PSAK 101-112 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan Syariah PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN 101: PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN SYARIAH



SEJARAH PSAK 101 pertama kali dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK IAI) pada 27 Juni 2007. PSAK ini menggantikan ketentuan terkait penyajian laporan keuangan syariah dalam PSAK 59: Akuntansi Perbankan Syariah yang dikeluarkan pada 1 Mei 2002. Berdasarkan surat Dewan Pengurus Nasional (DPN) IAI No. 0823-B/DPN/IAI/XI/2013 maka seluruh produk akuntansi syariah yang sebelumnya dikeluarkan oleh DSAK IAI dialihkan kewenangannya kepada Dewan Standar Akuntansi Syariah (DSAS) IAI. Setelah pengesahan awal di tahun 2007, PSAK 101 mengalami amandemen dan revisi sebagai berikut: 1. 16 Desember 2011 sehubungan dengan adanya revisi atas PSAK 1: Penyajian Laporan Keuangan. 2. 15 Oktober 2014 sehubungan dengan adanya revisi atas PSAK 1 terkait penyajian laba rugi dan penghasilan komprehensif lain. 3. 25 Mei 2016 terkait penyajian laporan keuangan asuransi syariah pada Lampiran B. Perubahan ini merupakan dampak dari revisi PSAK 108: Akuntansi Transaksi Asuransi Syariah. Perubahan ini berlaku efektif 1 Januari 2017. IKHTISAR RINGKAS Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 101: Penyajian Laporan Keuangan Syariah (selanjutnya disebut PSAK 101) menetapkan dasar penyajian laporan keuangan bertujuan umum untuk entitas syariah. Pernyataan ini mengatur persyaratan penyajian laporan keuangan, struktur laporan keuangan, dan persyaratan minimal isi laporan keuangan atas transaksi syariah. PSAK 101 memberikan penjelasan atas karakteristik umum pada laporan keuangan syariah, antara lain terkait: 



·



Penyajian secara wajar dan kepatuhan terhadap SAK;







·



Dasar akrual;







·



Materialitas dan penggabungan;







·



Saling hapus;







·



Frekuensi pelaporan;







·



Informasi komparatif; dan







·



Konsistensi Penyajian



PSAK 101 juga memberikan penjabaran struktur dan isi pada laporan keuangan syariah, mencakup:



1. ·



Laporan Posisi Keuangan



2. ·



Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain



3. ·



Laporan Perubahan Ekuitas



4. ·



Laporan Arus Kas



5. ·



Catatan atas Laporan Keuangan



Untuk memudahkan pengguna dalam menerapkan ketentuan penyajian laporan keuangan syariah berdasarkan PSAK 101, PSAK 101 dilengkapi dengan contoh ilustrasi laporan keuangan bank syariah, entitas asuransi syariah, dan amil. Lampiran yang terdapat pada PSAK 101 tersebut merupakan bagian tidak terpisahkan dari PSAK 101.



PSAK 102: Akuntansi Murabahah PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN 102: AKUNTANSI MURABAHAH



SEJARAH Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 102: Akuntansi Murabahah (PSAK 102) dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK IAI) pada 27 Juni 2007. PSAK 102 menggantikan pengaturan mengenai akuntansi murabahah dalam PSAK 59: Akuntansi Perbankan Syariah yang dikeluarkan pada 1 Mei 2002. Berdasarkan surat Dewan Pengurus Nasional (DPN) IAI No. 0823-B/DPN/IAI/ XI/2013 maka seluruh produk akuntansi syariah yang sebelumnya dikeluarkan oleh DSAK IAI dialihkan kewenangannya kepada Dewan Standar Akuntansi Syariah (DSAS) IAI. Setelah pengesahan awal di tahun 2007, PSAK 102 mengalami perubahan sebagai berikut: 1. 13 November 2013 sehubungan dengan keluarnya Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) No. 84/DSNMUI/ XII/2012 tentang Metode Pengakuan Keuntungan Tamwil Bi Al-Murabahah (Pembiayaan Murabahah) di Lembaga Keuangan Syariah. 2. 06 Januari 2016 terkait terkait definisi nilai wajar yang disesuaikan dengan PSAK 68: Pengukuran Nilai Wajar. Perubahan ini berlaku efektif 1 Januari 2017 secara retrospektif. Pengaturan yang terkait dengan PSAK 102 adalah Bultek 5: Pendapatan dan Biaya Terkait Murabahah.



IKHTISAR RINGKAS PSAK 102: Akuntansi Murabahah mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi murabahah. PSAK 102 diterapkan untuk: a. Lembaga keuangan syariah dan koperasi syariah yang melakukan transaksi murabahah baik sebagai penjual maupun pembeli; dan b. Pihak-pihak yang melakukan transaksi murabhah dengan lembaga keuangan syariah atau koperasi syariah.



Akuntansi untuk Penjual



Pada saat perolehan, aset murabahah diakui sebagai persediaan sebesar biaya perolehan.



Akuntansi untuk Pembeli Akhir Aser yang diperoleh melalui transaksi murabahah diakui sebesar biaya perolehan murabahah tunai. Selisih antara harga beli yang disepakati dengan biaya perolehan tunai diakui sebagai beban murabahah tangguhan.



Penyajian Piutang murabahah disajikan sebesar nilai neto yang dapat direalisasikan, yaitu saldo piutang murabahah dikurangi penyisihan kerugian piutang. Marjin murabahah tangguhan disajikan sebagai pengurang (contra account) piutang murabahah. Beban murabahah tangguhan disajikan sebagai pengurang (contra account) utang murabahah.



PSAK NO: 103 Akuntansi Salam PSAK No 103: Akuntansi Salam (PSAK 103) dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK IAI) pada 27 Juni 2007. PSAK 103 menggantikan pengaturan mengenai akuntansi salam dalam PSAK 59: Akuntansi Perbankan Syariah yang dikeluarkan pada 1 Mei 2002. Berdasarkan surat Dewan Pengurus Nasional (DPN) IAI No. 0823-B/DPN/IAI/XI/2013 maka seluruh produk akuntansi syariah yang sebelumnya dikeluarkan oleh DSAK IAI dialihkan kewenangannya kepada Dewan Standar Akuntansi Syariah (DSAS) IAI. Setelah pengesahan awal di tahun 2007, PSAK 103 mengalami perubahan pada 06 Januari 2016 terkait terkait definisi nilai wajar yang disesuaikan dengan PSAK 68: Pengukuran Nilai Wajar. Perubahan ini berlaku efektif 1 Januari 2017 secara retrospektif. Pernyataan ini diterapkan untuk entitas yang melakukan transaksi salam, baik sebagai penjual atau pembeli. Pernyataan ini tidak mencakup pengaturan perlakuan akuntansi atas obligasi syariah (sukuk) yang menggunakan akad salam. Salam adalah akad jual beli barang pesanan (muslam fiih) dengan pengiriman di kemudian hari oleh penjual (muslam illaihi) dan pelunasannya dilakukan oleh pembeli pada saat akad disepakati sesuai dengan syarat-syarat tertentu. Akuntansi untuk Pembeli Piutang salam diakui pada saat modal usaha salam dibayarkan atau dialihkan kepada penjual. Pembeli menyajikan modal usaha salam yang diberikan sebagai piutang salam.Denda yang diterima oleh pembeli diakui sebagai bagian dana kebajikan. Pembeli dalam transaksi salam mengungkapkan: a.



besarnya modal usaha salam, baik yang dibiayai sendiri maupun yang dibiayai secara bersama-sama dengan pihak lain



b.



jenis dan kuantitas barang pesanan



c.



pengungkapan lain sesuai dengan PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan Syariah.



