektif, yakni bahasa sebagai pelaku, bukan sebagai pengamat adalah merupakan ciri yang melekat pada bentuk pemikiran teologis.[2] Dalam islam, secara tradisional, dapat dijumpai telogi mu‟tazilah, teologi teologi Asy‟ariah, dan maturidiyah. Dan sebelumnya terdapat pula teologi bernama Khawarij dan Murji‟ah. Berkenaan dengan pendekatan teologi semata-mata tidak dapat memcahkan masalah esensial pluralitas agama saat sekarang ini. Terlebih-lebih lagi kenyataan demikian harus ditambahkan bahwa doktrin teologi, pada dasarnya memang tidak pernah berdiri sendiri, terlepas dari jaringan institusi atau kelembagaan sosial kemasyarakatan yang mendukung keberadaannya. Kepentingan ekonomi, sosial, politik, pertahanan selalu menyertai pemikiran teologis yang sudah mengelompok dan mengkristal dalam satu komunitas masyarakat tertentu. Pendekatan teologis ini selanjutnya erat kaitannya dengan pendekatan normatif, yaitu suatu pendekatan yang memandang agama dari segi ajarannya yang pokok dan asli dari Tuhan yang didalamnya belum terdapat penalaran pemikiran manusia. dalam pendekatan teologis ini agama di lihat sebagai suatu kebenaran mutlak dari Tuhan, tidak ada kekuarangan sedikit pun dan



tampak bersikap ideal. Dalam kaitan ini agama tampil sangat prima dengan seperangkat cirinya yang khas. Untuk agama Islam misalnya, secara normatif pasti benar, menjunjung nilai-nilai luhur. Untuk bidang sosial, agama tampil menawarkan nilai-nilai kemanusiaan, kebersamaan, kejujuran, kesetiakawanan, tolong menolong, tenggang rasa, persamaan derajat dan sebagainya.[3] b. Pendekatan Antropologis Pendekatan antropologis dalam memahami agama dapat diartikan sebagai salah satu upaya memahami agama dengan cara melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Melalui pendekatan ini agama tampak akrab dan dekat dengan masalahmasalah yang dihadapi manusia dan berupaya menjelaskan dan memberikan jawabannya.[4] Melalui pendekatan antropologis sebagaimana tersebut, terlihat dengan jelas hubungan agama dengan berbagai masalah kehidupan manusia, dan dengan itu pula agama terlihat akrab dan fungsional dengan berbagai fenomena kehidupan manusia.[5] Pendekatan antropologis seperti itu diperlukan adanya, sebab banyak berbagai hal yang dibicarakan agama hanya bisa dijelaskan dengan tuntas melalui pendekatan antropologis. Dalam Alquran Al-karim, sebagai sumber utama ajaran islam misalnya kita memperoleh informasi tentang kapal Nabi Nuh di gunung Arafat, kisah Ashabul Kahfi yang dapat bertahan hidup dalam gua lebih dari tiga ratus tahun lamanya. Di mana kira-kiranya bangkai kapal Nabi Nuh itu; di mana kira-kira Gua itu; dan bagaimana pula bisa terjadi hal yang menakjubkan itu; ataukah hal yang demikian merupakan kisah yang fiktif. Tentu masih banyak lagi contoh lain yang hanya dapat dijelaskan dengan bantuan ahli geografi dan arkeologi.[6] Dengan demikian, pendekatan antropologi sangat dibutuhakan dalam memahami ajaran agama, karena dalam ajaran agama tersebut terdapat uraian dan informasi yang dapat dijelaskan lewat bantuan ilmu antropologi dengan cabang-cabangnya. c.



Pendekatan Sosiologis



Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama dalam masyarakat dan meyelidiki ikatan-ikatan atara manusia yang menguasai hidupnya itu. Sosiologi mencoba mengerti sifat dan maksud hidup bersama, cara terbentuk dan tumbuh serta berubahnya perserikatan-perserikatan hidup itu serta pula kepercayaannya, keyakinan yang memberi sifat tersendiri, kepada cara hidup bersama itu dalam tiap persekutuan hidup manusia.[7] Sosiologi dapat digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam memhamia agama. Hal demikian dapat dimengerti, karena banyak bidang kajian agama yang baru dapat dipahami secara proporsional dan tepat apabila menggunakan jasa bantuan ilmu sosiologi. Dalam agama islam dapat dijumpai peristiwa Nabi yusuf yang dahulu budak lalu akhirnya bisa menjadi penguasa Mesir. Mengapa dalam tugasnya Nabi Musa harus di bantu oleh Nabi Harun. Beberapa peristiwa tersebut baru dapat dijawab dan sekaligus dapat ditemukan hikmahnya dengan bantuan ilmu sosial. Tanpa ilmu sosial peristiwa-peristiwa tersebut sulit dijelaskan dan sulit pula di pahami maksudnya. Di sinilah letaknya sosiologi sebagai salah satu alat dalam memahami ajaran agama. Melalui pendekatan sosiologis agama akan dapat dipahami dengan mudah, karena agama itu sendiri diturunkan untuk kepentingan sosial. Dalam Alquran misalnya kita jumpai ayat-ayat berkenaan dengan hubungan manusia dengan manusia lainnya., sebab-sebab yang



terjadinya kemakuran suatu bangsa, dan sebab-sebab yang menyebabkan terjadinya kesengsaraan. Semua itu jelas baru dapat dijelaskan apabila yang memahaminya mengetahui sejarah sosial pada saat ajaran agama itu diturunkan.[8] d. Pendekatan Filosofis Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata philio yang berarti cinta kepada kebenaran, ilmu, dan hikmah. Selain itu filsafat dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat serta berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia.[9] Pengertian filsafat yang umunya digunakan adalah pendapat yang dikemukakan Sidi Gazalba. Menurutnya filsafat adalah berpikir secara mendalam, sistematik, radikal dan universal dalam rangka mencari kebenaran, inti, hikmah, atau hakikat mengenai segala sesuatu yang ada.[10] Berpikir secara filosofis tersebut selanjutnya dapat digunakan dalam memahami ajaran agama, dengan maksud agar hikmah, hakikat atau inti dari ajaran agama, dengan maksud agar hikmah, hakikat atau inti dari ajaran agama dapat dimengerti dan dipahami secara saksama. Pendekatan filosofis yang demikian itu sebenarnya sudah banyak dilakukan oleh para ahli. Kita misalnya membaca kitab berjudulHikmah Al-Tasyri wa Falsafatubu yang ditulis oleh Muhammad Al-Jurjawi. Dalam buku tersebut Al-Jurjawi berupaya mengungkapkan hikmah yang terdapat di balik ajaran-ajaran agama islam. Ajaran agama islam misalnya mengajarkan agar melaksanakan salat berjamaah. Tujuannya antara lain agar seseorang merasakan hikmahnya hidup secara berdampingan dengan orang lain.[11] e. Pendekatan Historis Sejarah atau historis adalah ilmu yang di dalamnya dibahas berbagai peristiwa dengan memperhatikan unsur tempat, waktu, objek, latar belakang dan pelaku dari peristiwa tersebut.[12] Menurtu ilmu ini, segala peristiwa dapat dilacak dengan melihat kapan peristiwa itu terjadi, di mana, apa sebabnya, siapa yang terlibat dalam peristiwa tersebut. Pendekatan kesejarahan ini amat dibutuhkan dalam memahami agama, karena agama itu sendiri turun dalam situasi yang konkret bahkan berkaitan dengan kondisi sosial kemasyarakatan. Dalam hubungan ini, kuntowijoyo telah melakukan studi yang mendalam terhadap agama dalam hal ini islam, menurut pendekatan sejarah. Ketika ia mempelajari Alquran ia sampai pada suatu kesimpulan bahwa pada dasarnya kandungan Alquran itu terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertamaberisis konsep-konsep dan bagian kedua , berisi kisah-kisah sejarah dan perumpamaan. Melalui pendekatan sejarah ini seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang sebenarnya berkenaan dengan penerapan suatu peristiwa. Dari sini, maka seseorang tidak akan memhami agama keluar dari konteks historisnya, karena pemahaman demikian itu akan menyesatkan orang yang memahaminya. Seorang yang ingin memahami Alquran secara benar, misalnya, yang bersangkutan harus mempelajari sejarah turunnya Alquran atau kejadian-kejadian yang mengiringi turunnya Alquran yang selanjutnya disebut sebagai Ilmu Asbab al-Nuzul yang intinya berisi sejarah turunnya ayat Alquran. Dengan ilmu ini seseorang akan dapat mengetahui hikmah yang terkandung dalam suatu ayat berkenaan dengan hukum tertentu dan ditujukan untuk memelihara syariat dari kekeliruan memahaminya.[13] f. Pendekatan Kebudayaan



