Makalah Professional Ethics & Consideration Kel 2 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH PROFESSIONAL AND ETHICAL CONSIDERATIONS (PERTIMBANGAN PROFESIONAL DAN ETIKA AKUNTAN)



AUDITING LANJUTAN DOSEN PENGAMPU : Dr. NOVITA W RESPATI., Ak., CA.



Group 2 1.



PADLAH RIYADI



2.



NUR AMELIA DEWI



3.



HAMIDAH



4.



ETIAULY ARDIASARI



5.



NUGRAHA YUANDA



PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER AKUNTANSI (MAKSI) FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARMASIN 2017



BAB I PENDAHULUAN



1.1



LATAR BELAKANG



Profesi akuntan merupakan profesi yang berlandaskan kepercayaan dari publik untuk memberikan jasa professional kepada pihak yang berkepentingan baik pihak internal maupun ekstenal yaitu pihak manajemen, kreditor, investor, dll. Dalam melaksanakan pekerjaan, akuntan seringkali dihadapkan pada benturan kepentingan, seperti akuntan profesional di bisnis berhadapan dengan kepentingan manajemen untuk menyajikan laporan keuangan yang smooth, akuntan profesional di praktik publik berhadapan dengan kepentingan klien yang meng-hire auditor untuk mendapatkan opini terbaik (unqualified opinion), dll. Untuk menjaga kepercayaan publik terhadap profesi akuntansi, organisasi profesi akuntansi telah menyusun kode etik dan berbagai standar seperti standar profesi dan standar akuntansi, sebagai panduan bagi para akuntan dalam menjalankan profesinya. Hal tersebut bertujuan agar profesi akuntansi dapat memenuhi tanggung jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi dengan orientasi kepada kepentingan public. Berkembangnya kasus kejahatan kerah putih atau kecurangan (fraud) dalam bentuk korupsi dan manipulasi laporan keuangan, contohnya kasus manipulasi laporan keuangan Enron dan berbagai kasus korupsi di dalam negeri, merupakan tantangan bagi profesi akuntan untuk terhindar dari keterlibatan dalam fraud dan tantangan untuk pencegahan dan pendeteksian adanya fraud. Makalah ini membahas tentang pertimbangan profesional dan etika akuntan dari sudut pandang auditor. Hal-hal terkait pertimbangan profesional dan etika akuntan tersebut adalah tentang kode etik, fraud and error dan professional liabilities. 1.2 1. 2. 3. 4. 1.3 1. 2. 3. 4.



Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam makalah ini, yaitu: Hal apa saja terkait kode etik yang perlu diketahui dan ditaati oleh auditor? Apa saja pertimbangan terkait Fraud dan Error oleh auditor? Apa saja kewajiban profesional (professional liabilities) auditor? Seperti apa contoh kasus terkait kode etik, fraud dan kewajiban profesional tersebut? Tujuan dan Manfaat Penulisan Makalah Tujuan dan manfaat penulisan makalah dalam makalah ini, yaitu: Untuk mengetahui hal apa saja terkait kode etik yang perlu diketahui dan ditaati oleh auditor. Untuk mengetahui apa saja pertimbangan terkait Fraud dan Error oleh auditor. Untuk mengetahui apa saja kewajiban profesional (professional liabilities) auditor. Untuk mengetahui contoh kasus terkait kode etik, fraud dan kewajiban profesional.



1



BAB II PEMBAHASAN



2.1



Kode Etik



2.1.1



Etika dan Kode Etik



Etika merupakan suatu ilmu yang membahas tentang perilaku perbuatan baik dan buruk manusia. Dalam etika profesi terdapat suatu kesadaran yang kuat mengenai keinginan ketaatan pada suatu etika profesi ketika mereka ingin memberikan jasa keahlian profesi yang mereka miliki kepada masyarakat luas yang membutuhkan. Secara etimologi etika berasal dari bahasa Yunani yaitu “Ethos” yang berarti adat istiadat atau kebiasaan yang baik. Perkembangan etika yaitu studi tentang kebiasaan manusia berdasarkan kesepakatan, menurut ruang dan waktu yang berbeda yang menggambarkan perangai manusia dalam kehidupan pada umumnya. Profesi merupakan kelompok lapangan kerja yang khusus melaksanakan kegiatan yang memerlukan ketrampilan dan keahlian tinggi guna memenuhi kebutuhan pemakainya. Suatu profesi biasanya diatur dalam kode etik profesi tersebut sebagai sarana untuk membantu para pelaksana sebagai seseorang yang professional agar tidak merusak etika profesi tersebut. Kode etik profesi merupakan tanda-tanda atau simbol-simbol yang berupa kata-kata, tulisan yang disepakati untuk maksud-maksud tertentu untuk menjamin suatu keputusan atau kesepakatan suatu organisasi yang disusun secara sistematis. Kode etik biasanya merupakan norma atau azas yang diterima oleh suatu kelompok tertentu sebagai landasan tingakah laku sehari-hari di masyarakat. Menurut UU No 8 Kode etik profesi adalah pedoman sikap tingkah laku dan perbuatan dalam melaksanakan tugas dan dalam kehidupan sehari-hari. Kode etik profesi merupakan bukan sesuatu hal yang baru. Pengaturan tingkah laku moral manusia dalam suatu kelompok khusus dalam masyarakat melalui ketentuan-ketentuan tertulis yang dipegang teguh telah ada dalam dunia kedokteran sejak zaman Hipokrates. Profesi terdapat pada masyarakat moral, yaitu yang memiliki cita-cita dan nilai-nilai bersama. Kode etik adalah penyeimbang segi negative yang ada pada suatu profesi sehingga kode etik dapat menunjukkan arah moral bagi suatu profesi dan sekaligus juga menjamin moral profesi tersebut. Kode etik bisa dikatakan sebagai produk dari etika terapan karena dihasilkan oleh penerapan pemikiran etis atas suatu wilayah tertentu yaitu profesi. Dalam hal ini kode etik tidak menggantikan pemikiran etis, tetapi selalu didampingi refleksi etis. Dengan kode etik, profesi akan menetapkan hitam di atas putih dalam mewujudkan nilai-nilai moral dan pada umumnya suatu kode etik mengandung sanksi-sanksi yang dikenakan pada pelanggar kode etik. 2.1.2



Kode Etik Akuntan Profesional



Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik itu yang berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung-jawab profesionalnya. Untuk pertama kalinya, dalam kongres tahun 1973 IAI menetapkan kode etik bagi profesi akuntan di Indonesia, yang saat itu diberi nama Kode Etik 2



Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik ini mengatur standar mutu terhadap pelaksanaan pekerjaan akuntan. Standar mutu ini penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap profesi akuntan. Setelah mengalami perubahan, maka pada tahun 1998 Ikatan Akuntan Indonesia menetapkan delapan prinsip etika yang berlaku bagi seluruh anggota IAI baik di pusat maupun di daerah. Tahun 2016, IAI menerbitkan Kode Etik Akuntan Profesional yang merupakan adopsi dari Handbook of the Code of Ethics for Professional Accountants of The International Federation of Accountants (IESBA-IFAC). Kode Etik Akuntan Profesional terdiri atas tiga bagian. a.



Bagian A. Prinsip Dasar Etika Menetapkan prinsip dasar etika profesional bagi Akuntan Profesional dan memberikan kerangka konseptual yang akan diterapkan Akuntan Profesional. Prinsip dasar etika yang harus dipatuhi Akuntan Profesional yaitu:



b.



