Makalah Pengembangan Instrumen Assessment Tes Pelajaran [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN TES DALAM PELAJARAN



OLEH : KARTINI ANNISA ARIFUDDIN 20800118072



JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR 2020



KATA PENGANTAR



Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-nya terutama nikmat k esempatan dan kesehatan sehingga penulisan dapat menyelesaikan makalah mata kuliah yang berjudul “Pengembangan Instrumen Assesmen Tes Dalam Pelajaran”. Kemudian shalawat beserta salam kita sampaikan kepada Nabi Besar Muhammad SWT yang menjadi panutan kita umat islam di seluruh dunia. Makalah ini di buat dalam jangka waktu tertentu sehingga menghasilkan karya yang bisa di pertanggung jawabkan hasilnya. Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak terkait yang telah membantu kami dalam menghadapi berbagai tantangan dalam penyusunan makalah ini. Kami menyadari bahwa masih sangat banyak kekurangan yang mendasar dalam makalah ini Oleh karena itu, saya mengundang pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kemajuan ilmu pengetahuan ini, Terimakasih dan semoga makalah ini bisa memberikan sumbangsi positif bagi kita semua.



Samata, 1 Oktober 2020 Penulis



i



DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...................................................................................................... KATA PENGANTAR...................................................................................................i DAFTAR ISI................................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1 A. Latar Belakang..................................................................................................1 B. Rumusan Masalah.............................................................................................1 C. Tujuan...............................................................................................................2 BAB II PEMBAHASAN..............................................................................................3 A. Bentuk Pengembangan Instrumen Assessment Tes..........................................3 B. Penilaian Dalam Kelas......................................................................................7 C. Manfaat, Fungsi, dan Prinsip Penilaian Dalam Kelas.......................................9 D. Peranan Penilaian Dalam Proses Pembelajaran..............................................13 E. Sistem Penilaian Dalam Pembelajaran...........................................................14 BAB III PENUTUP....................................................................................................18 A. Kesimpulan.....................................................................................................18 B. Saran...............................................................................................................19 DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................



ii



i



BAB I PENDAHUKUAN A.



Latar Belakang Penilaian dan pengukuran tidak dapat dilepaskan dari dunia kependidikan.



Penilaian dan pengukuran ini dibutuhkan untuk mendapatkan gambaran tentang situasi sekolah. Penilaian dan pengukuran ini dapat dilakukan oleh guru, kepala sekolah, pengawas sekolah, dan sebagainya. Untuk pembelajaran di kelas, evaluasi peserta didik sangat dibutuhkan untuk memberikan gambaran tentang kondisi peserta didik. Gambaran yang diperoleh oleh pendidik kemudian akan dipelajari oleh guru. Gambaran peserta didik yang diperoleh guru harus memiliki tingkat keakuratan yang tinggi. Artinya, data yang diperoleh guru tentang keadaan peserta didik harus memiliki kesalahan yang kecil. Untuk memperoleh data tentang peserta didik, diperlukan adanya instrumen penilaian. Menurut Sappaile (2007) instrumen merupakan suatu hal yang memenuhi persyaratan akademis sehingga dapat dipergunakan sebagai alat untuk mengukur suatu objek ukur atau mengumpulkan data mengenai suatu variabel. Instrumen penilaian dapat berupa instrumen tes, maupun instrumen non tes. Instrumen tes dapat berupa tes objektif dan tes non objektif sedangkan instrumen non tes dapat berupa wawancar, kuesioner, observasi, dan sebagainya. Penyusunan instrumen sebaiknya mengikuti langkah-langkah atau kaidah-kaidah yang berlaku secara umum. Gunanya adalah instrumen yang diberikan kepada siswa mudah dipahami baik oleh responden maupun pemberi responden sehingga data yang diperoleh dari responden merupakan data yang akurat. Selain itu, instrumen yang disusun harus sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, sehingga harusnya sebelum mengedarkan instrumen terlebih dahulu harus ada tujuan yang ditetapkan oleh guru. B.



Rumusan Masalah 1. Bagaimana teknik pengembangan instrumen assessment tes ? 2. Bagaimana bentuk penilaian dalam kelas ? 3. Apa manfaat, fungsi, dan prinsip penilaian kelas ? 4. Apa peranan penilaian dalam proses pembelajaran ? 5. Bagaimana sistem penilaian dalam pembelajaran ?



1



C.



Tujuan 1. Untuk mengetahui bentuk pengembangan instrumen assessment tes. 2. Untuk mengetahui bentuk penilaian dalam kelas. 3. Untuk mengetahui manfaat, fungsi, dan prinsip penilaian kelas. 4. Untuk mengatahui peranan penilaian dalam proses pembelajaran. 5. Untuk mengetahui sistem penilaian dalam pembelajaran.



2



BAB II PEMBAHASAN A.



