Makalah Riba [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

FIQIH PRAKTIS RIBA DISUSUN OLEH : SAFRITA ANI (4032019042)



DOSEN PEMBIMBING : Dr. JAMALUDDIN, MA



FAKULTAS EKONOMI BISNIS ISLAM PRODI MANAJEMEN KEUANGAN SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI COT KALA LANGSA 2020



KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang hingga saat ini masih memberikan kita nikmat iman dan kesehatan, sehingga saya diberi kesempatan yang luar biasa ini yaitu kesempatan untuk menyelesaikan tugas penulisan makalah tentang “Riba” Shalawat serta salam tidak lupa selalu kita haturkan untuk junjungan nabi gung kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjukan Allah SWT untuk kita semua, yang merupakan sebuah pentunjuk yang paling benar yakni Syariah agama Islam yang sempurna dan merupakan satu-satunya karunia paling besar bagi seluruh alam semesta. Selain itu kami juga sadar bahwa pada makalah kami ini dapat ditemukan banyak sekali kekurangan serta jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, kami benar-benar menanti kritik dan saran untuk kemudian dapat kami revisi dan kami tulis di masa yang selanjutnya, sebab sekali kali lagi kami menyadari bahwa tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa disertai saran yang konstruktif. Di akhir kami berharap makalah sederhana kami ini dapat dimengerti oleh setiap pihak yang membaca. Kami pun memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam makalah kami terdapat perkataan yang tidak berkenan di hati.



Langsa, 5 Januari 2019



Penulis



i



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................................................................ i DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1 1.1 Latar Belakang ...........................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................2 BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................3 2.1 Pengertian Riba ..........................................................................................3 2.2 Hukum Riba ...............................................................................................4 2.3 Macam-Macam Riba ..................................................................................4 2.4 Riba Dalam Perspektif Ekonomi Islam......................................................6 2.5 Dampak dan Hikmah Pelarangan Riba ......................................................8 BAB III PENUTUP ................................................................................................9 3.1 Kesimpulan .................................................................................................9 DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................10



ii



BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Melakukan kegiatan ekonomi merupakan tabiat manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan kegiatan itu ia memperoleh rezeki, dan dengan rezeki itu dia dapat melangsungkan kehidupannya. Bagi orang Islam, al-Qur’an adalah petunjuk untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang absolut. Sunnah Rasulullah saw berfungsi menjelaskan kandungan alQur’an. 1Terdapat banyak ayat al-Qur’an dan Hadis Nabi yang merangsang manusia untuk rajin bekerja dan mencela orang menjadi pemalas.Tetapi tidak setiap kegiatan ekonomi dibenarkan oleh al-Qur’an. Apabila kegiatan itu memiliki watak yang merugikan banayak orang dan menguntungkan sebagian kecil orang, seperti monopoli, calo, perjudian dan riba, pasti akan ditolak. Riba sebagai persoalan pokok dalam makalah ini, disebutkan dalam AlQur’an dibeberapa tempat secara berkelompok.Dari ayat-ayat tersebut para ‘ulama’ membuat rumusan riba, dan dari rumusan itu kegiatan ekonomi diidentifikasi dapat dimasukkan kedalam kategori riba atau tidak. Dalam menetapkan hukum, para ‘ulama’ biasanya mengambil langkah yang dalam Ushul Fiqh dikenal dengan ta’lil (mencari ‘illat). Hukum suatu peristiwa atau keadaan itu sama dengan hukum peristiwa atau keadaan lain yang disebut oleh nash apabila sama ‘illat-nya.2 Kendati riba dalam Al-Qur’an dan hadis secara tegas dihukumi haram, tetapi karena tidak diberikan batasan yang jelas, sementara masalah ini sangat dekat dengan aktivitas ekonomi masyarakat sejak dulu hingga kini, hal ini menimbulkan beragam interpretasi terhadapnya. Sejak masa awal, persoalan



Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib, Ushul al-Hadis wa Mustalahuh (Bairut: Dar al-Fikr, 1989), hal. 4650 2 Fathi al-Daraini, al-Fiqh al-Islâm al-Muqarin ma’a al-Mazâhib (Dimasyqa: Jami’ah Dimasyqa, 1979). Hlm. 49-54. 1



1



riba telah dipandang sebagai salah satu permasalah agama yang paling pelik. Sampai-sampai Umar ibn Khattab dikabarkan menyatakan : “Ada tiga perkara yang sangat aku sukai seandainya Rasulullah meninggalkan wasiat untuk kita, yakni persoalan pewarisan kakek (datuk), kalâlah, dan persoalan riba, sayangRasulullah telah meninggal sebelum beliau menerangkannya. Oleh karena itu, tinggalkanlah ribâ dan ribah (hal-hal yang meragukan).”



1.2 Rumusan Masalah 1. Apa pengertian riba? 2. Bagaimana hukum riba? 3. Apa macam-macam riba? 4. Bagaimana riba dalam perspektif ekonomi islam? 5. Apa dampak dan hikmah pelarangan riba?



2



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Riba Menurut bahasa, riba memiliki beberapa pengertian, yaitu : 1. Bertambah, karena salah satu perbuatan riba adalah meminta tambahan dari sesuatu yang dihutangkan. 2. Berkembang, berbunga, karena salah satu perbuatan riba adalah membungakan harta uang atau yang lainnya yang dipinjamkan kepada orang lain. 3. Berlebihan atau menggelembung. Sedangkan menurut istilah, yang dimaksud dengan riba menurut Al-Mali yang artinya adalah “akad yang terjadi atas penukaran barang tertentu yang tidak diketahui perimbangannya menurut ukuran syara’, ketika berakad atau dengan mengakhirkan tukaran kedua belah pihak atau salah satu keduanya”. Menurut Abdurrahman al-Jaiziri, yang dimaksud dengan riba ialah akad yang terjadi dengan penukaran tertentu, tidak diketahui sama atau tidak menurut aturan syara’ atau terlambat salah satunya. Syaik Muhammad Abduh berpendapat bahwa yang dimaksud dengan riba ialah penambahan-penambahan yang diisyaratkan oleh orang yang memiliki harta kepada orang yang meminjam hartanya (uangnya), karena pengunduran janji pembayaran oleh peminjam dari waktu yang telah ditentukan.3 Riba dapat timbul dalam pinjaman (riba dayn) dan dapat pula timbul dalam perdagangan (riba bai’). Riba bai’ terdiri dari dua jenis, yaitu riba karena pertukaran barang sejenis, tetapi jumlahnya tidak seimbang (riba fadhl), dan riba karena pertukaran barang sejenis dan jumlahnya dilebihkan karena melibatkan jangka waktu (riba nasi’ah).4



3 4



Hendi suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta : PT RAJAGRAFINDO PERSADA, 2002) h.57 Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta : Rajawali Press, 2011) h.13



3



2.2 Hukum Riba Riba itu haram. Banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang menerangkan riba, demikian pula hadis-hadis yang menerangkan larangan riba dan yang menerangkan siksa bagi pelaku riba. Hukum riba haram sebagaimana firman Allah SWT yang artinya : “bahwasanya jual-beli itu seperti riba, tetapi Allah menghalalkan jual- beli dan mengharamkan riba”. (Q.S Al Baqarah, ayat 275). Dalam hadis, tentang larangan riba dinyatakan : Nabi Muhammad SAW. bersabda yang artinya : Dari Jabir R.A ia berkata : Rasulullah SAW telah melaknati orang- orang yang suka makan riba, orang yang jadi wakilnya, juru tulisnya, orang yang menyaksikan riba. Rasulullah selanjut bersabda : “mereka semuanya sama”. (dalam berlaku maksiat dan dosa).5