Akuntansi untuk Penjual Kewajiban salam diakui pada saat penjual menerima modal usaha salam sebesar modal usaha salam yang diterima. Kewajiban salam dihentikan pengakuannya (derecognation) pada saat penyerahan barang kepada pembeli. Penjual menyajikan modal usaha salam yang diterima sebagai kewajiban salam. Penjual dalam transaksi salam mengungkapkan: a.



piutang salam kepada produsen (dalam salam paralel) yang memiliki hubunga istimewa



b.



jenis dan kuantitas barang pesanan; dan



c.



pengungkapan lain sesuai dengan PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan Syariah.



PSAK 104 : AKUNTANSI ISTISHNA’ PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN 104 : AKUNTANSI ISTISHNA’



SEJARAH Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 104 : Akuntansi Istishna’ (PSAK 104) dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK IAI) pada 27 Juni 2007. PSAK 104 menggantikan pengaturan mengenai akuntansi istishna dalam PSAK 59 : Akunatnsi Perbankan Syariah yang dikeluarkan pada 1 Mei 2002. Berdasarkan surat Dewan Pengurus Nasional (DPN) IAI No. 0823-B/DPN/IAI/XI/2013 maka seluruh produk akuntansi syariah yang sebelumnya dikeluarkan oleh DSAK IAI dialihkan kewenangannya kepada Dewan Standar Akuntansi Syariah (DSAS) IAI. PSAK 104 mengalami penyesuaian pada 6 Januari 2016 terkait definisi nilai wajar yang disesuaikan dengan PSAK 68 : Pengukuran Nilai Wajar.



IKHTISAR RINGKAS PSAK 104 mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi istishna’. Pernyataan ini diterapkan untuk lembaga keuangan syariah dan koperasi syariah yang melakukan transaksi istishna’, baik sebagai penjual maupun pembeli. Istishna’ adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli, mustashni’) dan penjual (pembuat,shani’).



Akuntansi untuk Penjual Pendapatan istishna’ diakui dengan menggunakan metode persentase penyelesaian atau metode akad selesai. Akad selesai adalah jika proses pembuatan barang pesanan selesai dan diserahkan kepada pembeli. Penjual menyajikan : 1. Piutang istishna’ yang berasal dari transaksi istishna’ sebesar jumlah yang belum dilunasi oleh pembeli akhir. 2. Termin istishna’ yang berasal dari transaksi istishna’ sebesar jumlah tagihan termin penjual kepada pembeli akhir.



Akuntansi untuk Pembeli



Pembeli mengakui aset istishna’ dalam penyelesaian sebesar jumlah termin yang ditagih oleh penjual dan sekaligus mengakui utang istishna’ kepada penjual. Beban istishna’ tangguhan diamortisasi secara proporsional sesuai dengan porsi pelunasan utang istishna’. Pembeli menyajikan : 1. Utang istishna’ sebesar tagihan dari produsen atau kontraktor yang belum dilunasi. 2. Aset istishna’ dalam penyelesaian sebesar : i.



Persentase penyelesaian dari nilai kontrak penjualan kepada pebeli terakhir jika istishna’ paralel; atau



ii. Kapitalisasi biaya perolehan, jika istishna’ (istishna’ paralel).



PSAK ini juga memberikan pengungkapan minimum bagi penjual dan pembeli, termasuk metode akuntansi yang digunakan dalam pencatatan akuntansi ostishna’. Selain mengatur akuntansi istishna’, PSAK ini mengatur ketentuan akuntansi transaksi istishna’ paralel.



PSAK NO : 105 Akutansi Mudharobah Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 105: Akuntansi Mudharabah (PSAK 105) pertama kali dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK IAI) pada 27 Juni 2007. PSAK ini menggantikan ketentuan terkait penyajian laporan keuangan syariah dalam PSAK 59: Akuntansi Perbankan Syariah yang dikeluarkan pada 1 Mei 2002. Berdasarkan surat Dewan Pengurus Nasional (DPN) IAI No. 0823 - B/DPN/IAI/ XI/2013 maka seluruh produk akuntansi syariah yang sebelumnya dikeluarkan oleh DSAK IAI dialihkan kewenangannya kepada Dewan Standar Akuntansi Syariah (DSAS) IAI. Setelah pengesahan awal di tahun 2007, PSAK 105 belum ada perubahan atau revisi apapun. PSAK 105 mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi mudharabah. Pernyataan ini diterapkan untuk entitas yang melakukan transaksi mudharabah baik sebagai pemilik dana (shahibul maal) maupun pengelola dana (mudharib). Pernyataan ini tidak mencakup pengaturan perlakuan akuntansi atas obligasi syariah (sukuk) yang menggunakan akad mudharabah. Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak di mana pihak pertama (pemilik dana) menyediakan seluruh dana, sedangkan pihak kedua (pengelola dana) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan dibagi di antara mereka sesuai kesepakatan sedangkan kerugian finansial hanya ditanggung oleh pemilik dana. Dana mudharabah yang disalurkan oleh pemilik dana diakui sebagai investasi mudharabah pada saat pembayaran kas atau penyerahan aset nonkas kepada pengelola dana. Dana yang diterima dari pemilik dana dalam akad mudharabah diakui sebagai dana syirkah temporer sebesar jumlah kas atau nilai wajar aset nonkas yang diterima. Pada akhir periode akuntansi, dana syirkah temporer diukur sebesar nilai tercatatnya. PSAK 105 juga memberikan ketentuan penyajian dan pengungkapan bagi pemilik dana dan pengelola dana mudharabah.



PSAK 106: Akuntansi Musyarakah PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN 106: AKUNTANSI MUSYARAKAH



SEJARAH



Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 106: Akuntansi Musyarakah (PSAK 106) pertama kali dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK IAI) pada 27 Juni 2007. PSAK ini mengubah situasi terkait penyajian laporan keuangan syariah dalam PSAK 59: Akuntansi Perbankan Syariah yang dikeluarkan pada 1 Mei 2002.



Berdasarkan surat Dewan Pengurus Nasional (DPN) IAI No. 0823-B/DPN/IAI/XI/2013 maka seluruh produk akuntansi syariah yang sebelumnya dikeluarkan oleh DSAK IAI dialihkan kewenangannya kepada Dewan Standar Akuntansi Syariah (DSAS) IAI.



Setelah pengesahan awal di tahun 2007, PSAK 106 belum ada perubahan atau revisi apapun.



IKHTISAR RINGKAS



PSAK 106 mengatur pengakuan, pengukuran, pengungkapan, dan pengungkapan transaksi musyarakah, tetapi tidak mencakup pengaturan perlakuan atas obligasi syariah (sukuk) yang menggunakan akad musyarakah.