Bentuk Pengembangan Instrumen Assessment Tes 1. Pengertian Tes Tes merupakan instrumen alat ukur untuk pengumpulan data dimana dalam memberikan respona atas pernyataan dalam instrumen, peserta didorong untuk menunjukkan penampilan maksimalnya. Peserta tes di minta untuk mengeluarkan segenap kemampuan yang dimilikinya dalam memberikan respona atas pernytaan dalam tes. Penampilan maksimum yang di tunjukan memberikan kesimpulan mengenai kemampuan atau penguasaan yang dimiliki.    Tes sebagai instrumen dapat dibedakan dari instrumen jenis nontes. Kalau tes mengukur penampilan maksimum maka nontes mengukur penampilan tipikal. Dalam pengukuran penampilan tipikal,peserta tidak di dorong untuk menunjukkan penampilan maksimal yang mencerminkan kemapuannya, akan tetapi di dorong untuk memberikan respons secara jujur sesuai dengan keadaan, pikiran dan perasaaannya. Dari respons dapat diketahui keadaan, pikiran dan perasaan responden yang di ukur. Beberapa pendapat mengenai definisi tes. Menurut Webster’s Collegiate, tes adalah serangkaian pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur ketrampilan, pengetahuan, intelegensia, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Mardapi (2012) menjelaskan bahwa tes merupakan salah satu instrumen yang digunakan untuk melakukan pengukuran. Tes terdiri atas sejumlah pertanyaan yang memiliki jawaban benar atau salah atau semua benar atau sebagian benar. Tujuan melakukan tes adalah untuk mengetahui pencapaian belajar atau kompetensi yang telah dicapai peserta didik untuk bidang tertentu. Hasi tes merupakan informasi tentang karakter seseorang atau sekelompok orang. Karakteristik ini dapay berupa kemampuan kognitif atau keterampilan seseorang.



3



Sedangkan menurut Arifin (2012) menyatakan bahwa tes merupakan suatu tekni atau cara yang digunakan dalam rangka melaksanakan kegiatan pengukuran, yang didalamnya terdapat berbagai pertanyaan, pernyataan atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan atau dijawab oleh peserta didik untuk mengukur aspek perilaku peserta didik. Menurut Azhar dalam Sappaile (2007:4) tes merupakan prosedur yang sistematis, karena: (a) butir-butir dalam tes disusun menurut cara dan aturan tertentu, (b) prosedur administrasi tes dan pemberian angka (scoring) terhadap hasilnya harus jelas dan dispesifikasi secara terperinci, dan (c) setiap orang yang mengam. 1 2. Jenis-Jenis Tes Ada lima jenis tes yaitu : a. Pembagian jenis tes beradasarkan tujuan penyelenggaraan. b. Jenis tes berdasarkan waktu penyelenggaraan. c. Pembagian jenis tes berdasarkan cara mengerjakan. d. Pembagian jenis tes berdasarkan cara penyusunan. e. Pembagian jenis tes berdasarkan bentuk jawaban. 3. Macam-macam Tes



Dari berbagai jenis tes , secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu tes penguasaan dan tes kemampuan. Tes penguasaan (mastering tes) adalah yang di ujikan setelah peserta memperoleh sejumlah materi. Pada tes penguasaan, peserta didorong untuk memberikan penampilan maksimal dan dari penampilannya dapat diketahui penguasaan siswa terhadap materi. Sedangkan tes kemampuan (competence test) adalah tes yang diujikan untuk mengetahui kepemilikan kemampuan peserta tes. Penguasaan berbeda dengan kemampuan, karena penguasaan merupakan sesuatu yang diperoleh setelah proses belajar mengajar dan kemampuan merupakan sesuatu yang dimiliki dan telah melekat dalam diri responden. Termasuk dalam tes kemampuan adalah tes bakat, tes kecerdasan, tes kemampuan numerik, tes potensi akademik, tes penalaran, tes kemampuan berfikir kritis dan sebagainya. Arfah, Audito P., Chisaria P. Makalah Pengembangan Instrumen Penilaian Pembelajaran, (https://www.slideshare.net/hfzarfah/makalah-49822225) - diakses 1 Oktober 2020. 1



4



4. Pengertian Asesmen Asesmen merupakan bagian integral dari pembelajaran. Wiyono dan Sunarni (2009) menyatakan asesmen adalah suatu upaya untuk mengumpulkan data atau informasi dengan menggunakan multiteknik dan multisumber yang digunakan sebagai dasar untuk pengambilan keputusan. Data atau informasi yang dimaksud yaitu data tentang proses dan hasil pembelajaran yang telah dilaksanakan di kelas, baik hasil pembelajaran permuatan pembelajaran maupun aspek pembelajaran. Berdasarkan data yang diperoleh dari kegiatan asesmen guru akan mengambil keputusan yang menggambarkan ketercapaian tujuan pembelajaran oleh siswa.2 Asesmen memiliki cakupan yang luas mulai dari kegiatan wajib ataupun opsional/tugas bagi siswa dalam pembelajaran dan kesesuaian bentuk tertentu dari asesmen dipengaruhi oleh pertimbangan disiplin ilmu dan jenis pembelajaran yang didata (Zacharis, 2010). Salah satu bentuk asesmen yang digunakan dalam Kurikulum 2013 yaitu asesmen autentik. Asesmen autentik mendata hasil belajar siswa secara keseluruhan baik pada saat proses pembelajaran maupun keluaran pembelajaran dari berbagai aspek baik ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor. Yusuf (2015) menyatakan bahwa asesmen autentik adalah asesmen yang mengajak siswa untuk menggunakan atau mengaplikasikan keterampilan dan pengetahuan yang mereka miliki untuk memecahkan masalah yang sesuai dengan kehidupan sehari-hari. Asesmen autentik dalam pembelajaran melalui prestasi siswa melalui pengukuran langsung terhadap kinerja aktual siswa pada kompetensi yang telah ditetapkan oleh guru (Zulantay & Olfos, 2007). Asesmen autentik dilaksanakan secara alami, yaitu siswa tidak dalam tekanan ataupun paksaan saat mengikuti pembelajaran (Kemendikbud, 2015). Melalui asesmen autentik siswa dilatih untuk menghubungkan ilmu pengetahuan yang diperoleh, untuk diaplikasikan dan menyelesaikan permasalahan sehari-hari. Guru dapat memilih dan menggunakan beberapa jenis asesmen autentik untuk pembelajaran tematik terpadu.



