6 0 623 KB
MAKALAH “REKONSILIASI FISKAL” Disusun untuk Memenuhi Tugas Perpajakan II Dosen Pengampu: Sustinah Limarjani, SH, MM, Ak, CA
Disusun oleh: KELOMPOK 9 1. Purnama Aktifiyanti Wisuda
(C1C115107)
2. Siti Rizqa Ratna Sari
(C1C115052)
3. Yessi Suci Risdawati
(C1C115056)
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI 2017
1
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami panjatkan puji dan syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini mengenai “Rekonsiliasi Fiskal”. Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca yang bersifat membangun agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Kami berharap semoga makalah tentang “Rekonsiliasi Fiskal” ini dapat memberikan manfaat dan inspirasi bagi penulis maupun pembaca.
Banjarmasin, Mei 2017 Penyusun,
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .....................................................................................
i
DAFTAR ISI ....................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...............................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah ..........................................................................
2
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................
2
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Rekonsiliasi Fiskal .......................................................
3
2.2 Penyebab perbedaan laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal .............................................................................
3
2.3 Pengertian Koreksi Fiskal ..............................................................
6
2.4 Jenis Perbedaan Pengakuan Antara Komersial dan Fiskal .............
6
2.5 Jenis Koreksi Fiskal.........................................................................
9
2.6 Metode Rekonsiliasi Fiskal ............................................................
14
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan.....................................................................................
30
3.2 Saran ...............................................................................................
30
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG Rekonsiliasi fiskal dilakukan oleh wajib pajak karena terdapat perbedaan perhitungan, khususnya laba menurut akuntansi dengan laba menurut perpajakan. Laporan keuangan komersial atau bisnis ditujukan untuk menilai kinerja ekonomi dan keadaan finansial dari sektor swasta, sedangkan laporan keuangan fiskal lebih ditujukan untuk menghitung pajak. Untuk kepentingan komersial atau bisnis, laporan keuangan disusun berdasarkan SAK, sedangkan untuk kepentingan fiskal, laporan keuangan disusun
berdasarkan
peraturan
perpajakan.
Perbedaan
kedua
dasar
penyusunan laporan keuangan tersebut mengakibatkan perbedaan perhitungan laba (rugi) suatu entitas. Jika satu entitas (WP) harus menyusun dua laporan keuangan yang berbeda maka disamping terdapat pemborosan waktu, tenaga, uang juga akan terjadi tidak tercapainya tujuan menghindari manipulasi pajak. Oleh karena itu, perusahaan tidak boleh melakukan pembukuan ganda. Pembukuan tetap satu yang nantinya akan menghasilkan laporan rugi laba komersial. Kemudian laporan rugi laba komersial disesuaikan dengan ketentuan Pajak Penghasilan. Proses penyesuaian inilah yang dinamakan Rekonsiliasi Fiskal. Dengan kata lain, Rekonsiliasi Fiskal adalah proses membuat penyesuaianpenyesuaian terhadap laporan keuangan komersial dengan berdasarkan ketentuan-ketentuan perpajakan sehingga diperoleh yang namanya Laba Fiskal. Laba Fiskal ini, dalam perpajakan sering disebut Penghasilan Neto (Wahyudi, 2008).
1
1.2 RUMUSAN MASALAH 1. Apa yang dimaksud dengan rekonsiliasi fiskal? 2. Apa yang menyebabkan perbedaan laporann keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal? 3. Apa yang dimaksud dengan koreksi fiskal? 4. Apakah jenis perbedaan pengakuan antara komersial dan fiskal? 5. Apa saja jenis koreksi fiskal? 6. Apa saja metode rekonsiliasi fiskal?
1.3 TUJUAN PENULISAN 1. Untuk mengetahui pengertian rekonsiliasi fiskal. 2. Untuk mengetahui penyebab perbedaan laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal. 3. Untuk mengetahui pengertian koreksi fiskal. 4. Untuk mengetahui jenis perbedaan pengakuan antara komersial dan fiskal. 5. Untuk mengetahui jenis koreksi fiskal. 6. Untuk mengetahui metode rekonsiliasi fiskal.
