Makalah Prisos (Biblio Edukasi) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BIBLIO EDUKASI



MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH Bimbingan dan Konseling Pribadi Sosial yang dibina oleh Dr. Arbin Janu Setyowati, M.Pd



Oleh Kelompok 1: Maria Gregoria Nona Diogo NIM 190111850408 Margaretha Dea Innecensia NIM 190111850409 Sitti Nur Aini



NIM 190111850406



UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING September 2019



KATA PENGANTAR



Puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan rahmat dan berkat-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah pendekatan kelompok dalam BK dengan judul “Proses Kelompok: Tahap Awal”. Penyusun menyadari bahwa di dalam pembuatan makalah ini tidak lepas dari berkat bantuan dan tuntutan Tuhan Yang Maha Esa serta bantuan berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penyusun menghaturkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini: 1. Ibu Dr. Arbin Janu Setyowati, M.Pd selaku dosen pembimbing mata kuliah Bimbingan dan Konseling Pribadi Sosial. 2. Teman-teman kelas yang memberi dukungan. Penyusun juga menyadari masih terdapat kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Maka dari itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini memberikan manfaat bagi kita semua.



Malang, September 2019



Penyusun



i



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .......................................................................................................... i DAFTAR ISI ........................................................................................................................ ii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang........................................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ..................................................................................................... 1 C. Tujuan Penulisan Makalah ........................................................................................ 2 BAB II PEMBAHASAN A. Sejarah Biblio-Terapi ................................................................................................ 2 B. Definisi Biblio-Edukasi ............................................................................................. 3 C. Tujuan Biblio-Edukasi ............................................................................................... 4 D. Langkah-Langkah Pelaksanaan Biblioedukasi .......................................................... 5 E. Prinsip-Prinsip Dalam Pelaksanaan Biblio-Edukasi ................................................. 6 F. Fungsi Biblio-Edukasi ............................................................................................... 8 G. Masalah-Masalah yang Ditangani dengan Biblio-Edukasi ....................................... 8 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................................................................ 9 DAFTAR RUJUKAN ........................................................................................................ 10



ii



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Proses pembelajaran di sekolah selalu menekankan agar individu mempunyai kebiasaan membaca karena dengan membaca dapat meningkatkan proses pembelajaran dan memperluas pemahaman siswa serta memperoleh informasi yang disampaikan oleh penulis. Siswa belajar



selalu mengunakan beberapa cara dan teknik



salah satunya



dengan menggunakan bahan bacaan yang disebut dengan biblio. Plato menjelaskan bahwa biblio-edukasi merupakan program membaca terarah yang dirancang untuk meningkatkan pemahaman individu untuk memperluas cakrawala budayannya serta memberikan beraneka ragam emosionalnya. Biblio mempunyai tujuan agar anggota mampu membantu dirinya sendiri karena mellaui biblio edukasi disajikan informasi yang dibutuhkan atau sesuai dengan nilai dan karakter yang ingin dibangun serta membentuk tingkah lakunya secara umum. Dalam teknik ini konselor akan memberikan buku bacaan kepada konseli kemudian konseli membaca dan memahami serta mengubah tingkah lakunya. Perkembangan biblio edukasi sampai saat ini lebih berfokus perkembangan dan juga pencegahan permasalahan melalui buku bacaan. Pada makalah ini, penulis akan mengkaji materi mengenai “Biblio-edukasi”.



B. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah: 1. Bagaimana sejarah biblio-terapi ? 2. Apa definisi dari biblio edukasi? 3. Apa tujuan biblio-edukasi? 4. Bagaimana langkah-langkah pelaksanaan biblioedukasi? 5. Apa prinsip-prinsip dalam pelaksanaan biblio-edukasi? 6. Apa fungsi biblio-edukasi? 7. Masalah-masalah apa saja yang ditangani dengan biblio-edukasi?



C. Tujuan Penulisan Makalah Tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah:



1



BAB II PEMBAHASAN



A. Sejarah Biblio-terapi Metode bibliotherapy merupakan konsep tua dalamI ilmu perpustakaan. Di Amerika sudah lebih dari 100 tahun yang lalu didokumentasikan, dan pada dasarnya bibliotherapy merupakan penyeleksian bahan bacaan bagi klien tertentu yang sangat relevan dengan situasi lingkungan hidupnya, Begitu pula penelusuran ke belakang ketika perpustakaan pertama di Yunani Kuno, penggunaan istilah "bibliotherapy" muncul ketika Crothes menyebut kegiatan membaca dapat menumbuhkan kekuatan dalam diri dan bersifat terapeutik. Crothes menggambarkan ketika pembaca membaca bukunya, dia akan menemukan diri ketika memasuki dunia yang djelaskan dalam halaman-halaman buku tersebut. Penemuan diri ini juga muncul ketika dia melihat adegan film yang baik, kemudian terlibat pada karakter di dalamnya. Sehingga ketika "aktor" mengalami perasaan senang atau sedih, pembaca akan menderita atau bahagia; pembaca mena- i ngis ketika karakter menderita. Crothes menegaskan bahwa membaca berkualitas tinggi akan menumbuhkan wawasan dan ide baru untuk kehidupan, kemudian terjadi proses pe nyembuhan yang dapat memperkaya diri pembaca . Beberapa buku sekolah permulaan di Amerika seperti New England Primer dan Mc Guffu Readers digunakan tidak hanya untuk tujuan mengajar anak-anak, namun juga membantu mereka mengembangkan karakter dan nilai (value) positif, dan untuk meningkatkan penyesuaian pribadi. Para pendidik saat ini, termasuk banyak terapis, menyadari metode ini dapat memainkan peran pos tif dalam membantu orang mengatasi masalah penyesuaian pribadi, termasuk masalah kehidupan sehari-hari. Bibliotherapy baru belakangan ini mendapat pengakuan sebagai pendekatan treatment. Perkembanggan ini terjadi pada sekitar awal abad ke-20. Sejumlah artikel muncul da lam literatur profesional pada tahun 1940-an. Artikel-artikel ini sering memfokuskan pada validitas psikologis dari teknik treatment baru bibliotherapy (Bernstein, 2008). Selama tahun 1950 pembaca dengan literatur (yang mendasari bim bingan dari helper terlatih) terus memengaruhi lapangan ini pada masa sekarang (Shrodes, 1949). Pada masa sekarang, Pardeck dan Pardeck berpendapat bahwa bibliotherapy tidak harus merupakan proses yang perlu diarahkan oleh terapis terlatih. Sebagaimana kemudian dinyatakan dalam bukunya, bibliotherapy dapat dilakukan oleh individu yang tidak dilatih sebagai terapis (Pardeck dan Pardeck, 1993).



2



B. Definisi Biblio edukasi Salah satu teknik yang dapat di gunakan dalam Bimbingan dan Konseling (BK) pribadi dan sosial adalah teknik biblio-edukasi. Teknik biblio-edukasi pada dasarnya adalah modifikasi dari biblio-terapi, dimana biblio-edukasi berorientasi pada pencegahan dan pengembangan konseli. Istilah bibliotherapy terbentuk dari dua kata: biblio, berasal dari bahasa Yunani, biblus (buku), dan therapy, menunjuk pada bantuan psikologis. Secara sederhana, bibliotherapy didefinisikan sebagai penggunaan buku untuk membantu orang mengatasi masalahnya. Pada awal mulanya, biblioterapi digunakan oleh ahli atau psikiater kedokteran untuk "klien" yang teridentifikasi disfungsi sosio emosional. Pardeck (1989a) menjelaskan tiga target biblioterapi yang berbeda: mereka yang bermasalah secara emosional, mereka yang memiliki masalah penyesuaian kecil, dan anakanak dengan kebutuhan perkembangan yang khas. Oleh Lack (1985) biblioterapi dibedaka menjadi dua, yaitu antara "biblioterapi perkembangan" dan "biblioterapi klinis". Hal ini berdasarkan pada jenis kegiatan yang digunakan dan jenis anak yang terlibat . Dia menjelaskan, biblioterapi pengembangan adalah personalisasi literatur untuk tujuan memenuhi tugas-tugas kehidupan normal yang sedang berjalan. Biblioterapi klinis adalah cara intervensi dalam membantu orang yang sangat bermasalah dengan masalah emosional atau perilaku yang mungkin terjadi " (Lack 1985, 29). Biblioedukasi mengadopsi prinsip-prinsip dan langkah-langkah dari biblio terapi perkembangan. Dalam biblioterapi perkembangan, bahan bacaan dan diskusi menekankan pengembangan kepribadian umum. Jika proses konseling, dapat mengadopsi dari biblioterapi klinis, di mana mereka fokus pada masalah spesifik. Demikian juga, Pardeck dan Pardeck (1986, 3) menggambarkan program biblioterapi yang berfokus pada "membantu anak-anak mengatasi kebutuhan perkembangan, masalah-masalah khas yang tidak memerlukan intervensi terapi lanjutan." Seiring dengan perkembangan waktu dan melihat keefektifan dari penggunaan biblio terapi, teknik ini terus berkembang ke bibliokonseling, dan sekarang berkembang lagi menjadi biblioedukasi. Dimana biblio-edukasi ini merupakan bahan bacaan yang bersifat mendidik dan dengan tampailan yang menarik untuk dibaca. Plato dalam Ahmad (2017), bahwa biblio-edukasi adalah program membaca terarah yang dirancang untuk meningkatkan pemahaman individu dengan dirinya sendiri untuk memperluas cakrawala budayanya serta memberikan beraneka ragam pengalaman emosional.Smith (1989, 241).



3



C. Tujuan Biblio-edukasi Tujuan biblio-edukasi pada dasarnya sama dengan tujuan tujuan bimbingan yaitu membantu individu agar dapat membantu dirinya sendiri. Melalui biblio edukasi , diberikan infomasi yang dibutuhkan atau sesuai dengan nilai dan karakter yang dibangun. Berikut ini adalah tujuan Biblio edukasi. Di atas segalanya, tujuan biblioterapi yang paling umum adalah untuk menumbuhkan wawasan pribadi dan pemahaman diri di antara anak-anak dan remaja yang membaca. Nilainilai biblioterapi mencakup kesempatan untuk belajar mengenal diri sendiri dengan lebih baik, untuk memahami perilaku manusia dan untuk menemukan minat di luar diri. Bump (1990) menjelaskan wawasan lebih tepatnya sebagai membantu remaja mengidentifikasi dan mengartikulasikan perasaan yang mereka miliki saat mereka membaca. Jeon (1992) menjelaskan beberapa jenis wawasan yang muncul dari buku, termasuk pengetahuan yang diperoleh tentang psikologi perilaku manusia, pemahaman tentang motivasi dasar orang dengan masalah seperti masalah mereka sendiri, dan klarifikasi tentang kesulitan yang ditimbulkan oleh perilaku seseorang sendiri. Kedua, dalam tujuan yang terkait erat dengan peningkatan wawasan pribadi, beberapa ahli biblioterapi berusaha untuk memicu katarsis emosional pada anak-anak dengan siapa mereka bekerja. Catharsis adalah pelepasan emosi atau ketegangan psikologis yang terjadi ketika pembaca mengalami perasaan karakter yang mereka baca. Corman (dikutip dalam Ashley 1987) berpendapat bahwa katarsis memurnikan pembaca dari ketegangan dan membuat mereka lebih mampu mengenali diri mereka sendiri dalam karakter sebuah buku. Sebagai tujuan ketiga, beberapa ahli biblioterapi terkemuka berpendapat bahwa literatur dan film dapat membantu anak-anak dan remaja dalam memecahkan masalah seharihari mereka. Menurut Pardeck dan Pardeck (1986, 1), "lirature dapat digunakan sebagai alat yang efektif untuk membantu anak-anak mengatasi perubahan perkembangan." Sullivan (1987, 875) menulis tentang menggunakan literatur untuk mengeksplorasi masalah sensitif dengan murid-muridnya. "Tujuannya untuk program ini bukan untuk menghibur para siswa, tetapi untuk menggunakan buku-buku yang dipilih dengan cermat sebagai katalis untuk diskusi dengan harapan menyadarkan murid-muridnya terhadap masalah sosial saat ini dan membantu mereka mencari solusi untuk masalah mereka sendiri." Karya-karya fiksi dapat membantu anak-anak dengan mengajukan solusi untuk masalah yang belum dipertimbangkan oleh pembaca secara independen atau dengan



4



menggambarkan konsekuensi dari solusi yang belum diantisipasi oleh pembaca (Jeon 1992; Pardeck dan Pardeck 1984a). Keempat, kebanyakan ahli biblioterapis juga percaya bahwa wawasan, katarsis, dan bantuan dengan penyelesaian masalah yang disediakan oleh literatur akan menyebabkan siswa mengubah cara mereka berinteraksi atau berperilaku terhadap orang lain. Tujuan kelima dari biblioterapi adalah promosi hubungan yang efektif dan memuaskan dengan orang lain. Chatton (1988) menjelaskan bahwa anak-anak mendapatkan rasa keterhubungan dengan kelompok-kelompok yang dengannya mereka membaca dan berbagi buku. Lack (1985) juga berkomentar tentang pentingnya stimulasi dan berbagi yang terjadi dalam kelompok diskusi buku. Buku dapat memberikan fokus tentang minat dan pengalaman bersama yang dapat ditemukan, dan juga dapat memberikan dasar untuk persahabatan di masa depan. Dalam tujuan yang terkait, buku dapat mengurangi isolasi pribadi dengan memungkinkan pembaca untuk mengenali diri mereka dalam karakter fiksi. Keenam, biblioterapi dapat bertindak sebagai sumber informasi bagi remaja ketika mereka menghadapi masalah khusus yang membedakan mereka dari teman sebaya mereka. Ketujuh, dan sering diabaikan, adalah tujuan rekreasi yang mendasari biblioterapi: Anak -anak dan remaja juga membaca untuk kesenangan yang dibawa oleh bacaan. daya tarik literatur dan film dapat menjadi kontribusi utama biblioterapi untuk proses terapeutik.



D. Langkah-langkah pelaksanaan Biblioedukasi Biblio-edukasi, yakni kegiatan yang dilakukan oleh konselor dan para siswa sebagai konseli yang memanfaatkan bahan bacaan sebagai media penyampaian informasi dalam bentuk buku tercetak, memiliki 4 (empat) aplikasi biblio-edukasi. Menurut Handarini, Flurentin, dan Simon dalam Ahmad dan Karunia (2017), adalah: 1. Identifikasi kebutuhan-kebutuhan siswa, yakni dilakukan melalui pengamatan, bebrincang dengan orang tua, penugasan untuk menulis, dan pandangan dari sekolah atau fasilitas-fasilitas yang berisi rekam hidup siswa. 2. Seleksi, yakni proses menyeleksi bacaan yang sesuai dengan masalah yang dihadapi siswa atau aspek psikologis yang dikembangkan dan usia siswa. 3. Implementasi, yakni pelaksanaan kegiatan biblio-edukasi, ang terdiri dari rapport, pemberian stimulasi, refleksi. 4. Tindak lanjut, yakni proses menguji coba komitmen dan merefleksi serta mengevaluasi komitmen.



5



Sedangkan menurut Doll & Doll (1997) proses kegiatan biblioterapi ini melalui tahaptahap sebagai berikut : Tahapan Kegiatan Seleksi Materi



Keterangan -



Memilih buku-buku berkualitas tinggi yang sesuai dengan tingkat dan minat baca remaja



-



Memilih buku (dan media lain) yang dibangun berdasarkan pemahaman remaja saat ini



Presentasi Materi



-



Menyarankan



buku



dengan



cara



yang



meningkatkan minat remaja di dalamnya -



Mungkin menyela bacaan dirancang untuk meningkatkan pemahaman



Kegiatan membangun



-



pemahaman



Memberikan perhatian khusus pada motivasi yang mengarah karakter untuk bertindak dengan cara tertentu



-



Menunjukkan masalah yg diperiksa dalam plot buku, solusi yang diajukan, dan konsekuensi dari solusi yang berbeda



-



Membantu peserta melihat kesamaan antar buku karakter dan diri mereka sendiri atau orang yang mereka kenal



E. Prinsip-prinsip pelaksanaan Biblio-edukasi Prinsip-prinsip



penggunaan



biblioedukasi



mengadopsi



dari



prinsip



bibliokonseling, bibliokonseling mempunyai prinsip-prinsip tertentu yang hendaknya ditaati sebelum dan selama pelaksanaan. Prinsip-prinsip lain menurut Engles (dalam Hidayat, 2008) terdiri dari tujuh prinsip, yaitu: 1. Buku-buku atau artikel yang disarankan konselor harus mengandung kebenaran dan memiliki daya pengubah. Dalam hal ini konselor hendaknya kritis mempertanyakan kebenaran isi buku itu. Beberapa faktor pertimbangan yang perlu digunakan seperti komentar orang lain terhadap buku. Jika material biblioedukasi berupa buku, faktor pertimbangannya adalah keahlian atau keprofesionalan penulis atau pengasuh sebuah rubrik, popularitas sebuah surat kabar atau majalah. 2. Konselor memiliki pengetahuan terhadap buku-buku yang disarankannya. Prinsip ini mempersyaratkan konselor terlebih dahulu mempelajari buku-buku atau tulisan dari



6



sumber lain sebelum menyarankan konseli membacanya. Konselor yang menyarankan konseli ke pada buku-buku yang tidak dikenal sebelumnya dapat mengakibatkan konseli tersesat dan gagal untuk memenuhi kebutuhan. Kegagalan memahami bukubuku yang disarankan dapat membawa efek ketidaksenangan konseli terhadap bukubuku tersebut. Oleh karena itu, konselor hendaknya mengingat baik judul-judul buku itu. Bila perlu konselor sudah menyiapkan daftar isi buku, untuk umur berapa, pengalaman apa yang akan diperoleh, dan tingkat kesulitan bahasa yang digunakan. 3. Yang dimaksud dengan waktu disini adalah ketepatan menggunakan bibliokonseling dan keefektifannya. Waktu yang tepat adalah ketika konseli mempunyai resistensi yang rendah, konseli sedang berjuang melawan perasaan tertentu, konseli gagal berkali-kali dalam memahami sesuatu hal, konseli butuh informasi sehubungan dengan masalahnya. Demikian waktu yang digunakan untuk membaca sebuah buku atau menjalani suatu latihan atau petunjuk hendaknya tidak terlalu panjang. Jika banyak waktu yang dibutuhkan, makan konselor perlu merancangnya dalam beberapa pertemuan singkat. 4. Daftar buku-buku yang disarankan. Daftar buku dan tabel daftar isi perlu dicetak agar dapat merangsang konseli untuk membaca buku-buku tersebut. Buku-buku dan pamflet yang kiranya berguna untuk dibaca hendaknya diletakkan pada ruang tunggu konseling sehingga dapat meminjamnya. 5. Dosis bacaan yang lebih kecil, lebih membantu dari pada dosis yang banyak dan luas. Dosis bacaan yang lebih kecil, lebih membantu dari pada dosis yang banyak dan luas. Sebuah buku kecil, artikel atau pemflet sering lebih berguna daripada sebuah buku tebal. Disamping itu, hal ini lebih mudah bagi konselor menunjuk poin penting dalam bacaan itu karena material yang terlalu banyak dapat membosankan konseli dan cenderung dibaca sedikit saja. 6. Kemenarikan buku yang mungil, ada ilustrasi tingkah laku tertentu, metode yang bervariasi dapat membuat pelaksanaan bibliokonseling menjadi menarik. Buku yang mungil, ada ilustrasi tingkah laku tertentu, dan metode yang bervariasi dapat membuat pelaksanaan bibliokonseling menjadi menarik. buku itu bisa berupa buku-buku saku yang dapat dibawa ke mana-mana, bahasanya menarik dan sedikit sugestibel. Metodenya dapat dibuat bervariasi dan atau gabungan antara membaca dan diskusi, diskusi dan praktek, membaca dan melatih diri, reinforcement berjadwal dan tidak berjadwal, dan sebagainya.



7



F. Fungsi Biblio-Edukasi Biblio-edukasi dapat digunakan pada berbagai setting dengan berbagai problem yang spesifik. Dalam penerapannya teknik ini digunakan untuk mengatasi berbagai permasalahan yang tidak jauh berebeda dengant tindakan yang dilakukan. Menurut Nola Kortner (dalam Hariyadi:2018) Fungsi Biblio edukasi adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengembangkan sebuah self concept perilaku 2. Untuk meningkatkan pemahaman tingkahlaku atau motivasi diri 3.



Untuk membentuk kejujuran diri



4. Untuk menemukan dan menunjukan jati diri 5. Untuk ketahanan emosi dan tekanan mental 6. Untuk membantu merencanakan langkah penyelsaian masalah



G. Masalah-Masalah yang Ditangani Dengan Biblio-Edukasi Berdasarkan dari paparan manfaat biblio-edukasi, maka masalah-masalah yang dapat ditangani dengan biblio-edukasi adalah sebagai berikut: 1. Tingkat kecerdasan yang rendah, kurang mampu merencanakan dan berpikir panjang 2. Kurang sempurna bentuk fisik maupun seksual, yang menimbulkan perasaan kurang yakin hingga mencari kompensasi dengan tingkah laku anti sosial 3. Pandangan negatif terhadap pendidikan, diawali oleh kegagalan akademik, putus sekolah atau kekecewaan lainnya. 4. Kebingungan terhadap nilai-nilai moral 5. Ditolak oleh kelompok yang mempunyai status, tetapi justru diterima oleh ganggang nakal 6. Kondisi rumah tangga yang tidak harmonis, kurang respek dari orang tua, kurang kasih sayang, tidak ada keakraban antara anggota keluarga, dan disiplin kasar, dapat membuat konseli cenderung melakukan tindakan yang menyakitkan hati orangtua 7. Memiliki konsep diri yang tidak menguntungkan, rendah diri dan tidak yakin, maka dalam berbagai situasi dimana ada kesempatan untuk mengembangkan ego, mereka akan membuat atau melakukan tindakan untuk menarik perhatian.



8



BAB III PENUTUP



A. Simpulan Media biblioedukasi merupakan media bimbingan dan konseling dalam bentuk buku bacaan yang dikembangkan sebagai sarana informasi yang bersifat mendidik dengan isi meliputi materi informasi yang dirancang sesuai dengan kebutuhan siswa. Diharapkan dengan mengetahui informasi yang ada dalam bacaan, dapat mendidik siswa dalam membentuk tingkah lakunya yang positif secara umum.



9



DAFTAR RUJUKAN Ahmad. H & Karunia.D. 2017. Jurnal Realita. Volume 2 Nomor 1 Edisi April 2017 Hidayat.DR. 2018. Konseling Di Sekolah Pendekatan-Pendekatan Kontemporer. Jakarta : Prenadamedia Group



10