Untuk pertanggungjawaban pengelolaan usaha musyarakah dan sebagai dasar biaya bagi hasil, maka mitra aktif atau pihak yang mengelola usaha musyarakah harus membuat catatan akuntansi yang terpisah untuk usaha musyarakah tersebut.



Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan porsi kontribusi dana. Dana tersebut meliputi kas atau aset nonkas yang diperbolehkan oleh syariah.



PSAK 106 juga memberikan ketentuan pengakuan akuntansi untuk mitra aktif dan mitra pasif, pada saat akad, selama akad, dan saat akhir akad.



Pernyataan ini juga memberikan ketentuan minimum penyajian bagi mitra aktif dan mitra pasif. Untuk transparansi mendukung pelaporan transaksi Mitra mengungkapkan hal-hal yang terkait transaksi



musyarakah, seperti isi kesepakatan utama usaha musyarakah, pengelola usaha, dan pengungkapan sesuai PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan.



PSAK 107 AKUNTAS IJARAH Pengaertian dan Rukun Pengertian Ijarah adalah akad sewa menyewa antara pemilik ma’jur (obyek sewa) dan musta’jir (penyewa) untuk mendapatkan imbalan atas obyek sewa yang disewakannya. Sedangkan arti Ijarah Muntahiyah Bittamlik (IMBT) adalah akad sewa menyewa antara pemilik obyek sewa dan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas obyek sewa yang disewakannya dengan “opsi perpindahan hak milik” obyek sewa pada saat tertentu sesuai dengan akad sewa. Menurut Kamus Istilah Keuangan dan Perbankan Indonesia (Bank Indonesia), Ijarah (sewa menyewa) adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Dalam PSAK 107 tentang Akuntansi Ijarah dijelaskan beberapa pengertian yang dipergunakan dalam transaksi Ijarah sebagai berikut:  Aset Ijarah adalah aset baik berwujud maupun tidak berwujud, yang atas manfaatnya disewakan.  Nilai wajar adalah jumlah yang dipakai untuk mempertukarkan suatu aset antara pihakpihak yang berkeinginan dan memiliki pengetahuan memadai dalam suatu transaksi dengan wajar (arms length transaction).  Obyek ijarah adalah manfaat dari penggunaan aset berwujud atau tidak berwujud.  Sewa operasi adalah sewa yang tidak mengalihkan secara subtansial seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan aset.  Umur manfaat adalah suatu periode dimana aset diharapkan akan digunakan atau jumlah produksi/unit serupa yang diharapkan akan diperoleh dari asset Rukun Ijarah adalah: 1. Musta’jir / penyewa 2. Mu’ajjir / pemilik barang 3. Ma’jur / barang atau obyek sewaan 4. Ajran atau Ujrah / Harga sewa atau manfaat sewa 5. Ijab Qabul Syarat Ijarah adalah: 1. Pihak yang terlibat harus saling ridha 2. Ma’jur (barang/obyek sewa) ada manfaatnya: a. Manfaat tersebut dibenarkan agama/halal



b. Manfaat tersebut dapat dinilai dan diukur/diperhitungkan c. Manfaatnya dapat diberikan kepada pihak yang menyewa d. Ma’jur wajib dibeli Musta’jir



AKUNTANSI PEMILIK OBYEK IJARAH (MU’JIR) Salah satu perbedaan akuntansi Ijarah dengan akuntansi sewa beli (leasing) adalah pencatatan obyek ijarah yang dilakukan oleh lessor. Disamping itu ada beberapa akun yang dipergunakan dalam akuntansi ijarah pada pemilik obyek ijarah. Selain itu akan dibahas pengadaan obyek ijarah, perhitungan harga sewa, pemeliharaan dan perbaikan obyek ijarah, pengalihan kepemilikan khusus untuk Ijarah Muntahiyah Bittamlik. A. Akun – Akun Dalam Transaksi 1. Akun-akun Laporan Posisi Keuangan (Neraca) Beberapa akun dipergunakan dalam pencatatan taransaksi Ijarah yang diperlukan dalam Laporan Posisi Keuangan (neraca) antara lain: a. Aset Ijarah Akun ini dipergunakan untuk mencatat obyek Ijarah, baik atas aset berwujud maupun aset tidak berwujud. b. Akumulasi Penyusutan Aset Ijarah ini dipergunakan untuk mencatat penyusutan obyek Ijarah aset berwujud dengan mempergunakan metode penyusutan sesuai ketentuan PSAK yang terkait c. Sewa Multijasa Tangguhan/Sewa Lanjut Tangguhan Akun ini dipergunakan untuk mencatat biaya perolehan obyek Ijarah aset tidak berwujud (misalnya untuk produk multi jasa yang dipergunakan akad Ijarah). d. Cadangan biaya pemeliharaan/perbaikan Akun ini dipergunakan dalam hal pembentukan cadangan biaya pemeliharaan obyek ijarah. 2. Akun – akun Laporan Laba Rugi Beberapa akun yang dipergunakan dalam pencatatan transaksi Ijarah untuk kepentingan pembuatan Laporan Posisi Keuangan antara lain: a. Biaya Penyusutan Aset Ijarah Akun ini dipergunakan untuk mencatat biaya penyusutan yang dilakukan atas obyek ijarah atas aset berwujud, baik ijarah maupun IMBT. Akun ini disajikan sebagai pengurang (offsetting account) dari Akun Pendapatan Ijarah (tidak diperenankan disajikan sebagai beban operasional)



b. Biaya Pemeliharaan Aset Ijarah Akun ini dipergunakan untuk mencatat biaya pemeliharaan obyeki jarah yang menjadi tanggung jawab pemilik obyek ijarah (lessor) atas aset berwujud. Akun ini disajikan sebagai pengurang (offsetting account) dari Akun Pendapatan Ijarah (tidak diperkenankan disajikan sebagai beban operasional) c. c. Biaya Amortisasi Aset Ijarah Akun ini dipergunakan untun mencatat beban amortisasi yang telah dilakukan atas obyek ijarah aset tidak berwujud d. Pendapatan Sewa Akun ini dipergunakan untuk mencatat harga sewa yang harus dibayar oleh penyewa (lessee). Akun ini dikredit pada saat diterima harga sewa sebesar harga sewa yang disepakati dan didebet pada akhir tahun dipindahkan atau diperhitungkan sebagai Pendapatan Utama OBYEK IJARAH Obyek ijarah diakui pada saat obyek ijarah diperoleh sebesar biaya perolehan. Biaya perolehan obyek ijarah yang berupa aset tetap mengacu ke PSAK 16: Aset Tetap dan aset tidak berwujud mengacu ke PSAK 19: Aset Tidak Berwujud. A. Pengadaan Aset Ijarah Pengadaan Obyek Ijarah merupakan tanggung jawab lessor atau pemilik obyek Ijarah (dalam hal ini tanggung jawab LKS Barokah). Salah satu cara untuk memperoleh obyek ijarah adalah dengan melakukan pembelian Aset Ijarah (obyek ijarah). B. Pengeluaran Biaya Lain Aset Ijarah Pengertian harga perolehan adalah seluruh kas dan setara kas yang dikeluarkan untuk memperoleh aset sampai aset tersebut dalam kondisi siap untuk dipergunakan atau dijual. HARGA SEWA Dalam Fatwa DSN nomor 09/DSN-MUI/IV/2000 ketentuan kedua, butir 7 dijelaskan bahwa: “... sesuatu yang dapat dijadikan harga dalam jual beli dapat pula dijadikan sewa dalam ijarah”. Dari ketentuan ini dapat dilihat bahwa dalam jual beli terkandung harga pokok atau harga perolehan dan harga jual dimana selisih harga jual dan harga perolehan merupakan HARGA SEWA keuntungan yang diperoleh sewa dan harga sewa yang merupakan harag jual yaitu harga yang harus dibayar oleh penyewa. A. Penghitungan Harga Sewa Harga sewa ijarah dipengaruhi oleh biaya penyusutan dan biaya pemeliharaan obyek ijarah Penyusutan Obyek Ijarah  Obyek ijarah disusutkan atau diamortisasi, jika berupa aset yang dapat disusutkan atau diamortisasi, sesuai dengan kebijakan penyusutan atau amortisasi untuk aset sejenis selama umur manfaatnya (umur ekonomis).  Kebijakan penyusutan atau amortisasi yang dipilih harus mencerminkan pola konsumsi yang diharapkan dari manfaat ekonomi di masa depan dari obyek ijarah. Umur ekonomis dapat berbeda dengan umur teknis.