2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Rekonsiliasi Fiskal Rekonsiliasi fiskal adalah proses membuat penyesuaian-penyesuaian terhadap laporan keuangan komersial dengan berdasarkan ketentuanketentuan perpajakan sehingga diperoleh yang namanya laba fiskal. Laba fiskal ini, dalam perpajakan sering disebut Penghasilan Neto (Wahyudi, 2008). 2.2 Penyebab Perbedaan Laporan Keuangan Komersial dan Laporan Keuangan Fiskal 1. Perbedaan Prinsip Akuntansi Beberapa prinsip SAK yang telah diakui secara umum tetapi tidak diakui dalam fiskal, diantaranya adalah : a) Prinsip konversatisme, penilaian persediaan akhir berdasarkan metode “terendah antara harga pokok dan nilai realisasi bersih” dan penilaian piutang dengan nilai taksiran realisasi bersih, diakui dalam akuntansi komersial, tetapi tidak diakuidalam fiskal. b) Prinsip harga perolehan, dalam akuntansi komersial, penentuan harga perolehan untuk barang yang diproduksi sendiri boleh memasukkan unsur biaya tenaga kerja yang berupa natura. Dalam fiskal, pengeluaran
dalam
bentuk
natura
tidak
diakui
sebagai
pengurangan/biaya. c) Prinsip pemadanan (matching), akuntansi komersial mengakui biaya penyusutan pada saat aset tersebut menghasilkan. Dalam fiskal, penyusutan dapat dimulai sebelum menghasilkan
2. Perbedaan metode dan prosedur akuntansi
3
a) Metode penilaian persediaan. Akuntansi komersial meperbolehkan untuk memakai berbagai metode yang ada. Namun apabila pada akuntansi fiskal hanya diperbolehkan menggunakan metode Average dan FIFO. b) Metode penyusutan dan amortisasi. Akuntansi komersial membolehkan metode penyusutan berbagai jenis, apabila dalam akuntansi fiskal hanya diperbolehkan garis lurus dan saldo menurun. Selain itu apabila akuntansi komersial kita dapat memperkirakan umur ekonomis aktiva tetap, namun pada fiskal yang memutuskan adalah Menteri Keuangan. Demikian pula dengan nilai residu, akuntansi komersial memperbolehkan menggunakan nilai residu, sedangkan fiskal tidak diperoleh menggunakan nilai residu. c) Metode penghapusan piutang Dalam
akuntansi
komersial
penghapusan
piutang
ditentukan
berdasarkan metode cadangan. Sedangkan dalam fiskal, penghapusan piutang dilakukan pada saat piutang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat-syarat tertentu yang diiatur dalam peraturan perpajakan.
3. Perbedaan Perlakuan dan Pengakuan Penghasilan dan Biaya a) Penghasilan tertentu diakui dalam akuntansi komersial tetapi bukan merupakan objek pajak penghasilan. Dalam rekonsiliasi fiskal, penghasilan tersebut harus dikeluarkan dari total PKP atau dikurangkan dari laba menurut akuntansi komersial. Contoh:
Penggantian atau imbalan yang diterima atau diperoleh dalam bantuk natura
Bagian laba yang diterima oleh perusahaan modal vantura dari badan pasangan usaha.
Hibah, bantuan, sumbangan
Iuran dan penghasilan tertentu yang diterima dari dana pensiun
4
Penghasilan dividen yang diterima oleh PT, koperasi, BUMN/ BUMD, sebagai WPDN dengan persyaratan tertentu.
Penghasilan lain yang termasuk dalam kelompok bukan objek pajak (pasal 4 ayat (3) UU PPh)
b) Penghasilan tertentu diakui dalam akuntansi komersial tetapi pengenaan pajaknya bersifat final. Dalam rekonsiliasi fiskal, penghasilan tersebut harus dikeluarkan dari total PKP atau dikurangkan dari laba menurut akuntansi komersial. Contoh:
Penghasilan berupa deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi
Penghasilan berupa hadiah undian
Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya
Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/ atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate dan persewaan tanah dan atau bangunan
Penghasilan tertentu lainnya (penghasilan dari pengungkapan ketidakbenaran, penghentian penyelidikan tindak pidana, dll)
Dividen yang diterima oleh wajib pajak orang pribadi.
c) Penyebab perbedaan lain yang berasal dari penghasilan adalah:
Kerugian suatu usaha di luar negeri
Kerugian usaha dalam negeri tahun-tahun sebelumnya
Imbalan dengan jumlah yang melebihi kewajaran
d) Pengeluaran tertentu diakui dalam akuntansi komersial sebagai biaya atau pengurang penghasilan bruto, tetapi dalam fiskal pengeluaran tersebut tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto.
5
Contoh:
Imbalan atau penggantian yang diberikan dalam bentuk natura
Pajak penghasilan
Sanksi administrasi berupa denda, bunga, kenaikan dan sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan perundangundangan perpajakan
Biaya yang dibebankan untuk kepentingan pribadi WP atau orang yang menjadi tanggungannya, dll.
2.3 Pengertian Koreksi Fiskal Koreksi fiskal adalah koreksi atau penyesuaian yang harus dilakukan oleh wajib pajak sebelum menghitung Pajak Penghasilan (PPh) bagi wajib pajak badan dan wajib pajak orang pribadi. Koreksi fiskal terjadi karena adanya perbedaan perlakuan/pengakuan penghasilan maupun biaya antara akuntansi komersial dengan akuntansi pajak. 2.4 Jenis Perbedaan Pengakuan Antara Komersial dan Fiskal Secara umum terdapat dua perbedaan pengakuan baik penghasilan maupun biaya antara akuntansi komersial dengan perpajakan (fiskal) yang menyebabkan terjadinya koreksi fiskal, yaitu: 2.4.1 Beda Tetap Beda tetap merupakan perbedaan pengakuan baik penghasilan maupun biaya antara akuntansi komersial dengan ketentuan Undang-undang PPh yang sifatnya permanen artinya koreksi fiskal yang dilakukan tidak akan diperhitungkan dengan laba kena pajak tahun pajak berikutnya.
