Makalah Prinsip Etika Dan Hukum Kesehatan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH PRINSIP-PRINSIP ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN



Dosen Pengampu : Slamet Wijaya B, S. Kep.,M.Kes



Disusun Oleh : M. Niam Faradis NIM: 18.024



AKADEMI KEPERAWATAN AL HIKMAH 2 BENDA SIRAMPOG 2019



i



KATA PENGANTAR Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala, yang telah memberikan hikmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini, dengan judul “Prinsip-Prinsip Etika dan Hukum Kesehatan”. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Etika Keperawatan. Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini memberikan informasi bagi pembaca dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.



Benda, Mei 2019



Penulis



ii



DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ………………………………………………….……….i KATA PENGANTAR…………………………………………………..…… ii DAFTAR ISI………………………………………………………………..…. iii BAB I



PENDAHULUAN A. Latar Belakang…………………………………………………..1 B. Tujuan………………………………………………………… 2



BAB II



KONSEP DASAR A. Pengertian Etika ………………………………………………. 3 B. Tujuan Dibuatnya Etika Kesehatan……………………………… 4 C. Prinsip-Prinsip Etika……………………………………………… 4 D. Hukum Kesehatan……………………………………………. 8 E. Perkembangan Dari Hukum Kesehatan………………………….. 10 F. Hubungan Etika Dengan Hukum Kesehatan…………………….. 13



BAB III



PENUTUP A. Kesimpulan………………………………………………………. 15 B. Saran ……………………………………………………………. 15



DAFTAR PUSTAKA



16



iii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Etika adalah aturan bertindak atau berperilaku dalam suatu masyarakat tertentu atau komunitas. Aturan bertindak ini ditentukan oleh setiap kelompok masyarakat, dan biasanya bersifat turun-temurun dari generasi ke generasi, serta tidak tertulis. Sedangkan hukum adalah aturan berperilaku masyarakat dalam suatu masyarakat atau negara yang ditentukan atau dibuat oleh para pemegang otoritas atau pemerintah negara, dan tertulis. Baik etika maupun hukum dalam suatu masyarakat mempunyai tujuan yang sama, yakni terciptanya kehidupan masyarakat yang tertib, aman, dan damai. Oleh sebab itu, semua anggota masyarakat harus mematuhi etika dan hukum ini. Apabila tidak, maka bagi para pelanggar kedua aturan perilaku ini memperoleh sanksi yang berbeda. Bagi pelanggar etika sanksinya adalah “moral”, sedangkan bagi pelanggar hukum, sanksinya adalah hukuman (pidana atau perdata). Petugas kesehatan dalam melayani masyarakat, juga akan terikat pada etika dan hukum, atau etika dan hukum kesehatan. Dalam pelayanan kesehatan masyarakat, perilaku petugas kesehatan harus tunduk pada etika profesi (kode etik profesi) dan juga tunduk pada ketentuan hukum, peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Apabila petugas kesehatan melanggar kode etik profesi, maka akan memperoleh sanksi “etika” dari organisasi profesinya. Dan mungkin juga apabila melanggar ketentuan peraturan atau perundang-undangan, juga akan memperoleh sanksi hukum (pidana atau perdata). Perkembangan ilmu dan tekhnologi kesehatan yang semakin maju telah membawa manfaat yang besar untuk terwujudnya derajat kesehatan masyarakat



yang



optimal.



Perkembangan



ini



juga



diikuti



dengan



perkembangan hukum di bidang kesehatan, sehingga secara bersamaan, petugas kesehatan menghadapi masalah hukum terkait dengan aktivitas, perilaku, sikap dan kemampuannya dalam menjalankan profesi kesehatan. Selain itu perubahan gaya hidup, budaya dan tata nilai masyarakat, membuat



1



masyarakat semakin peka menyikapi berbagai persoalan, termasuk memberi penilaian terhadap pelayanan yang diberikan petugas kesehatan. Ketika masyarakat merasakan ketidakpuasan terhadap pelayanan atau apabila seorang petugas kesehatan merugikan pasien, tidak menutup kemungkinan untuk di meja hijaukan. Bahkan didukung semakin tinggi peran media, baik media massa maupun elektronik dalam menyoroti berbagai masalah yang timbul dalam pelayanan kesehatan, merupakan hal yang perlu diperhatikan dan perlu didukung pemahaman petugas kesehatan mengenai kode etik profesi dan hukum kesehatan, dasar kewenangan dan aspek legal dalam pelayanan



kesehatan.