1)



Integritas, yaitu bersikap lugas dan jujur dalam semua hubungan profesional dan bisnis.



2)



Objektivitas, yaitu tidak membiarkan bias, benturan kepentingan, atau pengaruh yang tidak semestinya dari pihak lain, yang dapat mengesampingkan pertimbangan profesional atau bisnis.



3)



Kompetensi dan kehati-hatian profesional, yaitu menjaga pengetahuan dan keahlian profesional pada tingkat yang dibutuhkan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja akan menerima jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, peraturan, dan teknik mutakhir, serta bertindak sungguh-sungguh dan sesuai dengan teknik dan standar profesional yang berlaku.



4)



Kerahasiaan, yaitu menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh dari hasil hubungan profesional dan bisnis dengan tidak mengungkapkan informasi tersebut kepada pihak ketiga tanpa ada kewenangan yang jelas dan memadai, kecuali terdapat suatu hak atau kewajiban hukum atau profesional untuk mengungkapkannya, serta tidak menggunakan informasi tersebut untuk keuntungan pribadi Akuntan Profesional atau pihak ketiga.



5)



Perilaku Profesional, yaitu mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku dan menghindari perilaku apapun yang mengurangi kepercayaan kepada profesi Akuntan Profesional.



Bagian B. Akuntan Profesional di Praktek Publik Mengacu pada Bagian B kode etik yang dikeluarkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI). Jika tidak diatur, maka mengacu pada Handbook of the Code of Ethics for Professional Accountants 2016 edition yang dikeluarkan oleh International Ethics Standards Board for Accountants of The International Federation of Accountants (IESBA IFAC)



c.



Bagian C. Akuntan Profesional di Bisnis Bagian ini menjelaskan penerapan kerangka konseptual pada situasi tertentu yang berlaku bagi Akuntan Profesional di Bisnis. Bagian tersebut memberi contoh perlindungan yang mungkin tepat untuk mengatasi ancaman terhadap kepatuhan pada prinsip dasar etika. Bagian tesebut juga menjelaskan situasi ketika tidak tersedia 3



perlindungan untuk mengatasi ancaman dan, sebagai akibatnya, keadaan atau hubungan yang menimbulkan ancaman tersebut untuk dihindari. 2.1.3



Kode Etik Profesi Akuntan Publik Sehubungan dengan perkembangan yang terjadi dalam tatanan global dan tuntutan transparansi dan akuntabilitas yang lebih besar atas penyajian Laporan Keuangan, IAPI merasa adanya suatu kebutuhan untuk melakukan percepatan atas proses pengembangan dan pemutakhiran standar profesi yang ada melalui penyerapan Standar Profesi International. Sebagai langkah awal IAPI telah menetapkan dan menerbitkan Kode Etik Profesi Akuntan Publik, yang berlaku efektif tanggal 1 Januari 2010. Untuk Standar Profesional Akuntan Publik, Dewan Standar Profesi sedang dalam proses “adoption” terhadap International Standar on Auditing yang direncanakan akan selesai di tahun 2010, berlaku efektif 2011. Kode Etik Akuntan Publik terdiri atas dua bagian sebagai berikut.



a.



Bagian A. Prinsip Dasar Etika Menetapkan prinsip dasar etika profesi untuk setiap praktisi dan memberikan kerangka konseptual untuk penerapan prinsip tersebut. Prinsip dasar etika profesi yang wajib dipatuhi oleh Praktisi, yaitu : 1)



Prinsip Integritas. Setiap Praktisi harus tegas dan jujur dalam menjalin hubungan profesional dan hubungan bisnis dalam melaksanakan pekerjaannya.



2)



Prinsip Objektivitas. Setiap Praktisi tidak boleh membiarkan subjektivitas, benturan kepentingan, atau pengaruh yang tidak layak (undue influence) dari pihak-pihak lain memengaruhi pertimbangan profesional atau pertimbangan bisnisnya.



3)



Prinsip Kompetensi serta Sikap Kecermatan dan Kehati-hatian Profesional. Setiap Praktisi wajib memelihara pengetahuan dan keahlian profesionalnya pada suatu tingkatan yang dipersyaratkan secara berkesinambungan, sehingga klien atau pemberi kerja dapat menerima jasa profesional yang diberikan secara kompeten berdasarkan perkembangan terkini dalam praktik, perundang-undangan, dan metode pelaksanaan pekerjaan. Setiap Praktisi harus bertindak secara profesional dan sesuai dengan standar profesi dan kode etik profesi yang berlaku dalam memberikan jasa profesionalnya.



4)



Prinsip Kerahasiaan. Setiap Praktisi wajib menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh sebagai hasil dari hubungan profesional dan hubungan bisnisnya, serta tidak boleh mengungkapkan informasi tersebut kepada pihak ketiga tanpa persetujuan dari klien atau pemberi kerja, kecuali jika terdapat kewajiban untuk mengungkapkan sesuai dengan ketentuan hukum atau peraturan lainnya yang berlaku. Informasi rahasia yang diperoleh dari hubungan profesional dan hubungan bisnis tidak boleh digunakan oleh Praktisi untuk keuntungan pribadinya atau pihak ketiga.



4



5)



b.



2.1.4



Prinsip Perilaku Profesional. Setiap Praktisi wajib mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku dan harus menghindari semua tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.



Bagian B. Aturan Etika Profesi. Memberikan ilustrasi mengenai penerapan kerangka konseptual pada situasi tertentu. Bagian B merinci aturan mengenai hal-hal berikut ini : Seksi 200



Ancaman dan Pencegahan.



Seksi 210



Penunjukan Praktisi, KAP, atau Jaringan KAP.



Seksi 220



Benturan Kepentingan.



Seksi 230



Pendapat Kedua.



Seksi 240



Imbalan Jasa Profesional dan Bentuk Remunerasi Lainnya.



Seksi 250



Pemasaran Jasa Profesional.



Seksi 260



Penerimaan Hadiah atau Bentuk Keramah-Tamahan Lainnya.



Seksi 270



Penyimpanaan Aset Milik Klien.



Seksi 280



Objektivitas – Semua Jasa Profesional.



Seksi 290



Independensi dalam Perikatan Assurance.



Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan Kode Etik BPK ditetapkan dengan Peraturan BPK RI No. 3 Tahun 2016 tanggal 19 Juli 216 yang menggantikan Peraturan BPK RI No. 2 Tahun 2011 tentang Kode Etik BPK. Kode Etik BPK merupakan norma-norma yang harus dipatuhi oleh setiap Anggota BPK dan Pemeriksa selama menjalankan tugasnya. Pemeriksa yang dimaksud adalah orang yang melaksanakan tugas pemeriksaan pengelolaan tanggung jawab keuangan negara untuk dan atas nama BPK, yang terdiri dari: Pegawai Negeri Sipil pada Pelaksana BPK, Pegawai Negeri Sipil dari Aparat Pengawas Internal Pemerintah, dan Akuntan Publik. Nilai dasar kode etik BPK terdiri dari Independensi, Integritas dan Profesionalisme.