Dalam hal pengakuan penghasilan koreksi karena beda tetap terjadi karena : 1. Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan menurut Undang-undang PPh bukan merupakan penghasilan, contohnya dividen
6
atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, Badan Usaha Milik Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan serta kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (Pasal 4 ayat 3 UU PPh) 2. Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan menurut Undang-undang PPh telah dikenakan PPh Final, contohnya: a. Bunga Deposito dan Tabungan lainnya b. Penghasilan berupa hadiah undian c. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/ atau bangunan, d. Penghasilan dari usaha jasa konstruksi dan e. Penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan f. dan sebagainya (Pasal 4 ayat 2 UU PPh)
Dalam hal pengakuan biaya/beban koreksi karena beda tetap terjadi karena menurut akuntansi komersial merupakan biaya, sedangkan menurut Undang-undang PPh bukan merupakan biaya yang dapat mengurangi penghasilan bruto, misalnya: a.
Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan ; a) yang bukan objek pajak b) yang pengenaan pajaknya bersifat final c) yang
dikenakan
pajak
berdasarkan
norma
penghitungan
penghasilan b.
Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan
c.
Pajak Penghasilan
7
d.
Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundangundangan di bidang perpajakan.
e.
Biaya-biaya lainnya yang menurut Undang-undang PPh tidak dapat dibebankan (Pasal 9 ayat 1 UU PPh)
Koreksi atas beda tetap penghasilan akan menyebabkan koreksi negatif artinya penghasilan yang diakui oleh akuntansi komersial namun secara fiskal harus dikoreksi baik itu karena bukan merupakan objek pajak maupun karena telah dikenakan PPh final, menyebabkan laba kena pajak berkurang yang akhirnya akan menyebabkan PPh terutang lebih kecil. Koreksi atas beda tetap biaya akan menyebabkan koreksi positif artinya biaya yang diakui oleh akuntansi komersial namun secara fiskal harus dikoreksi, akan menyebabkan laba kena pajak bertambah yang akhirnya akan menyebabkan PPh terutang menjadi lebih besar.
2.4.2 Beda Waktu Beda waktu merupakan perbedaan pengakuan baik penghasilan maupun biaya antara akuntansi komersial dengan ketentuan Undang-undang PPh yang sifatnya sementara artinya koreksi fiskal yang dilakukan akan diperhitungkan dengan laba kena pajak tahun-tahun pajak berikutnya. Dalam hal pengakuan penghasilan koreksi karena beda waktu terjadi karena : “Penerimaan penghasilan cash basis untuk lebih dari satu tahun. Secara akuntansi komersial penghasilan tersebut harus dialokasi sesuai dengan masa perolehannya sesuai dengan prinsip matching cost with revenue. Sedangkan menurut Undang-undang PPh, penghasilan tersebut harus diakui sekaligus pada saat diterima”. Dalam hal pengakuan biaya koreksi karena beda waktu terjadi karena :
8
1. Perbedaan metode penyusutan, dimana menurut Undang-undang PPh metode penyusutan yang diperbolehkan hanya metode garis lurus dan saldo menurun 2. Perbedaan metode penilaian persediaan, dimana menurut Undang-undang PPh metode penilaian persediaan yang diperbolehkan hanya metode ratarata dan FIFO 3. Penyisihan piutang tak tertagih, dimana menurut Undang-undang Penyisihan piutang tak tertagih tidak diperkenankan kecuali untuk usahausaha tertentu Koreksi atas beda waktu penghasilan akan menyebabkan koreksi positif pada saat penghasilan diterima dan akan menyebabkan koreksi negatif pada tahun-tahun berikutnya. Koreksi positif ini akan menyebabkan laba kena pajak akan bertambah, sedangkan koreksi negatif tahun-tahun berikutnya akan menyebabkan laba kena pajak akan berkurang. Koreksi atas beda waktu biaya dapat menyebabkan koreksi positif maupun koreksi negatif tergantung dari metode yang digunakan.
2.5 Jenis Koreksi Fiskal 2.5.1 Koreksi Fiskal Positif Koreksi Fiskal Positif yaitu koreksi fiskal yang menyebabkan penambahan penghasilan kena pajak dan PPh terutang. Jenis Koreksi Fiskal Positif antara lain: 1.
Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
2.
Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota.
3.
Pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali:
9
a. Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang. b. Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. c. Cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan. d. Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan. e. Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan. f. Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industry. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai dengan huruf m serta zakat yang diterima oleh amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau
10
disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Pajak Penghasilan Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya. 1.
Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham.
2.
Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundangundangan di bidang perpajakan.
3.
Persediaan yang jumlahnya melebihi jumlah berdasarkan metode perhitungan yang sudah ditetapkan dalam Pasal 10 UU No. 36 Tahun 2008 tentang PPH.
4.
Penyusutan yang jumlahnya melebihi jumlah berdasarkan metode perhitungan yang sudah ditetapkan dalam Pasal 10 UU No. 36 Tahun 2008 tentang PPh.
5.
Biaya yang ditangguhkan pengakuannya.
