Makalah Psak 109 & Psak 112 (KLP 5) [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Warda
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH AKUNTANSI PERBANKAN SYARIAH LANJUTAN PSAK 109 : AKUNTANSI ZAKAT, INFAQ/SEDEKAH & PSAK 112 : AKUNTANSI WAKAF



DISUSUN OLEH : KELOMPOK 5 1. Safitry (90500119065) 2. Febrianty (90500119067) 3. Nabila Putri Islamy (90500119071) 4. Andi Aisyah (90500119076) 5. Warda (90500119077) DOSEN : Asyraf Mustamin, S,Pd.,M.E PERBANKAN SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM 2020 KATA PENGANTAR 1



Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang atas nikmat dan karunianya yang telah diberikan kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Akuntansi Perbankan Syariah Lanjutan yang berjudul PSAK 109 : Akuntansi Zakat dan Infak/Sedekah dan PSAK 112 : Akuntansi Wakaf. Shalawat serta salam tetap tercurahkan kepada nabi agung kita yakni nabi Muhammad SWT yang mana sesosok manusia sempurna yang telah memperjuangkan agama Islam sehingga sampai sejaya ini . Dan tak lupa kami berterima kasih kepada dosen pengajar kami bapak Asyraf Mustamin, S,Pd.,M.E yang mana telah membimbing kami selama materi ini berlangsung dan juga telah mempercayakan tugas ini kepada kami, sehingga kami dapat mengambil pengetahuan dan pembelajarannya. Makalah ini dirancang dan ditulis sebagai tugas kelompok begitu pula bertujuan agar mahasiswa dapat memahami cara penyelesaian tentang permasalahan dalam Akuntansi Zakat, Infak/Sedekah, dan Wakaf. Sehingga mahasiswa/mahasiswi dapat mengambil kesimpulan atas apa yang kami bahas pada makalah ini kemudian dapat pula diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan kami pun berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya khususnya bagi mahasiswa maupun mahasiswi jurusan Perbankan Syariah.



Makassar, 12 Desember 2020 Penyusun KELOMPOK 5 DAFTAR ISI



2



KATA PENGANTAR..................................................................................



2



DAFTAR ISI.................................................................................................



3



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ....................................................................................



4



B. Rumusan Masalah ...............................................................................



4



C. Tujuan ................................................................................................



5



BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Zakat dan Infaq/Sedekah (ZIS).........................................



6



B. Pengakuan dan Pengukuran (PSAK 109) ……………………………



7



C. Penyajian dan Pengungkapan (PSAK 109) ………………………….



11



D. Pengertian Wakaf ……………………………………………………



13



E. Pengakuan dan Pengukuran (PSAK 112) ……………………………



16



F. Penyajian dan Pengungkapan (PSAK 112) ………………………….



21



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan .........................................................................................



25



B. Saran …………………………………………………………….......



25



DAFTAR PUSTAKA......................................................................................



26



3



BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Zakat adalah rukun iman yang keempat setelah puasa di bulan ramadhan. Zakat merupakan salah satu dari rukun iman yang wajib dilaksanakan oleh setiap umat muslim. Karena dengan membayar zakat dapat mensucikan dan membersihkan harta dan jiwa kita. Seperti dalam firman Allah SWT dalam surat At-Taubah ayat 103 yang berbunyi: ” Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah maha mendengar lagi maha mengetahui.” Zakat dapat disalurkan secara langsung dari pemberi zakat (muzakki) kepada delapan asnaf yang berhak menerima zakat (mustahik). Zakat juga dapat disalurkan melalui amil atau lembaga pengelola zakat. Lembaga pengelola zakat ini bertugas untuk mengumpulkan, menjaga dan menyalurkan zakat dan infak/sedekah. Pada 22 Mei 2018 Dewan Standar Akuntansi Syariah IAI telah mengesahkan DE PSAK 112 : Akuntansi Wakaf. DE PSAK 112 diusulkan berlaku efektif pada 1 Januari 2021 dengan opsi penerapan dini. Pada tanggal 7 November 2018 DSAS-IAI atau biasa disebut dengan Dewan Standar Akuntansi Syariah Ikatan Akuntansi Indonesia telah mengesahkan PSAK 112 : Akuntansi Wakaf. PSAK 112 berlaku efektif pada 1 Januari 2021 dengan opsi untuk penerapan dini. Secara umum PSAK 112 mengatur tentang perlakuan akuntansi atas transaksi wakaf yang dilakukan baik oleh nazhir maupun wakif yang berbentuk organisasi dan badan hukum. PSAK 112 dapat juga diterapkan oleh nazhir perorangan. B. Rumusan Masalah 1. Apakah pengertian zakat, infak/sedekah, dan wakaf ? 2. Bagaimanakah pengakuan dan pengukuran dalam ZIS dan wakaf? 3. Bagaimanakah penyajian dan pengungkapan dalam ZIS dan wakaf? C. Tujuan 4



1. Mengetahui pengertian zakat, infak/sedekah, dan wakaf. 2. Memahami pengakuan dan pengukuran dalam ZIS dan wakaf. 3. Memahami penyajian dan pengungkapan dalam ZIS dan wakaf.



