Makalah Perilaku Terpuji [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN 1.1.



Latar Belakang Masalah Dalam pergaulan sehari – hari antara kita sesama Manusia, agar hubungan ini berjalan dengan baik tentu ada aturan yang harus kita jalankan, bagi kita umat Islam tata cara bergaul tersebut telah diatur dalam Al-Qur’an dan sunnah Rasulllah SAW yang sering kita sebut dengan Sifat terpuji atau akhlak terpuji. Dalam pembahasan yang akan kami terangkan pada makalah ini, bahwa kami akan mengemukakan diantara bentuk – bentuk dari akhlak terpuji tersebut mulai dari pengertian, macam – macam sampai kepada bentuk – bentuk atau contoh dari akhlak terpuji tersebut. Hal ini kami susun dalam bentuk sebuah makalah, disamping untuk menambah wawasan kami sebagai pemakalah mengenai pembahasan akhlak terpuji ini, dan juga dengan pembahasan ini agar kami dan segenap pembaca lainnya mampu menjadikan ilmu ini sebagai salah satu rujukan dalam melakukan pergaulan dalam kehidupan sehari – hari. Kemudian juga pembahasan ini kami buat sebagai bentuk tugas dari mata pelajaran agama islam dan pembelajarannya di SMA NEGERI 1 TINAMBUNG dalam tugas kelompok yang disajikan dalam bentuk makalah.



1.2.



Rumusan Masalah



a.



Apa pengertian sifat-sifat terpuji (akhlakul mahmudah) ?



b.



Apa saja macam-macam akhlak terpuji ?



1.3.



Tujuan Penulisan



a.



Agar dapat menjelaskan pengertian sifat-sifat terpuji (akhlakul mahmudah).



b.



Agar dapat mengetahui saja macam-macam akhlak terpuji.



BAB II PEMBAHASAN 2.1. Pengertian Sifat-Sifat Terpuji (Akhlakul Mahmudah) Akhlak berasal dari bahasa Arab “akhlaq” yang merupakan bentuk jamak dari “khuluq”, atau akhlak juga berarti budi pekerti, tabia’at, watak. Perilaku terpuji adalah segala sikap, ucapan dan perbuatan yang baik sesuai ajaran Islam. Kendatipun manusia menilai baik, namun apabila tidak sesuai dengan ajaran Islam, maka hal itu tetap tidak baik. Sebaliknya, walaupun manusia menilai kurang baik, apabila Islam menyatakan baik, maka hal itu tetap baik. Kita sebagai umatnya tentunya ingin dapat mengikuti apa yang terjadi tuntutan rasulullah dalam kehidupan sehari-hari sebagai suritauladan manusia. Orang yang baik akhlaknya tentunya didalam pergaulan sehari-hari akan senantiasa dicintai oleh sesama, dan tentunya mereka kelak dihari kiamat akan masuk surga bersama dengan nabi saw. Sebagaimana beliau bersabda dalam hadisnya yang artinya sebagai berikut: “Sesungguhnya (orang) yang paling aku cintai diantara kalian dan orang yang paling dekat tempatnya dariku pada hari kiamat adalah oarang yang paling baik budi pekertinya diantara kalian”. Harta yang banyak, pangkat yang tinggi atau dimilikinya beberapa gelar kesarjanaan tak mampu mengangkat derajat manusia tanpa dimilikinya akhlak terpuji. Islam hadir dimuka bumi sebenarnya sangat mengedepankan akhlak terpuji, karena Rasulullah saw. sendiri diutus untuk menyempurnakan akhlak sebagaimana sabdanya sebagai berikut:



‫أر َم اْأل َ ْخالَ ْق‬ ِ ‫اِنَّما َ بُ ِعثْتُ لِؤُ ت َ ِ ِّم َم َم َك‬



Artinya: “Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak”. Alangkah indahnya ajaran Islam yang memerintahkan untuk berakhlakul karimah. Jika hidup kita dihiasi dengan ahklak terpuji tentunya akan dicintai oleh Allah awt dan masyarakatnya akan menjadi baik, temteram dan damai. Sebagian manusia, berbicara tentang akhlak terpuji dalam era globalisassi seperti ini dinilai kuno dan kurang maju. Anggapan ini muncul karena sedah terpengaruh budaya barat yang dinilai maju dan modern. Akhlak terpuji amat penting dalam kehidupan manusia, termasuk dalam pergaulan remaja. Akhmad Syauki Bey (seorang penyair) mangatakan sebagai berikut: “Sesungguhnya suatu umat akan tetap memiliki nama harum selama umat tersebut memiliki akhlak yang terpuji. Manakala akhlak terpuji telah lenyap, lenyap pulalah nama harum umat tersebut.



a.



Sedangkan menurut istilah akhlak didefenisikan oleh beberapa ahli sebagai berikut: Menurut Al-Ghazali, segala sifat yang tertanam dalam hati yang menimbulkan kegiatan-kegiatan dengan ringan dan mudah tanpa memerlukan pemikiran tanpa pertimbangan.



b.



Menurut Abdul Karim Zaidan, nilai dan sifat yang tertanam dalam jiwa sehingga seseorang dapat menilai perbuatan baik atau buruk, kemudian memilih melakukan atau meninggalkan perbuatan tersebut.



