Makalah Psikolinguistik Kelompok 9 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PEMEROLEHAN BAHASA PERTAMA PADA BIDANG FONOLOGI,MORFOSINTAKSIS,LEKSIKON,DAN PRAGMATIK MAKALAH diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Psikolinguistik dengan dosen pengampu Aurelia saktiyani, M.Pd



Disusun oleh: Surbekti Pratiwi 19210201 Desi Rahayu Hilmi Said Abdullah PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (IKIP) SILIWANGI 2022



2



KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah psikolinguistik dengan dosen pengampu Ibu Aurelia Saktiyani, M.Pd. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang “Pemerolehan Bahasa Pertama Pada Bidang Fonologi ,Morfosintaksis, leksikon,dan Pragmatik ” bagi para pembaca dan juga bagi penulis. Besar harapan kami bahwa makalah ini dapat bermanfaat dan dapat dijadikan sebagai pegangan dalam mempelajari materi tentang Pemerolehan Bahasa Pertama Pada Bidang Fonologi ,Morfosintaksis, leksikon,dan Pragmatik. Juga merupakan harapan kami dengan hadirnya makalah ini, maka akan mempermudah semua pihak dalam proses perkuliahan pada mata kuliah Keterampilan Berbicara dan Pembelajarannya. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam profesi keguruan. Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik. Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat kurang. Oleh karena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini. Cimahi,03 Desember 2022



Penyusun



3



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR..........................................................................................3 DAFTAR ISI..........................................................................................................4 BAB I PENDAHULUAN......................................................................................5 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH..................................................................5. 1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................6 1.3 Tujuan Masalah.................................................................................................6 1.4 Manfaat Penelitian............................................................................................7 BAB II PEMBAHASAN......................................................................................8 2.1Pemerolehan bahasa pertama bidang fonologi..................................................8 2.2Pemerolehan bahasa pertama bidang morfosintaksis.......................................9 2.3Pemerolehan bahasa pertama bidang leksikon................................................13 2.4Pemerolehan bahasa pertama bidang pragmatik.............................................14 BAB III PENUTUP.............................................................................................15 3.1 Simpulan.........................................................................................................15 3.2 Saran...............................................................................................................15 DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................15



BAB I 4



PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa sebagai alat komunikasi merupakan sarana perumusan maksud, penyampaian perasaan, dan memungkinkan penciptaan kegiatan sesama manusia, pengatur berbagai aktivitas kemasyarakatan, perencanaan dan pengarah masa depan. Bahasa sebagai alat komunikasi diperoleh manusia sejak lahir yang dikenal dengan istilah pemerolehan bahasa.Bahasa sebagai alat komunikasi yang merupakan bunyi/ujaran yang diucapkan oleh penutur khususnya anak di bawah usia lima tahun memiliki keunikan. Berdasarkan hasil pengamatan sementara ada perbedaan antara individu dalam pemerolehan dan perkembangannya. Perbedaan pengucapan bunyi/ujaran secara fonologis, morfologis, semantik, dan sintaksis.



5



1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut. 1.2.1



Bagaimanakah pemerolehan bahasa pertama pada bidang fonologi



1.2.2



Bagaimanakah pemerolehan bahasa pertama pada bidang morfosintaksis



1.2.3



Bagaimanakah pemerolehan bahasa pertama pada bidang leksikon



1.2.4



Bagaimanakah pemerolehan bahasa pertama pada bidang pragmatik



1.3



Tujuan Penelitian



Berdasarkan rumusan masalah dapat ditentukan tujuan penelitian sebagai berikut. 1.Untuk mengetahui Bagaimanakah pemerolehan bahasa pertama pada bidang fonologi 2.Untuk mengetahui Bagaimanakah pemerolehan bahasa pertama pada bidang morfosintaksis 3.Untuk mengetahui Bagaimanakah pemerolehan bahasa pertama pada bidang leksikon 4.Untuk mengetahui Bagaimanakah pemerolehan bahasa pertama pada bidang fragmatik



6



1.4 Manfaat Penelitian diharapkan menjadi upaya pengembangan dan memperkaya kajian dalam dunia pendidikan, khususnya dalam psikolinguistik.