Setiawan, H., Cholis S., Sa’dun, A. 2017. Pengembangan Instrumen Asesmen Autentik Kompetensi Pada Ranah Keterampilan Untuk Pembelajaran Tematik Di Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan, Vol. 2 (7). Hal. 874-882. 2



5



Asesmen autentik memiliki berbagai keunggulan bila dilaksanakan dalam pembelajaran. Muller (2016) menyatakan asesmen autentik memiliki manfaat sebagai berikut. Pertama, memungkinkan pendataan kemampuan siswa secara langsung. Kedua, melatih siswa tidak hanya sekedar menghafal materi, namun



dapat



kemampuan



memahami mereka



konteks



dalam



pemanfaatannya



kehidupan



dan



sehari-hari.



mengontruksi Ketiga,



dapat



mengintegrasikan kegiatan belajar, mengajar, dan asesmen secara utuh dan saling terkait. Keempat, memberikan kesempatan bagi siswa untuk menunjukkan kemampuan mereka sebaik mungkin. Selain empat manfaat tersebut, hasil dari asesmen autentik dapat dimanfaatkan oleh guru sebaik mungkin untuk kebutuhan perkembangan siswa. Hasil asesmen yang akurat tentang kemampuan riil siswa dapat dimanfaatkan guru untuk menentukan langkah tepat dalam mengembangkan atau mengatasi permasalahan belajar yang dialami oleh siswa (Charoenchai, et al., 2015). Instrumen yang digunakan untuk pendataan hasil belajar siswa dalam pembelajaran terpadu hendaknya memenuhi lima syarat yaitu teruji validitas, realibilitas, objektivitas, praktis, dan ekonomis.3 Jika instrumen asesmen telah memenuhi syarat tersebut maka dapat disebut instrumen yang berkualitas (Yusuf, 2015). Faktanya guru di lapangan belum menggunakan instrumen asesmen yang berkualitas. Akbar (2013) menyatakan bahwa saat ini kecenderungan guru di lapangan masih menggunakan tes sebagai instrumen utama dalam mendata hasil belajar siswa. Instrumen yang digunakan pun belum teruji dalam hal validitas, realibilitas, dan kepraktisannya. Asesmen memiliki peran penting pada kegiatan pembelajaran. Arikunto (2013) menyatakan bahwa (1) asesmen dapat membantu siswa mengetahui sejauh mana telah berhasil mengikuti pelajaran yang diberikan oleh guru dan (2) asesmen membantu guru untuk dapat mengetahui siswa mana yang kesulitan dan berhasil menguasai materi. Di samping itu, dengan instrumen asesmen yang tepat dan efisien maka akan mudah untuk mengetahui penyebab kesulitan yang dialami siswa dan lebih mudah untuk mencari cara mengatasi kesulitan tersebut. Setiawan, H., Cholis S., Sa’dun, A. 2017. Pengembangan Instrumen Asesmen Autentik Kompetensi Pada Ranah Keterampilan Untuk Pembelajaran Tematik Di Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan, Vol. 2 (7). Hal. 874-882. 3



6



Kusairi & Aman (2013) menjelaskan terdapat 4 peranan asesmen yaitu (1) asesmen merupakan perangkat untuk mendiagnosis kekuatan dan kelemahan siswa, (2) asesmen berguna untuk memonitor kemajuan siswa, (3) asesmen membantu menentukan tingkatan siswa, dan (4) asesmen juga dapat menentukan efektivitas pembelajaran yang telah dirancang. B.



Bentuk Penilaian Dalam Kelas Penilaian kelas merupakan suatu kegiatan yang dilakukan guru yang berkaitan



dengan pengambilan keputusan tentang pencapaian kompetensi dasar setelah mengikuti proses pembelajaran. Data yang diperoleh pendidik selama pembelajaran berlangsung dijaring dan dikumpulkan melalui prosedur dan alat penilaian yang sesuai dengan kompetensi dasar atau indikoator yang akan dinilai. Dari proses ini, diperoleh potret/profil kemampuan peserta didik dalam mencapai sejumlah standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dirumuskan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan masing-masing. Data tersebut diperkukan sebagai informasi yang diandalkan sebagai dasar pengambilan keputusan. Penilaian kelas merupakan suatu proses yang dilakukan melalui langkah-langkah perencanaan, penyusunan alat penilaian, pengumpulan informasi melalui sejumlah bukti yang menunjukkan pencapaian hasil belajar peserta didik, pengolahan, dan penggunaan informasi tentang hasil belajar peserta didik. Penilaian kelas dilaksanakan melalui berbagai teknik/cara, seperti penilaian unjuk kerja (performance), penilaian tertulis (paper and pencil test) atau lisan, penilaian proyek, penilaian produk, penilaian melalui kumpulan hasil kerja/karya peserta didik (potofolio), dan penilaian diri.4 Penilaian hasil belajar baik formal maupun informal diadakan dalam suasana yang menyenangkan, sehingga memungkinkan peserta didik menunjukkan apa yang dipahami dan mampu dikerjakannya. Hasil belajar seorang peserta didik dalam periode waktu tertentu dibandingkan dengan hasil yang dimiliki peserta didik tersebut sebelum mengikuti proses pembelajaran, dan dianalisis apakah ada peningkatan kemampuan. Jika peserta didik tidak terjadi peningkatan yang signifikan, maka guru memunculkan pertanyaan : apakah program yang saya buat terlalu sulit? Apakah cara mengajar saya kurang menarik? Apakah media yang digunakan tidak sesuai? Tingkat kemampuan Benyamin, S. Bloom, Taxonomy of Education Objective Book 1 Cocnitive Domain, (London: Logman Group Limited, 1979). 4