2.2. Macam-Macam Akhlak Terpuji Banyak sikap atau prbuatan yang trmasuk kategori sifat terpuji, berikut ini kami uraikan beberapa di antaranya: a. Zuhud Kata zuhud, secara etimologi, berarti yang menunjukkan atas sedikitnya sesuatu. Kata ‫الزهيد‬, berarti sesuatu yang sedikit. Sedang kata ‫مزهد‬, berarti sedikitnya harta. Kata ‫ زهد‬juga dapat diartikan dengan berpaling dan meninggalkan atau menyendiri, misalnya ‫زهد في الدنيا‬, artinya ‫تخلى عنها للعبادة‬, artinya menyendiri dari dunia untuk beribadah. Sementara kata ‫ الزهد و الزهادة‬yang juga akar kata zuhud, berarti meninggalkan untuk mengharap kepada dunia, atau meninggalkan sesuatu karena suatu kehinaan baginya, kata ‫الزاهد‬, berarti orang yang berpaling dari dunia karena cinta kepada akhirat. ‫ الزهد‬juga dapat diartikan sebagai tidak mengharap dan rakus terhadap dunia. Secara terminologi, Zuhud dapat diartikan dengan suatu keadaan meninggalkan dunia dan hidup kebendaan. Atau zuhud adalah berpalingnya keinginan terhadap sesuatu kepada sesuatu yang lebih baik darinya. Serta zuhud adalah tidak menyukai sesuatu dan menyerahkannya kepada yang lain. Barang siapa yang meninggalkan kelebihan dunia dan membencinya, lalu mencintai akhirat, maka dia adalah orang zuhud di dunia. Lebih lanjut dikatakan bahwa zuhud yang tertinggi adalah tidak menyukai segala sesuatu selain Allah swt, bahkan terhadap akhirat. Dari pengertian di atas, maka dapat dikatakan bahwa zuhud adalah meninggalkan sesuatu karena sesuatu itu dinilai sedikit atau kecil dan berpindah kepada sesuatu yang besar. Sesuatu yang sedikit atau kecil adalah dunia dan sesuatu yang besar adalah akhirat serta yang terbesar adalah Allah SWT. b. Tawaqal 1. Pengertian Tawaqal. Menurut bahasa, lafal tawakal berasal dari bahasa arab yg artinya bersandar. Menurut istilah , tawakal ialah sikap berserah diri kepada Allah setelah melakukan usaha secara maksimal. Seseorang yg berusaha secara maksimal untuk mencapai suatu keinginan atau cita-cita ,setelah itu dia menerima dengan ikhlas dan berserah diri kepada Allah atas hasil yg akan dia dapatkan, orang ini disebut bertawakal.Orang yg bertawakal ,maka ia termasuk orang yg berakhlak mulia Pengertian Tawakkal menurut para ahli dan ulama yaitu :  Imam al-Ghazâli Tawakkal adalah menyandarkan diri kepada Allah tatkala menghadapi suatu kepentingan, bersandar kepada-Nya dalam kesukaran, teguh hati tatkala ditimpa bencana disertai jiwa yang tenang dan hati yang tentram.  Hamka Tawakkal adalah menyerahkan segala urusan atau perkara ikhtiar dan usaha kepada Allah swt karena kita lemah dan tak berdaya.



 Hamzah Ya’qub Tawakkal adalah mempercayakan diri kepada Allah dalam melaksanakan suatu rencana, bersandar kepada kekuatan-Nya dalam melaksanakan suatu pekerjaan, berserah diri kepada-Nya pada waktu menghadapi kesukaran.  Menurut Imam Ahmad bin Hambal Tawakkal merupakan aktivitas hati, artinya tawakkal itu merupakan perbuatan yang dilakukan oleh hati, bukan sesuatu yang diucapkan oleh lisan, bukan pula sesuatu yang dilakukan oleh anggota tubuh. Dan tawakkal juga bukan merupakan sebuah keilmuan dan pengetahuan. (Al-Jauzi:2004. Hal 337)  Ibnu Qoyim al-Jauzi Tawakal merupakan amalan dan ubudiyah (baca; penghambaan) hati dengan menyandarkan segala sesuatu hanya kepada Allah, tsiqah terhadap-Nya, berlindung hanya kepada-Nya dan ridha atas sesuatu yang menimpa dirinya, berdasarkan keyakinan bahwa Allah akan memberikannya segala ‘kecukupan’ bagi diriny, dengan tetap melaksanakan ‘sebab-sebab’ (baca ; faktor-faktor yang mengarakhkannya pada sesuatu yang dicarinya) serta usaha keras untuk dapat memperolehnya.” (Al-Jauzi/ Arruh fi Kalam ala Arwahil Amwat wal Ahya’ bidalail minal Kitab was Sunnah, 1975 : 254) Adapun menurut ajaran Islam, tawakkal itu adalah menyerahkan diri kepada Allah swt setelah berusaha keras dan berikhtiar serta bekerja sesuai dengan kemampuan dan mengikuti sunnah Allah yang Dia tetapkan.Jadi dapat di simpulkan pengertian tawakkal adalah berserah diri kepada Allah setelah berusaha keras, dan menunggu hasilnya. 2. Ciri-ciri Tawaqal  Mujahadah ( semangat yang kuat ) Sebagai seorang mukmin dan muslim dianjurkan untuk memiliki akhlak yang baik. Salah satunya tawakkal. Guna terciptanya sosialisasi yang tentram,tenang,dan damai. Tawakkal bukan hanya sekedar merasakan segala perkara kepada Allah, tetapi diawali dengan usaha-usaha ataupun jalan-jalannya yang kuat. Setelah itu serahkan hasilnya kepada Allah SWT. Diantara ciri orang yang bertawakkal ialah memiliki semangat yang kuat. Mempunyai semangat yang kuat merupakan salah satu akhlak orang mukmin yang dianjurkan oleh Islam. Orang mukmin yang menempuh cara semacam ini adalah orang yang lebih bagus dan lebih dicintai Allah Azza wa Jalla daripada orang yang lemah semangatnya, tidak mau bekerja keras dan mengerjakan atau mencari pekerjaan yang berfaedah. Sepantasnyalah setiap orang untuk meningkatkan ilmu,budi pekerti, serta kemasyarakatan dan perekonomiannya.  Bersyukur Ciri lain orang yang bertawakkal ialah ia senantiasa bersyukur kepada Allah SWT. Apabila ia sukses ataupun berhasil dalam segala urusan ataupun ia mendapatkan apa yang dibutuhkan dan diinginkan ia tak luput untuk senantiasa bersyukur kepada Allah, karena ia menyadari dan meyakini bahwa semua yang ia dapatkan itu adalah takdir Allah dan kehendak-Nya.