2.2



PROFESSIONAL LIABILITY



Tujuan audit atas laporan keuangan oleh auditor independen pada umumnya adalah untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Laporan auditor merupakan sarana bagi auditor untuk menyatakan pendapatnya, atau apabila keadaan mengharuskan, untuk menyatakan tidak memberikan pendapat. Baik dalam hal auditor menyatakan pendapat maupun menyatakan tidak memberikan pendapat, ia harus menyatakan apakah auditnya telah dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia. Standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia mengharuskan auditor menyatakan apakah, menurut pendapatnya, laporan keuangan disajikan sesuai dengan standar akuntansi keuangan dan jika ada, menunjukkan adanya ketidakkonsistenan penerapan standar akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan standar akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya. 5



2.1.1 Perbedaan Tanggung Jawab Auditor Independen dengan Tanggung Jawab Manajemen Auditor bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan. Oleh karena sifat bukti audit dan karakteristik kecurangan, auditor dapat memperoleh keyakinan memadai, namun bukan mutlak, bahwa salah saji material terdeteksi. Auditor tidak bertangung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit guna memperoleh keyakinan bahwa salah saji terdeteksi, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan, yang tidak material terhadap laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan tanggung jawab manajemen. Tanggung jawab auditor adalah untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan. Manajemen bertanggung jawab untuk menerapkan kebijakan akuntansi yang sehat dan untuk membangun dan memelihara pengendalian intern. Transaksi entitas dan aktiva, utang, dan ekuitas yang terkait adalah berada dalam pengetahuan dan pengendalian langsung manajemen. Pengetahuan auditor tentang masalah dan pengendalian intern tersebut terbatas pada yang diperolehnya melalui audit. Oleh karena itu, penyajian secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia merupakan bagian yang tersirat dan terpadu dalam tanggung jawab manajemen. Auditor independen dapat memberikan saran tentang bentuk dan isi laporan keuangan atau membuat draft laporan keuangan, seluruhnya atau sebagian, berdasarkan informasi dari manajemen dalam pelaksanaan audit. Namun, tanggung jawab auditor atas laporan keuangan auditan terbatas pada pernyataan pendapatnya atas laporan keuangan tersebut. 2.1.2



Persyaratan Profesional



Persyaratan profesional yang dituntut dari auditor independen adalah orang yang memiliki pendidikan dan pengalaman berpraktik sebagai auditor independen. Mereka tidak termasuk orang yang terlatih untuk atau berkeahlian dalam profesi atau jabatan lain. Sebagai contoh, dalam hal pengamatan terhadap penghitungan fisik sediaan, auditor tidak bertindak sebagai seorang ahli penilai, penaksir atau pengenal barang. Begitu pula, meskipun auditor mengetahui hukum komersial secara garis besar, is tidak dapat bertindak dalam kapasitas sebagai seorang penasihat hukum dan is semestinya menggantungkan diri pada nasihat dari penasihat hukum dalam semua hal yang berkaitan dengan hukum Dalam mengamati standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia, auditor independen harus menggunakan pertimbangannya dalam menentukan prosedur audit yang diperlukan sesuai dengan keadaan, sebagai basis memadai bagi pendapatnya. Pertimbangannya harus merupakan pertimbangan berbasis informasi dari seorang profesional yang ahli. 2.1.3



Tanggung Jawab terhadap Profesi



Auditor independen juga bertanggung jawab terhadap profesinya, tanggung jawab untuk mematuhi standar yang diterima oleh para praktisi rekan seprofesinya. Oleh karena itu, auditor wajib mematuhi kode etik profesi yag telah ditetapkan. Terdapat tiga persyaratan penting yang harus dipenuhi auditor sebelum diterima melaksanakan jasa pembukuan dan audit bagi klien 6



1. Klien harus menerima tanggungjawab penuh atas laporan keuangan tersebut. Klien harus cukup mempunyai pengetahuan tentang aktivitas perusahaannya dan posisi keuangan serta prinsip-prinsip akuntansi yang digunakan sehingga ia dapat menerima tanggung jawab tersebut dengan baik, termasuk secara kewajaran penilaian dan penyajian serta kecukupan pengungkapannya. Jika diperlukan, akuntan publik yang bersangkutan harus membicarakan masalah-masalah akuntansi dengan klien untuk memastikan bahwa kliennya sudah memiliki tingkat pemahaman yang dibutuhkan. 2. Akuntan publik harus tidak memegang peranan sebagai pegawai atau manajemen yang menjalankan operasi perusahaan. Sebagai contoh, akuntan publik tidak boleh melakukan transaksi, penanganan aktiva, atau menjalankan wewenang atas nama klien. Klien tersebut harus menyiapkan dokumen sumber semua transaksi dengan rincian yang cukup guna mengidentifikasikan pengendalian akuntansi atas data yang diproses oleh akuntan publik, seperti pengendalian terhadap total dan perhitungan di dalam dokumen. 3. Dalam pemeriksaan atas laporan keuangan yang disiapkan dari catatan dan buku klien yang sebagian atau seluruhnya dibuat oleh akuntan public, harus sesuai dengan standar auditing yang berlaku umum. Kenyataan bahwa akuntan publik tersebut yang memproses atau menyusun catatan-catatan itu tidak boleh mengurangi kebutuhan melakukan pengujian audit yang memadai.



2.3



Fraud and Error



2.2.1



Gambaran dan Karakteristik Fraud



Secara sederhana error dan fraud dibedakan dari ada atau tidaknya niat. Error merupakan suatu tindakan yang tidak disengaja yang dapat terjadi dalam setiap tahap pengelolaan transaksi (sengaja dan tdk sengaja). Sedangkan fraud merupakan penyimpangan/perbuatan melanggar hukum, dilakukan dengan sengaja, untuk tujuan tertentu untuk keuntungan pribadi atau kelompoknya secara tidak fair, yang lan gsung/ tidak langsung merugikan pihak lain. Karakteristik kecurangan Dilihat dari pelaku fraud maka secara garis besar kecurangan bisa dikelompokkan menjadi 2 jenis : a.



Oleh pihak perusahaan, yaitu manajemen untuk kepentingan perusahaan (di mana salah saji yang timbul karena kecurangan pelaporan keuangan (misstatements arising from fraudulent financial reporting, dan pegawai untuk keuntungan individu (salah saji yang berupa penyalahgunaan aktiva)



b.



Oleh pihak di luar perusahaan, yaitu pelanggan, mitra usaha, dan pihak asing yang dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Kecurangan pelaporan keuangan biasanya dilakukan karena dorongan dan ekspektasi terhadap prestasi pengubahan terhadap catatan akuntansi atau dokumen pendukung yang merupakan sumber penyajian kerja manajemen. Salah saji yang timbul karena kecurangan terhadap pelaporan keuangan lebih dikenal dengan istilah irregularities (ketidakberesan). Bentuk kecurangan seperti ini seringkali dinamakan kecurangan manajemen (management fraud), misalnya berupa manipulasi, pemalsuan, atau laporan keuangan. Kesengajaan dalam salah menyajikan atau sengaja menghilangkan (intentional omissions) suatu transaksi,



7



kejadian, atau informasi penting dari laporan keuangan, untuk itu sebaiknya anda mengikuti auditing workshop dan fraud workshop. Salah saji yang berupa penyalahgunaan aktiva kecurangan jenis ini biasanya disebut kecurangan karyawan (employee fraud). Salah saji yang berasal dari penyalahgunaan aktiva meliputi penggelapan aktiva perusahaan yang mengakibatkan laporan keuangan tidak disajikan sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum(ada baiknya karyawan mengikuti seminar fraud dan seminar auditing). Penggelapan aktiva umumnya dilakukan oleh karyawan yang menghadapi masalah keuangan dan dilakukan karena melihat adanya peluang kelemahan pada pengendalian internal perusahaan serta pembenaran terhadap tindakan tersebut. Contoh salah saji jenis ini adalah penggelapan terhadap penerimaan kas, pencurian aktiva perusahaan, mark-up harga dan transaksi tidak resmi. 2.2.2