Dalam KBBI, kebudayaan diartikan sebagai hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian, adat istiadat; dan berarti pula kegiatan (usaha) batin (akal dan sebagainya) untuk menciptakan sesuatu yang termasuk hasil kebudayaan.[14] Dengan demikian, kebudayaan adalah hasil daya cipta manusia dengan menggunakan dan mengarahkan segenap potensi batin yang dimilikinya. Di dalam kebudayaan tersebut terdapat pengetahuan, keyakinan, seni, moral, adat istiadat, dan sebagainya. Kesemuanya itu selanjutnya digunakan sebagai kerangka acuan oleh seseorang dalam menjawab berbagai masalah yang dihadapinya. Dengan demikian, kebudayaan tampil sebagai pranata yang secara terus menerus dipelihara oleh para pembentuknya dan generasi selanjutnya yang diwarisi kebudayaan tersebut.[15] Kebudayaan yang demikian selanjutnya dapat pula digunakan untuk memahami agama yang terdapat pada tataran empiris atau agama yang tampil dalam bentuk formal yang menggejala di masyarakat. Kita misalnya menjumpai kebudayaan berpakaian, bergaul bermasyarakat dan sebagainya. Dalam produk kebudayaan tersebut, unsur agama ikut berintregasi. Pakaian model jilbab, kebaya dan lainnya dapat dijumpai dalam pengalaman agama. Sebaliknya, tanpa adanya unsur budaya, maka agama akan sulit di lihat cocoknya secara jelas. g. Pendekatan Psikologi Psikologi atau ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa seseorang melalui gejala perilaku yang dapat diamatinya. Menurut Zakiah Daradjat.[16] Periaku seseorang yang tampak lahiriah terjadi karena dipengaruhi oleh keyakinan yang dianutnya. Seseorang ketika berjumpa saling mengucapkan salam, hormat kepada orang tua, kepada guru, menutup aurat, rela berkorban untuk kebenaran, dan sebagainya merupakan gejala-gejala keagamaan yang dapat dijelaskan melalui ilmu jiwa agama. Kita misalnya dapat mengatahui pengaruh dari salat, puasa, zakat, haji, dan ibadah lainnya dengan melalui ilmu jiwa. Dengan pengetahuan ini maka dapat disusun langkah-langkah baru yang lebih efisien lagi dalam menanamkan ajaran agama. Itulah sebabnya ilmu jiwa ini banyak digunakan sebagai alat untuk menjelaskan gejala atau sikap keagamaan seseorang. 3. PENDEKATAN TEOLOGIS DALAM KAJIAN ISLAM a. Pengertian telogis dan Tinjauan Historis Menurut Amin Abdullah, teologi ialah suatu ilmu yang membahas tentang keyakinan, yaitu sesuatu yang sangat fundamental dalam kehidupan beragama, yakni suatu ilmu pengetahuan yang paling otoritatif, dimana semua hasil penelitian dan pemikiran harus sesuai dengan alur pemikiran teologis, dan jika terjadi perselisihan, maka pandangan keagamaan yang harus dimenangkan.[17] Teologi islam yang diajarkan diindonesia pada umumnya adalah teologi dalam bentuk ilmu tauhid. Ilmu tauhid biasanya kurang mendalam dalam pembahasannya dan kurang bersifat filosofis. Selanjutnya, ilmu tauhid biasnya memberi pembahasan sepihak dan tidak mengemukakan pendapat dan paham dari aliran-aliran atau golongan-golongan lain yang ada dalam teologi Islam. b. Perkembangan Teologi Islam Dalam sejarah Islam, khususnya dalam perkembangan teologi islam di dunia islam dibagi kedalam tiga periode atau zaman, yang mana dalam setiap zaman teologi islam tersebut memiliki karakteristik atau ciri-ciri tersendiri yang membedakan antara hasil pemikiran teologis zaman yang satu dengan zaman yang lainnya. Zaman tersebut meliputi : zaman klasik (650-1250 M), zaman pertengahan (1250-1800 M) dan zaman modern (1800 dan seterusnya).[18]



Ulama pada zaman klasik ini cenderung memakai metode berfikir rasional, ilmiah dan filosofis. Dan yang cocok dengan metode berfikir ini adalah filsafat qadariyah yang menggambarkan kebebasan manusia dalam kehendak dan perbuatan. Karena itu, sikap umat islam zaman itu adalah dinamis, orientasi dunia mereka tidak dikalahkan oleh akhirat. Keduanya berjalan seimbang. Tidak mengherankan kemudian kalau pada zaman klasik itu, soal dunia dan akhirat sama sama dipentingkandan produktivitas umat islam berbagai bidang meningkat pesat. Sehingga dalam sejarah islam masa klasik tersebut disebut sebagai masa keemasan dalam perkembangan keilmuan islam, khususnya bidang teologi. Zaman pertengahan (1250-1800). Pada masa inilah, dunia islam justru memasuki zaman pertengahan, yang merupakan zaman kemunduran dalam berbagai hal, begitu pula dengan pemikiran teologi islam. Teologi dengan pemikiran rasional, filosofis dan ilmiah itu hilang dari islam dan diganti oleh teologi kehendak mutlak Tuhan (Jabariah atau Fatalisme), yang besat pengaruhnya pada umat Islam di dunia. c. Pendekatan Teologi Dalam Islam 1. Pendekatan Normative Pendekatan teologis normative merupakan salah satu pendekatan teologis dalam upaya memahami agama secara harfiah. Pendekatan normative ini dapat diartikan sebagai upaya memahami agama dengan menggunakan kerangka ilmu ketuhanan yang bertolak dari suatu keyakinan bahwa wujud empiric dari suatu keagamaan dianggap sebagai yang paling benar dibandingkan dengan yang lainnya.[19] Dalam islam kajian teologi terutama teologi Asy‟ariah yang dianut kebanyakan masyarakat muslim masih berkutat pada masalah ketuhanan dengan segala sifatNya, tegasnya kajian teologi islam yangn menggunakan pendekatan normative masih bersifat teosentris, menurut Amin Abdullah Dan setidaknya pemikiran yang digunakan masih diwarnai oleh gaya pemikiran yunani yang spekulatif. Kenyataan ini tidak hanya terjadi pada Asy‟ariah, tetapi juga pada Mu‟tazilah yang dianggap paling rasional, sehingga serasional apapaun pemikiran Mu‟tazilah, sesungguhnya ia masih bersifat deduktif bayaniyah, artinya ia masih bersifat transmission, deskriptif dan bergantung pada teks, al-Qur‟an maupun al-Hadist. Dari pemikiran teologi di atas, dapat diketahui bahwa pendekatan teologis semacam ini dalam pemahaman keagamaan adalah menekankan pada bentuk forma atau simbol-simbol keagamaan teologi teologi mengklaim dirinya yang paling benar, sedangkan yang lainnya salah, sehingga memandang bahwa paham orang lain itu keliru, sesat, kafir, murtad dan lain sebagainya. 4. PENDEKATAN FILOSOFIS DALAM KAJIAN ISLAM a. Filsafat dalam Islam Dalam bahasa Arab dikenak kata “hikmah dan hakim”, kata ini bisa diterjemahkan dengan arti “filsafat dan filsofol” . kata „‟hukamul islam” bisa berarti “falasifatul islam”. Hikmah adalah perkara tertinggi yang bisa dicapai oleh manusia dengan melalui alat-alat tertentu, yaitu akal dan metode berpikirnya. Dalam Al Quran surat Al Baqarah : 259, dinyatakan: Allah menganugerahkan Al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendakin-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-beanr telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang – orang yang berakallah yang dapat mengambili pelajaran (dari fiman Allah).[20] Datangnya hikmah itu bukan dari penglihatan saja, tetapi juga dari penglihatan dan dan hati, atau dengan mata hati dan pikiran yang tertuju kepada alam yang ada disekitarnya. Karena itu



kadangkala ada orang yang melihat tetapi tidak memperhatikan (melihat dengan mata hati dan berpikir). Terhadap orang tersebut Allah menyatakan antara lain dalam QS. Al Hajj 46: sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta , tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada. Agama islam memberikan memberikan penghargaan yang tinggi terhadap akal, tidak sedikit ayat-ayat al Quran yang mengajurkan dan mendorong supaya manusia banyak berpikir dan menggunakan akalnya. Di dalam al Quran dijumpai perkataan yang berakar dari „aql (akal) sebanyak 49 kali, yang semuanya dalam bentuk kata kerja aktif, seperti aquluh, ta‟qilun, na‟qil, ya‟qiluha, dan ya‟qilun. Dan masih banyak lagi kata yang di pakai dalam Al Quran yang menggambarkan perbuatan berpikir diantaranya: nazhara (QS. Al Thariq : 5-7), tadabbara (QS. Shaad :29), tafakkara, faqiha, tadzakkara dan lain sebagainya. Selain itu di dalam Al Quran juga terdapat sebutan-sebutan yang memberi sifat berpikir bagi seorang muslim, diantaranya ulu al bab (QS. Yusuf: 111), ulu al abshar (QS. An Nur : 44), ulu al nuha (QS. Thaha : 128), dan lainlain. Semuanya bentuk ayat-ayat tersebut mengandung anjuran, dorongan bahkan memerintahkan kepada pemeluknya untuk berfilsafat. Manusia adalah makhluk berfikir, yang dalam segala aktifitas kehidupannya selaluu berujung kepada mencari kebenaran tentang sesuatu. Misalnya dalam mencari jawaban tentang hidup, berarti dia mencari kebenaran tentang hidup. Jadi dengan demikian manusia adalah makhluk pencari kebenaran . dalam proses mencari kebenaran ini manusia menggunakan tiga instrumen, yaitu dengan agama, filsafat dan dengan ilmu pengetahuan. Antara ketiganya mempunyai titik persamaan, dan titik singgung. b. Aplikasi pendekatan filosofis dalam kajian Islam Untuk membawa pendekatan filosofis dalam tataran aplikasi kita tidak bisa lepas dari pengertian pendekatan filosofis yang bersifat mendalam, radikal, sistematik dan universal. Karena sumber pengetahuan pendekatan filosofis rasio, maka untuk melakukan kajian dengan pendekatan ini akal mempunyai peranan yang sangat psignifikan. Untuk memperjelas hal ini, penulis akan coba memaparkan contoh kajian keagamaan tentang takdir dengan menggunakan pendekatan ini. Kata takdir (taqdir) terambil dari kata qaddara berasal dari akar kata qadara yang berbarti mengukur, memberi, kadar atau ukuran. Jika dikatakan bahwa Allah telah menakdirkan sesuatu, harus dipahami dalam makna Allah telah menetapkan ukuran, kadar, batas tertentu terhadap sesuatu itu. Takdir dapat juga diterjemahkan sebagai sistem hukum ketetapan Tuhan untuk alam raya atau singkatnya disebut sebagai hukum alam. Sebagai “hukum alam” maka tidak ada satupun gejala alam yang terlepas dari Dia, termasuk amal perbuatan manusia. pengertian ini dapat dilihat pada firman Allah yang artinya, Dan Dia diciptakan segala sesutau, maka dibuat hukum kepastiannya sepasti-pastinya. Kesan yang sama juga dapat diperhatikan pada ayat-ayat berikut ini: Artinya: Dan matahari beredar pada tempat peredarannya . demikianlah takdir (taqdir) yang telah ditentukan Allah SWT Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. Perhatikan juga ayat berikut : Artinya : Yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutuu baginya dalam kekuasaan(Nya), dan dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan atasnya qadar (ketetapan) dengan sesempurna-sempurnanya (faqaddarahti taqdira).