 Pengaturan penyusutan obyek ijarah yang berupa aset tetap sesuai dengan PSAK 16 Aset Tetap dan amortisasi aset tidakberwujud sesuai dengan PSAK 19: Aset Tidak Berwuud. METODE PENYUSUTAN A. Metode penyusutan harus mencerminkan ekspektasi pola konsumsi manfaat ekonomis masa depan dari aset oleh entitas (paragraf 63). B. Metode penyusutan yang digunakan untuk aset harus di-review minimum setiap akhir tahu buku dan, apabilaterjadi perubahan yang signifikan dalam ekspektasi pola konsumsi manfaat ekonomi masa depan dari aset tersebut, maka metode penyusutan harus diubah untuk mencerminkan perubahan pola tersebut. Perubahan metode penyusutan harus diperlakukan sebagai perubahan akuntansi sesuai dengan PSAK 25 (paragraf 64). C. Berbagai metode penyusutan dapat digunakan untuk mengalokasikan jumlah yang disusutkan secara sistematis dari suatu aset selama umur manfaatnya. Metode tersebut antara lain metode garis lurus (straight line method), metode saldo menurun (diminishing balance method) dan metode jumlah unit (sum of the unit method). Metode garis lurus menghasilkan pembebanan yang tetap selama umur manfaat aset jika nilai residunya tidak berubah. PENGHENTIAN PENGAKUAN A. Jumlah tercatat aset tetap dihentikan pengakuannya pada saat: 1. Dilepaskan; atau 2. Tidak ada manfaat ekonomis masa depan yang diharapkan dari penggunaan atau pelepasannya (paragraf 69) B. Pelepasan aset tetap dapat dilakukan dengan berbagai cara (misalnya: dijual, disewakan berdasarkan sewa pembiayaan, atau disumbangkan). Dalam menentukan tanggal pelepasan aset, entitas menerapkan kriteria dalam PSAK 23: PENGHITUNGAN PENYUSUTAN OBYEK Biaya penyusutan merupakan harga pokok ijarah oleh karena itu berikut diberikan gambaran perhitungan penyusutan yang dilakukan pada obyek ijarah dan IMBT dengan mempergunakan metode garis lurus. 1. Perhitungan penyusutan untuk Ijarah Dalam perhitungan penyusutan obyek ijarah sangat terkait dengan umur ekonomis atau masa penyusutan. Dalam PSAK 107 tentang ijarah, penyusutan dilakukan sesuai kebijakan pemilik obyek ijarah untuk transaksi ijarah tanpa opsi pemindahan kepemilikan.



PENDAPATAN IJARAH Harga sewa adalah suatu jumlah yang harus dibayar oleh penyewa kepada pemilik obyek ijarah. Oleh pemilik obyek ijarah harga sewa ini diakui sebagai pendapatan. Dalam PSAK 23 tentang Pendapatan dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan pendapatan adalah arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal perusahaan selama suatu periode bila arus masuk tersebut mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal (paragraf 06). Dalam kerangka dasar penyusunan penyajian laporan keuangan syariah (KDPPLKS) dijelaskan yang dimaksud dengan penghasilan (income) adalah kenaikan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aset atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal (paragraf 97.a) devinisi penghasilan (income) meliputi baik pendapatan (revenue) maupun keuntungan (gains)



Psak 108: Akuntansi Transaksi Asuransi Syariah Akuntansi asuransi syariah memiliki prinsip utama yaitu tolong menolong (ta’awum) dan saling menanggung (takafuli) yang dilakukan dengan sesama peserta asuransi. Dua akan yang digunakan dalam akuntansi syariah adalah tabarru’ dan tijari. Peserta asuransi menggunakan akad tabarru’ sedangkan untuk pengelola (perusahaan asuransi) menggunakan akad tijarah. Dalam melakukan pembayaran untuk peserta asuransi (pemilik dana/pihak tertanggung) bersumber dari dana peserta yang dikumpulkan secara kolektif (dana tabarru’) sehingga risiko yang didapatkan oleh peserta ditanggung secara bersamaan dengan seluruh peserta asuransi syariah. PSAK 108 melakukan beberapa hal tentang transaksi asuransi syariah, yaitu: 1. Pengakuan dana Pengukuran a. Pengakuan Awal  Pengakuan atas dana tabarru’ dari dana peserta yang merupakan kontribusi yang diberikan oleh peserta sebagai bentuk kewajiban untuk risiko sesuai dengan kesepakatan dalam akad.  Dana yang dibayarkan oleh peserta sebagai bentuk investasi maka akan dilakui sebagai: 1) apabila digunakan akad mudharabah atau mudharabah musytrakah maka akan diakui sebagai dana syirkah temporer, dan atau: 2) apabila menggunakan akad wakalah bil-ujarah maka akan diakui sebagai kewajiban. b. Pengukuran Setelah Pengakuan Awal Surplus dan Defisit Underwriting Dana Tabarru’  Pengakuan sebagai bentuk pengurangan surplus yang tersaji dalam laporan perubahan dana tabarru’ merupakan pelaporan dari dana surplus underwriting dana tabarru’ yang disalurkan kepada perusahaan asuransi kepada peserta.  Pengkuan sebagai pendapatan dalam laporan laba rugi berasal dari surplus underwriting dana tabarru’ yang disalurkan kepada peserta diakui sebagai kewajiban dalam neraca.  Laporan surplus defisit underwriting dana tabarru’ dalam bentuk pinjaman qard akan diakui pada saat entitas asuransi melakukan penyaluran dana talangan sebesar jumlah yang disalurkan. 2. Penyajian a. Pesrta yang menerima kontribusi dari pelaksanaan asuransi yang merupakan bagian dari surplus underwriting dana tabarru’ maka dilaporkan secara terpisah pada pos bagian surplus underwriting dana tabarru’ yang didistribusikan kepada peserta. Sedangkan, untuk perusahaan asuransi yaitu bagian surplus underwriting dana tabarru’ yang didistribusikan kepada pengelola. b. Pada kewajiban dalam neraca dilakukan penyisihan teknis secara terpisah.



