Makalah Penggunaan SIG [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PENGGUNAAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DALAM SEKTOR KELAUTAN MAKALAH Untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia yang diampu oleh Jamila Wijayanti, S.S, M.Pd. Oleh Aprilia Khoirunnisa 195080600111037



PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG APRIL 2020



DAFTAR ISI



DAFTAR ISI.............................................................................................................................i BAB I.......................................................................................................................................1 1.1



Latar Belakang..........................................................................................................1



1.2



Rumusan Masalah.....................................................................................................2



1.3



Tujuan.......................................................................................................................2



1.4



Manfaat.....................................................................................................................2



BAB II.....................................................................................................................................4 2.1



Sejarah Sistem Informasi Geografis..........................................................................4



2.2



Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis dalam sektor Kelautan.............................7



2.3



2.1.1



Keperluan eksplorasi laut.............................................................................8



2.1.2



Penelitian ekosistem laut..............................................................................8



2.2.3



Pencemaran laut...........................................................................................9



Perkembangan Sistem Informasi Geografis Kelautan di Indonesia...........................9 2.3.1



Zonasi jalur penangkapan ikan.....................................................................9



2.3.2



Penentuan kawasan wisata bahari..............................................................11



2.3.3



Pemetaan tambak.......................................................................................11



BAB III..................................................................................................................................13 3.1



Kesimpulan.............................................................................................................13



3.2



Saran.......................................................................................................................13



DAFTAR RUJUKAN............................................................................................................14



i



BAB I PENDAHULUAN



1.1



Latar Belakang Pengelolaan wilayah pesisir dan lautan sebagai sektor pembangunan masih menghadapi masalah-masalah yang tidak mudah, bahkan sangat sukar dan kompleks. Beberapa masalah mendasar yang dihadapi dan masih sulit diatasi yakni pemanfaatan wilayah pesisir yang tidak seimbang sehingga ada wilayah yang dimanfaatkan melebihi kapasitas daya dukung berkelanjutan (potensi lestari), sebaliknya ada pula wilayah pesisir yang sama sekali belum dimanfaatkan. Salah satu penyebab terjadinya hal tersebut yakni sumberdaya manusia di wilayah tersebut yang kualitasnya masih sangat terbatas sehingga belum dapat mengelola dan memanfaatkan secara optimal. Terbatas dan kurangnya sarana prasarana juga menjadi masalah dalam pengelolaan wilayah pesisir dan kelautan. Indonesia merupakan negara kepulauan dengan panjang garis pantai 104.000 km dan area pesisir yang cocok untuk pengembangan budidaya air payau. Sejak tahun 1400-an, budidaya air payau telah dimulai di pesisir Jawa secara ekstensif di kawasan mangrove. Secara bertahap, mangrove dihilangkan, pematang didirikan, dan struktur kanal air dibangun hingga menjadi tambak yang siap ditebar dengan juvenil bandeng dan udang yang ditangkap dari laut. Selain itu terdapat beberapa tempat wisata yang menarik belum dikelola secara optimal. salah satu tempat wisata tersebut yakni Wakatobi. Meskipun sering dikunjungi oleh turis mancanegara, tetapi kawasan ini belum menjadi daerah tujuan wisata utama bagi wisatawan domestik pada umumnya. Pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan perlu diperhatikan daya dukung dan kemampuan asimilasi wilayah laut, pesisir dan daratan dalam hubungan ekologis, ekonomis, dan social. Kesinambungan ketersediaan sumber daya ini merupakan kunci dalam



1



2



pemanfaatan



dan pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan. Oleh



karena itu semua Negara diharapkan mampu mengembangkan suatu pola pemanfaatan



yang



berkelanjutan



dan



mempelajari



bagaimana



mengimplementasikan prinsip pengelolaan kelautan. Salah satu sarana untuk mendukung keberlanjutan pengelolaan adalah tersedianya data dan basis data yang digunakan dalam pengelolaan. Dengan adanya data dasar maka pengelolaan dapat dilakukan dengan baik. Salah satu sarana untuk membantu dalam pengelolaan adalah penggunaan Sistem Informasi Geografis (SIG). 1.2



Rumusan Masalah Berdasarkan latar latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah, yaitu : a. bagaimana perkembangan sejarah Sistem Informasi Geografis? b. bagaimana penggunaan Sistem Informasi Geografis dalam sektor kelautan? c. bagaimana perkembangan Sistem Informasi Geografis kelautan di Indonesia?