Djohan Effendi setelah menganalisis ayat-ayat yang berbicara tentang takdir menyatakan bahwa, “takdir ilahi pada hakikatnya adalah hukum Ilahi yang berlaku pada seluruh alam semesta ". Dalam hubungan ini Al-Qur'an menyebutkan ungkapan lain, yaitu din Ilahi yang kepada-Nya dunia bahkan manusia menundukkan dirinya tanpa ada kemungkinan berbuat lain. Agaknya Djohan membedakan "takdir Ilahi" pada alam (non manusia) dengan takdir yang berlaku pada manusia. Takdir Ilahi yang berlaku pada alam, bersifat pasti dan berbentuk pemaksaan, sedangkan pada manusia tidak demikian. Melihat ayat-ayat di atas, jelaslah bahwa dalam Al-Qur'an, kata-kata takdir yang digunakan dalam berbagai ayat mengacu pada bendabenda alam (non manusia) yang bermakna kadar, ukuran dan batasan. Matahari beredar pada porosnya, ini adalah ukuran atau kadar untuk matahari sehingga ia tidak dapat keluar dari ukuran tersebut. Api telah ditetapkan ukurannya untuk membakar benda-benda yang kering, inilah batasan atau takdir bagi api. Air mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah dan tidak bisa sebaliknya. Inilah ukuran dan batasan pada air. Berkenaan dengan manusia, menurut Djohan, takdir bukanlah belenggu wajib yang menentukan untung atau malangnya seseorang, yang membagi manusia diluar kehendak dirinya, sebagai orang baik atau orang jahat dalam pengertian moral dan agama, melainkan lebih merupakan hukum atau tata aturan Ilahi yang mengikat dan mengatur kehidupan manusia, jasmani dan ruhani, baik sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial. Sebagai contoh, tidak ada manusia di muka bumi ini yang telah ditetapkan Tuhan menjadi jahat atau baik, sehingga ia tinggal menjalaninya saja tak ubahnya seperti robot. Kalaupun pada akhirnya ia menjadi jahat atau baik, itu merupakan keputusan yang diambilnya sendiri, dan penyebabnya adalah hal-hal yang terdapat di dalam dirinya dan bukan di luar dirinya. Sampai di sini, Djohan menyimpulkan bahwa takdir pada manusia bermakna kebebasan moral, suatu kualitas atau sikap pribadi yang tidak bergantung pada dan ditentukan di luar dirinya. Dengan penjelasan di atas, jelaslah bahwa takdir itu bermakna ketentuan, ketetapan, batasan, dan ukuran. Pada alam, ukuran dan ketetapan tersebut bersifat pasti sedangkan pada manusia bermakna hukum-hukum Tuhan yang universal. PENUTUP 



 











Sejarah Islam mencatat bahwa perkembangan teologi Islam di dunia Islam dibagi ke dalam tiga periode atau zaman, yaitu zaman klasik (650-1250 M), zaman pertengahan (1250-1800 M) dan zaman modern (1800 dan seterusnya). Teologi memiliki peranan yang cukup signifikan dalam upaya membentuk pola pikir yang nantinya akan berimplikasi pada perilaku keberagamaan seseorang. Pendekatan teologis normative adalah upaya memahami agama dengan menggunakan kerangka ilmu ketuhanan yang bertolak dari suatu keyakinan bahwa wujud empiric dari suatu keagamaan dianggap sebagai yang paling benar dibandingkan dengan yang lainnya. Pendekatan teologis normative menekankan pada bentuk forma atau symbol-simbol keagamaan yang masing-masing bentuk forma atau symbol-simbol keagamaan teologi mengklaim dirinya yang paling benar, sedangkan yang lainnya salah. Dampak dari pendekatan teologis normative teologi lahirnya corak pemikiran yang teosentris, teologi Islam menjadi ahistoris, tidak kontekstual dan tidak empiris dan hanya berbicara tentang dirinya sendiri dan tentang kebenarannya sendiri (truth claim). Disamping itu sulitnya membedakan antara aspek normative yang sacral dengan aspek



yang hanya merupakan hasil pemikiran (ijtihad ulama) yang bersifat relative dan profane. Akibat pemikiran teologis yang ada telah menjadi sacral semua. Islam sebagai agama yang banyak menyuruh penganutnya mempergunakan akal pikiran sudah dapat dipastikan sangat memerlukan pendekatan filosofis dalam memahami ajaran agamanya. Pendekatan filosofis adalah cara pandang atau paradigma yang bertujuan untuk menjelaskan inti, hakikat, atau hikmah mengenai sesuatu yang berada di balik objek formanya. Dengan kata lain, pendekatan filosofis adalah upaya sadar yang dilakukan untuk menjelaskan apa dibalik sesuatu yang nampak. Memahami ajaran Islam dengan pendekatan filosofis ini dimaksudkan agar seseorang melakukan pengamalan agama sekaligus mampu menyerap inti, hakikat atau hikmah dari apa yang diyakininya, bukan sebaliknya melakukan tanpa makna. Diantara cabang-cabang filsafat adalah metafisika, logika, epistemologi, dan etika. DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Amin. 1999. Studi Agama: Normativitas atau Historitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Erlan Muliadi.”Filsafat dalam Islam”.http://erlanmuliadi.blogspot.com/2011/04/pendekatanfilosofis-dalam-studi-islam.html Hozaini.”Pendekatan Teologis Dalam Islam”. http://www.scribd.com/doc/55074869/Pendekatan-Teologis-Dalam-Kajian-Islam Mushlihin al-Hafizh.”Definisi Pendekatan”.http://www.referensimakalah.com/2012/01/definisipendekatan_7827.html Nata, Abudin, 2000. Metodologi Studi Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Nata, Abudin. 2010. Metodologi Studi islam. Jakarta: Rajawali Pers. http://amarstain.blogspot.com/2013/04/makalah-pendekatan-teologis-dan.html



Makalah Berbagai Pendekatan Dalam Memahami Agama I.



PENDAHULUAN



Dewasa ini kehadiran agama semakin dituntut agar ikut terlibat secara aktif didalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi umat manusia. Agama tidak boleh hanya sekedar menjadi lambang kesalehan atau berhenti sekear disampaikan dalam khutbah, melainkan secara konsepsional menunjukan cara-cara yang paling efektif dalam memecahkan masalah.



Tuntutan terhaap agama yang demikian itu dapat dijawab manakala pemahaman agama yang selama ini banyak mengunakan pendekatan teologis normatif dilengkapi engan pemahaman agama yang menggunakan penekatan lain yang secara operasional konseptual dapat memberikan jawaban terhadap masalah yang timbul. Berkenaan dengan pemikiran tersebut diatas, maka pada bab ini pembaca akan diajak untuk mengkaji berbagai pendekatan yang dapat digunakan dalam memahami agama. Berbagai pendekatan tersebut meliputi pendekatan teologis normatif, antropologis, sosiologis, psikologis, historis kebudayaan dan pendekatan filosofis. Adapun yang dimaksud dengan pendekatan disini adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama.



II.



RUMUSAN MASALAH 1. Pengertian pendekatan dalam memahami agama 2. Macam-macam pendekatan didalam memahami agama



III.



PEMBAHASAN



A. PENDEKATAN TEOLOGIS NORMATIF Pendekatan teologis normatif dalam memahami agama secara harfiyah dapat diartikan seagai upaya memahami agama dengan menggunakan kerangka ilmu ketuhanan yang bertolak dari suatu keyakinan dari suatu keyakinan bahwa wujud empirik dari suatu keagamaan dianggap sebagai yang paling benar dibandingkan dengan yang lainnya. Amin Abdullah mengatakan, bahwa teologi tidak bisa tidak pasti mengacu kepada agama tertentu, loyalitas terhadap kelompok sendiri, komitmen dan dedikasi yang tinggi serta penggunaan bahasa yang bersifat suyektif, yakni bahasa seagai pelaku, bukan sebagai pengamat adalah merupakan ciri yang melekat pada bentuk pemikiran teologis[1]. Karena sifat dasar nya yang partikularistik, maka mudah sekali kita temukan bermacam macam aliran teologi. Dalam islam, secara tradisional dapat dijumpai teologi mu’tazilah, teologi asy’ariyah dan maturidiyah. Dan sebelum nya terdapat pula teologi yang bernama khawarij dan murji’ah[2].Aliran teologi yang satu begitu yakin dan fanatik bahwa pahamnyalah yang benar sedangkan paham lain nya adalah paham yang salah,sesat, bahkan memandandang penganut paham yang lain kafir. Fenomena ini ,yang disebut dengan mengklaim kebenaran (truth claim), yang menjadi sifat dasar teologi, dan tentu nya mengandung implikasi pembentukan cara berfikir yang bersifat partikularistik, eksklusif dan seringkali intoleran. Akan tetapi, bukan berarti kita tidak memerlukan pendekatan teologi dalam memahami agama, karena tanpa pendekatan teologis,keagamaan seseorang akan mudah cair dan tidak jelas identitas dan pelembagaan nya. Peredaan dalam bentuk forma telogis yang terjadi di antara berbagai madzhab dan



aliran teologi keagamaan seharus nya tidak membawa mereka saling bermusuhan dan menonjolkan segi-segi perbedaan nya, sebalik nya dicarikan titik persamaan untuk menuju pada misi agama, di antara nya rahmatan lil alamin.Hendak nya, pendekatan teologis dalam memahami agama menggunakan cara berfikir deduktif, yaitu cara berfikir yang berawal dari keyakinan yang diyakini benar dan mutlak adanya yang selanjutnya diperkuat dengan dalil-dalil dan argumentasi. Pendekatan teologis ini erat kaitannya dengan pendekatan normatif, yaitu suatu pendekatan yang memandang agama dari segi ajarannya yang pokok dan asli dari Tuhan yang di dalam nya belum terdapat penalaran manusia. Dalam pendekatan teologis ini agama dilihat suatu kebenaran mutlak dari Tuhan, tidak ada kekurangan sedikitpun dan nampak bersifat ideal.