2.5.2 Koreksi Fiskal Negatif Koreksi fiskal negatif yaitu koreksi yang menyebabkan pengurangan penghasilan kena pajak dan PPh terutang. Jenis Fiskal Negatif antara lain: 1.
Penghasilan yang telah dikenakan PPh Final antara lain: a.
Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi.
b.
Penghasilan berupa hadiah undian.
c.
Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura,
11
d.
Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan.
2.
Penghasilan yang bukan merupakan objek pajak antara lain: a.
Bantuan atau sumbanagan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan.
b.
Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan.
c.
Warisan.
d.
Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal.
e.
Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajin Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma perhitungan khusus (deemed profit).
12
f.
Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa.
g.
Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat: 1.
Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan.
2.
Bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor.
h.
Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai.
i.
Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf h, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
j.
Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif.
k.
Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut: 1.
Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
2.
Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.
13
l. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. m. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. n. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. o. Persediaan yang jumlahnya kurang jumlah berdasarkan metode penghitungan yang sudah ditetapkan dalam Pasal 10 UU No. 36 Tahun 2008 tentang PPh. p. Penyusutan yang jumlahnya kurang jumlah berdasarkan metode pneghitungan yang sudah ditetapkan dalam Pasal 10 UU No. 36 Tahun 2008 tentang PPh.
2.6 Metode Rekonsiliasi Fiskal Metode rekonsiliasi fiskal dilakukan dengan cara sebagai berikut (Resmi 2014): 1. Jika suatu penghasilan diakui menurut akuntansi tetapi tidak diakui menurut fiskal, rekonsiliasi dilakukan dengan mengurangkan sejumlah penghasilan tersebut dari penghasilan menurut akuntansi, yang berarti mengurangi laba menurut akuntansi. 2. Jika suatu penghasilan tidak diakui menurut akuntansi tetapi diakui menurut fiskal, rekonsiliasi dilakukan dengan menambahkan sejumlah
14
penghasilan tersebut pada penghasilan menurut akuntansi, yang berarti menambah laba menurut akuntansi. 3. Jika suatu biaya/pengeluaran diakui menurut akuntansi tetapi tidak diakui sebagai pengurang penghasilan bruto menurut fiskal, rekonsiliasi dilakukan dengan mengurangkan sejumlah biaya/pengeluaran tersebut dari biaya menurut akuntansi, yang berarti menambah laba menurut akuntansi. 4. Jika suatu biaya/pengeluaran tidak diakui menurut akuntansi tetapi diakui sebagai pengurang penghasilan bruto menurut fiskal, rekonsiliasi dilakukan dengan menambahkan sejumlah biaya/pengeluaran tersebut pada biaya menurut akuntansi yang berarti mengurangi laba menurut akuntansi.
Kertas kerja rekonsiliasi fiskal dapat dibuat dengan format sebagai berikut :
Format 1 Wajib pajak Rekonsiliasi Fiskal Tahun 20xx Laba Bersih (menurut akuntansi komersial)
xxx
Koreksi Positif : -
xxx
-
xxx Total koreksi positif
xxx
Koreksi Negatif
xxx (+)
-
xxx
-
xxx Total koreksi negarif
xxx (-) xxx
15
Perbedaan dimasukkan sebagai koreksi positif apabila : 1. Pendaatan menurut fiskal lebih besar daripada menurut akuntansi atau suatu penghasilan diakui menurut fiskal tetapi diakui menurut akuntansi. 2. Biaya/pengeluaran diakui menurut fiskal lebih kecil daripada menurut akuntansi atau suatu biaya/pengeluaran tidak diakui menurut fiskal tetapi diakui menurut akuntansi.
Perbedaan dimasukan sebagai koreksi negatif apabila : 1. Pendapatan menurut fiskal lebih kecil daripada pendapatan menurut akuntansi atau suatu penghasilan tidak diakui menurut fiskal (bukan objek pajak) tetapi tidak diakui menurut akuntansi. 2. Biaya/pengeluaran menurut fiskal lebih besar daripada menurut akuntansi atau suatu biaya/pengeluaran diakui menurut fiskal tetapi tidak diakui menurut akuntansi. 3. Suatu pendapatan telah dikenakan pajak penghasilan bersifat final. Format 2 Wajib Pajak Rekonsiliasi Fiskal Tahun 20xx Keterangan
Menurut akuntansi
Koreksi fiskal Menurut Fiskal Beda tetap
Beda waktu
Pendapatan Biaya-biaya Laba (penghasilan)
Laba
bersih
sebelum pajak
Laba (penghasilan) kena pajak
16
Rekonsiliasi fiskal dilakukan oleh Wajib Pajak badan dan Wajib Pajak prang pribadi yang wajib menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan pendekatan
akuntansi
(komersial).
Rekonsiliasi
fiskal
dilakukan
untuk
mempermudah pengisian Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan PPh dan menyusun laporan keuangan fiskal sebagai lampiran SPT Tahunan PPh.
Contoh 1. PT. Maju Terus meminta bantuan KAP (Kantor Akuntan Publik) Candra untuk menyusun rekonsiliasi fiskal berdasarkan data laporan keuangan pada tahun 2008 sebagai berikut : Penjualan
Rp. 20.000.000.000
HPP
7.500.000.000
Laba bruto
12.500.000.000
Biaya Operasional : 1.