Dengan bersyukur pula ia akan selalu merasa puas, senang dan bahagia. Seperti dalam firman Allah : “ Bersyukurlah kepada-Ku niscaya akan aku tambah nikmatnya, tapi jika tidak bersyukur sesungguhnya azabku teramat pedih “



 Bersabar Ciri orang yang bertawakkal selanjutnya ialah selalu bersabar. Sebagai orang mukmin yang bertawakkal kepada Allah ia akan bersabar, baik dalam proses maupun dalam proses maupun dalam hasil. Karena dengan inilah ia akan bahagia dan tenang atas apa yang di terimanya. Rosulullah. dalam buku 1100 hadits terpilih (1991:274) karangan Dr. Muhammad Faiz Almath , Rosulullah SAW bersabda yang artinya sebagai berikut: “ Orang yang bahagia ialah yang dijauhkan dari fitnah-fitnah dan orang yang terkena ujian dan cobaan dia bersabar.” ( HR. Ahmad dan Abu dawud)  Intropeksi Diri (Muhasabah) Orang yang bertawakkal salah satu sikapnya ialah intropeksi diri. Dimana ia akan intropeksi diri apabila ia kurang sukses daam menjalankan sesuatu ia tidak membuat dirinya “drop”, melainnkan ia selalu intropeksi pada diri, dapat dikatakan muhasabah. Senantiasa mengoreksi apa yang telah dilakukannya. Setelah itu ia akan berusaha menghindari faktor penyebab suatu kegagalan tersebut serta senantiasa memberikan yang terbaik pada dirinya. 3. Keutamaan Tawaqal Adapun keutamaan bagi seorang muslim yang memiliki sifat bertawakal diantaranya adalah sebagai berikut :  Mendapatkan Cinta dari Allah SWT, Allah berfirman dalam Al-Quran: Artnya: “(Ingatlah) ketika kamu lari dan tidak menoleh kepada seseorangpun, sedang Rasul yang berada di antara kawan-kawanmu yang lain memanggil kamu, Karena itu Allah menimpakan atas kamu kesedihan atas kesedihan[240], supaya kamu jangan bersedih hati terhadap apa yang luput dari pada kamu dan terhadap apa yang menimpa kamu. Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” ( QS. Ali-Imran 3:153)  Tawakal dapat mencegah adzab Allah SWT.  Dicukupkan rizkinya dan merasakan ketenangan, sesuai firman Allah SWT berikut : Artinya: “Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah Telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS. AthThalaq: 3)  Dikuatkan iman dan dijauhkan dari setan.  Jiwa,harta,anak,dan keluarga senantiasa terjaga. c. Ikhlas Ikhlas merupakan amalan hati yang paling utama dan paling tinggi dan paling pokok, Ikhlas merupakan hakikat dan kunci dakwah para rasul sejak dahulu kala. Ikhlas merupakan istilah tauhid , orang- orang yang ikhlas adalah mereka yang mengesankan Allah dan merupakan hamba Nya yang terpilih. Fungsi Ikhlas dalam