2.3 Macam-Macam Riba Riba itu ada empat macam, yaitu : 1. Riba fuduli Fuduli artinya lebih, misalnya menjual salah satu dari dua barang yang sejenis yang saling dipertukarkan lebih banyak daripada yang lainnya, misalnya : Menjual uang Rp. 100.000,- dengan uang Rp. 110.000,Menjual 10 kg beras dengan 11 kg beras. Yang dimaksud lebih ialah dalam timbangannya pada barang yang ditimbang ; takaran pada barang yang ditakar ; ukuran pada barang yang diukur, dan jumlah banyak pada uang yang dipertukarkan dan sebagainya. 2. Riba qardi Riba qardi, yaitu meminjam dengan syarat keuntungan bagi yang menghutangi (qardi=pinjam), seperti orang berhutang Rp. 100.000,dengan perjanjian akan membayar kembali kelak Rp. 110.000,-



5



Moh Rifai, Mutiara Fiqih, (Semarang : CV. Wicaksana, 1998) h.772-773



4



3. Riba yad Riba yad, yaitu berpisah sebelum timbang terima. Misalnya orang yang membeli sepeda motor, sebelum ia menerima barang yang dibeli dari si penjual, si penjual tidak boleh menjual sepeda motor itu kepada siapapun, sebab barang yang dibeli dann belum diterima masih dalam ikatan jual-beli yang pertama. 4. Riba nasa’ Riba nasa’, misalnya dipersyaratkan salah satu dari kedua barang yang dipertukarkan ditangguhkan pembayarannya. Umpama, membeli barang kalau tunai Rp. 100.000,- tetapi kalau tidak tunai harganya Rp.125.000,-. Kelebihan membayar Rp. 25.000,- inilah yang dinamakan riba nasa’6 Jumhur Ulama membagi riba dalam dua bagian, yaitu riba fadhl dan riba nasi’ah.7 a. Riba Fadhl Menurut ulama Hanafiyah, riba fadhl adalah tambahan zat harta pada akad jual-beli yang diukur dan sejenis. Dengan kata lain, riba fadhl adalah jual-beli yang mengandung unsur riba pada barang sejenis dengan adanya tambahan pada salah satu benda tersebut. Oleh karena itu, jika melaksanakan akad jual-beli antarbarang yang sejenis, tidak boleh dilebihkan salah satunya agar terhindar dari unsur riba. b. Riba Nasi’ah Menjual barang dengan sejenisnya, tetapi satu lebih banyak, dengan pembayaran diakhirkan, seperti menjual satu kilogram gandum dengan satu tengah kilogram gandum, yang dibayarkan setelah dua bulan. Contoh jualbeli yang tidak ditimbang, seperti membeli satu buah semangka dengan dua buah semangka yang akan dibayar setelah sebulan. Ibn Abbas,Usamah Ibn jaid Ibn Arqam, Jubair, Ibn Jabir, dan lain-lain berpendapat bahwa riba yang diharamkan hanyalah riba nasi’ah. 6



Moh Rifai, Mutiara Fiqih, (Semarang : CV. Wicaksana, 1998) h.775-777 Ibn Rusyd sebagamaina dikutip oleh Rachmat Syafei, FIQH Muamalah, (Bandung : CV Pustaka Setia, 2001) h.262-263 7



5



Ulama Syafi’iyah membagi riba menjadi tigas jenis : a. Riba Fadhl Riba fadhl adalah jual-beli yang disertai adanya tambahan salah satu pengganti (penukar) dari yang lainnya. Dengan kata lain, tambahan berasal dari penukar paling akhir. Riba ini terjadi pada barang yang sejenis, seperti menjual satu kilogram kentang dengan satu setengah kilogram kentang. b. Riba Yad Jual-beli dengan mengakhirkan penyerahan (al-qabdu), yakni bercerai-cerai antara dua orang yang akad sebelum timbang terima, seperti menganggap sempurna jual-beli antara gandum dengan sya’ir tanpa harus saling menyerahkan dan menerima di tempat akad. Menurut ulama Hanafiyah, riba ini termasuk riba nasi’ah, yakni menambah yang tampak dari utang. c. Riba Nasi’ah Riba nasi’ah, yakni jual beli yang



pembayarannya diakhirkan, tetapi



ditambahkan harganya. Menurut ulama Syafi’iyah, riba yad dan riba nasi’ah sama- sama terjadi pada pertukaran barang yang tidak sejenis. Perbedaannya, riba yad mengakhirkan pemegangan barang, sedangkan riba nasi’ah mengakhirkan hak dan ketika akad dinyatakan bahwa waktu pembayaran diakhirkan meskipun sebentar. AlMutawalli menambahkan, jenis riba dengan riba qurdi (mensyaratkan adanya manfaat). Akan tetapi, Zarkasyi menempatkannya pada ribs fadhl.8