7



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pemerolehan Bahasa pertama dalam bidang Fonologi Pemerolehan Fonologi Fonologi adalah salah satu bidang ilmu bahasa yang membahas tentang bunyi-bunyi suatu bahasa tertentu menurut fungsinya untuk membedakan makna leksikal dalam bahasa tersebut (Verhaar,1995:36). Selanjutnya, dalam bunyi yang diamati adalah bunyi yang dapat membedakan arti yang dikenal dengan fonem. Lebih jelas lagi, yang dimaksud dengan fonem adalah satuan bunyi terkecil yang mampu menunjukkan perbedaan makna (Kridalaksana, 1993:56). Misalnya, perbedaan bunyi [p] dan bunyi [b] pada kata [paru] dan [baru]. Dalam bahasa Inggris, misalnya, kata light dan right, lot dan rot. Dari pasangan kata ini, yang menyebabkan berbedanya makna,yaitu pada fonem [l] dan [r].



8



Pada tahap ini, subjek sudah bisa memproduksi beberapa fonem, di antaranya adalah fonem [p], [b], [t], [m], [k], dan [w] untuk bunyi konsonan. Sementara untuk bunyi vokal, dia sudah bisa memproduksi fonem [a], [e], [i], dan [o]. Fonem yang paling sering muncul diantara keempat fonem tersebut adalah fonem [a] dan fonem [e]. Kedua fonem ini selalu muncul pada setiap situasi, baik ketika ia bermain, makan, dan aktivitas lainnya. Fonem [i] pada tahap ini hanya beberapa kali muncul, yaitu ketika Subek ingin ikut bersama ibunya, dia mengucapkan kata /yi/ untuk pergi, dan pada saat ia sedang bermain, dia mengucapkan “ati...ti...ti...”, maksudnya adalah ia menyuruh kakaknya untuk mengambil bola. Sedangkan untuk fonem [o] hanya sekali muncul, yaitu ketika ia sedang bermain di ruang tengah bersama kakaknya. Fonem ini muncul begitu saja bersama dengan bunyi hambat bilabial [p], dan pada situasi-situasi berikutnya, fonem ini sudah tidak pernah muncul lagi. Untuk lebih jelasnya perhatikan tabel pemerolehan fonologi subyek di bawah ini: Bentuk Fonem dalam Bentuk Makna Kata Keterangan Fonem Kata [p] /pete-pete/ Tidak bermakna [b] /ebe-ebe/, (bernada mencibir) [t] /ati/ Tidak bermakna [m] /mama/ (ibu) [k] /kaka/ (kakak) [w] /waw/ (ekspresi) [a] /kaka/, /mama/, /ati/ (kakak), (ibu), (-)* *) tidak bermakna [e] /ebe-ebe/, /eee/pete-pete/ Tidak bermakna [i] /ati/, /ti..ti/ ,/yi/* *) pergi Tidak bermakna [o] /ooo..poo/ Tidak bermakna



2.2 Pemerolehan Bahasa pertama dalam bidang Morfosintaksis



Morfosintaksis Morfosintaksis adalah gabungan dari morfologi dan sintaksis. Adapun morfologi adalah cabang tata bahasa yang menelaah struktur atau bentuk kata, yang utamanya melalui penggunaan morfem. Adapun sintaksis adalah cabang tata bahasa yang menelaah kaidah - kaidah yang mengatur cara kata – kata dikombinasikan untuk membentuk kalimat dalam suatu bahasa. Baik morfologi maupu sintaksis merupakan bagian dari ilmu 9 bahasa. Morfologi mempelajari seluk beluk bentuk kata. Satuan yang paling kecil yang



