Makalah Prinsip Ekonomi Islam [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam Prinsip Khilafah dalam Ekonomi Islam



Disusun Oleh: Melani Ali S



1113081000005



Muhammad Rizki



1113081000006



Rifka Indi



1113081000014



Nelly Aprilya



1113081000074



UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Ekonomi dan Bisnis Manajemen



KATA PENGANTAR



Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayahnya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Tak lupa shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabatnya. Makalah yang berjudul “Prinsip Khilafah (Pemerintahan) dalam Ekonomi Islam” ini kami buat untuk memenuhi kompetensi mata kuliah prinsip-prinsip ekonomi Islam. Dalam penyusunan makalah ini, kami telah berusaha sekuat tenaga. Namun tentu saja, makalah ini tidaklah luput dari kesalahan. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun, agar makalah ini menjadi lebih baik. Dalam pembuatan makalah ini kami mendapatkan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, kami ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada: 1. Bapak Syamsul, selaku dosen mata kuliah prinsip-prinsip ekonomi Islam, 2. Kedua orang tua yang telah memberikan dukungan, baik secara moril maupun materil kepada kami, dan 3. Rekan-rekan seperjuangan, yang telah memberikan energi positifnya kepada kami.



Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya.



Jakarta, 29 September 2014



Penulis



i



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR ................................................................................................................................... i DAFTAR ISI................................................................................................................................................. ii BAB I PENDAHULAN ................................................................................................................................ 1 1.1 Latar Belakang .................................................................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................................... 2 1.3 Tujuan Penulisan................................................................................................................................. 2 BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................................................. 3 2.1 Pemikiran Ekonomi Pada Masa Khulafaur Rasyidin (11-60 H/632-660 M) ...................................... 3 2.2 Pemikiran Ekonomi Pada Masa Bani Umayyah (41-132 H/661-750 M) ........................................... 6 2.3 Pemikiran Ekonomi Pada Masa Khilafah Bani Abbasiyah I (132-656 H/750-1258 M)..................... 7 2.4 Pemikiran Ekonomi Pada Masa Khilafah Bani Abbasiyah II (659-903 /1261-1505 M) .................... 9 2.5 Pemikiran Ekonomi Pada Masa Khilafah Utsmaniyah (923-1342 H/1517-1923 M) ....................... 10 2.6 Pemikiran Ekonomi Pasca Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah (1924-sekarang)................................ 12 2.7 Fungsi Negara dalam Islam............................................................................................................... 14 BAB III PENUTUP .................................................................................................................................... 18 3.1 Simpulan ........................................................................................................................................... 18 3.2 Saran ................................................................................................................................................. 19 GLOSARIUM ............................................................................................................................................. 20 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 21



ii



BAB I PENDAHULAN 1.1 Latar Belakang Tidak diragukan lagi oleh kita semua, bahwa hidup dan kehidupan manusia terkait erat dengan ruang dan waktu. Allah menciptakan ruang dan waktu melalui penciptaan langit dan bumi, atau bumi dan langit, sebagaimana dapat dipelajari bersama, baik melalui ayat-ayat yang berbentuk qauliyah (wahyu) maupun ayatayat yang bersifat kauniyyah (alam) yang jumlah ayatnya di dalam Al-quran terbilang banyak, oleh para ahli tafsir ditaksir sekitas 150 sampai 170-an ayat. Seperti diketahui, bumi memang bukanlah anggota terkemuka dari keluarga matahari yang teramat sangat luas itu; namun, posisi bumi bagi umat manusia tetap saja merupkan planet yang terpenting dari seluruh planet yang ada, mengingat bumi adalah tempat tinggal (mustaqarr;dwelling place)1 kita di ruang angkasa, dan juga sebagai tempat yang menguntungkan untuk melihat jagat raya. Bumi Allah yang sangat luas,dalam pengelolaan dan pemakmurannya justru dipercayakan kepada manusia dalam fungsinya sebagai khalifah Allah di muka bumi, tidak kepada makhluk lainnya.2 Singkatnya, alam sebagai anugerah Allah Yang Maha Pemurah, itu sejatinya memang harus benar-benar dikelola manusia semaksimal mungkin, untuk kepentingan dan kemaslahatan umat mnausia sendiri. Sebagai khalifah Allah di muka bumi, manusia juga diberikan wewenang supaya mengelola dan memakmurkannya dengan mengelola segala isinya. Kesimpulan yang diperoleh dari sejumlah ayat yang berisikan kekhalifahan manusia di muka bumi, dapat dikemukakan sebagai berikut. Pertama, manusia itu adalah tuan di muka bumi, untuk itulah Allah menciptakan yang baik-baik di dalam bumi dan atas dasar itu pula manusia diposisikan sebagai pengelola bumi yang paling pokok untuk urusan kehidupan di 1



Muhammad Amin Suma, Tafsir Ayat Ekonomi Teks, Terjemah, dan Tafsir,(Jakarta: Amzah, 2013)., hlm. 17 2 Ibid., hlm. 18



