Makalah-Perkembangan Minangkabau Pasca Kemerdekaan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH SEJARAH KEBUDAYAAN MINANGKABAU “Perkembangan Minangkabau Pasca Kemerdekaan”



DOSEN PEMBIMBING : Hendra Naldi,SS,M.Hum Uun Lionar,S.Pd, M.Pd OLEH : KELOMPOK 7 ALDI YUHERMAN 18046101 DIANA PUTRI NENGSI 18046138 FAUZI BURHAN 18046065 RISSA AFRILIA ROSANTI 18046035



JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI PADANG 2020 1



KATA PENGANTAR



Puji syukur atas kehadiran Allah SWT. Yang telah memberikan rahmat, taufiq, hidayah, dan inayah, serta ridho-Nya kepada kita khusunya bagi penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Sejarah Kebudayaan Minangkabau yang berjudul “Perkembangan Minangkabau Pasca Kemerdekaan” dengan baik salawat bersertakan salam semoga tetap tercurahkan kepada Rasullullah Muhammad Saw, beserta keluarganya yang telah membimbing manusia untuk meneliti jalan lurus menuju kejayaan dan kemuliaan .Penulis mengucapkan terimakasih kepada orang –orang yang membantu penyusunan laporan makalah ini, di susun dengan maksud memenuhi tugas kelompok dalam mata kuliah Sejarah Kebudayaan Minangkabau. Penulis menyadari bahwa makalah yang penulis susun ini masih jauh dari kesempurnaan oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik-kritik dan saran-saran yang sifatnya membangun, sehingga untuk masa yang akan datang makalah ini akan sempurna. Semoga semua hasil jerih payah kita semua di balas oleh Allah SWT dengan pahala yang setimpal juga, aamiin.



Padang, November 2020



Penulis



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR...............................................................................2 DAFTAR ISI...............................................................................................3 BAB I PENDAHULUAN...........................................................................4 A. Latar Belakang................................................................................4 B. Rumusan masalah...........................................................................4 C. Tujuan.............................................................................................4 BAB II PEMBAHASAN...........................................................................5 A. Periode Revolusi Fisik....................................................................5 B. Periode Demokrasi Liberal.............................................................7 C. Periode Demokrasi Terpimpin........................................................11 BAB III PENUTUP....................................................................................18 A. Kesimpulan.....................................................................................18 B. Krtitik dan Saran.............................................................................19 DAFTAR PUSTAKA.................................................................................20



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Pasca kemerdekaan Republik Indonesia, kondisi negara masih belum stabil. Banyak permasalah yang belum diatasi. Bangsa Indonesia masih terus berjuang dalam menghadapi agresi penjajah Belanda untuk yang kedua kalinya ingin menguasai Indonesia. Negara Republik Indonesia sudah sah memiliki kemerdekaannya, baik secara de facto maupun de yure. Namun, jalannya pemerintahan masih terbilang belum stabil. Pancasila sebagai dasar negara dan sistem liberal atau demokrasi parlementer. Kurun waktu Agustus 1945 – Desember 1947 menjadi masa-masa paling berat bagi para pejuang dalam kemerdekaan Indonesia setelah diproklamasikan pada 17 Agustus 1945. Pihak Belanda bersama sekutunya, dan Jepang, masih berupaya mengambil alih kekuasan. Pertempuran pun pecah di sejumlah daerah. Strategi gerilya dan diplomasi. Tak terkecuali dengan Sumatra Barat yang mayoritasnya dihuni oleh suku Minang. Disana juga terdapat pergolakkan , penolakan dan perjuangan mempertahankan NKRI. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana perkembangan Minangkabau Periode Revolusi Fisiki? 2. Bagaimana perkembangan Minangkabau periode Demokrasi Liberal? 3. Bagaimana perkembangan Minangkabau Periode Demokrasi terpimpin C. Tujuan Untuk mengetahui perkembangan Minangkabau periode Revolusi fisik, Demokrasi Liberal, Demokrasi terpimpin.