c. Dana tabarru’ yang merupakan dana peserta yang dilakukan penyajian secara terpisah dari kewajiban dan ekuitas dalam neraca. d. Pada laporan dana tabarru’ untuk cadangan dana tabarru’ dilakukan pelaporan secara terpisah. 3. Pengungkapan a. Perusahaan asuransi sebagai entitas pengelola melakukan pengungkapan yang tetrkait dari kontribusi yang meliputi tetapi tidak terbatas pda:  Kontribusi yang diterim dari perusahaannya serta pembatasan polis asuransi serat konskuensinya sebagai bentuk kebijakan akuntansi.  Piutang dari kontribusi peserta, entitas asuransi, serta reansuransi.  Jensi asuransi yang mengatur tentang rinsian kontribusi.  Jumlah pinjaman (qard) dalam menutup difisit underwriting apabila ada. b. Pengungkapan terkait dengan dana investasi yang dilakukan oleh entitas pengelola, mencangkup tetapi tidak terbatas pada:  Melakukan pengelolaan dana investasi yang bersumber dari peserta sesuai dengan kebijakan akuntansi.  Penggunaan untuk pengumpulan dan pengelolaan dana investasi dari rincian jumlah dana investasi yang bersumber dari akad. c. Perusahaan asuransi sebagai entitas melakukan pengungkapan terkait penyisihan teknis, mencangkup tetapi tidak terbatas pada:  Penyisihan teknis yang dilakukan berupa saldo awal, jumlah yang ditambah serta digunakan selama periode berjalan, dan saldo akhir.  Penentuan jumlh dalam setiap penyisihan teknis dan perubahan basis untuk digunakan. d. Entitas asuransi melakukan pengungkapan cadangan dana tabarru’, mencangkup tetapi tidak terbatas pada:  Sebagai dasaran dalam penggunaan penentuan serat pengukuran cadangan dana tabarru’  Adanya perubahan cadangan dana tabarru’ sesuai dengan tujuan dari dilakukan cadangan tersebut. Perubahan meliputi saldo awal, jumlah yang ditambahkan selama periode berjalan, dan saldo akhir.  Jumlah yang terjadi sebagai dasar dari penentuan distribusi surplus underwriting. e. Aset dan kewajiban yang diungkapkan oleh entitas pengelola menjadi milik dana tabarru’.



PSAK No. 109 Akuntansi Zakat dan Infak/Sedekah Standar akuntansi ZIS yang berlaku saat ini dan digunakan olehOPZ sebagai pedoman dalam pembukuan dan pelaporan keuangannya adalahPSAK No. 109 yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) padatahun 2010. Penerbitan PSAK ini telah mengalami proses yang cukup lamakurang lebih empat tahun dari waktu penyusunannya, dimulai dengandisusunnya Eksposure Draft-nya (ED) yang diterbitkan sejak tahun 2008.Namun, saat ini tidak semua OPZ yang ada di Indonesia dapat menerapkanPSAK no. 109. Hal tersebut karena sebagian OPZ mengalami beberapakendala dalam penerapannya. Salah satu faktor kendalanya adalah adanyakesulitan dalam sumber daya manusia yang dimiliki OPZ. Akuntansi zakat yang ada dalam Pernyataan Standar AkuntansiKeuangan (PSAK) No. 109 bertuj uan untuk menga tur penga kua n,pengukuran, penyajian dan pengungkapan transaksi zakat dan infak/sedekah.PSAK ini berlaku untuk amil yakni suatu organisasi/entitas pengelola zakatyang pembentukannya dan pengukuhannya diatur berdasarkan peraturanperundang-unda nga n yang di maksudkan untuk mengumpulka n danmenyalurkan zakat dan infak/sedekah, bukan untuk entitas syariah yangmenerima dan menyalurkan ZIS tetapi bukan kegiatan utamanya. Untukentitas tersebut mengacu ke PSAK 101 mengenai Penyajian LaporanKeuangan Syari ah. Am il yang tida k m endapa tka n i zin juga dapatmenerapakan PSAK No. 109. PSAK ini merujuk kepada beberapa fatwaMUI (Washilah dan Nurhayati : 2013) yaitu: 1) Fatwa MUI no. 8/2011 tentangamil zakat, 2)Fatwa MUI No. 13/2011 tentang Hukum Zakat atas HartaHaram, 3) Fatwa MUI No. 14/2011 tantang Penyaluran Harta Zakat dalambentuk Aset Kelolaan. 4) Fatwa MUI No.15/2011 tentang penarikan,pemeliharaan dan penyaluran harta zakat. Pengakuan dan Pengukuran (PSAK 109) 1. Akuntansi Untuk Zakat a. Penerimaan zakat diakui pada saat kas atau aset nonkas diterima dandiakui sebagai penambah dana zakat. Jika diterima dalam bentuk kas,diakui sebesar jumlah yang diterima tetapi jika dalam bentuk non kassebesar nilai wajar aset. Penentuan nilai wajar aset nonkas yang diterimamenggunakan harga pasar. Jika harga pasar tidak tersedia, maka dapatmenggunakan metode penentuan nilai wajar lainnya sesuai dengan PSAKyang relevan. b. Jika muzakki menentukan mustahik yang harus menerima penyaluranzakat melalui amil, maka aset zakat yang diterima seluruhnya diakuisebagai dana zakat dan tidak ada bagian amil atas zakat yang diterimadan amil dapat menerima ujrah atas kegiatan penyaluran zakat. Jika atasjasa tersebut amil mendapatkan ujrah/fee, maka diakui sebagai penambahdana amil.



c. Penurunan nilai aset zakat diakui sebagai a) Pengurang dana zakat, jikaterjadi tidak disebabkan oleh kelalaian amil; b) Kerugian dan pengurangdana amil, jika disebabkan oleh kelalaian amil. d. Zakat yang disalurkan kepada mustahik, diakui sebagai pengurang danazakat dengan keterangan sesuai dengan kelompok mustahik termasukjika disalurkan kepada Amil, sebesar: a) Jumlah yang diserahkan, jikapemberian dilakukan dalam bentuk kas, b) jurnal, Jumlah tercatat, jikapemberian dilakukan dalam bentuk aset nonkas, jurnal: e. Amil berhak mengambil bagian dari zakat untuk menutup biayaoperasional dalam menjalankan fungsinya. f. Beban penghimpunan dan penyaluran zakat harus diambil dari porsi amil. g. Zakat dikatakan telah disalurkan kepada mustahik-non-amil hanya bilatelah diterima oleh mustahik-non-amil tersebut. Apabila zakat disalurkanmelalui amil lain, maka diakui sebagai piutang penyaluran dan bagi amilyang menerima diakui sebagai liabilitas (utang) penyaluran. Piutang danliabilitas berkurang ketika zakat disalurkan. Amil lain tidak berhakmengambil bagian dari dana zakat, namun dapat memperoleh ujrah dariamil sebelumnya. h. Dana zakat yang disalurkan dalam bentuk perolehan asset tetap (assetkelolaan) diakui sebagai: a) Penyaluran zakat seluruhnya, jika asset tetaptersebut diserahkan untuk dikelola kepada pihak lain yang tidakdikendalikan amil. b) Penyaluran secara bertahap diukur sebesarpenyusutan asset tetap tersebut sesuai dengan pola pemanfaatannya,jika asset tetap tersebut masih dalam pengendalian amil atau pihak lainyang dikendalikan amil. i. Amil harus mengungkapkan hal-hal berikut terkait dengan transaksi zakat,tetapi tidak terbatas pada: a) Kebijakan penyaluran zakat, seperti penentuanskala prioritas penyaluran zakat dan mustahik nonamil; b) Kebijakanpenyaluran zakat untuk amil dan mustahiq nonamil, seperti persentasepembagian, alasan, dan konsistensi kebijakan; c) Metode penentuan nilaiwajar yang digunakan untuk penerimaan zakat berupa asset nonkas. 2. Akuntansi Untuk Infak/Zakat a. Penerimaan Infaq/Sedekah diakui pada saat kas atau aset nonkas diterimadan diakui sebagai penambah dana infaq/sedekah terikat atau tidak terikatsesuai dengan tujuan pemberiannya. Jika diterima dalam bentuk kas,diakui sebesar jumlah yang diterima tetapi jika dalam bentuk nonkassebesar nil ai waja r a set. Untuk penerim aan aset nonkas dapatdikelompokkan menjadi aset lancar dan aset tidak lancar. Aset lancaradalah aset yang harus segera disalurkan,