BAB II PEMBAHASAN



5



A. Pengertian Zakat,Infak,Dan Sedekah (ZIS) Dari segi bahasa, zakat memiliki kata dasar “zaka” yang berarti berkah, tumbuh, suci, bersih dan baik. Sementara, zakat secara terminologi berarti aktivitas memberikan harta tertentu yang diwajibkan Allah SWT. dalam jumlah dan perhitungan tertentu untuk diserahkan kepada orang-orang yang berhak. Berdasarkan



pengertian



tersebut,



zakat



tidak



lah



sama



dengan



donasi/sumbangan/sedekah yang bersifat sukarela. Zakat merupakan suatu kewajiban muslim yang harus ditunaikan dan memiliki aturan yang jelas, mengenai harta apa saja yang harus dizakatkan, batasan harta terkena zakat, demikian juga cara perhitungannya. Bahkan, kriteria penerima harta zakat pun khusus karena, memiliki persyaratan dan aturan baku, baik untuk alokasi,sumber, besaran maupun waktu tertentu yang telah ditetapkan oleh syariah. Infak menurut terminologi artinya mengeluarkan harta karena taat, patuh dan cinta kepada Allah SWT dan sebagai wujud rasa syukur atas nikmat atau rezeki yang telah diberikan Allah SWT kepada dirinya. Sedangkan pengertian shadaqah adalah segala pemberian/aktivitas yang bertujuan untuk mengharap pahala dari Allah SWT. Shadaqah memiliki dimensi yang sangat luas, tidak hanya berdimensi memberikan sesuatu dalam bentuk harta saja, tetapi dapat berupa berbuat kebajikan, baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain. Menurut UU 23 Tahun 2011, Infak adalah harta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan usaha diluar zakat untuk kemaslahatan umum. Sedangkan sedekah adalah harta atau non harta yang dikeuarkan oleh seseorang atau badan usaha diluar zakat untuk kemaslahatan umum. Untuk kepentingan akuntansi, shadaqah dianggap sama dengan infak, baik yang ditentukan penggunannya maupun yang tidak. Sehingga menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 109 Infak/sedekah adalah harta yang diberikan secara sukarela oleh pemiliknya, baik yang peruntukannya dibatasi (ditentukan) maupun tidak dibatasi. Sifat dari zakat adalah wajib bagi seseorang atau badan hukum (entitas) yang beragama Islam yang telah terakumulasi sampai 6



memenuhi nisab dan haul. Sedangkan sifat dari infaq dan shadaqah adalah sunnah, jadi pengeluarannya lebih bersifat suka rela yang merupakan wujud ketakwaan dan kecintaan seorang hamba terhadap nikmat Allah SWT yang telah diberikan kepadanya. Penyaluran Dana Zakat Penyalur dana zakat dibatasi pada 8 golongan (asnaf) yang sudah ditentukan oleh syariah, yaitu : 1. Fakir 2. Miskin 3. Pengurus zakat (Amil) 4. Orang yang baru masuk islam (muallaf) 5. Hambah sahaya (riqab) 6. Orang yang terlilit utang (ghorimin) 7. Orang yang sedang berjihad (fisabilillah) 8. Orang yang sedang dalam perjalanan (ibnu sabil). B. Pengakuan dan Pengukuran (PSAK 109) 1.



Akuntansi Untuk Zakat a. Penerimaan zakat diakui pada saat kas atau aset nonkas diterima dan diakui sebagai penambah dana zakat. Jika diterima dalam bentuk kas, diakui sebesar jumlah yang diterima tetapi jika dalam bentuk non kas sebesar nilai wajar aset. Penentuan nilai wajar aset nonkas yang diterima menggunakan harga pasar. Jika harga pasar tidak tersedia, maka dapat menggunakan metode penentuan nilai wajar lainnya sesuai dengan PSAK yang relevan. b. Jika muzakki menentukan mustahik yang harus menerima penyaluran zakat melalui amil, maka aset zakat yang diterima seluruhnya diakui sebagai dana zakat dan tidak ada bagian amil atas zakat yang diterima dan amil dapat menerima ujrah atas kegiatan penyaluran zakat. Jika atas jasa tersebut amil mendapatkan ujrah/fee, maka diakui sebagai penambah dana amil.



7



c. Penurunan nilai aset zakat diakui sebagai 1. Pengurang dana zakat, jika terjadi tidak disebabkan oleh kelalaian amil; 2. Kerugian dan pengurang dana amil, jika disebabkan oleh kelalaian amil. d. Zakat yang disalurkan kepada mustahik, diakui sebagai pengurang dana zakat dengan keterangan sesuai dengan kelompok mustahik termasuk jika disalurkan kepada Amil, sebesar: 1. Jumlah yang diserahkan, jika pemberian dilakukan dalam bentuk kas, jurnal, 2. Jumlah tercatat, jika pemberian dilakukan dalam bentuk aset nonkas, jurnal: e. Amil berhak mengambil bagian dari zakat untuk menutup biaya operasional dalam menjalankan fungsinya. f.



Beban penghimpunan dan penyaluran zakat harus diambil dari porsi amil.



g. Zakat dikatakan telah disalurkan kepada mustahik-non-amil hanya bila telah diterima oleh mustahik-non-amil tersebut. Apabila zakat disalurkan melalui amil lain, maka diakui sebagai piutang penyaluran dan bagi amil yang menerima diakui sebagai liabilitas(utang)penyaluran. Piutang dan liabilitas berkurang ketika zakat disalurkan. Amil lain tidak berhak mengambil bagian dari dana zakat, namun dapat memperoleh ujrah dari amil sebelumnya. h.