amal perbuatan sama dengan kedudukan ruh pada jasad kasarnya, oleh karena itu mustahil suatu amal dan ibadah dapat diterima yang dilakukan tanpa keikhlasan sebab kedudukannya sama dengan orang yang melakukan amal dan ibadah tersebut bagai tubuh yang tidak bernyawa. Lafaz ikhlas menunjukkan pengertian jernih, bersih dan suci dari campuran dan pencemaran. Sesuatu yang murni artinya bersihtanpa ada campuran, baik yang bersifat materi maupun nonmateri. Adapun pengertian ikhlas menurut syara’ adalah seperti yang diungkapkan oleh ibnu qayyim berikut: Mengesankan Allah dalam berniat bafi yang melakukan ketaatan, bertujuan hanya kepada Nya tanpa mempersekutukan Nya dengan sesuatupun. Dan menurut Al- Fairuzabi :” Ikhlas karena Allah , artinya meninggalkan riya’ dan tidak pamer. Orang yang ikhlas adalah seseorang yang tidak peduli meskipun semua penghargaan atas dirinya hilang demi meraih kebaikan hubungan kalbunya dengan Allah, dan orang tersebut tidak ingin apa yang ia lakukan dipamerkan walaupun sebesar bizi zarahpun. Sebagaimana Firman Allah SWT: Artinya: Katakanlah: "Hanya Allah saja yang Aku sembah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agamaku". (QS. Az-Zumar: 14) Dikisahkan oleh Umamah ra, ada seorang laki-laki yang datang menemui Rasulullah SAW dan bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah pendapat Engkau tentang seseorang yang berperang dengan tujuan mencari pahala dan popularitas diri. Kelak, apa yang akan ia dapat di akherat?” Rasulullah SAW menjawab, “Dia tidak mendapatkan apa-apa. Orang itu mengulangi lagi pertanyaannya sampai tiga kali. Tetapi Rasulullah SAW tetap menjawabnya, “Ia tidak menerima apaapa!” Kemudian Beliau SAW bersabda,“Sesungguhnya Allah tidak menerima suatu amal perbuatan, kecuali yang murni dan yang mengharapkan ridha-Nya”. (HR. Abu Daud dan Nasa’i). Keterangan itu menjelaskan kepada kita agar meluruskan niat dalam beramal. Amal perbuatan sangat tergantung pada niat. Niat yang baik akan mendapatkan pahala, walaupun amalan itu sangat kecil. Tetapi niat yang buruk akan mendapatkan dosa walaupun amalan itu sangat besar menurut syariat. Berjihad merupakan amalan yang sangat besar dan memerlukan pengorbanan yang sangat besar pula, baik harta maupun tenaga, bahkan bisa mempertaruhkan nyawa. Pahalanya pun luar bisa. Mati syahid merupakan mati yang paling mulia. Tetapi, jika niatnya buruk, umpamanya karena niat ingin disebut sebagai pejuang yang hebat, maka hasil yang didapatkan adalah kehinaan dan kesengsaraan di akherat nanti. Demikian pula ikhlas merupakan dasar dari amalan hati, sedangkan pekerjaan anggota tubuh lainnya mengikut padanya dan menjadi pelengkap baginya. Ikhlas dapat membesarkan amal yang kecil hingga menjadi seperti gunung. d. Jihad Jihad di jalan Allah SWT adalah mengerahkan segala kemampuan dan tenaga untuk memerangi orang-orang kafir dengan tujuan mengharap ridha Allah SWT dan meninggikan kalimat-Nya. Yang terpenting jihad adalah amal kebaikan yang Allah syari’atkan dan menjadi sebab kokoh dan kemuliaan umat islam. Sebaliknya (mendapatkan



kehinaan) bila umat Islam meninggalkan jihad di jalan Allah, sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang shohih :



ّ ‫صلّى‬ ّ ‫ع َليه‬ ‫عن‬ ُ ‫سمعتُ قَا َل‬ ُ ‫َللا َر‬ َ ‫ع َم َر ابن‬ َ ‫سلّ َم‬ َ ‫سو َل‬ َ ‫َوأَخَذتُم بالعينَة تَبَايَعتُم إذَا يَقُو ُل َو‬ َ ُ‫َللا‬ َ ّ‫سل‬ ّ ‫ط الج َهادَ َوت ََركتُم ب‬ ّ ‫علَي ُكم‬ ‫الزرع َو َرضيتُم أَذنَابَالبَقَر‬ ُ ‫دين ُكم إلَى ت َرجعُوا َحتّى يَنز‬ َ ‫عهُ ًَل ذُ ًّل‬ َ ُ‫َللا‬



Dari Ibnu Umar beliau berkata: “Aku mendengar Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila kalian telah berjual beli ‘inah, mengambil ekor sapi dan ridho dengan pertanian serta meninggalkan jihad maka Allah akan menimpakan kalian kerendahan (kehinaan). Allah tidak mencabutnya dari kalian sampai kalian kembali kepada agama kalian.” (HR. Abu Daud) Sedangkan Pengertian jihad menurut para ulama seperti Ibnu Qadama Al Maqdisi, Ibnu Taymiyyah dan Ibnu Aabideen: “Perjuangan dengan segenap usaha hanya karena Alloh, dengan jiwa, didukung dengan harta, perkataan, mengumpulkan bantuan para Mujahidin atau dengan cara yang lain untuk membantu perjuangan” (seperti halnya melatih orang). Mereka mengambil dari ayat, “...Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan dirimu…..” (QS. 9:41), sebagai keterangan dari pengertian tersebut. Di samping juga jihad bukanlah perkara mudah bagi jiwa dan memiliki hubungan dengan pertumpahan darah, jiwa dan harta yang menjadi perkara agung dalam Islam sebagaimana disampaikan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya,