Untuk



itu



dibutuhkan



suatu



pedoman



ynag



komprehensif dan integratif tentang sikap dan perilaku yang harus dimiliki oleh seorang petugas kesehatan, pedoman tersebut adalah kode etik profesi.



B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Sebagai mahasiswa dan calon petugas kesehatan dapat memahami prinsip bekerja berdasarkan etika profesi dan hukum kesehatan yang berlaku, sehingga terhindar dari kasus-kasus malapraktik maupun kelalaian dalam praktik kesehatan yang menyebabkan turunnya citra profesi petugas kesehatan. 2. Tujuan Khusus a. Mahasiswa mengetahui apa yang dimaksud dengan etika b. Mahasiswa mengetahui tujuan dibuatnya etika kesehatan c. Mahasiswa mengetahui prinsip-prinsip etika d. Mahasiswa dapat mengetahui hukum kesehatan e. Mahasiswa dapat menjelaskan perkembangan dari hukum kesehatan. f. Mahasiswa dapat menjelaskan hubungan etika dengan hukum kesehatan



2



BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Etika Menurut K. Berten, kata “etika” berasal dari bahasa yunani kuno, yakni Ethos (bentuk kata tunggal) atau ta etha (bentuk kata jamak). Ethos berarti tempat tinggal, padang rumput, kandang, kebiasaan atau adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, dan cara berpikir. Sedangkan kata ta etha berarti adat kebiasaan. Namun, secara umum etika dimengerti sebagai ilmu apa yang biasa kita lakukan. Etika sangat berkaitan dengan moral dan akhlak, yang merupakan nilai luhur dalam tingkah laku dan juga berhubungan sangat erat dengan hati nurani (Campbell et all., 2005; Rogers & Braunack-meyer, 2009). Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia etika adalah ilmu pengetahuan tentang azas akhlak, sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, etika adalah: 1. Ilmu tentang apa yang baik, apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral 2. Kumpulan/seperangkat azas atau nilai yang berkenaaan dengan akhlak 3. Nilai yang benar dan salah yang dianut oleh suatu golongan/masyarakat Berdasarkan pengertian di atas, dapat dirumuskan pengertian etika menjadi tiga, pertama etika merupakan sistem nilai, yakni nilai-nilai atau norma-norma moral yang menjadi pegangan (landasan, alasan, rientasi hidup) seseorang atau kelompok orang dalam mengatur tingkah lakunya. Kedua, etika kumpulan asas–asas akhlak (moral) atau semacam kode etik. Ketiga, etika merupakan ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk. Hal ini terjadi apabila nilai-nilai, norma-norma moral, asas-asas akhlak (moral), atau kode etik yang terdapat dalam kehidupan suatu masyarakat menjadi bahan refleksi (pemikiran) secara menyeluruh (holisti), sistematis, dan metodis. Etika merupakan pemikiran kritis tentang berbagai ajaran dan pandangan moral. Etika sering disebut filsafat moral, karena berhubungan dengan adat istiadat, norma-norma, dan nilai-nilai yang menjadi pegangan dalam suatu kelompok atau seseorang untuk mengatur tingkah laku.



3



B. Tujuan Dibuatnya Etika Kesehatan Dalam kehidupan sehari-hari, etika sangat penting untuk di terapkan. Begitu pula dalam dunia kesehatan masyarakat. Beberapa orang mengartikan bahwa etika kesehatan hanyalah sebagai konsep untuk dipahami dan bukan menjadi bagian dari diri. Padahal etika kesehatan sangatlah penting dimiliki dan diterapkan setiap berhadapan dengan pasien atau klien. Etika kesehatan bertujuan mengatur bagaimana bertingkah laku dalam memberikan jasa pelayanan kesehatan, menentukan aturan-aturan yang mengatur bagaimana menangani suatu masalah yang berkaitan dengan etik agar tidak menjadi suatu hal yang masuk ke ranah hukum atau menimbulkan efek hukuman bagi diri sendiri maupun pasien atau klien.