diselidiki oleh morfologi ialah morfem, sedangkan yang paling besar adalah kata. Berbeda dengan sintaksis, yag mempelajari hubungan antara kata / frase / klausa / kalimat yang lain, atau tegasnya mempelajari tentang seluk beluk frase, klausa, kalimat, dan wacana. Jadi kata yang dalam morfologi merupakan satuan yang paling besar, dalam sintaksis merupakan satuan yang paling kecil. Sebagai contoh misalnya kalimat ia akan mengadakan perjalanan jauh. Pembicaraan tentang kata ia yang terdiri dari satu morfem, tentang kata akan yang terdiri dari satu morfem, tentang kata mengadakan yang terdiri dari tiga morfem, termasuk dalam morfologi, tetapi pembicaraan mengenai hubungan antara kata ia sebagai subyek dengan frase  akan mengadakan sebagai predikat, serta hubungan antar frase akan mengadakan sebagai predikat dengan frase perjalanan jauh sebagai objeknya termasuk dalam bidang sintaksis. Demikian pula tentang pembicaraan tentang hubungan antara kata akan  dengan kata mengadakan dan hubungan antara kata perjalanan dan kata jauh dalam frase akan mengadakan dan perjalanan jauh. Jelasnya demikian : jika diurutkan dari atas ke bawah, keenam satuan gramatik, ialah wacana, kalimat, klausa, frase, kata, dan morfem.



Proses Morfosintaksis Proses morfosintaksis adalah proses pengimbuhan tetapi yang diimbuhkan bukan prefiks maupun sufiks melainkan yang diimbuhkan yaitu klitik. Klitik adalah bentuk yang terikat secara fonologis, tetapi berstatus kata karena dapat mengisi gatra pada tingkat frasa atau klausa.  Klitik dibagi menjadi dua, yaitu proklitik dan enklitik. Proklitik Proklitik adalah klitik yang secara fonologis terikat dengan kata yang mengikutinya. Proklitik hampir mirip dengan prefiks namun bedanya kalau prefiks itu yang diimbuhkan berupa morf, sedangkan proklitik yang diimbuhkan berupa kata yang memiliki arti. Contoh yang membedakan antara prefiks dan proklitik : Prefiks                  :  Mencangkul : me + cangkul Me- disini menunjukkan bahwa itu morf, ketika kata me- berdiri sendiri maka kata metidak memiliki arti. Proklitik               : Kubawa : ku + bawa Ku- disini adalah klitik. Artinya ketika berdiri sendiri, kata ku- memiliki makna. Prefiks dan proklitik memiliki persamaan, yaitu Proses pengimbuhan berada di depan kata. Seperti kata kubawa dan mencangkul. Dimana prefiks me- dan klitik ku- berada didepan kata. Contoh proklitik : Kaubaca   : baca + kau     (engkau) Kubaca     : baca + ku       (aku) Kutulis     : tulis + ku       (aku) 10 Kautulis    : tulis + kau     (engkau)



Enklitik Jika ada prefiks, maka harus ada sufiks. Begitu juga dengan klitik, kalau ada proklitik, maka ada juga yang namanya enklitik. Enklitik adalah unsur tata bahasa yang tidak berdiri sendiri, selalu bergabung dengan kata yang mendahuluinya, seperti (-mu) dan (-nya) dalam bahasa Indonesia. Enklitik hampir sama dengan proklitik. Namun perbedaannya adalah pengimbuhan dalam enklitik berada di belakang kata. Contoh enklitik : Bukumu   : Buku + mu    (kamu) Bukuku    : Buku + ku     (aku) Bukunya   : Buku + nya   (dia) Rumahku  : Rumah + ku  (aku) Morfosintaksis adalah gabungan dari morfologi dan sintaksis. Adapun morfologi adalah cabang tata bahasa yang menelaah struktur atau bentuk kata, yang utamanya melalui penggunaan morfem. Adapun sintaksis adalah cabang tata bahasa yang menelaah kaidah - kaidah yang mengatur cara kata – kata dikombinasikan untuk membentuk kalimat dalam suatu bahasa.Proses morfosintaksis yaitu proses dimana kata itu mendapat imbuhan seperti prefiks maupun sufiks, tetapi yang diimbuhkan bukan prefiks ataupun sufiks melainkan klitik. Klitik adalah bentuk yang terikat secara fonologis, tetapi berstatus kata karena dapat mengisi gatra pada tingkat frasa atau klausa. Klitik dibagi menjadi dua, yaitu proklitik dan enklitik. Proklitik yaitu proses pengimbuhan yang imbuhannya berada di depan kata. Misal kubawa, ku- berada di depan kata bawa. Sedangkan enklitik yaitu proses pengimbuhan yang imbuhannya berada di belakang kata. Missal bukunya, nya berada di belakang kata buku. Ku- maupun –nya tidak seperti poses prefiks maupun sufiks, karena Ku- dan –nya mampu berdiri sendiri.



