Makalah PPD Modul 4 PDF [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK MODUL 4 PERKEMBANGAN TEORI DAN TAHAPAN PERKEMBANGAN SOSIAL DAN EMOSIONAL



Disusun Oleh Kelompok 4 1. Eza gusrianti 2. Merli surya ningsih 3. Rima fitria melati 4. Yapmulyasari Pembimbing Tutor : Richi Kardo, M.pd. Kons



UPBJJ POKJAR PESISIR SELATAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNUVERSITAS TERBUKA TAHUN 2022



MODUL 4 PENGENALAN TEORI DAN TAHAPAN PERKEMBANGAN SOSIAL DAN EMOSIONAL Kegiatan Belajar 1. Perkembangan Emosi, Temperamen, dan Keterkaitan (Attachment) A. Defenisi Emosional Emosi adalah perasaan atau efek yang terjadi ketika seseoarang berada dalam interaksi yang penting baginya dengan ditandai oleh perilaku yang mencerminkan (mengekspresikan) rasa senang atau tidak senang dari seseorang yang sedang berada dalam suatu kondisi atau transaksi (Santrock, 2012). Yang dimaksud dengan “mengekpresikan rasa” tentunya dapat menggambarkan banyak hal, seperti rasa senang, sedih, takut, dan marah, seorang bayi sama dengan emosi yang digambarkan oleh anak-anak dan orang dewasa. B. Tahap Perkembangan Emosional Setiap individu tentunya memiliki perasaan emosi masing-masing. Namun sebenarnya, emosi tersebut tak hanya dirasakan oleh orang-orang dewasa saja, namun juga bisa dirasakan oleh anak-anak sekalipun. Bahkan sebenarnya, anak-anak merasakan emosional yang lebih dibandingkan orang-orang dewasa. Hal ini dikarenakan mereka belum mampu untuk mengendalikan emosi mereka tersebut. Perkembangan emosi pada anak biasanya akan mengikuti perkembangan dari usia kronologisnya. Itu berarti menandakan bahwa perkembangan emosi anak akan selalu berkembang sesuai dengan pertambahan usianya, dari mulai bayi, remaja, hingga beranjak dewasa. Selain itu, dalam tahap perkembangan emosi anak juga sangat dipengaruhi oleh banyak faktor yang terkait dengan lingkungannya. Namun terkadang faktor gen/keturunan juga dapat berpengaruh di dalam perkembangan emosi anak. Nah berikut ini beberapa tahap perkembangan emosi anak yang perlu anda ketahui 1. Usia 0/lahir, pada tahap ini, beberapa ahli percaya bahwa seorang bayi terlahir memiliki emosi. Hal ini disebabkan mereka sudah terprogram secara biologis. Pada usia ini, mereka sudah dapat engungkapkan rasa kepuasan, ketertarikan dan kesusahan 2. Usia 2-7 bulan, pada usia ini, bayi sudah mulai dapat mengambarkan berbagai macam ekspresi, seperti marah, takut, gembira, sedih, dan terkejut. Hal ini disebabkab bayi sudah mulai dapat merespon lingkungan sekitarnya, terutama orang terdekatnya. 3. Usia 1-2 tahun, tingkat emosi 1-2 tahun sudah lebih kompleks. Mereka mulai memiliki rasa malu, iri, menyesal, bangga. Perasaan itu disebut juga self-conscious karena pada tahap ini kemampuan kognitif anak sudah muai berkembang dan juga



4.



5.



6.



7.



menerima stimulus dari lauar sehinga terciptalah peningkatan kompleksitas ekspresi emosi. Usia 3 tahun, pada usia ini, anak sudah mulai memiliki kemampuan diri sendiri untuk dapat menilai baik dan buruk atau dengan kata lain sudah memiliki selfevaluation. Usia 4-5 tahun, pada usia ini, anak dapat mengekspresikan perasaan malu, iri, menyesal, banga, baik, dan buruk. Itu semua disebabkan anak sudah memiliki selfconscious dan self-evaluation. Selain itu pada tahap ini, anak sudah mendapatkan stimulus dari orang tua dan lingkungan untuk dapat menggambarkan suatu perasaan saat kondisi dan situasi tertentu. Usia 6-12 tahun, tingkat emosi pada usia 6-12 tahun ini sudah complek emostions anak sudah memiliki rasa malu, gugup, self-touching, enggan, sombong, merasa bersalah, dan lain-lain. Pada tahap ini, suda dapat mengungkapkan emosinya sendiri tanpa bantuan. Usia remaja-dewasa, pada tahap ini, seseorang memiliki kompleksitas emosi yang tinggi. Hal tersebut disebabkan tingkat kematangan emosi yang sudah baik. Pengalaman dan stimulus dari lingkungan serta tingkat self-evaluation diripun tinggi sehingga sudah sangat jelas bagaimana emosi itu ada dalam kehidupan sehari-hari.