7



seorang peserta didik tidak dianjurkan untuk dibandingkan dengan peserta didik lainnya. Hal itu untuk menghindari peserta didik merasa rendah diri dan dihakimi oleh pendidik. Para pendidik justru harus membantu untuk mencapai kompetensi atau indikator para peserta didik yang diharapkan.5 Penilaian merupakan kegiatan yang sangat penting di dalam proses pembelajaran. Penilaian juga merupakan ujung tombak dari suatu kegiatan pencapaian taraf berhasil tidaknya suatu pembelajaran. Berbeda halnya dengan penilaian terdahulu dengan sekarang, bedanya penilaian yang dahulu hanya menekankan tagihan penguasaan pengetahuan peserta didik sebagai hasil belajar pada umunya dengan jalan tes tulis, akan tetapi dalam penilaian autentik menuntut peserta didik untuk berunjuk kerja dalam situasi yang konkrit. Model dalam penilaian selalu berkembang dan disempurnakan seiring dengan perkembangan dan perubahan kurikulum yang berlaku. Perubahan kurikulum yang berlaku di Indonesia sudah terjadi sebanyak 9 kali yang dimulai dari tahun 1947 yang dikenal dengan “renjana pelajaran” hingga kurikulum 2013 dikenal dengan kurikulum berkarakter. Menurut Mardapi (2012:166) menjelaskan bahwa penilaian autentik merupakan salah satu bentuk asesmen yang meminta peserta didik untuk menerapkan konsep atau teori pada dunia nyata.Senada dengan pendapat Nurgiantoro (2011:23) mengungkapkan bahwa penilaian autentik merupakan bentuk penilaian yang menekankan pada kemampuan peserta didik untuk mendemonstrasikan pengetahuan yang dimiliki secara nyata dan bermakna. Dengan demikian penilaian autentik menuntut peserta didik untuk menunjukkan hasil belajar yang dimiliki dalam kehidupan nyata, bukan sesuatu yang dibuat-buat atau hanya karangan semata tetapi juga real dari dalam diri siswa tersebut. Penilaian dapat diterapkan pada berbagai aspek keterampilan berbahasa, yaitu berbicara, membaca, menulis, dan menyimak. Keempat keterampilan berbahasa tersebut yang memiliki tingkat kesulitan dalam pembelajaran yaitu keterampilan menulis. Keterampilan ini melibatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi karena menuntut siswa untuk mengeluarkan ide dan kreativitas 2 dalam bentuk karya. Menulis adalah aktivitas aktif produktif untuk menghasilkan sebuah karya. Dilihat secara umum, menulis adalah aktivitas mengemukakan gagasan melalui media bahasa (Nurgiyantoro, 2013:425) Dalam penilaian autentik guru diwajibkan untuk Muttaqin, M. Z., Kusaeri. 2017. Pengembangan Instrumen Penilaian Tes Tertulis Bentuk Uaraian untuk Pembelajaran PAI Berbasis Masalah Materi Fiqh. Jurnal Pemikiran dan Penelitian Pendidikan, Vol. 15 (1). 5



8



menilai semua aspek hasil belajar peserta didik selama proses pembelajaran seperti aspek kognitif, aspek afektif dan aspek psikomotor. Akan tetapi, di dalam kenyataannya penilaian autentik belum diterapkan sepenuhnya di dalam sekolah yang diteliti. Sistem penilaian secara autentik belum mampu menggambarkan kemampuan peserta didik secara nyata. Peserta didik juga kurang menguasai materi yang sifatnya berkaitan dengan dunia nyata. C.



Manfaat, Fungsi, Dan Prinsip Penilaian Kelas 1. Manfaat Penilaian Kelas Manfaat penilaian kelas antara lain sebagai berikut : a. Untuk memberikan umpan balik bagi peserta didik agar mengetahui kekuatan dan kelemahannya dalam proses pencapaian kompetensi. b. Untuk memantau kemajuan dan mendiagnosis kesulitan belajar yang dialami peserta didik. c. Untuk umpan balik bagi pendidik dalam memperbaiki metode, pendekatan, kegiatan, dan sumber belajar yang digunakan. d. Untuk masukan bagi pendidik guna merancang kegiatan belajar. e. Untuk memberikan informasi kepada orang tua dan komite satuan pendidik tentang efektivitas pendidikan. f. Untuk memberi umpan balik bagi pengambil kebijakan dalam mempertimbangkan konsep penilaian kelas yang digunakan. 2. Fungsi Penilaian Kelas Penilaian kelas memiliki fungsi sebagai berikut : a. Menggambarkan sejauh mana seorang peserta didik telah menguasai suatu kompetensi. b. Mengevaluasi hasil belajar peserta didik dalam rangka membantu peserta didik memahami kemampuan dirinya, membuat keputusan tentang langkah berikutnya, baik untuk pemilihan program, pengembangan kepribadian maupun untuk penjurusan (sebagai bimbingan). c. Menemukan kesulitan belajar dan kemungkinan prestasi yang bisa dikembangkan peserta didik dan sebagai alat diagnosis yang membantu