B. PENDEKATAN ANTROPOLOGIS Pendekatan Antropologisdalam memehami agama dapat diartikan sebagai salah satu upaya memahami agama dengan cara melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Melalui pendekatan ini agama tampak akrab dan dekat dengan masalah-masalah yang dihadapi manusia dan berupaya menjelaskan dan memberikan jawabannya. Dengan kata lain bahwa cara-cara yang digunakan dalam disiplin ilmu antropologi dalam melihat suatu masalah digunakan pula untuk memahami agama. Antropologi dalam kaitan ini sebagai sebagaimana dikatakan Dawam Rahardjo, lebih mengutamakan pengamatan langsung, bahkan sifatnya partisipatif. Dari sini timbul kesimpulan-kesimpulan yang sifatnya induktif yang mengimbangi pendekatan deduktif sebagaimana digunakan dalam pengamatan sosiologis. Penelitian antropologis yang induktif dan grounded, yaitu turun ke lapangan tanpa berpijak pada, atau setidak-tidaknya dengan upaya membebaskan diri dari kungkungan teori-teori formal yang pada dasarnya sangat abstrak sebagaimana yang dilakukan di bidang sosiologis dan lebih-lebih ekonomi yang mempergunakan model-model matematis, banyak juga memberi sumbangan kepada penelitian historis[3]. Pendekatan antropologis diatas, kita melihat bahwa agama ternyata berkorelasi dengan etos kerja dan perkembangan ekonomi suatu masyarakat. Dalam hubungan ini, jika kita ingin mengubah pandangan dan sikap etos kerja seseorang, maka dapat dilakukan dengan cara mengubah pandangan keagamaannya. Melalui pendekatan antropologis seperti itu diperlukan adanya sebab banyak berbagai hal yang dibicarakan agama hanya bisa dijelaskan dengan tuntas melalui pendekatan antropologis. Dalam Alqur’an Al-Karim, sebagai sumber utama ajaran Islam misalnya kita memperoleh informasi tentang kapal Nabi Nuh di gunung Arafat, kisah Ashabul Kahfi yang dapat bertahan hidup dalam gua lebih dari tiga ratus tahun lamanya. Dimana kira-kira bangkai kapal Nabi Nuh itu; dimana kira-kira gua itu dan bagaimana pula bisa terjadi hal yang menakjubkan itu; ataukah hal yang demikian merupakan kisah fiktif. Tentu masih banyak lagi contoh yang hanya dapat dijelaskan dengan bantuan ahli geografi dan arkeologi.



Dengan demikian, pendekatan antropologis sangat dibutuhkan dalam memahami ajaran agama, karena dalam ajaran agama tersebut terdapat uraian dan informasi yang dapat dijelaskan lewat bantuan ilmu antropologi dengan cabang-cabangnya.



C. PENDEKATAN SOSIOLOGIS Pendidikan dengan pendekatan sosiologis dapat diartikan sebagai sebuah studi yang memanfaatkan sosiologi untuk menjelaskan konsep pendidikan dan memecahkan berbagai problema yang dihadapinya. Pendidikan, menurut pendekatan ini, dipandang sebagai salah satu kontruksi sosial, atau diciptakan oleh interaksi sosial. Pendekatan sosiologi, dalam praktiknya,bukan saja digunakan dalam memahami masalahmasalah pendidikan, melaikan juga dalam memahami berbagai bidang lainnya, seperti hukum dan agama sehingga muncullah studi tetang sosiologi hukum dan sosiologi agama. Pendidikan dengan pendekatan sosiologi ini menarik dan penting untuk dikaji dan diketahui karena beberapa alasan sebagai berikut. Pertama, konsep pendidikan, selain didefinisikan melalui pendekatan individual sebagaimana pada aliran nativisme, juga dapat didekati melalui pendekatan masyarakat sebagaimana pada aliran behaviorisme. Melalui pendekatan masyarakat, pendidikan dapat diartikan sebagai pewarisan kebudayaan dari generasi tua kepada generasi muda agar hidup masyarakat tetap berkelanjutan. Dengan kata lain, masyarakat mempunyai nilai-nilai budaya yang ingin disalurkan dari generasi ke generasi agar identitas masyarakat tersebut tetap terpelihara. Kedua, pendidikan adalah salah satu bentuk interaksi manusia. Ia adalah suatu tindakan sosial yang memungkinkan terjadinya interaksi melalui suatu jaringan hubungan-hubungan kemanusiaan. Jaringan-jaringan ini bersama dengan hubungan-hubungan dan peranan-peranan individu inilah yang membentuk watak pendidikan di suatu masyrakat. Ketiga, di kalangan aliaran progresivisme, sebagaimana yang banyak diterapkan saat ini, dinyatakan bahwa setiap anak didik memiliki akal dan kecerdasan. Akal dan kecerdasan merupakan kelebihan manusia dibanding makhluk lain. Dengan potensi yang bersifat kreatif dan dinamis tersebut, anak didik mempunyai bekal untuk menghadapi dan memecahkan problem-problemnya. Keempat, program pendidikan saat ini, selain harus memuat mata pelajaran yang berkaitan dengan kepentingan nasional, juga mata pelajaran yang berkaitan dengan kepentingan lokal yang dikenal dengan istilah kurikulum lokal (Kurlok). Kelima, program dan kegiatan pendidikan selain harus mencerminkan aspirasi dan kepentingan masyarakat, juga harus melibatkan kepentingan masyarakat. Di saat ini, masyarakat bukan hanya dijadikan sebagai sasaran atau objek pendidikan, melainkan juga dijadikan sebagai subjek. Maka apa



yang disebut dengan istilah Pendidikan Berbasis Masyarakat, yaitu pendidikan yang menjadikan masyarakat sebagai foktor yang ikut menentukan dan bertanggung jawab atas terselenggaranya pendidikan. Keenam, setiap bangsa di dunia menyelenggarakan pendidikan yang disesuaikan dengan kepantingan negaranya. Dari segi kebudayaan, berbagai negara tersebut, menurut Samuel Huntington, dapat dibagi ke dalam enam tepologi, yaitu negara yang terikat pada kebudayaa Cina, kebudayaan India, kebudayaan Jepang, kebudayaan Islam, kebudayaan Eropa dan kebudayaan Barat[4].



D. PENDEKATAN FILOSOFIS Secara harfiah, kata filsafat bersal dari kata philo yang berarti cinta kepada kebenaran, ilmu dan hikmah. Selain itu filsafat juga dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat serta berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia. Dalam kamus umum bahasa indonesia,Poerwadarminta mengartikan filsafat sebagai pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai sebab-sebab, asas-asas, hukum dan sebagai nya terhadap segala yang ada di alam semesta ataupun mengenai kebenaran dan arti “adanya” sesuatu[5]. Pengertian filsafat yang umum nya digunakan adalah pendapat yang dikemukakan Sidi gazalba. Menurut nya filsafat adalah berfikir secara mendalam, sistematik, radikal dan universal dalam rangka mencari kebenaran, inti, hikmah atau hakikat mengenai sesuatu yang ada[6]. Dari difinisi tersebut dapat diketahui bahwa filsafat pada intinya berupaya menjelaskan inti, hakikat atau hikmah mengenai sesuatu yang berada dibalik objek formalnya. Filsafat mencari sesuatu yang mendasar, asas dan inti yang terdapat di balik yang bersifat lahiriyah. Sebagai contoh, kita jumpai berbagai merek bulpoint dengan kualitas dengan harga yang berlain-lainan, namun inti dari semua bulpoint itu adalah sebagai alat tulis. Melalui pendekatan filosofis ini, seseorang tidak akan terjebak pada pengalaman agama yang bersifat formalistik, yakni mengamalkan agama dengan susah payah tapi tidak memiliki makna apa-apa, kosong tanpa arti. Yang mereka dapatkan dari pengamalan agama tersebut hanyalah pengakuan formalistik, misalnya sudah haji, sudah menunaikan rukun islam yang kelima dan berhenti sampai di situ. Mereka tidak dapat merasakan nilai-nilai spiritual yang terkandung di dalamnya. Islam sebagai agama yang banyak menyuruh penganutnya mempergunakan akal pikiran sudah dapat dipastikan sangat memerlukan pendekatan filosofis dalam memahami ajaran agamanya. Namun demikian pendekatan seperti ini masih belum diterima secara merata terutama kaum tradisionalis formalistis yang cenderung memahami agama terbatas pada ketepatan melaksanakan aturan-aturan formalistik dari pengamalan agama.