C. Prinsip-Prinsip Etika Kesehatan Filosofi moral etika kesehatan dijelaskan dalam Prinsip Dasar Etika Kesehatan sebagai berikut: 1. Autonomy (otonomi) Prinsip “Autonomy” (self-determination) yaitu prinsip yang menghormati hak-hak pasien, terutama hak otonomi pasien (the rights to self determination) dan merupakan kekuatan yang dimiliki pasien untuk memutuskan suatu prosedur medis. Prinsip moral inilah yang kemudian melahirkan konsep Informed consent. Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir secara logis dan membuat keputusan sendiri, memilih dan memiliki berbagai keputusan atau pilihan yang harus dihargai oleh orang lain. Prinsip otonomi merupakan bentuk respek terhadap seseorang, atau dipandang sebagai persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara rasional. Beberapa contoh prinsip otonomi adalah sebagai berikut : a. Pasien berhak menentukan tindakan-tindakan baru dapat dilakukan atas persetujuan dirinya. b. Seorang warga menentukan sikap untuk ikut penyuluhan/kegiatan kesehatan yang diselenggrakan oleh Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)



4



2. Beneficience (Berbuat baik) Prinsip Beneficience (berbuat baik) adalah prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang bertujuan untuk kebaikan pasien atau penyediaan keuntungan dan menyeimbangkan keuntungan tersebut dengan risiko dan biaya. Dalam Beneficence tidak hanya dikenal perbuatan untuk kebaikan saja, melainkan juga perbuatan yang sisi baiknya (manfaat) lebih besar daripada sisi buruknya. Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan,



memerlukan



pencegahan



dari



kesalahan,



penghapusan



kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain. Terkadang, dalam situasi pelayanan kesehatan, terjadi konflik antara prinsip ini dengan otonomi. Contohnya dapat dilihat sebagai berikut : a. Dokter memberi obat gatal tetapi mempunyai efek yang lain, maka dokter harus mempertimbangkan secara cermat atas tindakannya tersebut. b. Seorang sarjana Kesehatan Masysrakat ( SKM ) memberikan pelayanan kepada seoarang pasien yang menderita penyakit TBC, maka SKM tersebut harus mempertimbangkan dan berkonsultasi dengan ahlinya dalam memberikan pelayanan kesehatan. 3. Non Maleficience (tidak merugikan) Prinsip



tidak merugikan “Non-maleficence”



adalah prinsip



menghindari terjadinya kerusakan atau prinsip moral yang melarang tindakan yang memperburuk keadaan pasien. Prinsip ini dikenal sebagai “primum non nocere” atau “ above all do no harm“. Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya atau cidera fisik dan psikologis pada klien atau pasien. Contoh: a. Pendapat dokter dalam memberikan pelayanan tidak dapat diterima oleh pasien dan keluarganya sehingga jika dipaksakan dapat merugikan pasien. b. Seorang Sarjana Kesehatan Masyarakat ( SKM ) memberikan pelayanan yang terbaik dalam usaha penyembuhan pencegahan tanpa merugikan masyarakat.



5



4. Confidentiality (kerahasiaan) Institusi kesehatan akan menjaga kerahasiaan informasi yang bisa merugikan seseorang atau masyarakat. Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang pasien harus dijaga. Segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan pasien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan pasien. Tidak ada seorangpun dapat memperoleh informasi tersebut kecuali jika diijinkan oleh pasien dengan bukti persetujuan. Diskusi tentang pasien diluar area pelayanan, menyampaikan pada teman atau keluarga tentang pasien dengan tenaga kesehatan lain harus dihindari. Contoh: a. Seorang dokter maupun tenaga medis yang menangani pasien menjaga setiap data informasi yang dimiliki dari pasien tersebut, baik itu nama, alamat, panyakit yang diderita, dan sebagainya. b. Seorang Sarjana Kesehatan Masyarakat ( SKM ) merahasiakan segala bentuk data terkait dengan data survei yang bersifat pribadi (tidak dipublikasikan) 5. Fidelity (menepati janji) Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan komitmennya terhadap orang lain. Tenaga Kesehatan setia pada komitmen dan menepati janji serta menyimpan rahasia pasien. Ketaatan, kesetiaan, adalah kewajiban seseorang untuk mempertahankan komitmen yang dibuatnya. Kesetiaan, menggambarkan kepatuhan tenaga kesehatan terhadap kode etik yang menyatakan bahwa tanggung jawab dasar dari tenaga kesehatan adalah untuk meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan kesehatan dan meminimalkan penderitaan. Contoh: a. Seorang dokter berjanji dengan sungguh untuk menjaga setiap rahasia pasiennya, dan sampai kapanpun akan tetpa menjaga komitmennya untuk menjaga kerahasiaan setiap pasiennya b. Seorang Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) menepati janjinya dalam usaha peningkatan dan perbaikan kesehatan di masyarakat sesuai dengan program yang telah dibuat.