2.4 Riba Dalam Perspektif Ekonomi Islam Islam sangat melarang keras riba dalam praktek ekonomi. Salah satu dasar pemikiran utama yang paling sering dikemukakan oleh para cendekiawan muslim adalah keberadaan riba dalam ekonomi merupakan bentuk eksploitasi sosial dan ekonomi, yang merusk inti ajaran Islam tentang keadiln sosial. Oleh karena itu



8



Muhammad Asy-Syarbini sebagaimana dikutip oleh Rachmat Syafei, FIQH Muamalah, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2001) h.264



6



penghapusan riba dari sistem ekonomi Islam ditujukan untuk memberikan keadilan ekonomi dan perilaku ekonomi yang benar secara etis dan moral. Dasar pemikiran dari mengapa Al-Qur’an mewahyukan ayt yang tegas mmelarang riba adalah karena Islam menentang setiap bentuk eksploitasi dan mendukung sistem ekonomi yang bertujuan mengamankan sosioekonomi yang luas. Karena itu Islam mengutuk semua bentuk eksploitasi, khususnya ketidakadilan yakni dimana pemberi pinjaman dijamin mendapatkn pengembalian positif



tanpa mempertimbangkan pembagian risiko dengan peminjam, atau



dengan kata lain peminjam menanggung semua jenis risiko.Dengan pertimbangan bahwa kekayaan yang dimilliki oleh individu sebenarnya merupkan amanah dari Allah swt. sebagaimana kehidupan seseorang, maka amanah kekayaan merupakan hal yang sakral.9 Al-Qur’an dengan tegas dan jelas melarang akuisisi terhadap milik orang lain dengan cara yang tidak benar.10 Isalam mengenal dua tipe hak milik : a. Hak milik yang merupakan hasil kombinasi kerja individual dengan sumber daya alam b. Hak atau klaim hak milik yang didapat melalui pertukaran, pembayaran yang dalam Islam disebut sebagai hak orang miskin untuk menggunakan sumber daya yang menjadi hak mereka (zakat dan infak), bantuan tunai dan warisan. Uang mempresentasikan klaim tunai pemiliknya kepada hak milik yang diciptakan oleh aset yang diperoleh melalui poin a dan/atau b. Akibatnya meminjamkan uang adalah pengalihan hak milik dari pemberi pinjaman kepada yang meminjam dan yang dapat diklaim untuk dikembalikan adalah yang berjumlah setara dengan pinjaman tersebut, tidak boleh lebih. Dalam islam, instrumen keuangan untuk tujuan perdagangan dan produksi didasarkan



atas pembagian risiko



dan



pembagian



keuntungan



sebagai



pengembalian atas usaha bisnis dan modal finansial. Pemberi pinjaman yang meminjamkan uang untuk berdagang dan berproduksi dapat membuat akad untuk Menurut salah satu sabda Rasulullah saw., “Kekayaan seseorang adalah sama sucinya dengan darah seseorang. ” 10 Lihat QS.2 : 188, 4 : 29, 4 : 161 dan 9 : 34. 9



7



menerima pembagian keuntungan. Dengan melakukan hal tersebut, dia menjadi bagian dari pemilik modal dan berbagi dalam risiko usaha bukan sebagai kreditor.