E. PENDEKATAN HISTORIS



Sejarah atau historis adalah suatu ilmu yang didalamnya dibahas berbagai peristiwa dengan memperhatikan unsur tempat, waktu, objek, latar belakang dan pelaku dari peristiwa tersebut[7].Menurut ilmu ini segalaperistiwa dan dapat dilacak dengan melihat kapan peristiwa itu terjadi, dimana, apa sebabnya, siapa yang terlibat dalam peristiwa terebut. Dalam hubungan ini Kuntowijoyo telah melakukan studi yang mendalam terhadap agama dalam hal ini islam, menurut pendekatan sejarah. Ketika ia mempelajari al-Qur’an, ia sampai pada suatu kesimpulan bahwa pada dasarnya kandungan al-Qur’an itu terbagi menjadi dua yaitu konsep-konsep dan kisah-kisah sejarah peerumpamaan. Pada bagiaan konsep-konsep, kita mendapat banyak sekali istilah al-Qu’ran yang merujuk pada pengertian-pengertian normatif yang khusus, atuarn-aturan legal dan ajaran-ajaran keagamaan pada umumnya. Dalam hal ini kta mengenal banyak sekali konsep baikyang bersifat abstrak atau konkret. Konsep tentang Allah, tentang malaikat, tentang akhirat, tentang ma’ruf mungkar dan sebagainya adalah konsep-konsep yang abstrak. Sementara itu juga ditunjukan konsep-konsep yang lebih menunjuk kepada fenomena konkret , misalnya konsep orang fuqoro (orang-orang fakir), dhu’afa (orang-orang lemah), aghniya (orang-orang kaya) dan lain sebagainya. Selanjutnya pada bagian yang berisi konsep-konsep, al-Qur’an bermaksud membentuk pemahaman yang komprehensif mengenai nilai-nilai islam, maka pada bagian kisah-kisah sejarah dan perumpaan, al-Qur’an ingin mengajak dilakukanya perenungan untuk memperoleh hikmah. Pada alQur’an banyak hikmah yang ada didalamnya, misalnya kisah raja Fir’aun , kisah nabi Yusuf dan lain sebagainya. Melalui pendekatan sejarah ini seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang sebenarnya yang berkenaan dengan penerapan suatu peristiwa. Disini maka seseorang tidak akan memahami agama keluar dari konteks historisnya. Seseorang yang ingin memahami al-Qur’an secara benar misalnya, yang bersangkutan mempelajari sejarah turunya al-Qur’an yang disebut Ilmu Asbab al-Nuzul (ilmu tentang sebab-sebab turunya ayat al-Qur’an) yang pada intinya berisi sejarah turunyaayat al-Qur’an. Dengan ini orang akan mengetahui hikmah yang terkandung dalam suatu ayat yang berkenaan dengan hukum tertentu dan ditunjukan untuk memelihara syariat dari kekeliruan memahaminya.



F. PENDEKATAN KEBUDAYAAN Kebudayaan adalah keseluruhan kompleks yang mencakup ilmu pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat istiadat dan berbagai kemampuan serta kebiasaan yang diterima sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan dapat dilihat dari segi agama, sosial, politik, hukum, teologi, filsafat dan lain sebagainya. Dan kebudayaan terkait erat dengan kehidupan manusia, kaarena kebudayaan pada hakikatnya merupakan refleksi kegiatan manusia yang diteorisasikan atau dikonsepsikan . Jika diamati dengan seksama ternyata kebudayaan adalah pokok soal yang melekat pada manusia. Kebudayaan dapat pula disebut sebagai aktifitas pemikiran. Selanjutnya sungguh pun



kebudayaan itu buatan manusia, namun ketika kebudayaan itu lahir ia memiliki jiwa dan karakternya sendiri. Ia tumbuh menjadi realitas tersendiri yang menjerat dan menentukan corak manusia. Manusia hidup dalam suatu kebudayaan dan pertumbuhannya dibentuk oleh kebudayaan itu sendiri. Pada waktu lahir manusia tidak bisa mengurusi dirinya sendiri. Ia dirawat melalui tangan-tangan kebudayaan. Perawatan yang teliti dan tepat akan menentukan kehidupannya. Kemudian ia hidup dalam lingkungan kebudayaan tertentu yang kelak akan mempengaruhi pandangan hidupnya. Hal ini menunjukkan bahwa manusia selalu hidup dalam alam serba budaya yang selanjutnya akan menjadi ciri khas manusia. Dari paparan tersebut di atas terlihat bahwa kebudayaan membentuk semacam kultur yang mempengaruhi perilaku, pola pikir (mindset) manusia. Dengan demikian berbagai masalah akan timbul ketika tata nilai budaya yang dianutnya itu tidak sejalan dengan tata nilai yang berada dalam suatu daerah sebagai akibat perbedaan nilai budaya. Nilai budaya orang sunda misalnya tidak dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapi orang jawa. Demikian pula sebaliknya. Hal ini terjadi, karena nilai budaya orang sunda dengan orang jawa berbeda. Untuk itu, ketika orang sunda akan berkomunikasi dengan orang jawa secara intens, masing-masing harus memahami nilai budaya satu dan lainnya. Perbedaan terjadi dalam hal pengambilan keputusan, suasana lingkungan kerja, pelayanan dan lain sebagainya yang terjadi pada sebuah perusahaan dengan perusahaan lainnya terjadi karena perbedaan budaya yang dimilikinya. Setiap perusahaan (corporate) memiliki budayanya sendiri-sendiri. Keseluruhannya menunjukkan bahwa orang yang hidup dalam budaya kota menjadi manusia yang berlari, risau, lelah, dan kurang kesempatan atau dukungan untuk merenung dengan mendalam.



G. PENDEKATAN PSIKOLOGI Psikolgi atau Ilmu Jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa seseorang melalui gejala perilaku yang dapat diamatinya. Menurut Zakiyah Daradjat[8], bahwa prilaku seseorang yang Nampak lahiriyah terjdi karena dipengaruhi oleh keyakinan yang dianutnya. Seseorang ketika berjumpa saling mengucapkan salam, hormat kepada orang tua, kepada guru, menutup aurat, rela berkorban untuk kebenaran dan sebagainya adalah merupakan gejala-gejala agama yang dapat dijelaskan melalui ilmu jiwa agama. Ilmu agama sebagaimana dikemukakan Zakiyah Daradjat tidak akan mempersoalkan benar tidaknya suatu agama yang dianut seseorang, melainkan yang dipentingakan adalah bagaimana keyakinan agama tersebut terlihat pengaruhnya dalam prilaku penganutnya. Dalam ajaran agama kita banyak kita jumpai istilah-istilah yang menggambarkan sikap batin seseorang. Misalnya sikap beriman dan bertakwa kepada Allah, sebagai orang yang saleh, orang yang berbuat baik dan sebagainya. Semu itu gejala-gejala kejiwaan yang berkaitan dengan agama. Dengan ilmu jiwa ini seseorang selain mengetahui tingkat keagamaan yang dihayati, dipahami dan diamalkan seseorang, juga dapat digunakan sebagai alat untuk memasuakan agama ke dalam jiwa seseorang sesuai dengan tingkatan usianya. Dengan ilmu ini agama akan menemukan cara



yang tepat dan cocok untuk menanamkanya. Misalkan kita mengetahui pengaruh dalam sholat , puasa, zakat dan ibadah lainya dengan ilmu jiwa. Dengan pengetahuan ini, maka dapat disusun langkahlangkah baru yang lebih efisien lagi dalam menanamkan ajaran agama. Itu sebabnya ilmu jiwa ini banyak digunkan sebagai alat untuk menjelaskan gejala atau sikap keagamaan seseorang. Dari uraian tersebut diatas kita melihat ternyata agama dapat dipahami melalui berbagai pendekatan. Dengan pendekatan itu semua orang akan sampai pada agama. Disini kita melihat bahwa agama bukan hanya monopoli kalangan teolog dan normatif belaka, melainkan agama dapat dipahami semua orang sesuai dengan pendekatan dan kesanggupan yang dimilikinya. Karenanya islam mengajar perdamaian, toleransi, terbuka, adil, mengutamakan pencegahan dari pada penyembuhan dalam bidang kesehatan dengan cara memperhatikan segi kebersihan badan, pakaian, makanan, tempat tinggal dan sebagainya. http://multazam-einstein.blogspot.com/2012/12/makalah-berbagai-pendekatan-dalam.html



Contoh Makalah Pengantar Studi Islam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Islam adalah salah satu ajaran yang di turukan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara malaikat Jibril.Pada dasarnya islam bukan hanya sekedar agama namun juga ada beberapa aspek lain yang mempengaruhi sepeti kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Selain itu Islam memiliki banyak dimensi diantaranya dimensi keimanan, akal pikiran, ekonomi, politik, ilmu pengetahuan dan teknologi, lingkungan hidup, sejarah, perdamaian, sampai pada kehidupan rumah tangga dan masih banyak lagi. Oleh karena itu untuk memahami berbagai dimensi ajaran Islam tersebut diperlukan berbagai pendekatan yang digali dari berbagai disiplin ilmu.Di dalam Al Qur‟an yang merupakan sumber ajaran Islam dijumpai beberapa ilmu yang di jelaskan secara global dan hadits yang menjelaskan tentang spesifikasi ilmu tersebut misalnya dijumpai ayat-ayat tentang proses pertumbuhan dan perkembangan anatomi tubuh manusia.Untuk menjelaskan masalah ini jelas memerlukan dukungan ilmu anatomi tubuh manusia. Selanjutnya untuk membahas ayat-ayat yang berkenaaan dengan masalah tanaman dan tumbuh-tumbuhan jelas memerlukan bantuan ilmu pertanian.Dari contoh – contoh diatas menunjukkan bahwa Islam bukan hanya sekedar agama namun juga merupakan bagian dari ilmu pengetahuan.Di era globalisasi mulai banyak bermunculan beberapa pandangan mengenai Islam itu sendiri. Agama tidak boleh dipandang hanya sekedar menjadi lambang kesalehan saja melainkan secara konsepsional menunjukkkan cara yang paling efektif dalam memecahkan



masalah. Berkenanaan dengan pemikiran diatas,maka kita perlu mengetahui dengan jelas pendekatan-pendekatan yang dapat digunakan dalam memahamai agama.Hal ini perlu dilakukan karena melalui pendekatan tersebut kehadiran agama secara fugsional dapat dirasakan oleh penganutnya. Sebaliknya tanpa mengetahui berbagai macam pendekatan tersebut agama menjadi sulit dipahami oleh masyarakat,tidak fungsional dan akhirnya masyarakat mencari pemecahan masalah kepada selain agama dan hal ini tidak boleh terjadi.Ditinjau dari perspektif pendekatan yang digunakan,studi Islam menggunakan berbagai macam pendekatan. Hal ini sangat menarik untuk dikaji agar dapat mengetahui pendekatan apa saja yang digunakan untuk mengkaji islam.Namun apa yang dipaparkan dalam makalah ini bukan sebuah uraian yang utuh melainkan hanya sebagian dari macam pendekatan yang digunakan dalam mengkaji Islam yaitu di tinjau dari pendekatan teks studi Islam. B. Rumusan Masalah 1. Apa pengertian dari pendekatan dalam studi Islam? 2. Bagaimana pemahaman agama bila dilihat dari pendekatan normatif? 3. Bagaimana pemahaman agama bila dilihat dari pendekatan semantik 4. Bagaimana pemahaman agama bila dilihat dari pendekatan filologi? 5. Bagaimana pemahaman agama bila dilihat dari pendekatan hermeneutika? 6. Bagaimana pemahaman agama bila dilihat dari pendekatan wacana?