C. Factor Yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi 1. Defenisi temperamen Temperamen adalah kecendrungan seseorang untuk merespon denga cara yag dapat diprediksi terhadap peristiwa lingkungan, termasuk merespon tingkat aktivitas, lekas marah, ketakutan, dan kemampuan bersosialisasi (Shaffer & Kipp, 2014). Gillibrand dkk (2016) mengungkapkan bahwa tempramen merupakan kecendrungan yag menjadi dasar umum untuk berperilaku dengan cara tertentu. Dalam sebah penelitian, tempramen pada anak diklasifikasikan menjadi tiga sebagai berikut : a. Tempramen anak yang mudah (easy child) b. Tempramen anak yang sudah diatur (difficult child) c. Tempramen anak yang berada di tengah-tengah (slow to warm up to child) 2. Factor yang mempengaruhi tempramen a. Factor lingkungan b. Factor biologis D. Defenisi Keterkaitan Keterkaitan adalah ikatan kuat, abadi, dan ksih sayang uang dibagikan oleh seorang anak terhadap orang yang signifikan dekat denganya. Biasanya seorang ibu atau orang yang tahu dan dapat memenuhi kebutuhan sang anak (Gillibrand dkk, 2016). Menurut Santrock (2007), keterkaitan (attachment) merupakan ikatan emosional yang erat antara dua orang. Keterkaitan ini mengcu pada suatu relasi antara dua orang yang memiliki perasaan yang kuat satu sama lain dan melakukan banyak



hal bersama untuk melanjutkan relasi itu. Anak yang mendapatkan keterkaitan yang cukup akan meras dirinya aman (secure) dan lebih positif terhadap kelompoknya menunjukan keterkaitan yang lebih besar terhadao orang lain saat diajak bermain atau ketika digendong. Dengan kata lain, anak tersebut bersifat social tidak hanya dengan ibu atau pengasuhnya, tetapi juga pada orang lain. Sebaliknya, anak yang tidak memiliki keterkaitan yang tidak aman (insecure) akan takut pada orang asing dan akan merasa sedih ketika ada moment yang mengharuskannya berpisah dengan ibu atau pengasuhnya. E. Teori-Teori Terkait Keterkaitan (ATTACHMENT) 1. Teori psikoanalisis 2. Teori belajar 3. Teori kognitif 4. Teori etologikal F. Fase Perkembangan Keterkaitan (ATTACHMENT) Ketika membicarakan fase perkembngan keterkaitan, tentunya fase-fase tersebut digunakan untuk menjelaskan capaian perkembangan keterkaitan sesuai dengan usia. G. Factor Yang Mempengaruhi Keterkaitan (ATTACHMENT) Menurut Erickson, factor yang mempengaruhi keterkaitan sebagai berikut : 1. Perpisahan yang tiba-tiba antara anak dan sosok yang lekat dengannya 2. Penyiksaan emosial atau penyiksaan fisik 3. Pengasuh yang tidak stabil 4. Sering berpindah domisili 5. Pola asuh yang tidak konsisten 6. Figure lekat yang mengalami masalah psikologis Menurut Gilibrand dkk (2016), factor yang mempengaruhi keterkaitan sebagai berikut : 1. Pengasuh yang sensitive dan responsive dapat mengembangkan keterkaitan yang aman. 2. Pengasuh yang tidak konsisten, lalai, terlalu intrusive, dan kasar dapat menyebabkan terciptanya keterkaitan yang tidak aman. 3. Factor-faktor lingkungan seperti kemiskinan dan hubungan pernikahan yang tidak baik dapat menciptaan keterkaitan yang tidak aman. 4. Karakteristik bayi dan juga karakter temperamental juga dapat mempengaruhi kualitas juga karakter interaksi yang terjadi antara bayi dan pengasuhnya. 5. Pengasuh dapat menentukan apakah keterkaitan yang tercipta aman atau tidak. Kemudian, tempramen anak dapat menentukan jenis rasa tidak aman yang ditunjukan oleh seorang anak yang disebabkan oleh pengasuh yang tidak peka. H. Keterkaitan Pada Usia Dini, Kanak-Kanak, Dan Remaja