BAB II PEMBAHASAN



A. Perkembangan Minangkabau Periode Revolusi fisik Keresidenan Sumatera Barat memang bukanlah satu-satunya daerah yang mendapat kabar awal mengenai kemerdekaan Indonesia, tetapi Keresidenan Sumatera Barat memiliki potensi konflik internal yang lebih kecil jika dibandingkan dengan yang terjadi di banyak daerah revolusi di Sumatera waktu itu. Semangat pemuda yang begitu besar dan penuh inisiatif menimbulkan terciptanya beberapa organisasi kepemudaan, sebagai muara yang memperjelas arah perjuangan. Organisasi kepemudaan tersebut selanjutnya diharapkan dapat menjadi nyawa dan memberikan sumbangsih dalam pemerintahan daerah. Wilayah Keresidenan Sumatera Barat dapat dikatakan sebagai salah satu pos terdepan Republik Indonesia di Sumatera, dibandingkan dengan daerah lain di Sumatera. Para pemuda dan pemimpin di Keresidenan Sumatera Barat juga tampaknya lebih siap dan relatif berhasil mempersatukan berbagai kelompok kekuatan revolusi. Tanggal 18 Agustus 1945 Ismael Lengah, A. Manan, A. Abdul Latief Chatib Soelaeman, Engku Abdullah dan Inyak Bas Bandaro bertemu di Padang untuk membahas perlunya sebuah badan yang nanti mampu menopang, mendukung serta melindungi kegiatan pemberitaan proklamasi secara jelas sekaligus menghilangkan keragu-raguan masyarakat. Ismael Lengah yang mengusulkan gagasan tersebut langsung mengusulkan sebuah nama BPPI7 dan keesokan harinya badan tersebut ditetapkan. Sementara itu di Bukittinggi diadakanlah sebuah rapat yang didasari oleh rasa persatuan dan jiwa kemerdekaan. Rapat tersebut berlangsung tanggal 21 Agustus 1945 dan berlangsung di Gedung Majelis Islam Tinggi. Pada rapat tersebut disepakatilah oleh para pemuda untuk membentuk sebuah organisasi yang dinamakan Pemuda Indonesia (PI). Ada perbedaan antara BPPI di Padang dan PI7 BPPI adalah sebuah badan yang menjadi wadah perjuangan yang mencerminkan peranan pemuda, dibentuk tanggal 19 Agustus 1945 di Pasar Mudik dengan jumlah peserta yang hadir sebanyak 50 orang. Tugas BPPI adalah menampung segala persoalan dan memberikan penjelasan tentang



proklamasi kemerdekaan. Pada perkembangannya, pemuda yang tergabung di dalam BPPI dan PRI sangat memberikan pengaruh dalam terbentuknya lembaga pemerintahan di Keresidenan Sumatera Barat. Atas dasar desakan untuk membangun pemerintahan yang merdeka maka para pemuda merancang pertemuan yang membahas tentang penggantian Hokokai sebagai wadah perjuangan. Hokokai dinilai tidak mencerminkan lembaga yang memihak Indonesia, melainkan alat propaganda Jepang. Hokokai juga tidak mewakili jiwa revolusi yang menyelimuti jiwa dari setiap rakyat Sumatera Barat pada umumnya serta kaum muda pada khususnya. Rapat yang membahas tentang pembentukan lembaga-lembaga negara dan pemerintahan di Keresidenan Sumatera Barat sebenarnya sudah dimulai sejak tanggal 18 Agustus 1946, namun pada waktu itu belum ada kejelasan lembagalembaga apa saja yang harus mereka bentuk. Di Jakarta pembicaraan mengenai pembentukan lembaga negara dan pemerintahan baru terjadi tanggal 19 Agustus 1945, dengan salah satu agendanya adalah mengenai pembentukan sebuah komite nasional yang bertugas membantu Presiden dalam menjalankan roda pemerintahan. Tanggal 22 Agustus 1945 akhirnya resmi dibentuk sebuah badan yang bernama Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Setelah KNIP terbentuk, maka kepada daerah-daerah juga diinstruksikan agar secepatnya membentuk Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID) untuk membantu pelaksanaan tugas Gubernur, Residen dan Bupati sesuai dengan tingkatannya. Pembicaraan tentang pembentukan KNID di Keresidenan Sumatera Barat diadakan tanggal 29 Agustus 1945 di gedung Seikangansyu Hokokai, Padang. Empat puluh satu mantan anggota Hokokai di tingkat keresidenan bertemu. Adapun susunan anggota pengurus Komite Nasional Indonesia Daerah Sumatera Barat (KNID-SB) pertama yang berhasil dibentuk tanggal 31 Agustus 1945 di Alang Laweh. Keesokan harinya tanggal 30 Agustus 1945 KNID-SB resmi dibentuk melalui rapat di Alang Lawas, Padang. Setelah KNID-SB terbentuk kemudian dibentuk pula ranting-ranting KNID di daerah tingkat afdeeling (kabupaten), kecamatan sampai ke nagari-nagari. Rapat ini menjadi rapat KNID-SB tingkat keresidenan yang pertama, rapat ini juga membahas tugas KNID-SB sebagai badan yang menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan sampai dibentuknya Residen.



