Makalah Pertemuan 13 [PDF]

  • Author / Uploaded
  • pipin
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH ASUHAN KEBIDANAN NEONATUS,BAYI DAN BALITA PERTEMUAN 13 NEONATUS DENGAN KELAINAN BAWAAN



OLEH: NAMA : VINNA AFNI NOVITA NIM



: 194210416



TINGKAT : 2B



Dosen Pengajar : Yosi Sefrina,SST,M.Keb



POLTEKKES KEMENKES RI PADANG PRODI DIII KEBIDANAN BUKITTINGGI 2020/2021



KATA PENGANTAR



Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kekuatan dan kemampuan dalam proses perkuliahan, dan penulisan makalah yang berjudul “Neonatus Dengan Kelainan Bawaan”, yang merupakan suatu kajian yang disusun untuk melengkapi tugas Individu pertemuan 13 dalam mata kuliah ASUHAN KEBIDANAN NEONATUS,BAYI DAN BALITA. Dalam penyusunan makalah ini penulis mengharapkan saran, masukkan bahkan kritik yang membangun untuk makalah ini, sehingga bisa digunakan sebagai referensi dalam mata kuliah ini.Penulis menyampaikan terima kasih kepada dosen pengajar mata kuliah asuhan kebidanan neonates,bayi dan balita yang telah membantu dan memotivasi penulis dalam pembuatan makalah ini. Terima kasih juga untuk semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini sehingga dapat selesai seperti yang diharapkan.



Pasaman Barat,28 September 2020



Penyusun



2



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR .............................................................................................................2 DAFTAR ISI ......................................................................................................................... 3 BAB I PENDAHULUAN A.



Latar belakang ................. .................................................................................4



B.



Tujuan ............................................. ................................................................ 4



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Labioskhiziz.............................. ..........................................................................5 2.2 Labiopalatoskhiziz............................ ..................................................................9 2.3 Atresia Esofagus.............................. ..................................................................10 2.4 Atresia Rekti..................................... .................................................................13 2.5 Atresia Ani...................................... ...................................................................16 2.6 Hirsprung........................................ ...................................................................19 2.7 Omfalokel........ ..................................................................................................22 2.8 Hernia Diaftlragmatika................. .....................................................................26 2.9 Meningokel.......... ..............................................................................................28 2.10 Ensefalokel.... ..................................................................................................30 2.11 Hidrocephalus... ..............................................................................................32 2.12 Fimosis... .........................................................................................................35 2.13 Hipospadia.......................................................................................................37 BAB III PENUTUP A.



Kesimpulan.......................................................................................................42



DAFTAR PUSTAKA



3



BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelainan kongenital adalah kelainan dalam pertumbuhan janin yang terjadi sejak konsepsi dan selama dalam kandungan. Diperkirakan 10-20% dari kematian janin dalam kandungan dan kematian neonatal disebabkan oleh kelainan kongenital. Khusunya pada bayi berat badan rendah diperkirakan kira-kiraa 20% diantaranya meninggal karena kelainan kongenital dalam minggu pertama kehidupannya. Malformasi kongenital merupakan kausa penting terjadinya keguguran, lahir mati, dan kematian neonatal. Mortalitas dan morbiditas pada bayi pada saat ini masih sangat tinggi pada bayi yang mengalami penyakit bawaan. Salah satu sebab morbiditas pada bayi adalah atresia duedoni esophagus, meningokel eosephalokel, hidrosephalus, fimosis, hipospadia dan kelainan metabolik dan endokrin. Sebagian besar penyakit bawaan pada bayi disebabkan oleh kelainan genetik dan kebiasaan ibu pada saat hamil mengkonsumsi alkohol, rokok dan narkotika. Dari uraian diatas diharapkan seorang bidan dapat melakukan penanganan secara terpadu. Dari masalah yang ada diatas setidaknya dapat memberikan pertolongan pertama dengan dapat untuk menekan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi, tetapi jika kondisi lebih parah kita harus melakukan rujukan. Berdasarkan hal-hal diatas, makalah yang berjudul “Asuhan Neonatus dengan Cacat Bawaan dan Penatalaksanaannya” ini disusun untuk mengkaji lebih jauh mengenai neonatus dengan kelainan kongenital serta penatalaksanaannya sehingga sebagai seorang bidan kita mampu memberikan asuhan neonatus dengan tujuan meminimalisir angka kematian dan kesakitan pada neonatus sehingga tugas mutlak seorang bidan dan terpenuhi dengan baik. B. Tujuan Adapun Tujuan dalam penulisaan makalah ini, adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui pengertian kelainan congenital/ cacat bawaan pada neonatus. 2. Untuk mengetahui etiologi kelainan bawaan 3. Untuk mengetahui tanda dan gejala kelainan bawaan 4. Untuk mengetahui diagnosis kelainan bawaan 5. Untuk mengetahui penatalaksanaan kelainan congenital atau cacat bawaan pada neonates. 4



BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 LABIOSKHIZIZ



1. Pengertian Labioskizis Labioskizis adalah deformitas daerah mulut berupa celah atau sumbing atau pembentukan yang kurang sempurna semasa embrional berkembang, bibir atas bagian kanan dan bagian kiri tidak tumbuh bersatu. Belahnya belahan dapat sangat bervariasi, mengenai salah satu bagian atau semua bagian dari dasar cuping hidung, bibir, alveolus dan palatum durum serta molle. B.Etiologi 1.



Faktor usia ibu



Dengan bertambahnya usia ibu waktu hamil daya pembentukan embrio pun akan menurun. Dengan bertambahnya usia ibu sewaktu hamil, maka bertambah pula resiko dari ketidaksempurnaan pembelahan meiosis yang akan menyebabkan bayi dengan kehamilan trisomi. Wanita dilahirkan dengan kira-kira 400.000 gamet dan tidak memproduksi gamet-gamet baru selama hidupnya. Jika seorang wanita umur 35 tahun maka sel-sel telurnya juga berusia 35 tahun. Resiko mengandung anak dengan cacat bawaan bertambah besar sesuai dengan bertambahnya usia ibu. 2. Obat-obatan Obat yang digunakan selama kehamilan terutama untuk mengobati penyakit ibu, tetapi hampir janin yang tumbuh akan menjadi penerima obat. Penggunaan asetosal atau aspirin sebagai obat analgetik pada masa kehamilan trimeseter pertama dapat menyebabkan terjadinya celah bibir. Beberapa obat yang tidak boleh dikonsumsi selama hamil yaitu rifampisin, fenasetin, sulfonamide, aminoglikosid, indometasin, asam flufetamat, ibuprofen dan penisilamin, diazepam, kortikosteroid. Beberapa obat 5



antihistamin yang digunakan sebagai antiemetik selama kehamilan dapat menyebabkan terjadinya celah langit-langit. 3. Nutrisi Contohnya defisiensi Zn, B6, Vitamin C, kekurangan asam folat pada waktu hamil. Insidensi kasus celah bibir dan celah langit-langit lebih tinggi pada masyarakat golongan ekonomi kebawah penyebabnya diduga adalah kekurangan nutrisi. 4. Daya pembentukan embrio menurun Celah bibir sering ditemukan pada anak-anak yang dilahirkan oleh ibu yang mempunyai jumlah anak yang banyak. 5. Penyakit infeksi Contohnya seperti infeksi rubella, sifilis, toxoplasmosis dan klamidia dapat menyebabkan terjadinya labioskizis dan labiopalatoskizis. 6. Trauma Celah bibir bukan hanya menyebabkan gangguan estetika wajah, tetapi juga dapat menyebabkan kesukaran dalam berbicara, menelan, pendengaran dan gangguan psikologis penderita beserta orang tuanya. Permasalahan terutama terletak pada pemberian minum, pengawasan gizi dan infeksi. Salah satu penyebab trauma adalah kecelakaan atau benturan pada saat hamil minggu kelima. Bila terdapat gangguan pada waktu pertumbuhan dan perkembangan wajah serta mulut embrio, akan timbul kelainan bawaan. Salah satunya adalah celah bibir dan langit-langit. Kelainan wajah ini terjadi karena ada gangguan pada organogenesis antara minggu keempat sampai minggu kedelapan masa embrio. C.Tanda dan Gejala Ada beberapa gejala dari bibir sumbing yaitu : 1)



Terjadi pemisahan bibir



2)



Berat badan tidak bertambah



3)



Pada bayi terjadi regurgitasi nasal ketika menyusui yaitu keluarnya air susu dari hidung.



4)



Distorsi pada hidung



5)



Tampak sebagian atau keduanya 6



6)



Adanya celah pada bibir



D.Diagnosis Bibir sumbing bisa diketahui saat bayi lahir sampai 72 jam setelahnya. Saat bayi mengalami bibir sumbing, dokter akan menanyakan riwayat kesehatan ibu dan keluarga, termasuk ada tidaknya riwayat mengonsumsi obat atau suplemen selama kehamilan. Setelah itu, dokter akan melakukan pemeriksaan pada wajah anak, termasuk mulut, hidung, dan langit-langit mulut.Selain bisa diketahui saat bayi lahir, bibir sumbing juga bisa terdeteksi selama kehamilan. Pemeriksaan USG kehamilan yang dilakukan pada minggu ke-18 hingga ke-21 biasanya akan menunjukkan adanya kelainan pada area wajah janin. Jika janin dicurigai mengalami kelainan pada wajah dan bibir, biasanya dokter akan menyarankan ibu hamil untuk menjalani prosedur amniosentesis, yaitu tes yang dilakukan dengan cara mengambil sampel air ketuban. Prosedur ini bertujuan untuk mengetahui penyebab bibir sumbing. E. Penatalaksanaan Penanganan untuk bibir sumbing adalah dengan cara operasi. Operasi ini dilakukan setelah bayi berusia 2 bulan, dengan berat badan yang meningkat, dan bebas dari infeksi oral pada saluran napas dan sistemik. Dalam beberapa buku dikatakan juga untuk melakukan operasi bibir sumbing dilakukan hukum Sepuluh (rules of Ten) yaitu, Berat badan bayi minimal 10 pon, Kadar Hb 10 g%, dan usianya minimal 10 minggu dan kadar leukosit minimal 10.000/ui. Ada tiga tahap penatalaksanaan labioschisis yaitu : 1.