Tanggung Jawab Auditor Terkait Fraud



ISA 240 menjelaskan siapa yang paling bertanggungjawab atas pencegahan dan pendeteksian fraud (kecurangan) yang dibebankan kepada those charged with governance (TCWG) dan manajemen. ISA menegaskan tujuan auditor adalah memberikan asurans yang memadai (reasonable assurance) bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji yang material yang disebabkan oleh kesalahan (error) maupun manipulasi (fraud). Demikian juga pada SPKN PSP 100 menyatakan bahwa pemeriksa harus mengidentifikasi faktor risiko kecurangan dan menilai risiko adanya ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundangundangan yang disebabkan oleh kecurangan (fraud) dan/atau ketidakpatuhan (abuse). Dalam memberikan asurans yang memadai (reasonable assurance), auditor wajib menjaga skeptisisme profesional selama pelaksanaan audit, mempertimbangkan potensi penyalahgunaan wewenang oleh manajemen dan menyadari kelemahan prosedur yang efektif untuk mendeteksi kekeliruan tidak efektif dalam mendeteksi fraud. Persyaratan dalam Standar Audit Internasional dirancang untuk mengidentifikasi dan menilai resiko salah saji material disebabkan fraud dan merancang prosedur untuk hal tersebut.



8



BAB III STUDI KASUS 3.1



KASUS ENRON



Enron adalah perusahaan yang sangat bagus. Sebagai salah satu perusahaan yang menikmati booming industri energi di tahun 1990an, Enron sukses menyuplai energi ke pangsa pasar yang begitu besar dan memiliki jaringan yang luar biasa luas. Enron bahkan berhasil menyinergikan jalur transmisi energinya untuk jalur teknologi informasi. Kalau dilihat dari siklus bisnisnya, Enron memiliki profitabilitas yang cukup menggiurkan. Seiring booming industri energi, Enron memosisikan dirinya sebagai energy merchants: membeli natural gas dengan harga murah, kemudian dikonversi dalam energi listrik, lalu dijual dengan mengambil profit yang lumayan dari markup sale of power atau biasa disebut “spark spread“. Pada beberapa tahun yang lalu beberapa perusahaan seperti Enron dan Worldcom yang dinyatakan bangkrut oleh pengadilan dan Enron perusahaan energi terbesar di AS yang jatuh bangkrut itu meninggalkan hutang hampir sebesar US $ 31.2 milyar, karena salah strategi dan memanipulasi akuntansi yang melibatkan profesi Akuntan Publik yaitu Kantor Akuntan Publik Arthur Andersen. Arthur Andersen, merupakan kantor akuntan public yang disebut sebagai “The big five” yaitu (pricewaterhouse coopers, deloitte & touché, KPMC, Ernest & Young dan Anderson) yang melakukan Audit terhadap laporan keuangan Enron Corp. Laporan keuangan maupun akunting perusahaan yang diaudit oleh perusahaan akunting ternama di dunia, Arthur Andersen, ternyata penuh dengan kecurangan (fraudulent) dan penyamaran data serta syarat dengan pelanggaran etika profesi. Akibat gagalnya Akuntan Publik Arthur Andersen menemukan kecurangan yang dilakukan oleh Enron maka memberikan reaksi keras dari masyarakat (investor) sehingga berpengaruh terhadap harga saham Enron di pasar modal. Kasus Enron ini menyebabkan indeks pasar modal Amerika jatuh sampai 25 %. Perusahaan akuntan yang mengaudit laporan keuangan Enron, Arthur andersen, tidak berhasil melaporkan penyimpangan yang terjadi dalam tubuh Enron. Di samping sebagai eksternal auditor, Arthur andersen juga bertugas sebagai konsultan manajemen Enron. Besarnya jumlah consulting fees yang diterima Arthur Andersen menyebabkan KAP tersebut bersedia kompromi terhadap temuan auditnya dengan klien mereka. KAP Arthur Andersen memiliki kebijakan pemusnahan dokumen yang tidak menjadi bagian dari kertas kerja audit formal. Selain itu, jika Arthur Andersen sedang memenuhi panggilan pengadilan berkaitan dengan perjanjian audit tertentu, tidak boleh ada dokumen yang dimusnahkan. Namun Arthur Andersen memusnahkan dokumen pada periode sejak kasus Enron mulai mencuat ke permukaan, sampai dengan munculnya panggilan pengadilan. Walaupun penghancuran dokumen tersebut sesuai kebijakan internal Andersen, tetapi kasus ini dianggap melanggar hukum dan menyebabkan kredibilitas Arthur Andersen hancur. Akibatnya, banyak klien Andersen yang memutuskan hubungan dan Arthur Andersen pun ditutup. Penyebab kecurangan tersebut diantaranya dilatarbelakangi oleh sikap tidak etis, tidak jujur, karakter moral yang rendah, dominasi kepercayaan, dan lemahnya pengendalian. Faktor tersebut adalah merupakan perilaku tidak etis yang sangat bertentangan dengan good corporate governance philosofy yang membahayakan terhadap business going cocern. Begitu 9



pula praktik bisnis Enron yang menjadikannya bangkrut dan hancur serta berimplikasi negatif bagi banyak pihak.Pihak yang dirugikan dari kasus ini tidak hanya investor Enron saja, tetapi terutama karyawan Enron yang menginvestasikan dana pensiunnya dalam saham perusahaan serta investor di pasar modal pada umumnya (social impact). Milyaran dolar kekayaan investor terhapus seketika dengan meluncurnya harga saham berbagai perusahaaan di bursa efek. Jika dilihat dari Agency Theory, Andersen sebagai KAP telah menciderai kepercayaan dari pihak stock holder atau principal untuk memberikan suatu fairrness information mengenai pertanggungjawaban dari pihak agent dalam mengemban amanah dari principal. Pihak agent dalam hal ini manajemen Enron telah bertindak secara rasional untuk kepentingan dirinya (self interest oriented) dengan melupakan norma dan etika bisnis yang sehat. Pada tanggal 25 Juni 2002, datang berita yang mengejutkan bahwa perusahaan raksasa, WorldCom juga mengalami masalah keuangan. Kemajuan dari kagagalan membuat dua pembuat undang-undang AS, Michael Oxley dan Paul Sarbanes, menggabungkan usaha mereka dan mengemukakan perundang-undangan perubahan tata kelola yang lebih dikenal sebagai Sarbanes-Oxley Act of 2002 (SOX 2002). Skandal keuangan yang terjadi dalam Enron dan Worldcom yang melibatkan KAP yang termasuk dalam “the big five” mendapatkan respon dari Kongres Amerika Serikat, salah satunya dengan diterbitkannya undang-undang (Sarbanex-Oxley Act) yang diprakarsai oleh senator Paul Sarbanes (Maryland) dan wakil rakyat Michael Oxley (Ohio) yang telah ditandatangani oleh presiden George W. Bush. Untuk menjamin independensi auditor, maka KAP dilarang memberikan jasa non-audit kepada perusahaan yang di-audit. Berikut ini adalah sejumlah jasa non-audit yang dilarang: 1. 2. 3. 4. 5. 6.



Pembukuan dan jasa lain yang berkaitan. Desain dan implementasi sistem informasi keuangan. Jasa appraisal dan valuation. Opini fairness. Fungsi-fungsi berkaitan dengan jasa manajemen. Broker, dealer, dan penasihat investasi.