2.3.Pemerolehan Bahasa pertama dalam bidang Leksikon Leksikon berasal dari bahasa Yunani yakni, lexikόn atau lexikόs yang berarti kata, ucapan, atau cara bicara. Istilah leksikon lazim digunakan untuk mewadahi konsep kumpulan leksem dari suatu bahasa, baik kumpulan secara keseluruhan, maupun secara sebagian (Chaer, 2007: 2-6). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa leksikon adalah kekayaan kata yang dimiliki suatu bahasa; komponen bahasa yang memuat semua informasi tentang makna dan pemakaian kata dalam bahasa. Kalau leksikon disamakan dengan kosakata atau perbendaharaan kata, maka leksem dapat disamakan dengan kata. Dengan demikian, makna leksikal dapat diartikan dengan sebagai makna yang bersifat leksikon, bersifat leksem, atau bersifat kata. Makna leksikal dapat juga  diartikan makna yang sesuai dengan acuannya, makna yang sesuai dengan hasil observasi panca indera, atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita. Dalam semantik leksikal diselidiki makna yang ada pada leksem-leksem dari bahasa tersebut. 11 Oleh karena itu, makna yang ada pada leksem-leksem itu disebut makna leksikal. Leksem adalah istilah-istilah yang lazim



digunakan dalam studi semantik untuk menyebutkan satuan bahasa bermakna. Istilah leksem ini kurang lebih dapat dipadankan dengan istilah kata yang lazim digunakan dalam studi morfologi dan sintaksis dan yang lazim didefinisikan sebagai satuan gramatikal bebas terkecil. Leksem dapat berupa kata, dapat juga berupa gabungan kata. Kumpulan dari leksem suatu bahasa disebut leksikon, sedangkan kumpulan kata-kata dari suatu bahasa disebut leksikon atau kosa kata. Kajian terhadap leksikon mencakup apa yang dimaksud dengan kata, strukturisasi kosakata, penggunaan dan penyimpanan kata, pembelajaran kata, sejarah dan evolusi kata (etimologi), hubungan antarkata, serta proses pembentukan kata pada suatu bahasa. dalam penggunaan sehari-hari, leksikon dianggap sebagai sinonim kamus atau kosakata.Dalam semantik leksikal diselidiki makna yang ada pada leksemleksem dari bahasa tersebut. Oleh karena itu, makna yang ada pada leksem-leksem itu disebut makna leksikal. Leksem adalah istilah-istilah yang lazim digunakan dalam studi semantik untuk menyebutkan satuan bahasa bermakna. Istilah leksem ini kurang lebih dapat dipadankan dengan istilah kata yang lazim digunakan dalam studi morfologi dan sintaksis dan yang lazim didefinisikan sebagai satuan gramatikal bebas terkecil. Leksem dapat berupa kata, dapat juga berupa gabungan kata. Kumpulan dari leksem suatu bahasa disebut leksikon, sedangkan kumpulan kata-kata dari suatu bahasa disebut leksikon atau kosa kata.



Contoh Satuan Leksikon Satuan dari leksikon adalah leksem, yaitu satuan kata yang bemakna (Chaer, 2002: 60). Adapun pembentukan satuan dalam leksikal yaitu: Perkembangan Dalam Bidang Ilmu dan Teknologi Kata kapal yang pada awalnya hanya ‘alat pengangkutan di laut’ telah berubah menjadi ‘alat angkut di laut dan udara’ dengan sebutan kapal laut dan kapal terbang. berkeluarga atau mempunyai sifat-sifat keibuan’. Contoh:Ibu mengundang Ibu Rahman untuk menghadiri acara arisannya. Kata bapak yang pada mulanya hanya bermakna ‘orang tua laki-laki kandung’ kemudian maknanya berkembang menjadi sebutan dan untuk menyapa orang laki-laki yang dihormati dan disegani. Contoh: Kami akan berkunjung ke rumah Bapak Lurah.