Gaji
2.
Tunjangan Transport Karyawan
3.
Biaya makan kantor
4.
Biaya pengobatan yang ditanggung perusahaan
Rp. 550.000.000 150.000.000 10.000.000 80.000.000
5.
Biaya trining karyawan
20.000.000
6.
Biaya seragam satpam
10.000.000
7.
Biaya pengangkutan
10.000.000
8.
Biaya bunga pinjaman
30.000.000
9.
Cadangan penghapusan piutang
25.000.000
10. Biaya listrik dan telepon kantor
5.000.000
11. PBB dan biaya materai
5.000.000
12. Penyusutan aset tetap
150.000.000
13. Premi asuransi kebakaran pabrik
20.000.000
14. Bantuan untuk panitia HUT RI
10.000.000
Total Biaya Operasional Laba Usaha
1.075.000.000 Rp. 11.425.000.000
17
Pendapatan Lain-lain : 1.
Dividen dari PT. Al (Setelah
Rp. 246.500.000
Dividen) (% kepemilikan 20%) 2.
Keuntungan Selisih Kurs
10.000.000
Total Pendapatan Lainnya
256.500.000
Laba Usaha sebelum PPh
Rp. 11.681.500.000
Keterangan tambahan : Jenis Aset Bangunan Permanen
Tahun Beli 05-07-04
Harga Beli Rp. 750.000.000
Nilai Sisa Rp. 100.000.000
Penyusutan Fiskal menggunakan metode garis lurus. Diminta : Buatlah rekonsiliasi fiskal PT. Maju Terus! Jawab : PT. Maju Terus Rekonsiliasi Fiskal Tahun 2008 (Dalam Ribuan Rupiah) No
*
**
Keterangan
Menurut
Koreksi Fiskal
Menurut
Akuntansi
Positif
Pajak
Negatif
Keterangan
Penjualan
20.000.000
20.000.000
HPP
(7.500.000)
(7.500.000)
Laba Kotor
12.500.000
12.500.000
Gaji
550.000
550.000
Tunjangan Transport
150.000
150.000
Beban Operasi
By. makan kantor
10.000
By. pengobatan
80.000
80.000
By. trining
20.000
20.000
By.seragam satpam
10.000
10.000
By. pengangkutan
10.000
10.000
10.000
0 Pasal 9 ayat 1
18
By.bunga pinjaman
30.000
30.000
Cadangan.Ph.
Pasal 9 ayat 1 25.000
piutang
0
By. listrik
5.000
5.000
PBB dan materai
5.000
5.000
Penyusutan
aset
Pasal 2 uu pph 150.000
tetap
***
25.000
Premi asuransi
20.000
Sumbangan HUT RI
10.000
75.000
75.000 20.000 0 Pasal 9 ayat 1
10.000
Total B. Operasi
(1.075.000)
(955.000)
Laba bersih usaha
11.425.000
11.545.000
Pendapatan
luar
usaha Dividen Keuntungan selisih kurs T.Pendapatan/biaya dari luar usaha
****
Laba Bersih sblm Tax
246.500
290.000 Pasal 4 ayat 1
43.500
10.000
10.000
256.500
300.00
11.681.500
163.500
0
11.845.000
Contoh 2 A. Kasus 1 WP Badan (Rekonsiliasi Fiskal) PT. Perdana didirikan pada tahun 1999 merupakan Wajib Pajak yang bergerak dalam bidang usaha sendiri 1. Data Wajib Pajak Nama Wajib Pajak
: PT. Perdana 19
NPWP
: 01.444.555.1.541.000
Alamat kedudukan
: Jl. Kenari No.49 Condong Catur-Depok,
Yogyakarta
55281
Nomor Telepon/Faks
: (0274) 864 892/(0274) 524 501
Jenis usaha
: Dagang Pperalatan Telekomunikasi
Nama Pimpinan
: Drs. Akbar Perdana Putra, M.M.