1



muka bumi, hingga Allah mengingatkan, bahwa bumi itu akan menjadi baik dan rusak, tergantung pada sikap dan tindakan manusia yang diserahi mandat untuk mengelolanya.3 Kedua, Allah “menitipkan” sebagian sifat keutuhannya kepada manusia, dengan maksud supaya manusia memiliki kemampuan dan kemauan untuk menegakkan kekhalifahan yang benar dan baik di muka bumi. Ketiga, diantara fungsi kekhalifahan manusia di muka bumi adalah untuk menegakkan agama Allah dan syariat-Nya, menerapkan hukum-hukum-Nya, dan melaksanakan ajaran-ajaran-Nya dalam rangka penegakan kebenaran dan keadilan. Termasuk tentunya kebenaran dan keadilan social ekonomi. Keempat, pendelegasian manusia di muka bumi, juga dimaksudkan supaya melakukan pengelolaan, menyimak berbagai rahasia alam yang ada di dalamnya, serta memetik manfaat dari isi yag ada di dalamnya.4 1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 Bagaimana Pemikiran Ekonomi Pada Masa Khulafaur Rasyidin? 1.2.2 Bagaimana Pemikiran Ekonomi Pada Masa Bani Umayyah? 1.2.3 Bagaimana Pemikiran Ekonomi Pada Masa Khilafah Bani Abbasiyah I ? 1.2.4 Bagaimana Pemikiran Ekonomi Pada Masa Khilafah Bani Abbasiyah II ? 1.2.5 Bagaimana Pemikiran Ekonomi Pada Masa Khilafah Utsmaniyah ? 1.2.6 Bagaimana Pemikiran Ekonomi Pasca Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah ? 1.2.7 Apakah Fungsi Negara dalam Islam? 1.3 Tujuan Penulisan 1.3.1 Memenuhi tugas mata kuliah prinsip-prinsip ekonomi Islam 1.3.2 Mengetahui sistem ekonomi Islam pada masa kekhilafan



3



Ibid, hlm. 19 Ibid., hlm. 19



4



2



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pemikiran Ekonomi Pada Masa Khulafaur Rasyidin (11-60 H/632-660 M) Setelah Rasulullah saw wafat, kepemimpinan beliau dilanjutkan oleh para sahabat, jika pada masa pemerintahan Rasulullah saw wilayah kekuasaan islam hanya meliputi semenanjung Arabia, namun pada pemerintahan Khulafaur Rasyidin wilayahnya menjadi semakin luas. Sistem ekonomi yang di praktekan pada masa Khulafaur Rasyidin memiliki basis yang jelas proses keuangan yang dijalankan bukan hanya di tangan penguasa tetapi didasarkan pada petunjuk syariah dan bertujuan untuk kemaslahatan umum. Prinsip-prinsip umum sistem ekonomi diturunkan dari ayat al-Quran , di dalam nya terdapat ajaran-ajaran ekonomi dan prinsip yang mengarahkan dan menentukan kebijakannya. Perincian dan prinsip-prinsip diklasifikasikan oleh Nabi Muhammad saw untuk tujuan praktis dan fungsional. Dengan demikian, sunnah Nabi saw menjadi sumber penting kedua sistem ekonomi dimasa ini setelah al-Quran. Pada zaman Khulafaur Raysidin, syariah islam bener-benar dijalankan dan diterapkan secara konsisten dan dijadikan sebagai dasar dalam mebentuk suatu sistem ekonomi. Doktrin dasar yang diperkuat dan dikembangkan pada masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin memiliki dampak yang optimal pada masa itu. Doktrin dasar sistem ekonomi islam : 1. Pengakuan atas hak kepemilikan harta pribadi tetapi sebagai titipan Allah Swt yang pemanfaatannya akan dimintai pertanggungjawaban. Wajib membayar zakat bagi muslim dan pajak bagi non-muslim.5 2. Kewajiban mencari rezeki yang halal dan baik memalui perdagangan dan penyertaan modal.



5



Karnaen Perwataatmadja dan Anis Byarwati, Jejak Rekam Ekonomi Islami, (Jakarta: Cicero Publishing, 2008), hlm. 63



3



3. Pengakuan atas mekanisme pasar dimana harga dibentuk oleh kekuatan permintaan dan penawaran. Penguasa wajib menghilangkan distorsi terhadap mekanisme pasar denga cara melarang adanya penimbunan barang, spekulasi dan kecurangan. 4. Pengakuan atas keberadaan lembaga yang mengatur peredaran uang, penerimaan, dan pengeluaran negara. Zakat dan pajak dipungut dan pengeluarannya kepada 8 asnaf. Lembaga yang mengawasi agar mekanisme pasar berjalan wajar (hisbah) juga diakui kebenarannya. 5. Transaksi ekonomi antar individu dengan individu atau individu dengan lembaga wajib dilakukan melalui akad-akad yang sesuai dengan prinsip syariat islam. Berikut ini paparan tentang sistem ekonomi yang diterapkan oleh para Khulafaur Rasydin sepanjang masa kekhalifahan mereka: 1. Kebijakan Ekonomi Abu Bakar a. Menetapkan praktek akad-akad perdagangan yang sesuai dengan prinsip syariah.6 b. Menegakkan hukum dengan memerangi mereka yang tidak mau membayar zakat. c. Tidak menjadikan Ahli Badar (orang-orang yang berjihad pada perang badar) sebagai pejabat negara. d. Tidak mengistimewakan ahli badar dalam pembagian kekayaan negara. e. Mengelola barang tambang (rikaz) yang terdiri dari emas, perak, perunggu, besi, dan baja, sehingga menjadi sumber pendapatan negara. f. Menetapkan gaji pegawai berdasarkan karakteristik daerah kekuasaan masing-masing. g. Tidak merubah kebijakan Rasulullah SAW dalam masalah jizyah. Sebagaimana Rasulullah SAW, Abu Bakar ra tidak membuat ketentuan