َ ‫فَ ِإنَّ ِد َما َءكُمَّ ََّو أَع َرا‬ ‫علَيكُمَّ َح َرامَّ َك ُحر َم َِّة يَو ِمكُمَّ َهذَا فِي‬ َ َّ‫ضكُمَّ َوأَم َوالَكُم‬ ََّ‫ت قَالُوا نَ َعمَّ ق‬ َُّ ‫شَه ِركُمَّ َهذَا فِي َبلَ ِدكُمَّ َهذَا ِإ َلى َيو َِّم تَلقَونَ َربكُمَّ أ َ ََّل َهلَّ َبلغ‬ ‫ب فَ ُربَّ َُّم‬ ََّ ِ‫ا ََّل الل ُهمَّ اش َهدَّ فَليُبَ ِلِّغَّ الشا ِه َُّد الغَائ‬ ُ ‫ب بَع‬ َّ‫اب بَعض‬ ََّ َ‫ضكُمَّ ِرق‬ َُّ ‫ارا يَض ِر‬ ََّ َ‫امعَّ ف‬ ِ ‫س‬ َ َّ‫بَلغَّ أَوعَى ِمن‬ ً ‫ل تَر ِجعُوابَعدِي كُف‬



“Sesungguhnya darah, kehormatan dan harta kalian diharamkan atas kalian (saling menzholiminya) seperti kesucian hari ini, pada bulan ini dan di negri kalian ini sampai kalian menjumpai Robb kalian. Ketahuilah apakah aku telah menyampaikan ?” Mereka menjawab, “Ya”. Maka beliau pun bersabda, “Ya Allah persaksikanlah, hendaklah orang yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir, karena terkadang yang disampaikan lebih mengerti dari yang mendengar langsung. Maka janganlah kalian kembali kufur sepeninggalku, sebagian kalian saling membunuh sebagian lainnya.” (Muttafaqun ‘Alaih) e. Amanah Kata amanah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai sesuatu yang dipercayakan (dititipkan) kepada orang lain. Definisi amanah tersebut memberikan pengertian bahwa setiap amanah selalu melibatkan 2 pihak yaitu si pemberi amanah dan si penerima amanah. Lebih jelasnya, hubungan keduanya dapat dijelaskan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya manusia secara individu diberi amanah berupa umur oleh Allah. Pertanyaannya adalah digunakan untuk apa umur tersebut? Apakah umur itu digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat seperti bekerja, melaksanakan ibadah puasa, membaca Al Qur’an, dan yang lainnya. Bila kita sebagai individu sudah melaksanakan amanah tersebut sesuai tuntunan-Nya, maka kita pantas disebut orang yang dapat dipercaya alias bisa menjalankan amanah dari-Nya. Sebaliknya bila kita



salah menggunakan amanah tersebut misalnya bermalas-malasan, tidak mau bekerja, hanya berdiam saja di rumah, maka kita oleh Allah dianggap orang yang tidak dapat dipercaya alias tidak beramanah seperti dalam firman Allah, yaitu: Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu Mengetahui.” (QS. Al-Anfaal: 27) Selain itu, contoh lainnya dalam kehidupan sehari-hari seperti dalam berorganisasi. Adakah amanah di dalamnya? Tentu ada. Amanah apa yang dipikul seorang pemimpin atas anggota yang dipimpinnya. Tidak lain adalah mengajak, membimbing, dan mengarahkan anggotanya untuk berperilaku sesuai tuntunan Allah dan Rasul-Nya sehingga mereka tidak hanya sejahtera di dunia juga di akhirat. Oleh karena itu, menjadi pemimpin umat beragama tidaklah mudah karena setiap kata dan tindakannya akan dimintai pertanggungjawaban baik di dunia apalagi di akhirat kelak. Seperti lazimnya dilakukan oleh organisasi, hal tersebut direalisasikan dalam bentuk Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ). LPJ itu lah yang merupakan wujud amanah yang diemban oleh sang pemimpin dan jajarannya. Jadi, amanah tidaknya seseorang pemimpin bukan dilihat dari penampilan fisik, materi atau keturunan, tetapi lebih ditentukan oleh kinerja. Misalnya bagaimana sang pemimpin mampu memobilisasi (menggerakkan) anggota serta mengorganisir sedemikian rupa sehingga mampu memberdayakan potensi anggota untuk kemaslahatan bersama sehingga yang menjadi tujuan utama adalah untuk kepentingan umum, bukan kepentingan pribadi. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa amanah bisa diperlihatkan dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari seperti kehidupan individu, keluarga, masyarakat, hingga negara. Dan setiap amanah yang diemban oleh individu akan dimintai pertanggungjawaban baik di dunia maupun di akhirat. Jika tidak melaksanakan amanah dengan baik maka ia tidak memiliki iman yang kuat. f. As-Shidqu Butir ini mengandung arti kejujuran / kebenaran, kesungguhan dan keterbukaan. Kejujuran/ kebenaran adalah satunya kata dengan perbuatan, ucapan dengan pikiran. Apa yang diucapkan sama dengan yang di bathin. Jujur dalam hal ini berarti tidak plin-plan dan tidak dengan sengaja memutarbalikkan fakta atau memberikan informasi yang menyesatkan. Dan tentu saja jujur pada diri sendiri. Termasuk dalam pengertian ini adalah jujur dalam bertransaksi dan jujur dalam bertukar pikiran. Jujur dalam bertransaksi artinya menjauhi segala bentuk penipuan demi mengejar keuntungan. Jujur dalam bertukar pikiran artinya mencari mashlahat dan kebenaran serta bersedia mengakui dan menerima pendapat yang lebih baik. Tetapi dalam hal tertentu memang diperbolehkan untuk menyembuhkan keadaan sebenarnya atau menyembunyikan informasi seperti telah di singgung di atas. Diperbolehkan pula berdusta dalam menguasahakan perdamaian memecahkan masalah kemasyarakatan yang sulit demi kemaslahatan umum. Singkat kata: dusta yang dihalalkan oleh syara’ .