b.



c.



d.



e.



f.



g.



h.



dan dapat berupa bahan habispakai seperti bahan makan; atau barang yang memiliki manfaat jangkapanjang misalnya mobil untuk ambulan. Aset nonkas lancar dinilaisebesar nilai perolehan. Aset tidak lancar yang diterima oleh amil dan diamanahkan untukdikelola dinilai sebesar nilai wajar saat penerimaannya dan diakui sebagaiaset tidak lancar infak/sedekah. Penyusutan dari aset ter sebutdiperlakukan sebagai pengurang dana infak/sedekah terikatapabilapenggunaan atau pengelolaan aset tersebut sudah ditentukan olehpemberi. Penurunan nilai aset infak/sedekah diakui sebagai: a) pengurang danainfaq/sedekah, jika terjadi tidak disebabkan oleh kelalaian amil. b) Kerugian dan pengurang dana amil, jika disebabkan oleh kelalaian amil. Dana infak/sedekah sebelum disalurkan dapat dikelola dalam jangkawaktu sementara untuk mendapatkan hasil yang optimal. Hasil danapengelolaan diakui sebagai penambah dana infak/sedekah. Penyaluran dana infak/sedekah diakui sebagai pengurang dana infak/sedekah sebesar: a) jumlah yang diserahkan, jika dalam bentuk kas. b) nilai tercatat aset yang diserahkan, jika dalam bentuk aset nonkas. Penyaluran infak/sedekah oleh amil kepada amil lain merupakanpenyaluran yang mengurangi dana infak/ sedekah sepanjang amil tidakakan menerima kembali aset infak/sedekah yang disalurkan tersebut. Penyaluran infak/sedekah kepada penerima akhir dalam skema danabergulir dicatat sebagai piutang infak/sedekah bergulir dan tidakmengurangi dana infak/sedekah. Amil harus mengungkapkan hal-hal berikut terkait dengan transaksiinfak/sedekah, tetapi tidak terbatas pada: a) Kebijakan penyaluran infak/sedekah, seperti penentuan skala prioritaspenyaluran, dan penerima; b) Kebijakan pembagian antara dana amil dan dana nonamil ataspenerimaan infak/sedekah seperti persentase pembagian, alasan dankonsistensi kebijakan; c) Metode penentuan nilai wajar yang digunakan untuk penerimaaninfak/sedekah berupa asset nonkas; d) Keberadaan dana infak/sedekah yang tidak langsung disalurkan tetapidikelola terlebih dahulu, jika ada, maka harus diungkapkan jumlahdan persentase dari seluruh penerimaan infak/sedekah selama periodepelporan serta alasannya.



e) Hasil yang diperoleh dari pengelolaan yang dimaksud di angka (4)diungkapkan secara terpisah f) Pengguna an dana infak/sedekah menjadi a sset kelol aan ya ngdiperuntukkan bagi yang berhak, jika ada, jumlah dan persentaseterhadap seluruh penggunaan dana infak/sedekah serta alasannya; g) Rincian dana infak/sedekah berdasarkan peruntukannya, terikat dantidak terikat h) Hubungan pihak-pihak berelasi antara amil dengan penerima infak/sedekah yang meliputi: Sifat hubungan istimewa; Jumlah dan jenis assetyang disalurkan; dan Persentase dari asset yang disalurkan tersebut daritotal penyaluran selama periode i) Keberadaan dana nonhalal, jika ada, diungkapkan mengenai kebijakanatas penerimaan dan penyaluran dana, alasan dan jumlahnya;dan j) Kinerja amil atas penerimaan dan penyaluran dana zakat dan dana infak/sedekah 3. Dana Nonhalal a. Penerimaan nonhalal adalah semua penerimaan dari kegiatan yang tidaksesuai dengan prinsip syariah, antara lain penerimaan jasa giro atau bungayang berasal dari bank konvensi onal. Penerimaan nonhalal padaumumnya terjadi dalam kondisi darurat atau kondisi yang tidakdiinginkan oleh entitas syariah karena secara prinsip dilarang. b. Penerimaan nonhalal diakui sebagai dana nonhalal, yang terpisah daridana zakat, dana infak/ sedekah dan dana amil. Aset nonhalal disalurkansesuai dengan syariah. Laporan Keuangan Amil Zakat, Infak dan Sedekah Laporan keuangan dapat dikatakan sebagai hasil akhir dari suatuproses akuntansi. Tujuan utama dari laporan keuangan adalah menyediakaninformasi yang relevan untuk pihak-pihak yang berkepentingan baik pihakinternal maupun eksternal misalnya muzakki, pemerintah, piha lain yangmenyediakan sumber daya bagi OPZ dan juga masyarakat. Para pihak tersebutmemiliki kepentingan yang berbeda-beda dari informasi yang ada dalamsuatu laporan keuangan berkaitan dengan pengambilan suatu keputusan.Laporan keuangan juga merupakan bentuk laporan pertanggungjawaban darimanajemen/pengelola atas aktivitas pengelolaan sumberdaya yang telahdiamanatkan kepadanya. Secara umum, suatu laporan keuangan menyajikaninformasi mengenai (Kurniasari, 2011): a) Jumlah dan sifat aktiva, kewajiban,dan aktiva bersih suatu organisiasi,