2.5 Dampak dan Hikmah Pelarangan Riba Banyak pakar muslim yang menyatakan bahwa pelarangan riba oleh Islam memiliki 2 dimensi : 1. Menghadirkan akad bisnis dan komersial dengan pembagian risiko yang setara 2. Menganggap tindakan pemberian pinajaman sebagai tidakan kebajikan dengan alasan untuk membantu seseorang yang sedang membutuhkan. Menurut yusuf qardhawi, para ulama telah menjelaskan panjang lebar hikmah diharamkannya riba secara rasional, antara lain : a. Allah SWT tidak mengharamkan sesuatu yang baik dan bermanfaat bagi manusia, tetapi hanya mengharamkan apa yang sekiranya dapat membawa kerusakan baik individu maupun masyarakat. b. Cara riba merupakan jalan usaha yang tidak sehat, karena keuntungan yang di peroleh si pemilik dana bukan merupakan hasil pekerjaan atau jerih payahnya. Keuntungannya diperoleh dengan cara memeras tenaga orang lain yang pada dasarnya lebih lemah dari padanya. c. Keharaman riba dapat membuat jiwa manusia menjadi suci dari sifat lintah darat. Hal ini mengandung pesan moral yang sangat tingggi. d. Biasanya orang yang memberi utang adalah orang yang kaya dan orang yang berutang adalah orang miskin. Mengambil kelebihan utanag dari orang yang miskin sangat bertentangan dengan sifat rahmah Allah swt. Hal ini akan merusak sendi-sendi kehidupan sosial.



8



BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Secara etimologis (bahasa), riba berarti tambahan (ziyâdah) atau berarti tumbuh dan membesar. Adapun menurut istilah syara’ adalah akad yang terjadi dengan penukaran yang tertentu, tidak diketahui sama atau tidaknya menurut aturan syara’, atau terlambat menerimanya. Para pakar ekonomi memahami lebih banyak lagi bahaya riba mengikuti perkembangan praktik-praktik ekonomi. Di antaranya adalah: buruknya distribusi kekayaan, kehancuran sumber-sumber ekonomi, lemahnya perkembangan ekonomi, pengangguran, dan lain-lain. Riba memiliki jenis-jenis, diantaranya adalah ribâ karâdh, ribâ jahiliyah, ribâ nasî’ah dan ribâ fadll dan masing-masing dari semuanya memiliki perbedaan tersendiri. Riba merupakan sebuah praktek yang diharamkan sejak zaman Rasulullah saw, baik larangan itu secara tegas dalam Al-Qur’an maupun hadis. Riba merupakan dosa besar harus dihinari karena berpengaruh pada kehidupan manusia terlebih lagi dalam masalah ekonomi.



9



DAFTAR PUSTAKA Al-Maududi, Abul A’la, Bicara Tentang Bunga dan Riba, Jakarta: Pustaka Qalami, 2003. Chapra, M. Umer, Sistem Moneter Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 2000. Iqbal, Zamir, Pengantar Keuangan Islam: Teori dan Praktik, Jakarta: Kencana, 2008. Muslim, Muslihun, Fiqih Ekonomi, Mataram: Lembaga Kajian Islam dan Masyarakat (LKIM) IAIN Mataram, 2005. Suhendi, Hendi, Fiqih Muamalah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002. A.Mas’adi Ghufron, Fiqh Muamalah



Kontekstual, Jakarta : PT Raja



Grafindo Persada, 2002. Ali Zainuddin, Hukum Perbankan Syariah, Jakarta : Sinar Grafika, 2008. Suhendi Hendi, Fiqh Muamalah, Jakarta : Rajawali Pers, 2013. Syafei Rachmat, Fiqh Muamalah, Bandung : CV Pustaka Setia, 2001. Rifai Moh, Mutiara Fiqih, Semarang : CV Wicaksana, 1998. Mardani, Ayat-ayat dan Hadis Ekonomi Syariah, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2012. Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2011. Syafi’i Antonio Muhammad, Bank Syariah, Jakarta : Gema Insani, 2001. Nur Diana Ilfi, Hadis-hadis Ekonomi, Malang : UIN-Maliki Press, 2012. Ismanto Kuat, Manajemen Syari’ah, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2015. Al-Mushlih Abdullah, Ash-Shawi Shalah, Fikih Ekonomi Keuangan Islam, Jakarta : Darul Haq, 2004.



10