Setiap muslim hendaklah memiliki sifat dan sikap jujur, yakni adanya kesatuan antara ucapan dan perbuatannya, apa yang dilahirkan senantiasa sama dengan apa yang ada di dalam batinnya. Dengan kata lain, tidak boleh bagi setiap muslim bertindak dan berbuat sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang diucapkannya. Firman Allah SWT:



َ‫صا ِد ِقين‬ َّ ‫َّللاَ َوكُونُوا َم َع ال‬ َّ ‫َيا أَيُّ َها الَّ ِذينَ آ َمنُوا اتَّقُوا‬ “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar”. (QS. At-Taubah: 119)



َ‫ص َدقُوا َوأُولَئِكَ ُه ُم ا ْل ُمتَّقُون‬ َ َ‫أُولَئِكَ الَّ ِذين‬ “Mereka itulah orang yang bersungguh-sungguh dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa” (QS. Al-Baqarah: 177).



َ‫َّللاِ أ َ ْن تَقُولُوا َما ال ت َ ْفعَلُون‬ َّ ‫َكبُ َر َم ْقتًا ِع ْن َد‬ “Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan” (QS. As-Shaf: 3) g. Al-Amanah wal-Wafa bil ‘ahd Butir ini memuat dua istilah yang saling terkait, yakni al-amanah dan al-wafa’ bil ’ahdi. Yang pertama secara lebih umum maliputi semua beban yang harus dilaksanakan, baik ada perjanjian maupun tidak, sedang yang disebut belakangan hanya berkaitan dengan perjanjian. Kedua istilah ini digambungkan untuk memperoleh satu kesatuan pengertian yang meliputi: dapat dipercaya, setia dan tepat janji. Dapat dipercaya adalah sifat yang diletakkan pada seseorang yang dapat melaksanakan semua tugas yang dipikulnya, baik yang bersifat diniyah maupun ijtima’iyyah. Dengan sifat ini orang menghindar dari segala bentuk pembekalaian dan manipulasi tugas atau jabatan. Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat. sifat dapat dipercaya, setia dan tetap janji menjamin itegritas pribadi dalam menjalankan wewenang dan dedikasi tehadap tugas. Sedangkan al-amanah wal wafa bil ’ahdi itu sendiri, bersama-sama dengan ash-shidqu, secara umum menjadi ukuran kredebilitas yang tinggi di hadapan pihal lain: satu syarat penting dalam membangun berbagai kerjasama. Kedua istilah tersebut mengandung pengertian yang sama yaitu dapat dipercaya, setia dan menepati janji. Namun amanah memiliki pengertian yang lebih



umum meliputi semua beban yang harus dilaksanakan, baik ada perjanjian maupun tidak, sedangkan al-wafa bil ahdi hanya berkaitan dengan sesuatu yang di dalamnya terdapat perjanjian. Firman Allah SWT: ‫ت إِلَى أَ ْه ِلهَا‬ ِ ‫َّللاَ يَأ ْ ُم ُر ُك ْم أَ ْن ت ُ َؤدُّوا األ َمانَا‬ َّ َّ‫إِن‬ “Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu sekalian untuk menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya”. (QS. An-Nisa: 58). ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا أَ ْوفُوا بِا ْلعُقُو ِد‬ “Hai orang-orang yang beriman, tepatilah perjanjian-perjanjian itu”. (QS. AlMaidah: 1). h.



Al-‘Adalah



Bersikap adil (al’adalah) mengandung pengertian obyektif, proposional dan taat asas. Bitir ini mengharuskan orang berpegang kepad kebenaran obyektif dan memnempatkan segala sesuatu pada tempatnya. Distorsi penilaian sangat mungkin terjadi akibat pengaruh emosi, sentimen pribadi atu kepentingan egoistic. Distorsi semacam ini dapat menjeruamuskan orang kedalam kesalahan fatal dalam mengambil sikap terhadap suatu persolan. Buntutnya suadah tentu adalah kekeliruan bertindak yang bukan saja tidak menyelesaikan masalah, tetapi bahkan menambah-nambah keruwetan. Lebih-lebih jika persolan menyangkut perselisihan atau pertentangan diantara berbagai pihak. Dengan sikap obyektif dan proporsional distorsi semacam ini dapat dihindarkan. 58. Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat. Implikasi lain dari al-’adalah adalah kesetiaan kepada aturan main (correct) dan rasionalitas dalam perbuatan keputusan, termasuk dalam alokasi sumberdaya dan tugas (the right man on the right place). “Kebijakan” memang sering kali diperlukan dalam mengangani masalah –masalah tertentu. Tetapi semuanya harus tetap di atas landasan (asas) bertindak yang disepakati bersama. Al-Adalah yaitu bersikap adil serta memberikan hak dan kewajiban secara proporsional. Bersikap adil dalam menempatkan sesuatu pada tempatnya, berpihak kepada kebenaran, menyalahkan yang salah dan membenarkan yang benar. Bersikap adil dituntut dari semua pihak terlebih-lebih dari penguasa, hakim, pimpinan, kepala keluarga dan orang alim dalam berfatwa. Firman allah SWT:



‫ان‬ َ ْ‫َّللاَ َيأ ْ ُم ُر ِبا ْل َع ْد ِل َواإلح‬ َّ َّ‫ِإن‬ ِ ‫س‬



“Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu sekalian untuk berbuat adil dan kebaikan”. (QS. An-Nahl: 90). i. At-Ta’awun At-ta’awun merupakan sendi utama dalam tata kehidupan masyarakat : manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan pihak lain. Pengertia ta’awun meliputi tolong menolong, setia kawan dan gotong royong dalam kebaikan dan taqwa. Imam al-Mawardi mengaitkan pengertia al-birr(kebaikan) dengan kerelaan manusia dan taqwa dengan ridla Allah SWT. Memperoleh keduanya berarti memperoleh kebahagiaan yang sempurna. Ta’awun juga mengandung pengertian timbal balik dari masing-masing pihak untuk memberi dan menerima. Oleh karena itu, sikap ta’awun mendorong setiap orang untuk berusaha dan bersikap kreatif agar dapat memiliki sesuatu yang dapat disumbangkan kepada orang lain dan kepada kepentingan bersama.



‫ان‬ َ ‫اونُوا‬ َ ‫اونُوا‬ َ َ‫علَى ا ْلبِ ِر َوالت َّ ْق َوى َوال تَع‬ َ َ‫َوتَع‬ ِ ‫علَى اإلثْ ِم َوا ْلعُد َْو‬ “Dan tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan takwa, dan janganlah kamu tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan”. (QS. Al-Maidah: 2). j. Istiqamah Istiqomah mengandung pengertian ajeg-jejeg, berkesinambungan, dan berkelanjutan. Ajeg-jejeg artinya tetap dan tidak bergeser dari jalur (thariqah) sesuai dengan ketentuan Allah SWT dan rasul-Nya, tuntunan yang diberikan oleh salafus shalih dan aturan main serta rencana-rencana yang disepakati bersama. Kesinambungan artinya keterkaitan antara satu kegiatan dengan kegaiatan yang lain dan antara satu periode dengan periode yang lain sehingga kesemuanya merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan dan saling menopang seperti sebuah bangunan. Sedangkan makna berkelanjutan adalah bahwa pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut merupakan proses yang berlangsung terus menerus tanpa mengalami kemandekan, merupakan suatu proses maju (progressing) bukannya berjalan di tempat (stagnant). Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” Kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, Maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: “Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang Telah dijanjikan Allah kepadamu”. (QS. Fushshilat [41]: 30) al-istiqamah yang mengandung arti konsisten, ajeg, kesinambungan dan keberlanjutan.



Keajegan berarti tetap dan tidak bergeser dari jalur sesuai dengan yang ditentukan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya serta tuntunan yang diberikan oleh as-Salafus Shalih. Sedangkan kesinambungan artinya keterkaitan antara satu kegiatan dengan kegiatan yang lain, serta antara periode satu dengan periode yang lain, sehingga semuanya merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan dan saling menopang. Adapun keberlanjutan adalah proses pelaksanaan secara terus menerus dan tidak mengalami kemandegan. Firman Allah SWT:



‫علَي ِْه ُم ا ْل َمال ِئكَةُ أَال ت َ َخافُوا َوال تَحْ َزنُوا َوأ َ ْبش ُِروا‬ َ ‫ستَقَا ُموا تَتَنز ُل‬ ْ ‫َّللاُ ث ُ َّم ا‬ َّ ‫ِإنَّ الَّ ِذينَ قَالُوا َربُّنَا‬ َ‫ع ُدون‬ َ ‫ِبا ْل َجنَّ ِة الَّتِي ُك ْنت ُ ْم تُو‬ “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu”. (QS. Al-Fushilat: 30). k. Ta’aruf Dalam pergaulan sehari-hari sering kita dengar ungkapan “tidak kenal maka tidak sayang”. Hal tersebut berlaku untuk apa saja baik itu dalam perdagangan, perumahan, lingkungan masyarakat dan lain-lain. Begitu juga dengan sesama manusia, kalau kita belum kenal mungkin kita punya dzan (sangkaan) yang bermacam-macam. Orang kita sangka baik ternyata belum tentu baik, orang yang kita sangka buruk belum tentu buruk, oleh karena itu supaya tidak punya dzan yang bermacam-macam, sabaiknya kita memperkenalkan diri. Perkenalan bukan hanya dari segi nama saja, tetapi dari berbagai aspek baik itu keluarga, pendidikan, agama, pekrjaan dan lain-lain. Itulah makna kita saling kenal mengenal yang dalam bahasa arab disebut Ta’aruf. Ta’aruf dapat di artikan saling mengenal, saling mengetahui manusia satu dengan manusia lain. Saling kenal mengenal tersebut harus didasari dengan kemanusiaan, persaudaraan kecintaan serta ketakwaan kepada Allah swt . tanpa membedakan ras, keturunan, warna kulit, pangkat jabatan maupun agama. Dalam ta’aruf perbedaa-perbedaan itu harus kita jauhkan dan di ganti dengan kasih sayang. Atas kodrat dan irodat Allah, kita lajir didunia yang memiliki berbagai macam perbedaan-perbedaan baik bentuk fisik, warna kulit, rambut, suku bangsa, maupun yang dibentuk oleh manusia itu sendiri seperti kelompok buruh, majikan dan lainlain. Adanya perdaan itu jangan dijadikan alasan untuk permusuhan dan pertentangan akan tetapi harus dijadikan sarana saling kenal mengenal. Ajaran tentang persaudaraan dan saling kenal mengenal antar manusia harus dilandasi dengan landasan yang amat luas. Yang dituju disini bukan hanya kaum mukmin, malinkan manusia pada umumnya yang mereka itu seakan-akan satu keluarga dan terbagi menjadi bangsa, kebilah dan keluarga. Supaya perkenalan menjadi persaudaraan semakin erat, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dan kita kerjakan, yaitu sebagai berikut: a. Jaga persatuan dan kesatuan, karena pada dasarnya setiap muslim itu adalah saudara.