9



pendidik menentukan apakah seseorang perlu mengikuti remedial atau pengayaan. d. Menemukan kelemahan dan kekurangan proses pembelajaran yang sedang berlangsung guna perbaikan proses pembelajaran berikutnya. e. Sebagai kontrol bagi pendidik dan satuan pendidikan tentang kemajuan perkembangan peserta didik. 3. Prinsip Penilaian Kelas a. Prinsip Validitas Validitas berarti menilai apa yang seharusnya dinilai dengan mengguanakan alat yang sesuai untuk mengukur kompetensi. Dalam mata pelajaran pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan, misalnya indikator “mempraktikkan gerak dasar jalan..”,



maka penilaian valid apabila



menggunakan penilaian unjuk kerja. Jika menggunakan tes tertulis maka penilaian tidak valid. b. Prinsip Reabilitas Reabilitas berkaitan dengan konsistensi (keajegan) hasil penilaian. Penilaian yang reliable (ajeg) memungkinkan perbandingan yang reliable dan menjamin konsistensi. Misal, pendidik menilai dengan unjuk kerja, penilaian akan reliabel jika hasil yang diperoleh itu cenderung sama bila unjuk kerja itu dilakukan lagi dengan kondisi yang relatif sama. Untuk menjamin penilaian reliabel petunjuk pelaksanaan unjuk kerja dan penskorannya harus jelas. c. Prinsip Totalitas Penilaian harus dilakukan secara menyeluruh mencakup seluruh domain yang tertuang pada setiap kompetensi dasar. Penilaian harus menggunakan beragam cara dan alat untuk menilai beragam kompetensi peserta didik, sehingga tergambar profil kompetensi peserta didik. d. Prinsip Kontinuitas Penilaian dilakukan secara terencana, bertahap dan terus-menerus untuk memperoleh gambaran pencapaian kompetensi peserta didik dalam waktu tertentu. e. Prinsip Objektivitas



10



Penilaian harus dilaksanakan secara objektif. Untuk itu, penilaian harus adil, terencana, dan menerapkan kriteria yang jelas dalam pemberian skor. f. Prinsip Pembelajaran Proses dan hasil penilaian dapat dijadikan dasar untuk memotivasi, memperbaiki proses pembelajaran bagi pendidik, meningkatkan kualitas belajar dan membina peserta didik agar tumbuh dan berkembang secara optimal.6 Adapun ranah penilaian dalam kelas yaitu, pada Kurikulum Tugas Satuan Pendidikan merupakan penjabaran dari standar isi dan standar kompetensi lulusan. Di dalamnya memuat standar kompetensi dan kompetensi dasar secara utuh yang merefleksikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap sesuai karakteristik masing-masing mata pelajaran. Muatan dari standar isi pendidikan adalah standar kompetensi dan kompetensi dasar. Satu standar kompetensi terdiri dari beberapa kompetensi dasar, dan setiap kompetensi dasar dijabarkan ke dalam indikator-indikator pencapaian hasil belajar yang dirumuskan atau dikembangkan oleh pendidik dan komite satuan pendidikan dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi satuan pendidikan/daerah masing-masing. Indikator-indikator yang dikembangkan tersebut merupakan acuan yang digunakan untuk menilai pencapaian kompetensi dasar bersangkutan. Teknik penilaian yang digunakan harus disesuaikan dengan karakteristik indikator, standar kompetensi dasar dan kompetensi. Tidak menutup kemungkinanan bahwa satu indikator dapat diukur dengan beberapa teknik penilaian, hal ini karena memuat domain kognitif, psikomotor, dan afektif. Selain itu, dalam pelaksanaan penilaian kelas, terdapat beberapa acuan yang sebaiknya diterapakan oleh pendidik, yaitu : a. Memandang penilaian dan kegiatan belajar-mengajar secara terpadu. b. Mengembangkan strategi yang mendorong dan memperkuat penilaian sebagai cermin diri.



6



Uno, Hamzah B., Koni, Satria. 2012. Assesment Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.



11



c. Melakukan berbagai strategi penilaian di dalam program pengajaran untuk menyediakan berbagai jenis informasi tentang hasil belajar peserta didik. d. Mempertimbangkan berbagai kebutuhan khusus peserta didik. e. Mengembangkan dan menyediakan sistem, pencatatn yang bervariasi dalam pengamatan kegiatan dan hasil belajar peserta didik. f. Menggunakan cara dan alat penilaian yang bervariasi. Penilaian kelas dapat dilakukan dengan teknik atau cara penilaian unjuk kerja, penilaia sikap, penilaian



tertulis,



penilaian



proyek, penilaian



produk, penggunaan



portofolio, dan penilaian diri. g. Mendidik dan meningkatkan mutu proses pembelajaran seefektif mungkin. Adapun macam-macam Instrumen penilaian yaitu: Instrumen alat ukur dalam pendidikan sangat berhubungan dengan variabel yang hendak di ukur. Berdasarkan perlu tidaknya alat ukur dapat dibakukan, variabel dapat di bagi menjadi dua yaitu variabel faktual dan variabel konseptual. Variabel faktual adalah variabel yang terdapat faktanya. Oleh karena bersifat faktual, bila terdapat kesalahan dalam data maka kesalahan bukan terletak pada instrumen alat ukurnya, tetapi responden memberikan jawaban yang tidak jujur. Alat ukur untuk mengukur variabel faktual tidak perlu di bakukan. Termasuk variabel faktual adalah jenis kelamin, agama, pendidikan, usia, asal sekolah, pekerjaan, status perkawinan, asal tempat tinggal dan sebagainya. Sedangkan Variabel Konseptual adalah variabel yang tidak terlihat dalam fakta tetapi tersembunyi dalam konsep, maka kesalahan data dapat disebabkan oleh kesalahan konsep pad alat ukur yang digunakan. Untuk memastikan alat ukur tidak salah konsep maka sebelum digunakan untuk mengukur variabel konsep, alat ukur dibakukan terlebih dulu. Termasuk dalam variabel konsep adalah motovasi belajar, bakat minat menjadi guru, prestasi belajar, kecerdasan, bakat musik, konsep diri dan sebagainya. Kesalahan data variabel “kecerdasan” misalnya kemungkinan di sebabkan oleh alat ukur pengumpulan data kecerdasan yang salah konsep. Adapun syarat-syarat alat ukur yang baik yaitu : Pengukuran adalah membandingkan objek yang di ukur dengan alat ukurnya, kemudian mencatat angka kepada objek yang di ukur menurut aturan tertentu. Alat ukur



