Makalah Psikososial Dan Budaya Dalam Keperawatan "Konsep Psikososial" [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH PSIKOSOSIAL DAN BUDAYA DALAM KEPERAWATAN “KONSEP PSIKOSOSIAL”



Disusun oleh: Kelompok 1



Dosen Pembimbing: Ns.Tini., M.Kep



KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR PROGRAM STUDI PROFESI NERS TAHUN 2019



MAKALAH PSIKOSOSIAL DAN BUDAYA DALAM KEPERAWATAN “KONSEP PSIKOSOSIAL”



Disusun oleh: Kelompok 1 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.



Didit Aditya Dimas Monit Dyan Nitarahayu Eko Prasetya Budi Mariana Oktaviane Ngula Mere Rahman Siti Chaerunisyah Tata Maulita



Dosen Pembimbing: Ns. Tini., M.Kep



KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR PROGRAM STUDI PROFESI NERS TAHUN 2019



ii



KATA PENGANTAR



Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga penulisanmakalah “Konsep Psikososial” dapat kami selesaikan. Shalawat beriring salam semoga dilimpahkan kepada Baginda Rasulullah SAW, keluarga, para sahabat dan orang-orang yang istiqamah di jalan-Nya hingga akhir zaman. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata ajar Psikososial dan Budaya dalam Keperawatan. Selain itu, agar pembaca dapat memperluas ilmu yang berkaitan dengan judul makalah, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber dan hasil kegiatan yang telah dilakukan. Kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak terkait, terutama kepada dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengajaran dalam penyelesaian makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Dan kami menyadari masih banyak kekurangan yang mendasar dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami memohon keterbukaan dalam pemberian saran dan kritik agar lebih baik lagi untuk ke depannya. Samarinda, 27 Agustus 2019



Kelompok 1



iii



DAFTAR ISI COVER ................................................................................................................... i HALAMAN JUDUL ............................................................................................. ii KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ............................................ Error! Bookmark not defined. B. Rumusan Masalah ....................................... Error! Bookmark not defined. C. Tujuan ......................................................... Error! Bookmark not defined. D. Manfaat ....................................................... Error! Bookmark not defined. E. Sistematika Penulisan ................................. Error! Bookmark not defined. BAB IITELAAH PUSTAKA A. Konsep Psikososial ....................................... Error! Bookmark not defined. B. Konsep Diri ................................................... Error! Bookmark not defined. C. Kesehatan Spiritual ..................................................................................... 12 D. Konsep Seksualitas ....................................... Error! Bookmark not defined. E. Konsep Stres ................................................. Error! Bookmark not defined. F. Konsep Kehilangan, Kematian dan Berduka ............................................... 34 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................................................ 42 B. Saran ......................................................................................................... 443 DAFTAR PUSTAKA



iv



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk biopsikososial yang unik dan menerapkan system terbuka serta saling berinteraksi. Manusia selaulu berusaha untuk mempertahankan keseimbangan hidupnya. Keseimbangan yang dipertahankan oleh setiap individu untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, keadaan ini disebut dengan sehat. Sedangkan seseorang dikatakan sakit apabila gagal dalam mempertahankan keseimbangan diri dan lingkungannya. Sebagai makhluk social, untuk mencapai kepuasana dalam kehidupan, mereka harus membina hubungan interpersonal positif. Psikososial adalah setiap perubahan dalam kehidupan individu, baik yang bersifat psikologik maupun sosial yang mempunyai pengaruh timbal balik. masalah kejiwaan dan kemasyarakatan yang mempunyai pengaruh timbal balik, sebagai akibat terjadinya perubahan sosial dan atau gejolak sosial dalam masyarakat yang dapat menimbulkan gangguan jiwa (Depkes, 2011). UndangUndang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa menyebutkan bahwa salah satu upaya preventif kesehatan jiwa yakni mencegah timbulnya dampak psikososial. Sementara itu, menurut Undang-undang tersebut yang dimaksud dengan “masalah psikososial” adalah masalah sosial yang mempunyai dampak negatif dan berpengaruh terhadap munculnya gangguan jiwa atau masalah sosial yang muncul sebagai dampak dari gangguan jiwa. Permasalahan psikososial yang terjadi antara lain: 1. Psikotik gelandangan dan pemasungan, penderita gangguan jiwa. 2. Masalah anak: anak jalanan dan penganiayaan anak. 3. Masalah anak remaja: tawuran dan kenakalan, penyalahgunaan narkotika dan psikotropika.



1



4. Masalah seksual:



penyimpangan seksual,



pelecehan seksual



dan



eksploitasi seksual, tindak kekerasan sosial, stress pasca trauma, pengungsi/ migrasi, masalah usia lanjut yang terisolir. 5. Masalah kesehatan kerja: kesehatan jiwa di tempat kerja, penurunan produktifitas dan stres di tempat kerja, dan lain-lain: HIV/AIDS (Depkes, 2011).



B. Rumusan Masalah Bagaimana konsep psikososial, yang meliputi konsep diri, kesehatan spiritual, konsep seksualitas, konsep stress, dan konsep kehilangan, kematian dan berduka?



C. Tujuan 1. Tujuan Umum Mahasiswa/i dapat menerapkan dan mengembangkan pola pikir berbagai konsep dalam konsep psikologis, meliputi konsep diri, kesehatan spiritual, konsep seksualitas, konsep stress, dan konsep kehilangan, kematian dan berduka. 2. Tujuan Khusus Agar mahasiswa/ (i) mampu mengetahui dan memahami tentang: a. Konsep Psikososial b. Konsep diri c. Konsep Spiritual d. Konsep Seksualitas e. Konsep Stress f. Konsep Kehilangan, Kematian, dan Berduka



D. Manfaat 1. Bagi Penulis Diharapkan agar penulis meningkatkan wawasan dan pengetahuan tentang konsep psikologis, meliputi konsep diri, kesehatan spiritual, 2



konsep seksualitas, konsep stress, dan konsep kehilangan, kematian dan berduka. 2. Bagi Institusi Pelayanan Menjadi acuan dalam memberikan wawasan tentang konsep psikologis,



meliputi



konsep



diri,



kesehatan



spiritual,



konsep



seksualitas, konsep stress, dan konsep kehilangan, kematian dan berduka dan mengetahui masalah psikososial yang terjadi di masyarakat 3. Bagi Institusi Pendidikan Sebagai sumber bacaan atau referensi untuk meningkatkan kualitas pendidikan keperawatan tentang konsep psikologis, meliputi konsep diri, kesehatan spiritual, konsep seksualitas, konsep stress, dan konsep kehilangan, kematian dan berduka. 4. Bagi Masyarakat Sebagai sumber bacaan atau referensi untuk meningkatkan wawasan dan pengetahauan tentang konsep psikologis, meliputi konsep diri, kesehatan spiritual, konsep seksualitas, konsep stress, dan konsep kehilangan, kematian dan berduka. E. Sistematika Penulisan Dalam penyusunan makalah ini dibagi dalam beberapa bab, yaitu: BAB I



: Berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan sistematika penulisan.



BAB II



: Berisi telaah pustaka yang terdiri dari konsep-konsep psikososial.



BAB III



: Berisi penutup yang terdri dari kesimpulan dan saran.



3



BAB II TELAAH PUSTAKA



A. Konsep Psikososial 1. Definisi Psikososial Psikososial adalah suatu kondisi yang terjadi pada individu yang mencakup aspek psikis dan sosial atau sebaliknya. Psikososial menunjuk pada hubungan yang dinamis antara faktor psikis dan sosial, yang saling berinteraksi dan memengaruhi satu sama lain. Psikososial berasal dari kata psiko dan sosial. Kata psiko mengacu pada aspek psikologis dari individu (pikiran, perasaan dan perilaku), sedangkan sosial mengacu pada hubungan eksternal individu dengan orang-orang di sekitarnya. Istilah psikososial berarti menyinggung relasi sosial yang mencakup faktorfaktor psikologis (Chaplin, 2011). Masalah-masalah psikososial dalam SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia) tahun 2017, yaitu: a. Ansietas (D.0080) b. Berduka (D.0081) c. Gangguan citra tubuh (D.0083) d. Gangguan identitas diri (D.0084) e. Harga diri rendah situasional (D.0087) f. Keputusasaan (D.0088) g. Kesiapan peningkatan konsep diri (D.0089) h. Ketidakberdayaan (D.0092) i. Koping tidak efektif (D.0096) j. Risiko harga diri rendah situasional (D.0102) k. Risiko ketidakberdayaan (D.0103)



4



B. Konsep Diri 1. Definisi Konsep Diri Konsep diri adalah pandangan dan perasaan seseorang tentang dirinya. Persepsi tentang diri ini boleh bersifat psikologi, sosial dan fisik. Konsep diri bukan hanya sekadar gambaran desktiptif, tetapi juga penilaian seseorang tentang dirinya. Jadi konsep diri meliputi apa yang seseorang pikirkan dan apa yang seseorang rasakan tentang dirinya. Konsep diri pada dasarnya merupakan suatu skema, yaitu terorganisasi



mengenai



sesuatu



yang



kita



pengetahuan gunakan



yang untuk



menginterpretasikan pengalaman (Sarwono, 2009). Menurut Rogers (dalam Sobur, 2016) konsep diri adalah kesadaran batin yang tetap, mengenai pengalaman yang berhubungan dengan aku dan membedakan aku dari yang bukan aku. Menurutnya, konsep diri bukan merupakan faktor yang dibawa sejak lahir, melainkan faktor yang dipelajar dan terbentuk dari pengalaman individu dengan hubungan `terhadap individu lainnya. Sedangkan menurut Feist J dan Feist G.J (2014) konsep diri adalah keseluruhan aspek dalam keberadaan dan pengalaman seseorang yang disadari (walaupun tidak selalu akurat) oleh individu tersebut. Menurut Sobur (2016) konsep diri adalah semua persepsi kita terhadap aspek diri yang meliputi aspek fisik, aspek sosial, dan aspek psikologis, yang didasarkan pada pengalaman dan interaksi kita dengan orang lain.