12



2.3 Pemerolehan Bahasa pertama dalam bidang Pragmatik Pragmatik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah mengenai ketentuanketentuan dalam menggunakan bahasa, agar komunikasi yang dilakukan dapat terjadi dengan baik. Adapun pengertian pragmatik menurut Yule (2014: 5) adalah suatu ilmu yang mempelajari hubungan antara bahasa dengan pengguna bahasa. Sejalan dengan Yule, Cleopatra & Dalimunthe (2016: 3) menyatakan bahwa pragmatik merupakan salah satu ilmu dalam bahasa yang mempelajari mengenai cara berkomunikasi dengan baik dan benar. Pembicara berperan penting dalam hal ini, agar apa yang dikatakan dapat dipahami oleh pendengar. Selain itu, pembicara juga dapat memengaruhi orang lain untuk tertarik pada apa yang dibicarakan. Sedangkan menurut Rahardi (2019: 28) pragmatik termasuk dalam cabang ilmu bahasa yang saling berkaitan dengan makna, makna yang dimaksud yaitu makna dari penutur. Pragmatik tidak hanya mempelajari segala aspek di dalam bahasa saja, melainkan mendalami juga aspek-aspek di luar bahasa. Selain itu, Djadjasudarma (dalam Tania, 2019: 2) mengungkapkan bahwa pragmatik adalah ilmu bahasa mengenai tuturan yang digunakan pada kondisi tertentu. Artinya, bagaimana pembicara dapat menggunakan bahasa yang baik dan benar dalam berkomunikasi. Tidak hanya memperhatikan bahasa yang baik dan benar saja, melainkan memperhatikan pula bahasa yang santun. Bahasa santun tersebut digunakan dalam kondisi apapun, seperti ragam resmi maupun santai, bahasa lisan maupun bahasa tulis. Sebab, bahasa dapat mencerminkan sikap manusia. Apabila penutur sudah diajarkan dengan menggunakan bahasa yang buruk, maka sikap terhadap bahasa akan buruk. Dengan demikian, perlu adanya kebiasaan sejak dini untuk



13



menggunakan bahasa yang santun agar sikap manusia yang tumbuh pun akan menjadi baik sesuai dengan apa yang diucapkan. Berdasarkan uraian tersebut, bahwa pragmatik adalah ilmu bahasa yang mempelajari tata cara atau aturan dalam menggunakan bahasa agar dapat memengaruhi orang lain dan bisa berkomunikasi dengan baik. Selain itu, dalam ilmu pragmatik yang dibahas ialah bahasa yang digunakan dan hal-hal yang tidak terkait dengan bahasa. Oleh karena itu, dalam memaknai sebuah bahasa harus dilihat dari berbagai aspek. Aspek tersebut dapat berupa tuturan ataupun sikap penutur. Pragmatik akan menitikberatkan pada konteks tuturan. Dengan demikian, penutur harus menyelaraskan antara tuturan dengan konteks tuturan. Pragmatik sebagai salah satu bidang ilmu linguistik, mengkhususkan pengkajian pada hubungan antara bahasa dan konteks tuturan. Berkaitan dengan itu, Mey (dalam Rahardi, 2003:12) mendefinisikan pragmatik bahwa “pragmatics is the study of the conditions of human language uses as there determined by the context of society”, ‘pragmatik adalah studi mengenai kondisikondisi



penggunaan



bahasa



manusia



yang



ditentukan



oleh



konteks



masyarakat’.Levinson (dalam Rahardi, 2003:12) berpendapat bahwa pragmatik sebagai studi perihal ilmu bahasa yang mempelajari relasi-relasi antara bahasa dengan konteks tuturannya. Konteks tuturan yang dimaksud telah tergramatisasi dan terkodifikasikan sedemikian rupa, sehingga sama sekali tidak dapat dilepaskan begitu saja dari struktur kebahasaannya.Menurut Tarigan (1985:34) pragmatik merupakan telaah umum mengenai bagaimana caranya konteks mempengaruhi cara seseorang menafsirkan kalimat. Pendapat lainnya disampaikan Leech (1993:1) bahwa seseorang tidak dapat mengerti benar-benar sifat bahasa bila tidak mengerti pragmatik, yaitu bagaimana bahasa digunakan dalam komunikasi. Pernyataan ini menunjukan bahwa pragmatik tidak lepas dari penggunaan bahasa. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud pragmatik adalah telaah mengenai kemampuan pemakai bahasa yang menghubungkan serta menyerasikan kalimat dan konteks. Namun dihubungkan