Kehadiran KNID-SB dan KNID di daerah-daerah tingkat afdeeling adalah refleksi dari kebulatan tekad masyarakat Keresidenan Sumatera Barat untuk segera mempunyai tatanan pemerintahan sendiri dan menegakkan kemerdekaan serta kedaulatan Republik Indonesia. Selama berbulan-bulan setelah proklamasi, pembentukan KNID di keresidenan dan setiap kewedanaan sampai ke tingkat nagari merupakan peristiwaperistiwa sipil paling penting di seluruh wilayah Keresidenan Sumatera Barat. Sesuai dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 1945 tanggal 23 November 1945, KNID tingkat karesidenan kemudian membentuk KNID kewedanaan yang dilanjutkan dengan KNID cabang di berbagai nagari. Namun di beberapa desa, umumnya para pemudalah dan tokoh masyarakat yang berinisiatif mendirikan KNID pada rapat-rapat umum nagari. KNID di berbagai nagari ini betugas bersama-sama dengan dipimpin Kepala Daerah menjalankan pekerjaan rumah tangga daerahnya, tentu tetap dalam jalur peraturan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang lebih luas. Tanggal 15 Oktober 1945 diadakanlah Konprensi Pemerintah Keresidenan Sumatera Barat untuk pertama kalinya di gedung Balai Kota Padang. Pertemuan ini diharapkan dapat mengukuhkan kedudukan pemerintah Keresidenan dan mempererat hubungan di kalangan pejabat daerah. Konprensi tersebut dihadiri oleh seluruh pejabat kantor residen, kepala-kepala Luhuk (Kabupaten), Demang (Wedana) dan kepala-kepala polisi di wilayah Keresidenan Sumatera Barat. Salah satu keputusan penting dalam konprensi tersebut adalah pengangkatan sumpah jabatan yang tetap setia kepada pemerintah Republik Indonesia.



B. Perkembangan



Minangkabau



Periode



Demokrasi



Liberal 1. PDRI (1948-1949) Pada awal perkembangan pemerintahan di Sumatera, Sumatera Barat merupakan wilayah yang berada di Propinsi Sumatera Tengah. Setelah adanya pengakuan kedaulatan oleh Belanda pada tahun 1949 Propinsi Sumatera dimekarkan menjadi tiga Propinsi, yaitu Propinsi Sumatera Tengah, Propinsi Sumatera Utara dan Propinsi Sumatera Selatan. Setelah adanya pemekaran tersebut keresidenan Sumatera Barat, Jambi dan Riau ikut



kedalam Provinsi Sumatera Tengah. Ibukota Propinsi Sumatera Tengah adalah Bukit Tinggi. Setelah Indonesia merdeka terjadi pemekaran Keresidenan, Sumatera Barat berubah menjadi Provinsi Sumatera Barat dengan ibukota Padang.Sejak terjadinya Revolusi Nasional kota kota di Sumatera Barat sudah menjadi daerah yang mulai diawasi perkembangan nya oleh pemerintah pusat di Jawa, hal ini terjadi karena daerah Sumatera sangat baik untuk menjalankan pemerintahan. “Setelah terjadinya Agresi Militer Belanda I daerah kekuasaan Republik di Jawa menjadi semakin kecil dan pemerintahan Republik yang berkedudukan di Yogyakarta mulai melihat ke Sumatera sebagai daerah tempat mundur yang potensial seandainya Belanda berhasil menguasai pusat pusat Republik di Jawa. Sebelum terjadi



Agresi Militer Belanda



II, pemerintah



telah bersiap



untukmengahadapi kemungkinan terjadinya serangan militer dari Belanda. Pemimpin Republik di Jawa telah menduga kemungkinan Agresi Militer Belanda II dan telah membuat rencana menghadapi kemungkinan itu, pada bulan November 1948 Wakil Presiden, Muhamad Hatta mengajak Menteri Kemakmuran, Mr. Sjafrudin Prawiranegara ke Bukit Tinggi. Dan ketika Muhamad Hatta kembali ke Yogyakarta, Mr. Sjafrudin Prawiranegara tetap tinggal di Bukit Tinggi untuk mempersiapkan kemungkinan pembentukan sebuah pemerintahan darurat di Sumatera seandainya ibukota Republik di Jawa jatuh ke tangan Belanda. Pada tanggal 22 Desember 1948 Sjafrudin Prawiranegara mengumumkan berdirinya Pemerintahan Darurat Republik Indonesia ( PDRI ), Mr. Sjafrudin Prawiranegara sendiri sebagai Ketua, Gubernur Sumatera Mr.Tengku Muhamad Hasan sebagai wakil ketua dan Mr.Rasyid sebagai Menteri Keamanan. Kabinet mengangkat panglima Angkatan Darat, Laut dan Udara kemudian menunjuk perwakilan Republik Indonesia di India Mr. A.A Maramis sebagai menteri luar negeri dan menugaskannya agar membawa masalah Indonesia ke PBB, dan menunjuk perwakilan PDRI di Jawa di bawah pimpinan Sukiman, Kasimo dan Mr.Susanto semuanya itu adalah menteri dalam kabinet Hatta yang luput dari penangkapan Belanda ketika mereka menyerang Yogyakarta.