Menurut Ainsworth (Dwyer,2000) keterkaitan pada usia dini, kanak-kanak, dan remaja , pada dasarnya, keterkaitan yang terbentuk dan tidak berubaha dan bersifat stabil dari masa kecil hingga dewasa sekalipun ditujukan pada figure keterkaitan yang berbeda. Hubungan keterkaitan pada masa dewasa mempunyai kemiripan dengan hubungan yang terjadi pada masa kanak-kanak. 1. Figure keterkaitan pada masa dewasa yang berubah 2. Orang dewasa lebih mudah menoleransi perpisahan dengan figure dibandingkan masa kanak-kanak. Kegiatan Belajar 2. Konsep Diri vs Hasil Belajar A. Konsep Diri Menurut Gilibrand dkk, (2016) konsep diri merupakan pandangan terhadap diri sendiri, termasuk secara fisik, mental, emosi, dan kebiasaan. Sejalan dengan pendapat Gilibrand, Brooks mengungkapakan bahwa konsep diri adalah pandangan dan perasaan tentang diri. Berdasarkan oaparan diatas, kita dapat menimpulkan bahwa konsep diri adalah pandangan diri sendiri terhadao diri mengenai siapa diri ini, apa, dan bagaimana diri ini. B. Harga Diri Harga diri adalah evaluasi seseorang terhadap seseorang yang didasarkan pada penilaian terhadap kualitas yang membentuk konsep diri (Shaffer & Kipp, 2004). Menuru Santrock (2012), harga diri merupakan keseluruhan cara yang digunakan untuk mengevaluasi diri, yaitu harga diri tersebut juga perbandingan antara ideal-self dan real-self. Menurut Coopersmith (1967), terdapat empat aspek dalam harga diri. Aspek tersebut yaitu : 1. Kekuatan (power) adalah kekuatan yang menunjukan bahwa seseorang memiliki kemampuan untuk dapat mengontrol tingkah laku serta mendapatkan pengakuan orang lain atas tingkah laku tersebut. 2. Keberartian (significant) merupakan sebuah kepedulian, perhatian, afeksi, dan ekspresi kasih sayang yang diterima oleh seseorang dari orang lain yang menjadi tanda bahwa seseorang tersebut diterima keberadaannya di lingkungan sosialnya. 3. Kebijakan (virtue), suatu ketaatan untuk mengikuti dan bertingkah laku sesuai dengan etika, moral, dan agama. 4. Kemampuan (competence), adalah kemampuan dalam menunjukan performa yang tinggi dalam memenuhi kebutuhan dan mencapai prestasi. C. Perkembangan Konsep Diri Perkembangan konsep diri merupakan salah satu bagian yang sangat penting dalam perkembangan sosioemosional. Perkembangan ini sangat mempengaruhi kehidupan



seseorang. Hal tersebut disebabkan oleh perkembangan konsep diri dapat mempengaruhi beberapa factor perkembangan diri yang lainnya. Menurut Santrok (2012), perkembangan konsep diri anak selama bertahun-tahun sekolah dasar dapat dilihat tiga karakteristik konsep diri sebagai berikut. 1. Karakteristik internal anak-anak pada tingkat sekolah dasar lebih cendrung menyebutkan karakteristik psikologis dalam pendefinisian diri dan cendrung kurang menyebutkan karakteristik fisik. Minsalnya anak-anak pada tingkat sekolah dasar cendrung mendeskripsikan diri mereka sebagai „aku seorang anak yang pintar dan baik‟ 2. Karakteristik aspek social Selama proses bertahun-tahun, pada tingkat sekolah dasar, aspek social dari pemahaman diri mereka meningkat. Pada fase inilah anak-anak mulai sering menjadikan kelompok-kelompok sosaial sebagai acuan dalam mendeskrisikan diri mereka. 3. Karakteristik perbandingan social Pada tahap ini, anak-anak cendrung mendeskripsikan diri mereka dengan orang lain secara komperatif dari pada absolute. Minsalnya usia anak sekolah dasar tidak lagi berpikir “ apa yang dapat aku lakukan” dan “apa yang tidak dapat aku lakukan”, tetapi mereka mulai berpikir “apa yang dapat saya lakukan” dan “apa yang dapat dilakukan oleh orang lain”. Menurut santrock (2012), konsep perkembangan diri remaja sebagai berikut: a. abstrak dan idealistic Pada fase ini, anak-anak lebih mungkin menggambarkan diri mereka dengan katakata yang abstrak dan idealistic. Minsalnya saya seorang sensitive. b. Differentiated Remaja mulai memahami diri mereka memiliki diri-diri yang berbeda sesuai dengan peran dan konteks tertentu. c. contradictions within the selft Setelah remaja mereka mendiskripsikan diri mereka kedalam sejumlah peran dan konteks tertentu, muncul lah kontrakdisi antara diri-diri yang terdefiansiasi ini. Contoh, mudah bosan dan ingin tahu, jelek dan menarik, peduli dan tak peduli, dan lain-lain. d. The fluctuating self Sifat yang kontakdiksi dalam diri remaja pada gilirannya memunculkan fluaktasi diri dalam berbagai situasi dan lintas waktu yang mengejutkan. Pada fase ini , ketidakstabilan konsep diri terjadi. e. Real dan ideal, live fase selves Munculnya kemampuan remaja untuk membangun konsep diri ideal (ideal seft) mereka, disamping konsep diri merka yang nyata. Perbedaan antara diri ideal dan diri yang nyata merupakan pertanda bahwa kemampuan kognitif yang dimilikinya terus berkembang. f. Sosial comparison Pada fase inni, remaja lebih sering menggunakan perbandingan social untuk mengevaluasi diri mereka.