14



9



dengan situasi atau konteks di luar bahasa tersebut, dan dilihat sebagai sarana interaksi atau komunikasi di dalam masyarakat. Bahasa dan pemakai bahasa tidak teramati secara individual tetapi selalu dihubungkan dengan kegiatan dalam masyarakat. Bahasa tidak hanya dipandang sebagai gejala individual tetapi juga gejala sosial. Salah satu bidang pragmatik yang menonjol adalah tindak tutur. Pragmatik dan tindak tutur mempunyai hubungan yang erat. Hal itu terlihat pada bidang kajiannya. Secara garis besar antara tindak tutur dengan pragmatik membahas tentang makna tuturan yang sesuai konteksnya. Hal itu sesuai dengan, David R dan Dowty (dalam Rahardi, 2003:12), secara singkat menjelaskan bahwa sesungguhnya ilmu bahasa pragmatik adalah telaah terhadap pertuturan langsung maupun tidak langsung, presuposisi, implikatur, entailment, dan percakapan atau kegiatan konversasional antara penutur dan mitra tutur.



a.Tindak Tutur Istilah dan teori yang mengenai tindak tutur mula-mula diperkenalkan oleh J.L Austin, seorang guru besar di Universitas Harvard pada tahun 1959. Menurut Chaer dan Leoni (2010:50) teori ini merupakan catatan kuliah yang kemudian dibukukan oleh J.O Urmson (1965) dengan judul “How to do thing with word?” Teori itu baru terkenal dalam studi linguistik setelah Searle (1969) menerbitkan judul Speech Act and Essay in The Philosophy of Language. Leech (1993:5-6) menyatakan bahwa pragmatik mempelajari maksud ujaran, yaitu untuk apa ujaran itu dilakukan; menanyakan apa yang seseorang maksudkan dengan suatu tindak tutur; dan mengaitkan makna dengan siapa



9



10



berbicara kepada siapa, di mana, dan bagaimana. Tindak tutur merupakan entitas yang bersifat sentral di dalam pragmatik dan juga merupakan dasar bagi analisis topik-topik lain di bidang ini seperti praanggapan, perikutan, implikatur percakapan, prinsip kerjasama dan prinsip kesantunan. Retorika tekstual, pragmatik membutuhkan prinsip kerjasama.Menurut Wijana (1996:46) untuk melaksanakan prinsip kerjasama, penutur harus mematuhi empat maksim percakapan, yaitu maksim kuantitas, kualitas, relevansi, dan pelaksanaan. Maksim kuantitas menghendaki setiap peserta pertuturan memberikan kontribusi yang secukupnya atau sebanyak yang dibutuhkan oleh lawan bicaranya. Maksim kualitas mewajibkan setiap peserta percakapan mengatakan hal yang sebenarnya. Maksim pelaksanaan mengharuskan setiap peserta percakapan berbicara secara langsung, tidak kabur, tidak taksa, dan tidak berlebih-lebihan, serta runtut. Sementara itu, Austin (dalam Leech, 1993:280) menyatakan bahwa semua tuturan adalah sebuah bentuk tindakan dan tidak sekedar sesuatu tentang dunia tindak ujar atau tutur (Speech act) adalah fungsi bahasa sebagai sarana penindak. Semua kalimat atau ujaran diucapkan oleh penutur sebenarnya mengandung fungsi komunikatif tertentu. Berdasarkan pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa mengujarkan sesuatu dapat disebut sebagai aktivias atau tindakan. Hal tersebut dimungkinkan karena dalam setiap tuturan memiliki maksud tertentu yang berpengaruh pada orang lain. Menurut Chaer dan Leonie (2010:50) tindak tutur merupakan gejala individual, bersifat psikologis dan keberlangsungannya ditentukan oleh



10



11



kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Dalam tindak tutur lebih dilihat pada makna atau arti tindakan dalam tuturannya. Tindakan dalam tuturan akan terlihat dari makna tuturan.Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tindak tutur adalah aktivitas dengan menuturkan sesuatu. Tindak tutur yang memiliki maksud tertentu tersebut tidak dapat dipisahkan dari konsep situasi tutur. Konsep tersebut memperjelas pengertian tindak tutur sebagai suatu tindakan yang menghasilkan tuturan sebagai produk tindak tutur.