6



Ibid, hlm. 69



4



khusus tentang jenis dan kadar jizyah. Maka pada masanya, jizyah dapat berupa emas, perhiasan, pakaian, kambing, onta, kayu-kayu, atau bendabenda lainnya. 2. Kebijakan Ekonomi Umar bin Khattab a. Melakukan sistematisasi dalam pemberlakuan pungutan jizyah kepada ahlu dzimah.7 b. Menghentikan pembagian zakat kepada mualaf. c. Restukturisasi sumber dan system ekonomi baru yang belum pernah ada sebelumnya. d. Memungut zakat atas kuda yang oleh Rasulullah SAW dibebaskan dari zakat. e. Membentuk dewan-dewan, Baitul Mal, dokumen-dokumen negara, dan merancang system yang mampu menggerakkan ekonomi, baik produksi maupun distribusi. f. Tidak mendistribusikan tanah taklukkan di Irak kepada para prajurit, dan membiarkannya sebagai amanah. g. Menambah pemasukkan keuangan negara dari banyaknya Ghanimah atas kemenangan perang. 3. Kebijakan Ekonomi Utsman bin Affan a. Mempertahankan system pembagian berdasarkan prinsip pengistimewaan sebagaimana dilakukan khalifah Umar ra.8 b. Menaikkan dan pensiun sebesar 100 dirham dan memberikan ransum tambahan berupa pakaian. c. Memperkenalkan tradisi mendistribusikan makanan ke masjid untuk para fakir miskin dan musafir. d. Membebaskan zakat atas harta terpendam (emas, perak, dll.)



7 8



Ibid, hlm. 78 Ibid, hlm. 84



5



4. Kebijakan Ekonomi Ali bin Abi Thalib a. Mengendapkan prinsip pemerataan dalam pendistribusian kekayaan negara kepada masyarakat.9 b. Menetapkan zakat terhadap para pemilik kebun dan mengizinkan pemungutan zakat terhadap sayuran segar. c. Pembayaran gaji pegawai dengan system mingguan d. Melakukan control pasar dan memberantas pedagan licik, penimbun barang, dan pasar gelap. e. Aturan kompensasi bagi para pekerja jika mereka merusak barang-barang pekerjaan. 2.2 Pemikiran Ekonomi Pada Masa Bani Umayyah (41-132 H/661-750 M) Konstribusi empat khalifah Bani Umayyah bagi kemajuan ekonomi yang tercatat dalam sejarah, sebagai berikut : 1. Khalifah Muawiyah mengeluarkan kebijakan untuk menetapakan anggaran gaji tetap kepada tentara, mencetak mata uang, melakukan pengembangan birokrasi seperti fungsi pengumpulan pajak dan administrasi dan mendirikan dinas pos beserta fasilitasnya. Dia juga melakukan penerbitan angkatan perang dan mengembangkan jabatan Qadhi (hakim) sebagai jabatan profesional.10 2. Khalifah Abdul Malik bin Marwan bin Hakam banyak mengembangkan pemikiran yang serius dalam hal penerbitan dan pengaturan uang dalam masyarakat Islam. Hal ini dilatarbelakangi oleh pemerintah romawi agar khalifah menghapus kalimat Bismillahirrahmaanirrahim dari mata uang yang berlaku pada khalifahnya. Pada saat itu, bangsa Romawi mengimpor dinar Islam dari Mesir. Akan tetapi, permintaan itu ditolak oleh khalifah , bahkan khalifah mencetak uang islam sendiri dengan tetap mencantumkan 9



Ibid, hlm. 90 Ibid, hlm. 108



10



6



Bismillahirrahmaanirrahim dan penyebarannya ke seluruh wilayah Islam serta melarang pemakaian mata uang lain. 3. Khalifah al-Walid membangun panti untuk orang cacat, semua personel yang terlibat dalam kegiatan kemanusiaan ini digaji secara tetap oleh negara, khalifah juga membangun jalan-jalan dan menghubungkan suatu daerah dengan daerah lainnya, pabrik-pabrik, gedung-gedung, pemerintahan, dan mesjid yang megah. 4. Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang sebelumnya menjadi khalifah yang terkenal dengan gaya hidup mewah dan foya-foya, setelah diangkat menjadi khalifah hidup zuhud dan hanya mau mengambil apa yang menjadi haknya. Ia menyerahkan seluruh hartanya yang tidak wajar kepada Baitul Mal, seperti; tanah-tanah perkebunan di Maroko, berbagai tunjangan yang di Yamamah, Mukaedes, Jabal Al Wars, Yaman dan Fadak, hingga cincin berlian pemberian Al Walid. Selama berkuasa beliau juga tidak mengambil sesuatupun.