6



6. Fiduciarity (kepercayaan) Adalah hukum hubungan atau etika kepercayaan antara dua atau lebih



pihak.



Kepercayaan



dibutuhkan



untuk



komunikasi



antara



professional kesehatan dan pasien. Seseorang secara hukum ditunjuk dan diberi wewenang untuk memegang aset dalam kepercayaan untuk orang lain. Para fidusia mengelola aset untuk kepentingan orang lain daripada untuk keuntungan sendiri. Contoh: a. Seorang dokter dipercaya oleh pasiennya untuk melakukan operasi pengangkatan sel kanker dalam tubuhnya. b. Seorang Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) diberi kepercayaan oleh masyarakat dalam memberantas wabah DBD dan malaria. 7. Justice (keadilan) Yaitu prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan dalam bersikap maupun dalam mendistribusikan sumber daya (distributive justice) atau pendistribusian dari keuntungan, biaya dan risiko secara adil. Prinsip keadilan dibutuhkan untuk tercapai yang sama rata dan adil terhadap orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Contoh: a. Tenaga kesehatan medis tidak boleh diskriminatif dalam memberikan pelayanan kesehatan antara pasien kelas III dan pasien VVIP. b. Seorang Sarjana Kesehatan Masyarakat ( SKM ) memberikan pelayanan kesehatan seperti imunisasi, penyuluhan, pemberantasan jentik-jentik pada semua lapisan masyarakat. 8. Veracity (Kejujuran) Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh pemberi pelayanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap pasien dan untuk meyakinkan bahwa pasien sangat mengerti. Prinsip veracity berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan kebenaran. Informasi harus ada agar menjadi akurat, komprensensif, dan objektif untuk memfasilitasi pemahaman dan penerimaan materi yang ada, dan mengatakan yang sebenarnya kepada klien tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan keadaan dirinya



7



selama menjalani perawatan. Walaupun demikian, terdapat beberapa pendapat yang mengatakan adanya batasan untuk kejujuran seperti jika kebenaran akan kesalahan prognosis klien untuk pemulihan atau adanya hubungan paternalistik bahwa ”doctors knows best” sebab individu memiliki otonomi, mereka memiliki hak untuk mendapatkan informasi penuh tentang kondisinya. Kebenaran merupakan dasar dalam membangun hubungan saling percaya. Contoh: a. Tenaga kesehatan harus menyampaikan sejujurnya penyakit pasien namun tidak dapat diutarakan semua kecuali kepada keluarga pasien. b. Seorang Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) meberikan informasi tekait dengan kondisi kesehatan masyrakat dengan transparan dan dapat dipertanggung jawabkan



D. Hukum Kesehatan Hukum adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh suatu kekuasaan dalam mengatur pergaulan hidup bermasyarakat. Pergaulan hidup atau hidup di masyarakat yang sudah maju seperti sekarang ini tidak cukup hanya dengan adat kebiasaan yang turun-temurun seperti sebelum lahirnya peradaban yang modern. Untuk itu, maka oleh kelompok masyarakat yang hidup dalam suatu masyarakat atau negara diperlukan aturan-aturan yang secara tertulis, yang disebut hukum. Meskipun demikian, tidak semua perilaku masyarakat atau hubungan antara satu dengan yang lainnya juga masih perlu diatur oleh hukum ynag tidak tertulis yang disebut: etika, adat-istiadat, tradisi, kepercayaan dan sebagainya. Hukum tertulis, dikelompokkan menjadi dua, yakni : 1. Hukum perdata mengatur subjek dan antar subjek, anggota masyarakat yang satu dengan yang lain dalam hubungan interrelasi. Hubungan interrelasi ini antara kedua belah pihak sama atau sederajat atau mempunyai kedudukan sederajat. Misalnya, hubungan antara penjual dan pembeli, hubungan antara penyewa dan yang menyewakan. Di samping itu hubungan dalam keluarga, termasuk perkawinan dan warisan juga dapat digolongkan dalam hukum perdata.