Dana zakat yang disalurkan dalam bentuk perolehan asset tetap (asset kelolaan) diakui sebagai: 1. Penyaluran zakat seluruhnya, jika asset tetap tersebut diserahkan untuk dikelola kepada pihak lain yang tidak dikendalikan amil. 2. Penyaluran secara bertahap diukur sebesar penyusutan asset tetap tersebut sesuai dengan pola pemanfaatannya, jika asset tetap tersebut masih dalam pengendalian amil atau pihak lain yang dikendalikan amil.



i. Amil harus mengungkapkan hal-hal berikut terkait dengan transaksi zakat, tetapi tidak terbatas pada: 1. Kebijakan penyaluran zakat, seperti penentuan skala prioritas penyaluran zakat dan mustahik nonamil; 2. Kebijakan penyaluran zakat untuk amil dan mustahiq nonamil, seperti persentase pembagian, alasan, dan konsistensi kebijakan; 3. Metode penentuan nilai wajar yang digunakan untuk penerimaan zakat berupa asset nonkas. 8



2.



Akuntansi untuk Infak/Sedekah a. Penerimaan Infaq/Sedekah diakui pada saat kas atau aset nonkas diterima dan diakui sebagai penambah dana infaq/sedekah terikat atau tidak terikat sesuai dengan tujuan pemberiannya. Jika diterima dalam bentuk kas, diakui sebesar jumlah yang diterima tetapi jika dalam bentuk nonkas sebesar nilai wajar aset. Untuk penerimaan aset nonkas dapat dikelompokkan menjadi aset lancar dan aset tidak lancar. Aset lancar adalah aset yang harus segera disalurkan, dan dapat berupa bahan habis pakai seperti bahan makan; atau barang yang memiliki manfaat jangka panjang misalnya mobil untuk ambulan. Aset nonkas lancar dinilai sebesar nilai perolehan. b. Aset tidak lancar yang diterima oleh amil dan diamanahkan untuk dikelola dinilai sebesar nilai wajar saat penerimaannya dan diakui sebagai aset tidak lancar infak/sedekah. Penyusutan dari aset tersebut diperlakukan sebagai pengurang dana infak/sedekah terikat apabila penggunaan atau pengelolaan aset tersebut sudah ditentukan oleh pemberi. c.



Penurunan nilai aset infak/sedekah diakui sebagai: 1. pengurang dana infaq/sedekah, jika terjadi tidak disebabkan oleh kelalaian amil. 2. Kerugian dan pengurang dana amil, jika disebabkan oleh kelalaian amil.



d. Dana infak/sedekah sebelum disalurkan dapat dikelola dalam jangka waktu sementara untuk mendapatkan hasil yang optimal. Hasil dana pengelolaan diakui sebagai penambah dana infak/sedekah. e.



Penyaluran dana infak/sedekah diakui sebagai pengurang dana infak/ sedekah sebesar: (a) jumlah yang diserahkan, jika dalam bentuk kas. (b) nilai tercatat aset yang diserahkan, jika dalam bentuk aset nonkas.



f. Penyaluran infak/sedekah oleh amil kepada amil lain merupakan penyaluran yang mengurangi dana infak/ sedekah sepanjang amil tidak akan menerima kembali aset infak/sedekah yang disalurkan tersebut.



9



g. Penyaluran infak/sedekah kepada penerima akhir dalam skema dana bergulir dicatat sebagai piutang infak/sedekah bergulir dan tidak mengurangi dana infak/sedekah. h. Amil harus mengungkapkan hal-hal berikut terkait dengan transaksi infak/sedekah, tetapi tidak terbatas pada: 1) Kebijakan penyaluran infak/sedekah, seperti penentuan skala prioritas penyaluran, dan penerima; 2) Kebijakan pembagian antara dana amil dan dana nonamil atas penerimaan infak/sedekah seperti persentase pembagian, alasan dan konsistensi kebijakan; 3) Metode penentuan nilai wajar yang digunakan untuk penerimaan infak/sedekah berupa asset nonkas; 4) Keberadaan dana infak/sedekah yang tidak langsung disalurkan tetapi dikelola terlebih dahulu, jika ada, maka harus diungkapkan jumlah dan persentase dari seluruh penerimaan infak/sedekah selama periode pelporan serta alasannya. 5) Hasil yang diperoleh dari pengelolaan yang dimaksud di angka (4) diungkapkan secara terpisah 6) Penggunaan



dana



infak/sedekah



menjadi



asset



kelolaan



yang



diperuntukkan bagi yang berhak, jika ada, jumlah dan persentase terhadap seluruh penggunaan dana infak/sedekah serta alasannya; 7) Rincian dana infak/sedekah berdasarkan peruntukannya, terikat dan tidak terikat 8) Hubungan



pihak-pihak



berelasi



antara



amil



dengan



penerima



infak/sedekah yang meliputi: Sifat hubungan istimewa; Jumlah dan jenis asset yang disalurkan; dan Persentase dari asset yang disalurkan tersebut dari total penyaluran selama periode 9) Keberadaan dana nonhalal, jika ada, diungkapkan mengenai kebijakan atas penerimaan dan penyaluran dana, alasan dan jumlahnya;dan 10



10) `Kinerja amil atas penerimaan dan penyaluran dana zakat dan dana infak/sedekah. Dana Nonhalal a) Penerimaan nonhalal adalah semua penerimaan dari kegiatan yang tidak sesuai dengan prinsip syariah, antara lain penerimaan jasa giro atau bunga yang berasal dari bank konvensional. Penerimaan nonhalal pada umumnya terjadi dalam kondisi darurat atau kondisi yang tidak diinginkan oleh entitas syariah karena secara prinsip dilarang. b) Penerimaan nonhalal diakui sebagai dana nonhalal, yang terpisah dari dana zakat, dana infak/ sedekah dan dana amil. Aset nonhalal disalurkan sesuai dengan syariah. C. Penyajian dan Pengungkapan (PSAK 109) 1. Penyajian Amil menyajikan dana zakat, dana infak/ sedekah, dana amil, dan dana nonhalal secara terpisah dalam neraca (laporan posisi keuangan). 2. Pengungkapan a) Zakat Amil harus mengungkapkan hal-hal berikut terkait dengan transaksi zakat, tetapi tidak terbatas pada: (a) kebijakan penyaluran zakat, seperti penentuan skala prioritas penyaluran, dan penerima; (b) kebijakan pembagian antara dana amil dan dana nonamil atas penerimaan zakat, seperti persentase pembagian, alasan, dan konsistensi kebijakan; (c) metode penentuan nilai wajar yang digunakan untuk penerimaan zakat berupa aset nonkas; (d) rincian jumlah penyaluran dana zakat yang mencakup jumlah beban pengelolaan dan jumlah dana yang diterima langsung mustahiq; dan 11



(e) hubungan istimewa antara amil dan mustahiq yang meliputi: (i). sifat hubungan istimewa; (ii). jumlah dan jenis aset yang disalurkan; dan (iii). presentase dari aset yang disalurkan tersebut dari total penyaluran selama periode. b) Infak/Sedekah Amil harus mengungkapkan hal-hal berikut terkait dengan transaksi infak/sedekah, tetapi tidak terbatas pada: (a) metode penentuan nilai wajar yang digunakan untuk penerimaan infak/sedekah berupa aset nonkas; (b) kebijakan pembagian antara dana amil dan dana nonamil atas penerimaan infak/sedekah, seperti persentase pembagian, alasan, dan konsistensi kebijakan; (c) kebijakan penyaluran infak/sedekah, seperti penentuan skala prioritas penyaluran, dan penerima; (d) keberadaan dana infak/sedekah yang tidak langsung disalurkan tetapi dikelola terlebih dahulu, jika ada, maka harus diungkapkan jumlah dan persentase dari seluruh penerimaan infak/sedekah selama periode pelaporan serta alasannya; (e) hasil yang diperoleh dari pengelolaan yang dimaksud di huruf (d) diungkapkan secara terpisah; (f) penggunaan dana infak/sedekah menjadi asset kelolaan yang diperuntukkan bagi yang berhak, jika ada, jumlah dan persentase terhadap seluruh penggunaan dana infak/sedekah serta alasannya; (g) rincian jumlah penyaluran dana infak/sedekah yang mencakup jumlah beban pengelolaan dan jumlah dana yang diterima langsung oleh penerima infak/sedekah; (h) rincian dana infak/sedekah berdasarkan peruntukannya, terikat dan tidak terikat; dan 12



(i) hubungan istimewa antara amil dengan penerima infak/sedekah yang meliputi: (i). sifat hubungan istimewa; (ii). jumlah dan jenis aset yang disalurkan; dan (iii). presentase dari aset yang disalurkan tersebut dari total penyaluran selama periode. Selain membuat pengungkapan diatas, amil mengungkapkan hal-hal berikut: (a) keberadaan dana nonhalal, jika ada, diungkapkan mengenai kebijakan atas penerimaan dan penyaluran dana, alasan, dan jumlahnya; dan (b) kinerja amil atas penerimaan dan penyaluran dana zakat dan dana infak/sedekah. D. Pengertian Wakaf Aset



wakaf  berupa aset tidak bergerak,



seperti hak atas



tanah,



bangunan atau



bagian bangunan di atas tanah, tanaman dan benda lain terkait tanah, hak milik satuan rumah susun,



dan aset bergerak,



seperti uang,



logam mulia,



surat berharga,



kendaraan,



hak kekayaan intelektual, hak sewa. DE PSAK 112 mengatur bahwa asset wakaf diakui saat telah



terjadi



pengalihan



secara



hukum dan manfaat ekonomis dari asset



wakaf.



Hasil pengelolaan dan pengembangan dari asset wakaf harus diakui sebagai tambahan asset wakaf. Basis imbalannazhir adalah hasil pengelolaan dan pengembangan yang sudah te



realisasi (cash basis). Laporan keuangan nazhir yang lengkap meliputi: •



Laporan posisi keuangan;







Laporan rincian aset wakaf;







Laporan aktivitas;







Laporan arus kas;Catatan atas laporan keuangan.



13



Pengelolaan dan pengembangan wakaf merupakan suatu entitas pelaporan (digunakan istilah ‘entitas wakaf’ ) yang menyusun laporan keuangan tersendiri dan tidak dikonsolidasikan ke laporan keuangan organisasi atau badan hokum dari nazhir. Laporan keuangan entitas wakaf tidak mengkonsolidasi laporan keuangan entitas anaknya. Laporan keuangan entitas wakaf yang lengkap meliputi laporan posisi keuangan,



laporan



rincian



aset wakaf,



laporan aktivitas,



laporan arus kas,



dan catatan atas laporan keuangan. Dasar pengakuan asset wakaf adalah akta ikrar wakaf, dimana wasiat wakaf dan janji (wa’d) wakaf belum memenuhi kriteria pengakuan asset wakaf. Wakaf temporer merupakan liabilitas yang wajib dikembalikan ke wakif di masa mendatang. Dasar pengakuan atas penyaluran manfaat wakaf adalah diterimanya manfaat wakaf tersebut oleh mauquf alaih. Sementara dasar imbalan nazhir adalah hasil neto pengelolaandan pengembangan asset wakaf yang telah direalisasi  dalam bentuk kas (cash basis). Pengukuran aset wakaf yang diterima dari wakif adalah nilai nominal untuk kas dan nilai wajar untuk aset nonkas. Wakaf adalah perbuatan hokum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah. Wakif adalah pihak yang mewakafan harta benda miliknya. Wakif mengakui penyerahan aset wakaf sebagai beban dalam laba rugi, kecuali wakaf temporer yang tetap dicatat sebagai asset wakif dan disajikan sebagai asset yang dibatasi penggunaannya. Unsur wakaf Unsur dari wakaf meliputi wakif, nazhir, aset wakaf, ikrar wakaf, peruntukan aset wakaf, dan jangka waktu wakaf. Wakif dan nazhir meliputi wakif dan nazhir perseorangan, organisasi, dan badan hukum. Aset yang diwakafkan melalui ikrar wakaf yang akan dituangkan dalam akta ikrar wakaf tidak dapat dibatalkan. 14



Aset yang diwakafkan dapat diklasifikasikan menjadi: a) Aset tidak bergerak, seperti hak atas tanah, bangunan atau bagian bangunan di atas tanah, tanaman dan benda lain terkait tanah, hak milik satuan rumah susun, dan lainnya. b) Aset bergerak, seperti uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak kekayaan intelektual, hak sewa, dan lainnya. c) Aset wakaf harus dikelola dan dikembangkan oleh nazhir sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukannya. Aset wakaf tidak dapat dijadikan jaminan, disita, dihibahkan, dijual, diwariskan, ditukar, atau dialihkan melalui pengalihan hak lainnya, kecuali digunakan untuk kepentingan sesuai rencana umum tata ruang. Tujuan, fungsi, dan peruntukan wakaf Tujuan dari wakaf adalah untuk memanfaatkan aset wakaf sesuai dengan fungsinya. Fungsi dari wakaf adalah untuk mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis aset tersebut untuk kepentingan ibadah dan memajukan kesejahteraan umum. Wakaf diperuntukan untuk: a) sarana dan kegiatan ibadah; b) sarana dan kegiatan pendidikan dan kesehatan; c) bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu, bea siswa; d) kemajuan dan peningkatan ekonomi umat; dan e) kemajuan kesejahteraan umum lain. E. Pengakuan dan Pengukuran (PSAK 112) AKUNTANSI NAZHIR 1. Pengakuan Nazhir mengakui aset wakaf dalam laporan keuangan ketika memiliki kendali secara hukum dan fisik atas aset wakaf tersebut.



15



Syarat pengakuan aset wakaf dalam laporan keuangan ketika terjadi pengalihan kendali dari wakif kepada nazhir dengan terpenuhinya kedua kondisi berikut: a. Telah terjadi pengalihan kendali atas aset wakaf secara hukum; dan b. Telah terjadi pengalihan kendali atas manfaat ekonomis dari aset wakaf. Kondisi ini pada umumnya akan dapat terpenuhi pada saat terjadi akta ikrar wakaf – yaitu terjadi pengalihan kendali aset wakaf secara hukum – yang disertai dengan pengalihan kendali fisik atas aset wakaf, dari wakif kepada nazhir. Kendali atas aset wakaf secara hukum juga dapat terpenuhi, misalnya, ketika wakif mentransfer dana langsung ke rekening nazhir melalui lembaga keuangan. Dalam suatu kondisi tertentu, nazhir mungkin telah menerima suatu aset dan memperoleh manfaat ekonomisnya tetapi aset tersebut belum dialihkan secara hukum sebagai aset wakaf. Misalnya, seseorang secara lisan mewakafkan tanah kepada nazhir dan telah menyerahkan tanah tersebut untuk digunakan sesuai peruntukannya, tetapi belum dibuat akta ikrar wakaf. Tanah tersebut belum dapat diakui sebagai aset wakaf dalam laporan keuangan. Nazhir baru akan mengakui tanah sebagai aset wakaf dalam laporan keuangan pada saat dilakukan akta ikrar wakaf. Nazhir perlu mengidentifikasi jenis dari aset wakaf berdasarkan manfaatnya yang akan diakui dalam laporan keuangan. Beberapa manfaat dari aset wakaf melekat pada aset wakaf tersebut, seperti tanah dan bangunan, sehingga tidak memerlukan identifikasi yang mendalam. Beberapa aset wakaf yang lain memerlukan identifikasi yang mendalam untuk menentukan jenis aset wakaf. Misalnya, wakaf atas hasil panen dari kebun kelapa sawit yang dikelola oleh wakif untuk periode waktu tertentu. Dalam kasus ini, jenis aset wakaf yang diakui adalah hasil panen dari kebun sawit selama periode waktu tertentu, bukan dalam bentuk kebun sawit. Jika nazhir menerima wasiat wakaf, maka nazhir tidak mengakui aset yang akan diwakafkan di masa mendatang dalam laporan keuangan. Wasiat wakaf tidak memeniuhi kriteria pengakuan aset wakaf, walaupun pihak yang memberi wasiat telah memiliki aset yang akan diwakafkan. Misalnya, 16



seseorang berwasiat kepada nazhir akan mewakafkan hartanya saat meninggal. Nazhir tidak mengakui aset wakaf pada saat menerima wasiat wakaf. Nazhir baru akan mengakui aset wakaf pada saat pihak yang berwasiat meninggal dunia dan menerima aset yang diwakafkan. Jika nazhir menerima janji (wa’d) untuk berwakaf, maka nazhir tidak mengakui aset yang akan diwakafkan di masa mendatang dalam laporan keuangan. Janji untuk berwakaf tidak memenuhi kriteria pengakuan aset wakaf yang diatur di paragraf 18, walaupun dalam bentuk janji tertulis. Misalnya, seseorang berjanji kepada nazhir akan mewakafkan sebagian manfaat polis asuransi di masa mendatang. Nazhir tidak mengakui aset wakaf pada saat menerima janji tersebut, karena aset yang akan diwakafkan belum menjadi milik dari pihak yang berjanji. Nazhir baru akan mengakui aset wakaf pada saat terjadi klaim asuransi dan menerima kas dan setara kas dari perusahaan asuransi atas pembayaran sebagian manfaat polis asuransi. Aset wakaf temporer Nazhir mengakui aset wakaf dengan jangka waktu tertentu (aset wakaf temporer) diakui sebagai liabilitas. Aset wakaf temporer adalah aset wakaf dalam bentuk kas yang diserahkan oleh wakif kepada nazhir untuk dikelola dan dikembangkan dalam jangka waktu tertentu. Hasil pengelolaan dan pengembangan dari aset wakaf temporer selama jangka waktu tertentu akan diperuntukan untuk mauquf alaih. Setelah jangka waktu tertentu, aset wakaf berupa kas akan dikembalikan kepada wakif. Penerimaan aset wakaf temporer dalam bentuk kas bukan merupakan penghasilan, tetapi merupakan liabilitas, disebabkan aset tersebut wajib dikembalikan oleh nazhir ke wakif di masa mendatang. Aset wakaf yang diakui sebagai penghasilan oleh nazhir adalah manfaat yang dihasilkan oleh aset wakaf tersebut di masa mendatang berupa imbal hasil. Misalnya, wakif mewakafkan uang sejumlah Rp1.000 selama satu tahun ke nazhir. Imbal hasil dari dana tersebut selama satu tahun adalah



17



Rp100. Nazhir mengakui Rp1.000 sebagai liabilitas dan Rp100 sebagai penghasilan berupa penerimaan wakaf temporer. Hasil pengelolaan dan pengembangan Nazhir mengakui hasil pengelolaan dan pengembangan aset wakaf sebagai tambahan aset wakaf. Hasil pengelolaan dan pengembangan aset wakaf merupakan tambahan manfaat ekonomis dalam bentuk tambahan aset yang bersumber dari aset wakaf yang ada. Hasil pengelolaan dan pengembangan aset wakaf merupakan tambahan atas aset wakaf yang ada. Hasil neto dari pengelolaan dan pengembangan aset wakaf berupa berbagai macam penghasilan, seperti imbal hasil, dividen, dan bentuk penghasilan lainnya, setelah dikurangi beban yang terkait. Hasil neto dari pengelolaan dan pengembangan aset wakaf termasuk selisih pelepasan aset yang bersumber dari aset wakaf awal. Misalnya, nazhir menerima wakaf berupa 1.000 lembar saham. Sebagian dividen dari saham tersebut kemudian digunakan untuk memperoleh 100 lembar saham. Saat pelepasan 100 lembar diperoleh keuntungan sebesar Rp200, maka Rp200 tersebut merupakan bagian dari hasil pengelolaan dan pengembangan aset wakaf. Hasil neto dari pengelolaan dan pengembangan aset wakaf tidak termasuk: a. Hasil pengukuran ulang atas aset wakaf. Misalnya, nazhir menerima aset wakaf berupa tanah seharga Rp10.000. Tanah tersebut kemudian diukur pada nilai wajar menjadi Rp15.000. Selisih Rp5.000 bukan merupakan bagian dari hasil pengelolaan dan pengembangan aset wakaf. b. Selisih dari pelepasan aset wakaf. Misalnya, nazhir menerima aset wakaf berupa logam mulia seharga Rp1.000 yang diperuntukan untuk kegiatan pendidikan. Kemudian nazhir menjual logam mulia tersebut seharga Rp1.200, maka Rp1.200 tersebut seluruhnya merupakan penghasilan penerimaan wakaf. Imbalan nazhir