2.3 Pemikiran Ekonomi Pada Masa Khilafah Bani Abbasiyah I (132-656 H/7501258 M) Masa ini ditandai dengan banyaknya pemikir ekonomi Islam, mereka antara lain: 1.



Yahya bin Adam al-Qarasyi (w. 203 H/818 M) Beliau menulis Kitabul Kharaj; yang membahas tentang keuangan negara.11



2.



Abu Ubaid al-Qasim bin Salam (w. 224 H/838 M) Beliau menulis kitab al-Amwal; sebuah karya lengkap tentang keuangan negara dalam Islam.dari Abu Ubauid merupakan suatu karya yang lengkap tentang keuangan negara dalam Islam.



11



Ibid, hlm. 124



7



3.



Ahmad bin Hanbal (164-241 H/780-855 M) Beliau mengecam praktek penurunan harga untuk mematikan usaha orang lain. Menurutnya pemerintah harus ikut campur tangan agar tidak terjadi praktek monopoli.



4.



Junaid al-Baghdadi (w. 297 H/910 M) Beliau mengungkapkan pentingnya tasawuf dalam perniagaan.



5.



Ibnu Miskawaih (w.421 H/1030 M) Beliau memandang pentingnya intervensi pemerintah untuk menjamin keadilan beberapa pihak dalam bertransaksi.12



6.



Mawardi (364-450 H/974-1075 M) Buku Al-Ahkam as-Sulthaniyyah dari Mawardi membahas tentang kewajiban penguasa, penerimaan, dan pengeluaran publik, tanah publik, tanah umum, dan preogatif negara untuk menghibahkan tanah dan menguasai pasar.



7.



Ibnu Hazm (384-456 H/994-1046 M) Beliau melarang penyewaan tanah.



8.



Nizamul Mulj at-Tusi (408-485 H/1018-1093 M) Kitab Siasah Nemeh yang ditulis oleh Nizamul Mulj at-Tusi membahas tentang kewajiban mengurangi kekuasaan dan hak mutlak tuan tanah dan menjadikan pemerintah lebih berkuasa atas tanah.



9.



Al-Ghazali (451-505 H/1055-1111 M) Beliau mengutuk praktek riba fadhl dan penimbuan uang.



10. Nasiruddin at-Tusi (597-672 H/1201-1274 M) Pemikiran Nasiruddin at-Tusi di antaranya adalah: menekankan pentingnya bertani sebagai mata pencaharian dan mengecam keras pola konsumsi yang berlebihan.



12



Ibid, hlm. 124



8



2.4 Pemikiran Ekonomi Pada Masa Khilafah Bani Abbasiyah II (659-903 /12611505 M) Beberapa tokoh pemikir ekonomi pada masa Khilafah Bani Abbasiyah yang dikenal telah memberikan kontribusinya terhadap pengembangan ilmu ekonomi, sebagaimana disebutkan di atas adalah:



1. Ibnu Taimiyyah (w. 728 H/1328 H) Perhatian utamanya adalah bagaimana masyarakat membawa dirinya sesuai



Syariah.



Perhatiannya



juga



tertuju



pada



masalah-masalah



kemasyarakatan seperti perjanjian dan upaya menaatinya, harga-harga dan di bawah kondisi apa dapat dianggap wajar dan adil, pengawasan pasar, keuangan negara dan peranan negara dalam pemenuhan kebutuhan.13 2. Ibnul Qayyim (691-751 H/1292-1350 H) Fokus kajiannya seputar permasalahan zakat. Ia berpendapat bahwa zakat memiliki dimensi ekonomi yang sangat luas. 3. Syathibi (w. 808 H/1404 M) Selain pemikiran tentang pajak dan kepemilikan, pemikirannyayang menarik adalah tentang hirarki kebutuhan manusia. Hirarki kebutuhan manusia berdasarkan skala prioritas terdiri dari: a) Kebutuhan Fisiologis b) Kebutuhan Keamanana c) Kebutuhan Sosial d) Kebutuhan Penghargaan e) Aktualisasi Diri 4. Ibnu Khaldun (w. 808 H/1404 M) Kitabnya yang terkenal adalah Muqaddimah, karya terbesar dalam analisa sosial, politik, dan ekonomi dalam tradisi Islami, menyajikan wawasan tentang subjek-subjek: pembagian kerja, uang dan harga, produksi dan 13