1.3



Tujuan Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan makalah ini yakni : a. menjelaskan sejarah perkembangan Sistem Informasi Geografis b. menjelaskan penggunaan Sistem Informasi Geografis dalam sektor kelautan c. menjelaskan perkembangan Sistem Informasi Geografis kelautan di Indonesia



1.4



Manfaat Seiring kemajuan teknologi, sebagai manusia kita patut mengikuti perkembangannya terutama dalam bidang kelautan. Mahasiswa tidak hanya



3



dituntut handal dalam satu bidang tetapi juga mengetahui hal hal disekitarnya seperti teknologi. Dengan adanya Sistem Informasi Geografis, mahasiswa tidak hanya mengenali saja tetapi dapat terinspirasi untuk membuat suatu inovasi baru untuk menyelesaikan permasalahan kelautan di Indonesia.



BAB II ISI 2.1



Sejarah Sistem Informasi Geografis Perkembangan ilmu geografi saat ini telah banyak memberikan kontribusi dalam banyak bidang, khususnya melalui teknologi pemetaan. Asal-usul kata geografi berasal dari kata geo dan graphein. Geo adalah hubungannya dengan bumi, dan grafi berarti sebuah proses penulisan. Dengan demikian geografi dapat didefinisikan sebagai penulisan tentang bumi. Biasanya ilmu geografi lebih terfokus pada hubungan manusia dengan tanah. Pada mulanya geografi menggunakan peta sebagai alat jelajah dan menggambarkan kenampakan permukaan bumi. Peta yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan sebutan map, berasal dari kata mappa yang berarti taplak atau kain penutup meja. Sebelum bangsa barat menggunakan peta, ilmuwan Muslim yang bernama Abu Abdullah Muhammad bin Muhammad bin Abdullah bin Idris as-Sharif atau lebih dikenal dengan al-Idrisi (1154 M) telah berhasil membuat peta bola bumi dengan bahan dasar perak yang menggambarkan enam benua dan dilengkapi jalur perdagangan, danau, sungai, kota-kota utama, daratan, serta pegunungan. Kemahiran al-Idrisi dalam ilmu pemetaan ini telah menarik perhatian Raja Roger II, hingga sebuah buku pun diterbitkan oleh Idrisi untuk dihadiahkan pada sang raja dengan judul Kitab ar-Rujari. Saat ini kita mengenal peta sebagai gambaran seluruh atau sebagian dari permukaan bumi yang diperkecil dalam sebuah bidang datar atau diproyeksikan



dalam



bentuk



dua



dimensi



dengan



skala



tertentu.



Perkembangan pemetaan dan kebutuhan akan peta di berbagai bidang mendorong munculnya sebuah sistem berbasis peta dengan bantuan komputer. Terdapat banyak sekali definisi tentang SIG seiring dengan perkembangan SIG itu sendiri. Sistem Informasi Geografi adalah suatu sistem informasi yang