PDRI memainkan peranan penting dan menjamin bahwa perjuangan melawan Belanda tetap dipimpin oleh pemerintahan yang sah yang diakui oleh kaum Republik di seluruh



Nusantara.



Kegiatan



pemerintahan



yang



dilaksanakan



Mr.



Sjafrudin



Prawiranegara dan jajaran nya dengan melakukan kegiatan pemerintahan secara berpindah pindah dan kunjungan ke beberapa Nagari di Sumatera Barat merupakan kegiatan politik yang dilakukan Pemerintah (PDRI) dalam rangka memberikan dukungan moril dan menunjukan kepada rakyat bahwa pemerintah selalu dekat dengan Rakyat. Rakyat akan lebih nyaman, aman dan terlindungi karena dekat dengan Pemerintah. Begitu juga dengan pemerintah dapat melihat keadaan rakyat dan mendengar langsung kemauan rakyat pada saat keadaan darurat ( perang ). Pemerintahan Darurat Republik Indonesia ( PDRI ) telah membentuk program kerja dalam bidang pertahanan keamanan. Program kerja dalam bidang pertahanan keamanan ini adalah sebuah usaha untuk melawan dan menanggulangi serangan pasukan Belanda.Program kerja dalam bidang pertahanan keamanan antara lain : 1. Pembentukan Daerah Sub Komando A. Daerah Sub Komando A meliputi wilayah Padang Pariaman. Pasukan TNI yang beroperasi di daerah Padang Pariaman adalah Kompi Bakapak yang dipimpin oleh Muhamad Noer, Kompi Bakipek yang dipimpin oleh Zaidin Bahry, Kompi Yager dibawah pimpinan Yusuf Siraj, ALRI , BPNK 2. Pembentukan Daerah Sub Komando B Daerah Sub Komando B meliputi wilayah Solok Utara, Solok Selatan, Sawah Lunto, dan Alahan Panjang.Seperti di Daerah Sub Komando A , Sub Komando B juga dibagi atas beberapa pasukan dan Operasi Gerilya. 3. Pembentukan Daerah Sub Koamndo C Daerah Sub Komando C dibagi atas tiga sektor Sektor pertempuran Kerinci dibawah pimpinan Letda Murady, Sektor pertempuran Inderapura dibawah pimpinan Letda Imran, Sektor pertempuran Painan dibawah pimpinan Lettu Mugni Zein. 4. Mengatur pertahanan rakyat semesta Pertahanan Rakyat Semesta merupakan pertahanan yang diselenggarakan oleh Komando satuan dari tingkat paling bawah yang bekerja bersama Rakyat.



Yang aktif bertindak adalah para Komandan Brigade dan Komandan Resimen yang berkoordinasi dan mengawasi mereka, kemudian yang lebih penting lagi adalah menyelenggarakan perhubungan satu sama lain, Panglima Gubernur dan Gubernur Militer dengan Gubernur Sipil merancang rencana untuk fase fase selanjutnya sambil memelihara semangat bawahan dan rakyat umum nya. 5. Pembentukan Basis Gerilya Perang Gerilya yang dilaksanakan di Sumatera Barat tidak terlepas dari peranan Desa atau Nagari. Pasukan Keamanan setingkat Desa disebut dengan Badan Pengawal Nagari dan Kota ( BPNK ) dan Pasukan Mobil Teras ( PMT ) yang merupakan pasukan elit yang direkrut dari BPNK yang berada dibawah komando wali nagari dan camat ( Depdikbud, 1998 : 104 ). Dengan demikian terjadilah pemerataan persebaran pasukan TNI diseluruh Desa atau Nagari. Sebagai akibatnya medan pertempuran TNI meluas ke seluruh daerah di Sumatera Barat. Desa atau Nagari dijadikan sebagai Basis Gerilya karena dukungan masyarakat desa kepada Pasukan Republik yang sangat baik serta kondisi daerah yang sangat sulit ditembus oleh Pasukan Belanda. Partisipasi Petani di pedesaan dalam membiayai perjuangan ini tercermin dalam kesepakatan mereka untuk memberikan iuran perang. Pemungutan tersebut dilakukan oleh satu penitia Nagari 6. Pembentukan jaringan pertahanan logistic Untuk mendukung pelaksanaan tugas Tentara Nasional Indonesia ketika melaksanakan gerilya maka dibentuklah pertahanan logistik yang bertugas menyediakan bahan makanan dan keperluan perang lainnya. Peran rakyat pun sangat baik dalam mendukung perjuanagan yang dilakukan oleh TNI, langkah yang dilakukan oleh rakyat antara lain dalam penyediaan makanan yang dilakukan secara tersembunyi. Sebagian rakyat menyerahkan bantuan tidak hanya 10 % saja, bahkan apa yang ada semua diserahkan untuk keperluan perang. Pada beberapa tempat ditengah tengah rumah kosong telah tersedia makanan dalam bentuk ubi rebus, jagung rebus, dan lain lainnya yang disiapkan penghuninya pada waktu malam hari sedangkan pada siang hari