g. Self conscious Remaja akan sadar akan dirinya dibandingkan anak-anak dan lebih memikirkan pemahaman diri mereka. Remaja menjadi lebih mudah melakukan intropeksi diri dan mengekpolr diri. h. Selft protekstive Remaja lebih sering mempertahan kan diri , melindungi dirinya, dan lebih cendrung menolak adanya karakteristik negative dalam diri. i. Unconsciuos Konsep diri remaja melibatkan adanya komponen yang tidak disadari , termasuk dalam dirinya, sama seperti komponen yang disadarinya. Fase ini terjadi pada awal hingga remaja akhihr. j. Self integration Fase ini terjadi pada remaja akhir ketika konsep diri menjadi lebih terintegras, yaitu bagian yang berbeda-beda dalam diri secara sistematis menjadi satu kesatuan. D. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSEP DIRI DAN HARGA DIRI Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri dan harga diri sebagai berikut: 1. Orang lain : Respon positif orang lain terhadap diri akan membentuk konsep diri dan harga diri yang positif. Sebaliknya, respon orang lain negative terhadap orang lain akan membentuk konsep diri yang negative pula. Minsalnya, peran orang tua dalam membangun konsep diri anak. 2. Kelompok social : suatu kelompok pasti memiliki norma-norma yang secara emosional akan berpengaruh pada pembentukan konsep diri karena seseorang akan mengarahkan perilakunya dan berusaha menyesuaikan diri dengan kelompoknya. 3. Pengaruh kelas social : kelas social dapat dilihat dari pekerjaan, pendapatan, dan tempat tinggal individu. Berada pada tingkat kelas social yang tinggi akan dipandang lebih sukses di mata masyarakat dan mendapat keuntungan material dan budaya. 4. Pengaruh usia : pengaruh usia sangat mempengaruhi proses perkembangan konsep diri dan harga diri. Pada beberapa individu, seiring bertambah usia, terjadi peningkatan atau penurunan sesuai dengan kondisi atau pengalaman dari individu itu sendiri. E. KONSEP DIRI DAN MOTIVASI BELAJAR Konsep diri merupakan pandangan terhadap diri sendiri dari berbagai aspek. Sementara itu, motivasi adalah dorongan yang timbul pada diri sendiri seseorang secara sadar atau tidak sadar dalam melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu. Motivasi juga dapat dikatakan sebagai suatu energy penggerak, pengarah, dan memperkuat tingkah laku seseorang untuk mencapai tujuan yang hendak dikhendakinya. Motivasi terbagi menjaadi dua, yaitu motivasi instrik dan motivasi ekstrik. Motivasi instrik adalah motivasi yang timbul dari dalam diri sendiri untuk melakukan sesuatu. Sementara itu, motivasi ekstrik adalah motivasi yang berasal dari luar individu itu sendiri.



Jadi, motivasi belajar yaitu keseluruhan energy penggerak, pengarah, dan memperkuat tingkah laku seseorang, baik dari dalam diri maupun dari luar, yang menjamin kelansungan dan memberikan araah untuk mencapai tujuan kegiatan pembelajaran. Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa konsep diri memiliki hubungan erat dengan motivasi belajar seorang siswa. Menurut Djamarah (2011), salah satu factor yang mempengaruhi motivasi belajar adalah konsep diri. Apabila konsep diri seseorang itu negative, seseorang itu akan memiliki sifat pasimis terhadap suatu kompetensi seperti ia enggan untuk bersaing demi prestasi atau dengan kata lain motivasinya rendah. Sementara itu seseorang yang memiliki konsep diri positif akan lebih optimis dalam melakukan sesuatu dan berusaha untuk berprestasi atau dengan kata lain memiliki motivasi tinggi. Konsep diri memainkan peran yang sangat besar dalam menentukan keberhasilan seseorang karena konsep diri dapat dianalogikkan sebagai compute rmental yang memiliki hubungan dengan kemampuan berpikir seseorang, termasuk dorongan atau motivasi dalam hal belajar (Slameto, 2010). Motivasi belajar dipengaruhi oleh beberapa factor yaitu cita-cita belajar, kemampuan belajar, kondisi siswa, kondisi lingkungan, unsure-unsur dinamis dalam belajar, upaya guru, dan lain-lain. Kepercayan merupakan bagian dari konsep diri. F. MOTIVASI BELAJAR UNTUK SISWA DI JENJANG SEKOLAH YANG BERBEDA 1. Cara meningkatkan motivasi belajar anak usia sekolah dasar a. Berikan pujian dengan bijak Seorang anak pada tingkat sekolah dasar biasanya senang pada saat diberi pujian positif. Guru yang memberikan pujian saat siswa melakukan sesuatu akan membuat siswa merasa istimewa dan termotivasi. b. Membentuk kebiasaan belajar yang baik Kebiasaan belajar yang baik dibangun oleh siswa dan guru dapat membuat siswa Nyaman melakukan pembelajaran dan termotivasai untuk melakukan hal seoptimal mungkin yang dapat mereka lakukan. c. Ciptakan persaingan atau kompetisi yang sehat Persaingan atau kompetisi sehat diperlukan oleh siswa agar siswa berusaha hingga tingkat optimalnya. Dengan kata lain, siswa termotivasi untuk melakukan hal seoptimal mungkin yang dapat mereka lakukan. d. Menulis nama siswa di papan tulis dengan rewardnya Minsalkan dikelas kecil, biasanya sisawa termotivasi jika mereka melakukan sesuatu, lalu mereka mendapar reward seperti bintang. e. Gunakan media belajar yang baik dan sesuai dengan pembelajaran\ Penggunaan media belajar yang baik dan sesuai akan mempermudah siswa dalam melakukan pembelajaran. Adanya pembelajaran yang