BAB II PEMBAHASAN A. Pendekatan Studi Islam Dalam kamus besar Bahasa Indonesia,pendekatan adalah proses perbuatan,cara mendekati,usaha dalam rangka aktivitas penelitian untuk mengadakan hubungan dengan orang yang diteliti,metode – metode untuk mencapai pengertian tentang masalah penelitian. Secara termonologi Mulyanto Sumardi menyatakan bahwa pendekatan bersifat axiomatic.Ia terdiri dari serangkaian asumsi mengenai hakikat bahasa dan pengajaran bahasa serta belajar bahasa.Bila dikaitkan dengan pendidikan islam pendekatan mempunyai arti serangkaian asumsi mengenai hakikat pendidikan Islam dan pengajaran agama Islam serta belajar agama Islam.[1] Selain itu ada beberapa istilah lain yang mempunyai arti yang hampir sama dan menunjukkan tujuan yang sama dengan pendekatan yaitu theoretical framework,conceptual framework,approach,perspective,point of fiew (sudut pandang dan paradigm (paradigm). Semua istilah ini bisa diartikan sebagai cara memandang dan cara menjelaskan suatu gejala/peristiwa. [2] Dari beberapa pengertian diatas arti pendekatan masih terus diperdebatkan sehingga melahirkan dua kelompok besar.Kelompok pertama berpendapat bahwa arti pendekatan mempunyai dua maknya yaitu dipandang atau dihampiri dengan dan cara menghampiri atau memandang fenomena (budaya dan sosial).Jika dipandang atau hampiri,pendekatan berarti paradigma sedangkan cara menghampiri atau memandang,pendekatan berarti perspektif atau sudut pandang. Sedangkan kelompok kedua berpendapat bahwa pendekatan berarti disiplin ilmu. Maka ketika disebut studi islam dengan pendekaan sosiologis sama artinya dengan mengkaji islam dengan menggunakan disiplin ilmu sosiologi.Konsekuensinya, pendekatan di sini menggunakan teori atau teori-teori dari disiplin ilmu yang di jadikan sebagai pendekatan. Oleh karena itu arti pendekatan dalam agama bukan hanya monopoli kalangan teolog dan normalis saja melainkan agama dapat dipahami semua orang sesuai dengan pendekatan dan kesanggupannya sehingga apabila terjadi perbedaan pendapat dalam memahami makna pendekatan itu sendiri merupakan hal yang wajar namun dari semua pendapat diatas dapat dipahami bahwa pendekatan mempunyai peranan yang sangat penting dalam studi Islam karena terkait dengan pemahaman tentang Islam itu sendiri. B. Pendekatan Normatif Pendekatan normatif adalah studi islam yang memandang masalah dari sudut legalformal atau normatifnya.[3]Legal-formal adalah hukum yang ada hubungannya dengan halal dan haram,boleh atau tidak dan sejenisnya.Sementara normatif adalah seluruh ajaran yang terkandung dalam nash.Dengan demikian,pendekatan normatif mempunyai cakupan yang sangat luas sebab seluruh pendekatan yang digunakan oleh ahli usul fikih (usuliyin),ahli hukum islam(fuqaha),ahli tafsir (mufassirin) dan ahli hadits (muhaddithin) ada hubungannya dengan aspek legal-formal serta ajaran islam dari sumbernya termasuk pendekatan normatif.



Sisi lain dari pendekatan normatif secara umum ada dua teori yang dapat digunakan bersama pendekatan normatif-teologis.Teori yang pertama adalah hal - hal yang bertujuan untuk mengetahui kebenaran serta dapat dibuktikan secara empirik dan eksperimental.Teori yang kedua adalah hal-hal yang sulit dibuktikan secara empirik dan eksperimental.Untuk hal-hal yang dapat dibuktikan secara empirik biasanya disebut masalah yang berhubungan dengan ra‟yi (penalaran). Sedang masalah-masalah yang tidak berhubungan dengan empirik (ghaib) biasanya diusahakan pembuktiannya dengan mendahulukan kepercayaan.Hanya saja cukup sulit untuk menentukan hal-hal apa saja yang masuk klasifikasi empirik dan mana yang tidak terjadi sehingga menyebabkan perbedaan pendapat dikalangan para ahli.Maka sikap yang perlu dilakukan dengan pendekatan normatif adalah sikap kritis. Adapun beberapa teori popular yang dapat digunakan dengan pendekatan normatif disamping teori-teori yang digunakan oleh para fuqaha‟,usuluyin,muhaddithin dan mufassirin diantara adalah teori teologis-filosofis yaitu pendekatan memahami Al Qur‟an dengan cara menginterpretasikannya secara logis-filosofi yakni mecari nilai-nilai objektif dari subjektifitas Al Quran. Teori lainnya adalah normatif-sosiologis atau sosiologis seperti yang ditawarkan Asghar Ali Engerineer dan Tahir al-Haddad yakni dalam memahami nash (Al Qur‟an dan sunah Nabi Muhammad SAW.) selain itu ada pemisahan antara nash normatif dengan nash sosiologis.Nash normatif adalah nash yang tidak tergantung pada konteks. Sementara nash sosilogis adalah nash yang pemahamannya harus disesuaikan dengan konteks waktu, tempat dan lainnya. Dalam aplikasinya pendekatan nomatif tekstualis tidak menemui kendala yang berarti ketika dipakai untuk melihat dimensi islam normatif yang bersifat Qoth‟i. Persoalanya justru akan semakin rumit ketika pendekatan ini dihadapkan pada realita dalam Al-Quran bahkan diamalkan oleh komunitas tertentu secara luas contoh yang paling kongkrit adalah adanya ritual tertentu dalam komunitas muslim yang sudah mentradisi secara turun temurun,seperti slametan (Tahlilan atau kenduren). Dari uraian tersebut terlihat bahwa pendekatan normatif tekstualis dalam memahami agama menggunakan cara berpikir deduktif yaitu cara berpikir yang berawal dari keyakinan yang diyakini benar dan mutlak sehingga tidak perlu dipertanyakan lebih dulu melainkan dimulai dari keyakinan yang selanjutnya diperkuat dengan dalil-dalil dan argumentasi. Pendekatan normatif tektualis sebagaimana disebutkan diatas telah menunjukan adanya kekurangan seperti eksklusif dogmatis yang berarti tidak mau mengakui adanya paham golongan lain bahkan agama lain dan sebagainya.Namun demikian melalui pendekatan norrmatift tektualis ini seseorang akan memiliki sikap militansi dalam beragama sehingga berpegang teguh kepada agama yang diyakininya sebagai yang benar tanpa memandang dan meremehkan agama lainya. C. Pendekatan Semantik Semantik dalam bahasa Yunani adalah semantikos yang berarti memberikan tanda.Berasal dari akar kata sema yang berarti tanda.Semantik menurut Toshihiko Izutsu adalah kajian analitik terhadap istilah-istilah kunci suatu bahasa dengan suatu pandangan yang akhirnya sampai pada pengertian konseptual weltan schaung (pandangan dunia) masyarakat yang



menggunakan bahasa tersebut, tidak hanya sebagai alat bicara dan berfikir,akan tetapi yang lebih penting lagi adalah pengkonsepan dan penafsiran dunia yang melingkupinya. Dalam bahasa ada banyak kosakata yang memiliki sinonim terlebih dalam bahasa Arab.Bidang semantik memahami jaringan konseptual yang terbentuk oleh kata-kata yang berhubungan erat sebab tidak mungkin kosakata akan berdiri sendiri tanpa adanya kaitan dengan kosakata lain.Al-Qur‟an sering menggunakan kata yang hampir memiliki kesamaan,namun memiliki arti yang berbeda. Semantik merupakan istilah teknik yang menunjuk pada studi tentang makna. Semantik berarti teori makna atau teori arti yakni cabang sistematik bahasa yang menyelidiki makna.Semantik terdiri dari dua komponen yaitu komponen yang mengartikan yang berbentuk bunyi-bunyi bahasa dan komponen yang.Kedua komponen ini merupakan tanda atau lambang sedangkan yang ditandai atau dilambangkan adalah suatu yang berada di luar bahasa yang biasa. Maksud dari pendekatan semantik diatas adalah kajian yang menekankan pada aspek bahasa.Maka studi Islam dengan menggunakan pendekatan semantik sama artinya dengan studi tentang Islam dengan menekankan pada unsur bahasa yang dalam bahasa Arab sering disebut dengan lughawi.Pendekatan ini sudah demikian popular dalam kajian tafsir dan fiqh.Dalam penelitian hukum Islam dengan pendekatan semantik ada dua pendekatan yang umum digunakan yakni sisi bahasa,sisi illat dan hikmah (analogi dan hikmah).Maka yang dimaksud semantik adalah sisi bahasa yang cakupan bahasanya demikian luas antara lain sisi struktur / gramatikal,tunjukannya dan (3) maknawi.[4] Semantik dalam studi Islam digunakan untuk mengetahui makna sebuah kata atau kalimat dalam Al-Qur‟an dan Al-Hadits atau lainnya.Hal ini sangat penting mengingat satu pendekatan dapat dimengerti apabila diketahui artinya dengan benar.Dengan demikian,konsep atau pengertian dari kosakata itu menjadi jelas atau memperjelas makna kata yang kabur. Menurut Az-Zarkasyi,pendekatan ini sama saja dengan memperjelas sesuatu yang global sehingga menentukan kemungkinan makna lain selain yang dikehendaki,mengkhususkan yang umum atau mengikat yang mutlak contohnya arti kata kufur adalah tutup,penutup,berkaitan dengan memberi dan menerima keuntungan, alu bermakna “mengabaikan dengan sengaja kenikmatan yang diperoleh” yang akhirnya bermakna “tidak berterima kasih”. Berikut adalah contoh penerapkan teori semantik pada salah satu kata kunci dalam AlQur‟an yaitu kata nisaa sebagai objek terapan dari pendekatan semantik.Kata nisaamempunyai nama lain di Al Qur‟an dalam berbagai bentuk diantaranya niswah,nisaa ukum,nisaa ikum,nisaa uhum,nisaa ihim,nisaa ihinna dan nisaa ana terulang sebanyak 56 kali dalam Al-Qur‟an namun kesemuanya mewakili objek perempuan meski disebutkan dalam konteks yang berbeda-beda, seperti: 1. Tentang wanita haidh dan keadaannya Mereka bertanya kepadamu tentang haidh.Katakanlah:"Haidh itu adalah suatu kotoran".Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh dan janganlah kamu mendekati mereka,sebelum mereka suci.Apabila mereka telah suci,maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu.Sesungguhnya Allah



menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.(QS. AlBaqarah:222) 2. Tentang wanita sebagai perhiasan Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik (surga).”(QS. Ali-Imran:14) 3. Perempuan sebagai bagian dari proses regenerasi Hai sekalian manusia,bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri,dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain,dan (peliharalah) hubungan silaturrahim.Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.(QS. AnNisaa:1) 4. Tentang hak perempuan dalam pewarisan Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan.(QS. An-Nisaa:7) 5. Perempuan dalam berkarir atau berkarya Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.(QS. An-Nisaa:32)



6. Tentang posisi dalam bidang keluarga Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang ta'at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.(QS. An-Nisaa: 34) Dilihat dari komponennya nisaa berarti perempuan,secara umum tanpa peduli dia kaya atau miskin,cantik atau tidak,baik beriman maupun kafir.Nisaa yang memiliki makna dasar perempuan secara umum tersebut jika diterapkan pada sebuah ayat akan menampakkan beberapa fungsi darinya, sebagaimana makna relasional. Seperti jika dilihat kombinasi pada ayat-ayat di atas, akan menunjukkan adakalanya nisaa menunjukkan pada sosok makhluk yang memiliki



potensi nafsu. Atau ada kalanya dia adalah makhluk sebagai oposisi biner dari kaum laki-laki yang memiliki fungsi yang sama penting dalam proses regenerasi. Dari analisa semantik pada ayat-ayat di atas, dapat disimpulkan bahwa penggunaan kata nisaa menunjukkan objek perempuan secara umum dengan segala peran dan kedudukannya antara lain: 1. Dalam ranah sosial yaitu perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk berkarir dan mendapatkan reward atas apa yang telah dikerjakan serta hak untuk mendapatkan harta pusaka. 2. Dalam aspek alamiah sebagai penyempurna laki-laki dalam melaksanakan peran reproduksi dan regenerasi. 3. Dalam ranah spiritual yaitu perempuan memiliki potensi untuk menjadi hamba yang unggul dengan sebuah ketaqwaan.[5] D. Pendekatan Filologi Filologi berasal dari kata dalam bahasa Yunani yaitu kata philos yang berarti cinta dan logos yang berarti pembicaraan,kata atau ilmu.Pada kata filologi kedua kata itu secara harfiyah membentuk arti cinta kata-kata atau senang bertutur yang kemudian berkembang menjadi senang belajar,senang kepada ilmu,senang kebudayaan sehingga dalam perkembangannya sekarang filologi identik dengan senang kepada tulisan-tulisan yang bernilai tinggi‟.[6] Filologi adalah pengetahuan tentang sastra-sastra dalam arti luas yang mencakup sastra bahasa dan kebudayaan.Maka filologi berguna untuk meneliti bahasa,meneliti kajian linguistik,makna kata-kata dan penilaian terhadap ungkapan karya sastra.[7]Dalam lingkup kajian linguistik filologi sering dirujuk sebagai ilmu untuk memahami teks dan bahasa kuno.Atas dasar anggapan lingusitik itulah dalam tradisi akademik istilah filologi dijelaskan sebagai kajian terhadap sebuah bahasa tertentu bersamaan dengan aspek kesusasteraan dan konteks historis serta aspek kulturalnya. Dalam hal ini dapat pula dijelaskan bahwa lingkup kajian filologis meliputi kajian tentang tata bahasa,gaya bahasa,sejarah dan penafsiran tentang pengarang serta tradisi kritikal yang dikaitkan dengan bahasa yang disampaikan.Oleh karena itu jika filologi digunakan untuk memahami suatu bahasa maka pendekatan yang memakai disiplin ilmu ini dimaksudkan untuk mencari pemahaman terhadap asal usul bahasa tersebut. Ada dua hal pokok dalam kegiatan filologi[8] yaitu: 1. Penulisan atau penyalinan kembali terhadap teks asli 2. Pemahaman atau memahami teks asli yang ada Sebagai konsekuensinya ada beberapa hal yang mungkin terjadi yaitu : 1. Kesalahan dan perubahan Kesalahan terjadi karena beberapa kemungkinan yakni a. Kurang memahami bahasa b. Kurang memahami pokok persoalan teks c. Tulisannya kurang jelas d. Salah baca atau kurang teliti.



2. Perubahan dapat terjadi karena a. Memang disengaja oleh penyalin dengan anggapan ada ketidak tepatan dalam teks asli.Maka yang ingin dikaji oleh filologi adalah memahami dan menyalin teks untuk disesuaikan dengan teks aslinya . b. Untuk membahasakan sesuai dengan bahasa yang ada pada masa filologi. Istilah pendekatan filologis mencakup pengertian-pegertian istilahakademik, baik sebagai kajian bahasa secara umum yang disebut sebagai filologi klasik, maupun perkembangan mutakhirnya yang mengalami penyempitan sebagai bagian dari ilmu linguistik modern. Dalam perkembangan terakhirnya filologi menitikberatkan pengkajiannya pada perbedaan yang ada dalam berbagai naskah sebagai suatu penciptaan dan melihat perbedaanperbedaan itu sebagai alternatif yang positif.Dalam hubungan ini suatu naskah dipandang sebagai penciptaan kembali (baru) karena mencerminkan perhatian yang aktif dari pembacanya.Sedangkan varian-varian yang ada diartikan sebagai pengungkapan kegiatan yang kreatif untuk memahami,menafsirkan dan membetulkan teks bila ada yang dipandang tidak tepat. Obyek kajian filologi adalah teks sedang sasaran kerjanya berupa naskah.Naskah merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan peninggalan tulisan masa lampau dan teks merupakan kandungan yang tersimpan dalam suatu naskah.Naskah sering pula disebut dengan manuskrip atau kodeks yang berarti tulisan tangan. Naskah yang menjadi obyek kajian filologi mempunyai karaktristik bahwa naskah tersebut tercipta dari latar social budaya yang sudah tidak ada lagi atau yang tidak sama dengan latar social budaya masyarakat pembaca masa kini dan kondisinya sudah rusak. Bahan yang berupa kertas dan tinta serta bentuk tulisan, dalam perjalanan waktu telah mengalami kerusakan atau perubahan.Gejala yang demikian ini terlihat dari munculnya berbagai variasi bacaan dalam karya tulisan masa lampau. Istilah pendekatan filologis mencakup pengertian-pegertian istilah akademik, baik sebagai kajian bahasa secara umum yang disebut sebagai filologi klasik, maupun perkembangan mutakhirnya yang mengalami penyempitan sebagai bagian dari ilmu linguistik modern.[9] 1. Filologi Klasik Lepas dari sentuhan mutakhir dalam perkembangan ilmu filologi, pendekatan ilmiah yang memakai filologi sebagai alat analisis dalam sejarah perkembangan kajian al-Qur‟an dan ulumul al-Qur‟an atau dalam kajian Islam secara umum sudah dilakukan sejak lama lantaran materi al-Qur‟an dan Hadis tertuang dalam bahasa Arab. 2. Filologi Modern Penelitian terhadap bidang kajian tafsir hadis melalui pendekatan filologi dalam lingkup akademiknya secara modern dalam ilmu linguistik modern menemukan arti pentingnya dalam mengkaji relasi transkripsi sebuah teks dengan sumber-sumber aslinya. E. Pendekatan Hermaneutika Kata hermaneutika berasal dari kata yunani hermeneuien yang berarti mengartikan, penafsirkan, menerjemahkan, bertidak sebagai penafsir[10].Dalam mitodologi yunani ada tokoh yang namanya yang dikaitkan dengan hermaneutika yaitu Hermes. Menurut mitos,Hermes (Nabi