8



2. Hukum pidana adalah mengatur hubungan antara subjek dan subjek dalam konteks hidup bermasyarakat dalam suatu negara. Dalam hukum pidana selalu terkait antara seseorang yang melanggar hukum dengan penguasa (dalam hal ini pemerintah) yang mempunyai kewenangan menjatuhkan hukuman. Dalam hukum pidana atau peraturan mengenai hukuman, kedudukan penguasa/pemerintah lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat sebagai subjek hukum. Hukum kesehatan adalah semua ketentuan-ketentuan atau peraturanperaturan perundang-undangan di bidang kesehatan yang mengatur hak dan kewajiban individu, kelompok atau masyarakat sebagai penerima pelayanan kesehatan pada satu pihak, hak dan kewajiban tenaga kesehatan dan sarana kesehatan sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan di pihak lain yang mengikat masing-masing pihak dalam sebuah perjanjian terapeutik dan ketentuan-ketentuan atau peraturan-peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan lainnya yang berlaku secara lokal, regional, nasional dan internasional. Pengertian Hukum Kesehatan menurut berbagai sumber yaitu : 1. UU RI NO.23/1992 tentang Kesehatan Hukum



Kesehatan



adalah



semua



ketentuan



hukum



yang



berhubungan langsung dengan pemeliharaan/pelayanan kesehatan. Hal tersebut menyangkut hak dan kewajiban menerima pelayanan kesehatan (baik perorangan dan lapisan masyarakat) maupun dari penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam segala aspeknya, organisasinya, sarana, standar pelayanan medik dan lain-lain. 2. Anggaran Dasar Perhimpunan Hukum Kesehatan Indonesia (PERHUKI) Hukum



kesehatan



adalah



semua



ketentuan



hukum



yang



berhubungan langsung dengan pemeliharaan atau pelayanan kesehatan dan penerapannya. Hal ini menyangkut hak dan kewajiban baik dari perorangan dan segenap lapisan masyarakat sebagai penerima pelayanan kesehatan maupun dari pihak penyelenggara pelayanan kesehatan dalam segala aspek-aspeknya, organisasi, sarana, pedoman standar pelayanan medic, ilmu pengetahuan kesehatan dan hukum serta sumber-sumber hukum lainnya. Hukum kesehatan mencakup komponen–komponen



9



hukum bidang kesehatan yang bersinggungan satu dengan lainnya, yaitu Hukum Kedokteran/Kedokteran Gigi, Hukum Keperawatan, Hukum Farmasi Klinik, Hukum Rumah Sakit, Hukum Kesehatan Masyarakat, Hukum Kesehatan Lingkungan dan sebagainya (Konas PERHUKI, 1993) 3. Prof.H.J.J.Leenen Hukum



kesehatan



adalah



semua



peraturan



hukum



yang



berhubungan langsung pada pemberian pelayanan kesehatan dan penerapanya pada hukum perdata, hukum administrasi dan hukum pidana. Arti peraturan disini tidak hanya mencakup pedoman internasional, hukum kebiasaan,



hukum



yurisprudensi,



namun



ilmu



pengetahuan



dan



kepustakaan dapat juga merupakan sumber hukum. 4. Prof. Van der Mijn Hukum kesehatan dapat dirumuskan sebagai kumpulan pengaturan yang berkaitan dengan pemberian perawatan dan juga penerapannya kepada hukum perdata, hukum pidana dan hukum administrasi. Hukum medis yang mempelajari hubungan yuridis dimana dokter menjadi salah satu pihak, adalah bagian dari hukum kesehatan.



E. Perkembangan Hubungan Etika dan Hukum Kesehatan Hukum kesehatan adalah semua ketentuan hukum yang berhubungan langsung dengan pemeliharaan atau pelayanan kesehatan dan penerapannya. Hal ini berarti hukum kesehatan adalah aturan tertulis mengenai hubungan antara pihak pemberi pelayanan kesehatan dengan masyarakat atau anggota masyarakat. Dengan sendirinya hukum kesehatan ini mengatur hak dan kewajiban



masing-masing



penyelenggaraan



pelayanan



dan



penerima



pelayanan atau masyarakat. Hukum kesehatan relatif masih muda bila dibandingkan dengan hukum-hukum yang lain. Perkembangan hukum kesehatan baru dimulai pada tahun 1967, yakni dengan diselenggarakannya “World Congress on Medical Law” di Belgia tahun 1967. “(Etika dan Hukum Kesehatan. Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo. Halaman 44). Di Indonesia, perkembangan hukum kesehatan dimulai dengan terbentuknya kelompok studi untuk Hukum Kedokteran FK-UI dan rumah