12



yang digunakan dalam ilmu alam merupakan contoh yang baik bagi Instrumen pengkuran dalam ilmu sosial. Berbagai variabel dalam ilmu alam seperti berat, jarak, waktu, suhu, kecepatan, dan sebagainya dikumpulkan datanya dengan cara melakukan pengukuran. Alat ukur apapun yang akan digunakan untuk mengukur data harus memenuhi syarat sebagai alat ukur yang baik. Sebelum alat ukur digunakan untuk mengukur dan mengumpulkan data, alat ukur terlebih dahulu dibakukan dalam sebuah proses uji coba sehingga alat ukur mempunyai ciri tertentu untuk menghasilkan data yang akurat dan handal. Instrumen juga harus memenuhi syarat reliabilitas. Reliabilitas berhubungan dengan dapat dipercayanya instrumen. Instrumen dapat dipercaya apabila memberikan hasil pengukuran yang relatif stabil dan konsisten. Semakin tinggi akurasi dan presisi hasil pengukuran, maka semakin rendah tingkat kekeliruan dalam melakukan pengukuran. Dan semakin rendah kekeliruan maka akan menghasilkan pengukuran dengan hasil yang konsisten. D.



Peranan Penilaian Dalam Proses Pembelajaran Sebelum guru melaksanakan pembelajaran, tahap pertama yang dilakukan guru



adalah perumusan tujuan pembelajaran, yakni perumusan tentang kemampuan apa yang secara spesifik diharapkan dimiliki peserta didik setelah proses pembelajaran berlangsung; apakah berupa pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Tahap ini sangat berguna dalam perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran peserta didik, serta penyusunan alat ukur dalam penilaian.7 Dengan demikian, penilaian pada tahap ini berupa penelaahan sejauh mana tujuan instruksional khusus yang telah ditetapkan dapat dicapai atau tidak. Tahap kedua, adalah pemantauan kesiapan belajar peserta didik. Kompetensi apa yang telah dan yang belum dimiliki peserta didik terkait dengan pengalaman belajar yang akan diberikan guru. Untuk maksud itu, guru bisa melakukan penilaian awal, yaitu penilaian kesiapan belajar peserta didik; penilaian sejauh mana peserta didik memiliki kemampuan-kemampuan atau keterampilan yang diperlukan (prasyarat) untuk mempelajari suatu bahan ajar yang akan diberlakukan dalam pembelajaran. Informasi



7



Uno, Hamzah B., Koni, Satria. 2012. Assesment Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.



13



tentang kesiapan belajar peserta didik sangat diperlukan guru sebelum pengalaman belajar diberikan guru kepada peserta didik yang bersangkutan. Tahap ketiga adalah penyediaan pengalaman belajar. Pada tahap ini guru merancang dan menerapkan pembelajaran dengan metode dan strategi tertentu untuk membantu peserta didik mencapai tujuan intruksional yang telah ditetapkan. Penilaian pada tahap ini diharapkan pada usaha memonitor kemajuan belajar peserta didik, sekaligus mendiagnosis kesulitan-kesulitan belajar yang dialami peserta didik. Hasil penilaian pada tahap ini dapat menjadi umpan balik bagi guru untuk perbaikan pembelajaran. Penilaian ini dilakukan untuk memperbaiki atau meningkatkan pembelajaran disebut penilaian formatif. Penilaian formatif ini dilakukan setelah peserta didik menyelesaikan satu pokok bahasan, ataukah mengulang beberapa hal dari pokok bahasan sebelumnya. Tahap keempat adalah penilaian akhir, yaitu penilaian yang bertujuan melihat sejauh mana prestasi peserta didik dalam suatu program tertentu. Misalnya, program semester. Penilaian yang bertujuan melihat prestasi peserta didik dalam mengikuti suatu program pengajaran disebut penilaian sumatif. Prestasi peserta didik yang diukur dalam penilaian sumatif biasanya menjadi bahan laporan kepada orang tua peserta didik tentang kemajuan belajar anak-anaknya.8 Ada empat penilaian dalam proses pembelajaran, yaitu : a. Penilaian perumusan pembelajaran b. Penilaian kesipan belajar siswa c. Penilaian strategi pembelajaran d. Penilaian untuk melihat ketercapaian tujuan pembelajaran E.



Sistem Penilaian Dalam Pembelajaran Sistem penilaian adalah cara-cara yang digunakan dalam menentukan derajat



keberhasilan hasil penilaian sehingga kedudukan peserta didik dapat diketahui: apakah peserta didik telah menguasai kompetensi yang ditargetkan ataukah belum. Namun, sebelumnya perlu dijelaskan terlebih dahulu cara memberikan nilai, cara pembijian, atau cara pemberian angka.



8



Uno, Hamzah B., Koni, Satria. 2012. Assesment Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara



14



Dalam penilaian hasil dan prose belajar dapat digunakan beberapa cara pemberian nilai. Cara pertama menggunakan sistem huruf yakni A, B, C, D, dan E. Biasanya ukuran hurus yang digunakan adalah A= paling tinggi, paling baik, atau sempurna. B= baik, C= sedang atau cukup, D= kurang, dan E= gagal. Cara kedua menggunakan sistem angka dengan menggunakan beberapa standar. Dalam standar empat, angka 4 setara dengan A, 3 setara dengan B, 2 setara dengan C, angka 1 setara dengan D, dan angka 0 setara dengan E. Ada juga yang menggunakan standar sepuluh, yakni menggunakan rentangan angka dari 1-10. Bahkan, ada juga yang menggunakan rentangan 1-100. Cara mana yang dipakai sangat bergantung pada jenis atau derajat rentangan kualitas yang dikehendaki. Yang penting adalah jenis mana pun yang dipilih atau yang dipakai harus dilakukan secara konsisten. Dilihat dari perencanaan tes dan penafsiran hasil tes, penilaian dalam bidang pendidikan berdasarkan atas dua kemungkinan sistem acuan, yaitu berdasarkan Penilaian Acuan Norma (PAN) atau berdasarkan Penilaian Acuan Patokan (PAP). Kedua acuan ini menggunakan asumsi yang berbeda tentang kemampuan seseorang. Asumsi penilaian yang berbeda ini akan menghasilkan informasi yang berbeda pula. Penafsiran hasil tes antara kedua acuan ini pun berbeda sehingga menghasilkan informasi yang berbeda maknanya. Pemilihan acuan yang tepat ditentukan oleh karakterisitik mata pelajaran yang akan diukur dan tujuan yang akan dicapai. PAN berasumsi bahwa kemampuan orang itu berbeda dan dapat digambarkan menurut distribusi normal. Perbedaan ini harus ditunjukkan oleh hasil pengukuran, misalnya hasil tes peserta didik dibandingkan dengan kelompoknya sehingga dapat diketahi posisi peserta didik tersebut. PAN ini biasa digunakan pada tes seleksi karena sesuai dengan tujuannya, yaitu untuk membedakan kemampuan orang, khususnya bila jumlah pendaftar yang diterima berdasarkan pada kuota atau daya tampung. Dengan model PAN ini akan diperoleh tiga kategori prestasi peserta didik, yakni (1) prestasi di atas rata-rata kelas, (2) prestasi sekitar rata-rata kelas, dan (3) prestasi di bawah rata-rata kelas. Dengan kata lain, prestasi yang dicapai seseorang posisinya sangat bergantung pada prestasi kelompoknya.9 Keuntungan sistem ini adalah dapat diketahui prestasi kelompok atau kelas sehingga sekaligus dapat diketahui keberhasilan pengajaran bagi semua peserta didik. Kelemahannya adalah kurang meningkatkan Muslich, Masnur. 2011. Authentic Assessment: Penilaian Berbasis Kelas dan Kompetensi. Bandung: PT. Refika Aditama. 9



15



kualitas hasil belajara. Jika nilai rata-rata kelompok atau kelasnya rendah, misalnya skor 40 dari 100, maka peserta didik yang memperoleh nilai 45 (di atas rata-rata) sudah dikatakan baik, atau dinyatakan lulus, sebab berada di atas rata-rata kelas, padahal skor 45 dari maksimum skor 100 termasuk rendah. Kelemahannya yang lain ialah kurang praktis sebab harus dihitung dahulu nilai rata-rata kelas, apalagi jika jumlah peserta didik cukup banyak. Sistem ini kurang menggambarkan tercapainya tujuan instruksional sehingga tidak dapat dijadikan ukuran dalam menilai keberhasilan pengajaran. Selain itu, kriteria keberhasilan tidak tetap dan tidak pasti, sebab bergantung pada rata-rata kelas. Dalam konteks yang lebih luas penggunaan sistem ini tidak dapat digunakan untuk menarik generalisasi prestasi peserta didik sebab rata-rata kelompok untuk kelas yang satu berbeda dengan kelas yang lain, sekolah yang satu akan berbeda dengan sekolah yang lain. Dengan demikian, angka 7 untuk peserta didik di kelas tertentu bisa berbeda maknanya dengan angka 7 di kelas lain. Oleh karena itu, sistem penilaian ini tepat digunakan dalam penilaian formatif, bukan untuk penilaian sumatif. Sistem penilaian acuan norma disebut standar relatif. Sebaliknya, PAP berasumsi bahwa hampir semua orang bisa belajar apa saja namun waktunya yang berbeda. Konsekuensi acuan ini adalah adanya program remedi dan pengayaan. Mereka yang belum memiliki kompetensi dasar seperti disyaratkan harus belajar lagi sampai kemampuannya mencapai patokan, kriteria, atau standar yang ditetapkan, yang biasa disebut remedi. Bagi mereka yang telah mencapai standar perlu diberi pelajaran tambahan, yang biasa disebut dengan pengayaan. Jadi, irama belajar pada pendidikan berbasis kompetensi adalah invidual, yang cepat diberi pengayaan dan yang lambat diberi remedi. Pada PAP, penafsiran skor hasil tes selalu dibandingkan dengan patokan atau kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Misalnya, peserta didik dikatakan lulus apabila memenuhi standar kelulusan minimal (SKM) yang telah ditetapkan, misalnya 75% dari nilai maksimal (100%). Peserta didik yang mendapatkan nilai sama atau lebih dari 75% dinyatakan lulus. Sebaliknya, peserta didik yang mendapatkan nilai di bawah 75% dinyatakan tidak lulus. Konsekuensinya dengan menggunakan PAP ini bisa terjadi semua peserta didik akan gagal atau tidak lulus dalam rata-rata pelajaran tertentu karena tidak ada seorang pun peserta didik yang memenuhi kriteria SKM yang telah



16



ditentukan. Situasi semacam ini tidak mungkin ditemukan pada sistem penilaian model PAN. Oleh karena itu, sistem penilaian model PAP ini disebut standar mutlak.10 Penilaian model PAP sangat bermanfaat dalam upaya peningkatan kualitas hasil belajar, sebab peserta didik diusahakan untuk mencapai standar yang telah ditentukan, dan hasil belajar peserta didik dapat diketahui derajat pencapaiannya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sistem penilaian hasil kegiatan pembelajaran berbasis kompetensi menggunakan kriteria PAP, yaitu penilaian berdasarkan apa yang bisa dilakukan peserta didik setelah peserta didik mengikuti proses pembelajaran, dan bukan untuk menentukan posisi seseorang terhadap kelompoknya.