Ibid, hlm. 146



9



distribusi, perdagangan internasional, pembentukan modal dan pertumbuhan, siklus perdagangan, kemiskinan dan kemakmuran, kependudukan, pertanian, industri dan perdagangan dan makro ekonomi dari perpajakan dan pengeluaran publik. 5. Al-Maqarizi (w.845 H/1441 M) Beliau memfokuskan kajiannya pada uang dan inflasi. Menurutnya inflasi bisa terjadi karena adanya bencana alam, gagal panen, dan lain-lain. Sedangkan faktor kesalahan manusia antara lain korupsi dan administrasi yang buruk, beban pajak yang berat dan kenaikan pasokan uang. 6. Shah Waliyullah (1114-1176 H/1703-1762 M) Beliau berpandangan bahwa penyebab kemerosotan negaranya (India) karena pengeluaran uang untuk keperluan yang tidak produktif dan pajak yang berat.14 2.5 Pemikiran Ekonomi Pada Masa Khilafah Utsmaniyah (923-1342 H/15171923 M) Bentuk usaha patungan bisnis yang paling banyak ditemukan di sepanjang sejarah Utsmani berwujud mudharabah dimana modal dan kewirausahaan menggerakkan roda bisnis. Namun, bisnis seperti ini jarang berskala besar maupun berumur panjang (Issawi, 1996). Karena tidak ditemukan bentuk usaha korporasi dalam wilayah Utsmani, maka institusi waqf merupakan yang paling mendekati karena sebagian besar dari mereka juga bergerak di bidang bisnis. Sayangnya, contoh ini tidak selalu dapat menggambarkan iklim bisnis yang positif karena sebagian besar dari mereka tidak dikelola secara bertanggung jawab.15 Secara umum pelarangan terhadap riba dalam bentuk aplikatifnya, seperti bunga, selalu menjadi perhatian besar di wilayah kekuasaan Utsmani. Perlu 14 15



Ibid, hlm. 146 Ibid, hlm. 194



10



untuk diketahui bahwa larangan ini tidak mengurangi tingkat pinjaman pribadi di tengah-tengah masyarakat. Namun,



Issawi



(1996)



berspekulasi



bahwa



larangan



ini



turut



memengaruhi lambatnya perkembangan institusi keuangan seperti bank di wilayah Utsmani. Pada saat yang sama, Eropa berhasil mengakses serta memanfaatkan tabungan masyarakat lewat jasa perbankan untuk menggenjot perekonomian mereka yang terus menggeliat. Sebuah proto-bank pertama yang ditemukan pada masa Daulah Utsmaniyah adalah Galata Sarraf yang melayanai pertukaran mata uang asing, memberikan pinjaman lunak, serta menyediakan pembelian piutang. Akan tetapi, tidak ditemukan adanya indikasi penerimaan tabungan masyarakat padanya. Bank Utsmani pertama didirikan pada tahun 1856, itupun mendapatkan modal dari luar negeri. Pasar modal pertama kali didirikan pada tahun 1873. Jasa asuransi serta standar prosedur akuntansi menyusul setelah itu. Salah satu nama pemikir Utsmani yang lekat dengan pemikiran ekonomi adalah Cemal Kafadar. Beliau mengkritik tajam kebijkan debasement terhadap uang logam yang diterapkan oleh pemerintah pusat Utsmani untuk mengatasi inflasi.16 Mustafa Ali (1541-1600 M) juga mengkritik kebijakan ekonomi pemerintah pusat Utsmani, yang terlalu mengandalkan volume uang beredar dalam mengendalikan inflasi, melalui pemikiran politik, social, dan analisis historis. Dari sudut pandang pengambilan kebijakan ekonomi, para sultan Utsmani dapat dinilai sebagai penguasa yang bekerja secara realistis sesuai dengan



16



Ibid, hlm. 195



11



ketersediaan dana. Mereka tidak mengenal adanya istilah serta kemungkinan bangkrut dalam suatu perekonomian walaupun tingkat pajak yang dikumpulkan dari masyarakat termasuk yang paling rendah di seluruh Eropa.



2.6 Pemikiran Ekonomi Pasca Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah (1924sekarang) Berikut ini kontribusi pemikiran cendikiawan muslim dalam membahas berbagai permasalahan ekonomi: 1. Sistem Ekonomi: Laissez Faire dan Intervensi Pemerintah Ibnu Qayyim (1292-1350 M) mengakui pemilikan pribadi dan kebebasan kegiatan ekonomi, tetapi dalam batas norma dan nilai-nilai Islam. Walaupun kekayaan pribadi diakui, tetapi pemerintah dapat campur tangan untuk kepentingan masyarakat. Beliau juga mengakui kebebasan keluar-masuk informasi yang memadai dalam operasi pasar. Menurut pendapatnya, harga harus ditentukan oleh kekuatan pasar dan apabila terjadi kenaikan harga semu, pemerintah dapat memperbaikinya.17 2. Teori Harga Dalam tulisannya, Ibnu Taimiyah menganalisis bagaimana harga-harga di pasar ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran. Menurut pendapatnya, harga-harga dapat naik karena kekurangan pasokan barang yang diperlukan dan tingginya pendapatan penduduk. Beliau menyajikan suatu konsep “harga keseimbangan” yang didefinisikan sebagai harga yang ditentukan oleh kekuatan di dalaam struktur pasar yang bersaing, tanpa paksaan, kecurangan, perilaku monopolistis, penimbunan, dan praktek korup lainnya.