Alamat rumah
: Jl. Swakarya No.5 Yogyakarta
Klasifikasi badan
: PT (Perseroan Terbatas)
2. Kegiatan Usaha Pada tahun 2013, PT.Perdana memperoleh penghasilan dari dalam negeri dan dari luar negeri. Laporan Laba Rugi (komersial) pada tahun 2013 adalah sebagai berikut :
20
PT.Perdana Laporan Laba Rugi Periode yang berakhir 31 Desember 2013 (dalam rupiah) Penghasilan dari usaha dalam Negeri: Penjualan
20.005.654.000
Retur penjualan
(954.852.000)
Potongan penjualan
(545.987.000)
Penjualan neto
18.504.815.000
Harga pokok penjualan *)
(14.654.879.000)
Laba bruto
3.849.936.000
Biaya usaha: Gaji, upah, THR, tunjangan lain
1.551.900.000
Alat tulis dan biaya kantor
23.958.000
Biaya perjalanan dinas
53.465.000
Biaya listrik dan telepon
16.825.000
Biaya makan karyawan
36.783.000
Biaya promosi
297.285.000
PBB dan Bea Materai
53.726.000
Pajak
60.000.000
Biaya representasi
65.798.000
Biaya royalty
237.465.000
21
Biaya konsumsi/perjamuan
12.132.000
Biaya sewa
197.958.000
Biaya kerugian piutang
105.654.000
Biaya penyusutan
169.000.000
Biaya lain-lain
293.873.000
Total biaya usaha
(3.175.822.000)
Laba usaha
674.114.000
Penghasilan di luar usaha: Dividen
40.000.000
Sewa
25.000.000
Total penghasilan luar usaha
65.000.000
Laba bersih (penghasilan neto) dalam negeri
Rp.739.114.000
Penghasilan dari luar negeri: Laba usaha dari Canada 200.000.000 Bunga obligasi dari Singapura 50.000.000 Total penghasilan dari luar negeri 250.000.000 Laba (penghasilan neto)
989.114.000
22
*
) Rincian harga pokok penjualan
Persediaan barang dagangan, 1 Januari 2013 Pembelian neto tahun 2013 Persediaan
barang
dagangan,
31
Desember 2013 Harga pokok penjualan
Rp
5.000.000.000
Rp
13.000.000
Rp
(3.345.121.000)
Rp
14.654.879.000
Informasi yang digunakan sebagai dasar penyesuaian perhitungan laba (rugi) fiskal: 1.
Dalam penjualan tidak memasukkan penjualan kepada karyawan sebesar Rp 20.000.000 yangv penagihannya melalui pemotongan gaji setiap bulan.
2.
Dalam gaji, upah, tunjangan hari raya (THR), dan tunjangan lain terdapat pengeluaran untuk pembelian beras yang dibagikan kepada karyawan senilai Rp 20.365.000 dan biaya pengobatan karyawan senilai Rp 5.100.000.
3.
Dalam biaya perjalanan dinas terdapat bukti-bukti pendukung atas nama keluarga pemegang saham sebesar Rp 596.000.
4.
Dalam biaya promosi terdapat sumbangan yang tidak ada hubungannya dengan kegiatan utama perusahaan sebesar Rp 12.754.000.
5.
Pajak sebesar Rp 60.000.000 meruapakan angsuran pph bulanan selama tahun 2013 (angsuran pph pasal 25).
6.
Pengeluaran berupa biaya representasi tidak didukung dengan bukti pengeluaran dari pihak eksternal.
7.
Biaya royalti sebesar Rp 237.465.000 yang ada bukti pendukungnya dari pihak eksternal sebesar Rp 225.353.000.
23
8.
Piutang yang benar-benar tidak tertagih dan telah memenuhi syarat untuk diakui sebagai piutang tak tertagih menurut perpajakan dalam tahun 2013 sebesar Rp 60.500.000.
9.
Perusahaan mempunyai aset tetap sebagai berikut: a. Mesin produksi dibeli pada tanggal 1 Januari 2007 seharga Rp 500.000.000; taksiran umur ekonomis 10 tahun. b. Kendaraan dibeli pada tanggal 31 Desember 2007 seharga Rp 400.000.000; taksiran umur ekonomis 10 tahun. c. Komputer dibeli pada tanggal 6 Maret 2009 seharga Rp 300.000.000; taksiran umur ekonomis 5 tahun. d. Inventaris dibeli pada tanggal 1 Januari 2007 seharga Rp 200.000.000; taksiran umur ekonomis 8 tahun. e. Bangunan permanen selesai dibangun dan siap digunakan pada tanggal 31 Desember 2006 senilai Rp 600.000.000; taksiran umur ekonomis 20 tahun. Berdasarkan kebijakan manajemen perusahaan: mesin produksi mempunyai nilai residu 10% dari harga perolehan, sedangkan aset tetap yang lain ditaksir mempunyai nilai residu 20% dari harga perolehan. Metode perhitungan penyusutan yang digunakan adalah garis lurus. Menurut fiskal (ketentuan perpajakan), mesin produksi, kendaraan, komputer dan inventaris merupakan aset berwujud kelompok II. Perusahaan memilih metode Garis Lurus dalam menghitung penyusutan fiskal.
10. Dalam biaya lain-lain terdapat biaya rekreasi karyawan Rp 2.652.000. 11. Penghasilan sewa (dalam penghasilan luar usaha) sebesar Rp 25.000.000 terdiri atas sewa bangunan senilai Rp 5.000.000, sewa atas peralatan pabrik senilai Rp 12.000.000 dan sewa atas kendaraan senilai Rp 8.000.000. penghasilan sewa ini diterima dari PT Putra Surya, yang
24
beralamat
di
Jl.
Mayjen
Sutoyo
30
Yogyakarta,
NPWP:
01.166.552.2.541.000. Sewa tersebut diterima setiap tahun untuk jangka waktu beberapa tahun. 12. Dividen sebesar Rp 40.000.000 terdiri atas dividen kas dari penyertaan saham (20%) pada PT Adinda sebesar Rp 15.000.000, yang beralamat di Jl. Lojajar 28 Yogyakarta, NPWP: 01.337.882.1.542.000; dan dividen kas atas penyertaan saham (30%) pada PT Kapuas Raya sebesar Rp 25.000.000.