mereka pergi mengungsi, makanan itu disediakan untuk para pejuang yang lewat. 7. Pertahanan internal Semua pemuda yang berumur antara 17 sampai dengan 35 tahun yang tidak menjadi anggota laskar partai harus masuk badan ini, disitu mereka akan memperoleh latihan militer dari opsir tentara reguler, BPNK menjadi tempat berkumpulnya pemuda yang diberhentikan dari tentara dapat memainkan peranan aktif dalam mempersiapkan pertahanan setempat mereka. Tugas utama Badan Pengamanan Nagari dan Kota adalah untuk menjaga keamaan Nagari, siap menghadapi serangan Belanda, mengatur pemuda mengumpulkan dan membawa perbekalan untuk tentara dan menyelidiki musuh dari dalam dan luar kota. BPNK tidak hanya bertindak sebagai barisan keamanan karena juga mempunyai unsur jaringan komunikasi diseluruh wilayah. Pada tanggal 13 - 17 Mei 1949 PDRI mengadakan sidang Paripurna, Sidang Paripurna Kabinet PDRI di Silantai, Sumpur Kudus di daerah Ampalu. Di tempat itu berkumpul semua anggota Kabinet PDRI yang berada di Bidar Alam dan Koto Tinggi, untuk membicarakan reaksi PDRI terhadap prakarsa perundingan yang dilakukan oleh para pemimpin yang ditawan di Bangka (Pimpinan Soekarno Hatta). PDRI mengeluarkan pernyataan yang menolak prakarsa perundingan kelompok Bangka. Pemimpin sipil dan pemimpin militer sangat mencurigai maksud Belanda, yakni bahwa Belanda hanya mau berunding sewaktu Belanda mendapat tekanan dan segera sesudah Belanda memperkuat posisi militer Belanda akan kembali mengangkat senjata. Para pemimpin tersebut mengambil contoh pada saat disetujui dan dibatalkannya persetujuan Linggajati dan persetujuan Renville oleh Belanda.



C. Perkembangan Minangkabau Pasca Kemerdekaan Periode Demokrasi Terpimpin 1. PRRI 1958-1961 a. Latar Belakang PRRI Peristiwa PPRI ini merupakan peristiwa besar yang melibatkan masyarakat Minangkabau yang terjadi pada masa Demokrasi Terpimpin, yang



dilatar belakangi oleh berbagai bidang dalam pemerintahan pada saat itu yang tidak stabil terutama bidang politik, sosial dan militer. Politik pada saat itu belum lah stabil, banyak terjadi pemberontakan yang di awali pemberontakan PKI Madiun 1948, lalu APRA, Andi Aziz, RMS, DII/TI dan lainnya. Pemberontakan tersebut hanya segelintir penyebab tidak stabil nya pemerintahan pada saat itu. Bahkan setelah beberapa pemberontakan telah berhasil diredam lalu muncul lagi permasalahan baru yaitu kebijakan politik Bung Karno. Eksistensi PKI yang meningkat dapat kita lihat kedekatan PKI dengan Bung Karno ditambah beberapa posisi strategis dipemerintahan dipegang oleh kader PKI. Dan samng Preisedan secara resmi mengumumkan Demokrasi terpimpin melalui pidatonya pada tahun 1957, seperti yang sudah kita pahami bagaimana kedekatan antara PKI dengan Bung Karno yang sangat mesra. Hal ini semakin kuat tak kala Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 juli 1959 yang memperkuat Demokrasi terpimpinnya, dimasa ini lah PKI kian mesra dengan sang Presiden Soekarno ditambah dengan kebijakannya yang tidak sesuai dengan pancasila seperti NASAKOM dan menjadi Presiden seumur hidup. Kedekatan antara Bung Karno dengan PKI membuat banyak golongan tidak menyukainya karena seperti yang kita ketahui orang-orang PKI banyak tidak menyukainya. Kedekatan antara PKI dengan Bung Karno ini membuat sebagain golongan merasa takut bahwa pandangan Bung Karno sudah sama dengan pandangan ideologi komunis. Dan tak hanya itu birokrasi yang pada saat itu juga tidak baik karena sentralisasi sistem droping pegawai yang muncul pada saat kaniet Ali II yang berkuasa antara tahun 1955-1957 yang mendesak putra daerah untuk mengatur urusan daerah mereka masing-masing dan peranan mereka dipusat. Hal ini menyebabkan birokrasi pemerintah tidak memiliki kontrol yang mandiri sehingga para pejabat tersebut tidak terawasi yang akibat nya mereka leluasa melakukan tindakan seperti korupsi di daerah. Dengan begitu banyak terjadi tuntutan untuk otonomi daerah. Bidang militer ini di akibatkan dari kekacauan dalam tubuh angkatan darat, pemberontakan PRRI pada mulanya menyangkut tuntutan perbaikan kesejahteraan prajurit yang datang dari komando-komando daerah (Padang,