2. Komponen Konsep Diri a. Citra tubuh (body image) Citra tubuh (body image) adalah sikap individu terhadap dirinya, baik disadari maupun tidak disadari meliputi persepsi masa lalu atau sekarang mengenai ukuran dan dinamis karena secara konstan berubah seiring dengan persepsi dan pengalaman-pengalaman baru.



5



Citra tubuh berkembang secara bertahap selama beberapa tahun dimulai sejak anak belajar mengenal tubuh dan struktur, fungsi, kemampuan dan keterbatasan mereka. Citra tubuh (body image) dapat berubah dalam beberapa jam, hari, minggu ataupun bulan tergantung pada stimuli eksterna dalam tubuh dan perubahan aktual dalam penampilan, stuktur dan fungsi (Potter & Perry, 2005). b. Ideal diri Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia seharusnya bertingkah laku berdasarkan standar pribadi. Standar dapat berhubungan dengan tipe orang yang diinginkan/disukainya atau sejumlah aspirasi, tujuan, nilai yang diraih. Ideal diri akan mewujudkan cita-cita ataupun penghargaan diri berdasarkan normanorma sosial di masyarakat tempat individu tersebut melahirkan penyesuaian diri. Ideal diri berperan sebagai pengatur internal dan membantu



individu



mempertahankan



kemampuan



menghadapi



konflik atau kondisi yang membuat bingung. Ideal diri penting untuk mempertahankan kesehatan dan keseimbangan mental. Pembentukan ideal diri dimulai pada masa anak-anak dipengaruhi oleh orang yang dekat dengan dirinya yang memberikan harapan atau tuntunan tertentu. Seiring dengan berjalannya waktu individu menginternalisasikan harapan tersebut dan akan membentuk dari dasar ideal diri. Pada usia remaja, ideal diri akan terbentuk melalui proses identifikasi pada orang tua, guru dan teman. Pada usia yang



lebih



tua



dilakukan



penyesuaian



yang



merefleksikan



berkurangnya kekuatan fisik dan perubahan peran serta tanggung jawab. c. Harga diri Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisis seberapa banyak kesesuaian tingkah laku dengan ideal dirinya. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain yaitu : dicintai, dihormati dan dihargai. Mereka yang menilai dirinya positif



6



cenderung bahagia, sehat, berhasil dan dapat menyesuaikan diri, sebaliknya individu akan merasa dirinya negative, relatif tidak sehat, cemas, tertekan, pesimis, merasa tidak dicintai atau tidak diterima di lingkungannya (Keliat BA, 2005). Harga diri dibentuk sejak kecil dari adanya penerimaan dan perhatian. Harga diri akan meningkat sesuai dengan meningkatnya usia. Harga diri akan sangat mengancam pada saat pubertas, karena pada saat ini harga diri mengalami perubahan, karena banyak keputusan yang harus dibuat menyangkut dirinya sendiri. d. Peran Peran adalah serangkaian pola sikap perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan oleh masyarakat dihubungkan dengan fungsi individu di dalam kelompok sosial. Setiap orang disibukkan oleh beberapa peran yang berhubungan dengan posisi pada tiap waktu sepanjang daur kehidupannya. Harga diri yang tinggi merupakan hasil dari peran yang memenuhi kebutuhan dan cocok dengan ideal diri. e. Identitas diri Identitas diri adalah kesadaran tentang diri sendiri yang dapat diperoleh individu dari observasi dan penilaian dirinya, menyadari bahwa individu dirinya berbeda dengan orang lain. Seseorang yang mempunyai perasaan identitas diri yang kuat akan memandang dirinya berbeda dengan orang lain, dan tidak ada duanya. Identitas berkembang



sejak



masa



kanak-kanak,



bersamaan



dengan



berkembangnya konsep diri. Dalam identitas diri ada otonomi yaitu mengerti dan percaya diri, respek terhadap diri, mampu menguasai diri, mengatur diri dan menerima diri.



3. Pertumbuhan dan Perkembangan Seks Manusia Pertumbuhan dan perkembangan seks manusia disebut libido. Terdiri dari beberapa tahap yaitu:



7



a. Tahap oral: Sampai mencapai umur sekitar 1-2 tahun, tingkat kepuasan seks dengan menghisap puting susu ibu, dot botol, menghisap jari tangan, Dengan bayi baru dapat tidur setelah disusui ibu, menghisap botol atau tidur sambil menghisap jarinya. Oleh karena itu perilaku demikian tidak perlu dilarang. b. Tahap anal: Kepuasan seks anak didapat melalui rangsangan anus saat buang air besar, antara umur 3-4 tahun sering duduk lama ditoilet, sehingga kepuasannya tercapai. c. Tahap falik: Terjadi sekitar umur 4-5 tahun, dengan jalan mempermainkan alat kelaminnya. d. Tahap laten: Terjadi sekitar umur 6-12 tahun. Tingkah laku seksual seolah-olah terbenam, karena mungkin lebih banyak bermain, mulai masuk sekolah, dan adanya pekerjaan rumah dari sekolah, Sehingga anak-anak cepat lelah dan lekas tertidur, untuk siap bangun pagi dan pergi ke sekolah. e. Tahap genital: Umur anak sekaitar 12-15 tahun. Tanda seks sekunder mulai berkembang dan keinginan seks dalam bentuk libido mulia tampak dan terus berlangsung sampai mencapai usia lanjut. Suara mulai berubah, keinginan dipuja dan memuja mulai muncul, keingian dicumbu dan mencumbu pun mulai tampak. Saat ini masa yang sangat berbahaya, sehingga memerlukan perhatian orang tua. Pada wanita telah mulai dating bulan (menstruasi) dan pria mulai mimpi basah sehingga dapat menyebabkan kehamilan atau hamil bila mereka melakukan hubungan seksual. Karena kematangan jiwa dan jasmani belum mencapai tingkat dewasa, sehingga bila terjadi kehamilan yang tidak dihendaki, memberikan dampak kejiwaan yang sangat menyedihkan (Chandranita, 2009).



4. Respon Seksualitas Siklus respon seksual normal terdiri dari empat tahap yang terjadi berturut-turut. “Normal” pada umumnya mengacu pada panjang siklus



8



masing-masing fase, dan hasil bercinta yang memuaskan. Empat tahapan siklus respon seksual : a. Fase kegembiraan adalah tahap pertama, yang dapat berlangsung dari beberapa menit sampai beberapa jam. Beberapa karakteristik dari fase kegembiraan meliputi: 1) Peningkatan ketegangan otot 2) Peningkatan denyut jantung 3) Perubahan warna kulit 4) Aliran darah ke daerah genital 5) Mulainya pelumasan Vagina 6) Testis membengkak dan skrotum mengencang b. Fase plateau adalah fase yang meluas ke ambang orgasme. Beberapa perubahan yang terjadi dalam fase ini meliputi: 1) Fase kegembiraan meningkat 2) Peningkatan pembengkakan dan perubahan warna vagina 3) Klitoris menjadi sangat sensitive 4) Testis naik ke dalam skrotum 5) Adanya peningkatan dalam tingkat pernapasan, denyut jantung, dan tekanan darah 6) Meningkatnya ketegangan otot dan terjadi kejang otot c. Fase orgasme adalah puncak dari siklus respons seksual, dan merupakan fase terpendek, hanya berlangsung beberapa detik. Fase ini memiliki karakteristik seperti berikut: 1) Kontraksi otot tak sadar 2) Memuncaknya denyut jantung, tekanan darah, dan tingkat pernapasan 3) Pada wanita, kontraksi otot vagina menguat dan kontraksi rahim berirama 4) Pada pria, kontraksi otot panggul berirama dengan bantuan kekuatan ejakulasi 5) Perubahan warna kulit ekstrem dapat terjadi di seluruh tubuh



9



6) Tahap terakhir, yang disebut fase resolusi, adalah ketika tubuh secara perlahan kembali ke tingkat fisiologis normal. Fase resolusi ditandai dengan relaksasi, keintiman, dan seringkali kelelahan. Sering kali perempuan tidak memerlukan fase resolusi sebelum kembali ke aktivitas seksual dan kemudian orgasme, sedangkan laki-laki memerlukan waktu pemulihan sebelum orgasme selanjutnya. Seiring pertambahan usia laki-laki, panjang dari fase refraktori akan sering meningkat.



5. Permasalahan Seksualitas Adapun penyebab dari masalah seksualitas adalah antara lain: a. Ketidaktahuan mengenai seks Lebih dari 70% wanita di Indonesia tidak mengetahui dimana letak klitorisnya sendiri. Sebuah hal yang sebenarnya sangat penting tetapi tidak diketahui oleh banyak orang. Masalah ketidaktahuan terhadap seks sudah betul-betul merakyat. Ini berpangkal dari kurangnya pendidikan seks yang sebagian besar dari antara masyarakat tidak memperolehnya pada waktu remaja. Tidak jarang, pengetahuan seks itu hanyalah sebatas informasi, bukan pendidikan. Itu terjadi karena mereka tidak mendapatkan pendidikan seks di sekolah atau lembaga formal lainnya. Akibatnya, keingintahuan soal seks didapatkannya dari berbagai media. Untuk itu orang tua hendaknya memberikan pendidikan soal seks kepada anak-anaknya sejak dini. Salah satunya dengan memisahkan anak-anaknya tidur dalam satu kamar setelah berusia sepuluh tahun, sekalipun sama-sama perempuan atau laki-laki. Demikian halnya dengan menghindarkan anak-anaknya mandi bersama keluarga atau juga teman-temannya. Orang tua harus menjawab jujur ketika anaknya bertanya soal seks. Jawaban-jawaban yang diberikan hendaknya mudah dimengerti dan sesuai dengan usia si anak. Karena itulah, orang tua dituntut membekali dirinya dengan pengetahuan-pengetahuan tentang seks.



10



Terlebih lagi, perubahan fisik dan emosi anak akan terjadi pada usia 13-15 tahun pada pria dan 12-14 tahun pada wanita. Saat itulah yang dinamakan masa pubertas yaitu masa peralihan dari masa anak-anak menjadi remaja. Pada saat itu pula, mereka mulai tertarik kepada lawan jenisnya. b. Kelelahan Rasa lelah adalah momok yang paling menghantui pasangan pada jaman ini dalam melakukan hubungan seks. Apalagi dengan meningkatnya tuntutan hidup, sang wanita harus ikut bekerja di luar rumah demi mencukupi kebutuhan sehari-hari. Pada waktu suami istri pulang dari kerja, mereka akan merasa lelah. Dan pasangan yang sedang lelah jarang merasakan bahwa hubungan seks menarik minat. Akhirnya mereka memilih untuk tidur. Kelelahan bisa menyebabkan bertambahnya usaha yang diperlukan untuk memuaskan kebutuhan lawan jenis dan merupakan beban yang membuat kesal yang akhirnya bisa memadamkan gairah seks. c. Konflik Sebagian pasangan memainkan pola konflik merusak yang berwujud sebagai perang terbuka atau tidak mau berbicara sama sekali satu sama lain. Konflik menjadi kendala hubungan emosional mereka. Bahkan ini bisa menggeser proses foreplay. Pasangan dapat mempertajam perselisihan mereka dengan menghindari seks atau mengeluarkan ungkapan negatif atau membandingkan dengan orang lain, yang sangat melukai perasaan pasangannya. Kemarahan dan kecemasan yang tidak terpecahkan bisa menyebabkan sejumlah masalah seksual antara lain masalah ereksi, hilang gairah atau sengaja menahan diri untuk tidak bercinta. Perbedaan antara satu orang dan lainnya biasanya tidak baik dan tidak juga buruk. Jadi haruslah dipandang hanya sebagai perbedaan. Kemarahan, ketegangan atau perasaan kesal akan selalu menghambat gairah seks.



11



d. Kebosanan Seperti halnya menggosok gigi atau menyetel alarm jam, seks bisa dianggap seperti “kerja malam”. Hubungan seks yang rutin sebelum tidur sering menjadi berlebihan sampai ke suatu titik yang membosankan. Yang mendasari rasa bosan itu adalah kemarahan yang disadari atau tidak disadari karena harapan anda tidak terpenuhi. Masalah ini diderita oleh kebanyakan pasangan yang sudah hidup bersama bertahun-tahun. Sebagian pasangan yang sudah hidup bersama untuk jangka waktu yang lama merasa kehilangan getaran kenikmatan yang datang ketika melakukan hubungan seks dengan pasangan yang baru. Orang demikian melihat rayuan penguat ego, dibandingkan bila bersenggama dengan mitra baru.



C. Kesehatan Spiritual 1. Definisi Kesehatan spiritual adalah kondisi yang dalam pandangan sufistik disebut sebagai terbebasnya jiwa dari berbagai penyakit ruhaniah, seperti syirik (polytheist), kufur (atheist), nifaq atau munafik (hypocrite), dan fusuq (melanggar hukum). Kondisi spiritual yang sehat terlihat dari hadirnya ikhlas (ridha dan senang menerima pengaturan Illahi), tauhid (meng-Esa-kan Allah), tawakal (berserah diri sepenuhnya kepada Allah). Spiritualitas



adalah



pandangan



pribadi



dan



perilaku



yang



mengekspresikan rasa keterkaitan ke dimensi transcendental atau untuk sesuatu yang lebih besar dari diri (Asy’arie, 2012). Dubos memandang sehat sebagai suatu proses kreatif dan menjelaskannya sebagai kualitas hidup, termasuk kesehatan sosial, emosional, mental, spiritual, dan biologis dari individu, yang disebabkan oleh adaptasi terhadap lingkungan. Kontinum sehat dan kesehatan mencakup enam dimensi sehat yang mempengaruhi gerakan di sepanjang kontinum. Dimensi ini diuraikan sebagai berikut :



12



a. Sehat fisik ukuran tubuh, ketajaman sensorik, kerentanan terhadap penyakit, fungsi tubuh, kebugaran fisik, dan kemampuan sembuh b. Sehat intelektual kemampuan untuk berpikir dengan jernih dan menganalisis secara kritis untuk memenuhi tantangan hidup. c. Sehat sosial kemampuan untuk memiliki hubungan interpersonal dan interaksi dengan orang lain yang memuaskan. d. Sehat emosional ekspresi yang sesuai dan control emosi; harga diri, rasa percaya dan cinta. e. Sehat lingkungan penghargaan terhadap lingkungan eksternal dan peran yang dimainkan seseorang dalam mempertahankan, melindungi, dan memperbaiki kondisi lingkungan. f. Sehat spiritual keyakinan terhadap Tuhan atau cara hidup yang ditentukan oleh agama; rasa terbimbing akan makna atau nilai kehidupan. Banyak orang meyakini kesehatan optimum paling baik dicapai dengan pendekatan holistik saat terdapat keseimbangan antara dimensidimensi. Manusia terdiri dari dimensi fisik, emosi, intelektual, sosial dan spiritual dimana setiap dimensi harus dipenui kebutuhannya. Seringkali permasalahan yang muncul pada klien ketika mengalami suatu kondisi dengan penyakit tertentu (misalnya penyakit fisik) mengakibatkan terjadinya masalah psikososial dan spiritual. Ketika klien mengalami penyakit, kehilangan dan stress, kekuatan spiritual dapat membantu individu tersebut menuju penyembuhan dan terpenuhinya tujuan dengan atau melalui pemenuhan kebutuhan spiritual.



2. Spiritualitas dan Penyembuhan Spiritualitas adalah pencarian pribadi untuk memahami jawaban sebagai tujuan akhir dalam hidup, tentang makna, dan tentang hubungan suci atau transenden, yang mana (atau mungkin juga tidak) memimpin pada atau bangun dari perkembangan ritual keagamaan dan bentukan



13



komunitas (King and Koenig, 2009). Menurut Florence Nightingale, Spirituality adalah proses kesadaran menanamkan kebaikan secara alami, yang mana menemukan kondisi terbaik bagi kualitas perkembangan yang lebih tinggi. Spiritualitas mewakili totalitas keberadaan seseorang dan berfungsi sebagai perspektif pendorong yang menyatukan berbagai aspek individual. Spiritualitas dalam keperawatan, adalah konsep yang luas meliputi nilai, makna dan tujuan, menuju inti manusia seperti kejujuran, cinta, peduli, bijaksana, penguasaan diri dan rasa kasih; sadar akan adanya kualitas otoritas yang lebih tinggi, membimbing spirit atau transenden yang penuh dengan kebatinan, mengalir dinamis seimbang dan menimbulkan kesehatan tubuh-pikiran-spirit. Keterkaitan spiritualitas dengan proses penyembuhan dapat dijelaskan dengan konsep holistik dalam keperawatan. Konsep holistik merupakan sarana petugas kesehatan dalam membantu proses penyembuhan klien secara keseluruhan. Pelayanan holistik yang dimaksud adalah, dalam memberikan pelayanan kesehatan semua petugas harus memperhatikan klien dari semua komponen seperti biologis, psikologis, sosial, kultural bahkan spiritual (Dossey, 2005). Paradigma dalam keperawatan holistik, body-mind-spirit adalah sesuatu yang saling ketergantungan dan saling memperkuat satu sama lain.



Setiap



manusia



mempunyai



komponen



body-mind-spirit,



keberadaannya sangat diperlukan dalam proses penyembuhan (healing). Kata healing itu sendiri berasal dari kata; whole dan holy, keduanya berasal dari asal kata yang sama hol, yang berarti whole = menyeluruh. Paradigma inilah yang memberikan sugesti secara alamiah bahwa proses penyembuhan merupakan proses spiritual yang mencerminkan totalitas manusia. Totalitas spiritual manusia tampak pada domain spiritual, berupa; mystery, love, suffering, hope, forgiveness, peace and peace making, grace, and prayer.



14



a. Mystery Mystery adalah pengalaman manusia yang melekat dalam kehidupannya, dan ini merupakan nilai spiritual yang melekat dalam dirinya. Mystery adalah sesuatu yang dimengerti dan dapat menjelaskan yang akan terjadi setelah kehidupan ini. Kepercayaan terhadap apa yang terjadi setelah kehidupan inilah yang memberi nilai spiritualitas manusia, sehingga dia bisa menilai kualitas perilaku dalam kehidupan untuk kehidupan akhirat. Kepercayaan terhadap nilai kehidupan akhirat akan memberikan spirit khusus, menjadi motivator persepsi dalam memaknai sehat sakit, menjadi sumber kekuatan dalam proses penyembuhan yang dapat mengalahkan semua kesakitan dan penderitaan di dunia. Hidup di dunia hanyalah sementara, kehidupan akhirat akan kekal selamanya, dan semua bekal kehidupan kekal di akhirat harus di bangun dan diciptakan selama hidup di dunia. b. Love Cinta merupakan sumber dari segala kehidupan, menjadi bahan bakar dari nilai spiritual, karena perasaan cinta berasal dari hati, pusat dari penampilan ego seseorang. Ego adalah pemenuhan kebutuhan dasar



manusia



sesuai



dengan



tahap



pertumbuhan



dan



perkembangannya. Cinta, seperti sebuah spirit, tidak jelas tempatnya, waktu, dan situasi dimana perasaan tersebut dirasakan, tetapi ini merupakan sumber energi dalam proses penyembuhan. Hubungan



antara



cinta



dan



proses



penyembuhan



meneruskan berbagai sumber untuk eksplorasi sesuatu



adalah yang



menakjubkan dalam proses penyembuhan. Cinta termasuk suatu yang misterius, terkait dengan pilihan dan perasaan, antara memberi dan menerima. Cinta termasuk dimensi cinta pada diri sendiri, devine love, cinta untuk orang lain, cinta kepada Rasulullah, dengan kehidupan rohaniah, dan cinta untuk seluruh aspek kehidupan. Adanya perasaan cinta merupakan kunci dari domain spiritualitas seseorang.



15



c. Suffering Keberadaan dan arti penderitaan adalah merupakan domain spiritual. Penderitaan adalah salah satu issueinti dari misteri kehidupan, dapat terjadi karena masalah fisik, mental, emosional dan spiritual. Meskipun demikian, tidak semua orang merasakan penderitaan yang sama untuk suatu keadaan yang sama. Perasaan dipengaruhi oleh konsep sakit dan nilai spiritual tentang makna penderitaan, budaya, latar belakang keluarga, amalan keagamaan, dan kepribadian



seseorang.



Perawat



perlu



memperhatikan



respon



penderitaan seseorang karena akan mempengaruhi konsep sehat sakit dan upaya mencari penyembuhan. Penderitaan atau kesengsaraan adalah sesuatu yang relatif, tergantung fokus dan makna spiritual yang dikembangkan. d. Hope Harapan terkait dengan keinginan di masa yang akan datang, berorientasi pada masa yang akan datang. Ini adalah merupakan energi spirit untuk mengantisipasi apa yang akan terjadi kemudian, bagaimana caranya bisa menjadi lebih baik. Disinilah makna spiritualitas dari sebuah harapan. Dia merupakan hubungan yang positif antara harapan, spiritual well-being, nilai keagamaan, dan perasaan positif lainnya. Menanamkan harapan dalam kehidupan spiritual yang sesungguhnya akan menjadi fondasi utama dalam menemukan makna kehidupan seseorang, menjadi penentu arah dalam pilihan kehidupan, menjadi dasar dalam berfikir dan berperilaku seseorang. Oleh karena itu, penguatan nilai-nilai spiritual orang tua kepada anak menjadi hal penting dalam membangun masadepan anak, menjadi penentu arah kemana mereka akan berkembang. e. Forgiveness Pemaaf adalah komponen utama dari self-healing. Sikap mau memaafkan adalah kebutuhan yang mendalam dan pengalaman yang



16



sangat diharapkan dapat dilaksanakan seseorang. Keadaan ini memerlukan keyakinan kuat bahwa Tuhan Maha Pemaaf. Memaafkan adalah suatu sifat, sikap dan perilaku yang sulit dilaksanakan, apalagi ketika kita merasa pernah disakiti, semua akan tetap membekas. Memerlukan kesadaran mendasar bahwa kita ini bukan siapa-siapa, semua terjadi atas kehendak-Nya. Kita lahir tidak membawa apa-apa, matipun tidak membawa apa-apa. Apa yang harus kita sombongkan, kenapa tidak bisa memaafkan seseorang. Tuhan saja maha pengampun. Kita memang bukan tuhan, kita bukan malaikat, tetapi kesadaran untuk bisa memaafkan terhadap perilaku yang kurang bisa terima adalah sesuatu yang harus kita latih dengan mengedepankan makna spiritual bahwa kitapun belum tentu lebih benar dan lebih baik dari mereka. Dengan demikian forgiveness akan menjadi komponen utama dalam proses penyembuhan diri dan mengurangi makna penderitaan. f. Peace and Peacemaking Damai dan pembentukan perdamaian bagi sebagian orang tidak bisa dipisahkan dari keadilan yang melekat pada diri seseorang, dimana seseorang bisa hidup dan berada dalam langkungan alamiah dan menyembuhkan. Kedamaian ini tidak tergantung dari lingkungan eksternal, banyak orang datang dari sisi kelam kehidupan atau brutal menjadi pejuang perdamaian. Keadaan ini mengalir dari hubungan yang membuat kita bertahan dalam kehidupan yang damai. Ini adalah pencapaian spiritualitas yang besar. Perdamaian adalah suatu cita-cita hidup yang luhur dan indah, tetapi kenapa masih saja ada perang. Mereka berusaha mendapatkan perdamaian tetapi dengan cara merusak, menyakiti dan membunuh yang lain. Apa yang salah dalam kehidupan ini. Menurut Asy’ari, 2012 tahap spiritual keagamaan seseorang terdiri dari 3 tahap; faith, though, dan discovery. Apabila keyakinan spiritualitas keagamaan berhenti pada tahap faith, seseorang akan berpendapat bahwa hanya ajarannya yang benar. Ini



17



berbahaya, karena menganggap keyakinan yang lain menjadi salah. Apabila keyakinan keagamaan berhenti pada tahap thought juga berbahaya, karena seseorang akan menganggap hanya pemikiran dan rasional ajarannya saja yang benar, sementara yang lain salah. Tahap spiritualitas keagaamaan harusnya sampai pada tahap discovery, diamana setiap manusia dapat memberi manfaat bagi yang lain, apapun keyakinannya dapat hidup saling menghargai, saling berdampingan,



memperjuangkan



kehidupan



spiritual



sesuai



keyakinannya dan ternyata muaranya sama, Tuhan. g. Grace Anggun, lemah lembut adalah pengalaman yang mengandung elemen surprise atau kejutan, perasaan terpesona, kagum, misteri dan perasaan bersyukur akan keadaan kita. Grace merupakan dukungan yang diperlukan untuk mengatasi sesuatu yang tidak menyenangkan atau tidak diharapkan. Grace dalam kehidupan nyata lebih tampak pada rasa bersyukur atas apa yang telah diberikan oleh Tuhan. Bersyukur adalah berterimakasih, pengakuan kepada Tuhan bahwa semua kenikmatan adalah pemberian Tuhan. Kita awalnya tidak ada, lahir, tumbuh, berkembang, sehat, cantik, tampan, pandai, bahagia, semua adalah pemberian Tuhan yang tidak ternilai harganya. Tidak ada alasan manusia untuk tidak bersyukur sampai kita nanti kembali menghadap Tuhan untuk mempertanggung jawabkan semua apa yang telah diberikan. Bersyukur merupakan indikator keimanan dan pengakuan atas kekuasaan Tuhan. h. Prayer Berdoa merupakan ekspresi dari spiritualitas seseorang. Berdoa adalah insting terdalam dari manusia, keluar dari suatu kesadaran yang tinggi bahwa Tuhan adalah maha mengatur semua kehidupan. Berdoa meliputi pencarian terhadap hubungan erat dan komunikasi dengan Tuhan atau sumber yang misterius. Berdoa adalah usaha keras untuk



18



memohon kepada Tuhan agar diberikan kebaikan, keberkahan, kemudahan, kesehatan, jalan keluar dari segala kesulitan dan lain-lain.



D. Konsep Seksualitas 1. Definisi Menurut WHO dalam Mardiana (2012) seksualitas adalah suatu aspek inti manusia sepanjang kehidupannya dan meliputi seks, identitas dan peran gender, orientasi seksual, erotisme, kenikmatan, kemesraan dan reproduksi. Aspek seksualitas, yaitu: a. Seksualitas dalam arti sempit Dalam arti sempit seks berarti kelamin, yang termasuk dalam kelamin adalah sebagai berikut: 1) Alat kelamin itu sendiri 2) Kelenjar dan hormon-hormon dalam tubuh yang mempengaruhi bekerjanya alat kelamin 3) Anggota tubuh dan ciri-ciri badaniah lainnya yang membedakan laki-laki dan perempuan 4) Hubungan kelamin



b. Seksualitas dalam arti luas Segala hal yang terjadi akibat dari adanya perbedaan jenis kelamin antara lain: 1) Perbedaan tingkah laku: lembut, kasar, genit, dan lainnya 2) Perbedaan atribut: pakaian, nama, dan lainnya 3) Perbedaan peran (Mardiana: 2012).



19



2. Fungsi Seksualitas a. Kesuburan Pada beberapa kebudayaan, seorang wanita muda mungkin merasakan adanya keinginan yang kuat untuk membuktikan kesuburannya bahkan walaupun ia sebenarnya belum menginginkan anak pada tahap kehidupannya saat itu. Ini adalah macam masyarakat yang secara tradisional wanita hanya dianggap layak dinikahi apabila ia sanggup membuktikan kesuburannya. b. Kenikmatan Mungkin pendorong primer atau mendasar perilaku seksual adalah kenikmatan atau kesenangan yang dirasakan yaitu suatu kombinasi kenikmatan sensual dan kenikmatan khas seksual yang berkaitan dengan orgasme. c. Mempererat ikatan dan meningkatkan keintiman pasangan Dalam suatu pertalian seksual yang ekslusif, pasangan melakukan secara bersama-sama hal-hal yang tidak ingin mereka lakukan dengan orang lain. Ini adalah esensi dari keintiman seksual. Efektivitas seks dalam memperkuat keintiman tersebut berakar dari risiko psikologis yang terlibat; secara khusus, resiko ditolak, ditertawakan, mendapati bahwa dirinya tidak menarik, atau kehilangan kendali dapat memadamkan gairah pasangan. d. Menegaskan maskulinitas atau feminitas Sepanjang hidup kita, terutama pada saat-saat identitas gender terancam karena sebab lain (mis.; saat menghadapi perasaan tidak diperlukan atau efek penuaan), kita mungkin menggunakan seksualitas untuk tujuan ini. e. Meningkatkan harga diri Merasa secara seksual bagi orang lain, atau berhasil dalam upaya seksual, secara umum dapat meningkatkan harga diri. f. Mencapai kekuasaan atau dominasi dalam hubungan



20



Kekuasaan (power) seksualitas cenderung dianggap sebagai salah satu aspek maskulinitas, dengan pria, baik karena alasan sosial maupun fisik, biasanya berada dalam posisi dominan. Namun, seks dapat digunakan untuk mengendalikan hubungan baik oleh pria dan wanita dan karenanya sering merupakan aspek penting dalam dinamika hubungan.



Kekuasaan



tersebut



mungkin



dilakukan



dengan



mengendalikan akses ke interaksi seksual, menentukan bentuk pertalian seksual yang dilakukan, dan apakah proses menimbulkan efek positif pada harga diri pasangan. Sementara dapat terus menjadi faktor dalam suatu hubungan yang sudh berjalan, hal ini juga merupakan aspek yang penting dan menarik dalam perilaku awal masa “berpacaran”. g. Mengungkapkan permusuhan Aspek penting dalam masalah “dominasi” pada interaksi seksual priawanita



adalah



pemakaian



seksualitas



untuk



mengungkapkan



permusuhan. Hal ini paling relevan dalam masalah perkosaan dan penyerangan seksual. Banyak kasus penyerangan atau pemaksaan seksual dapat dipandang sebagai perluasan dari dominasi atau kekuasaan, biasanya oleh pria terhadap wanita. Juga terdapat keadaankeadaan dengan penyerangan seksual dapat dipahami sebagai suatu ungkapan kemarahan, baik terhadap wanita itu sendiriatau terhadap wanita itu sebagai pengganti wanita lain. h. Mengurangi ansietas atau ketegangan Menurunnya gairah yang biasanya terjadi setelah orgasme dapat digunakan sebagai cara untuk mengurangi ansietas atau ketegangan. i. Pengambilan resiko Interaksi seksual menimbulkan berbagai risiko, berkisar dari yang relatif ringan, misalnya ketahuan, sampai serius misalnya hamil atau infeksi menular seksual. Adanya resiko tersebut menjadi semakin bermakna dan mengganggu dengan terjadinya epidemi HIV dan AIDS. Bagi sebagian besar orang, kesadaran adanya resiko akan



21



memadamkan respon seksual sehingga mereka mudah menghindari resiko tersebut. Namun, bagi beberapa individu, gairah yang berkaitan dengan persepsi resiko malah meningkatkan respons seksual. Untuk individu yang seperti ini, resiko seksual menjadi salah satu bentuk kesenangan yang dicari.



j. Keuntungan materi Prostitusi adalah bentuk yang jelas dari aktivitas seksual untuk memperoleh keuntungan dan hal ini sering merupakan akibat dari kemiskinan. Pernikahan, sampai masa ini masih sering dilandasi oleh keinginan untuk memperoleh satu bentuk perlindungan dan bukan semata mata ikatan emosional komitmen untuk hidup bersama (Glasier, 2005).



3. Pertumbuhan dan Perkembangan Seks Manusia Pertumbuhan dan perkembangan seks manusia disebut libido. Terdiri dari beberapa tahap yaitu: a. Tahap oral: Sampai mencapai umur sekitar 1-2 tahun, tingkat kepuasan seks dengan menghisap puting susu ibu, dot botol, menghisap jari tangan, Dengan bayi baru dapat tidur setelah disusui ibu, menghisap botol atau tidur sambil menghisap jarinya. Oleh karena itu perilaku demikian tidak perlu dilarang. b. Tahap anal: Kepuasan seks anak didapat melalui rangsangan anus saat buang air besar, antara umur 3-4 tahun sering duduk lama ditoilet, sehingga kepuasannya tercapai. c. Tahap falik: Terjadi sekitar umur 4-5 tahun, dengan jalan mempermainkan alat kelaminnya. d. Tahap laten: Terjadi sekitar umur 6-12 tahun. Tingkah laku seksual seolah-olah terbenam, karena mungkin lebih banyak bermain, mulai masuk sekolah, dan adanya pekerjaan rumah dari sekolah, Sehingga



22



anak-anak cepat lelah dan lekas tertidur, untuk siap bangun pagi dan pergi ke sekolah. e. Tahap genital: Umur anak sekaitar 12-15 tahun. Tanda seks sekunder mulai berkembang dan keinginan seks dalam bentuk libido mulia tampak dan terus berlangsung sampai mencapai usia lanjut. Suara mulai berubah, keinginan dipuja dan memuja mulai muncul, keingian dicumbu dan mencumbu pun mulai tampak. Saat ini masa yang sangat berbahaya, sehingga memerlukan perhatian orang tua. Pada wanita telah mulai dating bulan (menstruasi) dan pria mulai mimpi basah sehingga dapat menyebabkan kehamilan atau hamil bila mereka melakukan hubungan seksual. Karena kematangan jiwa dan jasmani belum mencapai tingkat dewasa, sehingga bila terjadi kehamilan yang tidak dihendaki, memberikan dampak kejiwaan yang sangat menyedihkan (Chandranita, 2009).



4. Respon Seksualitas Siklus respon seksual normal terdiri dari empat tahap yang terjadi berturut-turut. “Normal” pada umumnya mengacu pada panjang siklus masing-masing fase, dan hasil bercinta yang memuaskan. Empat tahapan siklus respon seksual : a. Fase kegembiraan adalah tahap pertama, yang dapat berlangsung dari beberapa menit sampai beberapa jam. Beberapa karakteristik dari fase kegembiraan meliputi: 1) Peningkatan ketegangan otot 2) Peningkatan denyut jantung 3) Perubahan warna kulit 4) Aliran darah ke daerah genital 5) Mulainya pelumasan Vagina 6) Testis membengkak dan skrotum mengencang b. Fase plateau adalah fase yang meluas ke ambang orgasme. Beberapa perubahan yang terjadi dalam fase ini meliputi:



23



1) Fase kegembiraan meningkat 2) Peningkatan pembengkakan dan perubahan warna vagina 3) Klitoris menjadi sangat sensitive 4) Testis naik ke dalam skrotum 5) Adanya peningkatan dalam tingkat pernapasan, denyut jantung, dan tekanan darah 6) Meningkatnya ketegangan otot dan terjadi kejang otot c. Fase orgasme adalah puncak dari siklus respons seksual, dan merupakan fase terpendek, hanya berlangsung beberapa detik. Fase ini memiliki karakteristik seperti berikut: 1) Kontraksi otot tak sadar 2) Memuncaknya denyut jantung, tekanan darah, dan tingkat pernapasan 3) Pada wanita, kontraksi otot vagina menguat dan kontraksi rahim berirama 4) Pada pria, kontraksi otot panggul berirama dengan bantuan kekuatan ejakulasi 5) Perubahan warna kulit ekstrem dapat terjadi di seluruh tubuh 6) Tahap terakhir, yang disebut fase resolusi, adalah ketika tubuh secara perlahan kembali ke tingkat fisiologis normal. Fase resolusi ditandai dengan relaksasi, keintiman, dan seringkali kelelahan. Sering kali perempuan tidak memerlukan fase resolusi sebelum kembali ke aktivitas seksual dan kemudian orgasme, sedangkan laki-laki memerlukan waktu pemulihan sebelum orgasme selanjutnya. Seiring pertambahan usia laki-laki, panjang dari fase refraktori akan sering meningkat.



5. Permasalahan Seksualitas Adapun penyebab dari masalah seksualitas adalah antara lain: a. Ketidaktahuan mengenai seks



24



Lebih dari 70% wanita di Indonesia tidak mengetahui dimana letak klitorisnya sendiri. Sebuah hal yang sebenarnya sangat penting tetapi tidak diketahui oleh banyak orang. Masalah ketidaktahuan terhadap seks sudah betul-betul merakyat. Ini berpangkal dari kurangnya pendidikan seks yang sebagian besar dari antara masyarakat tidak memperolehnya pada waktu remaja. Tidak jarang, pengetahuan seks itu hanyalah sebatas informasi, bukan pendidikan. Itu terjadi karena mereka tidak mendapatkan pendidikan seks di sekolah atau lembaga formal lainnya. Akibatnya, keingintahuan soal seks didapatkannya dari berbagai media. Untuk itu orang tua hendaknya memberikan pendidikan soal seks kepada anak-anaknya sejak dini. Salah satunya dengan memisahkan anak-anaknya tidur dalam satu kamar setelah berusia sepuluh tahun, sekalipun sama-sama perempuan atau laki-laki. Demikian halnya dengan menghindarkan anak-anaknya mandi bersama keluarga atau juga teman-temannya. Orang tua harus menjawab jujur ketika anaknya bertanya soal seks. Jawaban-jawaban yang diberikan hendaknya mudah dimengerti dan sesuai dengan usia si anak. Karena itulah, orang tua dituntut membekali dirinya dengan pengetahuan-pengetahuan tentang seks. Terlebih lagi, perubahan fisik dan emosi anak akan terjadi pada usia 13-15 tahun pada pria dan 12-14 tahun pada wanita. Saat itulah yang dinamakan masa pubertas yaitu masa peralihan dari masa anak-anak menjadi remaja. Pada saat itu pula, mereka mulai tertarik kepada lawan jenisnya. b. Kelelahan Rasa lelah adalah momok yang paling menghantui pasangan pada jaman ini dalam melakukan hubungan seks. Apalagi dengan meningkatnya tuntutan hidup, sang wanita harus ikut bekerja di luar rumah demi mencukupi kebutuhan sehari-hari. Pada waktu suami istri pulang dari kerja, mereka akan merasa lelah. Dan pasangan yang sedang lelah jarang merasakan bahwa hubungan seks menarik minat.



25



Akhirnya mereka memilih untuk tidur. Kelelahan bisa menyebabkan bertambahnya usaha yang diperlukan untuk memuaskan kebutuhan lawan jenis dan merupakan beban yang membuat kesal yang akhirnya bisa memadamkan gairah seks. c. Konflik Sebagian pasangan memainkan pola konflik merusak yang berwujud sebagai perang terbuka atau tidak mau berbicara sama sekali satu sama lain. Konflik menjadi kendala hubungan emosional mereka. Bahkan ini bisa menggeser proses foreplay. Pasangan dapat mempertajam perselisihan mereka dengan menghindari seks atau mengeluarkan ungkapan negatif atau membandingkan dengan orang lain, yang sangat melukai perasaan pasangannya. Kemarahan dan kecemasan yang tidak terpecahkan bisa menyebabkan sejumlah masalah seksual antara lain masalah ereksi, hilang gairah atau sengaja menahan diri untuk tidak bercinta. Perbedaan antara satu orang dan lainnya biasanya tidak baik dan tidak juga buruk. Jadi haruslah dipandang hanya sebagai perbedaan. Kemarahan, ketegangan atau perasaan kesal akan selalu menghambat gairah seks. d. Kebosanan Seperti halnya menggosok gigi atau menyetel alarm jam, seks bisa dianggap seperti “kerja malam”. Hubungan seks yang rutin sebelum tidur sering menjadi berlebihan sampai ke suatu titik yang membosankan. Yang mendasari rasa bosan itu adalah kemarahan yang disadari atau tidak disadari karena harapan anda tidak terpenuhi. Masalah ini diderita oleh kebanyakan pasangan yang sudah hidup bersama bertahun-tahun. Sebagian pasangan yang sudah hidup bersama untuk jangka waktu yang lama merasa kehilangan getaran kenikmatan yang datang ketika melakukan hubungan seks dengan pasangan yang baru. Orang demikian melihat rayuan penguat ego, dibandingkan bila bersenggama dengan mitra baru.



26



E. Konsep Stress 1. Definisi Stres merupakan masalah umum yang terjadi dalam kehidupan umat manusia. Kupriyanov dan Zhdanov (2014) menyatakan bahwa stres yang ada saat ini adalah sebuah atribut kehidupan modern. Hal ini dikarenakan stress sudah menjadi bagian hidup yang tidak bisa terelakkan. Baik di lingkungan sekolah, kerja, keluarga, atau dimanapun, stres bisa dialami oleh seseorang. Stres juga bisa menimpa siapapun termasuk anak-anak, remaja, dewasa, atau yang sudah lanjut usia. Dengan kata lain, stres pasti terjadi pada siapapun dan dimanapun. Yang menjadi masalah adalah apabila jumlah stress itu begitu banyak dialami seseorang. Dampaknya adalah stress itu membahayakan kondisi fisik dan mentalnya. Terdapat banyak sumber stres, yang secara luas dapat diklasifikasikan sebagai stressor internal atau eksternal, atau stressor perkembangan atau situasional. a.



Stressor internal berasal dari dalam diri seseorang, sebagai contoh, demam, kondisi seperti kehamilan atau menopause, atau suatu keadaan emosi seperti rasa bersalah, kanker atau perasaan depresi.



b.



Stressor eksternal berasal dari luar individu, sebagai contoh perpindahan ke kota lain, kematian anggota keluarga, atau tekanan dari teman sebaya, perubahan bermakna dalam suhu lingkungan, perubahan dalam peran keluarga atau sosial, atau tekanan dari pasangan.



c.



Stressor perkembangan terjadi pada waktu yang dapat diperkirakan sepanjang hidup individu. Pada setiap tahap perkembangan, tugas tertentu harus dicapai untuk mencegah atau mengurangi stres.



d.



Stressor situasional tidak dapat diperkirakan dan dapat terjadi kapan pun sepanjang hidup. Stres situasional dapat positif dan negatif. Contoh 1) Kematian anggota keluarga 2) Pernikahan atau perceraian



27



3) Kelahiran anak 4) Pekerjaan baru 5) Penyakit Sejauh mana pengaruh positif dan negatif peristiwa ini bergantung pada tahap perkembangan individu. Sebagai contoh, kematian orang tua dapat lebih menimbulkan stress bagi anak usia 12 tahun dibandingkan pada orang yang berusia 40 tahun.



2. Macam-macam Stress Ditinjau dari penyebab, maka stres dibagi menjadi tujuh macam, di antaranya: a. Stress fisik Stres yang disebabkan karena keadaan fisik seperti karena temperatur yang tinggi atau yang sangat rendah, suara yang bising, sinar matahari atau karena tegangan arus listrik. b. Stres kimiawi Stres ini disebabkan karena zat kimiawi seperti obat-obatan, zat beracun asam, basa, faktor hormon atau gas dan prinsipnya karena pengaruh senyawa kimia. c. Stres mikrobiologik Stres ini disebabkan karena kuman seperti adanya virus, bakteri atau parasit. d. Stres fisiologik Stres yang disebabkan karena gangguan fungsi organ tubuh diantaranya gangguan dari struktur tubuh, fungsi jaringan, organ dan lain-lain. e. Stres proses pertumbuhan dan perkembangan Stres yang disebabkan karena proses pertumbuhan dan perkembangan seperti pada pubertas, perkawinan dan proses lanjut usia. f. Stres psikis atau emosional



28



Stres yang disebabkan karena gangguan stimulus psikologis atau ketidakmampuan kondisi psikologis untuk menyesuaikan diri seperti hubungan interpersonal, sosial budaya atau faktor keagamaan (Alimul, 2008).



3. Manifestasi Stress Stres sifatnya universality, yaitu umum semua orang sama dapat merasakannya, tetapi cara pengungkapannya yang berbeda atau diversity. Sesuai dengan karakteristik individu, maka responnya berbeda-beda untuk setiap orang. Seseorang yang mengalami stres dapat mengalami perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya, antara lain : a. Perubahan warna rambut kusam, ubanan, kerontokan b. Wajah tegang, dahi berkerut, mimik nampak serius, tidak santai, bicara berat, sulit tersenyum/tertawa dan kulit muka kedutan (ticfacialis) c. Nafas terasa berat dan sesak, timbul asma d. Jantung berdebar-debar, pembuluh darah melebar atau menyempit (constriksi) sehingga mukanya nampak merah atau pucat. Pembuluh darah tepi (perifer) terutama ujung-ujung jari juga menyempit sehingga terasa dingin dan kesemutan e. Lambung mual, kembung, pedih, mules, sembelit atau diare f. Sering berkemih g. Otot sakit seperti ditusuk-tusuk, pegal dan tegang pada tulang terasa linu atau kaku bila digerakkan h. Kadar gula meningkat, pada wanita mens tidak teratur dan sakit (dysmenorhea) i. Libido menurun atau bisa juga meningkat j. Gangguan makan bisa nafsu makan meningkat atau tidak ada nafsu makan k. Tidak bisa tidur l. Sakit mental-histeris.



29



4. Tahapan Stress a. Stres tahap pertama (paling ringan), yaitu stres yang disertai perasaan nafsu bekerja yang besar dan berlebihan, mampu menyelesaikan pekerjaan tanpa memperhitungkan tenaga yang dimiliki, dan penglihatan menjadi tajam. b. Stres Tahap kedua, yaitu stres yang disertai keluhan, seperti bangun pagi tidak segar dan letih, lekas capek pada saat menjelang sore, lekas lelah sesudah makan, tidak dapat rileks, lambung atau perut tidak nyaman (bowel discomfort), jantung berdebar, otot tengkung dan punggung tegang. Hal tersebut karena cadangan tenaga tidak memadai. c. Stres tahap ketiga, yaitu tahapan stres dengan keluhan, seperti defekasi tidak teratur (kadang-kadang diare), otot semakin tegang, emosional,insomnia, mudah terjaga dan sulit tidur kembali (middle insomnia), bangun terlalu pagi dan sulit tidur kembali (late insomnia), koordinasi tubuh terganggu, dan mau jatuh pingsan. d. Stres tahap keempat, tahapan stres dengan keluhan, seperti tidak mampu bekerja sepanjang hari (loyo), aktivitas pekerjaan terasa sulit dan menjenuhkan, respons tidak adekuat, kegiatan rutin terganggu, gangguan pola tidur, sering menolak ajakan, konsentrasi dan daya ingat menurun, serta timbul ketakutan dan kecemasan. e. Stres tahap kelima, tahapan stres yang ditandai dengan kelelahan fisik dan mental (physical dan psychological exhaustion), ketidakmampuan menyelesaikan pekerjaan berat, meningkatnya rasa takut dan cemas , bingung dan panik. f. Stres tahap keenam (paling berat), yaitu tahapan stres dengan tandatanda, seperti jantung berdebar keras, sesak napas, badan gemetar, dingin, dan banyak keluar keringat, loyo, serta pingsan atau collaps.



5. Proses keperawatan managemen stres



30



Manajemen stres adalah kemungkinan melihat promosi kesehatan sebagai aktivitas atau intervasi atau mengubah pertukaran respon terhadap penyakit. Fokusnya tergantung pada tujuan dari intervensi keperawatan berdasarkan keperluan pasien. Perawat bertanggung jawab pada implemenetasi pemikiran yang dikeluarkan pada beberapa daerah perawatan.Untuk mencegah dan mengatasi stres agar tidak sampai ke tahap yang paling berat, maka dapat dilakukan dengan cara : a. Pengaturan diet dan nutrisi Pengaturan diet dan nutrisi merupakan cara yang efektif dalam mengurangi dan mengatasi stres melalui makan dan minum yang halal dan tidak berlebihan, dengan mengatur jadwal makan secara teratur, menu bervariasi, hindari makan dingin dan monoton karena dapat menurunkan kekebalan tubuh. b. Istirahat dan tidur Istirahat dan tidur merupakan obat yang baik dalam mengatasi stres karena dengan istirahat dan tidur yang cukup akan memulihkan keadaan tubuh. Tidur yang cukup akan memberikan kegairahan dalam hidup dan memperbaiki sel-sel yang rusak. c. Olah raga atau latihan teratur Olah raga dan latihan teratur adalah salah satu cara untuk meningkatkan daya tahan dan kekebalan fisik maupun mental. Olah raga dapat dilakukan dengan cara jalan pagi, lari pagi minimal dua kali seminggu dan tidak perlu lama-lama yang penting menghasilkan keringat setelah itu mandi dengan air hangat untuk memulihkan kebugaran. d. Berhenti Merokok Berhenti merokok adalah bagian dari cara menanggulangi stres karena dapat meningkatkan ststus kesehatan dan mempertahankan ketahanan dan kekebalan tubuh. e. Tidak Mengkonsumsi Minuman Keras



31



Minuman keras merupakan faktor pencetus yang dapat mengakibatkan terjadinya stres. Dengan tidak mengkonsumsi minuman keras, kekebalan dan ketahanan tubuh akan semakin baik, segala penyakit dapat dihindari karena minuman keras banyak mengandung alkohol. f. Pengaturan berat badan Peningkatan berat badan merupakan faktor yang dapat menyebabkan timbulnya stres karena mudah menurunkan daya tahan tubuh terhadap stres. Keadaan tubuh yang seimbang akan meningkatkan ketahanan dan kekebalan tubuh terhadap stres.



g. Pengaturan waktu Pengaturan waktu merupakan cara yang tepat dalam mengurangi dan menanggulangi stres. Dengan pengaturan waktu segala pekerjaaan yang dapat menimbulkan kelelahan fisik dapat dihindari. Pengaturan waktu dapat dilakukan dengan cara menggunakan waktu secara efektif dan efisien serta melihat aspek prokdutivitas waktu. Seperti menggunakan waktu untuk menghasilkan sesuatu dan jangan biarkan waktu berlalu tanpa menghasilkan sesuatu yang bermanfaat. h. Terapi psikofarmaka Terapi ini dengan menggunakan obat-obatan dalam mengalami stres yang dialami dengan cara memutuskan jaringan antara psiko neuro dan imunologi sehingga stresor psikososial yang dialami tidak mempengaruhi fungsi kognitif afektif atau psikomotor yang dapat mengganggu organ tubuh yang lain. Obat-obatan yang digunakan biasanya digunakan adalah anti cemas dan anti depresi. i. Terapi Somatik Terapi ini hanya dilakukan pada gejala yang ditimbulkan akibat stres yang dialami sehingga diharapkan tidak dapat mengganggu sistem tubuh yang lain. j.



Psikoterapi



32



Terapi ini dengan menggunakan teknik psikologis yang disesuaikan dengan kebutuhan seseorang. Terapi ini dapat meliputi psikoterapi suportif dan psikoterapi redukatif di mana psikoterapi suportif memberikan motivasi atau dukungan agar pasien mengalami percaya diri, sedangkan psikoterapi redukatif dilakukan dengan memberikan pendidikan secara berulang. Selain itu ada psikoterapi rekonstruktif, psikoterapi kognitif dan lain-lain. k. Terapi psikoreligius Terapi ini dengan menggunakan pendekatan agama dalam mengatasi permasalahan psikologis mengingat dalam mengatasi permasalahn psikologis mengingat dalam mengatasi atau mempertahankan kehidupan seseorang harus sehat secara fisik, psikis, sosial, dan sehat spiritual sehingga stres yang dialami dapat diatasi. l. Homeostatis Merupakan



suatu



keadaan



tubuh



untuk



mempertahankan



keseimbangan dalam menghadapi kondisi yang dialaminya. Proses homeostatis ini dapat terjadi apabila tubuh mengalami stres yang ada sehingga



tubuh



secara alamiah



akan



melakukan mekanisme



pertahanan diri untuk menjaga kondisi yang seimbang, atau juga dapat dikatakan bahwa homeostatis adalah suatu proses perubahaan yang terus menerus untuk memelihara stabilitas dan beradaptasi terhadap kondisi lingkungan sekitarnya. Homeostatis yang terdapat dalam tubuh manusia dapat dikendalikan oleh suatu sistem endokrin dan syaraf otonom. Secara alamiah proses homeostatis dapat terjadi dalam tubuh manusia. Dalam mempelajari cara tubuh melakukan proses homeostatis ini dapat melalui empat cara, diantaranya: 1) Self regulation di mana sistem ini terjadi secara otomatis pada orang yang sehat seperti dalam pengaturan proses sistem fisiologis tubuh manusia.



33



2) Berkompensasi yaitu tubuh akan cenderung bereaksi terhadap ketidak normalan dalam tubuh. 3) Dengan cara sistem umpan balik negatif, proses ini merupakan penyimpangan dari keadaan normal segera dirasakan dan diperbaiki dalam tubuh dimana apabila tubuh dalam keadaan tidak normal akan secara sendiri mengadakan mekanisme umpan balik untuk menyeimbangkan dari keadaan yang ada. 4) Cara umpan balik untuk mengkoreksi suatu ketidakseimbangan fisiologis.



F. Konsep Kehilangan, Kematian, dan Berduka 1. Definisi Kehilangan dan berduka merupakan bagian integral dari kehidupan. Kehilangan adalah suatu kondisi yang terputus atau terpisah atau memulai sesuatu tanpa hal yang berarti sejak kejadian tersebut. Kehilangan mungkin terjadi secara bertahap atau mendadak, bisa tanpa kekerasan atau traumatik, diantisispasi atau tidak diharapkan/diduga, sebagian atau total dan bisa kembali atau tidak dapat kembali. Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan (Lambert, 1985). Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda. Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya.Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan, tergantung:



34



a. Arti dari kehilangan b. Sosial budaya c. Kepercayaan/spiritual d. Peran seks e. Status social ekonomi f. Kondisi fisik dan psikologi individu



2. Tipe Kehilangan Kehilangandibagi dalam 2 tipe yaitu: a. Aktual atau nyata Mudah dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, misalnya amputasi, kematian orang yang sangat berarti/di cintai. b. Persepsi Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan, misalnya; seseorang yang berhenti bekerja/PHK, menyebabkan perasaan kemandirian dan kebebasannya menjadi menurun.



3. Jenis-jenis Kehilangan Terdapat 5 kategori kehilangan, yaitu: a. Kehilangan seseorang seseorang yang dicintai Kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat bermakna atau orang yang berarti adalah salah satu yang paling membuat stress dan mengganggu dari tipe-tioe kehilangan, yang mana harus ditanggung oleh seseorang. Kematian juga membawa dampak kehilangan bagi orang yang dicintai. Karena keintiman, intensitas dan ketergantungan dari ikatan atau jalinan yang ada, kematian pasangan suami/istri atau anak biasanya membawa dampak emosional yang luar biasa dan tidak dapat ditutupi. b. Kehilangan yang ada pada diri sendiri (loss of self)



35



Bentuk lain dari kehilangan adalah kehilangan diri atau anggapan tentang mental seseorang. Anggapan ini meliputi perasaan terhadap keatraktifan, diri sendiri, kemampuan fisik dan mental, peran dalam kehidupan, dan dampaknya. Kehilangan dari aspek diri mungkin sementara atau menetap, sebagian atau komplit. Beberapa aspek lain yang dapat hilang dari seseorang misalnya kehilangan pendengaran, ingatan, usia muda, fungsi tubuh. c. Kehilangan objek eksternal Kehilangan objek eksternal misalnya kehilangan milik sendiri atau bersama-sama, perhiasan, uang atau pekerjaan. Kedalaman berduka yang dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang tergantung pada arti dan kegunaan benda tersebut. d. Kehilangan lingkungan yang sangat dikenal Kehilangan diartikan dengan terpisahnya dari lingkungan yang sangat dikenal termasuk dari kehidupan latar belakang keluarga dalam waktu satu periode atau bergantian secara permanen. Misalnya pindah kekota lain, maka akan memiliki tetangga yang baru dan proses penyesuaian baru. e. Kehilangan kehidupan/meninggal Seseorang dapat mengalami mati baik secara perasaan, pikiran dan respon pada kegiatan dan orang disekitarnya, sampai pada kematian yangsesungguhnya. Sebagian orang berespon berbeda tentang kematian.



4. Kematian Kematian merupakan peristiwa alamiah yang dihadapi oleh manusia. Pemahaman akan kematian mempengaruhi sikap dan tingkah laku seseorang terhadap kematian. Selain pengalaman, pemahaman konsep kematian juga dipengaruhi oleh perkembangan kognitif dan lingkungan sosial budaya.



36



Perkembangan euthanasia tidak terlepas dari perkembangan konsep tentang kematian. Usaha manusia untuk memperpanjang kehidupan dan menghindari



kematian



dengan



mempergunakan



kemajuan



iptek



kedokteran telah membawa masalah baru dalam euthanasia, terutama berkenaan dengan penentuan kapan seseorang dinyatakan telah mati. Berikut ini beberapa konsep tentang mati yaitu : a. Mati sebagai berhentinya darah mengalir Konsep ini bertolak dari kriteria mati berupa berhentinya jantung. Dalam PP No. 18 tahun 1981 dinyatakan bahwa mati adalah berhentinya fungsi jantung dan paru-paru. Namun criteria ini sudah ketinggalan zaman. Dalam pengalaman kedokteran, teknologi resusitasi telah memungkinkan jatung dan paru-paru yang semula terhenti dapat dipulihkan kembali. b. Mati sebagai saat terlepasnya nyawa dari tubuh Konsep ini menimbulkan keraguan karena, misalnya, pada tindakan resusitasi yang berhasil, keadaan demikian menimbulkan kesan seakan-akan nyawa dapat ditarik kembali. c. Hilangnya kemampuan tubuh secara permanen Konsep ini pun dipertanyakan karena organ-organ berfungsi sendirisendiri tanpa terkendali karena otak telah mati. Untuk kepentingan transplantasi, konsep ini menguntungkan. Namun, secara moral tidak dapat diterima karena kenyataannya organ-organ masih berfungsi meskipun tidak terpadu lagi. d. Hilangnya manusia secara permanen untuk kembali sadar dan melakukan interaksi sosial Bila dibandingkan dengan manusia sebagai makhluk social, yaitu individu yang mempunyai kepribadian, menyadari kehidupannya, kemampuan mengingat, mengambil keputusan, dan sebagainya, maka penggerak dari otak, baik secara fisik maupun sosial, makin banyak dipergunakan. Pusat pengendali ini terletak dalam batang otak. Olah karena itu, jika batang otak telah mati, dapat diyakini bahwa manusia



37



itu secara fisik dan social telah mati. Dalam keadaan seperti ini, kalangan medis sering menempuh pilihan tidak meneruskan resusitasi, DNR (do not resuscitation).Bila fungsi jantung dan paru berhenti, kematian sistemik atau kematian sistem tubuh lainnya terjadi dalam beberapa menit, dan otak merupakan organ besar pertama yang menderita kehilangan fungsi yang ireversibel, karena alasan yang belum jelas. Organ-organ lain akan mati kemudian.



5. Berduka Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan yang dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan lain-lain. Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional. a. Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan



seseorang,



hubungan/kedekatan,



objek



atau



ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal. b. Berduka



disfungsional



adalah



suatu



status



yang



merupakan



pengalaman individu yang responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan.



6. Teori dari Proses Berduka



38



Tidak ada cara yang paling tepat dan cepat untuk menjalani proses berduka. Konsep dan teori berduka hanyalah alat yang hanya dapat digunakan untuk mengantisipasi kebutuhan emosional klien dan keluarganya dan juga rencana intervensi untuk membantu mereka memahami kesedihan mereka dan mengatasinya. Peran perawat adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka, mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam bentuk empati. a. Teori Engels Menurut Engel (1964) proses berduka mempunyai beberapa fase yang dapat diaplokasikan pada seseorang yang sedang berduka maupun menjelang ajal. 1) Fase I (shock dan tidak percaya) Seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan mungkin menarik diri, duduk malas, atau pergi tanpa tujuan. Reaksi secara fisik termasuk pingsan, diaporesis, mual, diare, detak jantung cepat, tidak bisa istirahat, insomnia dan kelelahan. 2) Fase II (berkembangnya kesadaran) Seseoarang mulai merasakan kehilangan secara nyata/akut dan mungkin mengalami putus asa. Kemarahan, perasaan bersalah, frustasi, depresi, dan kekosongan jiwa tiba-tiba terjadi. 3) Fase III (restitusi) Berusaha mencoba untuk sepakat/ damai dengan perasaan yang hampa/kosong, karena kehilangan masih tetap tidak dapat menerima perhatian yang baru dari seseorang yang bertujuan untuk mengalihkan kehilangan seseorang. 4) Fase IV Menekan seluruh perasaan yang negatif dan bermusuhan terhadap almarhum. Bisa merasa bersalah dan sangat menyesal tentang kurang perhatiannya di masa lalu terhadap almarhum. 5) Fase V



39



Kehilangan



yang



tak



dapat



dihindari



harus



mulai



diketahui/disadari. Sehingga pada fase ini diharapkan seseorang sudah dapat menerima kondisinya. Kesadaran baru telah berkembang. b. Teori Kubler-Ross Kerangka kerja yang ditawarkan oleh Kubler-Ross (1969) adalah berorientasi pada perilaku dan menyangkut 5 tahap, yaitu sebagai berikut: 1) Penyangkalan (denial) Individu bertindak seperti seolah tidak terjadi apa-apa dan dapat menolak untuk mempercayai bahwa telah terjadi kehilangan. Pernyataan seperti “Tidak, tidak mungkin seperti itu,” atau “Tidak akan terjadi pada saya!” umum dilontarkan klien. 2) Kemarahan (anger) Individu mempertahankan kehilangan dan mungkin “bertindak lebih” pada setiap orang dan segala sesuatu yang berhubungan dengan lingkungan. Pada fase ini orang akan lebih sensitif sehingga mudah sekali tersinggung dan marah. Hal ini merupakan koping individu untuk menutupi rasa kecewa dan merupakan



menifestasi



dari



kecemasannya



menghadapi



kehilangan. 3) Penawaran (bargaining) Individu berupaya untuk membuat perjanjian dengan cara yang halus atau jelas untuk mencegah kehilangan. Pada tahap ini, klien sering kali mencari pendapat orang lain. 4) Depresi (depression) Terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari makna kehilangan tersebut. Tahap depresi ini memberi kesempatan untuk berupaya melewati kehilangan dan mulai memecahkan masalah. 5) Penerimaan (acceptance)



40



Reaksi fisiologi menurun dan interaksi sosial berlanjut. KublerRoss mendefinisikan sikap penerimaan ada bila seseorang mampu menghadapi kenyataan dari pada hanya menyerah pada pengunduran diri atau berputus asa. c. Teori Martocchio Martocchio (1985) menggambarkan 5 fase kesedihan yang mempunyai lingkup yang tumpang tindih dan tidak dapat diharapkan. Durasi kesedihan bervariasi dan bergantung pada faktor yang mempengaruhi respon kesedihan itu sendiri. Reaksi yang terus menerus dari kesedihan biasanya reda dalam 6-12 bulan dan berduka yang mendalam mungkin berlanjut sampai 3-5 tahun. d. Teori Rando Rando (1993) mendefinisikan respon berduka menjadi 3 katagori: 1) Penghindaran Pada tahap ini terjadi shock, menyangkal dan tidak percaya. 2) Konfrontasi Pada tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien secara berulang-ulang melawan kehilangan mereka dan kedukaan mereka paling dalam dan dirasakan paling akut. 3) Akomodasi Pada tahap ini terjadi secara bertahap penurunan kedukaan akut dan mulai memasuki kembali secara emosional dan sosial dunia sehari-hari dimana klien belajar untuk menjalani hidup dengan kehidupan mereka.



41



BAB III PENUTUP



A. Kesimpulan Psikososial adalah suatu kondisi yang terjadi pada individu yang mencakup aspek psikis dan sosial atau sebaliknya. Istilah psikososial sendiri menyinggung relasi sosial yang mencakup faktor-faktor psikologis. Psikososial meliputi, konsep diri, kesehatan spiritual, konsep seksualitas, konsep stress, dan konsep kehilangan, kematian dan berduka. Konsep diri diartikan sebagai pandangan dan perasaan seseorang tentang dirinya. Konsep diri bukan hanya sekedar gambaran deskriptif, tetapi juga penilaian seseorang tentang dirinya. Jadi konsep diri meliputi apa yang seseorang pikirkan dan apa yang seseorang rasakan tentang dirinya. Kesehatan spiritual adalah kondisi yang dalam pandangan sufistik disebut sebagai terbebasnya jiwa dari berbagai penyakit. Kondisi spiritual yang sehat terlihat dari hadirnya ikhlas. Konsep seksualitas merupakan komponen identitas personal individu yang tidak terpisahkan dan berkembang dan semakin matang sepanjang kehidupan individu. Seksualitas ialah interaksi faktor-faktor biologis, psikologi personal, dan lingkungan. Konsep stres merupakan bagian dari individu secara fisiologis maupun psikologis normal terjadi. Salah satu definisi stres adalah gangguan pada tubuh dan pikiran yang disebabkan oleh perubahan dan tuntutan kehidupan.



42



Konsep kehilangan, kematian dan berduka merupakan bagian integral dari kehidupan. Kehilangan diartikan sebagai kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau dimiliki. Sementara kematian adalah peristiwa alamiah yang dihadapi oleh manusia. Selain pengalaman, pemahaman konsep kematian juga dipengaruhi oleh perkembangan kognitif dan lingkungan sosial budaya. B. Saran 1. Bagi Institusi Pendidikan Diharapkan institusi dapat memberikan tambahan literatur tentang konsep psikologis, meliputi konsep diri, kesehatan spiritual, konsep seksualitas, konsep stress, dan konsep kehilangan, kematian dan berduka. Sehingga dapat dijadikan referensi bagi mahasiswa dan update ilmu pengetahuan. 2. Bagi Tenaga Kesehatan Penatalaksanaan yang asuhan keperawatan yang efektif dan efisien pada pasien dengan menekankan konsep psikososial. 3. Bagi Mahasiswa Diharapkan mahasiswa mampu mengetahui konsep psikologis, meliputi konsep diri, kesehatan spiritual, konsep seksualitas, konsep stress, dan konsep kehilangan, kematian dan berduka sehingga dapat menerapkannya pada praktik klinik keperawatan di kemudian hari.



43



DAFTAR PUSTAKA



Asy’arie, M. 2012. Spiritualitas dan Keberagamaan; Tahap Faith, Thought dan Discovery, disampaikan pada Seminar Pemantapan Ekspresi Kecerdasan Spiritual melalui Pendekatan Agama dari Filsafat dan Pendidikan, Komisi Imtak Graha Masyarakat Ilmiah Kedokteran & FMI, Fakultas Kedokteran Unair, tidak dipublikasikan. Chandranita, Ida Ayu. 2009. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: EGC Chaplin, J.P.. 2011. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Rajagrafindo Persada. Depkes. 2011. Kementerian kesehatan Indonesia sebagai Buku Pedoman, Kesehatan Jiwa. Jakarta. Dossey, AM., Keegan L., Guzzetta C.E, 2005, Holistic Nursing a Handbook for Practice, Fourth Edition, Jones and Bartlet Publisher Inc. Massachusetts. Feist, J dan Feist, G.J. 2014. Teori Kepribadian: Theories of Personality. Jakarta:Salemba Humanika. Glasier. 2005. Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi. Jakarta: EGC. Keliat, Budi Anna, dkk. 2005 . Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Edisi 2. Jakarta: EGC King & Koenig, 2009, Conceptualising Spirituality for Medical Research and Health Service Provision, BMC Health Services Reasearch, Vol 9



44



Mardiana. Aktifitas Seksual Pra Lansia dan Lansia yang Berkunjung ke Poliklinik Geriatric RS Pusat Angkatan Udara dr. Esanawati Antariksa Jakarta Timur tahun 2011. Skripsi. Depok. FKM UI Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC Sarwono, Sarlito W., & Meinarno, Eko A. 2009. Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba Humanika Sobur, A. (2016). Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia. Zhdanov, R. K. and R. (2014). The Eustress Concept: Problems and Outlooks. World Journal of Medical Sciences, 2, 179–185.



45