f.



g.



h.



i.



j.



mudah dapat menyebabkan siswa termotivasinya siswa untuk mengikuti pembelajaran hingga akhir. Menjelaskan tujuan belajar Melalui jelasnya tujuan belajar, siswa pun berusaha focus untuk mencapai tujuan tersebut. Memberikan poin kelompok Dengan adanya penilaian kelompok, setiap kelompok dapat mengevaluasi kemampuannya sehingga ketika mereka mendapatkan nilai yang kurang maksimal, mereka akan berusaha lebih keras yang kemudian demi mendapatkan nilai yang optimal. Memberikan ulangan atau ujian secara berkala Ketika akan ulangan atau ujian secara berkala, secara tidak lansung guru memotivasi siswa untuk berusaha giat belajar demi menyiapkan diri menghadapi ulangan atau ujian tersebut. Menumbuhkan kesadaran siswa Menumbuhkan kesadaran kepada siswa agar merasakan pentingnya tugas dan menerimanya sebagi tantangan sehingga bekerja keras atau dalan kata lain memotivasi siswa untuk bekerja keras. Memberikan dorongan untuk siswa untuk belajar Disini peran guru sangat dibutuhkan oleh siswa-siswa yang memiliki kemampuan rendah untuk mendorong mereka berusaha mengoptimalkan kemampuannya.



G. PENGARUH TEMAN SEBAYA DAN BUDAYA TERHADAP KONSEP DIRI DAN CAPAIAN AKADEMIK Dalam beberapa penelitian, diungkapkan bahwa teman sebaya dan budaya berpengaruh terhadap terbentuknya konsep diri seseorang. Minsalnya, di suatu sekolah ada seorang anak dengan hambatan pendengaran ringan, yaitu teman-teman yang sering kali mengucapkan bawa anak itu bodoh. Selain itu, orang tua siswa lainnya mengungkapkan bahwa anak dengan hambatan pendengaran ringan tersebut pasti tidak akan mampu mengikuti pembelajaran dikelas. Hal tersebut dapat menyebabkan terbentuknya konsep diri yang rendah pada diri siswa pendengaran ringan tersebut. Dengan demikian, kita sebagai pendidik berhati-hatilah mengucapkan kata-kata pada anak didik kita. Konsep diri yang positif dapat meningkatkan motivasi belajar. Berdasarkan hal ini bahwa adanya konsep diri yang positif akan dapat meningkatkan pencapaian akademik seseorang. Hal ini terjadi karena orang yang memiliki konsep diri positif akan memiliki pencapaian akademik tertinggi, optimis untuk melakukan hal yang terbaik dan dapat berkolaborasi dengan banyak orang sehingga memudahkan untuk bertukar pikiran yang pada intinya memudahkan seseorang tersebut memiliki pencapaian akademik yang baik atau tinggi.



Jadi, Teman sebaya dan budaya yang baik akan membangun konsep diri yang positif. Konsep diri yang positif akan membangun motivasi belajar yang tinggi. Motivasi belajar yang tinggi akan mempermudah seseorang untuk pencapaian akademik terbaiknya. Oleh karena itu, teman sebaya dan budaya memengaruhi konsep diri dan pencapaian akademik.