Medan dll). mereka mendesak agar KSAD agar melalukan pembangunan asrama dan perbaikan kesejahteraan prajurit, namun tidak dipenuhi. Dan tak hanya itu terjadi Konflik internal AD yang berawal dari peristiwa 17 Oktober 1952 dan peristiwa 27 Juni 1955. hal ini beruntut panjang yang membuat bahwa pemerintah ikut campur dalam menentukan personil atau saya sebut dengan politisasi dalam kubu militer hal ini yang akan merusak militer itu sendiri. Pada awal 1956 tokohtokoh militer dan sipil di Sumatera dan Sulawesi merasa kecewa atas alokasi anggaran pembangunan yang diterima dari pemerintah pusat amat sedikit. Akibat pembangunan daerah menjadi terhambat. Penyebab ini lah masuk dalam lingkup sosial, ketidakmerataan pembangunan yang dilakukan pemerintah pusat terhadap daerah di luar pulau Jawa. Kekecawaan mereka berkembang menjadi tidak percaya dengan pemerintahan pusat dan menuntut otonomi daerah. Gerakan tuntutan ini semakin menguat. Kemudian mereka membentuk dewan-dewan daerah sebagai alat perjuangannya. Dewan Banteng Di Sumatera Barat dibentuk oleh Letnan Kolonel Ahmad Husein (Komandan Resimen Infanteri 4) pada 20 Desember 1956. Dewan Gajah di Medan dibentuk oleh Kolonel Maludin Simbolon (Panglima Tentara dan Teritorium I TI-I) pada 22 Desember 1956, Dewan Garuda dibentuk pada 24 Desember 1956 di Sumatera Selatan yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Barlian (Panglima TI-II di Palembang), dan Dewan Manguni yang dibentuk oleh Letnan Kolonel Ventje Sumual (Panglima TI-VII) di Makassar pada 18 Februari 1957. Ketiga dewan yang ada di Sumatera ini bertemu dan melakukan kesepakatan yang melahirkan Piagam Banteng. Piagam ini berisi sejumlah tuntutan kepada pemerintah pusat yaitu otonomi yang seluas-luas dan pembangunan daerah (Sumatera Tengah) dan dibidang pertahan mereka menuntut agar di daerah Sumatera Tengah dibentuk komando pertahanan daerah dalam arti teritrorial, operatif dan administratif sesuai dengan pembagian adminitratif dari wilayah negara RI. Pada tanggal 20 Desember 1956 Ahmad Hueein sebagai ketua Dewan Banteng memutuskan untuk mengambil alih kekuasaan pemerintah daerah



Sumatera Tengah dari Gubernur Ruslan Muljohardirjo dan menyatakan diri sebagai pelaksana pemerintah daerah. b. Jalannya Pemberontakkan dan akhir dari pemberontakkan PRRI Pemberontakan PRRI ini yang sayap militernya Ahmad Husein menyatakan bahwa yang didirikan adalah pemerintah tandingan bukan negara baru. Kelompok ini merasa tidak puas dengan kepemimpinan Soekarno oleh berbagai sebab salah satunya kedekatan beliau dengan PKI. Terkait dengan masalah PRRI ini pemerintah dalam hal ini Presiden Soekarno mengeluarkan sikap pada tahun 1958 dengan setuju terhadap usulan rencana P.M. Ir. Djuanda dan KSAD. Mayjen. A.H. Nasution yaitu menyelesaikan konflik dengan senjata. Pada 19 Feburari 1958 Wakil Presiden Hatta bertemu langsung dengan Presiden Soekarno. Hatta mengusulkan untuk menyelesaikan konflik dengan PRRI melalui jalur perdamaian atau perundingan bukan dengan cara militer. Namun usulan tersebut ditolak oleh sang Presiden. Pada tanggal 20 Februari pemerintah melakukan operasi militer gabungan yang terbuka ke Jakarta. Keputusan pemerintah pusat melakukan operasi militer ini merupakan langkah yang diambil sehubung dengan selesai nya ulitimatum pemerintah pusat terhadap PRRI untuk menyerahkan diri. Pada tanggal 22 Febuari KSAD. A.H. Nasution mengatakan bahwa beliau siap dengan wewenangnya dengan mengerahkan pesawat tempur secara besarbesaran ke Sumatera. Pada bulan Maret 1958 Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI) melancarkan serangan besar-besaran untuk menumpas PRRI di Padang, serangan dilancarkan di laut, udara dan darat. Ada beberapa alasan yang membuat pemerintah pusat melakukan tindakan kekerasan bersenjata itu dilakukan. Ketika itu PKI sudah duduk di kabinet dan terus mendesak agar PRRI segera ditumpas sampai ke akr-akarnya. Nasution yang selaku KSAD tidak mungkin membiarkan PRRI karena salah satu tuntutan PRRI adalah agar pimpinan AD agar diganti secara langsung Nasution akan terancam posisinya. Dan tak hanya itu saja pemaksaan Nasakom oleh Soekarno menimbulkan perlawanan dan ketidakpatuhan. Maka sejak Februari 1958-1961 perang saudara