Penyelesaian: Penjelasan informasi kasus A1 s/d A12 untuk menyusun rekonsiliasi fiskal Sumber
Penjelasan
Informasi A1)
Termasuk dalam penjualan adalah penjualan kepada semua pembeli dengan cara kredit atau tunai dan dengan dasar akrual artinya penjualan diakui tidak pada saat penerimaan kas tetapi saat penyerahan barang. Penjualan kepada karyawan yang pembayarannya tidak dilakukan pada saat transaksi penyerahan barang tetap diakui sebagai penjualan tahun 2013. Dalam rekonsiliasi fiskal, penjualan kepada karyawan sebesar Rp 20.000.000 akan menambah penghasilan menurut akuntansi, dan selanjutnya berpengaruh menaikkan laba kena pajak (sebagai koreksi negatif).
A2)
Imbalan dalam bentuk natura (beras Rp 20.365.000 dan pengobatan Rp 5.100.000) tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto (nondeductible expense) sesuai Pasal 9 ayat (1) UU PPh. Oleh karena itu dalam rekonsiliasi fiskal, jumlah biaya tersebut harus dikurangkan dari biaya menurut akuntansi, yang berarti berpengaruh menaikkan laba kena pajak (koreksi positif).
A3)
Biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham (perjalannan dinas anggota kelurga pemegang saham sebesar Rp
25
596.000) tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto (nondeductible expense) sesuai Pasal 9 ayat 91) UU PPh. Oleh karea itu, dalam rekonsiliasi fiskal, jumlah biaya tersebut harus dikurangkan dari biaya menurut akuntansi, yang berarti berpengaruh menikkan laba kena pajak (koreksi positif). A4)
Sumbangan untuk berbagai kepentingan kepada pihak-pihak yang tidak mempunyai hubungan kerja, usaha, kepemilikan dan penguasaan merupakan biaya yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto. Biaya sumbangan sebesar Rp 12.754.000 dalam biaya promosi/iklan harus dikurangkan dari biaya menurut akuntansi, yang berarti berpengaruh menaikkan laba kena pajak (sebagai koreksi positif).
A5)
Pajak Penghasilan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto Wajib Pajak sesuai Pasal 9 ayat (1) UU PPh. Total angsuran PPh Pasal 25 sebesar Rp 60.000.000 yang dibayarkan oleh Wajib Pajak PT Perdana dalam tahun 2013 tidak boleh dimasukkan sebagai biaya tahun 2013. Oleh karena itu, dalam rekonsiliasi fiskal jumlah tersebut dikurangkan dari biaya menurut akuntansi, yang berarti menikkan laba kena pajak (koreksi positif).
A6)
Biaya atau pengeluaran yang tidak ada daftar nominatifnya (biaya representasi sebesar Rp 65.798.000 tidak ada daftar nominatif), merupakan non-deductible expense. Dalam rekonsiliasi fiskal, jumlah biaya tersebut harus dikurangkan dari biaya menurut akuntansi, yang berarti berpengaruh menaikkan laba kena pajak (koreksi positif).
A7)
Penjelasan sama dengan 6A)
A8)
Menurut akuntansi, perusahaan diperbolehkan membentuk cadangan kerugian piutang pada setiap akhir tahun menaksir besarnya piutang yang tidak dapat ditagih pada tahun berikutnya. Petusahaan membentuk cadangan sebesar Rp 105.654.000 pada akhir tahun 2013, sehingga dalam laporan laba rugi tampak kerugian piutang sebesar Rp
26
105.654.000. Hal tersebut berbeda dengan ketentuan fiskal yang menyatakan bahwa kerugian piutang yang boleh diakui adalah sejumlah piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih pada tahun 2013. Oleh karena piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditahih menrut fiskal adalah Rp 60.500.000, maka biaya kerugian menurut akuntansi harus dikurangi dengan Rp 45.154.000. Penyesuaian ini akan berpengaruh menaikkan laba kena pajak (sebagai koreksi positif). A9)
Penyusutan menurut akuntansi kemungkinan berbeda dengan menurut fiskal karena terdapat perbedaan dalam metode penyusutan, pengakuan nilai sisa, taksiran masa manfaat/umur ekonomis. Perhitungan penyusutan tahun 2013 menurut fiskal dapat dilihat pada tabel penyusutanberikutnya. Tabel ini sekaligus dapat digunakan sebagai data pengisian Lampiran Khusus tentang “Penyusutan dan Amortisasi” Dalam rekonsiliasi fiskal, biaya penyusutan menurut akuntansi harus ditambah dengan Rp 36.000.000 (yaitu Rp 205.000.000- Rp 169.000.000), hal ini berarti mengurangi laba kena pajak (sebagai koreksi negatif).
A10)
Penjelasan sama dengan A2).