Selain



itu



diperlukan



pula



intervensi



pemerintah



untuk



mengendalikan harga karena pengaruhnya terhadap kesejahteraan rakyat. 3. Ekonomi Moneter 17



Ibid, hlm. 213



12



Ibnu Taimiyah dalam tulisannya, telah menyebut dua fungsi uang yaitu sebagai alat pengukur nilai dan media pertukaran. Beliau mengatakan, “Atsman (harga atau yang dibayarkan sebagai harga, yaitu uang) dimaksudkan sebagai pengukur nilai barang-barang (mi’yarul amwal) yang dengannya; jumlah nilai barang-barang (maqadirul amwal) dapat diketahui; dan uang tidak pernah dimaksudkan untuk mereka sendiri.” Selain itu, pada abad ke-14 Al-Maqrizi juga telah menghubungkan pasokan uang dengan tingkat inflasi, suatu gagasan yang berabad-abad diterangkan dalam suatu teori yang disebut Quantitiy Theory of Money dalam aliran klasik.18 4. Keuangan Negara Para pemikir Muslim seperti Abu Yusuf, Abu Ubaid, Abu Bakr at-Tartusi, Ibnu Khaldun, dan Al-Maqrizi telah membahas dua dimensi keuangan negara, yaitu penerimaan negara dan pengeluaran negara. Beberapa di antara mereka menganalisis penerimaan negara dari sumber pajak dan permasalahan yang terkait. 5. Pembangunan Ekonomi Kebanyakan para penulis Islam seperti at-Tartusi, Ibnul Qayyim, Ibnu Taimiyyah, Ibnu Hazm, dan Shah Waliyullah menekankan keberhasilan ekonomi dalam norma-norma Islami untuk kesejahteraan di dunia dan di akhirat. Keuntungan dari kemakmuran adalah dimungkinkannya seseorang memperoleh kehidupan Islami yang baik dengan melaksanakan semua kewajiban seorang muslim, termasuk haji, jihad, dan zakat, menuju kepada kekuatan nasional, pertahanan, dan stabilitas nasional. 6. Sitem Pengamanan Sosial Sistem pengamanan sosial merupakan sistem yang digunakan dalam ekonomi Islam dalam rangka menolong orang-orang miskin, penganggur, yatim piatu, cacat, dan sebagainya. Dana dibangun baik dalam bentuk kewajiban (zakat)



18



Ibid, hlm. 216



13



maupun sumbangan sukarela dari mereka yang lebih beruntung di masyarakat. At-Tartusi juga menekankan penggunaan dana zakat dan penggunaan kekayaan negara yang dialokasikan bagi mereka yang membutuhkan. 7. Pembagian Tugas Al Ghazali (1058-1111 M) dan cendikiawan muslim lainnya berpendapat bahwa keragaman dan perbedaan umat manusia mengharuskan adanya kerja sama dan pembagian tugas. Demikian juga Ibnu Khaldun (1332-1404 M) menganalisis bahwa seseorang akan sulit menghasilkan bahan makanannya sendiri sekalipun seorang diri. Menurut pendapatnya, diperlukan enam sampai sepuluh jenis jasa yang memerlukan pembagian kerja di antara orang yang berbeda, yang akhirnya terjadilah pertukaran di dalam masyarakat. Baginya, pembagian tugas akan mengarah kepada spesialisasi, sebuah konsep yang belakangan dimunculkan oleh Adam Smith.19



2.7 Fungsi Negara dalam Islam 1. Mengatur Kehidupan Ekonomi dan Sosial Tugas dan tanggung jawab ini bias dicerminkan denga intervensi Negara dalam kehidupan sosio-ekonomi. Negara memiliki hak untuk masuk dalam kehidupan ekonomi masyarakat demi mewujudkan kesejahteraan bersama dengan menjalankan kebijakan dan menghilangkan kerusakan. Amar ma’ruf nahi munkar denga pelarangan riba, mencegah penimbunan (ikhtikar), memerangi segala bentuk penipuan dalam transaksi, dan mengatur transaski perniagaan masyarakat.20 Dalam kehidupan ekonomi, Islam mengakui adanya kebebasan untuk menjalankan kegiatan ekonomi. Namun demikian, kebebasan ini tidak bersifat mutlak. Kebebasan yang dibatasi dengan kemaslahatann individu dan masyarakat publik. 19 20



Ibid, hlm. 222 Ahmad Ibrahim Abu Sinn, Manajemen Syariah, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2008), hlm. 21