Jenis Tindak Tutur Wijana (1996: 17) mengemukakan konsep tindak tutur ujar dalam suatu tuturan yang dikemukakan oleh Searle di dalam bukunya yang berjudul Speech Acts: An Essay in The Philosophy of language. Secara pragmatis setidak-tidaknya ada tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan oleh seorang penutur, yakni tindak lokusi (locutionary act), tindak ilokusi (ilocutionary act), dan tindak perlokusi (perlocutonary act).



Tindak Lokusi Chaer dan Leonie (2010:53) menyatakan bahwa tindak lokusi adalah tindak tutur yang menyatakan sesuatu dalam arti “berkata” atau tindak tutur dalam bentuk kalimat yang bermakna dan dapat dipahami. Searle (dalam Rahardi, 2005: 35) menyatakan tindak lokusioner adalah tindak bertutur dengan kata, frasa, dan kalimat sesuai dengan makna yang dikandung oleh kata, frasa, dan kalimat itu. Menurut Wijana (1996:17) tindak lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu.



11



12



Uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tindak tutur lokusi adalah tindak tutur yang berfungsi untuk menyatakan atau menginformasikan sesuatu, yaitu mengucapkan sesuatu dengan makna kata dan makna kalimat sesuai dengan makna kata itu sendiri kepada mitra tutur. Contoh: Iki Bulik Rum, bakal garwane Paklik Heru! Ini Bulik Rum, calon istrinya Paklik Heru!’ (Bulik Rum/ 227) Tuturan di atas diutarakan oleh penuturnya semata-mata untuk menginformasikan bahwa Bulik Rum sebagai calon istri Paklik Heru. Tuturan tersebut tanpa bermaksud untuk melakukan sesuatu, apalagi untuk mempengaruhi lawan tuturnya.



Tindak Ilokusi Wijana (1996:18-19) berpendapat bahwa tindak ilokusi adalah tindak tindak tutur yang mengandung maksud dan fungsi daya ujar. Tindak tersebut diidentifikasikan sebagai tindak tutur yang bersifat untuk menginformasikan sesuatu dan melakukan sesuatu, serta mengandung maksud dan daya tuturan. Tindak ilokusi tidak mudah diidentifikasi, karena tindak ilokusi berkaitan dengan siapa petutur, kepada siapa, kapan dan di mana tindak tutur itu dilakukan dan sebagainya. Tindak ilokusi ini merupakan bagian yang penting dalam memahami tindak tutur.Sementara Chaer dan Leonie (2010:53) menyatakan bahwa tindak ilokusi adalah tindak tutur yang biasanya diidentifikasikan dengan kalimat performatif yang eksplisit. Tindak ilokusi ini biasanya berkenaan dengan pemberian izin, mengucapkan terimakasih, menyuruh, menawarkan dan menjanjikan.



12



13



Uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tindak tutur ilokusi adalah tindak tutur yang berfungsi menyampaikan sesuatu dengan maksud untuk melakukan tindakan yang ingin dicapai oleh penuturnya pada waktu menuturkan sesuatu kepada mitra tutur. Contoh: Maem, Pak! Makan, Pak!’ (Slendang Bangbangan/43) Tuturan di atas tidak hanya digunakan untuk menginformasikan sesuatu saja akan tetapi juga melakukan sesuatu. Tuturan tersebut dituturkan oleh seorang anak kepada bapaknya dengan maksud untuk meminta makan. Searle (dalam Rahardi, 2003:72) menggolongkan tindak tutur ilokusi dalam aktivitas bertutur itu ke dalam lima macam bentuk tuturan yang masing- masing memiliki fungsi komunikatifnya sendiri-sendiri. Kelima macam bentuk tuturan yang menunjukkan fungsi-fungsi komunikatif tersendiri tersebut dapat dirangkum dan disebutkan satu demi satu sebagai berikut. 1.Asertif (assertives), yakni bentuk tutur yang mengikat penutur pada kebenaran proposisi yang diungkapkan, misalnya saja: menyatakan (stating), menyarankan (suggesting), membuang (boasting), mengeluh (complaining), dan mengklaim (claiming). Contoh: Iya. Iki rak slendhang bangbangan jing dijilih simbok. Aku jing dikongkon njilihake