berkobar di Sumatera Barat dan Tapanuli. Korban berjatuhan terutama korban jiwa dikalangan Rakyat dan musnahnya harta benda mereka. Pada tanggal 12 Maret 1958 di mulai operasi militer di Riau yang disebut Operasi Tegas. Operasi ini dipimpin oleh Letnan Kolonel Kaharuddin Nasution. Pada hari itu langsung Pekanbaru berhasil di kuasai. Gaung tegas terasa di Padang, orang muali berbondong-bondong meninggalkan kota dan termasuk harta benda mereka. Kota Padang mulai mendapat serangan dari udara terutama untuk membungkam RRI (studio radio) di Padang dan Bukittinggi. Kegiatan PRRI mulai terlihat di puncak Gunung Padang menghadap ke laut, dibangun sebuah kubu yang dipersenjatai meriam. Pada 19 Maret 1958 radio RRI Padang mengabarkan bahwa Medan berhasil dikuasai pemberontak, dan sekitar 2000 pasukan di Sumatera telah membelot dan siap menghadapi pasukan APRI dari Jawa. Pada tanggal 20 Maret Riau telah berhasil di kuasai APRI. Ahmad Husein mengirim tiga kompi pasukan untuk menahan gerakan APRI untuk memasuki Sumatera Barat. Pada tanggal 15 April 1958 dalam jarak 22 km dari Pantai Padang terlihat iring-iringan kapal pasukan APRI. Baru pada tanggal 17 April operasi dimulai. Kapal perang Gajah Mada memulia dengan tembakan meriam-meriam untuk mengamankan daerah pendaratan. Pasukan APRI mendarat di Pantai Padang tanpa mendapat perlawan yang berarti dari PRRI. Pada hari itu juga kota Padang berhas il dikuasai APRI, oleh karena nya ibukota PRRI dipindahkan ke Bukittinggi. Satu persatu daerah berhasil diduduki oleh pasukan APRI akibatnya Ahmad Husein sendiri pindah ke Solok. Akibat pasukan APRI dibawah pimpinan Ahmad Yani menyadari alasan mundur nya Ahmad Husein ke daerah Solok dan menyiapkan strategi yaitu strategi dengan menyerang di dua arah. Dan ketika berhasil memasuki solok kontak senjatapun tak terhindari antara APRI dan PRRI. Dan Solok pun berhasil dikuasai oleh pasukan APRI. Dan menjelang 1961 pemberontakan sudah sampai puncak hanya beberapa daerah terpencil saja yang belum dikasai APRI, kota-kota penting telah berhasil dikuasai oleh APRI yang membuat PRRI semakin lemah. A.H. Nasution juga sudah berseru agar PRRI kembali lagi ke pangkuan Ibu Pertiwi. Pada tanggal 29 Mei 1961 Ahmad Husein



dengan pasukannya dan tokoh yang sepihak dengannya baik sipil maupun militer menyerahkan diri.