KB 3 Perkembangan identitas diri, moral dan prososial A. Pembentukan Dan TempaanIdentitas Sosial Identitas diri adalah mendefinisikan diri dengan matang : persaan tentang siapa seseorang, kemana orang akan pergi dalam kehidupannya, dan bagaimana seseorang tersebut cocok dengan masyarakat (Shafer&Kipp, 2014). Menurut Erikson (dalam Berk, 2007), identitas diri berarti persaan dapat berfungsi sebagai seseorang yang berdiri sendiri, tetapi berhubungan erat dengan orang lain. Itu artinya menjadi seseorang dari kelompok tetapi sekaligus memilki ciri-ciri yang berbeda dengan orang lain atau dengan kata lain memiliki ciri-ciri khusus sebagai individu. Identitas diri terbentuk melalui penilaian seorang individu terhadap dirinya yang berlandaskan pada pertimbangan budaya, ideologi dan harapan masyarakat serta adanya penilaian diri yang didasarkan pada persepsi orang lain. Menurut Mercia pembentukan identitas diiri memerlukan dua elemen penting yaitu eksplorasi (krisis) dan komitmen. Ekplorasi menunjuk pada suatu masa ketika seseorang berusaha untuk menjelajah berbagai pilihan yang ada. Sementara itu, komitmen merupakan usaha membuat keputusan. Kemudian, untuk menentukan identitas diri seseorang perlu menentuakan kedudukan status identitasnya. Berikut dijelaskan beberapa status identitas : a. Identity diffusion Identity diffusion merupakan suatu kemunduran dalam perspektif waktu, inisiatif dan kemampuan untuk mengkoordinasikan perilaku pada masa kini dengan tujuan pada masa depan. Remaja dengan status ini yaitu remaja yang mengalami kebingungan tentang siapa dirinya dan mau apa dalam hidupnya. b. Identity forelocure Identity forelocure adalah remaja yang telah membuat komitmen tetapi belum pernah mengalami krisis atau mengeksplorasi alternatif-alternatif yang berarti. Remaja dengan status ini akan cenderung menerima pilihan orang tua tanpa mempertimbangkan lagi. c. Identity moratorium Identity moratorium merupakan fase ketika remaja sedang mengekplorasi alternatif-alternatif yang ada tetapi tidak memiliki komitmen atau memiliki komitmen tetapi tidak jelas. Remaja dengan status identitas ini sering dianggap berada dalam tahap mengeksplorasi pemikiran, kesadaran, intelektual yang ditandai dengan banyaknya berhubungan dengan orang lain. d. Identity achievement Identity achievementadalah status identitas ketika remaja telah melewati masa krisis atau masa mengeksplorasi dan telah membuat komitmen. Remaja pada status



identitas ini memiliki perasaan stabil karena mengeksplorasi dan menemukan identitas dirinya. B. Factor Yang MempengaruhiPerkembanganIdentitas 1. Keluarga Keluarga merupakan salah satu factor terpenting dalam pembentukan identitas diri seseorang. Hubungan yang terjalin antara anak dan orang tua dengan baik akan menyebabkan terbentuknya jati diri dan identitasdiri yang baik pula 2. Interaksidengantemansejawat Melalui interaksi dengan teman sebaya yang beragam, seorang individu akan lebih mudah mendapatkan nilai-nilai kehidupan dan ide-ide. Selainitu, adanya interaksi dengan teman sebaya, terutama petemanan dekat, dapat menyebabkan seorang individu mendapatkan dukungan secara emosi. 3. Sekolah dan Komunitas Sekolah dan komunitas merupakan tempat yang luas untuk individu melakukan eksplorasi yang dapat mendukung perkembangan identitas. Melalui sekolah, seorang individu akan mendapatkan bantuan untuk memilki pemikiran yang tinggi, tanggung jawabt erhadap peran yang diambil, dapat bantuan dalam memillih bidang yang diminati, serta terdapat sarana untuk memperoleh gambaran dunia yang sesungguhnya. 4. Kebudayaan Kebudayaan berperan dalam pembentukan identitas seseorang. Maksudnya, budaya dapat membentukself-continuity disamping perubahan diri yang terjadi. 5. Kognitif Factor kognitif atau cara berfikir seorang individu akan menentukan jati diri seseorang juga. Oleh karena itu factor kognitif juga menjadi salah satu factor yang penting dalam pembentukan identitas diri. C. PersepsiTentang Orang/ Kelompok Lain Persepsi seseorang terhadap orang lain mungkin akan bersifat dinamis, tergantung situasi dan kondisi saat mempersepsikannya. Berikut ini proses persepsi yang berkembang dari masa kanak-kanak hingga remaja menurut Shaffer &Kipp (2014) sebagai berikut : a. Anak-anak di bawah 7 atau 8 tahun, umumnya menggambarkan teman dan kenalan dalam istilah nyata yang sama yang mereka gunakan untuk menggambarkan diri. b. Anak-anak sekolah dasar menjadi terbiasa dengan keteraturan dalam perilaku mereka sendiri dan orang lain, kemudian mulai mengandalkan konstruksi psikologis yang stabil atau ciri-ciri untuk menggambarkan pola-pola ini. c. Kesan remaja muda terhadap orang lain menjadi lebih abstrak Ketika mereka mulai membuat perbandingan psikologi santarateman dan kenalan mereka. d. Pada usia 14 hingga 16 tahun, remaja tahu bahwa pengaruh situasional dapat menyebabkan seseorang bertindak keluar dari karakter. D. TeoriPerkembanganKognisi Sosial