Idris) bertugas untuk menafsirkan kehendak dewa dengan bantua kata-kata manusia agar dapat memehami kehendak dewa sebab bahasa dewa tidak bisa dipahami manusia. Hermeneutika juga dikenal sebagai bentuk metode filsafat kontemporer yang mencoba menguak makna teks.Teks tersebut didialogkan oleh reader dan dikomunikasikan dengan the world of the teks.[11] Munculnya pendekatan hermaneutika bertujuan untuk menunjukan ajaran tentang aturanaturan yang arus diikuti dalam penfsiran sebuah teks masa lampau,khususnya teks kitab suci dan teks kitab klasik.Hermaneutika diutuhkan karena teks merupakan symbol yang mengadung makna ketika dilihat oleh pembaca karena pada saat itu pembaca di sudutkan pada dua kondisi yang bersamaan yaitu Akrab atau kenal (familiar) dan asing (alien) dengan teks. Akan tetapi dalam abad19,hermaneutika dalam arti luas meliputi hampir semua tema filosofis tradisional,sejauh berkaitan dengan masalah bahasa.Dalam peluasan pengertian,Hans George Gademer meringkas teori hermaneutika secara filosofis dalam tiga aktivitas aksistensi manusia:subtilitas intellegendi yang berarti memahami (understsnding),subtilitas explicandi yang berarti menjelaskan atau menguraikan makna yang tersirat menjadi makna tersurat dan subtilitas applicandi yang berarti menerapkan atau mengaitkan makna suatu teks dengan situasi baru dan kini. Dalam perkembangannya sekarang ini,hermaneutika minimal mempunyai tiga pengertian.Pengertian tersebut diantaranya: 1. Peralihan dari suatu yang relative abstrak (misalnya ide pemikiran). 2. Usaha mengalihkan dari suatu bahasa asing yang maknanya gelap tidak diketahui bahasa lain yang tidak bisa dimengerti oleh si pembaca. 3. Memidahkan suatu ungkapan pikiran yang kurang jelas diubah menjadi bentuk ungkapan yang lebi jelas. Dalam studi hermaneutika unsur interprensi merupakan kegiatan yang paling penting sebab interprensi merupakan landasan bagi metode hermaneutika.Pendekatan Hermeneutik menurut F.A. Wolf memberikan interpretasi gramatikal (aspek kebahasaan),histories (tempat dan waktu) dan retorik (semangat kejiwaan,latar belakang,tujuan dan makna filosofis yang terkandung dalam suatu ide).[12] Salah satu yang harus dipahami adalah cara kerja interprensi bukan dilakukan secara bebas dan semua interperenter.Kerja interpentasi harus dilakukan dengan tertutup pada evidensi objektif yakni bertolak dari fakta bahwa sebagian besar perbedaan ilmu sosial terdiri atas konsep tindakan.Konsep tindakan digunakan untuk mendekripsikan tindakan yang dilakukan dengan tujuan sedemikian rupa sehinga seseorang bisa bertanya apa arahnya,maksud dan tujuannya atau tujuan yang hendak dilakukan. Untuk dapat membuat interpretasi,orang lebih dulu harus mengerti atau memahami.Namun keadaan ini bukan didasarkan atas penentuan waktu melainkan bersifat alamiah.Sebab menurut kenyataannya bila seseorang mengerti,ia sebenarnya telah melakukan interpretasi dan sebaliknya.Ada kesertamertaan antara mengerti dan membuat interpretasi keduanya bukan dua momen dalam satu proses.Mengerti dan interpretasi menimbulkan „lingkaran hermeneutic‟.



Menurut Sumaryono, dengan mengutip pendapat Emilio Betti,tugas seseorang yang melakukan interpretasi adalah menjamikan persoalan mengerti yaitu dengan cara menyelidiki setiap detail proses interpretasi.Ia juga harus merumuskan sebuah metodologi yang akan dipergunakan untuk mengukur seberapa jauh kemungkinan masuknya pengaruh subjektivitas terhadap interpretasi objektif yang diharapkan.Betti mencoba memahami menurut gayanya sendiri.Ia memeandang interpretasi sebagai sarana untuk mengerti. Kegiatan interpretative adalah proses yang bersifat „triadik‟ (mempunyai tiga segi yang saling berhubungan). Dalam proses ini terdapat pertentangan antara pikiran yang diarahkan pada objek dan pikiran penafsir itu sendiri.Orang yang melakukan interpretasi harus mengenal pesan atau kecondongan sebuah teks,lalu ia harus meresapi isi teks sehingga yang pada mulanya „yang lain‟ kini menjadi „aku‟ penafsir itu sendiri.Oleh karena itu,dapat kita pahami bahwa mengerti secara sungguh-sungguh hanya akan berkembang bila didasarkan atas pengetahuan yang benar. Selain itu,aspek lain dalam hermeneutic yang sangat penting adalah bagaimana mengungkap makna sebuah teks yang asing. Teks memang mempunyai sistem makna tersendiri dan menyuarahkan sejumlah makna. Namun teks hanya sebuah tulisan yang belum tentu mewakili pikiran si penulis secara akurat. Oleh karena itu, dalam memperoleh makna yang sebenarnya dibalik teks, dibutuhkan perhatian secara serius untuk mempertimbangkan berbagai variabel yang ada. Ada tiga variabel yang berperan pada saat kita dihadapkan dengan proses mengartikan, menerjemahkan dan menafsirkan pada sebuah teks.Teks terjadi komunikatif bila tiga variabel ini diperhatikan yaitu the world of teks,the world of author dan the world of reader. Dalam konteks studi islam,hermeneutic biasanya dipahami sebagai ilmu tafsir yang mendalam dan bercorak filosofis sementara apabila menyinggung mengenai tafsir orang pasti akan teringat kepada salah satu variabel dalam agama yaitu kitab suci. Meskipun demikian,operasionalisasi hermeneutic secara utuh sering kali ditentang oleh umat Islam tradisional karena membawa tiga macam aplikasi yang bertentangan dengan pendirian para ilmuan muslim konfensional.Tiga macam implikasi tersebut adalah 1. Hermeneutic membawa implikasi tanpa konteks teks itu tidak berharga dan bermakna sementara ide tradisional menyatakan bahwa makna yang sebenarnya itu apa yang dimaksud oleh Allah. 2. Hermeneutika memberi penekatan kepada manusia sebagai perantara yang menghasilkan makna, sementara ide tradisional menyatakan bahwa Tuhan sebenarnya yang menganuhgrahkan pemahman yang benar kepada seseorang. 3. Ilmuan muslim tradisional telah membuat perbedaan yang tidak terjembatani antara teks Al Qur‟an serta tafsir dan penerimanya, teks Al Qur‟an dianggap sebagai cakral sehingga makna sebenarnya tidak mungkin bisa dicapai. F. Pendekatan Wacana Pendekatan wacana lebih umum disebut analisis wacana.Analisis ini digunakan untuk melacak dan menganalisis historisitas lahirnya konsep lengkap dengan latar belakangnya.Teori yang umum digunakan dengan pendekatan ini adalah teori Arkeologi Ilmu Pengetahuan yang ditawarkan Michel Foucault (1926-1984)[13]



Analisis wacana adalah ilmu baru yang muncul beberapa puluh tahun belakangan ini.Aliranaliran linguistik selama ini membatasi penganalisisannya hanya kepada soal kalimat dan baru belakangan ini sebagian ahli bahasa memalingkan perhatiannya kepada penganalisisan wacana. Seperti yang banyak dilakukan dalam penelitian mengenai organisasi pemberitaan selama dan sesudah tahun 1960-an,analisis wacana menekankan pada ”how the ideological significance of news is part and parcel of the methods used to process news” (bagaimana siginifikansi ideologis berita merupakan bagian dan menjadi paket metode yang digunakan untuk memproses media) Analisis wacana/pendekatan wacana adalah studi tentang stuktur pesan dalam komunikasi.Lebih tepatnya analisis wacana berhubungan dengan aneka fungsi (pragmatik) bahasa dalam penggunaan bahasa dan kesinambungan atau untaian wacana. Analisis wacana lahir dari kesadaran bahwa persoalan yang di dalamnya terdapat cara komunikasi bukan serbatas pada penggunaan kalimat atau bagian kalimat fungsi yang disebut wacana.Dalam upaya menganalisis unit bahasa yang lebih besar dari kalimat tersebut,analisis wacana tidak terlepas dari pemakaian kaidah berbagai cabang ilmu bahasa seperti halnya semantik, sintaksis, morfologi, dan fonologi. Dari segi analisisnya,ciri dan sifat wacana itu dapat dikemukakan sebagai berikut[14]:



1. Analisis wacana membahas kaidah memakai bahasa di dalam masyarakat (rule of use – menurut Widdowson). 2. Analisis wacana merupakan usaha memahami makna tuturan dalam konteks, teks, dan situasi (Firth). 3. Analisis wacana merupakan pemahaman rangkaian tuturan melalui interprestasi semantik (Beller)‟ 4. Analisis wacana berkaitan dengan pemahaman bahasa dalam tindak berbahasa (what is said from what is done – menurut Labov). 5. Analisa Wacana diarahkan kepada masalah memakai bahasa secara fungional (functional use of language – Coulthard)



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Dalam kamus besar Bahasa Indonesia,pendekatan adalah proses perbuatan,cara mendekati,usaha dalam rangka aktivitas penelitian untuk mengadakan hubungan dengan orang yang diteliti,metode – metode untuk mencapai pengertian tentang masalah penelitian.Pendekatan tersebut yaitu 1. Pendekatan Normatif Pendekatan normatif adalah studi islam yang memandang masalah dari sudut legal-formal atau normatifnya. 2. Pendekatan Semantik pendekatan semantik adalah kajian yang menekankan pada aspek bahasa. 3. Pendekatan Filologi Pendekatan filologi adalah pengetahuan tentang sastra-sastra dalam arti luas yang mencakup sastra bahasa dan kebudayaan. 4. Pendekatan Hermaneutika Pendekatan hermaneutika adalah mengartikan,penafsirkan,menerjemahkan suatu teks. 5. Pendekatan Wacana Analisis wacana/pendekatan wacana adalah studi tentang stuktur pesan dalam komunikasi yang berkaitan dengan wacana. B. Penutup Demikian pemaparan makalah tentang Pendekatan Teks Studi Islam.Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangan,oleh karena itu kritik dan saran selalu kami harapkan demi perbaikan makalah selanjutnya.Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.



http://rifianizemmi.blogspot.com/2013/04/contoh-makalah-pengantar-studi-islam_3521.html