18



Dasar penentuan imbalan untuk nazhir adalah hasil neto dari pengelolaan dan pengembangan aset wakaf yang telah direalisasikan dalam bentuk kas dan setara kas di periode berjalan. Hasil neto yang telah direalisasikan tersebut meliputi: a) Hasil neto pengelolaan dan pengembangan aset wakaf di periode berjalan; b) Penyesuaian terhadap hasil neto pengelolaan dan pengembangan aset wakaf periode berjalan yang kas dan setara kasnya belum diterima di periode berjalan; c) Penyesuaian terhadap hasil neto pengelolaan dan pengembangan aset wakaf periode lalu yang kas dan setara kasnya diterima di periode berjalan. Manfaat wakaf Nazhir mengakui penyaluran manfaat wakaf kepada mauquf alaih sebagai beban pengurang aset wakaf. Penyaluran manfaaf wakaf terjadi ketika manfaat wakaf diterima oleh mauquf alaih sebagaimana yang tertuang dalam akta ikrar wakaf yang bersangkutan. Dalam hal nazhir menyerahkan manfaat wakaf kepada pihak lain untuk disampaikan kepada mauquf alaih, maka dianggap belum melakukan penyaluran manfaat wakaf. Penyaluran manfaat wakaf terjadi ketika pihak lain tersebut telah menyerahkan manfaat wakaf kepada mauquf alaih yang tertuang dalam akta ikrar wakaf. Sebagai ilustrasi, pada 28 Desember 2018 Nazhir A menyerahkan Rp1.000 kepada Lembaga Amil B untuk disalurkan ke mauquf alaih. Lembaga Amil B menyalurkan



ke



mauquf



alaih



selama



Januari



2019



dan



memberikan



pertanggungjawaban kepada Nazhir A di Februari 2019. Di dalam laporan keuangan Nazhir A periode tahun 2018 hal tersebut tidak diakui sebagai penyaluran wakaf. Manfaat wakaf yang disalurkan kepada mauquf alaih dapat berupa kas, setara kas, aset lainnya, dan manfaat ekonomis lain yang melekat pada aset wakaf, seperti penyusutan dan amortisasi dari aset wakaf. 2. Pengukuran Pada saat pengakuan awal, aset wakaf diukur sebagai berikut: a. Aset wakaf berupa uang diukur pada nilai nominal. 19



b. Aset wakaf selain uang diukur pada nilai wajar. Aset wakaf selain uang diukur pada nilai wajar saat pengakuan awal. Namun, dalam beberapa kondisi, ketika nilai wajarnya tidak dapat diukur secara andal, maka aset wakaf tersebut tidak diakui dalam laporan keuangan. Aset wakaf tersebut harus diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan. Jika kemudian nilai wajar aset wakaf tersebut dapat ditentukan secara andal, maka aset wakaf tersebut diakui dalam laporan keuangan. Laporan keuangan periode sebelumnya tidak disesuaikan dengan adanya pengakuan aset wakaf tersebut. Aset wakaf berupa logam mulia selanjutnya diukur pada nilai wajar dan perubahannya diakui sebagai dampak pengukuran ulang aset wakaf. Aset wakaf berupa logam mulia harus diukur pada nilai wajar tanggal pengukuran. Jika terjadi kenaikan atau penurunan nilai wajar, maka diakui sebagai dampak pengukuran ulang aset wakaf. F. Penyajian dan Pengungkapan (PSAK 112) 1. Penyajian Nazhir menyajikan aset wakaf temporer yang diterima sebagai liabilitas. 2. Pengungkapan Nazhir mengungkapkan hal-hal berikut terkait wakaf, tetapi tidak terbatas pada: a. Kebijakan akuntansi yang diterapkan pada penerimaan, pengelolaan, dan penyaluran wakaf; b. Penjelasan mengenai wakif yang signifikan secara individual; c. Penjelasan mengenai strategi pengelolaan dan pengembangan aset wakaf; d. Penjelasan mengenai peruntukan aset wakaf; e. Jumlah imbalan nazhir dan persentasenya dari hasil neto pengelolaan dan pengembangan aset wakaf, dan jika terjadi perubahan di periode berjalan, dijelaskan alasan perubahannya;



20



f. Rincian aset neto meliputi aset wakaf awal, aset wakaf yang bersumber dari pengelolaan dan pengembangan aset wakaf awal, dan hasil neto pengelolaan dan pengembangan aset wakaf; g. Rekonsiliasi untuk menentukan dasar perhitungan imbalan nazhir meliputi: i. Hasil neto pengelolaan dan pengembangan wakaf periode berjalan; ii.



Hasil neto pengelolaan dan pengembangan wakaf periode berjalan yang belum terealisasi dalam kas dan setara kas pada periode berjalan;



iii. Hasil neto pengelolaan dan pengembangan wakaf periode lalu yang terealisasi dalam kas dan setara kas pada periode berjalan; h. Jika ada wakaf temporer, penjelasan mengenai fakta tersebut, jumlah, dan wakif; i. Jika ada wakaf melalui uang, penjelasan mengenai wakaf melalui uang yang belum direalisasi menjadi aset wakaf yang dimaksud; j. Jika ada aset wakaf yang ditukar dengan aset wakaf lain, penjelasan mengenai hal tersebut termasuk jenis aset yang ditukar dan aset pengganti, alasan, dan dasar hukum; k. Jika ada hubungan pihak berelasi antara wakif, nazhir, dan/atau mauquf alaih, maka diungkapkan: i. Sifat hubungan; ii. Jumlah dan jenis aset wakaf permanen dan/atau temporer; iii. Persentase penyaluran manfaat wakaf dari total penyaluran manfaat wakaf selama periode berjalan. Kebijakan Akuntansi Lain Kebijakan akuntansi atas aset wakaf yang tidak diatur dalam Pernyataan ini mengacu pada PSAK lain yang relevan. Misalnya: a. Aset wakaf berupa aset tetap mengacu pada PSAK 16: Aset Tetap. b. Aset wakaf berupa properti investasi mengacu pada PSAK 13: Properti Investasi. 21