Kognisi social adalah cara yang terjadi pada diri seorang individu untuk menganalisis, mengingat serta menggunakan informasi yang didapatkan dari kejadian-kejadian sosial. 1. TeoriPerkembanganKognitif(Piaget) Menurut Piaget, perkembangan kognitif mempunyai empat aspek yaitu kematangan, pengalaman, interaksisosial dan ekuilibrasi. Tujuan dari teori Piaget adalah menjelaskan mekanisme dan proses perkembangan intelektual sejak masa bayi dan kemudian masa kanak-kanak yang berkembang menjadi seorang individu yang dapat bernalar dan berfikir menggunakan hipotesis-hipotesis. Piaget membagi perkembangan kognitif ini kedalam empat periode berikut : a. Periode sensori motor (0-2 tahun) pada periode ini tingkah laku anak bersifat motoric dan anak menggunakan system penginderaan untuk mengenal lingkungannya unutk mengenal objek. b. Periode praoperasional (2 – 7 tahun) Pada periode ini anak bias melakukan sesuatu sebagai hasil meniru atau mengamati sesuatu model tingkah laku dan mampu melakukan simbolisasi. c. Periode konkret (7-11 tahun) Pada periode ini anak sudah mampu menggunakan operasi. Pemikiran anak tidak lagi didominasi oleh persepsi sebab anak mampu memecahkan masalah secara logis. d. Periode operasi formal (11-dewasa) Periode operasi formal merupakan tingkat puncak perkembangan struktur kognitif, anak remaja mampu berfikir logis untuk semua jenis masalah hipotesis, masalah verbal serta ia dapat menggunakan penalaran ilmiah dan dapat menerima pandangan orang lain. 2. Roberts Selaman’s Role-Taking Analysis Teori Roberts Selaman ini lebih pada teori yang mengungkapkan bagaimana seorang anak lebih memahami diri sendiri dan juga orang lain. Kemudian, dilihat hubungannya. Teori yang Selaman dibagi menjadi 5 tahap : a. Egocentric or undifferentiated perspective (3 – 6 tahun) Pada tahap ini anak belum memiliki kepedulian terhadap pendapat orang lain. Ia lebih mementingkan pendapat diri sendiri. b. Social information role taking (6 - 8 tahun) Pada tahap ini anak mulai memahami bahwa setiap orang akan memiliki pendapat yang berbeda tergantung informasi yang didapatkan oleh setiap individu. c. Self-effective role taking (8 – 10 tahun) Pada tahap ini anak mulai memahami bahwa meski dia dan individu lainnya mendapatkan informasi yang sama, tetap saja munkin pendapat terhadap sesuatu akan tetapberbeda. d. Mutual Role taking (10 – 12 tahun) Pada tahap ini anak sudah mulai dapat memahami sudut individu sendiri dengan sudut pandang orang lain yang mungkin ada satu moment akan sama. Kemudian, ia sudah dapat memberikan tanggapan terhadap perspektif yang berbeda. e. Societal role taking (12 – 15 tahun)



Pada masa ini seseorang sudah dapat memahami berbagai macam perspektif dan dapat membandingkannya. E. Altruisme Altruisme berasal dari kata “alter” yang artinya orang lain. Secara bahasa altruism adalah perbuatan yang berorientasi pada kebaikan orang lain. Altruisme merupakan kepedulian tanpa pamrih untuk kesejahteraan orang lain yang diekspresikan melalui tindakan prososial, seperti berbagi, bekerjasama dan membantu (Shaffer &Kipp, 2014). Makna tindakan prososial inia dalah tindakan apapun yang dimaksudkan untuk member manfaat kepada orang lain seperti berbagi dengan seseorang yang kurang beruntung, menghibur dan menyelamatkan seseorang, kerjasama atau sekedar membuat orang lain merasa senang dengan memuji mereka. Komponen-komponen altruisme: 1. Prososial Moral Reasoning Prososial moral reasoning merupakan pemikiran yang ditampilkan orang ketika memutuskan apakah akan membantu, berbagi atau menghibur orang lain ketika tindakan ini bias terbukti mahal untuk diri mereka sendiri. 2. Simpati Empatik Gairah Simpati empatik gairah merupakan perasaan atau simpati atau kasih sayang yang dapat ditimbulkan ketika kita mengalami emosi orang lain yang tertekan :dianggap menjadi mediator penting altruisme. Adapun factor-faktor yang mempengaruhi perkembangan altruism sebagai berikut : 1. Altruistic seseorang dipengaruhi oleh lingkungan budaya dan keluarganya. 2. Orang tua dapat mempromosikan perilaku altruistic dengan memuji perbuatan baik anak mereka dan dengan mempraktikkan sendiri pelajaran prososial yang mereka khotbahkan. 3. Orang tua mendisiplinkan perilaku buruk dengan penjelasan yang tidak emosional dan efektif cenderung membesarkan anak-anak yang menjadi simpatik, rela berkorban dan peduli akan masalah orang. F. Komponen Perkembangan Moral :Afektif, Kognitif Dan Perilaku Moral merupakan seperangkat prinsip atau cita-cita yang membantu individu untuk membedakan yang benar dari yang salah, untuk bertindak atas perbedaan ini dan untuk merasa bangga dalm perilaku berbudi luhur dan rasa bersalah atas perilaku yang melanggar standard seseorang. Perkembangan moral ini memiliki dua dimensi yaitu dimensi interpersonal dann dimensi intrapersonal : 1. Dimensi Interpersonal Dimensi interpersonal mencakup aturan atau nilai dasar dan penilaian diri individu sendiri. Dimensi ini mengatur atau mengarahkan aktivitas orang tersebut saat dia tidak terlibat dalam interak sisosial 2. Dimensi Intrapersonal Dimensi Intrapersonal yaitu titik perhatiannya ada pada apa yang seharusnya dilakukan individu saat berinteraksi dengan orang lain. Dimensi ini mengatur interaksi social individu dengan orang lain dan akan menengahi sebuah konflik yang muncul.