14



2. Penetapan Harga Jika pergerakan harga di pasaran berjalan secara normal, maka Negara tidak memiliki intervensi untuk menetapkan harga. Intervensi ini tidak berlaku jika harga berubah sesuai dengan mekanisme pasar, berubah karena adanya perunahan permintaann dan penawaran. Jika harga pasar naik karena langkanya barang dan komoditi, maka akan mendorong produsen untuk meningkatkann kapasitas produksi dan penawaran di pasaran. Sehingga, dengan sendirinya, akan terjadi penurunan harga.21 Jika di pasaran terdapat tindak kezaliman, Negara memiliki hak intervensi. Negara berhak memaksa dan menentukan harga atas komoditi yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Negara berhak menetapkan harga komoditi dan barang yang sudah menjadi kebutuhan publik masyarakat. Penetapan ini tidak hanya pada barang kebutuhan pokok saja, namun juga berlaku untuk barang yang lazim dikonsumsi oleh masyarakat public. 3. Pelarangan Monopoli (Penimbunan) Moderat dan keseimbangan merupakan prinsip Islam, dan berusaha diterpakan dalam setiap dimensi kehidupan. Begitu juga dalam mekanisme pasar, Islam sangat menginginkan adanya keseimbangan antara penawaran dan permintaan barang, sehingga tidak akan terjadi perubahan harga yang tidak proposional. Diharapkan, mekanisme pasar berjalan seimbang dan tidak ditemukan ketimpangan supply, yang mengakibatkan kelangkaan barang. Jika komoditi langka (terjadi scarcity), sementara permintaan terus meningkat, maka harga barang akan naik.22 Untuk itu, Negara berkewajiban menjaga keseimbangan dalam mekanisme pasar. Negara berhak melakukan intervensi jika terjadi praktik penimbunan barang yang dapat berpengaruh terhadap kenaikan barang. 21 22



Ibid, hlm. 21 Ibid, hlm. 22



15



Negara perlu menindak pelaku pasar yang melakukan penimbunan (ikhtikar), yakni membeli barang kebutuhan masyarakat dengan tujuan untuk disimpan dan menciptakan kelangkaan barang. Jika telah terjadi scarcity, perlahanlahan harga akan naik dan terjadi instabilitas dalam mekanisme pasar. Penimbuna akan diuntungkan dengan kenaikan harga. Ibn Taimiyah berpendapat, Negara memiliki hak untuk melakukan intervensi dan menetapkan had (sanksi) bagi orang yang mempermainkan harga.23 Segala upaya boleh dilakukan Negara untuk memaksa penimbun mengeluarkan barangnya, menjual barangnya walaupun tanpa mendapat keridhaannya. Mazhab Abu Hanifah berpendapat, penimbun barang boleh dikenakan sanksi gazling dan penyitaan aset-aset yang dimiliki untuk mencegah kemadharatan secara umum. 4. Pengaturan Ketenagakerjaan Islam memiliki konsen terhadap kerja dan berusaha mengaturnya. Mayoritas ulama fiqh sepakat akan kewajiban kerja dengan segala potensi yang dimiliki, baik dengan akal pikiran (akademis), atau tenaga fisik. Ibn Taimiyah menjelaskan urgensi kerja ketika membahas penetapan harga, kerja memiliki nilai ekonomis dan patut dihargai dengan materi (uang).24 Pendapat ini berdasarkan pemikirn bahwa kerja memiliki nilai ekonomis, tenaga seorang pekerja layaknya komoditi yang harus dibeli dengan uang. Islam mewajibkan terciptanya keseimbangan dalam mekanisme penawaran dan permintaan tenga kerja. Hal ini bisa dilakukan dengan memberkan upah yang layak dan sesuai dengan kompetensi (tenaga) karyawan. Negara memiliki hak intervensi. Untuk melindungi hak-hak pekerja dan penetapan upah yang relevan sesuai dengan upaya dan tenaga yang telah diberikan.



23 24



Ibid, hlm. 22 Ibid., hlm. 23



16



Negara juga memiliki hak intervensi untuk memaksa pekerja, jika pekerja menolak melakukan kerja atas sektor kebutuhan pokok publik. Negara berhak memaksa pemilik industry untuk menjalankan produski guna memenuhi kebutuhan publik, baik kebutuhan produk pertanian, tekstil ataupun properti. Namun demikian, mereka tetap berhak mendapatkan kompensasi yang layak. Negara tidak boleh mengurangi upah yang seharusnya diberikan. Begitu juga, produsen tidak boleh menuntut upah lebih karena naiknya permintaan barang.25 5. Pengaturan Kepemilikan Individu Negara memiliki hak intervensi untuk mengatur kepemilikan individu. Ibn Taimiyah menyatakan, “Manusia memilik kekuasaan dan hak atas harta yang dimiliki. Negara tidak memiliki hak untuk mengambil sebagiandari harta mereka tanpa mendapatkan persetujuan dan kerelaan, kecuali dalam kondisi tertentu yang menuntut Negara untuk mengambilnya.” Dalam kondisi tertentu, asset individu boleh disita oleh Negara, tentunya, dengan adanya pertimbangan kebutuhan dan kemaslahatan public, baik dari sisi ekonomi, budaya dan sosial. Dalam kondisi darurat, atau mendesaknya kebutuhan masyarakat atas suatu komoditi, negara memiliki hak intervensi guna merealisasikan kebutuhan masyarakat publik.26 Jika Islam memiliki hak kepada negara untuk memangkas kepemilikan individu (nasionalisasi) demi kemaslahatan orang lain, hal ini bisa digunakan sebagai analog (qiyas) atas persoalan lain. Negara berhak melakukan nasionalisasi atas asset individu yang menjadi kebutuhan masyarakat publik dalam kondisi darurat. Tentunya, dengan adanya kompensasi yang layak, baik dengan transaksi jual beli atau sewa sesuai dengan kebutuhan.