Tahap sebelum operasi



Pada tahap sebelum operasi yang dipersiapkan adalah ketahanan tubuh bayi menerima tindakan operasi, asupan gizi yang cukup dilihat dari keseimbangan berat badan yang dicapai dan usia yang memadai. Patokan yang biasa dipakai adalah rule of ten meliputi berat badan lebih dari 10 pounds atau sekitar 4-5 kg , Hb lebih dari 10 gr % dan usia lebih dari 10 minggu , jika bayi belum mencapai rule of ten ada beberapa nasehat yang harus diberikan pada orang tua agar kelainan dan komplikasi yang terjadi tidak bertambah parah. Misalnya memberi minum harus dengan dot khusus dimana ketika dot dibalik susu dapat memancar keluar sendiri dengan jumlah yang optimal artinya tidak terlalu besar sehingga membuat bayi tersedak atau terlalu kecil sehingga membuat asupan gizi menjadi tidak cukup, jika dot dengan besar lubang khusus ini tidak tersedia bayi cukup diberi minum dengan bantuan sendok secara perlahan dalam posisi setengah duduk atau tegak untuk menghindari masuknya susu melewati langit-langit yang terbelah. Selain itu celah pada bibir harus direkatkan dengan menggunakan plester khusus non alergenik untuk menjaga agar celah pada bibir menjadi tidak terlalu jauh akibat proses tumbuh 7



kembang yang menyebabkan menonjolnya gusi kearah depan (protrusio pre maxilla) akibat dorongan lidah pada prolabium , karena jika hal ini terjadi tindakan koreksi pada saat operasi akan menjadi sulit dan secara kosmetika hasil akhir yang didapat tidak sempurna. Plester non alergenik tadi harus tetap direkatkan sampai waktu operasi tiba. 2.



Tahap sewaktu operasi



Tahapan selanjutnya adalah tahapan operasi, pada saat ini yang diperhatikan adalah soal kesiapan tubuh si bayi menerima perlakuan operasi, hal ini hanya bisa diputuskan oleh seorang ahli bedah Usia optimal untuk operasi bibir sumbing (labioplasty) adalah usia 3 bulan. Usia ini dipilih mengingat pengucapan bahasa bibir dimulai pada usia 5-6 bulan sehingga jika koreksi pada bibir lebih dari usia tersebut maka pengucapan huruf bibir sudah terlanjur salah sehingga kalau dilakukan operasi pengucapan huruf bibir tetap menjadi kurang sempurna. Operasi untuk langit-langit (palatoplasty) optimal pada usia 18 - 20 bulan mengingat anak aktif bicara usia 2 tahun dan sebelum anak masuk sekolah. Palatoplastydilakukan sedini mungkin (15-24 bulan) sebelum anak mulai bicara lengkap sehingga pusat bicara di otak belum membentuk cara bicara. Kalau operasi dikerjakan terlambat, sering hasil operasi dalam hal kemampuan mengeluarkan suara normal atau tidak sengau sulit dicapai. (19) Operasi yang dilakukan sesudah usia 2 tahun harus diikuti dengan tindakan speech teraphy karena jika tidak, setelah operasi suara sengau pada saat bicara tetap terjadi karena anak sudah terbiasa melafalkan suara yang salah, sudah ada mekanisme kompensasi memposisikan lidah pada posisi yang salah. Bila gusi juga terbelah (gnatoschizis) kelainannya menjadi labiognatopalatoschizis, koreksi untuk gusi dilakukan pada saat usia 8–9 tahun bekerja sama dengan dokter gigi ahli ortodonsi. 3.



Tahap setelah operasi.



Tahap selanjutnya adalah tahap setelah operasi, penatalaksanaanya tergantung dari tiaptiap jenis operasi yang dilakukan, biasanya dokter bedah yang menangani akan memberikan instruksi pada orang tua pasien misalnya setelah operasi bibir sumbing luka bekas operasi dibiarkan terbuka dan tetap menggunakan sendok atau dot khusus untuk memberikan minum bayi. Banyaknya penderita bibir sumbing yang datang ketika usia sudah melebihi batas usia optimal untuk operasi membuat operasi hanya untuk keperluan kosmetika saja sedangkan secara fisiologis tidak tercapai, fungsi bicara tetap terganggu seperti sengau dan lafalisasi beberapa huruf tetap tidak sempurna, tindakan speech teraphy pun tidak banyak bermanfaat.



2.2 LABIOPALATOSKHIZIZ



8



A.Pengertian Labiopalatoskhiziz adalah merupakan kongenitalanomali yang berupa adanya kelainan bentuk padastruktur wajah. Palatoskisis adalah adanya celah padagaris tengah palato yang disebabkan oleh kegagalan penyatuan susunan palato pada masa kehamilan 7-12minggu. B.ETIOLOGI Etiologi celah bibir adalah multifaktorial dan etiologi celah bibir belum dapat diketahui secara pasti. Pembentukan bibir terjadi pada masa embrio minggu ke enam sampai minggu kesepuluh kehamilan. Penyebab kelainan ini dipengaruhi berbagai faktor,disamping faktor genetik sebagai penyebab celah bibir, juga faktor non genetik. C.TANDA DAN GEJALA Menurut Vivian (2010), ada beberapa gejala dari bibir sumbing yaitu: 1. Terjadi pemisahan langit-langit 2. Terjadi pemisahan bibir 3. Terjadi pemisahan bibir dan langit-langit 4. Infeksi telinga berulang 5. Berat badan tidak bertambah D.Diagnosis 1.Pemeriksaan prebedahrutin (misalnya hitung darah lengkap) 2. Foto rontgen 3. pemeriksaan fisik 4. MRI untuk evaluasi abnormal



E.PENATALAKSANAAN 9



Menurut Vivian (2010) penatalaksanaan pada penderita labioskizis dan labio palatoskizis adalah sebagai berikut 1. Pemberian asi secara langsung dapat pula di upayakan jika ibu mampu mempunyai reflex pengeluaran air susu dengan baik yang mungkin dapat di coba dengan sedikit menekan payudara 2. Bila anak sukar menghisap sebaiknya gunakan botal peras untuk mengatasi gangguan menghisap, pakailah dot yang panjang dengan memeras botol maka susu dapat di dorong jatuh di belakang mulut sehingga dapat di hisap. Jika anak tidak mau, berikan dengan cangkir dan sendok. 3. Dengan bantuan ortodonsis dapat pula I buat okulator untuk menutup sementara celah palatum agar memudahkan pemberian minum, dan sekaligus mengurangi deformitas palatum sebelum dapat melakukan tindakan bedah 4. Tindakan bedah, dengan kerja sama yang baik antara ahli bedah dokter anak, dokter THT, serta ahli wicara a. Umur 3 bulan atau > 10 minggu b. Berat badan kira-kira 4,5 kg c. Haemoglobin > 10 kg d. Hitung jenis leukosit < 10000 2.3. Atresia esofagus



A.Pengertian 10



Atresia esofagus adalah keadaan tidak terbentuknya saluran esofagus secara sempurna saat janin di dalam kandungan. Penyakit ini sering kali disertai fistula yang terhubung dengan trakea (tracheoesophageal fistula/TEF). B.Etiologi Etiologi atresia esofagus pernah dilaporkan berhubungan dengan trisomi 21,13 dan 18. Risiko mengalami atresia esofagus akan meningkat jika terdapat riwayat keluarga yang mengalami atresia esofagus, terutama riwayat pada saudara kandung. Namun banyak ahli yang berpendapat kelainan atresia esofagus tidak bersifat diturunkan. Kebanyakan kasus sementara timbul secara acak tanpa adanya bukti penyebab keturunan atau teratogenik dari lingkungan. Etiologi teratogenik yang dapat menyebabkan atresia esofagus sampai saat ini belum diketahui. Faktor Risiko Mayoritas kasus atresia esofagus terjadi tanpa adanya faktor risiko yang mendasari. Walau demikian, beberapa faktor risiko lingkungan seperti pajanan alkohol dalam kehamilan atau riwayat diabetes maternal dianggap dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya atresia esofagus. Faktor risiko lain dari atresia esofagus adalah adanya sindrom genetik tertentu yang disebabkan oleh kelainan kromosom, misalnya trisomi 13, 18, atau 21; coloboma, heart defects, atresia choanae, growth retardation, genital abnormalities, and ear abnormalities (CHARGE) syndrome; dan anemia Fanconi. C.Tanda dan Gejala Tanda dan gejala Atresia Esofagus yang mungkin timbul: Ø Batuk ketika makan atau minum Ø Bayi menunjukkan kurangnya minat terhadap makanan atau ketidakmampuan untuk menerima nutrisi yang cukup (pemberian makan yang buruk Ø Gelembung berbusa putih di mulut bayi Ø Memiliki kesulitan bernapas Ø Memiliki warna biru atau ungu pada kulit dan membran mukosa karena kekurangan oksigen (sianosis) Ø Meneteskan air liur Ø Muntah-muntah 11



Ø Biasanya disertai hidramnion (60%) dan hal ini pula yang menyebabkan kenaikan frekuensi bayi lahir prematur, sebaiknya dari anamnesis didapatkan keterangan bahwa kehamilan ibu diertai hidramnion hendaknya dilakukan kateterisasi esofagus. Bila kateter terhenti pada jarak ≤ 10 cm, maka di duga atresia esofagus. Ø Bila pada bbl Timbul sesak yang disertai dengan air liur yang meleleh keluar, di curigai terdapat atresia esofagus. Ø Segera setelah di beri minum, bayi akan berbangkis, batuk dan sianosis karena aspirasi cairan kedalam jalan nafas. Ø Pada fistula trakeosofagus, cairan lambung juga dapat masuk kedalam paru, oleh karena itu bayi sering sianosis D.Diagnosis Atresia Esophagus dapat di diagnosa dari beberapa hal, diantaranya adalah sebagai berikut : Ø Biasanya disertai denga hydra amnion (60 %) dan hal ini pula yang menyebabkan kenaikan frekuensi bayi ang lahir premature. Sebaliknya bila dari ananese ditetapkan keterangan bahwa kehamilan ibu disertai hidraamnion, hendakla dilakukan kateterisasiesofagus dengan kateter pada jarak kurang dari 10 cm , maka harus didiga adanya atresia esophagus. Ø Bila pada bayi baru lahir timbul sesak napas yang disertai air liur meleleh keluar, harus dicurigai adanya atresia esfagus. Ø Segera setlah diberi minum, bay akan berbangkis, batuk dan sianosis karena aspiasi cairan kedam jalan nafas. Ø Dianosis pasti dapat dibuat denga foto toraks yang akan menunjukkan gambaran kateter terhenti pada tempat atresia. Pemberian kontras kedalam esophagus dapat memberikan gambaran yang lebih pasti, tapi cara ini tidak dianjurkan. Ø Perlu dibedakan pada pemeriksaan fisis apakah lambung terisi udara atau kosong untuk menunjang atau menyingkirkan terdapatnya fistula trakeoesofagus. Hal ini dapat terlihat pada foto abdomen.