b) Pengaruh transaksi, peristiwa dansituasi lainnya yang mengubah nilai dan sifat aktiva bersih, c) Jenis dan jumlah arus kas masuk dan arus kas keluar sumber daya dalam suatu periodedan hubungan antara keduanya, d) cara suatu organisasi mendapatkan danmembelanjakan kas, memperoleh pinjaman dan melunasi pinjaman, fan faktorlainnya yang berpengaruh pada likuiditasnya, e) Usaha jasa suatu organisasi. Laporan keuangan amil zakat dapat menjadi media komunikasi antaralembaga amil dengan pihak lainnya, karena laporan keuangan ZIS merupakanbentuk pertanggungjawaban operasional dari suatu lembaga amil yaitukegiatan pengumpulan dan penyaluran dana zakat, infak dan sedekah (ZIS).Supaya laporan keuangan itu transparan dan akuntabel maka harus adastandar akuntansi yang mengatur tentang hal tersebut. Penyusunan laporankeuangan lembaga amil ZIS mengacu kepada PSAK No. 109, dan apabilaada hal-hal yang tidak diatur dalam PSAK 109 maka dapat menggunakanPSAK terait sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah Islam.Komponen laporan keuangan dalam PSAK 109 terdiri dari laporan posisikeuangan (Neraca), Laporan Perubahan Dana, Laporan Perubahan AsetKelolaan, Laporan Arus Kas dan Catatan Atas Laporan Keuangan. Dalampenyajian laporan keuangan, lembaga Amil menyajikan dana zakat, danainfak/sedekah, dana amil dan dana nonhalal secara terpisah dalam neraca(laporan posisi keuangan). Bentuk laporan keuangan untuk amil atau OPZberdasarkan PSAK No. 109 di antaranya adalah sebagai berikut: 1. Laporan Neraca (laporan posisi keuangan) 2. Laporan Perubahan Dana 3. Laporan Perubahan Aset Kelolaan.



PSAK No 110: Akuntansi Sukuk PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN 110: AKUNTANSI SUKUK SEJARAH Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 110: Akuntansi Transaksi Asuransi Syariah (PSAK 110) pertamakali dikeluarkanoleh Dewan Standar Akuntansi Syariah Ikatan Akuntan Indonesia (DSAS IAI) pada26 Oktober 2011. Setelah pertama kali disahkan di tahun 2011, PSAK 110 direvisi pada 24Februari 2015 terutama terkait klasifikasi investasi sukuk yang mengacu padarevisi atas International Financial Reporting Standards 9: FinancialInstruments. IKHTISAR RINGKAS PSAK 110 mengatur mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi sukuk ijarah dansukuk mudharabah. Pernyataan iniditerapkan untuk entitas yang melakukan transaksi sukuk ijarah dan sukuk mudharabah, baik sebagai penerbit sukuk maupun investor sukuk. Sukuk adalah efek syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian yang tidak tertentu (tidak terpisahkan atau tidak terbagi) atas: a.



Aset berwujud tertentu;



b.



Manfaat atas asetberwujud tertentu baik yang sudah ada maupun yang akan ada;



c.



Jasa yang sudah ada maupun yang akan ada;



d.



Aset proyek tertentu;atau



e.



Kegiatan investasi yang telah ditentukan



Pengakuan awal Akuntansi Penerbit Sukuk ijarah diakui pada saat entitas menjadi pihak yang terikat dengan ketentuan penerbitan sukuk ijarah. Sukuk ijarah diakui sebesar nilai nominal, disesuaikan dengan premium atau diskonto, dan biaya transaksi terkait dengan penerbitannya. Akuntansi Investor Entitas mengakui investas pada sukuk ijarah dan sukuk mudharabah sebesar biaya perolehan.



Penyajian



Akuntansi Penerbit Sukuk ijarah disajikan sebagai liabilitas. Akuntansi Investor Pendapatan investasi dan beban amortisasi disajikan secara neto dalam laba rugi. Pengungkapan Akuntansi Penerbit Untuk sukuk ijarah, entitas mengungkapkan hal-hal berikut: a)



Uraian tentang persyaratan utama dalam penerbitan sukuk ijarah, termasuk i.



Ringkasan akad syariah yang digunakan;



ii.



Aset atau manfaat yang mendasari;



iii.



Besaran imbalan;



iv.



Nilai nominal;



v.



Jangka waktu;



vi.



Persyaratan penting lain.



b) Penjelasan mengenai aset atau manfaat yang mendasari penerbitan sukuk ijarah, termasuk jenis dan umur ekonomik dan lain-lain Akuntansi Investor Entitas mengungkapkan hal-hal berikut ini: a)



Klasifikasi investasi berdasarkan jumlah investasi;



b) Tujuan model usaha yang digunakan; c)



Jumlah investasi yang direklasifikasikan, jika ada, dan penyebabnya;



d)



Nilai wajar untuk investasi yang diukur pada biaya perolehan; dan



e)



Lain-lain.



Berbeda dengan PSAK 110 yang diterbitkan pertama kali pada tahun 2011, PSAK 110 (revisi 2015) memberikan perubahan terkait klasifikasi sukuk pada laporan keuangan investor.Investasi sukuk kini diklasifikasikan berdasarkan model usaha dan arus kaskontraktual.



Pada sisi investor,investasi sukuk diklasifikasikan sebagai diukur pada biaya perolehan jika: a. investasi tersebut dimiliki dalam suatu model usaha yang bertujuan utama untuk memperoleh arus kaskontraktual; dan b.



persyaratan kontraktual menentukan tanggal tertentu pembayaran pokok dan/atau hasilnya.



PSAK 111 : AKUNTASI WA'D PERNYATAAN STANDAR AKUNTASI KEUANGAN 111 : AKUNTASI WA'D Berdasarkan rapat pleno tanggal 31 Mei 2017, Dewan Standar Akuntansi Syariah Ikatan Akuntan Indonesia (DSAS IAI) mengesahkan Draf Eksposur (DE) PSAK 111: Akuntansi Wa'd untuk disebarluaskan ke publik dan diberikan tanggapan lebih lanjut. Pernyataan ini bertujuan mengatur akuntansi atas wa'd, khususnya terkait pengakuan. RINGKASAN Beberapa pengaturan yang diatur dalam PSAK 111 tentang Akuntansi Wa'd adalah: 1. Wa'd tidak diakui di laporan keuangan Wa'd adalah janji dari satu pihak kepada pihak lain untuk melaksanakan sesuatu. DSAS-IAI memutuskan wa'd belum memenuhi kriteria aset atau liabilitas sehingga tidak diakui dalam laporan keuangan ketika entitas memberi atau menerima wa'd dari pihak lain. DSAS-IAI juga mempertimbangkan konsistensi perlakuan akuntansi atas wa'd dengan pengaturan dalam PSAK lain, seperti wa'd dalam murabahah dan ijarah yang diatur dalam PSAK 102: Akuntansi Murabahah dan PSAK 107: Akuntansi Ijarah. 2. Klasifikasi SBS dalam repo syariah Pada 2 April 2014 DSN-MUI mengeluarkan Fatwa No. 94/DSN-MUI/ IV/2014 tentang Repo Surat Berharga Syariah (SBS) Berdasarkan Prinsip Syariah. Repo syariah harus dilakukan melalui jual beli yang sesungguhnya. Berdasarkan Lampiran A paragraf A17, dalam periode di antara jual beli pertama dan jual beli kedua, pihak kedua mengukur SBS pada: a) biaya perolehan yang diamortisasi secara garis lurus, jika SBS diklasifikasikan sebagai diukur pada biaya perolehan. b) nilai wajar dan perubahan nilai wajarnya diakui di penghasilan komprehensif lain, jika SBS diklasifikasikan sebagai diukur pada nilai wajar melalui penghasilan komprehensif lain. c) nilai wajar dan perubahan nilai wajarnya diakui di laba rugi, jika SBS diklasifikasikan sebagai diukur pada nilai wajar melalui laba rugi. 3. Selisih kurs item dilindung nilai diakui di penghasilan komprehensif lain Berdasarkan Lampiran B paragraf B18, jika item yang dilindung nilai dalam suatu lindung nilai yang memenuhi syarat akuntansi lindung nilai merupakan aset dan liabilitas yang diakui (termasuk investasi neto pada kegiatan usaha luar negeri), maka bagian dari keuntungan atau kerugian selisih kurs atas item yang dilindung nilai tersebut diakui di penghasilan komprehensif lain hingga saat pelaksanaan wa'd. Perlakuan akuntansi tersebut merupakan pilihan bukan keharusan. PSAK 111 ini berlaku efektif pada untuk periode tahun buku yang dimulai pada 1 Januari 2018. Ketentuan transisi yang diatur dalam PSAK 111 adalah prospektif dengan ketentuan entitas melakukan