A11)
Penghasilan berupa sewa tanah dan/atau bangunan adalah penghasilan yang dikenakan pajak bersifat final. Oleh karena bersifat final maka jumlah pajak yang telah dipotong tersebut tidak dapat dikreditkan dari total PPh yang terutang pada akhir tahun, sehingga penghasilan tersebut juga tidak perlu diperhitungkan dalam menentukan laba kena pajak. Dalam koreksi fiskal, penghasilan berupa sewa atas bangunan sebesar Rp 5.000.000 dikurangkan dari penghasilan sewa menurut akuntansi, yang berarti meurunkan laba kena pajak (koreksi negatif)
A12)
Dividen yang diperoleh atau diterima perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri bukan merupakan penghasilan kena pajak
27
(bukan Objek Pajak), sesuai Pasal 4 ayat (3) UU PPh apabila penyertaannya melebihi 25% dari total modal disetor. Dividen yang diterima PT Perdana dari PT Ananda sebesar Rp 25.000.000 harus dikurangkan dari penghasilan dividen menurut akuntansi, yang berarti akan menurunkan laba kena pajak (koreksi negatif), sedangkan dividen yang sebesar Rp 15.000.000 merupakan Objek Pajak karena penyertaannya kurang dari 25%.
Menyusun Laporan Rekonsiliasi Fiskal Tahun Pajak 2013 -> dari Laporan Komersial Menurut Akuntansi
Rekonsiliasi Fiskal Menurut Fiskal
Koreksi Positif
Koreksi Negatif
Penghasilan dari usaha dalam Negeri: Penjualan
20.005.654
A) 20.000 (+)
20.025.654
Retur penjualan
(954.852)
(954.852)
Potongan penjualan
(545.987)
(545.987)
18.504.815
18.524.815
(14.654.879)
(14.654.879)
3.849.936
3.869.936
Penjualan neto Harga pokok penjualan Laba bruto Biaya usaha: Gaji, upah, THR, tunjangan Lain
1.551.900
A2) 25.465 (-)
1.526.435
Alat tulis dan biaya kantor
23.958
Biaya perjalanan dinas
53.465
Biaya listrik dan telepon
16.825
16.825
Biaya makan karyawan
36.783
36.783
Biaya promosi PBB dan bea materai
297.285
23.958 A3) 596 (-)
52.869
A4) 12.754 (-)
284.531
53.726
53.726
28
Pajak Biaya representasi Biaya royalti Biaya konsumsi/perjamuan
60.00
A5) 60.000 (-)
-
65.798
A6) 65.798 (-)
-
237.465
A7) 12.112 (-)
225.353
12.132
12.132
Biaya sewa
197.958
197.958
Biaya kerugian piutang
105.654
Biaya penyusutan
169.000
Biaya lain-lain
293.873
Total biaya usaha
(3.175.822)
(2.987.291)
674.114
882.645
Laba usaha
A8) 45.154 (-)
60.500 A9) 36.000 (+)
205.000
A10) 2.652 (-)
291.221
Penghasilan di luar usaha: - Dividen
40.000
A12) 25.000 (-)
15.000
- Sewa
25.000
A11) 5.000 (-)
20.000
Total penghasilan di luar usaha
65.000
35.000
739.114
917.645
200.000
200.000
50.000
50.000
Total penghasilan dari luar negeri
250.000
250.000
Laba (penghasilan neto)
989.114
1.167.645
Laba bersi dalam negeri Penghasilan dari luar negeri: - Laba usaha di Canada - Bunga obligasi di Singapura
29
BAB III PENUTUP 3.1
KESIMPULAN
1.
Rekonsiliasi Fiskal, yaitu proses membuat penyesuaian-penyesuaian terhadap laporan keuangan komersial dengan berdasarkan ketentuanketentuan perpajakan sehingga diperoleh yang namanya Laba Fiskal. Laba Fiskal ini, dalam perpajakan sering disebut Penghasilan Neto (Wahyudi, 2008).
2.
Secara umum terdapat dua perbedaan pengakuan baik penghasilan maupun biaya antara akuntansi komersial dengan perpajakan (fiskal) yang menyebabkan terjadinya koreksi fiskal, yaitu beda tetap (permanen) dan beda waktu (sementara). Beda waktu dibedakan menjadi koreksi positif dan negatif.
3.
Teknik rekonsiliasi fiskal dilakukan dengan cara; Jika suatu penghasilan diakui menurut akuntansi tetapi tidak diakui menurut fiskal, maka
kurangkan
sejumlah
penghasilan
tersebut
dari
penghasilan menurut akuntansi, begitupun sebaliknya, dan Jika suatu biaya atau pengeluaran diakui menurut akuntansi tetapi tidak diakui sebagai pengurang penghasilan bruto menurut fiskal rekonsiliasi dilakukan dengan mengurangkan sejumlah biaya atau pengeluaran tersebut dari biaya menurut akuntansi, yang berarti menambah laba menurut akuntansi, begitupun sebaliknya.
3.2
SARAN Dengan adanya Rekonsiliasi Fiskal diharapkan para Wajib Pajak dapat memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.Sedangkan bagi pemerintah diharapakan dapat meningkatkan pengawasan dalam penyelenggaraan pembayaran pajak.
30