E.Penatalaksanaan Penatalaksanaan oleh bidan adalah sebagai berikut : 12



Ø Pasang sonde lambung antara No 6-8 F yang cukup kalen dan radio opak sampai di esophagus yang buntu. Lalu isap air liur secara teratur setiap 10-15 menit. Ø Pada groos II bayi tidur terlentang dengan kepala lebih tinggi. Ø Pada groos I bayi tidur terlentang dengan kepala lebih rendah. Ø Bayi di puasakan dan di infuse Ø Konsultasi dengan yang lebih kompeten Ø Rujuk ke rumah sakit 2.4 ATRESIA REKTI



A.Pengertian Atresia rekti dan anus adalah kelainan congenital anus dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan. Walaupun kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat lahir, tetapi kelainan bisa terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat atau pemeriksaan perineum. B.Etiologi secara pasti atresia rekti dan anus belum diketahui, namun ada sumber mengatakan kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi, dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Pada kelainan bawaananus umumnya tidak ada kelainan rectum, sfingter, dan otot dasar panggul. Namun demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak memadai. Menurut peneletian beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa gen autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia rekti dan anus. Orang tua yang mempunyai gen carrier penyakit ini mempunyai peluang sekitar 25% untuk diturunkan pada anaknya saat kehamilan. 30% anak yang mempunyai sindrom genetic, kelainan kromosom atau kelainan congenital lain juga beresiko untuk menderita atresia rekti dan anus. Sedangkan kelainan bawaan rectum terjadi 13



karena gangguan pemisahan kloaka menjadi rectum dan sinus urogenital sehingga biasanya disertai dengan gangguan perkembangan septum urorektal yang memisahkannya. Faktor predisposisi Atresia rekti dan anus dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital saat lahir seperti : 



Sindrom vactrel (sindrom dimana terjadi abnormalitas pada vertebral, anal, jantung, trachea, esofahus, ginjal dan kelenjar limfe).







Kelainan sistem pencernaan.







Kelainan sistem pekemihan.







Kelainan tulang belakang.



C.Tanda dan Gejala Tanda dan Gejala atresia anus : ·



Bayi muntah – muntah pada umur 24 – 48 jam.



·



Sejak lahir tidak ada defekasi mekpnium



·



Anus tampak merah, usus melebar, kadang-kadang ileus obstruksi.



·



Termometer yang dimasukkan melalui anus tertahan oleh jaringan.



·



Pada auskultasi terdengar hiperperistaltik.



· Pada fistula trakeoesofagus, cairan lambung juga dapat masuk ke dalam paru, oleh karena itu bayi sering sianosis. D.Diagnosis 



Bayi cepat kembung antara 4-8 jam setelah lahir







Tidak ditemukan anus, kemungkinan ada fistula







Bila ada fistula pada perineum (mekonium +) kemungkinan letak rendah







Untuk menegakkan diagnosis Atresia Ani adalah dengan anamnesis dan pemeriksaan perineum yang teliti .Cara penegakan diagnosis pada kasus atresia ani atau anus imperforata adalah semua bayi yang lahir harus dilakukan pemasukan termometer melalui anusnya, tidak hanya untuk mengetahui suhu tubuh, tapi juga untuk mengetahui apakah terdapat anus imperforata atau tidak. 14



E.Penatalaksanaan Penanganan secara preventif antara lain: 1. Kepada ibu hamil hingga kandungan menginjak usia tiga bulan untuk berhati-hati terhadapobat-obatan,makananawetan dan alkohol yang dapat menyebabkan atresia ani 2. Memeriksa lubang dubur bayi saat baru lahir karena jiwanya terancam jika sampai tigaharitidakdiketahuimengidapatresia ani karena hal ini dapat berdampak feses atautinjaakantertimbunhinggamendesakparu-parunya. 3. Pengaturan diet yang baik dan pemberian laktulosa untuk menghindari konstipasi. Penanganan Medis 1. Eksisi membran anal 2. Fistula, yaitu dengan melakukan kolostomi sementara dan setelah umur 3 bulan dilakukan koreksi sekaligus. Rehabilitasi Dan Pengobatan 1. Melakukan pemeriksaan colok dubur 2. Melakukan pemeriksaan radiologik Pemeriksaan foto rontgen bermanfaat dalam usaha menentukan letak ujung rectum yang buntu setelah berumur 24jam, bayi harus diletakkan dalam keadaan posisi terbalik sellama tiga menit, sendi panggul dalam keadaan sedikitekstensilalu dibuat foto pandangan anteroposterior dan lateral setelah petanda diletakkan pada daerah lekukan anus. 3. Melakukan tindakan kolostomi neonatus, tindakan ini harus segera diambil jika tidak ada evakuasi mekonium.Kondisi Rising (i bulan) setelah operasi colostomi, karena menderaita Atresia Ani (tidak memiliki anus). 4. Pada stenosis yang berat perlu dilakukan dilatasi setrap hari dengan kateter uretra, dilatasi hegar,atau spekulum hidung berukuran kecil selanjutnya orang tua dapat melakukan dilatasi sendiri dirumah dengan jari tangan yangdilakukan selama 6 bulan sampai daerah stenosis melunak dan fungsi defekasi mencapai keadaan normal. 5. Melakukan operasi anapelasti perineum yang kemudian dilanjutkan dengan dilatasi pada anus yang baru pada kelainan tipe dua. 6. Pada kelainan tipe tiga dilakukan pembedahan rekonstruktif melalui anoproktoplasti pada masa neonates 15



7. Melakukan pembedahan rekonstruktif antara lain: o



Operasi abdominoperineum pada usia (1 tahun)



o



Operasi anorektoplasti sagital posterior pada usia (8-!2 bulan)



o



Pendekatan sakrum setelah bayi berumur (6-9 bulan)



8. Penanganan tipe empat dilakukan dengan kolostomi kemudian dilanjutkan dengan operasi"abdominalpull-through"manfaat kolostomi adalah antara lain: o



Mengatasi obstruksi usus



o Memungkinkan pembedahan rekonstruktif untuk dikerjakan dengan lapangan operasi yang bersih o Memberi kesempatan pada ahli bedah untuk melakukan pemeriksaan lengkap dalam usaha menentukan letak ujung rektum yang buntu serta menemukan kelainan bawaan yang lain. Teknik terbaru dari operasi atresia ani ini adalah teknik Postero Sagital Ano Recto Plasty (PSARP). Teknik ini punya akurasi tinggi untuk membuka lipatan bokong pasien. Teknik ini merupakan ganti dari teknik lama, yaitu Abdomino Perineal Poli Through (APPT). Teknik lama ini punya resiko gagal tinggi karena harus membuka dinding perut. 2.5.ATRESIA ANI A.Pengertian Atresia ani adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus atau anus tidak sempurna, termasuk didalamnya agenesis ani, agenesis rektum dan atresia rektum. Insiden 1:5000 kelahiran yang dapat muncul sebagai sindroma VACTRERL (Vertebra, Anal, Cardial, Esofageal, Renal, Limb) (Faradilla, 2009).



B.Etiologi Atresia ani dapat disebabkan karena: 1. Putusnya saluran pencernaan di atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur. 2.



Gangguan organ ogenesis dalam kandungan.



3.



Berkaitan dengan sindrom down. 16



Atresia ani memiliki etiologi yang multifaktorial. Salah satunya adalah komponen genetik. Pada tahun 1950an, didapatkan bahwa risiko malformasi meningkat pada bayi yang memiliki saudara dengan kelainan atresia ani yakni 1 dalam 100 kelahiran, dibandingkan dengan populasi umum sekitar 1 dalam 5000 kelahiran. Penelitian juga menunjukkan adanya hubungan antara atresia ani dengan pasien dengan trisomi 21 (Down's syndrome). Kedua hal tersebut menunjukkan bahwa mutasi dari bermacam-macam gen yang berbeda dapat menyebabkan atresia ani atau dengan kata lain etiologi atresia ani bersifat multigenik (Levitt M, 2007). C.Tanda Gejala Tanda dan gejala yang sering timbul, yaitu : a. Bayi muntah-muntah pada 24-48 jam setelah lahir dan tidak terdapat defekasi mekonium. Gejala ini terdapat pada penyumbatan yang lebih tinggi. b. Pada bayi wanita sering ditemukan fistula rektovaginal (dengan gejala bila bayi buang air besar feses keluar dari (vagina) dan jarang rektoperineal, tidak pernah rektourinarius. c. Sedang pada bayi laki-laki dapat terjadi fistula rektourinarius dan berakhir di kandung kemih atau uretra dan jarang rektoperineal. d. Mekonium tidak keluar dalm 24 jam pertama setelah kelahiran. (Suriadi,2001). e. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rektal pada bayi. f. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang letaknya salah. g. Perut kembung 4-8 jam setelah lahir. h. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam. i. Tidak ditemukan anus, kemungkinan ada fistula j. Bila ada fistula pada perineum(mekoneum +) kemungkinan letak rendah k. Bayi tidak dapat buang air besar sampai 24 jam setelah lahir, gangguan intestinal, pembesaran abdomen, pembuluh darah di kulir abdomen akan terlihat menonjol (Adele,1996) D.Penatalaksanaan 1. Penatalaksanaan dalam tindakan atresia ani yaitu : a. Pembuatan kolostomi Kolostomi adalah sebuah lubang buatan yang dibuat oleh dokter ahli bedah pada dinding abdomen untuk mengeluarkan feses. Pembuatan lubang biasanya sementara atau permanen dari 17



usus besar atau colon iliaka. Untuk anomali tinggi, dilakukan kolostomi beberapa hari setelah lahir. Kemudian dilanjutkan dengan operasi "abdominal pull-through" b. PSARP (Posterio Sagital Ano Rectal Plasty) Bedah definitifnya, yaitu anoplasty dan umumnya ditunda 9 sampai 12 bulan. Penundaan ini dimaksudkan untuk memberi waktu pelvis untuk membesar dan pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk menambah berat badannya dan bertambah baik status nutrisinya. c. Tutup kolostomi Tindakan yang terakhir dari atresia ani. Biasanya beberapa hari setelah operasi, anak akan mulai BAB melalui anus. Pertama, BAB akan sering tetapi seminggu setelah operasi BAB berkurang frekuensinya dan agak padat. d. Dilakukan dilatasi setrap hari dengan kateter uretra, dilatasi hegar, atau speculum e. Melakukan operasi anapelasti perineum yang kemudian dilanjutkan dengan dilatasi pada anus yang baru pada kelainan tipe dua. f. Pada kelainan tipe tiga dilakukan pembedahan rekonstruktif melalui anoproktoplasti pada masa neonates. g. Melakukan pembedahan rekonstruktif ; 1. Operasi abdominoperineum pada usia (1 tahun) 2. Operasi anorektoplasti sagital posterior pada usia (8-2 bulan) 3. Pendekatan sakrum setelah bayi berumur (6-9 bulan)



h. Penanganan pasca operasi 1. Memberikan antibiotic secara iv selama 3 hari 2. Memberikan salep antibiotika selama 8-10 hari 2. Pemeriksaan Penunjang Untuk memperkuat diagnosis diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut : a. Pemeriksaan radiologis Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal. 18



b. Sinar X terhadap abdomen Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk mengetahui jarak pemanjangan kantung rektum dari sfingternya. c. Ultrasound terhadap abdomen Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam sistem pencernaan dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor. d. CT Scan Digunakan untuk menentukan lesi. e. Pyelografi intra vena Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter. f. Pemeriksaan fisik rektum Kepatenan rektal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang atau jari. g. Rontgen orgam abdomen dan pelvis Juga bias digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan dengan traktus urinarius.



2.6 Hirschsprung



19



A.Pengertian Penyakit Hirschsprung (Megakolon Kongenital) adalah suatu penyumbatan pada usus besar yang terjadi akibat pergerakan usus yang tidak adekuat karena sebagian dari usus besar tidak memiliki saraf yang mengendalikan kontraksi ototnya.



B.Etiologi Adapun yang menjadi penyebab Hirschsprung atau Mega Colon itu sendiri adalah diduga terjadi karena faktor genetik dan lingkungan sering terjadi pada anak dengan Down syndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus. C.Tanda dan gejala Pada bayi yang baru lahir : a. Segera setelah lahir, bayi tidak dapat mengeluarkan mekonium (tinja pertama pada bayi baru lahir) b.



Tidak dapat buang air besar dalam waktu 24-48 jam setelah lahir



c.



Perut menggembung



d.



Muntah



e.



Diare encer (pada bayi baru lahir)



f.



Berat badan tidak bertambah, mungkin terjadi retardasi pertumbuhan



g.



malabsorbsi.



Pada anak : a.



Failure to thrive (gagal tumbuh)



b.



Nafsu makan tidak ada (anoreksia)



c.



Rektum yang kosong melalui perbaan jari tangan



d.



Kolon yang teraba



e.



Hipoalbuminemia



Kasus yang lebih ringan mungkin baru akan terdiagnosis di kemudian hari. Pada anak yang lebih besar, gejalanya adalah sembelit menahun, perut menggembung dan gangguan pertumbuhan. 20



D.Diagnosa/pemeriksaan (Ngatsiyah, 1997 : 139) 1. Biopsi isap, yakni mengambil mukosa dan submukosa dengan alat penghisap and mencari sel ganglion pada daerah submukosa. 2. Biopsy otot rectum, yakni pengambilan lapisan otot rectum, dilakukan dibawah narkos. Pemeriksaan ini bersifat traumatic. 3. Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin dari hasil biopsy asap. Pada penyakit ini khas terdapat peningkatan aktivitas enzim asetikolin enterase. 4. Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsy usus. (Betz, 2002 : 197) 1.



Foto abdomen : untuk mengetahui adanya penyumbatan pada kolon.



2.



Enema barium : untuk mengetahui adanya penyumbatan pada kolon.



3.



Biopsi rectal



: untuk mendeteksi ada tidaknya sel ganglion.



4. Manometri anorektal : untuk mencatat respons refleks sfingter interna dan eksterna.



E.Penatalaksanaan 1.



Pengobatan



Tindakan definitive ialah menghilangkan hambatan pada segmen usus yang menyempit. Sebelum operasi definitive, dapat dilakukan pengobatan konservatif yaitu tindakan darurat untuk menghilangkan tanda – tanda obstruksi rendah dengan jalan memasang anal tube dengan atau tanpa disertai pembilasan dengan air garam hangat secara teratur. Tindakan konservatif ini sebenarnya akan mengaburkan gambaran pemeriksaan barium enema yang dibuat kemudian. Kolostomi merupakan tindakan operasi darurat dan dimaksudkan untuk menghilangkan gejala obstruksi usus, sambil menunggu dan memperbaiki keadaan umum penderita sebelum operasi definitive.Operasi devinitif dilakukan dengan mereseksi segmen yang menyempit dan menarik usus yang sehat kea rah anus. Cara ini dikenal dengan pull throught (Swenson, Renbein dan Duhamel). 21



2.



Medis



Penatalaksaan operasi adalah untuk memperbaiki portion aganglionik di usus besar untuk membebaskan dari obstruksi dan mengembalikan motilitas usus besar sehingga normal dan juga fungsi spinghter ani interna. Ada dua tahapan dalam penatalaksanaan medis: 1. Temporari ostomy dibuat proksimal terhadap segmen aganglionik untuk melepaskan obstruksi dan secara normal melemah dan terdilatasinya usus besar untuk mengembalikan ukuran normalnya. 2. Pembedahan koreksi diselesaikan atau dilakukan lagi biasanya saat berat anak mencapai sekitar 9 Kg ( 20 pounds ) atau sekitar 3 bulan setelah operasi pertama, dan usia 6 -12 bulan setelah operasi bayi akan normal kembali. 3. Perawatan Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe pelaksanaanya bila ketidakmampuan terdiagnosa selama periode neonatal, perhatikan utama antara lain : a. Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital pada anak secara dini. b. Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak. c. Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis ( pembedahan ). d. Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana pulang. Pada perawatan preoperasi harus diperhatikan juga kondisi klinis anak – anak dengan malnutrisi tidak dapat bertahan dalam pembedahan sampai status fisiknya meningkat. Hal ini sering kali melibatkan pengobatan simptomatik seperti enema. Diperlukan juga adanya diet rendah serat, tinggi kalori dan tinggi protein serta situasi dapat digunakan nutrisi parenteral total. 2.7 OMFALOKEL



22



A.Pengertian Omfalokel adalah penonjolan isi abdomen melalui dinding abdomen pada titik sambungan korda umbilicus dan abdomen. (Prillitteri.2002. Perawatan Kesehatan Ibu dan Anak Hal. 520). Omfalokel adalah kelainan yang berupa protusi (sembuhan) isi ronnga perut keluar di sekitar umbilicus,benjolan dan dibungkus dalam suatu kantong. (Markum,AH.1991.Ilmu Kesehatan Anak hal. 245-246). Omfalokel adalah hernisi/benjolan isi rongga perut ke dalam dsar tali pusat. (Behrman,Ricard E.19998.Ilmu Kesehatan Anak. hal. 659). B.Etiologi Penyebab pasti terjadinya omfalokel belum jelas sampai sekarang. Beberapa factor resiko atau factor yang berperan menimbulkan terjadinya omfalokel diantaranya adalah infeksi, pengunaan oabat dan rokok pada ibu hamil, defesiensi asam folak, hipoksia, pengunaan salisilat, kelainan genetik serta polihidramnion. Walaupun omphalokel pernah dilaporkan terjadi secara hereditas, namun 50 - 70 % penderita berhubungan dengan sindrom kalainan kongenital yang lain.



Sindrom kelainan kongenital yang sering berhubungan dengan omphalokel diantaranya: a. syndrome of upper midline development atau thorako abdominal syndrome (pentalogy of centrell) berupa midline omphalocele, anterior diaphragmatic hernia, sterna cleft, cardiac anomaly berupa ektopic cordis dan vsd. b. Syndrome of lower midline development benzpa bladder (hipogastic omphalocele) atau cloacal atresia, inferforate anus, colonie atresia, vesicointestinal fistula, sacrovenbral anomaly 23



dan menin.wmyelecele dan syndrome vang lain seperti beckwith-wiedemann syndrome,reiger syndrome, prune-belly syndrome dan syndrome kelainan kromosom seperti telah disebutkan Menurut Glasser (2003) ada beberapa penyebab omphalokel, yaitu; 1. factor kehamilan dengan resiko tinggi, sepeti ibu hamil sakit dan terinfeksi, pengunaan obat – obatan, merokok, dan kelainan genetic. Factor – factor tersebut berperan pada timbulnya insufiensiensi plasenta dan lahir pada kehamilan kurang atau bayi premature, diantaranya bayi 2. defisiensi asam folak hipoksia dan salisilat menimbulkandefek dinding abdomen pada percbaan dengan tikus tetapi kemaknaannya secara klinis masih sebatas pemikiran. Secara jelas minimbulkan peningkatan MSAEP (Maternal Serum Alfa Feto Protein) pada pelacekan dengan ultrasonografi memberikan suatu kepastian telah terjadi kelainan structural pada fetus bila suatu kelainan didapati bersamaan dengan adanya omphalokel, layak untuk dilakukan omniosetesis guna melacak kelainan genetic. 3. Polohidramnion diduga adanya artesia intestinal fetus dan kemungkinan tersebut harus dilacak dengan USG. C.Tanda-tanda & Gejala Tanda-tanda & Gejala Gejala utama dari kondisi omphalocele atau omfalokel adalah organ perut bayi yang terlihat dengan jelas karena menyembul keluar melalui pusar. Beberapa tanda dan gejala omphalocele atau omfalokele adalah sebagai berikut: 



Ada lubang pada pusar bayi







Usus yang berada di luar perut tertutup oleh kantung atau lapisan pelindung







Omphalocele atau omfalokel adalah kondisi yang bisa terjadi pada ukuran kecil maupun besar.







Omphalocele ukuran kecil adalah adanya sebagian kecil organ yang berada di luar perut, misalnya hanya sebagian usus. Sebaliknya, omphalocele ukuran besar adalah adanya banyak organ di luar perut, contohnya usus, hati, serta limpa.







Omphalocele atau omfalokel besar adalah kondisi yang bisa terjadi karena adanya kegagalan dalam proses perkembangan embrio sehingga membuat rongga perut tidak kuat menahan berat organ perut.







Pasalnya, di masa tersebut rongga perut hanya dilapisi oleh selaput tipis yang disebut dengan kantung omphalocele atau omfalokel. 24



D.Diagnosa Dignosa omfalokel adalah sederhana, namun perlu waktu khusus sebelum operasi dikerjakan, pemeriksaan fisik secara lengkap dan perlu suatu rontgen dada serta ekokardiogram pada saat lahir, ornphalokel diketahui sebagai defek dinding abdomen pada dasar cincin umbilicus. Defek tersebut lebih dari 4 cm (bila defek kurang dri 4 cm secara umum dikenal sebagai hernia umbilikalis) dan dibungkus oleh suatu kantong membrane atau amnion. Pada 10o sampai 18o kantong mungkin akan rupture dalam rahim atau sekitar 4o saat proses kelahiran. Omfalokel raksasa (gnant omphalocele) mempunyai suatu kantong vani, menempati hampir seluruh dinding abdomen berisi hampir semua organ intraabdomen dan berhubungan dengan tidak berkembang rongga perineum serta hipoplasi pulrnoner. Diagnosis omphalokel ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan dapat ditegakkan pada waktu prenatal dan pada waktu postnatal: 1. Diagnosa prenatal Diagnosa prenatalterhadap omfalokel sering ditegakkan dengan bantuan USG. Defek dinding abdomen janin biasanya dapat dideteksi pada saat minggu ke 13 kehamilan, dimana pada aat tersebut secara normal seharusnya usus telah masuk seluruhnya kedallam kavum abdomen janin. 2. Diagnosa postnatal (setelah kelahiran) Gambarn klinik bayi baru lahir dengan omfalokel ialah terdapatnya defek sentral dinding abdomen pada daerah tali pusat. Defek bervariasi ukrannya, dengan diameter mulai 4 cm sampai 12 cm, mengandung herniasi organ - organ abdomen baik solid maupun berongga dan masih dilapisi oleh selaput atau kantong serta tampak tali pusat berinsersi pada puncak kantong. Kantong atau selaput tersusun atas 2 lapisan yaitu lapisan luar berupa selaput amnion dan lapisan dalam berupa lapisan peritoneum. Diantara lapisan tersebut kadang - kadang terdapat lapisan wartons- jelly. Wartons- jelly adalah jaringan mukosa yang merupakan hasil deferensiasi dari jaringan mesenkimial (mesodermal). E.Penatalaksanaan Omfalocel Dilakukan tindakan operasi dengan tujuan memasukkan protusi usus dan menutup lubang hernia tersebut . Perawatan Omfalocel: 1. Pada saat lahir kantung omfalokel dengan segera ditutupi menggunakan kasa steril 2. Tubuh bayi dijaga agar jumlah penguapan tubuh tidak bertambah 3. Dipasang pipa nasogastrik untuk dekompresi perut sedangkan makanan diberikan melalui intravena 25



4. Antibiotik dengan spektrum luas dapat segera diberikan. 5. Melindungi kantong omfalokel yang mudah pecah dari rupture dan infeksi serta memenuhi kebutuhan bayi lainnya untuk bertahan. 6. konsultasi 7. Bayi dirawat diruang perawatan intensif, dimana keadaan umumnya dapat dievaluasi terusmenerus. 8. Orang tua diberikan dorongan untuk berkunjungan dan menggendong bayinya, berbicara dengannya dan memberikan mereka suatu lingkungan yang merangsang seperti mobil-mobilan, boneka dan musik sampai mereka cukup sembuh untuk kembali kerumah. 9. Bila bayi dipulangkan pesankan kepada ibunya untuk mencegah infeksi dan ajarkan cara merawatnya seperti yang dilakukan dirumah sakit serta kapan harus datang. 2.8 Hernia diafragma



A.Pengertian Hernia diafragma adalah kondisi ketika organ dalam rongga perut naik dan masuk ke dalam rongga dada, melalui lubang abnormal pada diafragma. Posisi lubang dapat terletak di bagian belakang dan samping diafragma (hernia Bochdalek) atau di bagian depan diafragma (hernia Morgagni). Diafragma adalah otot berbentuk kubah yang berfungsi membantu proses pernapasan. Otot ini terletak di antara rongga dada dan perut, serta memisahkan organ jantung dan paru-paru dengan organ perut (lambung, usus, limpa, hati).Hernia diafragma merupakan kelainan yang jarang terjadi. Namun bila terjadi, penanganan secara medis harus segera dilakukan untuk mencegah risiko yang dapat mengancam nyawa bayi. B.ETIOLOGI Penyebab dari hernia adalah adanya peningkatan tekanan intra abdominal akibat adanya tindakan valsava maneuver seperti batuk, mengejan, mengangkat benda berat atau 26



menangis.Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomaly congenital atau karena sebab yang didapat. Berbagai faktor penyebab berperan pada pembentukan pintu masuk hernia pada anulus internus yang cukup lebar, sehingga dapat dilalui oleh kantong dan isi hernia. Selain itu diperlukan pula faktor yang dapat mendorong isi hernia melewati pintu yang sudah terbuka cukup lebar itu .(Jong, 2004). Faktor yang dipandang berperan kausal adalah adanya prosesus vaginalis yang terbuka, peninggian tekanan di dalam rongga perut dan kelemahan otot dinding perut karena usia. Tekanan intra abdominal yang meninggi serta kronik seperti batuk kronik, hipertrofi prostat, konstipasi dan asites sering disertai hernia inguinalis .(Jong, 2004). Anak yang menjalani operasi hernia pada waktu bayi mempunyai kemungkinan mendapat hernia kontralateral pada usia dewasa (16%). Bertambahnya umur menjadi faktor risiko, dimungkinkan karena meningkatnya penyakit yang meninggikan tekanan intra abdomen dan berkurangnya kekuatan jaringan penunjang .(Jong, 2004). Setelah apendektomi menjadi faktor risiko terjadi hernia inguinalisvkarena kelemahan otot dinding perut antara lain terjadi akibat kerusakan nervus ilioinguinalis dan nervus iliofemoralis.(Jong, 2004). C.TANDA DAN Gejala - Gangguan pernafasan yang berat - Sianosis (warna kulit kebiruan akibat kekurangan oksigen) - Takipneu (laju pernafasan yang cepat) - Bentuk dinding dada kiri dan kanan tidak sama (asimetris) - Takikardia (denyut jantung yang cepat). Lambung, usus dan bahkan hati dan limpa menonjol melalui hernia. Jika hernianya besar, biasanya paru-paru pada sisi hernia tidak berkembang secara sempurna. Setelah lahir, bayi akan menangis dan bernafas sehingga usus segera terisi oleh udara. Terbentuk massa yang mendorong jantung sehingga menekan paru-paru dan terjadilah sindroma gawat pernafasan. D.Diagnosa Diagnosis ditegakkan, Yaitu: - Gerakan dada pada saat bernafas tidak simetris - tidak terdengar suara pernafasan pada sisi hernia 27



- bising usus terdengar di dada - perut teraba kosong. - Rontgen dada menunjukkan adanya organ perut di rongga dada. E.Penatalaksanaan Pemilihan penatalaksaan bedasarkan lama waktu yang dibutuhkan dalam mendiagnosis diafragma hernia Pada keadaan terapi akut perbaikan diafragma trasabdominal meupakan pilihan karena insiden trauma yang berhubungan dengan perut. Pada fase perbaikan laten transthorakal menjadi pilihan karena sudah terjadi perlengketan organ intra thorakal. Laparoskopi eksplorasi juga bias menjadi pertimbangan untuk diagnosis dan terapi yang bersifat minimal invasif. Laparoskopi juga dapat menjadi pilihan terapi pada keadaan diafragma pecah akibat trauma tusuk atau trauma tembak. 2.9 Meningokel



A.Pengertian Meningokel merupakan benjolan berbentuk kista di garis tengah tulang belakang yang umumnya terdapat di daerah lumbosakral. Lapisan meningeal berupa durameter dan araknoid menonjol sebagai kista keluar kanalis vertebralis,sedangkan medula spinalis masih di tempat yang normal. Benjolan ditutupdengan membran tipis yang semitransparan berwarna kebiruan atau terkadangditutupi oleh kulit yang dapat menunjukkan hipertrikosis atau sebagai nevus.Pada transiluminasi tidak terlihat jaringan saraf pusat di dinding benjolan. Fungsitungkai bawah biasanya masih normal, hanya terkadang disertai adanyagangguan. Meningokel merupakan kelainan kongenital SSP yang paling sering terjadi.Biasanya terletak di garis tengah. Meningokel biasanya terdapat di daerahservikal atau daerah torakal sebelah atas. Kantong hanya berisi selaput otak,sedangkan korda tetap dalam korda spinalis (dalam durameter tidak terdapatsaraf). Tidak terdapat gangguan sensorik dan motorik. Bayi akan menjadi normal sesudah operasi. B.Etiologi 28



Penyebab spesifik dari meningokel atau spina bifida belum diketahui.Banyak faktor seperti keturunan dan lingkungan diduga terlibat dalam terjadinyadefek ini.Tuba neural umumnya lengkap empat minggu setelah konsepsi. Hal-hal berikut ini telah ditetapkan sebagai faktor penyebab; kadar vitamin maternalrendah, termasuk asam folat, mengonsumsi klomifen dan asam valfroat, danhipertermia selama kehamilan. Diperkirakan hampir 50% defek tuba neural dapatdicegah jika wanita bersangkutan meminum vitamin-vitamin prakonsepsitermasuk asam folat. Kelainan kongenital SSP yang paling sering dan penting ialah defek tabung neural yang terjadi pada 3-4 per 100.000 lahir hidup. Bermacam-macam penyebab yang berat menentukan morbiditas dan mortalitas, tetapi banyak dari abnormalitas ini mempunyai makna klinis yang kecil dan hanyadapat dideteksi pada kehidupan lanjut yang ditemukan secara kebetulan. C.Tanda Dan Gejala Beberapa anak memiliki gejala ringan atau tanpa gejala,sedangkan yang lainnya mengalami kelumpuhan pada daerah yang persarafi oleh korda spinalis maupun akar saraf yang terkena. Terdapat 3 jenis spina bifida yaitu: a. Spida bifida okulata,merupakan spina bifida yang paling ringan.Satu atau beberapa vertebra tidak terbentuk secara normal,tetapi korda spinalis dan selaputnya (meningens) tidak menonjol. b. Meningokel,yaitu meningens menonjol melalui vertebra yang tidak utuh dan teraba sebagai suatu benjolan berisi cairan di bawah kulit. c. Mielokel,merupakan jenis spina bifida yang paling berat,dimnana korda spinalis menonjol dan kulit diatasnya tampak kasar dan merah. Gejala dari spina bifida umumnya berupa penonjolan seperti kantung di punggung tengah sampai bawah pada bayi baru lahir,jika disinari kantung tersebut tidak tembus cahaya,kelumpuhan/kelemahan pada pinggul,tungkai atau kaki,penurunan sensasi,inkontensia uri (besar) maupaun inkontensia tinja,korda spinalis yang terkena rentan terhadap infeksi (meningitis).Gejala pada spina bifida okulata,adalah seberkas rambut pada daerah sacral (panggul bagian belakang),lekukan pada daerah sakrum. D.Diagnosis Diagnosis spina bifida termasuk meningokel ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.Pada trimester pertama wanita hamil menjalani pemeriksaan darah yang disebut triple screen.Tes ini merupakan tes penyaringan untuk spina bifida,sindrom down,dan kelainan bawaan lainnya.Sebanyak 85% wanita yang mengandung bayi dengan spina bifida,akan 29



memiliki kadar serum alfa petoproteinyang tinggi.Tes ini memiliki angka positif yang palsu positif tinggi,karena itu,jika hasilnya positif perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk memperkuat diagnosis.Dilakukan USG yang biasanya dapat menemukan adanya spina bifida.Kadang-kadang dilakukan amniosentesis (analisa cairan ketuban). Setalah bayi lahir dilakukan pemeriksaan rontgen tulang belakang untuk menentukan luas dan lokasi kelainan,pemeriksaan USG tulang belakang bias menunjukan adanya kelainan pada korda spinalis maupaun vertebra,serta pemeriksaan CT-scan atau MRI tulang belakang kadangkadang dilakukan untuk menentukan lokasi dan luasnya kelainan. E.Penatalaksanaan a.



Sebelum dioperasi,bayi di masukkan ke dalam incubator dengan kondisi tanpa baju.



b.



Bayi dalam posisi telungkup atau tidur jika kantongnya besar untuk mencegah infeksi.



c. Berkolaborasi dengan dokter anak,ahli bedah,ahli ortopedi,dan ahli orologi,terutama unuk tindakan pembedahan,dengan sebelumnya melakukan informed consent dan informed choice pada keluarga. 2.10 ENSEFALOKEL



A.Pengertian Ensefalokel Ensefalokel adalah suatu kelainan tabung saraf yang ditandai dengan adanya penonjolan meningens (selaput otak) dan otak yang berbentuk seperti kantung melalui suatu lubang pada tulang tengkorak. Ensefalokel disebabkan oleh kegagalan penutupan tabung saraf selama perkembangan janin. Bisa di belakang kepala, puncak kepala, atau di antara dahi dan hidung. Melalui celah inilah sebagian struktur otak dan selaput otak keluar. Akibat kelainan ini antara lain kelumpuhan anggota gerak, keterlambatan perkembangan, retardasi mental, dan kejang berulang. Ada dua pengertian Ensefalokel, yaitu :



30



1. Ensefalokel adalah suatu kelainan tabung saraf yang ditandai dengan adanya penonjolan meningens (selaput otak) dan otak yang berbentuk seperti kantung melalui suatu lubang pada tulang tengkorak. 2. Ensefalokel adalah kelainan pada bagian oksipital. Terdapat kantong berisi cairan jaringan saraf atau sebagian otak karena adanya celah pada bagian oksipital. B.Etiologi Ensefalokel Ada beberapa dugaan penyebab penyakit itu diantaranya, infeksi, faktor usia ibu yang terlalu muda atau tua ketika hamil, mutasi genetik, serta pola makan yang tidak tepat sehingga mengakibatkan kekurangan asam folat. Langkah selanjutnya, sebelun hamil, ibu sangat disarankan mengonsumsi asam folat dalam jumlah cukup. Ensefalokel disebabkan oleh kegagalan penutupan tabung saraf selama perkembangan janin. Kegagalan penutupan tabung saraf ini disebabkan oleh gangguan pembentukan tulang cranium saat dalam uterus, seperti kurangnya asupan asam folat selama kehamilan, adanya infeksi pada saat kehamilan terutama infeksi TORCH, mutasi gen (terpapar bahan radiologi), obat-obatan yang mengandung bahan yang terotegenik. Ensefalokel disebabkan oleh defek tulang kepala, biasanya terjadi dibagian oksipitalis, kadang-kadang juga dibagian nasal, frontal, atau parietal. C.Tanda Dan Gejala Ensefalokel a.



Hidrosefalus.



b.



Kelumpuhan keempat anggota gerak (kuadriplegia stastik).



c.



Mikrosefalus.



d. Gangguan penglihatan, keterbelakangan mental, dan pertumbuhan. e.



Ataksia.



f.



Kejang.



Beberapa anak memiliki kecerdasan yang normal. Ensefalokel seringkali disertai dengan kelainan kraniofasial atau kelainan otak lainnya D.Diagnosis Luasnya defek dan besarnya herniasi jaringan otak akan menentukan prognosis enchephalus. Enchephalocele mudah dideteksi dengan USG bila defek tulang kepala cukup besar, apalagi bila sudah disertai herniasi. Akan tetapi lesi pada tulang kepala menjadi sulit di kenali bila terdapat oligohidramnion. 31



E.Penanganan Pra Bedah: 1. Segera setelah lahir daerah yang terpakai harus dikenakan kasa steril yang direndam salin yang ditutupi plastik, atau lesi yang terpapar harus ditutupi kasa steril yang tidak melekat untuk mencegah jaringan saraf yang terpapar menjadi kering. 2. Perawatan pra bedah neonatus rutin dengan penekanan khusus pada saat mempertahan suhu tubuh yang dapat menurun dengan cepat. Pada beberapa pusat tubuh bayi ditempatkan dalam kantong plastik untuk mencegah kehilangan panas yang dapat terjadi akibat permukaan lesi yang basah. 3.



Lingkaran occipito frontalis kepala diukur dan dibuat grafiknya.



4.



Akan diminta X-Ray medulla spinalis.



5.



Akan diambil photografi dari lesi.



6.



Persiapan operasi.



7. Suatu catatan aktifitas otot pada anggota gerak bawah dan sringter anal akan dilakukan oleh fisioterapi. 8. Pembedahan medulla spinalis yang terpapar ditutupi dengan penutup durameter dan kulit dijahit diatas dura yang diperbaiki. Jika celah besar, maka perlu digunakan kulit yang lebih besar untuk menutupi cacat. Pada bayi ini drain sedot diinsersikan dibawah flap.



2.11 Hydrocephalus



A.Pengertian



32



Hydrocephalus adalah akumulasi cairan serebro spinal dalam ventrikel serebral, ruang subarachnoid atau ruang subdural (Suriadi daan Yuliani, 2001).Hydrochepalus yaitu timbul bila ruang cairan serebro spinalis interna atau eksternal melebar ( Mumenthaler, 1995). Hydrocephalus merupakan keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan cerebro spinalis tanpa atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya cairan serebro spinal (Ngatisyah, 1997). B.Etiologi Etiologi Hidrosefalus menurut L.Djoko Listiono (1998 ); Sebab-sebab Prenatal Sebab prenatal merupakan faktor yang bertanggung jawab atas terjadinya hidrosefalus kongenital yang timbul in- utero ataupun setelah lahir. Seabb-sebab ini mencakup malformasi ( anomali perkembangan sporadis ), infeksi atau kelainan vaskuler. Pada sebagian besar pasien banyak yang etiologi tidak dapat diketahui dan untuk ini diistilahkan sebagai hidrosefalus idiopatik. Sebab-sebab Postnatal Lesi masa menyebabkan peningkatan resistensi aliran liquor serebrospinal dan kebanyakan tumor berlokasi di fosa posterior.Tumor lain yang menyebabkan hidrosefalus adalah tumor di daerah mesencephalon. Kista arachnoid dan kista neuroepitalial merupakn kelompok lesi masa yang menyebabkan aliran gangguan liquor berlokasi di daerah supraselar atau sekitar foramen magmum. Perdarahan yang disebabkan oleh berbagai kejadian seperti prematur, cedera kepala, ruptura malformasi vaskuler.Meningitis. Semua meningitis bakterialis dapat menyebabkan hidrosefalus akibat dari fibrosis leptomeningeal. Hidrosefalus yang terjadi biasanya multi okulasi, hal ini disebabkan karena keikutsertaan adanya kerusakan jaringan otak Gangguan aliran vena. Biasanya terjadi akibat sumbatan antomis dan fungsional seperti akhondro plasia dimana terjadi gangguan drainase vena pada basis krani, trombosis jugularis. C.TANDA DAN GEJALA Kepala bisa berukuran normal dengan fontanela anterior menonjol, lama kelamaan menjadi besar dan mengeras menjadi bentuk yang karakteristik oleh peningkatan dimensi ventrikel lateral dan anterior – posterior diatas proporsi ukuran wajah dan bandan bayi.Puncak orbital tertekan kebawah dan mata terletak agak kebawah dan keluar dengan penonjolan putih mata yang tidak biasanya. Tampak adanya dsitensi vena superfisialis dan kulit kepala menjadi



33



tipis serta rapuh.Uji radiologis : terlihat tengkorak mengalami penipisan dengan sutura yang terpisah – pisah dan pelebaranvontanela. Ventirkulogram menunjukkan pembesaran pada sistim ventrikel . CT scan dapat menggambarkan sistim ventrikuler dengan penebalan jaringan dan adnya massa pada ruangan Occuptional.Pada bayi terlihat lemah dan diam tanpa aktivitas normal. Proses ini pada tipe communicating dapat tertahan secara spontan atau dapat terus dengan menyebabkan atrofi optik, spasme ekstremitas, konvulsi, malnutrisi dan kematian, jika anak hidup maka akan terjadi retardasi mental dan fisik. D.Diagnosis hydrocephalus kongenital pada neonatus, bayi, dan anak-anak, berdasarkan lingkar kepala (occipito-frontal) yang besar saat lahir, ataupun pemeriksaan lingkar kepala serial yang menunjukkan peningkatan yang lebih dari sebagaimana mestinya. Sedangkan hydrocephalus didapat biasanya datang dengan gejala-gejala yang disebabkan peningkatan tekanan intrakranial, seperti nyeri kepala, gangguan penglihatan, mual muntah, bahkan penurunan kesadaran. Pemeriksaan untuk konfirmasi adalah pencitraan otak, baik dengan CT scan kepala, maupun MRI otak. Untuk mengukur tekanan intrakranial, perlu dilakukan test pressure opening pada pungsi lumbal, dengan posisi lateral dekubitus. E.Penatalaksanaan Penanganan hidrocefalus masuk pada katagori ”live saving and live sustaining” yang berarti penyakit ini memerlukan diagnosis dini yang dilanjutkan dengan tindakan bedah secepatnya. Keterlambatan akan menyebabkan kecacatan dan kematian sehingga prinsip pengobatan hidrocefalus harus dipenuhi yakni: Mengurangi produksi cairan serebrospinal dengan merusak pleksus koroidalis dengan tindakan reseksi atau pembedahan, atau dengan obat azetasolamid (diamox) yang menghambat pembentukan cairan serebrospinal. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi caira serebrospinal dengan tempat absorbsi yaitu menghubungkan ventrikel dengan subarachnoid Pengeluaran cairan serebrospinal ke dalam organ ekstrakranial, yakni: Drainase ventrikule-peritoneal Drainase Lombo-Peritoneal Drainase ventrikulo-Pleural Drainase ventrikule-UretrostomiDrainase ke dalam anterium mastoid 34



Mengalirkan cairan serebrospinal ke dalam vena jugularis dan jantung melalui kateter yang berventil (Holter Valve/katup Holter) yang memungkinkan pengaliran cairan serebrospinal ke satu arah. Cara ini merupakan cara yang dianggap terbaik namun, kateter harus diganti sesuai dengan pertumbuhan anak dan harus diwaspadai terjadinya infeksi sekunder dan sepsis. Tindakan bedah pemasangan selang pintasan atau drainase dilakukan setelah diagnosis lengkap dan pasien telah di bius total. Dibuat sayatan kecil di daerah kepala dan dilakukan pembukaan tulang tengkorak dan selaput otak, lalu selang pintasan dipasang. Disusul kemudian dibuat sayatan kecil di daerah perut, dibuka rongga perut lalu ditanam selang pintasan, antara ujung selang di kepala dan perut dihubiungakan dengan selang yang ditanam di bawah kulit hingga tidak terlihat dari luar. Pengobatan modern atau canggih dilakukan dengan bahan shunt atau pintasan jenis silicon yang awet, lentur, tidak mudah putus. 2.12 Fimosis A.Pengertian Fimosis adalah penyempitan pada prepusium.Kelainan ini juga menyebabkan bayi/anak sukar berkemih.Kadang-kadang begitu sukar sehingga kulit prepusium menggelembung seperti balon. Bayi/anak sering menangis keras sebelum urine keluar.(Ngastiyah.2005) Fimosis adalah keadaan kulit penis (preputium) melekat pada bagian kepala penis dan mengakibatkan tersumbatnya lubang saluran kemih, sehingga bayi dan anak jadi kesulitan dan kesakitan saat kencing.Sebenarnya yang berbahaya bukanlah fimosis sendiri, tetapi kemungkinantimbulnya infeksi pada uretha kiri dan kanan, kemudian ke ginjal. Infeksi ini dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal.( wafi nur.2010). Sedangkan parafimosis merupakan kebalikan dari fimosis dimana kulit preputium setelah ditarik ke belakang batang penis tidak dapat dikembalikan ke posisi semula (ke depan batang penis) sehingga penis menjadi terjepit. fimosis dan parafimosis yang didiagnosis secara klinis ini, dapat terjadi pada penis yang belum disunat (disirkumsisi, circumcision) atau telah dikhitan namun hasilnya kurang baik. Fimosis dan parafimosis dapat terjadi pada laki-laki semua usia, namun kejadiannya tersering pada masa bayi dan remaja. B.



Etiologi



Fimosis pada bayi laki-laki yang baru lahir terjadi karena ruang di antara kutup dan penis tidak berkembang dengan baik.Kondisi ini menyebabkan kulup menjadi melekat pada kepala penis, sehingga sulit ditarik ke arah pangkal.Penyebabnya bisa dari bawaan dari lahir, atau didapat, misalnya karena infeksi atau benturan. 35



1.



Konginetal (fimosis fisiologis)



Fimosis kongenital (fimosis fisiologis) timbul sejak lahir sebenarnya merupakan kondisi normal pada anak-anak, bahkan sampai masa remaja. Kulit preputium selalu melekat erat pada glans penis dan tidakdapatditarik ke belakang pada saat lahir, namun seiring bertambahnya usia serta diproduksinya hormon dan faktor pertumbuhan terjadi proses keratinisasi lapisan epitel dan deskuamasi antara glans penis dan lapis glan dalam preputium sehingga akhirnya kulit preputium terpisah dari glan penis. 2.



Fimosis didapat (fimosis patologik, fimosis yang sebenarnya, true phimosis)



Hal ini berkaitan dengan kebersihan hygiene alat kelamin yang buruk, peradangan kronik glans penis dan kulit preputium (balanoposthitis kronik), atau penarikan berlebihan kulit preputium (forceful retraction) pada fimosis kongenital yang akan menyebabkan pembentukkan jaringan ikat (fibrosis) dekat bagian kulit preputium yang membuka. C.Tanda dan gejala fimosis diantaranya : a.



Penis membesar dan menggelembung akibat tumpukan urin



b. Kadang-kadang keluhan dapat berupa ujung kemaluan menggembung saat mulai buang air kecil yang kemudian menghilang setelah berkemih.Hal tersebut disebabkan oleh karena urin yang keluar terlebih dahulu tertahan dalam ruangan yang dibatasi oleh kulit pada ujung penis sebelum keluar melalui muaranya yang sempit c.



Biasanya bayi menangis dan mengejan saat buang air kecil karena timbul rasa sakit.



d.



Kulit penis tak bisa ditarik kea rah pangkal ketika akan dibersihkan



e. Air seni keluar tidak lancar.Kadang-kadang menetes dan kadang-kadang memancar dengan arah yang tidak dapat diduga f.



Bisa juga disertai demam



g.



Iritasi pada penis.



D.Diagnosis Fimosis Fimosis akan tampak dari gejala yang muncul, yaitu kulup penis yang menempel dengan kepala penis. Kondisi tersebut normal pada anak-anak, terutama pada anak-anak usia dibawah 3 tahun. Namun bila timbul gejala yang perlu diwaspadai, segera konsultasikan dengan dokter.Saat berkonsultasi dengan dokter, dokter akan menanyakan gejala yang dirasakan oleh penderita, kemudian dokter akan melakukan pemeriksaan fisik, terutama pada penis. Setelah itu, dokter akan menentukan langkah pengobatan yang akan dijalani, tanpa memerlukan pemeriksaan penunjang. 36



E.Penatalaksanaan 1. Penatalaksanaan medis a. Fimosis disertai balanitis xerotica obliterans dapat diberikan salep dexamethasone 0,1% yang dioleskan 3-4 kali sehari dan diharapkan setelah 6 minggu pemberian prepusium dapat diretraksi spontan. b. Dengan tindakan sirkumsisi, apabila fimosis sampai menimbulkan gangguan miksi pada klien. Dengan bertambahnya usia, fimosis akan hilang dengan sendirinya. 2. Prinsip terapi dan manajemen keperawatan a. Perawatan rutin pra bedah. 1) Menjaga kebersihan bagian alat kelamin untuk mencegah adanya kuman atau bakteri dengan air hangat dan sabn mandi. 2) Penis harus dibersihkan secara seksama dan bayi tidak boleh ditinggalkan sendiri berbaring seperti popok yang basah dalam waktu yang lama. b. Perawatan pasca bedah 1) Setelah dilakukan pembedahan, akan menimbulkan komplikasi salah satunya perdarahan. Untuk mengatasinya, dengan mengganti balutan apabila basah dan dibersihkan dengan kain/lap yang berguna untuk mendorong terjadinya penyembuhan. 2) Mengganti popok apabila basah terkena air kencing. 3) Mengajarkan orang tua tentang personal hygiene yang baik bagi anak. 4) Membersihkan daerah luka setiap hari dengan sabun dan air serta menerpkan prinsip protektif. 2.13 Hipospadia



37



A.Pengertian Hipospadia berasal dari dua kata yaitu hypo yang berarti di bawah dan spadon yang berarti keratan yang panjang..Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan dimana meatus uretra eksterna berada di bagian permukaan ventral penis dan lebih ke proksimal dari tempatnya yang normal (ujung glanss penis) (Arif Mansjoer, 2000). Hipospadia adalah kelainan bawaan berupa urethra yang terletak di bagian bawah dekat pangkal penis (Ngastiyah, 2005). Berdasarkan dari dua definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa hipospadia adalah suatu kelainan bawaan sejak lahir dimana lubang uretra terdapat di penis bagian bawah bukan diujung penis. Sebagaian besar anak dengan kelainan hipospadia memiliki bentuk batang penis yang melengkung. Biasanya di sekitar lubang kencing abnormal tersebut terbentuk jaringan ikat (fibrosis) yang bersifat menarik dan mengerutkan kulit sekitarnya. Jika dilihat dari samping, penis tampak melengkung seperti kipas (chordee, bahasa latin); secara spesifik jaringan parut di sekitar muara saluran kencing kemudian disebut chordee. Tidak setiap hipospadia memiliki chordee. Seringkali anak laki-laki dengan hipospadia juga memiliki kelainan berupa testis yang belum turun sampai kekantung kemaluannya (undescended testis). Hipospadia merupakan kelainan bawaan yang jarang ditemukan, dengan angka kekerapan 1 kasus hipospadia pada setiap 250-400 kelahiran bayi laki-laki hidup.



B.ETIOLOGI Hipospadia hasil dari fusi yang tidak lengkap dari lipatan uretra terjadi pada usia kehamilan pada minggu ke 8 dan ke 14. Diferensiasi seksual laki-laki pada umumnya tergantung pada hormone testosteron, dihydrotestosteron, dan ekspresi reseptor androgen oleh sel target. Gangguan dalam keseimbangansistem endokrin baik faktor-faktor endogen atau eksogen dapat 38



menyebabkanhipospadia. Indikasi untuk beberapa faktor risiko lain juga telah dilaporkan. Namun, etiologi hipospadia masih belum diketahui. (Brouwers, 2006). 1.



Metabolisme Androgen



Diferensiasi seksual yang normal tergantung pada testosteron dan metabolismenya bersamaan dengan kehadiran reseptor androgen fungsional. Gangguan genetik dalam jalur metabolisme androgen dapat menyebabkan hipospadia. Meskipun kelainan dalam metabolism androgen dapat menyebabkan hipospadia yang berat, namun tidak dapat menjelaskan etiologi terjadinya hipospadia yang sedang dan ringan. (Baskin, 2000) 2.



Gangguan Endokrin



Salah satu penyebab hipospadia disebabkan adanya kontaminasi lingkungan, dimana dapat mengintervensi jalur androgen yang normal dandapat mengganggu sinyal seluler. Hal ini dapat diketahui dari beberapa bahan yang sering dikonsumsi oleh manusia yang banyak mengandung aktivitas ekstrogen, seperti pada insektisida yang sering digunakan untuk tanaman, estrogen alami pada tumbuhan, produk-produk plastik, dan produk farmasi. Selain itu, banyak bahan logam yang digunakan untuk industry makanan, bagian dalamnya dilapisi oleh bahan plastic yang mengandung substansi estrogen. Substansi estrogen juga dapat ditemukan pada air laut dan air segar, namun jumlahnya hanya sedikit. Ketika estrogen tersebut masuk ke dalam tubuh hewan, jumlah estrogen paling tinggi berada pada puncak rantai makanan, seperti kain besar, burung, mamalia laut dan manusia, sehingga menyebabkan kontaminasi estrogen yang cukup besar. Pada beberapa spesies, kontaminasi estrogen dapat mempengaruhi fungsi reproduksi dan kesehatan. Sebagai contoh, terjadi penipisan kulit telur karena pengaruh estrogen. (Baskin, 2000) 3.



Faktor Genetik



Usia ibu saat melahirkan dapat menjadikan salah satu faktor resiko terjadinya hipospadia. Sebuah langsung korelasi terlihat antara usia ibu yang tua dapat meningkatkan kejadian hipospadia, dan lebih ditandai dengan bentuk parah dari cacat lahir. (Fisch, 2001) C. TANDA DAN GEJALA a. Glans penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di bagian bawah penis yang menyerupai meatus uretra eksternus. b. Preputium (kulup) tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk di bagian punggung penis. c. Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan membentang hingga ke glans penis, teraba lebih keras dari jaringan sekitar. 39



d. Kulit penis bagian bawah sangat tipis. e.



Tunika dartos, fasia Buch dan korpus spongiosum tidak ada.



f.



Dapat timbul tanpa chordee, bila letak meatus pada dasar dari glans penis.



g. Chordee dapat timbul tanpa hipospadia sehingga penis menjadi bengkok. h. Sering disertai undescended testis (testis tidak turun ke kantung skrotum). i. D.



Kadang disertai kelainan kongenital pada ginjal.



DIAGNOSIS



Ketika pasien pertama kali datang, pertanyaan dibuat mengenai riwayat obat-obatan diawal kehamilan, riwayat keluarga, arah dan kekuatan cairan kemih dan adanya penyemprotan pada saat buang air kecil. Pemeriksaan fisik meliputi kesehatan umum dan perkembangan pertumbuhan dengan perhatian khusus pada system saluran kemih seperti pembesaran salah satu atau kedua ginjal dan amati adanya cacat lahir lainnya. Khas pada hipospadia adalah maetus uretra pada bagian ventral dan perselubungan pada daerah dorsal serta terdapat defisiensi kulit preputium, dengan atau tanpa chordee dan hipospadia berat berupa suatu skrotum bifida. Ukuran meatus uretra dan kualitas dinding uretra (corpus spongiosum) pada proksimal meatus juga berbeda. Derajat hipospadia sering digambarkan sesuai dengan posisi meatus uretra dalam kaitannya dengan penis dan skrotum. Ini harus dilakukan dengan hati-hati untuk kemungkinan timbul keraguan karena dengan adanya Chordee yang signifikan. Sebuah meatus yang berada di wilayah subcoronal mungkin sebenarnya juga snagat dekat dengan persimpangan penoscrotal dank arena itu setelah koreksi chordee, meatus akan surut ke daerah proksimal batang penis memerlukan rekonstruksi uretra yang luas. Sebaliknya, meatus yang terletak di wilayah subcoronal dalam ketiadaan chordeecocok dengan hipospadia ringan. Oleh karna itu, karena kehadiran chordee yang signifikan, posisi meatus uretra harus dijelaskan dalam kaitannya dengan persimpangan penoscrotal dan korona. Tingkat chordee dapat secara akurat dinilai dengan induksi ereksi dengan mengompresi kavernosum terhadap rami pubis. Kehadiran satu atau kedua testis di skrotum harus dicatat. Pada sebagian besar kasus, pasien dengan testis hipospadia ringan sampai sedang dan kedua testis yang dapat turun secara genotif adalah laki-laki normal. Namun dalam kasus hipospadia yang berat terutama bila dikaiatkan dengan testis yang tidak turun baik unilateral atau bilateral, muncul pertanyaan tentang interseks. (Man, 1958). E. PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan hipospadia adalah dengan jalan pembedahan. Tujuan prosedur pembedahan pada hipospadia adalah: 40



1.



Membuat penis yang lurus dengan memperbaiki chordee.



2.



Membentuk uretra dan meatusnya yang bermuara pada ujung penis(Uretroplasti).



3. Untuk mengembalikan aspek normal dari genitalia eksterna (kosmetik).Pembedahan dilakukan berdasarkan keadaan malformasinya. Padahipospadia glanular uretra distal ada yang tidak terbentuk, biasanya tanpa recurvatum, bentuk seperti ini dapat direkonstruksi dengan flap lokal (misalnya, prosedur Santanelli, Flip flap, MAGPI [meatal advance and glanulo plasty], termasuk preputium plasty). Operasi sebaiknya dilaksanakan pada saat usia anak yaitu enam bulansampai usia prasekolah. Hal ini dimaksudkan bahwa pada usia ini anak diharapkan belum sadar bahwa ia begitu spesial, dan berbeda dengan teman-temannya yang lain yaitu dimana anak yang lain biasanya miksi (buang air seni) dengan berdiri sedangkan ia sendiri harus melakukannya dengan jongkok agar urin tidak merembes ke mana-mana. Anak yang menderita hipospadia hendaknya jangan dulu dikhitan, hal ini berkaitan dengan tindakan operasi rekonstruksi yang akan mengambil kulit preputium penis untuk menutup lubang dari sulcus uretra yang tidak menyatu pada penderita hipospadia. Tahapan operasi rekonstruksi antara lain: 1. Meluruskan penis yaitu orifisium dan canalis uretra senormal mungkin.Hal ini dikarenakan pada penderita hipospadia biasanya terdapat suatuchorda yang merupakan jaringan fibrosa yang mengakibatkan penis penderita bengkok. Langkah selanjutnya adalah mobilisasi (memotong dan memindahkan) kulit preputium penis untuk menutup sulcus uretra. 2. (Uretroplasty). Tahap kedua ini dilaksanakan apabila tidak terbentuk fossa naficularis pada glans penis. Uretroplasty yaitu membuat fassanaficularis baru pada glans penis yang nantinya akan dihubungkan dengan canalis uretra yang telah terbentuk sebelumnya melalui tahap pertama. Tidak kalah pentingnya pada penanganan penderita hipospadia adalah penanganan pascabedah dimana canalis uretra belum maksimal dapat digunakan untuk lewat urin karena biasanya dokter akan memasang sonde untuk memfiksasi canalis uretra yang dibentuknya. Urin untuk sementara dikeluaskan melalui sonde yang dimasukkan pada vesica urinaria (kandungkemih) melalui lubang lain yang dibuat olleh dokter bedah sekitar daerah di bawah umbilicus (pusar) untuk mencapai kandung kemih.



41



BAB III PENUTUP A.Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat dikemukakan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:



42



1. Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur. Kelainan bawaan dapat dikenali sebelum kelahiran, pada saat kelahiran atau beberapa tahun kemudian setelah kelahiran. 2. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelainan kongenital atau cacat bawaan pada neonatus yaitu kelainan genetik dan kromosom, faktor genetik, faktor infeksi, faktor obat, faktor umur ibu, faktor hormonal, faktor radiasi, faktor gizi, dan faktor-faktor lainnya. 3. Kelainan kongenital yang biasanya terjadi pada neonatus yaitu encephalocele, hidrocephalus, bibir sumbing (Labio Paltoskiziz), atressia esofagus, atrssia ani, hirschprung, spina bifida, kelainan jantung kongenital, omfalokel. 4. Kelainan kongenital berat dapat berupa kelainan kongenital yang memerlukan tindakan bedah, kelainan kongenital bersifat medik, dan kelainan kongenital yang memerlukan koreksi kosmetik. Setiap ditemukannya kelainan kongenital pada bayi baru lahir, hal ini harus dibicarakan dengan orang tuanya tentang jenis kemungkinan faktor penyebab, langkah-langkah penanganan dan prognosisnya. Kelainan congenital atau cacat bawaan tidak dapat dicegah, melainkan resiko terjadinya dapat dikurangi dengan tidak mengkonsumsi alcohol, menghindari rokok , obat terlarang, makan makanan yang bergizi, olahraga teratur, menjalani vaksinasi, melakukan pemeriksaan prenatal dengan rutin, dan menghindari zat-zat berbahaya lainnya.



DAFTAR PUSTAKA



Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba Medika. Anonim. Labiopaltoskisis. www.scrib.com. Diakses pada tanggal 20 Oktober 2011 Sudarti.2010. KELAINAN DAN PENYAKIT PADA BAYI DA ANAK.YOGYAKARTA : Nuha Medika 43



Muslihatun, Wafi Nur. 2010. ASUHAN NEONATUS, BAYI DAN BALITA.Yogyakarta : Fitramaya Betz, Cealy L. & Linda A. Sowden. 2002. Buku Saku Betz, Cealy L. & Linda A. Sowden. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisike-3. Jakarta : EGC. Carpenito, Lynda Juall. 1997. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi ke-6. Jakarta : EGC. Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Sri Kurnianianingsih (ed), Monica Ester (Alih Bahasa). Keperawatan Pediatrik. Edisike-3. Jakarta : EGC. http://ilmutentangbidan123.blogspot.com/2012/11/atresia-rekti.html?m=1 Warner B.W. 2004. Chapter 70 Pediatric Surgery in TOWNSEND SABISTON TEXTBOOK of SURGERY. 17th edition. Elsevier-Saunders. Philadelphia. Page 2113-2114 Yongky, mohamad judha, rodiyah, sudarti. 2012. Asuhan pertumbuhan kehamilan persalinan neonatus bayi dan balita. Yogyakarta : nuha medika Sudarti, Afroh Fauziah. (2012) Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, Dan Anak Balita.Nuha Medika: Yogyakarta. Muslihatun, Wafi Nur. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Yogyakarta : Fitramaya



44