Tindak Tutur Komisif Tindak tutur komisif adalah tindak tutur yang mengikat penutur untuk melaksanakan apa yang disebutkan dalam tuturan. Penutur dituntut tulus dalam melaksanakan apa yang telah dituturkan. Jadi tindak tutur komisif bebeda dengan tindak tutur direktif yang mengharuskan O2 dan O3 sebagai pelaku (Paina, 2010: 3). Menurut Dardjowidjojo (2003:106) tindak tutur komisif adalah tindak ujaran yang di arahkan kepada 13 pembicaraan sendiri dan ditandai dengan tuturan berjanji, bersumpah dan bertekad.



14



Kridalaksana (1993:172) menjelaskan bahwa tindak tutur komisif adalah pertuturan yang mempercayakan tindakan yang akan dilakukan penutur sendiri. Tindak tutur komisif merupakan tindak ilokusioner, yaitu tindakan dengan tujuan yang mewajibkan si penutur untuk melakukan sesuatu. Sementara itu, Yule (1996: 54) berpendapat bahwa komisif ialah jenis tindak tutur yang dipahami oleh penutur untuk mengikatkan dirinya terhadap tindakan-tindakan di masa yang akan datang. Tindak tutur ini menyatakan apa saja yang dimaksud oleh penutur.Uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tindak tutur komisif adalah tuturan yang menyatakan bahwa penutur secara tulus akan melakukan suatu tindakan, tindakan itu memang belum dilakukan dan akan dilakukan pada waktu yang akan datang.



14



15



BAB III PENUTUP



a.Simpulan Pembicara berperan penting dalam hal ini, agar apa yang dikatakan dapat dipahami oleh pendengar. Selain itu, pembicara juga dapat memengaruhi orang lain untuk tertarik pada apa yang dibicarakan. Sedangkan menurut Rahardi (2019: 28) pragmatik termasuk dalam cabang ilmu bahasa yang saling berkaitan dengan makna, makna yang dimaksud yaitu makna dari penutur. Pragmatik tidak hanya mempelajari segala aspek di dalam bahasa saja, melainkan mendalami juga aspek-aspek di luar bahasa. Selain itu, Djadjasudarma (dalam Tania, 2019: 2) mengungkapkan bahwa pragmatik adalah ilmu bahasa mengenai tuturan yang digunakan pada kondisi tertentu. Artinya, bagaimana pembicara dapat menggunakan bahasa yang baik dan benar dalam berkomunikasi. Tidak hanya memperhatikan bahasa yang baik dan benar saja, melainkan memperhatikan pula bahasa yang santun. Bahasa santun tersebut digunakan dalam kondisi apapun, seperti ragam resmi maupun santai, bahasa lisan maupun bahasa tulis. Sebab, bahasa dapat mencerminkan sikap manusia. Apabila penutur sudah diajarkan dengan menggunakan bahasa yang buruk, maka sikap terhadap bahasa akan buruk. Dengan demikian, perlu adanya kebiasaan sejak dini untuk



15



menggunakan bahasa yang santun agar sikap manusia yang tumbuh pun akan menjadi baik sesuai dengan apa yang diucapkan.



B.Saran



DAFTAR PUSTAKA



Mulyasa. 2014. Guru dalam Implementasi Kurikulum 2013. Bandung : Remaja Rosdakarya. Sardiman, A. M. 2014. Interaksi dan motivasi belajar-mengajar. Jakarta : Rajawali. Sani, Ridwan Abdullah. 2014. Pembelajaran Saintifik untuk Implementasi Kuriklum 2013. Jakarta : Bumi Aksara. Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Pendidikan



(Pendekatan



Kuantitatif, Kualitatif dan R&D). Bandung. Alfabeta. Sudjana, Nana. 2005. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo.