Makalah Psikotropika 2 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal, yang dilakukan melalui berbagai upaya kesehatan, diantaranya penyelenggaraan pelayanan kesehatan masyarakat. Dalam



penyelenggaraan



pelayanan



kesehatantersebut,



narkotika,



psikotropika dan precursor memegang peranan penting. Disamping itu, narkotika, psikotropika dan precursor juga digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan meliputi penelitian, pengembangan, pendidikan, dan pengajaran sehingga ketersediaannya perlu dijamin melalui kegiatan produksi dan impor. Penyalahgunaan



narkotika,



psikotropika,



dan



precursor



dapat



mengakibatkan sindroma ketergantungan apabila penggunaannya tidak dibawah pengawasan dan petunjuk tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. Hal ini tidak saja merugikan bagi penyalahguna, tetapi juga berdampak social, ekonomi, dan keamanan nasional, sehingga hal ini merupakan ancaman bagi kehidupan bangsa dan negara. Penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan precursor mendorong adanya peredaran gelap, sedangkan peredaran gelap psikotropika menyebabkan meningkatnya penyalahgunaan yang makin luas dan berdimensi internasional. Oleh



karena



itu,



diperlukan



upaya



pencegahan



dan



penanggulangan



penyalahgunaan narkotika dan psikotropika dan upaya pemberantasan peredaran gelap narkotika dan psikotropika terlebih dalam era globalisasi komunikasi, informasi, dan transportasi sekarang ini sangat diperlukan.



1



B.  Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan : 1. Apakah yang dimaksud narkotika, psikotropika dan prekusor? 2. Bagaimana peredaran narkotika, psikotropika dan prekusor di kalangan masyarakat? C. Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan makalah adalah sebagai berikut : 1. Memahami pengertian narkotika, psikotropika dan prekusor 2. Mengetahui peredaran narkotika, psikotropika dan prekusor di kalangan masyarakat D. Manfaat Penulisan Adapun manfaat dari penyusunan makalah ini adalah : 1. Mengerti dan memahami yang dimaksud narkotika, psikotropika dan prekusor 2. Dapat mengantisipasi penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan prekusor yang banyak beredar di kalangan masyarakat.



2



BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 NARKOTIKA Narkotika dalam UU No. 35 tahun 2009 adalah tanaman papever, opium mentah, opium masak, seperti candu, jicing, jicingko, opium obat, morfina, tanaman koka, daun koka, kokaina mentah, kokaina, ekgonina, tanaman ganja, damar ganja, garam-garam atau turunannya dari morfin dan kokaina. Bahan lain, baik alamiah, atau sitensis maupun semi sitensis yang belum disebutkan yang dapat dipakai sebagai pengganti  morfina atau kokaina yang ditetapkan mentri kesehatan sebagai narkotika. Pengaturan untuk narkotika: 1. Pengaturan narkotika bertujuan untuk : -



Menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan atau pengembangan ilmu pengetahuan.



-



Mencegah terjadinya penyalahgunaan narkotika dan.



-



Memberantas peredaran gelap narkotika.



2. Narkotika hanya dapat dipergunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan atau pengembangan ilmu pengetahuan. 3. Narkotika golongan satu hanya dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan dilarang digunakan untuk kepentingan lainnya. A. Penggolongan Narkotika Menurut Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika membagi narkotika menjadi tiga golongan, sesuai dengan pasal 6 ayat 1 : 1. Narkotika Golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. 2. Narkotika Golongan II adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/ atau untuk



3



tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. 3. Narkotika Golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/ atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan B. Pelaporan dan Penyaluran 1. Pelaporan Importer, eksportir, pabrik obat, PBF, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotik, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan wajib membuat, menyampaikan, dan menyimpan laporan berkala, pemasukkan, dan atau pengeluaran narkotika. Laporan dibuat secara rutin setiap bulan oleh pabri,PBF, apotik, dan rumah sakit yang dikirimkan atau ditujukan kepada kepala suku dinas kesehatan kota madya atau kabupaten atau dati dua dengan tembusan kepada : a. Kepala BPOM setempat b. Kepala dinas kesehatan tingkat provinsi c. Arsyp yang bersangkutan 2. Penyaluran a. Importir hanya dapat menyaurkan narkotika kepada pabrik obat tertentu atau PBF tertentu. b. Pabrik obat hanya dapat menyalurkan narkotika kepada eksportir, PBF tertentu, apotik. c. PBF tertentu hanya dapat menyalurkan narkotika kepada PBF tertentu lainnya, apotik, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu , rumah sakit. d. Sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu hanya dapat menyalurkan narkotika kepda rumah sakit pemerintah, puskesmas dan balai pengobatan pemerintah tertentu. e.  Narkotika golongan satu hanya dapat disalurkan pada pabrik obat tertentu



4



Sanksi Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika & Prekursor Pelaku penyalahgunaan Narkotika dapat dikenakan Undang-undang No. 35 tahun 2009  tentang Narkotika, hal ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Sebagai pengguna Dikenakan ketentuan pidana berdasarkan pasal 116 Undang-undang Nomor 35 tahun 2009  tentang Narkotika, dengan ancaman hukuman paling lama 15 tahun.. 2. Sebagai pengedar Dikenakan ketentuan pidana berdasarkan pasal 81 dan 82 Undang-undang No. 35 tahun 2009  tentang narkotika, dengan ancaman hukuman paling lama 15 + denda. 3. Sebagai produsen Dikenakan ketentuan pidana berdasarkan pasal 113 Undang-undang No. 35 tahun 2009, dengan ancaman hukuman paling lama 15 tahun/ seumur hidup/ mati + denda. Untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika yang sangat merugikan dan membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara, pada Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2002 melalui Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VI/MPR/2002 telah merekomendasikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik Indonesia untuk melakukan perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika.



5



II.2 PSIKOTROPIKA Psikotropika menurut UU No. 5 Tahun 1997 adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan pada aktivitas mental dan perilaku. Tujuan Pengaturan Psikotropika: 1. Menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan. 2. Mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika. 3. Memberantas peredaran gelap psikotropika.



A. Jenis-jenis Psikotropika a.



Menurut Farmakologi  Obat-obat yang menekan fungsi-fungsi psikis tertentu di SSP -



Obat Golongan Neuroptika Disebut juga obat antipsikotika, adalah obat-obat yang menekan fungsi psikis tertentu, tanpa menekan fungsi-fungsi umum seperti berpikir dan berkelakuan normal.Obat-obatab ini dapat meredakan emosi dan agresi yang pada umumnya diderita oleh psikosis, yaitu penderita penyakit jiwa seperti schizophrenia.



-



Obat yang tergolong Transquillizer Adalah obat-obat penenang yang berkhasiat selektif terutama pada bagian obat yang menguasai emosi-emosi kita, yakni system limbis dan menekan SSP. Bedanya dengan neuroptika adalah bukan merupakan antipsikotika.



 Obat-obat yang menstimulir (merangsang) fungsi-fungsi tertentu di SSP -



Obat golongan anti depressive Adalah obat yang dipergunakan untuk menghilangkan, memperbaiki dan meringankan gejala-gejala suasana jiwa seperti murung dan lain sebagainya. 6



-



Obat golongan Psikostimulansia Obat ini memiliki kemampuan untuk mempertinggi inisiatif, kewaspadaan serta prestasi fisik dan mental, rasa letih dapat diminimalisir bahkan dihilangkan. Termasuk dalam golongan ini adalah amfetamin-amfetamin serta doping yang lain.



 Obat-obat yang mengacaukan mental tertentu Obat ini justru kebalikan dari golongan neuroptika yang berguna meredakan emosi serta khayalan, obat ini justru menimbulkan halusinasi, pikiran-pikiran, dan impian-impian khayalan.Obat ini termasuk golongan psikodisleptika.Contoh obat golongan ini adalah (LSD (Lysergic Acid Dicthylamide). B. Penggolongan Psikotropika Menurut Permenkes RI Nomor 23 Tahun 2020 tentang Tentang Penetapan dan Perubahan Penggolongan Psikotropika, Psikotropika dibagi menjadi 4 golongan. 1.



Psikotropika golongan I, contohnya antara lain : Deskloroketamin, 2FDeskloroketamin



2.



 Psikotropika golongan II, contohnya antara lain : Amineptina, Metilfenidat, Sekobarbital, Etizolam, Etil Fenidat, Diclazepam



3.



 Psikotropika golongan III, contohnya antara lain : Flunitrazepam,



Glutetimida,



Katina,



Pentazosina,



Butalbital, Pentobarbital,



Siklobarbital, Amobarbital 4.



Psikotropika golongan IV, contohnya antara lain : Allobarbital, Alprazolam,



Amfepramona,



Aminoreks,



Barbital,



Bromazepam,



Brotizolam Tindak Pidana Psikotropika Sebagaimana menurut pasal 59, Barang siapa yang. menggunakan psikotropika golongan I selain dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2); atau memproduksi dan/atau menggunakan dalam proses produksi psikotropika golongan I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6; atau mengedarkan psikotropika



7



golongan I tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 ayat (3); atau mengimpor psikotropika golongan I selain kepentingan ilmu pengetahuan; atau secara tanpa hak milik, menyimpan dan/ atau membawa psikotropika golongan I. Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun, paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah). (2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara terorganisasi dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama 20 (dua puluh) tahun dan denda sebesar Rp. 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah). (3) Jika tindak pidana dalam pasal ini dilakukan oleh korporasi, maka disamping dipidananya pelaku tindak pidana, kepada korporasi dikenakan pidana denda sebesar Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). Pasal 60 (1) Barang siapa: a. memproduksi psikotropika selain yang ditetapkan dalam ketentuan Pasal 5; atau b. memproduksi atau mengedarkan psikotropika dalam benruk obat yang tidak memenuhi standar dan/ atau persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7; atau c. memproduksi atau mengedarkan psikotropika yang berupa obat ayng tidak terdaftar pada departemen yang bertanggung jawab dibidang kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1); Dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). (2) Barangsiapa menyalurkan psikotropika selain yang ditetapkan dalam Pasal 12 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (3) Barangsiapa menerima penyaluran psikotropika selain ditetapkan dalam Pasal 12 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). (4) Barangsiapa menyerahkan



8



psikotropika selain yang ditetapkan dalam Pasal 14 ayat (1), pasal 14 ayat (2), pasal 14 ayat (3), Pasal 14 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan dipidana denda paling banyak Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). (5) Barangsiapa menerima penyerahan psikotropika yang ditetapkan dalam Pasal 14 ayat (3), Pasal 14 ayat (4) , dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). Apabila yang menerima penyerahan itu pengguna, maka dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) bulan.



II.3 PREKURSOR Prekursor menurut PMK RI Nomor 44 Tahun 2010 adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika dan Psikotropika. Tujuan Pengaturan Prekursor: a. Melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan Prekursor. b.  Mencegah dan memberantas peredaran gelap Prekursor. c. Mencegah terjadinya kebocoran dan penyimpangan Prekursor; dan d.  Menjamin ketersediaan Prekursor untuk industry farmasi, industry non farmasi, dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Penggolongan Prekursor: Dalam Bab II pasal 4 prekursor digolongkan dalam prekursor tabel I dan prekursor tabel II, sebagaimana yang tertera pada lampiran PP tersebut. No 1 2 3 4 5 6 7



Tabel I Acetic Anhydride N-Acetylanthranilic Acid Ephedrine Ergometrine Ergotamine Isosafrole Lysergic Acid



9



Tabel II Acetone Anthranilic Acid Ethyl Ether Hydrochloric Acid Methyl Ethyl Ketone Phenylacetic Acid Piperidine



8



3,4-Methylendioxyphenyl-2-



9 10 11 12 13 14



propanone Norephedrine 1-Phenyl-2-propanone Piperonal Potassium Permanganat Pseudoephedrine Safrole



Sulphuric Acid Toluene



II.4 Peredaran, Penyimpanan dan Pemusnahan II.4.1 Peredaran Menurut Permenkes No.3 Tahun 2015,



Peredaran



Narkotika,



Psikotropika, dan Prekursor Farmasi terdiri dari Penyaluran dan Penyerahan. Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi yang diedarkan harus memenuhi persyaratan keamanan, khasiat, dan mutu. Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi hanya dapat diedarkan setelah mendapatkan izin edar dari Menteri. Untuk mendapatkan izin edar Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi harus melalui pendaftaran pada Badan Pengawas Obat dan Makanan. A. Penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Penyaluran



Narkotika,



Psikotropika,



dan



Prekursor



Farmasi wajib memenuhi Cara Distribusi Obat yang Baik sesuai dengan ketentuan peraturan



perundang-undangan, adapaun



ketentuannya sebagai berikut: 1. Penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi hanya dapat dilakukan berdasarkan: • surat pesanan; atau • Laporan



Pemakaian



dan



10



Lembar



Permintaan



Obat



(LPLPO) untuk pesanan dari Puskesmas. 2. Surat pesanan sebagaimana dimaksud hanya dapat berlaku untuk



masing-masing



Narkotika,



Psikotropika,



atau



Prekursor Farmasi. 3. Surat pesanan Narkotika hanya dapat digunakan untuk 1 (satu) jenis Narkotika. Surat pesanan Psikotropika atau Prekursor Farmasi hanya dapat digunakan untuk 1 (satu) atau beberapa jenis Psikotropika atau Prekursor Farmasi, dan harus terpisah dari pesanan barang lain. 4. Penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi hanya dapat dilakukan oleh: a. Industri



Farmasi



kepada PBF dan



Instalasi



Farmasi



Pemerintah; b. PBF kepada PBF lainnya, Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik, Instalasi Farmasi Pemerintah dan Lembaga Ilmu Pengetahuan; c. PBF milik Negara yang memiliki Izin Khusus Impor Narkotika kepada Industri Farmasi, untuk penyaluran Narkotika; d. Instalasi Farmasi Pemerintah Pusat kepada Instalasi Farmasi Pemerintah Daerah, Instalasi Farmasi Rumah Sakit milik Pemerintah, dan Instalasi Farmasi Tentara Nasional Indonesia atau Kepolisian; dan e. Instalasi Farmasi Pemerintah Daerah kepada Instalasi Farmasi



Rumah



Sakit



milik



Pemerintah



Daerah,



Instalasi Farmasi Klinik milik Pemerintah Daerah, dan Puskesmas. 5. Selain kepada PBF lainnya, Apotek, Rumah Sakit, Instalasi Farmasi



Pemerintah



dan



Lembaga



Ilmu



Pengetahuan



sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, PBF dapat menyalurkan



Prekursor



Farmasi



terbatas kepada Toko Obat.



11



golongan



obat



bebas



6.



Penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi oleh Industri Farmasi kepada PBF hanya dapat dilakukan oleh Industri Farmasi pemilik izin edar.



7.



Pengiriman Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi yang dilakukan oleh Industri Farmasi, PBF, atau Instalasi Farmasi Pemerintah harus dilengkapi dengan: a.



surat pesanan;



b.



faktur dan/atau surat pengantar barang, paling sedikit memuat:



8.



1.



nama Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi;



2.



bentuk sediaan;



3.



kekuatan;



4.



kemasan;



5.



jumlah;



6.



tanggal kadaluarsa; dan



7.



nomor batch.



Pengiriman Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi yang dilakukan melalui jasa pengangkutan hanya dapat membawa Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi sesuai dengan jumlah yang tecantum dalam surat pesanan, faktur, dan/atau surat pengantar barang yang dibawa pada saat pengiriman.



B.



Penyerahan Narkotika, Psikotropika dan Prekursor



Penyerahan Narkotika dan/atau dilakukan oleh: a. Apotek; 12



Psikotropika hanya dapat



b. Puskesmas; c. Instalasi Farmasi Rumah Sakit; d. Instalasi Farmasi Klinik; dan e. dokter. Apotek



hanya



dapat



menyerahkan



Narkotika



dan/atau



Psikotropika kepada: f. Apotek lainnya; g. Puskesmas; h. Instalasi Farmasi Rumah Sakit; i. Instalasi Farmasi Klinik; j. dokter; dan k. pasien.



Penyerahan Narkotika dan/atau Psikotropika hanya dapat dilakukan



untuk



memenuhi



kekurangan



jumlah



Narkotika



dan/atau Psikotropika berdasarkan resep yang telah diterima. Penyerahan harus berdasarkan surat permintaan tertulis yang ditandatangani oleh Apoteker penanggung jawab. Apotek, Puskesmas, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, dan Instalasi Farmasi Klinik hanya dapat menyerahkan Narkotika dan/atau Psikotropika kepada pasien berdasarkan resep dokter.



II.4.2 Penyimpanan Adapaun penyimpanan Narkotika, Psikotropika dan Prekursor yang diatur dalam Permenkes No.3 Tahun 2015 adalah sebagai berikut : 1. Tempat penyimpanan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor



13



Farmasi di fasilitas produksi, fasilitas distribusi, dan fasilitas pelayanan kefarmasian harus mampu menjaga keamanan, khasiat, dan mutu Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi. 2. Tempat



penyimpanan



Narkotika,



Psikotropika,



dan



Prekursor Farmasi dapat berupa gudang, ruangan, atau lemari khusus. 3. Tempat



penyimpanan



Narkotika



dilarang



digunakan untuk menyimpan barang selain Narkotika. 4. Tempat penyimpanan Prekursor Farmasi dalam bentuk bahan baku dilarang digunakan untuk menyimpan barang selain Prekursor Farmasi dalam bentuk bahan baku. 5. Gudang khusus tempat menyimpan Narkotika, Psikotropika dan Prekursor harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. dinding dibuat dari tembok dan hanya mempunyai pintu yang dilengkapi dengan pintu jeruji besi dengan 2 (dua) buah kunci yang berbeda; b. langit-langit dapat terbuat dari tembok beton atau jeruji besi; c. jika terdapat jendela atau ventilasi harus dilengkapi dengan jeruji besi; d. gudang tidak boleh dimasuki oleh orang lain tanpa izin Apoteker penanggung jawab; dan e. kunci gudang dikuasai oleh Apoteker penanggung jawab dan pegawai lain yang dikuasakan. 6. Lemari khusus sebagaimana dimaksud harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. terbuat dari bahan yang kuat; b. tidak mudah dipindahkan dan mempunyai 2 (dua) buah kunci yang berbeda; c. harus



diletakkan



dalam



ruang



khusus



gudang, untuk Instalasi Farmasi Pemerintah; 14



di



sudut



d. diletakkan di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum, untuk



Apotek,



Instalasi



Farmasi



Sakit,



Puskesmas,



Rumah



Instalasi Farmasi Klinik, dan Lembaga Ilmu Pengetahuan ; dan e. kunci lemari penanggung



khusus



dikuasai



jawab/Apoteker



yang



oleh



Apoteker



ditunjuk



dan



pegawai lain yang dikuasakan. 7. Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Puskesmas, Instalasi Farmasi Klinik, dan Lembaga Ilmu Pengetahuan harus memiliki tempat penyimpanan Narkotika atau Psikotropika berupa lemari khusus. 8. Dokter praktik perorangan yang menggunakan Narkotika atau Psikotropika untuk tujuan pengobatan harus menyimpan Narkotika atau Psikotropika di tempat yang aman dan memiliki kunci yang berada di bawah penguasaan dokter. II.4.3 Pemusnahan Menurut Permenkes No. 3 Tahun 2015 Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Framasi hanya dilakukan dalam hal: a. Berhubungan dengan tindak pidana b. Diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan/atau tidak dapat digunakan dalam proses produksi psikotropika c. Kadaluarsa d. Tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan/atau untuk kepentingan ilmu pengetahuan Pemusnahan



Narkotika,



Psikotropika,



dan



Prekursor



dilaksanakan oleh Industri Farmasi, PBF, Instalasi Farmasi Pemerintah, Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik, Lembaga Ilmu Pengetahuan, Dokter atau Toko Obat.



15



Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi yang memenuhi kriteria pemusnahan yang berada



di



Puskesmas



harus dikembalikan kepada Instalasi Farmasi Pemerintah Daerah setempat. Instalasi



Farmasi



Pemerintah



yang



melaksanakan



pemusnahan harus melakukan penghapusan sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Pemusnahan



Narkotika,



Psikotropika,



dan Prekursor Farmasi



harus dilakukan dengan:



a. tidak mencemari lingkungan; dan a. tidak membahayakan kesehatan masyarakat.



Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: a. penanggung



jawab



distribusi/fasilitas



fasilitas



pelayanan



produksi/fasilitas kefarmasian/pimpinan



lembaga/dokter praktik perorangan menyampaikan surat pemberitahuan dan permohonan saksi kepada: 1. Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan, bagi Instalasi Farmasi Pemerintah Pusat; 2. Dinas Kesehatan Provinsi dan/atau Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan setempat, bagi Importir, Industri Farmasi, PBF, Lembaga Ilmu Pengetahuan, atau Instalasi Farmasi Pemerintah Provinsi; atau 3. Dinas



Kesehatan



Kabupaten/Kota



dan/atau



Balai



Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan setempat, bagi Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi Farmasi



Klinik,



Instalasi



Farmasi



Pemerintah



Kabupaten/Kota, Dokter, atau Toko Obat. b.



Kementerian



Kesehatan,



Badan 16



Pengawas



Obat



dan



Makanan, Dinas Kesehatan Provinsi, Balai Besar/Balai Pengawas



Obat



Kesehatan



dan



Makanan



Kabupaten/Kota



setempat,



menetapkan



dan



Dinas



petugas



di



lingkungannya menjadi saksi pemusnahan sesuai dengan surat permohonan sebagai saksi. c.



Pemusnahan disaksikan oleh petugas yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf b.



d.



Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi dalam bentuk bahan baku, produk antara, dan produk ruahan harus dilakukan sampling untuk kepentingan pengujian oleh petugas yang berwenang sebelum dilakukan pemusnahan.



e.



Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi harus dilakukan pemastian kebenaran secara



organoleptis



oleh



saksi



sebelum



dilakukan



pemusnahan.



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Narkotika adalah zatatauobat yang berasal dari tanaman atau bukan



17



tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Psikotropika adalah suatu zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Sedangkan prekusor adalah zat atau bahan pemula yang dapat digunakan untuk pembuatan narkotika dan psikotropika. B. Saran Saran yang dapat disampaikan adalah : 1. Berusaha menjauhi penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan prekusor 2. Berperan aktif sebagai masyarakat dalam penanganan masalah apabila terjadi penyalahguanaan narkotika, psikotropika dan prekusor



DAFTAR PUSTAKA



Pemerintah RI. 2009. “Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Pemerintah RI : Jakarta



18



Pemerintah RI. 1997. “Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. Pemerintah RI : Jakarta Permenkes RI. 2010. “Perautran Menteri Kesehatan Nomor 40 Tahun 2010 tentang Prekursor. Kementerian Kesehatan RI : Jakarta Permenkes RI. 2015. “Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2015 tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi. Kementerian Kesehatan RI : Jakarta



19