c. Aset wakaf berupa aset takberwujud mengacu pada PSAK 19: Aset Takberwujud. d. Aset wakaf berupa sukuk mengacu pada PSAK 110: Akuntansi Sukuk. e. Aset wakaf berupa aset keuangan selain sukuk mengacu PSAK 71: Instrumen Keuangan. Penerapan PSAK di atas pada aset wakaf perlu disesuaikan dengan karakteristik entitas pelaporan nazhir. Pelaporan Keuangan Dana wakaf berupa aset wakaf dan liabilitas terkait yang dikelola dan dikembangkan oleh nazhir merupakan suatu entitas pelaporan. Entitas pelaporan dana wakaf (nazhir) menyajikan laporan keuangan tersendiri yang tidak dikonsolidasikan ke dalam laporan keuangan organisasi atau badan hukum dari nazhir. Nazhir dapat memiliki investasi pada entitas lain dengan pengendalian, pengendalian bersama, atau pengaruh signifikan atas investee. a. Investasi pada entitas lain dengan pengendalian bersama atau pengaruh signifikan dicatat dengan metode ekuitas sesuai dengan PSAK 15: Investasi pada Entitas Asosiasi dan Ventura Bersama. b. Investasi pada entitas lain dengan pengendalian diukur pada biaya perolehan, metode ekuitas, atau nilai wajar. Laporan keuangan entitas lain yang dikendalikan oleh nazhir tidak dikonsolidasikan dalam laporan keuangan nazhir. Laporan keuangan nazhir yang lengkap meliputi: a. Laporan posisi keuangan pada akhir periode; b. Laporan rincian aset wakaf pada akhir periode; c. Laporan aktivitas selama periode; d. Laporan arus kas selama periode; e. Catatan atas laporan keuangan.



22



Pengaturan mengenai penyajian laporan keuangan tersebut, yang tidak diatur secara spesifik dalam Pernyataan ini, mengacu pada PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan Syariah dan PSAK lain yang relevan. AKUNTANSI WAKIF Wakif mengakui aset wakaf yang diserahkan secara permanen kepada nazhir sebagai beban sebesar jumlah tercatat dari aset wakaf. Wakif mengakui aset wakaf yang diserahkan secara temporer kepada nazhir sebagai aset yang dibatasi penggunaannya. Wakif tidak menghentikan pengakuan atas penyerahan aset wakaf temporer berupa kas disebabkan nazhir berkewajiban untuk mengembalikan aset tersebut kepada wakif setelah selesainya jangka waktu wakaf. Wakif mengungkapkan hal-hal berikut terkait dengan transaksi wakaf, tetapi tidak terbatas pada: a. Wakaf permanen: i. Rincian aset wakaf yang diserahkan kepada nazhir pada periode berjalan; ii. Peruntukan aset wakaf yang diserahkan kepada nazhir pada periode berjalan. b. Wakaf temporer: i. Rincian aset wakaf yang diserahkan kepada nazhir pada periode berjalan, peruntukan, dan jangka waktunya; ii. Penjelasan mengenai total aset wakaf temporer. c. Hubungan pihak berelasi antara wakif, nazhir, dan/atau penerima manfaat wakaf, jika ada, yang meliputi: i. Sifat hubungan; ii. Jumlah dan jenis aset wakaf temporer; iii.Persentase penyaluran manfaat wakaf dari total penyaluran manfaat wakaf selama periode berjalan. 23



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Zakat merupakan suatu kewajiban muslim yang harus ditunaikan dan memiliki aturan yang jelas, mengenai harta apa saja yang harus dizakatkan, batasan harta terkena zakat, demikian juga cara perhitungannya. Infak menurut terminologi artinya mengeluarkan harta karena taat, patuh dan cinta kepada Allah SWT dan sebagai wujud rasa syukur atas nikmat atau rezeki yang telah diberikan Allah SWT kepada dirinya. Sedangkan pengertian shadaqah adalah segala pemberian/aktivitas yang bertujuan untuk mengharap pahala dari Allah SWT. Wakaf adalah perbuatan hokum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah. B. Saran Setelah menyelesaikan makalah Akuntansi Pebankan Syariah Lanjutan dengan judul “PSAK 109 : Akuntansi Zakat, Infaq/Sedekah & PSAK 112 : Akuntansi



24



Wakaf”, kami mengharapkan kepada teman-teman agar lebih memahami mengenai PSAK 109 dan PSAK 112 ini. Kami yakin makalah ini masih memiliki kekurangan, namun kami harap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat khususnya bagi kami dan umumnya bagi pembaca.



DAFTAR PUSTAKA Nurhayati, Sri dan Wasilah. 2013. Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat



Rizal Yaya., dkk, Akuntansi Perbankan Syariah: Teori dan Praktik Kontemporer, Jakarta, Salemba Empat, 2012.



25