Salah satu hal yang ditekankan pasca Skandal Enron atau pasca Sarbanes Oxley Act ini adalah perlunya Etika Professi. Selama ini bukan berarti etika professi tidak penting bahkan sejak awal professi akuntan sudah memiliki dan terus menerus memperbaiki Kode Etik Professinya baik di USA maupun di Indonesia. Etika adalah aturan tentang baik dan buruk. Kode etik mengatur anggotanya dan menjelaskan hal apa yang baik dan tidak baik dan mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan sebagai anggota professi baik dalam berhubungan dengan kolega, langganan, masyarakat dan pegawai. Kenyataannya konsep etika yang selama ini dijadikan penopang untuk menegakkan praktik yang sehat yang bebas dari kecurangan tampaknya tidak cukup kuat menghadapi sifat sifat “selfish dan egois”, kerakusan ekonomi yang dimiliki setiap pelaku pasar modal, dan manajemen yang bermoral rendah yang hanya ingin mementingkan keuntungan ekonomis pribadinya. Walaupun semakin banyak aturan yang dikeluarkan oleh Standard Setting Body sepertiFASB (Financial Accounting Standard Board) atau Regulator pemerintah seperti SEC (Security Exhange Commission) namun kecurangan selalu dapat ditutupi dan dicari celah sehingga sampai pada puncaknya dimana kecurangan itu terungkap dan menyebabkan kerugian semua pihak terutama investor dan berakibat pada hilangnya kepercayaan masyarakat kepada professi akuntan dan sistem pasar modal. 10



Perubahan Professional dan Etika dalam dunia akuntan public secara internasional Dari kisah ini dapat kita tarik pelajaran bahwa memang dalam system sekuler dimana moral dinomor duakan maka akan besar peluang munculnya godaan yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain. Di Amerika dengan keluarnya UU Sarbanes Oxley (SOA) itu ternyata dapat mengerem semakin terpuruknya kepercayaan publik terhadap profesi akuntan. Di Indonesia, suap merupakan budaya yang telah turun temurun, namun kondisi terparah dialami sejak zaman orde baru. Dengan dibukanya peluang investasi bagi pemodal asing dan dalam negeri, menyebabkan suburnya lahan suap dan korupsi mulai dari pemberian isin, pemberian proteksi berupa pembebasan bea masuk, penetapan saat mualai berproduksi komersial, pemberian tax holiday, penetapan pajak, bahkan saat audit suatu perusahaan oleh seorang auditor. Dengan adanya penyimpangan yang dilakukan baik oleh individu maupun oleh organisasi menuntut perlunya ditingkatkan penerapan etika dalam bermasyarakat. Praktek dan budaya kerja organisasi juga mempunyai kontribusi terhadap perilaku etika. Jika pimpinan utama suatu organisasi bersikap etis dan pelanggaran etika diatasi secara langsung dan benar, maka setiap orang dalam organisasi akan memahami bahwa organisasi mengharapkan mereka untuk bersikap etis, membuat keputusan yang etis dan melakukan hal yang benar. 3.2



Kasus “Akuntan yang menerima fee besar diluar nilai yang telah disebutkan dalam kontrak sehingga mengurangi independensinya dalam memberi opini”



Akuntan publik merupakan profesi yang dapat memberikan jasa audit atas laporan keuangan yang dibuat manajemen. Melalui pemberian jasa audit ini akuntan publik dapat membantu manajemen maupun pihak luar sebagai pemakai laporan keuangan untuk menentukan secara obyektif dapat dipercaya tidaknya laporan keuangan perusahaan. Profesi akuntan publik juga dapat mempengaruhi pihak luar perusahaan dalam mengambil keputusan untuk menilai dipercaya tidaknya laporan keuangan yang dibuat manajemen, sehingga akuntan publik merupakan suatu profesi kepercayaan masyarakat. Atas dasar kepercayaan masyarakat, maka akuntan publik dituntut harus tidak boleh memihak kepada siapapun (independen), harus bersifat obyektif, dan jujur. Kode Etik Institut Akuntan Publik Indonesia mewajibkan setiap praktisi untuk bersikap independen dalam pemikian dan independen dalam penampilan. Independensi pemikiran merupakan sikap mental yang memungkinkan untuk menyatakan kesimpulan dengan tidak terpengaruh oleh tekanan yang dapat mengurangi pertimbangan profesional, sehingga memungkinkan seseorang dapat bertindak dengan integritas serta menerapkan objektivitas dan skeptisisme professional. Independensi dalam penampilan merupakan sikap yang menghindari tindakan atau situasi yang dapat menyebabkan pihak ketiga (pihak yang rasional dan memiliki pengetahuan mengenai semua informasi yang relevan, termasuk pencegahan yang diterapkan) meragukan integritas, objektivitas, atau skeptisisme profesional dari anggota tim assurance, KAP, atau jaringan KAP.



11



Independensi merupakan sikap yang tidak mudah dipengaruhi oleh pihak manapun dan juga tidak memihak kepentingan siapapun. Untuk diakui sebagai seorang yang bersikap independen, akuntan publik harus bebas dari setiap interfensi pimpinan dan pemilik perusahaan. Akuntan publik juga tidak hanya bersifat obyektif dan tidak memihak tetapi harus pula mengindari keadaan-keadaan yang menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat atas sikapnya. Hal ini bertujuan agar akuntan publik dapat memberikan opini yang obyektif dan jujur atas laporan keuangan klien. Sehingga tidak menyesatkan pemakai laporan keuangan. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa independensi sangat penting bagi profesi akuntan publik: 1.



2.



Merupakan dasar bagi akuntan untuk merumuskan dan menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diperika. Apabila akuntan publik tetap memelihara independensi selama melaksanakan pemeriksaan, maka laporan keuangan yang telah diperiksa tersebut akan menambah kredibilitasnya dan dapat diandalkan bagi pihak yang berkepentingan. Karena profesi akuntan publik merupakan profesi yang memegang kepercayaaan masyarakat. Kepercayaan masyarakat akan menurun jika terdapat bukti bahwa independensi sikap auditor ternyata berkurang dalam menilai kewajaran laporan keuangan yang disajikan manajemen. Independensi akuntan publik akan diragukan apabila ia menerima fee selain yang telah ditentukan di dalam kontrak kerja, adanya fee bersyarat dan menerima fee yang jumlahnya besar dari seorang klien yang diaudit. Hal ini dapat mengurangi kredibilitas sebagai akuntan publik.



Pihak-pihak yang meragukan independensi akuntan publik yang menerima fee diluar yang telah disebutkan dalam kontrak beralasan bahwa: 1.



2.



3.



3.3



Kantor akuntan yang menerima audit fee besar merasa bergantung pada klien, meskipun pendapat klien mungkin tidak sesuai dengan prinsip akuntansi yang diterima umum atau mengakibatkan akuntan pemeriksa tidak dapat melaksanakan norma pemeriksaan akuntan secukupnya. Kantor akuntan yang menerima audit fee besar dari seorang klien takut kehilangan klien tersebut karena akan kehilangan sebagian besar pendapatannya sehingga kantor akuntan tersebut cenderung tidak independen. Kantor akuntan cenderung memberikan “Counterpart fee” yang besar kepada salah satu atau beberapa pejabat kunci klien yang diaudit, meskipun tindakan ini cenderung menimbulkan hubungan yang tidak independen dengan kliennya (Supriyono, 1988:60). KASUS PT. KAI



Kasus PT. KAI berawal dari perbedaan pandangan antara Manajemen dan Komisaris, khususnya Ketua Komite Audit dimana Komisaris menolak menyetujui dan menandatangani laporan keuangan yang telah diaudit oleh Auditor Eksternal. Dan Komisaris meminta untuk dilakukan audit ulang agar laporan keuangan dapat disajikan secara transparan dan sesuai dengan fakta yang ada. Perbedaan tersebut bersumber pada perbedaan mengenai : 1. Masalah piutang PPN. 12



Piutang PPN per 31 Desember 2005 senilai Rp. 95,2 milyar, menurut Komite Audit harus dicadangkan penghapusannya pada tahun 2005 karena diragukan kolektibilitasnya, tetapi tidak dilakukan oleh manajemen dan tidak dikoreksi oleh auditor. 2. Masalah Beban Ditangguhkan yang berasal dari penurunan nilai persediaan. Saldo beban yang ditangguhkan per 31 Desember 2005 sebesar Rp. 6 milyar yang merupakan penurunan nilai persediaan tahun 2002 yang belum diamortisasi, menurut Komite Audit harus dibebankan sekaligus pada tahun 2005 sebagai beban usaha. 3. Masalah persediaan dalam perjalanan. Berkaitan dengan pengalihan persediaan suku cadang Rp. 1,4 milyar yang dialihkan dari satu unit kerja ke unit kerja lainnya di lingkungan PT. KAI yang belum selesai proses akuntansinya per 31 Desember 2005, menurut Komite Audit seharusnya telah menjadi beban tahun 2005. 4. Masalah uang muka gaji. Biaya dibayar dimuka sebesar Rp. 28 milyar yang merupakan gaji Januari 2006 dan seharusnya dibayar tanggal 1 Januari 2006 tetapi telah dibayar per 31 Desember 2005 diperlakukan sebagai uang muka biaya gaji, yang menurut Komite Audit harus dibebankan pada tahun 2005. 5. Masalah Bantuan Pemerintah Yang Belum Ditentukan Statusnya (BPYDBS) dan Penyertaan Modal Negara (PMN). BPYDBS sebesar Rp. 674,5 milyar dan PMN sebesar Rp. 70 milyar yang dalam laporan audit digolongkan sebagai pos tersendiri di bawah hutang jangka panjang, menurut Komite Audit harus direklasifikasi menjadi kelompok ekuitas dalam neraca tahun buku 2005. PEMBAHASAN KASUS Tujuan dibuatnya laporan keuangan adalah selain untuk alat pertanggungjawaban manajemen juga sebagai bahan pertimbangan yang mendukung dalam pengambilan keputusan, tetapi dalam kasus ini manajemen telah memanipulasi laporan keuangan, sehingga laporan keuangan yang dihasilkan tidak menunjukkan kinerja perusahaan yang sesungguhnya. Dalam kasus di atas, terdapat banyak kejanggalan yang ada pada laporan keuangan  yang menjadi hasil pekerjaan akuntan public tersebut. Kasus PT. KAI bermuara pada perbedaan pandangan antara Manajemen dan Komisaris, khususnya Komisaris yang merangkap sebagai Ketua Komite Audit dimana Komisaris tersebut menolak menyetujui dan menandatangani laporan keuangan yang telah diaudit oleh Auditor Eksternal. Dan komisaris meminta untuk dilakukan audit ulang agar laporan keuangan dapat disajikan secara transparan dan sesuai dengan fakta yang ada. Dari kasus diatas, jika dikaitkan dengan teori etika ada beberapaa teori yang sudah dilanggar yaitu : 1.



Egoisme etis. Manajemen melakukan manipulasi terhadap laporan keuangan perusahaan demi memajukan dirinya sendiri agar dilihat  bahwa dia telah sukses mengatur perusahaan. Manajemen telah menyalah gunakan kekuasaan yang diberikan kepadanya. Tindakannya tersebut tidak hanya merugikan dirinya sendiri yang mungkin 13



saja ia akan dipecat dari perusahaan tapi juga bagi perusahaan dan orang lain. Bagi perusahaan berdampak pada menurunnya kepercayaan para investor dan calon investor serta merusak citra perusahaan. Sehingga akibatnya perusahaan kekurangan modal karena menurunnya jumlah invetor yang mau menanamkan modal ke perusahaan tersebut. 2.



Utilitarianisme. Tujuan dari laporan keuangan tidak hanya sebagai alat pertanggung jawaban manajemen tapi juga sebagai alat untuk pengambilan keputusan. Dengan dimanipulasinya laporan keuangan oleh manajemen maka keputusan yang diambil pun akan tidak tepat dan bisa merugikan orang banyak (orang yang berkepentingan).



3.



Deontologi. Manajemen tidak menjalankan kewajibannya sebagai manajemen perusahaan dengan semestinya. Seharusnya seorang manajer yang memiliki kedudukan tinggi diperusahaan memberikan contoh yang baik kepada bawahaan agar menjalankan kewajibannya diperusahaan sesuai dengan etika-etika yang diberlakukan.



4.



Hak. Teori etika ini berkaitan dengan teori deontologi. Dalam prinsip-prinsip etika profesi seseorang dituntut untuk profesional dalam profesinya. Dalam kasus ini manajemen telah merugikan hak dan kepentingan orang lain seperti karyawan dan para investor. Yakni seperti para karyawan dan para investor mempunyai hak untuk mengetahui informasi-informasi mengenai kinerja perusahaan



5.



Keutamaan. Sikap keutamaan yang diperlukan dalam dunia bisnis yakni seperti kejujuran. Pada kasus ini manajemen tidak bersikap jujur dalam menyusun laporan keungan. Manajemen melakukan beberapa manipulasi seperti data mengenai pendapatan, utang dan cadangan kerugian piutang. Padahal seorang manajer harus mempunyai sikap jujur karena, kejujuran merupakan etika yang harus dimiliki oleh seorang manajer.



Sedangkan prinsip etika profesi yang dilanggar yakni: 1. Prinsip Otonomi PT KAI yang memiliki kebebasan dan kewenangan untuk mengambil keputusan yang dianggap baik hanya untuk PT KAI sendiri tetapi tidak bertanggung jawab terhadap pemerintah. Hal tersebut ditunjukkan dari tindakan PT KAI yang mengakui PPN terutang pihak ketiga sebagai piutang yang tidak sesuai dengan regulasi. Dari pihak KAP sendiri tidak bertanggung jawab dalam menjalankan kebebasannya. KAP S. Manao tidak menunjukkan dan menyatakan adanya kesalahan material pada laporan keuangan PT KAI. 2. Prinsip Keadilan Terjadi pelanggaran prinsip keadilan oleh PT KAI karena mengistimewakan beberapa pihak yang berhubungan dengan PT KAI dengan tidak segera menarik PPN. mengistimewakan beberapa pihak yang berhubungan dengan PT KAI dengan tidak segera menarik PPN. Di dalam standar kode etik Akuntan Manajemen, ada beberapa yang dilanggar oleh manajemen yakni: 14



1. Competensi. Akuntan manajemen tidak kompetensi karena tidak memelihara pengetahuan dan keahlian yang dimilikinya dengan sepantasnya, selain itu tidak mengikuti hukum, peraturan dan standar teknis, dan tidak membuat laporan yang jelas dan lengkap berdasarkan informasi yang dapat dipercaya dan relevan melainkan dengan memanipulasi data. 2. Creative Accounting. Akuntan manajemen telah menyimpang dari praktek akuntansi yang mengikuti peraturan dan undang-undang. Manajemen perusahaan melakukan banyak maanipulasi dalam menyajikan laporan keuangan.   3. Fraud. Manajemen telah sengaja melakukan kecurangan dengan menyajikan laporan keuangan tidak dengan data yang sebenarnya. Jika dikaitkan dengan earning management dan agency theory timbulnya kasus tersebut karena ; 1.



Adanya campur tangan manajemen dengan menggunakan judgement dalam  proses penyusunan dan pelaporan keuangan dengan tujuan untuk menguntungkan diri sendiri.



2.



Dalam kasus manipulasi laporan keuangan oleh PT KAI, telah terjadi erning management dengan pola Income Maximization yaitu dengan tujuan untuk melaporkan net income yang tinggi untuk tujuan bonus yang lebih besar. Dengan perencanaan bonus yang didasarkan pada data akuntansi mendorong manajer untuk memanipulasi data akuntansi tersebut guna menaikkan laba untuk meningkatkan pembayaran bonus tahunan. Adanya konflik antara kepentingan manajemen (Agent) dan pihak komite audit (principal) yang timbul karena setiap pihak berusaha untuk mencapai atau mempertimbangkan tingkat kemakmuran yang dikehendakinya.



Dalam agency theory diasumsikan bahwa masing-masing individu semata-mata termotivasi oleh kepentingan dirinya  sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara principal dan agent. Dari kasus ini pihak manajemen (agent) mempunyai lebih banyak informasi baik  mengenai kapasitas diri, lingkungan kerja, dan perusahaan secara keseluruhan, sehingga manajemen lebih mempunyai kesempatan dalam memanipulasi laporan keuangan yang dihasilkannya, dan konflik kepentingan semakin meningkat terutama karena principal tidak dapat memonitor aktivitas manajemen sehari-hari untuk memastikan bahwa manajemen bekerja sesuai dengan keinginan pemegang saham. Dalam hal kecurangan yang dilakukan oleh akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan perusahaan ada beberapa kemungkinan yang dapat menyebabkan terjadinya kesalahan pada hasil laporan keuangan PT. KAI yaitu pada saat proses lelang, Komite Audit seharusnya ikut untuk melihat apakah auditor eksternal layak dipilih dan melihat keadilan proses pemilihan. Pada kenyataannya, komite audit tidak ikut dalam proses penunjukan auditor sehingga tidak terlibat dalam proses audit. Kesalahan tersebut mengakibatkan terjadinya kesalahan yang lain, yaitu tidak adanya atau sangat minimnya komunikasi antara pihak Komite Audit dengan Auditor Eksternal (akuntan publik). Karena Komite Audit tidak menunjuk auditor yang akan diberi penugasan, maka komunikasi yang terjadi antara komite audit dengan auditor bisa diperkirakan sangat sedikit bahkan tidak efektif.



15



Akibat komunikasi yang kurang intens, maka tugas komite audit untuk melaksanakan kewajibannya untuk mengajak auditor untuk mendiskusikan masalah audit saat audit berlangsung tidak dipenuhi dengan baik. Kesalahan ini menimbulkan kesalahan berikutnya, yaitu Komite Audit tidak mereview laporan keuangan dan laporan auditor dengan auditor eksternal menjelang selesainya penugasan audit. Dalam kasus ini, Komite Audit justru tidak mau menandatangani laporan keuangan yang telah diaudit, setelah laporan audit diterbitkan. Padahal seharusnya Komite Audit melakukan review bersama dengan auditor eksternal menjelang selesainya penugasan audit, yang artinya sebelum laporan auditor diterbitkan, sehingga laporan keuangan tersebutlangsung bisa dilakukan audit investigasi dan koreksi apabila terjadi kesalahan pencatatan. Komite Audit juga tidak perlu berbicara kepada publik. Karena komunikasi yang buruk antara Komite Audit dengan auditor, maka hal seperti itu bisa terjadi. Selain auditor eksternal dan komite audit yang melakukan kesalahan dalam hal pencatatan laporan keuangan, akuntan internal (manajemen) di PT. KAI juga belum sepenuhnya menerapkan 8 prisip etika akuntan. Dari kedelapan prinsip akuntan yaitu tanggung jawab profesi, kepentingan publik, integritas, objektifitas, kompetensi dan kehati-hatian profesional, kerahasiaan, perilaku profesional, dan standar teknis, prinsip-prinsip etika akuntan yang dilanggar antara lain : 1.



Tanggung jawab profesi, dimana seorang akuntan harus bertanggung jawab secara professional terhadap semua kegiatan yang dilakukannya. Akuntan Internal PT. KAI kurang bertanggung jawab karena dia tidak menelusuri kekeliruan dalam pencatatan dan memperbaiki kesalahan tersebut sehingga laporan keuangan yang dilaporkan merupakan keadaan dari posisi keuangan perusahaan yang sebenarnya.



2.



Kepentingan Publik, dimana akuntan harus bekerja demi kepentingan publik atau mereka yang berhubungan dengan perusahaan seperti kreditur, investor, dan lain-lain. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak bekerja demi kepentingan publik karena diduga sengaja memanipulasi laporan keuangan sehingga PT. KAI yang seharusnya menderita kerugian namun karena manipulasi tersebut PT. KAI terlihat mengalami keuntungan. Hal ini tentu saja sangat berbahaya, termasuk bagi PT. KAI. Karena, apabila kerugian tersebut semakin besar namun tidak dilaporkan, maka PT. KAI bisa tidak sanggup menanggulangi kerugian tersebut.



3.



Integritas, dimana akuntan harus bekerja dengan profesionalisme yang tinggi. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI tidak menjaga integritasnya, karena diduga telah melakukan manipulasi laporan keuangan.



4.



Objektifitas, dimana akuntan harus bertindak obyektif dan bersikap independen atau tidak memihak siapapun. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak obyektif karena diduga telah memanipulasi laporan keuangan sehingga hanya menguntungkan pihakpihak tertentu yang berada di PT. KAI.



5.



Kompetensi dan kehati-hatian  professional, akuntan dituntut harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan penuh kehati-hatian, kompetensi, dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesionalnya pada tingkat yang diperlukan. Dalam kasus ini, akuntan PT. KAI tidak melaksanakan kehati-hatian profesional sehingga terjadi kesalahan pencatatan yang 16



mengakibatkan PT. KAI yang seharusnya menderita kerugian namun dalam laporan keuangan mengalami keuntungan. 6.



Perilaku profesional, akuntan sebagai seorang profesional dituntut untuk berperilaku konsisten selaras dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesinya. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak berperilaku profesional yang menyebabkan kekeliruan dalam melakukan pencatatan laporan keuangan, dan hal ini dapat mendiskreditkan (mencoreng nama baik) profesinya.



7.



Standar teknis: akuntan dalam menjalankan tugas profesionalnya harus mengacu dan mematuhi standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, akuntan mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektifitas.



Dalam kasus ini akuntan tidak melaksanakan prinsip standar teknis karena tidak malaporkan laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Contohnya, pada saat PT Kereta Api Indonesia telah tiga tahun tidak dapat menagih pajak pihak ketiga. Tetapi, dalam laporan keuangan itu, pajak pihak ketiga dinyatakan sebagai pendapatan. Padahal, berdasarkan standar akuntansi keuangan tidak dapat dikelompokkan dalam bentuk pendapatan atau asset. Auditor eksternal yang dipercayai harus benar-benar memiliki integritas serta prosesnya harus terlaksana berdasarkan kaidah-kaidah yang telah diakui validitasnya. Selain itu, sebagai auditor eksternal wajib melakukan komunikasi secara baik dan benar dengan komite audit yang ada pada PT Kereta Api Indonesia untuk membangun kesepahaman (understanding) diantara seluruh unsur lembaga. Kemudian, hubungan antar lembaga diharapkan tercipta dengan baik, sehingga mempermudah penerapan sistem pengendalian manajemen yang ada di dalamnya. Secara tidak langsung, upaya ini menunjang perwujudan tanggung jawab sosial perusahaan kepada masyarakat luas sebagai salah satu pengampu kepentingan. Berdasarkan kaitannya dengan kasus manipulasi laporangan keuangan PT KAI auditor eksternal dinyatakan ada mempunyai hubungan dengan kasus manipulasi tersebut.  Menteri Keuangan terhitung sejak tanggal 6 juli 2007, membekukan izin Akuntan Publik  (AP ) Drs. Salam Manao, yang merupakan pemimpin rekan pada Kantor Akuntan Publik  (KAP ) S. Manao, Sofwan, Adnan dan Rekan yang merupakan pemimpin rekan pada Kantor Akuntan Publik  (KAP ) S. Manao, Sofwan, Adnan dan Rekan Pembekuan izin yang berlaku selama sepuluh bulan itu dituangkan melalui Keputusan Menkeu Nomor 500/KM.1/2007 Pembekuan izin yang berlaku selama sepuluh bulan itu dituangkan melalui Keputusan Menkeu Nomor 500/KM.1/2007. Perlu diketahui juga akan pentingnya kejujuran dalam membuat laporan keuangan. Hal tersebut bukan hanya penting sebagai tanggung jawab perusahaan terhadap publik maupun investor. Akan tetapi hal tersebut juga penting bagi perusahaan sendiri karena dari laporan keuangan biasanya perusahaan menganalisis bagaimana perkiraan tahun mendatang dan menjadi dasar pengambilan keputusan. Apabila laporan keuangan yang menjadi dasar hal 17



tersebut sudah tidak layak, tentu hasil akan jauh dari yang diharapkan dan bahkan bisa berimbas pada perusahaan. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan perusahaan agar kecurangan seperti ini bisa diantisipasi yakni 1. Menerapkan Good Corporate goernance (GCG). Dalam Surat Keputusan Menteri BUMN No. Kep-117/M-MBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002. Pada surat tersebut BUMN dituntut untuk menerapkan GCG tujuannya untuk mendorog pengelolaan BUMN secara profesional, efisien dan efektif. Selain itu juga mendorong agar perusahaan menjalankan tindakan dengan dilandasi nilai moral yang tinggi dan patuh terhadap peraturan dan perundang-undangan. Dengan diterapkannya GCG maka para pelaku dunia usaha dituntut untuk bertanggung jawab, akuntabilitas, adil dan transparan. 2. Harus ada upaya untuk membenarkan kesalahan tahun-tahun lalu, karena konsistensi yang salah tidak boleh dipertahankan. Kesalahan-kesalahan sudah terakumulasi dari tahun-tahun sebelumnya sehingga terdapat dua alternatif, yaitu di restatement atau dikoreksi. Keputusan mengenai opsi yang dipilih sepenuhnya tergantung dari Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik (BP2AP), karena kasus PT. Kereta Api sedang diproses disana. 3. Komite Audit tidak berbicara kepada publik, karena esensinya Komite Audit adalah organ Dewan Komisaris sehingga pendapat dan masukan Komite Audit harus disampaikan kepada Dewan Komisaris. Apabila Dewan Komisaris tidak setuju dengan Komite Audit namun Komite Audit tetap pada pendiriannya, Komite Audit dapat mencantumkan pendapatnya pada laporan komite audit yang terdapat dalam laporan tahunan perusahaan. 4. Komite Audit berperan aktif dalam mengkoordinasikan seluruh tahapan proses auditing, mulai dari penunjukan, pembuatan program, mengevaluasi dan memberikan hasil evaluasi kepada Dewan Komisaris, yang akan mengkomunikasikannya kepada Direksi. 5. Manajemen menyusun laporan keuangan secara tepat waktu, akurat dan full disclosure. 6. Memperbaiki komunikasi antara auditor dengan pihak-pihak yang berinteraksi, yaitu manajemen, Komite Audit, dan auditor intern. Dengan komunikasi yang efektif, maka data dan bukti yang terkumpul akan semakin akurat dan memadai, juga menghindari perselisihan dengan Komite Audit. 7. Membangun pengawasan yang efektif di tubuh perusahaan. 8. Perbaikan sistem akuntansi dan konsistensi penerapan Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum di perusahaan. 9. Memilih auditor yang benar-benar kompeten dan profesional.



18



BAB IV KESIMPULAN 1. Berdasarkan pembahasan masalah di atas menegenai bentuk contoh pelanggaran etika dalam manajemen keuangan disimpulkan bahwa upaya untuk mengatasi kemelut yang ada di lingkungan perusahan atau organisasi yang terkait pelanggaran/penyelewengan yang dilakukan pegawai maupun pejabat negara yang terkait   didalamnya belum dapat terorganisir dengan baik dan contoh kasus bentuk pelanggaran yang dikemukakan di atas belum ada tindak lanjut oleh pihak berwajib. para pelakunya pun sudah merajalela, ini menjelaskan  betapa buruknya sistem hukum yang ada di negeri ini. Upaya untuk mengatasi  kemelut pelanggaran etika  harus diarahkan pada peningkatan rasa tanggungjawab sosial perusahaan baik terhadap masyarakat  secara menyeluruh, para pegawai maupun terhadap pemerintah. 2. Tujuan dibuatnya laporan keuangan adalah selain untuk alat pertanggungjawaban manajemen juga sebagai bahan pertimbangan yang mendukung dalam pengambilan keputusan, tetapi dalam kasus ini manajemen telah memanipulasi laporan keuangan, sehingga laporan keuangan yang dihasilkan tidak menunjukkan kinerja perusahaan yang sesungguhnya. 3. Pentingnya kejujuran dalam membuat laporan keuangan. Hal tersebut bukan hanya penting sebagai tanggung jawab perusahaan terhadap publik maupun investor. 4. Apabila terdapat tindakan tentang penyalahgunaan mengenai segala bentuk macam korupsi atau penyelewengan dana, dsb. untuk  segera melapor kepada pihak berwajib agar pelanggaran tersebut tidak terus berkembang  di lingkungan pejabat negara maupun di sebuah organisasi perusahaan yang diharapkan dapat berkurang bila memang tidak mungkin diberantas sama sekali.



19



DAFTAR PUSTAKA : 1. Alim, M.N., T. Hapsari dan L. Purwanti. 2007. Pengaruh Kompetensi dan Indepedensi terhadap Kualitas Audit dengan Etika sebagai Variabel Moderasi. SNA X Makasar. 2. Arianti. 2012. Analisis Perbedaan Perilaku Etis Auditor dalam Etika Profesi (Studi Terhadap Peran Faktor-Faktor Individual: Locus of Control, Job Experience, dan Gender). 3. Dewan Standar Profesional Akuntan Publik. 2008. Kode Etik Profesi Akuntan Publik. Institut Akuntan Publik Indonesia 4. Elder, J, Mark S. Beasley, dkk. 2012. Jasa Audit dan Assurance: Pendekatan Terpadu (Adaptasi Indonesia). Jakarta: Salemba Empat 5. Ikatan Akuntan Indonesia. 2012. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta : Salemba Empat.



6. Ikatan Akuntan Indonesia. 2016. Kode Etik Akuntan Profesional. Jakarta : www.iaiglobal.or.id 7. Keraf, A. Sonny. 1995. Etika Bisnis : Membangun Etika Bisnis Sebagai Profesi Luhur. Yogyakarta : Kanisius



20