penyesuaian atas transaksi repo syariah, lindung nilai syariah, dan transaksi lain yang ada pada saat tanggal awal penerapan PSAK 111 (prospective catch-up).



PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN 112 AKUNTANSI WAKAF Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 112: Akuntansi Wakaf terdiri atas paragraf 01-57. Seluruh paragraf dalam Pernyataan ini memiliki kekuatan mengatur yang sama. Paragraf yang dicetak dengan huruf tebal dan miring mengatur prinsip-prinsip utama. Pernyataan ini harus dibaca dalam konteks Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah. Pernyataan ini tidak wajib diterapkan pada unsur yang tidak material. PENDAHULUAN Tujuan 01. Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi wakaf. Ruang Lingkup 02. Pernyataan ini diterapkan pada transaksi wakaf yang dilakukan oleh: a. Nazhir organisasi dan badan hukum; b. Wakif organisasi dan badan hukum. 03. Transaksi, dan peristiwa lain, terkait wakaf yang dimaksud dalam Pernyataan ini meliputi penerimaan, pengelolaan, dan pengembangan aset wakaf, serta penyaluran manfaat dari aset wakaf yang dilakukan oleh nazhir, dan penyerahan aset wakaf yang dilakukan oleh wakif. 04. Pernyataan ini diterapkan pada transaksi, dan peristiwa lain, terkait wakaf yang dilakukan oleh nazhir dan wakif berbentuk organisasi dan badan hukum. Pernyataan ini tidak berlaku pada nazhir dan wakif perseorangan. 05. Aset wakaf dapat dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu. Aset wakaf yang dimanfaatkan untuk jangka waktu tertentu (wakaf temporer) yang diatur dalam Pernyataan ini adalah wakaf uang. 06. Pernyataan ini bukan merupakan pengaturan penyajian laporan keuangan untuk tujuan khusus (statutory), misalnya untuk regulator atau otoritas wakaf. Definisi 07. Berikut ini pengertian istilah yang digunakan dalam Pernyataan ini: Aset wakaf adalah harta benda wakaf baik berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak. Ikrar wakaf adalah pernyataan kehendak wakif yang diucapkan secara lisan dan/atau tulisan kepada nazhir untuk mewakafkan harta benda miliknya. Mauquf alaih adalah pihak yang ditunjuk untuk memperoleh manfaat dari peruntukan harta benda wakaf sesuai pernyataan kehendak wakif yang dituangkan dalam akta ikrar wakaf. Nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya. Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah. Wakif adalah pihak yang mewakafkan harta benda miliknya.



Karakteristik Unsur wakaf 08. Unsur dari wakaf meliputi wakif, nazhir, aset wakaf, ikrar wakaf, peruntukan aset wakaf, dan jangka waktu wakaf. 09. Wakif dan nazhir meliputi wakif dan nazhir perseorangan, organisasi, dan badan hukum. 10. Aset yang diwakafkan melalui ikrar wakaf yang akan dituangkan dalam akta ikrar wakaf tidak dapat dibatalkan. 11. Aset yang diwakafkan dapat diklasifikasikan menjadi: a. Aset tidak bergerak, seperti hak atas tanah, bangunan atau bagian bangunan di atas tanah, tanaman dan benda lain terkait tanah, hak milik satuan rumah susun, dan lainnya. b. Aset bergerak, seperti uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak kekayaan intelektual, hak sewa, dan lainnya. 12. Aset wakaf harus dikelola dan dikembangkan oleh nazhir sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukannya. 13. Aset wakaf tidak dapat dijadikan jaminan, disita, dihibahkan, dijual, diwariskan, ditukar, atau dialihkan melalui pengalihan hak lainnya, kecuali digunakan untuk kepentingan sesuai rencana umum tata ruang. Tujuan, fungsi, dan peruntukan wakaf 14. Tujuan dari wakaf adalah untuk memanfaatkan aset wakaf sesuai dengan fungsinya. 15. Fungsi dari wakaf adalah untuk mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis aset tersebut untuk kepentingan ibadah dan memajukan kesejahteraan umum. 16. Wakaf diperuntukan untuk: a sarana dan kegiatan ibadah; b. sarana dan kegiatan pendidikan dan kesehatan; c. bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu, bea siswa; d. kemajuan dan peningkatan ekonomi umat; dan e. kemajuan kesejahteraan umum lain. AKUNTANSI NAZHIR Pengakuan 17. Nazhir mengakui aset wakaf dalam laporan keuangan ketika memiliki kendali secara hukum dan fisik atas aset wakaf tersebut.Pada 22 Mei 2018 Dewan Standar Akuntansi Syariah IAI telah mengesahkan DE PSAK 112: Akuntansi Wakaf. DE PSAK 112 diusulkan berlaku efektif pada 1 Januari 2021 dengan opsi penerapan dini. Tujuan dari DE PSAK 112 adalah untuk memberikan pengaturan mengenai pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan atas transaksi wakaf yang dilakukan baik oleh entitas nazhir dan wakif yang berbentuk organisasi dan badan hukum. Aset wakaf berupa aset tidak bergerak, seperti hak atas tanah, bangunan atau bagian bangunan di atas tanah, tanaman dan benda lain terkait tanah, hak milik satuan rumah susun, dan aset bergerak, seperti uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak kekayaan intelektual, hak sewa.



DE PSAK 112 mengatur bahwa aset wakaf diakui saat telah terjadi pengalihan secara hukum dan manfaat ekonomis dari aset wakaf. Hasil pengelolaan dan pengembangan dari aset wakaf harus diakui sebagai tambahan aset wakaf. Basis imbalan nazhir adalah hasil pengelolaan dan pengembangan yang sudah terealisasi (cash basis). Laporan keuangan nazhir yang lengkap meliputi: Laporan posisi keuangan; Laporan rincian aset wakaf; Laporan aktivitas; Laporan arus kas;Catatan atas laporan keuangan Tanggapan atas atas DE PSAK 112 dapat disampaikan paling lambat 31 Juli 2018. File DE PSAK 112 dapat diunduh di bawah ini.