4



5



dirancang untuk bekerja dengan data yang bereferensi spasial atau berkoordinat geografi atau dengan kata lain suatu SIG adalah suatu sistem basis data dengan kemampuan khusus untuk menangani data yang bereferensi keruangan (spasial) bersamaan dengan seperangkat operasi kerja. Ahli lain menyebutkan bahwa SIG adalah hasil kerja perangkat komputer, perangkat lunak, data geografi dan proses desain dengan tujuan untuk mempermudah pekerjaan-pekerjaan menyimpan, menganalisis, mengubah, dan menampilkan seluruh bentuk informasi tentang geografi. Sementara itu ilmuwan bernama Aronoff mengemukakan di mana GIS yaitu sistem berbasiskan komputer yang didesain untuk menyimpan, menganalisis, memanipulasi, dan menampilkan informasi geografis. (Cofrep, 2018) Menurut Nirwansyah (2011), Sistem Informasi Geografi adalah suatu sistem informasi yang dapat memadukan antara data grafis (visual) dengan data teks (atribut) objek yang dihubungkan secara geografis di bumi (georeference). Di samping itu, SIG juga dapat menggabungkan data, mengatur data, dan melakukan analisis data yang akhirnya akan menghasilkan keluaran yang dapat dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan pada masalah yang berhubungan dengan geografi. Menurut Irwansyah (2013), Sistem Informasi Geografis (SIG) atau Geographic Information System (GIS) adalah sebuah sistem yang didesain untuk menangkap, menyimpan, memanipulasi, menganalisa, mengatur dan menampilkan seluruh jenis data geografis. Akronim GIS terkadang dipakai sebagai istilah untuk geographical information science atau geospatial information studies yang merupakan ilmu studi atau pekerjaan yang berhubungan dengan Geographic Information System. Dalam artian sederhana sistem informasi geografis dapat kita simpulkan sebagai gabungan kartografi, analisis statistik dan teknologi sistem basis data (database). Menurut Ekadinata (2011), data geografis pada dasarnya tersusun oleh dua komponen penting yaitu data spasial dan data atribut. Data spasial merepresentasikan posisi atau lokasi geografis dari suatu objek di permukaan



6



bumi., sedangkan data atribut memberikan deskripsi atau penjelasan suatu objek. Data atribut dapat berupa informasi numerik, foto, narasi, dan lain sebagainya, yang diperoleh dari data statistik, pengukuran lapangan dan sensus, dan lain-lain. Data spasial dapat diperoleh dari berbagai sumber dalam berbagai format. Sumber data spasial antara lain mencakup data grafis peta analog, foto udara, citra satelit, survey lapangan, pengukuran theodolit, pengukuran dengan menggunakan global positioning systems (GPS) dan lainlain. Adapun format data spasial, secara umum dapat dikategorikan dalam format digital dan format analog. Perbedaan yang paling mendasar pada format data spasial terletak pada cara pengelolaannya. Sistem informasi manual biasanya menggabungkan beberapa data seperti peta, lembar transparansi untuk tumpang susun (overlay), foto udara, laporan statistik, dan laporan survei lapangan. Semua data tersebut dikompilasi dan dianalisis secara manual dengan alat tanpa komputer. Sedangkan Sistem Informasi Geografi otomatis telah menggunakan komputer sebagai sistem pengolah data melalui proses dijitasi. Sumber data digital dapat berupa citra satelit atau foto udara digital, serta foto udara yang terdijitasi. Pengertian SIG saat ini lebih sering diterapkan bagi teknologi informasi spasial atau geografi yang berorientasi pada penggunaan teknologi komputer dan implementasinya dalam pengolahan data spasial. Terkait hubungannya dengan teknologi komputer, Arronoff (1989) mengartikan SIG sebagai sistem berbasis komputer yang memiliki kemampuan dalam menangani data bereferensi geografi yaitu pemasukan data, manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan kembali), memanipulasi dan analisis data, serta keluaran sebagai hasil akhir (output). Perbedaan SIG dengan sistem informasi lain menjadi keunggulan tersendiri, di mana di sebagian besar sistem berfokus pada data atributal, sedangkan SIG mengkaitkan secara langsung data atributal tersebut dengan



7



data spasial. Pengkaitan bentuk spasial dengan atribut di dalamnya ini mendorong pengembangan SIG untuk berbagai macam kebutuhan. 2.2



Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis dalam sektor Kelautan Lingkungan laut memiliki karakteristik yang unik. Sensor pada satelit dan pesawat efektif melihat permukaan laut tetapi umumnya tidak bisa melihat jauh ke dalam kolom air di mana energi elektromagnetik yang mereka andalkan menghilang. Apa yang bisa dirasakan dari kolom air dan dasar laut harus dilakukan sebagian besar dengan bantuan suara (penginderaan jauh akustik), sebagai gelombang suara ditransmisikan lebih jauh dan lebih cepat melalui air laut daripada energy elektromagnetik.



Dalam urutan untuk



"melihat" dasar lautan, suara sangat penting tidak hanya untuk menentukan kedalaman ke dasar tetapi juga untuk mendeteksi berbagai properti di bagian bawah. Karena kecepatan suara dalam air laut bervariasi secara linear dengan suhu, tekanan, dan salinitas, konversi waktu tempuh ke kedalaman harus mempertimbangkan hal ini. Selain itu, intensitas refleksi ini, atau hamburan balik, dapat digunakan untuk menyelesaikan bentuk benda atau karakter bagian bawah. (Earle, 2011) Kemajuan dalam penginderaan jauh telah memungkinkan untuk mengumpulkan data tentang fitur dan proses dalam lautan dalam skala yang sangat luas, dan teknologi GIS memungkinkan untuk mengatur dan mengintegrasikan data ini, membuat peta, dan melakukan analisis ilmiah untuk meningkatkan pemahaman dan membantu kami membuat keputusan penting. Dorongan awal untuk mengembangkan spesialisasi kelautan di GIS adalah kebutuhan untuk itu mengotomatiskan produksi grafik laut dan untuk lebih efisien mengelola jumlah luar biasa data sekarang sedang dikumpulkan di laut. Menggunakan GIS untuk mensinergikan berbagai jenis data (biologis, kimia, fisik, geologis) dikumpulkan dalam berbagai cara dari berbagai instrumen dan platform (kapal, tambatan, pelampung, peluncur, kendaraan yang dioperasikan dari jarak jauh, pesawat terbang, dan satelit) telah



8



disediakan komunitas oseanografi dan pembuat keputusan kebijakan dengan lebih banyak informasi dan wawasan daripada dapat diperoleh dengan mempertimbangkan setiap jenis data secara terpisah. GIS di bidang ini telah pindah dari semata-mata menampilkan data ke visualisasi multidimensi, simulasi dan pemodelan, dan keputusan dukung. Segudang tantangan terkait dengan eksplorasi, ekosistem, energi, dan perubahan iklim yang dihadapi komunitas ilmu kelautan dalam 10 hingga 20 tahun mendatang. Menghadapi semua tantangan ini membutuhkan pendekatan interdisipliner yang luas. GIS adalah teknologi yang kuat dan unik yang sangat penting untuk membantu peneliti mengelola lautan dengan cara yang paling berkelanjutan. Menurut



Early



(2011),



beberapa



peneliti



di



dunia



telah



mengembangkan dan memanfaatkan GIS untuk perkembangan sektor kelautan dan oseanografi. Berikut adalah pemanfaatan GIS dalam sektor kelautan. 2.1.1



Keperluan eksplorasi laut Laut yang begitu luas dan dalam serta tekanan yang sangat tinggi menghambat manusia mengeksplorasi laut karena keterbatasan fisik manusia. Salah satu contoh pemanfaatan GIS untuk eksplorasi laut yakni pemetaan. Pemetaan karang sebagai salah satu usaha memajukan upaya konservasi karena terumu karang memainkan peran penting dalam kesehatan lautan. Proyek pemetaan terumbu karang pertama kali dilakukan di kepulauan Bahama. Proyek pemetaan ini telah menghasilkan peta wilayah laut yang sangat akurat yang teridentifikasi berbagai tipe habitat dan jenis individu.



2.1.2



Penelitian ekosistem laut Pemetaan data penangkapan ikan untuk tata kelola perikanan. Selama beberapa dekade beberapa bentuk manajemen regional



9



diperlukan di timur pantai India. Pada tahun 2004, tsunami Banda Aceh memberikan motivasi dan dana untuk selesaikan ini. Perahu, jaring, motor, unit GPS, dan pencari ikan didistrbusikan di hampir tempat masyarakat. Pemodelan pendaratan kapal di GIS membantu menentukan tingkat kerusakan yang diderita padang lamun dan mengidentifikasi faktor faktor yang berkontribusi pada pemuliahan mereka. Lamun menyediakan pembibitan, tempat makan, daerah perlindungan karang dan finfish secara ekologis. Kemampuan lamun untuk mengurangi kecepatan, meredam energi gelombang, dan menstabilkan sedimen menjadi alasan mengapa perlu pengawasan lamun untuk menjaga kelestariannya. 2.2.3



Pencemaran laut Sistem



Informasi



Geografis



mendeteksi adanya tumpahan minyak.



dapat



dimanfaatkan



untuk



Tumpahan minyak dimulai



pada akhir April setelah ledakan di rig pengeboran Deepwater yang dioperasikan BP Cakrawala. Di Teluk Meksiko, Esri terus bekerjasama dengan lusinan lembaga GIS. Tim tanggap bencana Esri memberikan bantuan kepada pengguna di daerah, negara bagian, dan pemerintahan federal serta di sector swasta. Tim memasok perangkat lunak, dukungan teknis, data GIS, dan personel. Berbagai lembaga telah merespons tumpahan minyak, dan banyak yang menggunakan GIS untuk situasi kesadaran, pengumpulan data, dan analisis. 2.3



Perkembangan Sistem Informasi Geografis Kelautan di Indonesia Perkembangan teknologi di Indonesia tidak hanya berkembang dalam industri saja namun di sektor kelautan. Berbagai penggunaannya telah diterapkan, berikut adalah contohnya.



10



2.3.1



Zonasi jalur penangkapan ikan Menurut Harahap dan Yanuarsyah (2012), sumberdaya ikan dikenal sebagai sumberdaya milik bersama (common property) yang rawan terhadap tangkap lebih (over fishing) dan pemanfaatannya dapat merupakan sumber konflik (di daerah penangkapan ikan maupun dalarn pemasaran hasil tangkapan). Konflik sering terjadi karena tidak jelasnya wilayah pemanfaatan yaitu dapat melibatkan nelayan dalam satu daerah yang sama ataupun antara daerah yang satu dengan dengan daerah lainnya. Konflik nelayan juga terjadi antara nelayan setempat dengan nelayan andon yang umumnya disebabkan perbedaan alat tangkap yang dipergunakan dan pelanggaran daerah penangkapan. Menurut Suhelmi dkk. (2015), salah satu upaya yang telah ditempuh



pemerintah



dalam



menghindari



terjadinya



konflik



pemanfaatan adalah dengan mengendalikan perkembangan kegiatan penangkapan ikan melalui penerapan zonasi Jalur Penangkapan Ikan di laut, berdasarkan Kepmentan No. 392 tahun 1999 yang isinya antara lain mengatur pembagian daerah penangkapan ikan dan penentuan jenis, ukuran kapal, dan alat penangkapan ikan yang dilarang dan diperbolehkan penggunaannya. Zonasi merupakan suatu bentuk rekayasa teknik pemanfaatan ruang melalui penetapan batas-batas fungsional sesuai dengan potensi sumber daya dan daya dukung serta proses proses ekologis yang berlangsung sebagai satu kesatuan dalam ekosistem pesisir. Daerah yang telah memanfaatkan zonasi jalur penangkapan ikan yakni Kalimantan Barat. Zonasi jalur penangkapan ikan ini memperhatikan berbagai aspek teknis. Aspek teknis tersebut yakni data peta garis pantai wilayah penelitian peta sebaran kawasan konservasi perairan peta sebaran sumber daya pesisir (mangrove, lamun), peta sebaran buangan amunisi, dan daerah larangan sehingga



11



jalur yang diperoleh akan lebih komprehensif dan menghindari tumpang tindih kewenangan dalam pengelolaan dan pengawasan. 2.3.2



Penentuan kawasan wisata bahari Wisata bahari Wakatobi memiliki sejuta keindahan yang menarik untuk ditelusuri. Penelusuran tersebut dilakukan dengan memanfaatkan SIG. Menurut Yulius dkk. (2013), hasil analisis kesesuaian lahan dengan aplikasi SIG di Pulau Wangiwangi Kabupaten Wakatobi berhasil ditentukannya kawasan yang sesuai untuk wisata bahari, menunjukkan bahwa lokasi yang sesuai adalah di utara Pulau Wangiwangi, Kecamatan Wangiwangi dan di utara Pulau Kapota, Kecamatan Wangiwangi Selatan dengan luas sekitar 2.786,9 ha atau 20,3% dari luas total wilayah kawasan. Data yang berhasil diperoleh ini dapat membantu manajemen yang baik dengan menambahkan teknologi pada daerah wisata bahari sesuai marjinal sehingga dapat meningkat menjadi sesuai.



2.3.3



Pemetaan tambak Menurut Gusmawati dan Mu’awannah (2016), pendataan lahan tambak dan monitoring dinamika dilakukan secara kontinyu dalam pengelolaan kawasan, salah satunya dengan memanfaatkan citra satelit resolusi tinggi dan pemetaan partisipatif dengan para pemangku kepentingan. Seperti halnya teknik pemetaan lain, pemetaan partisipatif tidak selalu tepat untuk semua situasi dan memiliki keterbatasannya, seperti waktu pemetaan yang lama dan membutuhkan sumberdaya



yang



banyak.



Keberhasilan



pemetaan



partisipatif



sangatlah bergantung pada kemampuan para pemangku kepentingan untuk belajar dan berpartisipasi dalam proses pemetaan. Namun, pemetaan partisipatif dapat menjadi metode yang tepat untuk menggalang partisipasi para pemangku kepentingan dan menangkap informasi baru di kawasan tambak Ujung angkah, seperti rendahnya



12



kualitas air, terjadinya penyakit udang dan kematian massal udang, harga benih bandeng yang mahal, fluktuasi harga jual bandeng, perubahan lahan, saluran air/irigasi tambak yang dangkal dan sempit, dll. Selain itu, metode ini juga dapat memfasilitasi peserta untuk membuat keputusan manajemen pesisir yang lebih baik.



BAB III PENUTUP 3.1



Kesimpulan Perkembangan SIG dimulai dari ilmu geografi khususnya melalui teknologi pemetaan. Peta pertamakali dibuat menggunakan bahan dasar perak yang berisi informasi jalur perdagangan, danau, sungai, kota-kota utama, daratan, serta pegunungan. Seiring perkembangan waktu, sistem berbasis peta mulai menggunkan bantuan komputer. Sistem Informasi Geografis dibuat dengan tujuan untuk mempermudah pekerjaan-pekerjaan menyimpan, menganalisis, mengubah, dan menampilkan seluruh bentuk informasi tentang geografi. Penggunaannya sangat luas dalam geografi, terutama pada sektor kelautan. Di dunia maupun Indonesia SIG sudah dimanfaatkan dalam sektor kelautan yakni sebagai keperluan eksplorasi laut, penelitian ekosistem laut, pencemaran laut, zonasi jalur penangkapan ikan, penentuan kawasan wisata bahari, dan pemetaan tambak.



3.2



Saran Indonesia telah memanfaatkan penggunaan Sistem Informasi Geografi dalam sektor kelautan. Namun pada keadaan tertentu terdapat teknologi SIG yang belum diterapkan di Indonesia padahal dalam skala internasional sudah digunakan. Pemerintah diharapkan dapat memenuhi kekurangan



tersebut.



Masyarakat juga diharapkan dapat mengembangkan kemajuan SIG terutama pada sektor kelautan. Hal ini dilakukan karena Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas laut 2/3 wilayahnya yang SDA nya perlu dimanfaatkan secara maksimal.



13



DAFTAR RUJUKAN Cofrep, Franz Pucha. 2018. Fundamentals of Geography Information System. Loja:Ediloja Earle, Sylvia. 2011. Geography Information System for Oceans. New York:Esri. Ekadinata, Andree. 2011. Sistem Informasi Geografis untuk Pengelolaan Bentang Lahan Berbasis Sumber Daya Alam. Malang:PT. Bumi Pertiwi. Gusmawati, N.F., A. Andayani dan U. Mu’awanah. 2016. Pemanfaatan data penginderaan jauh resolusi tinggi untuk pemetaan tambak di kecamatan Ujung Pangkah, Gresik. Jurnal Kelautan Nasional. 11(1) : 35–51. Harahap, S.A. dan Yanuarsyah, I. 2012. Aplikasi sistem informasi geografis (SIG) untuk zonasi jalur penangkapan ikan di perairan Kalimantan Barat. Jurnal Akuatika. 3(1):40-48. Irwansyah, Edy. 2013. Sistem Informasi Geografis : Prinsip Dasar dan Pengembangan Aplikasi. Yogyakarta:Digibooks Nirwansyah, Anang Widhi. 2016. Dasar Sistem Informasi Geografi dan Aplikasinya Menggunakan ARCGIS. Yogyakarta:Deepublish. Suhelmi, I.R., Adi, R.A., Prihatno, H., dan Triwibowo, H. 2015. Pemetaan Spasial Jalur Penangkapan Ikan di WPPP-NRI 713 dan WPP-NRI 716 dalam Rangka Pengelolaan Sumberdaya Kelautan Dan Perikanan. Jurnal Segara. 11(2): 85-92. Yulius, Hadiwijaya, Salim, Ramdhani, M., Arifin, T., dan Purbani, D. 2013. Aplikasi sistem informasi geografis dalam penentuan kawasan wisata bahai di Pulau Wangiwangi Kabupaten Wakatobi. Jurnal Globe. 15(2):129-136.



14



RUBRIK PENILAIAN MAKALAH Nama



: Aprilia Khoirunnisa



Nim



: 195080600111037



Kelas



: I01



Judul Makalah : Penggunaan Sistem Informasi Geografi dalam Sektor Kelautan



Kriteria Laporan



Aspek 4



A. Isi 60 %



1. Pendahulua n



a. Sistematis b. Latar belakang



3 a. Tidak sistematis b. Latar



2 a. Sistematis b. Latar belakang



1 a. Tidak sistematis b. Latar



dan tujuan



belakang



dan



belakang



sesuai.



dan



tujuan



dan



tujuan



tidak



tujuan



sesuai.



sesuai.



tidak sesuai.



2. Pembahasan Materi



Lengkap, sesuai



Lengkap,



Tidak



Tidak



dan menyeluruh



tidak sesuai



lengkap,



lengkap,



dan tidak



tidak sesuai



tidak sesuai



menyeluruh



dan



dan tidak



menyeluruh



menyeluruh



15



3. Simpulan



4. Daftar Rujukan



Menjawab



Menjawab



Tidak



Tidak



tujuan, singkat,



tujuan, tidak



menjawab



menjawab



dan padat



singkat, dan



tujuan,



tujuan, tidak



padat



singkat, dan



singkat, dan



padat



padat



Penyusunan



Penyusunan



Penyusunan



Penyusunan



alfabetis (sistem



alfabetis



tidak



tidak



Hardward),



(sistem



alfabetis



alfabetis



referensi



Hardward),



(sistem



(sistem



sepuluh tahun



referensi



Hardward),



Hardward),



terakhir,



lebih sepuluh



referensi



referensi



disertakan 3



tahun



sepuluh



lebih sepuluh



jurnal



terakhir,



tahun



tahun



disertakan 2



terakhir,



terakhir,



jurnal



disertakan 1



tidak



jurnal



disertakan jurnal Skor A



Nilai A (60 %) = Skor A X 60 % B. Umum 40 %



1. Sistematika Laporan



Sistematik dan



Tidak



Sistematik



Tidak



lengkap



sistematik



dan tidak



sistematik



dan lengkap



lengkap



dan tidak lengkap



2. Isi Laporan



Pembahasan



Pembahasan



Pembahasan



Pembahasan



mendetail,



mendetail,



tidak



tidak



bahasa



bahasa tidak



mendetail,



mendetail,



16



komunikatif



3. Ketepatan



komunikatif



bahasa



bahasa tidak



komunikatif



komunikatif



Sesuai dengan



Terlambat



Terlambat



Terlambat



waktu



waktu yang



satu hari dari



dua hari dari



tiga hari atau



pengumpula



ditentukan



waktu yang



waktu yang



lebih dari



ditentukan



ditentukan



waktu yang



n makalah



ditentukan Skor B Skor B (40 %) = skor B X 40 %



Nilai Akhir = (( Nilai A + Nilai B) / 14,4) x 100 1



17



18