c. Akibat Yang di Timbulkan Oleh Pemberontakan PRRI Dampak yang paling terasa setelah pemberontakan PRRI ini adalag dibidang sosial, keberhasilan tentara APRI tidak menjadi tentara pusat mendapat simpati dari masyarakat, bahkan banyak masyarakat umum mengecam tindakan pemerintahan pusat tersebut sehingga tentara tidak disukai oleh masyarakat secara umum. Dampak lainnya adalah peristiwa ini telah menodai MASYUMI dengan cap pengkianat seperti PKI Madiun 1948, karena basis besar MASYUMI ada di Sumatera Barat. Dengan berkahirnya PRRI sejumlah tokoh sipil dan militer ditangkap dan dipenjarakan oleh rezim Soekarno. Banyak para perwira yang dari luar Jawa diberhentikan dan akibatnya korp perwira tersebut ditempati oleh orang-orang Jawa. Pasca PRRI tersebut tentu meninggalkan luka dan rasa takut dari masyarakat. Gerakan yang mereka lakukan yang dicap sebagai pemberontakan oleh pemerintahan, padahal pada awal nya Ahmad Husein telah menyatakan PRRI bukanlah gerakan pemberontakan. Namun masyarakat tidak bisa dan tidak punya kuasa untuk membantah anggapan pemerintah pusat bahwa PRRI itu sebuah gerakan pemberontakan. Mereka lebih memilih mengikuti arus dari pemerintah karena takut akan tekanan dari pemerintah. Bahkan mereka tidak mau membicarakan apa yang sebenarnya terjadi pada saat peristiwa PRRI ini. Dalam pertempuran antara pasukan APRI dan PRRI tentu banyak menelan korban, banyak korban yang meninggal akibatnya banyak dari mereka yang tidak dikuburkan secara sah dan hanya dikuburkan secara massal. Dan termasuk juga kekerasan fisik yang tentu meninggalkan trauma bagi masyarakat khususnya Sumatera Barat. Setelah peristiwa PRRI ini berakhir kehidupan masyarakat di Sumatera Barat sangat berat. Banyak permasalahan sosial muncul seperti pengangguran karena kepala keluarga mereka meninggal dalam peristiwa tersebut, kekurangan gizi, kurangnya terjamin kesehatan dan persoalan lainnya



yang menambah berat kehidupan masyarakat di Sumatera Barat. Seperti itulah keadaan masyarakat Sumater barat pasca PRRI.



BAB III PENUTUP



A. Kesimpulan Semangat pemuda yang begitu besar dan penuh inisiatif menimbulkan terciptanya beberapa organisasi kepemudaan, sebagai muara yang memperjelas arah perjuangan. Organisasi kepemudaan tersebut selanjutnya diharapkan dapat menjadi nyawa dan memberikan sumbangsih dalam pemerintahan daerah. Wilayah Keresidenan Sumatera Barat dapat dikatakan sebagai salah satu pos terdepan Republik Indonesia di Sumatera, dibandingkan dengan daerah lain di Sumatera. Para pemuda dan pemimpin di Keresidenan Sumatera Barat juga tampaknya lebih siap dan relatif berhasil mempersatukan berbagai kelompok kekuatan revolusi. PDRI memainkan peranan penting dan menjamin bahwa perjuangan melawan Belanda tetap dipimpin oleh pemerintahan yang sah yang diakui oleh kaum Republik di seluruh



Nusantara.



Kegiatan



pemerintahan



yang



dilaksanakan



Mr.



Sjafrudin



Prawiranegara dan jajaran nya dengan melakukan kegiatan pemerintahan secara berpindah pindah dan kunjungan ke beberapa Nagari di Sumatera Barat merupakan kegiatan politik yang dilakukan Pemerintah (PDRI) dalam rangka memberikan dukungan moril dan menunjukan kepada rakyat bahwa pemerintah selalu dekat dengan Rakyat. Rakyat akan lebih nyaman, aman dan terlindungi karena dekat dengan Pemerintah. Begitu juga dengan pemerintah dapat melihat keadaan rakyat dan mendengar langsung kemauan rakyat pada saat keadaan darurat ( perang ). Dampak yang paling terasa setelah pemberontakan PRRI ini adalag dibidang sosial, keberhasilan tentara APRI tidak menjadi tentara pusat mendapat simpati dari masyarakat, bahkan banyak masyarakat umum mengecam tindakan pemerintahan pusat tersebut sehingga tentara tidak disukai oleh masyarakat secara umum. Dampak lainnya adalah peristiwa ini telah menodai MASYUMI dengan cap pengkianat seperti PKI



Madiun 1948, karena basis besar MASYUMI ada di Sumatera Barat. Dengan berkahirnya PRRI sejumlah tokoh sipil dan militer ditangkap dan dipenjarakan oleh rezim Soekarno. B. Kritik dan saran Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam menulis makalah ini. Untuk itu, kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan demi perbaikan makalah ini kedepannya.



DAFTAR PUSTAKA



Amura, Sejarah Revolusi Kemerdekaan Di Minangkabau 1945-1952, (Jakarta: Pustaka Antara, 1979), hlm. 25 BPSIM, Sejarah Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia di Minangkabau 194-1950 Jilid I, (Jakarta: BPSIM, 1978), hlm. 143. Joko Suryanto. 2009. “Pemberontakan PRRI di Sumatera Barat 1958-1961”. Skripsi. Fakultas Keguruan dan Keilmuan. Jurusan Pendidikan Ilmu Sosial. Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Tufik Abdullah dkk. 2012. “Indonesia Dalam Arus Sejarah (Pasca Revolusi)”. Yogyakarta: PT. Ichtiar Van Hoeve. Usmaya,Deden,dkk.2013.Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) Di Sumatra Barat tahun 1948-1949.Fkip Unila Bandar Lampung. .