Komponen-Komponen Perkembangan Moral : a. KomponenAfektif Afektif :moral feeelings Komponen perekmbangan moral yang terdiri atas perasaan yang mengelilingi Tindakan benar atau salah dan yang memotivasi pikiran dan tindakan moral. Freud menerangkan pembentukan moral afektif dimulai melalui masa oedipal, yaitu pada masa ini anak melakukan identifikasi dengan salah satu orang tuanya sehingga orang tua dalam diri anak. Sosok orang tua dalam diri anak inilah yang menghukum atau menimbulkan rasa bersalah apabila anak melanggar. b. KomponenKognitif Kognitif :moral reasoning Komponen perkembangan moral yang berpusat pada cara kita mengkonsep benar dan salah dan membuat keputusan tentang bagaimana berprilaku. Terdapat dua teori tentang komponen kognitif dalam perkembangan moral yaitu teori yang dikemukakan oleh Piaget dan Kohlberg. 1) Teori Piaget Teori Piaget memandang penalaran moral sebagai kemajuan melalui urutan tiga tingkat yang tidak berubah: periode premoral, moralitas heteronom dan periode otonom.  Periode premoral, yaitu lima tahun pertama kehidupan ketikanak-anak dikatakan memiliki sedikit rasa hormat atau kesadaran akan aturan yang ditetapkan secarasosial  Periode heteronom, yaitu tahap pertama perkembangan moral Piaget ketika anak-anak menyadari bahwa aturan adalah perjanjian sewenangwenang yang dapat dihadang dan diubah dengan persetujuan dari orang yang memerintah. 2) Teori Kohlberg Teori Kohlberg memandang penalaran moral sebagai kemajuan melalui urutan tiga tingkat yang berbeda yaitu moralitas prakonvensional, konvensional dan poskonvensional.  Moralitas prakonvensional yaitu istilah Kohlberg untuk dua tahap pertama dari penalaran moral. Maksudnya, penilaian moral didasarkan pada konsekuensi hukuman yang nyata atau konsekuensi yang menguntungkan dari suatu tindakan untuk actor dari pada hubungan yang bertindak dengan aturan dan kebiasaan masyarakat.  Moralitas konvensional yaitu istilah Kohlberg untuk tahap ketiga dan keempat dari penalaran moral. Maksudnya, penilaian moral didasarkan pada keinginan untuk mendapatkan persetujuan atau untuk menegakkan hukum yang menjaga ketertiban sosial.  Moral poskonvensional, yotu istilah yang dipakai Kohlberg untuk tahap kelima dan keenam penalaran moral. Maksudnya, penilaian moral



didasarkan pada kesepakatan sosial dan hokum demokrasi atau pada prinsip-prinsip universal etika dan keadilan. c. KomponenPerilaku Perilaku : moral behavior Komponen perkembangan moral mencerminkan cangkul yang secara actual kita lakukan ketika kita mengalami godaan untuk berbohong, menipu, atau melanggar aturan moral lainnya. Teori yang erat kaitannya dengan komponen perilaku ini adalah teori pembelajaran sosial. Teori pembelajaran social menjelaskan bagimana anak-anak belajar melawan godaan dan menghambat tindakan yang melanggar norma moral. Agar anak-anak dapat melawan seluruh godaan yang ada dibutuhkan factor-faktor pengendali yaitu :  Hadiah yang diberikan untuk berbagi prilaku  Hukuman yang mencakup alasan-alasan yang tepat  Terus-menerus memaparkan anak-anak pada model pengendalian moral.