BAB III Muslich, Masnur. 2011. Authentic Assessment: Penilaian Berbasis Kelas dan Kompetensi. Bandung: PT. Refika Aditama. 10



17



PENUTUP A.



Kesimpulan Mardapi (2012) menjelaskan bahwa tes merupakan salah satu instrumen yang



digunakan untuk melakukan pengukuran. Tes terdiri atas sejumlah pertanyaan yang memiliki jawaban benar atau salah atau semua benar atau sebagian benar. Tujuan melakukan tes adalah untuk mengetahui pencapaian belajar atau kompetensi yang telah dicapai peserta didik untuk bidang tertentu. Hasi tes merupakan informasi tentang karakter seseorang atau sekelompok orang. Karakteristik ini dapay berupa kemampuan kognitif atau keterampilan seseorang. Peranan pinilaian guru yaitu: Tahap pertama yang dilakukan guru adalah perumusan tujuan pembelajaran, yakni perumusan tentang kemampuan apa yang secara spesifik diharapkan dimiliki peserta didik setelah proses pembelajaran berlangsung; apakah berupa pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Tahap kedua, adalah pemantauan kesiapan belajar peserta didik. Tahap ketiga adalah penyediaan pengalaman belajar. Tahap keempat adalah penilaian akhir, yaitu penilaian yang bertujuan melihat sejauh mana prestasi peserta didik dalam suatu program tertentu. Misalnya, program semester. Sistem penilaian adalah cara-cara yang digunakan dalam menentukan derajat keberhasilan hasil penilaian sehingga kedudukan peserta didik dapat diketahui: apakah peserta didik telah menguasai kompetensi yang ditargetkan ataukah belum. Namun, sebelumnya perlu dijelaskan terlebih dahulu cara memberikan nilai, cara pembijian, atau cara pemberian angka. Dilihat dari perencanaan tes dan penafsiran hasil tes, penilaian dalam bidang pendidikan berdasarkan atas dua kemungkinan sistem acuan, yaitu berdasarkan Penilaian Acuan Norma (PAN) atau berdasarkan Penilaian Acuan Patokan (PAP). Kedua acuan ini menggunakan asumsi yang berbeda tentang kemampuan seseorang. Dengan model PAN ini akan diperoleh tiga kategori prestasi peserta didik, yakni (1) prestasi di atas rata-rata kelas, (2) prestasi sekitar rata-rata kelas, dan (3) prestasi di bawah rata-rata kelas. Dengan kata lain, prestasi yang dicapai seseorang posisinya sangat bergantung pada prestasi kelompoknya



18



Pada PAP, penafsiran skor hasil tes selalu dibandingkan dengan patokan atau kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Misalnya, peserta didik dikatakan lulus apabila memenuhi standar kelulusan minimal (SKM) yang telah ditetapkan, misalnya 75% dari nilai maksimal (100%). Peserta didik yang mendapatkan nilai sama atau lebih dari 75% dinyatakan lulus. Sebaliknya, peserta didik yang mendapatkan nilai di bawah 75% dinyatakan tidak lulus. Konsekuensinya dengan menggunakan PAP ini bisa terjadi semua peserta didik akan gagal atau tidak lulus dalam rata-rata pelajaran tertentu karena tidak ada seorang pun peserta didik yang memenuhi kriteria SKM yang telah ditentukan. B.



Saran Demikianlah makalah yang dapat kami sajikan dan kami sampaikan. Penulis



yakin dalam penulisan maupun penyampaiannya masih terdapat kesalahan serta kekurangan, untuk itu kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.Dan saran yang membangun dari pembaca sangat penulis harapkan untuk perbaikan penulis selanjutnya. Dan semoga makalah ini bermanfa’at bagi pembaca semua.



19



DAFTAR PUSTAKA Akbar, S. 2013. Instrumen Perangkat Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya. Arfah, Audito P., Chisaria P. Makalah Pengembangan Instrumen Penilaian Pembelajaran, (https://www.slideshare.net/hfzarfah/makalah-49822225) - diakses 1 Oktober 2020. Arikunto, S. 2013. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Benyamin, S. Bloom, Taxonomy of Education Objective Book 1 Cocnitive Domain, (London: Logman Group Limited, 1979). Muller, J. 2016. Authentic Assessment Toolbox: Portfolios. Muslich, Masnur. 2011. Authentic Assessment: Penilaian Berbasis Kelas dan Kompetensi. Bandung: PT. Refika Aditama. Muttaqin, M. Z., Kusaeri. 2017. Pengembangan Instrumen Penilaian Tes Tertulis Bentuk Uaraian untuk Pembelajaran PAI Berbasis Masalah Materi Fiqh. Jurnal Pemikiran dan Penelitian Pendidikan, Vol. 15 (1). Uno, Hamzah B., Koni, Satria. 2012. Assesment Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara Yusuf, A.M. 2015. Asesmen dan Evaluasi Pendidikan, Pilar Penyedia Informasi dan Kegiatan Pengendalian Mutu Pendidikan. Jakarta: Kencana.



20