25 26



Ibid, hlm. 23 Ibid, hlm. 24



17



BAB III PENUTUP 3.1 Simpulan Setelah Rasulullah Saw wafat, kepemimpinan beliau dilanjutkan oleh para sahabat. Pada masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin, wilayah kekuasaan Islam semakin luas dan telah berhasil menerapkan banyak kebijakan ekonomi. Kemudian masuklah Islam pada masa kepemimpinan Bani Umayyah, yang memberikan kontribusi dalam masalah penerbitan dan pengaturan uang dalam masyarakat Islam. Setelah masa ini selesai, lahirlah pemerintahan Bani Abbasiyah I. Masa ini



ditandai dengan banyaknya pemikir ekonomi Islam,



seperti Yahya bin Adam al-Qarasyi, Abu Ubaid al-Qasim bin Salam, Ahmad bin Hanbal, dll. Lalu Islam masuk pada pemerintahan Abbasiyah II, dimana pada masa ini lahir beberapa tokoh pemikir ekonomi seperti Ibnu Taimiyyah, Ibnul Qayyim, Syathibi, Ibnu Khaldun, Al-Maqarizi, dan Shah Waliyullah. Saat khalifah Abbasiyah mencapai masa keemasan, para khalifah menjadi tokoh yang kuat dan merupakan representasi dari kekuatan politik dan agama. Masa kepemimpinan selanjutnya adalah masa Khalifah Utsmaniyah, dimana telah ditemukan proto bank pertama yang melayani pertukaran mata uang asing, memberikan pinjaman lunak, serta menyediakan pembelian piutang. Namun, setelah runtuhnya Khalifah Utsmaniyah, masih terdapat beberapa pemikiran cendikiawan muslim yang membahas berbagai permasalahan ekonomi, seperti masalah sistem ekonomi, teori harga, ekonomi moneter, dll. Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa fungsi khilafah dalam islam tidak hanya sekedar menciptakan stabilitas politik dan keamanan, namun juga merambah dalam kehidupan sosial, terutama perekonomian di dalam suatu negara dan akhlak masyarakat . Merealisasikan kehidupan yang seimbang antara kebutuhan materi dan rohani.



18



3.2 Saran 3.2.1 Sejarah kekhalifahan Islam adalah sebuah peradaban yang harus dijadikan sebagai spirit kaum muslimin untuk bangkit meraih kegemilangan Islam. Sejarah kekhalifahan Islam harus menjadi kenangna indah generasi masa kini dan yang akan datang, agar generasi ini mampu mewarisi semangat untuk mengembalikan masa jaya kaum muslimin. 3.2.2 Sebagai seorang muslim dan penerus bangsa, kita harus mencontoh kepemimpinan khilafah-khilafah muslim terdahulu. 3.2.3 Untuk pemakalah selanjutnya, diharapkan dapat membuat makalah berikutnya dengan lebih baik dan pembahasan yang lebih lengkap.



19



GLOSARIUM



Atsman, harga atau yang dibayarkan sebagai harga, yaitu uang. Baitul Mal, suatu lembaga atau pihak (al jihat) yang mempunyai tugas khusus menangani segala harta umat, baik berupa pendapatan maupun pengeluaran negara Ghanimah, harta yang diambil dari musuh Islam dengan cara perang. Had, sanksi dalam sistem pemerintahan islam. Ikhtikar, penimbunan. Inflasi, kemerosotan nilai uang karena banyaknya dan cepatnya uang beredar sehinnga menyebabkan naiknya harga komoditas. Intervensi, campur tangan dalam suatu perkara. Jizyah, pajak per kapita yang diberikan pada penduduk non-Muslim pada suatu negara di bawah peraturan Islam Khalifah, pemimpin negara islam Khilafah, pemerintahan negara islam Kompensasi, ganti rugi, pemberesan piutang dengan memberikan barang-barang yang seharga dengan utangnya, pencarian kepuasan di suatu bidang untuk memperoleh keseimbangan dari kekecewaan di bidang lain, imbalan berupa uang atau bukan uang, yang diberikan kepada karyawan dalam perusahaan atau organisasi. Komoditas, barang dagangan utama, barang niaga. Mazhab, sekelompok individu yang memahami dan mengamalkan suatu hokum. Mudharabah, sistem bagi hasil dalam islam. Qadhi, hakim dalam sistem tata negara islam Qiyas, menyamakan unsur hukum. Rikaz, harta yang ditemukan secara tidak sengaja oleh seseorang yang merupakan harta peninggalan orang kafir di masa lalu



20



DAFTAR PUSTAKA



Karim, Adiwarman. 2007. Ekonomi Mikro Islami. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Muhammad, Ahmad dan Fathi Ahmad Abdul Karim. 1999. Sistem, Prinsip dan Tujuan Ekonomi Islam. Bandung: CV Pustaka Setia Perwataatmadja, Karnaen dan Anis Byarwati. 2008. Jejak Rekam Ekonomi Islami. Jakarta: Cicero Publishing Sina, Ahmad Ibrahim Abu. 2008. Manajemen Syariah.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Suma, Muhammad Amin. 2013. Tafsir Ayat Ekonomi (Teks, Terjemah, dan Tafsir). Jakarta: Amzah



21