b. c. d.



Sebarkan salam, beri makan dan sambung tali persaudaraan. Segala urusan dimusyawarahkan Lemah lembut dan berseri-seri.



l. Tafahum Tafahum artinya saling memahami keadaan seseorang, baik sifat watak maupun latar belakang seseorang. m. Toleransi Secara bahasa toleransi artinya bersabar, menahan diri dan membiarkan. Toleransi menghendaki agar kerukunan hidup diantara manusia yang bermacammacam paham, keyakinan dapat terhindar dari sifat-sifat kaku, bahkan menjurus pada sikap-sikap permusuhan. Pada dasarnya, tujuan utama dalam toleransi adalah terciptanya kerukunan hidup antar manusia, dan dalam agama Islam juga diajarkan bahkan merupakan sesuatu ajaran yang sangat prinsip diantara ajaran-ajaran yang lain. Tuuan yang demikian ini merupakan tujuan utama dari agama Islam dimuka bumi ini dan sesuai pula dengan kata “Islam” yang berarti “damai” yaitu damai dengan sesama umat manusia. n. Qona’ah Qona’ah artinya rela menerima dan merasa cukup dengan apa yang dimiliki, serta menjauhi diri dari sifat tidak puas dan merasa kurang yang berlebihan. Qona’ah bukanberarti hidup bermalas-malasan, tidak mau berusaha sebaikbaiknya untuk meningkatkan kesejahteraan hidup. Justru orang qona’ah itu selalu giat berusaha dan bekerja, namun apabila hasilnya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, ia akan tetap rela hati menerima hasil tersebut dengan rasa syukur kepada Allah. Sikap yang demikian itu akan mendatangkan rasa ikhlas dalam hidupnya dan jauh dari sifat tamak.



BAB III PENUTUP 3.1.



Kesimpulan Jadi dari penjabaran yang telah kita uraikan dalam materi diatas, dapat kita berikan kesimpulan akhlak tersebut merupakan sutu bentuk atau cerminan yang tertatanam dalam diri seseorang dan hal tersebut terealisasi dalam kehidupannya sehari – hari. Adapun bentuk dari akhlak terpuji tersebut ada beberapa bagian, diantaranya sebagai berikut; zuhud, tawaqal, ikhlas, jihad, amanah, as-shidqu, al-amanah, atta’awum, istiqomah, ta’aruf, tafahum, toleransi, dan qona’ah. Semuanya itu memiliki sisi positif dari pergaulan yang kita lakukan, baik dalam melakukan hubungan yang bersifat horizontal atau dalam melakukan hubungan dengan Allah SWT atau dalam melakukan hubungan secara vertikal yaitu dalam melakukan hubungan atau bergaul antar sesama Manusia.



3.2.



Saran Dari pembahasan yag telah kami sajikan diatas, kami berharap mudah – mudahan setelah kita mempelajari pelajaran mengenai akhak terpuji ini, agar bisa kita jadikan sebagai rujukan dalam melakukan pergaulan dalam kehidupan baik berhubungan dengan Allah atau bergaul antar sesama manusia, kemudian juga kami selaku pemakalah berharap kepada segenap pembaca makalah ini, agar jangan mengambil rujukan hanya terfokus kepada materi yang telah kami sajikan dalam makalah ini saja, akan tetapi mari kita sama – sama aktif dalam mencari buku – buku dan sumber lainnya yang membahas masalah akhlak terpuji ini secara mendalam, sehingga lebih memantapkan pengetahuan kita mengenai pembahasan akhlak terpuji tersebut.



DAFTAR PUSTAKA Syeikh Ibrahim Jalhum. 2003. Pelita As-Sunnah Petunjuk Jalan Bagi Kaum Muslimin. Bandung. Pustaka Setia Mustofa H. 1997. Filsafat Islam. Bandung: Pustaka Setia Nata, Abuddin. 2010 .Akhlak Tasawuf. Jakarta : Rajawali Pers



MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM “AKHLAQَّTERPUJI” Disusun guna memenuhi tugas Pendidikan Agama Islam Kelas XII IPA



Oleh : Kelompok IV Anggota : 1. TATA DWINITA 2. MARDANA 3. ANRI 4. ANSAR



SMA NEGERI 1 TINAMBUNG TAHUN 2017-2018