10



Sakit Ciptomangunkusumo di Jakarta tahun 1982. Hal ini berarti, hampir 15 tahun setelah diselenggarakan Kongres Hukum Kedokteran Dunia di Belgia. Kelompok studi hukum kedokteran ini akhirnya pada tahun 1983 berkembang menjadi Perhimpunan Hukum Kesehatan Indonesia (PERHUKI). Pada kongres PERHUKI yang pertama di Jakarta, 14 April 1987. Hukum kesehatan mencakup komponen-komponen atau kelompok-kelompok profesi kesehatan yang saling berhubungan dengan yang lainnya, yakni : Hukum Kedokteran, Hukum Kedokteran Gigi, Hukum Keperawatan, Hukum Farmasi, Hukum Rumah Sakit, Hukum Kesehatan Masyarakat, Hukum Kesehatan Lingkungan, dan sebagainya. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka hukum kesehatan dapat di kelompokkan menjadi 4 kelompok yaitu: 1. Hukum kesehatan yang terkait langsung dengan pelayanan kesehatan yaitu: a. UU No. 23/ 1992 Tentang Kesehatan yang telah diubah menjadi UU No 36/2009 tentang Kesehatan b. PP No. 32/1996 tentang Tenaga Kesehatan c. Keputusan Menteri Kesehatan No.1239/2001 tentang Registrasi dan Praktik Perawat d. UU No. 29/2004 tentang Praktek kedokteran e. UU No, 44/ 2009 tentang Rumah sakit f. Permenkes 161/2010 tentang Uji kompetensi g. UU No. 38/2014 tentang Keperawatan 2. Hukum Kesehatan yang tidak secara langsung terkait dengan pelayanan Kesehatan antara lain: a. Hukum Pidana Pasal-pasal hukum pidana yang terkait dengan pelayanan kesehatan. Misalnya Pasal 359 KUHP tentang kewajiban untuk bertanggung jawab secara pidana bagi tenaga kesehatan atau sarana kesehatan



yang dalam



menyelenggarakan



pelayanan



kesehatan



menyebabkan pasien mengalami cacat, gangguan fungsi organ tubuh atau kematian akibat kelalaian atau kesalahan yang dilakukannya.



11



b. Hukum Perdata Pasal-pasal Hukum perdata yang terkait dengan pelayanan kesehatan. Misalnya Pasal 1365 KUHPerd. mengatur tentang kewajiban hukum untuk mengganti kerugian yang dialami oleh pasien akibat adanya perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dan sarana kesehatan dalam memberikan pelayanan terhadap pasien c. Hukum Administrasi Ketentuan-ketentuan penyelenggaraan pelayanan kesehatan baik yang dilakukan oleh tenaga kesehatan maupun oleh sarana kesehatan yang melanggar hukum adminstrasi yang menyebabkan kerugian pada pada pasien menjadi tanggung jawab hukum dari penyelenggara pelayanan kesehatan tersebut 3. Hukum Kesehatan yang berlaku secara Internasional a. Konvensi b. Yurisprudensi c. Hukum Kebiasaan d. Hukum Otonomi e. Perda tentang kesehatan f. Kode etik profesi



F. Hubungan Etika dan Hukum Kesehatan Hukum berbeda-beda untuk tiap-tiap Negara sedangkan etika dapat diterapkan tanpa melihat batas Negara. Etika dan hukum kesehatan dalam dunia kesehatan umumnya berbeda namun saling melengkapi, dimana hukum cenderung bersifat kaku, lama dalam proses legalisasi, dan kurang menyeluruh kemudian norma etika akan melengkapi kelemahan-kelemahan norma hukum sehingga mampu mengikuti perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat. Jadi dapat disimpulkan bahwa, meskipun Etika dan Hukum Kesehatan mempunyai perbedaan, namun mempunyai banyak persamaannya, antara lain:



12



1. Etika dan hukum kesehatan sama-sama merupakan alat untuk mengatur tertibnya hidup bermasyarakat dalam bidang kesehatan. 2. Sebagai objeknya adalah sama yakni masyarakat baik yang sakit maupun yang tidak sakit (sehat). 3. Masing-masing mengatur kedua belah pihak antara hak dan kewajiban, baik pihak yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan maupun yang menerima pelayanan kesehatan agar tidak saling merugikan. 4. Keduanya menggugah kesadaran untuk bersikap manusiawi, baik penyelenggara maupun penerima pelayanan kesehatan. 5. Baik etika maupun hukum kesehatan merupakan hasil pemikiran dari para pakar serta pengalaman para praktisi bidang kesehatan. Sedangkan perbedaan antara etika kesehatan dan hukum kesehatan, antara lain: 1. Etika kesehatan hanya berlaku di lingkungan masing-masing profesi kesehatan, sedangkan hukum kesehatan berlaku untuk umum. 2. Etika kesehatan disusun berdasarkan kesepakatan anggota masing-masing profesi, sedangkan hukum kesehatan disusun oleh badan pemerintahan, baik legislatif (Undang-Undang = UU, Peraturan Daerah = Perda), maupun oleh eksekutif (Peraturan Pemerintah, Kepres. Kepmen, dan sebagainya). 3. Etika kesehatan tidak semuanya tertulis, sedangkan hukum kesehatan tercantum atau tertulis secara rinci dalam kitab undang-undang atau lembaran negara lainnya. 4. Sanksi terhadap pelanggaran etik kesehatan berupa tuntunan, biasanya dari organisasi profesi, sedangkan sanksi pelanggaran hukum kesehatan adalah “tuntunan”, yang berujung pada pidana atau hukuman. 5. Pelanggaran etik kesehatan diselesaikan oleh Majelis Kehormatan Etik Profesi dari masing-masing organisasi profesi, sedangkan pelanggaran hukum kesehatan diselesaikan lewat pengadilan. 6. Penyelesaiaan pelanggaran etik tidak selalu disertai bukti fisik, sedangkan untuk pelanggaran hukum pembuktiannya memerlukan bukti fisik.



13



BAB III PENUTUP



A. Kesimpulan Etika adalah aturan bertindak atau berperilaku dalam suatu masyarakat tertentu atau komunitas. Aturan bertindak ini ditentukan oleh setiap kelompok masyarakat, dan biasanya bersifat turun-temurun dari generasi ke generasi, serta tidak tertulis. Sedangkan hukum adalah aturan berperilaku masyarakat dalam suatu masyarakat atau negara yang ditentukan atau dibuat oleh para pemegang otoritas atau pemerintah negara, dan tertulis. Prinsip Dasar Etika Kesehatan sebagai berikut Autonomy (otonomi), Beneficience Confidentiality



(Berbuat



baik),



(kerahasiaan),



Non



Maleficience



Fidelity



(menepati



(tidak



merugikan),



janji),



Fiduciarity



(kepercayaan), Justice (keadilan), dan Veracity (Kejujuran). Hukum kesehatan adalah semua ketentuaan hukum yang berhubungan langsung dengan pemeliharaan atau pelayanan kesehatan dan penerapannya. Oleh sebab itu, hukum kesehatan mengatur dua kepentingan yang berbeda, yakni : 1. Penerima pelayanan, yang harus diatur hak dan kewajiban, baik perorangan, kelompok atau masyarakat. 2. Penyelenggara pelayanan : organisasi dan sarana-prasarana pelayanan, yang juga harus diatur hak dan kewajibannya.



B. Saran Dalam profesi apa pun selalu ada etika dan hukumnya. Bagi yang melanggar etika akan dikenakan sanksi moral dan bagi yang melanggar hukum akan dikenakan sanksi hukum. Oleh sebab itu, sepatutnyalah petugas kesehatan untuk memahami etika dan hukum kesehatan. Diharapkan juga semua petugas kesehatan senantiasa berpegang teguh dan berperilaku sesuai dengan kehormatan profesinya.



14



DAFTAR PUSTAKA Bertens, K. 2001. Etika. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Eko, Nurul. Yanti. 2010. Etika Profesi dan Hukum Kebidanan. Yogyakarta : Pustaka Rihama. Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Etika dan Hukum Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Republik Indonesia. Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Siswanto, Hadi. 2009. Etika Profesi. Yogyakarta : Pustaka Rihama. http://mynewblogdwimazda.blogspot.com/2016/05/prinsip-prinsip-etika-danhukum.html https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_dir/03b7efe3b657eb67d4d2881 5d4e5cabb.pdf. https://nandaayuwulandari.wordpress.com/2016/03/22/2/



15