MAKALAH SCABIES (Nabila Silviani) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH PARASIT PENYEBAB INFEKSI PADA KULIT (SCABIES) DOSEN PENGAMPU : ISMALIA HUSNA S.Si Biomed



DISUSUN OLEH : KELOMPOK 9 NABILA SILVIANI H (19310101)



UNIVERSITAS MALAHAYATI BANDAR LAMPUNG FAKULTAS KEDOKTERAN KEDOKTERAN UMUM



2020



i



KATA PENGANTAR



Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas berkat rahmat Nyalah sehingga, tugas ini dapat diselesaikan tanpa suatu halangan yang amat berarti. Tanpa pertolongannya mungkin penyusun tidakakan sanggup menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik. Tugas ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang “Scabies”, yang disajikan berdasarkan referensi dari berbagai sumber.  Penyusun mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Parasit penyebab infeksi kulit yang telah membimbing dan memberikan kesempatan kepada penyusun sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini. Tak lupa juga penyusun ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungannya dalam pembuatan makalah ini Penyusun menyadari bahwa makalah ini kurang dari sempurna, untuk itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran, baik dari dosen pembimbing maupun temanteman atau pembaca agar makalah ini dapat lebih sempurna.. Semoga makalahini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca, dan semoga dengan adanya tugas ini teman-teman mengetahui apa yang terkandung dalamnya dan akhirnya membawa manfaat untuk semuanya.



Majalengka, 29 Desember 2020



Nabila Siviani H



i



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR.........................................................................................i DAFTAR ISI .......................................................................................................ii 1. BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1 1.1 Latar belakang .........................................................................................1 1.2 Rumusan masalah......................................................................................2 2. BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................3 2.1 Pengertian dan Etiologi............................................................................3 2.2 Klasifikasi Sarcoptes Scabieis..................................................................4 2.3 Ciri Morfologi Sarcoptes Scabies.............................................................4 2.4 Daur Hidup Sarcoptes Scabies.................................................................4 2.5 Epidemiologi Scabies...............................................................................5 2.6 Nama penyakit..........................................................................................6 2.7 Diagnosis dan Gejala Klinis.....................................................................6 2.8 Cara penularan scabises............................................................................7 2.9 Pencegahan scabises.................................................................................8 2.10 Pengobatan scabises................................................................................8 3. BAB III PENUTUP.............................................................................................10 3.1 Kesimpulan................................................................................................10 DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................11



ii



BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Scabies atau penyakit kudis merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei var.hominis. Penularan penyakit ini terjadi secara kontak langsung. Penyakit ini tersebar hampir diseluruh dunia terutama pada daerah tropis dan penyakit ini endemis di beberapa negara berkembang. Di beberapa wilayah lebih dari 50% anak-anak terinfestasi Sarcoptes scabiei. Scabies masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Prevalensi penyakit scabies di Indonesia adalah sekitar 6-27% dari populasi umum dan cenderung lebih tinggi pada anak-anak dan remaja (Sungkar,1997 cit Ma’rufi, 2005). Beberapa faktor yang berperan dalam penyebaran scabies adalah : kondisi pemukiman yang padat, hygiene perorangan yang jelek, social ekonomi yang rendah, kebersihan lingkungan yang kurang baik, serta perilaku yang tidak mendukung kesehatan (Ma’rufi, 2005). Pada daerah yang berhawa dingin dan higiene sanitasi yang kurang bagus banyak ditemukan kasus scabies. Melihat hygiene para siswa sekolah dasar maka sangat memungkinkan sekali para siswa tersebut untuk menderita penyakit scabies. Mengingat penyebaran penyakit ini terjadi melalui kontak langsung dan pada kondisi populasi yang padat tinggal bersama maka kemungkinan penyebaran penyakit ini akan dapat menginfestasi sebagian besar siswa sekolah dasar, apabila penyebarannya tidak segera diatasi. Gejala klinis penyakit ini adalah gatal pada daerah predileksi terutama pada malam hari. Jika para siswa menderita penyakit ini maka rasa gatal yang dialami akan dapat mengganggu konsentrasinya dalam proses belajar, sehingga secara tidak langsung akan dapat menurunkan prestasi belajar dari para siswa tersebut. Oleh sebab itu sangat perlu memberikan pengobatan pada siswa yang terinfeksi guna memutus rantai penularan scabies ini.



1



1.2. Rumusan Masalah Rendahnya tingkat pengetahuan tentang penyakit scabies, kondisi lingkungan serta kurangnya hygiene dikalangan dapat mengakibatkan menderita scabies. Pada siswa dan mahasiswa yang menderita scabies ini akan dapat mempengaruhi prestasi belajar dari para siswa dan mahasiswa. Penurunan kasus Scabies dikalangan anak sekolah dan mahasiswa dapat dilakukan dengan cara memutus rantai penularannya. Memutus Rantai penularan penyakit scabies dapat dilakukan dengan cara pengobatan penderita yang berperanan sebagai sumber penularan penyakit ini. Peningkatan Higiene dan sanitasi personal juga akan membantu dalam memutus penularan penyakit ini. Peningkatan pengetahuan tentang penyakit scabies ini juga akan sangat membantu dalam menurunkan kejadian scabies dikalangan siswa dan mahasiswa . a.



2



BAB II PEMBAHASAN 2. 1. Pengertian dan Etiologi Skabies adalah penyakit yang disebabkan oleh ektoparasit, yang umumnya terabaikan sehingga menjadi masalah kesehatan yang umum di seluruh dunia (Heukelbach et al. 2006), dapat menjangkiti semua orang pada semua umur, ras dan level sosial ekonomi (Raza et al. 2009). Ektoparasit adalah organisme parasit yang hidup pada permukaan tubuh inang, menghisap darah atau mencari makan pada rambut, bulu, kulit dan menghisap cairan tubuh inang (Triplehorn dan Johnson, 2005). Infestasi ektoparasit pada kulit keberadaannya membuat rasa tidak nyaman, dapat menyebabkan kehidupan yang tidak sehat secara signifikan. Infestasi ektoparasit bersifat sporadik, epidemik dan endemik (Ciftci et al., 2006). Scabies atau penyakit kudis merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei var.hominis. Nama Sarcoptes scabiei adalah turunan dari kata Yunani yaitu sarx yang berarti kulit dan koptein yang berarti potongan dan kata latin scabere yang berarti untuk menggaruk. Secara harfiah skabies berarti gatal pada kulit sehingga muncul aktivitas menggaruk kulit yang gatal tersebut. Saat ini istilah skabies berarti lesi kulit yang muncul oleh aktivitas tungau (Cordoro et al. 2012). Ciri morfologi tungau skabies antara lain berukuran 0.2-0.5mm, berbentuk oval, cembung dan datar pada sisi perut (Chowsidow 2006). Tungau dewasa mempunyai empat pasang tungkai yang terletak pada toraks. Toraks dan abdomen menyatu membentuk idiosoma, segmen abdomen tidak ada atau tidak jelas (Krantz 1978). Menurut Bandi et al (2012) terdapat 15 varietas atau strain tungau yang telah diidentifikasi dan dideskripsikan secara morfologi maupun dengan pendekatan molekuler.



2.2. Klasifikasi Sarcoptes Scabieis Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Arachnida Sub Kelas : Acari (Acarina) Ordo : Astigmata Famili : Sarcoptidae Genus : Sarcoptes Spesies : Sarcoptes Scabieis



3



Pada manusia oleh S. scabiei var homonis, pada babi oleh S. scabiei var suis, pada kambing oleh S. scabiei var caprae, pada biri-biri oleh S. scabiei var ovis. 2.3. Ciri Morfologi Sarcoptes Scabies Secara morfologik merupakan sejenis tungau kecil, badannya transparan, berbentuk oval, pungggungnya cembung, perutnya rata, dan tidak bermata. Ukurannya,yang  betina antara 300-450 mikron x 250-350 mikron, sedangkan yang  jantan, antara 200-240 mikron x 150-200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat.



2.4. Daur Hidup Sarcoptes Scabies Setelah kopulasi yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup beberapa hari di dalam terowongan yang di gali oleh tungau betina, tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan dan dapat tinggal selama hidupnya yaitu kurang lebih 30 hari.



4



Daur hidup Sarcoptes scabiei dari telur hingga dewasa berlangsung selama satu bulan. Sarcoptes scabei memiliki empat fase kehidupan yaitu telur, larva, nimfa dan dewasa. Berikut ini siklus hidup Sarcoptes scabiei : 1.      Betina bertelur pada interval 2-3 hari setelah menembus kulit 2.      Telur berbentuk oval dengan panjang 0,1-0,15 mm 3.      Masa inkubasi selama 3-8 hari. Setelah telur menetas, terbentuk larva yang kemudian bermigrasi ke stratum korneum untuk membuat lubang molting pouches. Stadium larva memiliki 3 pasang kaki. 4.      Stadium larva terjadi selama 2-3 hari. Setelah stadium larva berakhir, terbentuklah nimfa yang memiliki 4 pasang kaki. 5.      Bentuk ini berubah menjadi nimfa yang lebih besar sebelum berubah menjadi dewasa. Larva dan nimfa banyak ditemukan di molting pouches atau di folikel rambut dan bentuknya seperti tungau dewasa tapi ukurannya lebih kecil. 6.      Tungau betina memperluas molting pouches untuk menyimpan telurnya. Tungau betina mempenetrasi kulit dan menghabiskan waktu sekitar 2 bulan di lubang pada permukaan. 2.5. Epidemiologi Scabies Epidemiologi Penularan penyakit ini terjadi secara kontak langsung. Penyakit ini tersebar hampir diseluruh dunia terutama pada daerah tropis dan penyakit ini endemis di beberapa negara berkembang. Di beberapa wilayah lebih dari 50% anak-anak terinfestasi Sarcoptes scabiei. Scabies masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Prevalensi penyakit scabies di Indonesia adalah sekitar 6-27% dari populasi umum dan cenderung lebih tinggi pada



5



anak-anak dan remaja (Sungkar,1997 cit Ma’rufi, 2005). Beberapa faktor yang berperan dalam penyebaran scabies adalah : kondisi pemukiman yang padat, hygiene perorangan yang jelek, social ekonomi yang rendah, kebersihan lingkungan yang kurang baik, serta perilaku yang tidak mendukung kesehatan (Ma’rufi, 2005). Pada daerah yang berhawa dingin dan higiene sanitasi yang kurang bagus banyak ditemukan kasus scabies. Melihat hygiene para siswa sekolah dasar maka sangat memungkinkan sekali para siswa tersebut untuk menderita penyakit scabies. Mengingat penyebaran penyakit ini terjadi melalui kontak langsung dan pada kondisi populasi yang padat tinggal bersama maka kemungkinan penyebaran penyakit ini akan dapat menginfestasi sebagian besar siswa sekolah dasar, apabila penyebarannya tidak segera diatasi. Gejala klinis penyakit ini adalah gatal pada daerah predileksi terutama pada malam hari. Jika para siswa menderita penyakit ini maka rasa gatal yang dialami akan dapat mengganggu konsentrasinya dalam proses belajar, sehingga secra tidak langsung akan dapat menurunkan prestasi belajar dari para siswa tersebut. Oleh sebab itu sangat perlu memberikan pengobatan pada siswa yang terinfeksi guna memutus rantai penularan scabies ini.



2.6. Nama Penyakit Skabies Skabies adalah penyakit kulit yang berisifat menular yang disebabkan oleh investasi dan sensitisasi terhadap tungau sarcoptes scabiei varietas hominis. Di Indonesia skabies di kenal dengan nama kudik, kudis dan penyakit ampera.



2.7. Diagnosis dan Gejala Klinis Diagnosis di buat berdasarkan gejala klinis dengan menemukan minimal 2 dari 4 tanda cardinal penyakit scabies. Tanda kardinalnya adalah 1. adanya keluhan pada malam hari yang diakibatkan oleh aktifitas dari parasit, 2. Penyakit menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam sebuah keluarga biasanya seluruh keluarga terkena infeksi. 3. Adanya terowongan atau lesi polimorf jika sudah terjadi infeksi sekunder pada tempattempat predileksi, 4. Menemukan Sarcoptes scabiei. Jika memungkinkan diagnosis di buat dengan menemukan Sarcoptes scabiei yang didapat dengan cara mencongkel/mengeluarkan. Diagnosa dapat ditegakkan dengan menentukan 2 dari 4 tanda dibawah ini :



6



a. Pruritus noktural yaitu gatal pada malam hari karena aktifitas tungau yang lebih tinggi pada suhu yang lembab dan panas. b. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam keluarga, biasanya seluruh anggota keluarga, begitu pula dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Dikenal keadaan hiposensitisasi, yang seluruh anggota keluarganya terkena. c. Adanya kunikulus (terowongan) pada tempat-tempat yang dicurigai berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata 1 cm, pada ujung terowongan ditemukan papula (tonjolan padat) atau vesikel (kantung cairan). Jika ada infeksi sekunder, timbul polimorf (gelembung leokosit). d. Menemukan tungau merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini. Gatal yang hebat terutama pada malam sebelum tidur. Adanya tanda : papula (bintil), pustula (bintil bernanah), ekskoriasi (bekas garukan). Gejala yang ditunjukkan adalah warna merah, iritasi dan rasa gatal pada kulit yang umumnya muncul di sela-sela jari, selangkangan dan lipatan paha, dan muncul gelembung berair pada kulit (Djuanda, 2010) 2.8. Cara Penularan Scabies Penularan penyakit skabies dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung, adapun cara penularanya yaitu: 1)      Kontak langsung (kulit dengan kulit) Penularan skabies terutama melalui kontak langsung seperti berjabat tangan, tidur bersama dan hubungan seksual. Pada orang dewasa hubungan seksual merupakan cara tersering, sedangkan pada anak-anak penularan didapat dari orang tua atau temannya. 2)      Kontak tak langsung (melalui benda) Penularan melalui kontak tidak langsung, misalnya melalui perlengkapan tidur, pakaian atau handuk dahulu dikatakan mempunyai peran kecil pada penularan. Namun demikian, penelitian terakhir menunjukkan bahwa hal tersebut memegang peranan penting dalam penularan skabies dan dinyatakan bahwa sumber penularan utama adalah selimut, pakaian dalam bagi penderita perempuan. Skabies Norwegia, merupakan sumber utama terjadinya wabah skabies pada rumah sakit, panti jompo, pemondokan/asrama dan rumah sakit jiwa karena banyak mengandung tungau



7



2.9. Cara Pencegahan Scabies Cara pencegahan penyakit skabies adalah dengan : a. Mandi secara teratur dengan menggunakan sabun. b. Mencuci pakaian, sprei, sarung bantal, selimut dan lainnya secara teratur minimal 2 kali dalam seminggu. c. Menjemur kasur dan bantal minimal 2 minggu sekali. d. Tidak saling bertukar pakaian dan handuk dengan orang lain. e. Hindari kontak dengan orang-orang atau kain serta pakaian yang dicurigai terinfeksi tungau skabies. f. Menjaga kebersihan rumah dan berventilasi cukup. Menjaga kebersihan tubuh sangat penting untuk menjaga infestasi parasit. Sebaiknya mandi dua kali sehari, serta menghindari kontak langsung dengan penderita, mengingat parasit mudah menular pada kulit. Walaupun penyakit ini hanya merupakan penyakit kulit biasa, dan tidak membahayakan jiwa, namun penyakit ini sangat mengganggu kehidupan sehari-hari. Bila pengobatan sudah dilakukan secara tuntas, tidak menjamin terbebas dari infeksi ulang, langkah yang dapat diambil adalah sebagai berikut : a. Cuci sisir, sikat rambut dan perhiasan rambut dengan cara merendam di cairan antiseptik. b. Cuci semua handuk, pakaian, sprei dalam air sabun hangat dan gunakan seterika panas untuk membunuh semua telurnya, atau dicuci kering. c. Keringkan peci yang bersih, kerudung dan jaket, serta hindari pemakaian bersama sisir, mukena atau jilbab 2.10. Pengobatan Scabies Pengobatan skabies dibagi menjadi 2 bagian : a. Pengobatan secara umum. Pada pasien dianjurkan untuk menjaga kebersihan dan mandi secara teratur setiap hari. Semua pakaian, sprei, dan handuk yang telah digunakan harus



8



dicuci secara teratur dan bila perlu direndam dengan air panas. Demikian pula dengan anggota keluarga yang beresiko tinggi untuk tertular, terutama bayi dan anak-anak, juga harus dijaga kebersihannya dan untuk sementara waktu menghindari terjadinya kontak langsung. Secara umum meningkatkan kebersihan lingkungan maupun perorangan dan meningkatkan status gizinya. Beberapa syarat pengobatan yang harus diperhatikan: 1) Semua anggota keluarga harus diperiksa dan semua harus diberi pengobatan secara serentak. 2) Higiene perorangan : penderita harus mandi bersih, bila perlu menggunakan sikat untuk menyikat badan. Sesudah mandi pakaian yang akan dipakai harus disetrika. 3) Semua perlengkapan rumah tangga seperti bangku, sofa, sprei, bantal, kasur, selimut harus dibersihkan dan dijemur dibawah sinar matahari selama beberapa jam. b. Pengobatan secara khusus. Dengan menggunakan obat-obatan (Djuanda, 2010), obat-obat anti skabies yang tersedia dalam bentuk topikal antara lain: 1) Belerang endap (sulfur presipitatum), dengan kadar 4-20% dalam bentuk salep atau krim. Kekurangannya ialah berbau dan mengotori pakaian dan kadang-kadang menimbulkan iritasi. Dapat dipakai pada bayi berumur kurang dari 2 tahun. 2) Emulsi benzil-benzoas (20-25%), efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap malam selama tiga hari. Obat ini sulit diperoleh, sering memberi iritasi, dan kadangkadang makin gatal setelah dipakai. 3) Gama benzena heksa klorida (gameksan = gammexane) kadarnya 1% dalam krim atau losio, termasuk obat pilihan karena efektif terhadap semua stadium, mudah digunakan, dan jarang memberi iritasi. Pemberiannya cukup sekali, kecuali jika masih ada gejala diulangi seminggu kemudian. 4) Krotamiton 10% dalam krim atau losio juga merupakan obat pilihan, mempunyai dua efek sebagai anti skabies dan anti gatal. Harus dijauhkan dari mata, mulut, dan uretra. 5) Permetrin dengan kadar 5% dalam krim, kurang toksik dibandingkan gameksan, efektifitasnya sama, aplikasi hanya sekali dan dihapus setelah 10 jam. Bila belum sembuh diulangi setelah seminggu. Tidak anjurkan pada bayi di bawah umur 12 bulan. Evaluasi hasil dilihat dari penurunan infeksi (tingkat kesembuhan) yaitu 2 minggu setelah dilakukan pengobatan.



9



BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan Skabies pada siswa dan mahasiswa masih menjadi kendala bagi kesehatan . Penyakit ini harus mendapat perhatian yang serius dari lembagalembaga terkait sehingga penyebarannya tidak semakin luas .Lemahnya piranti diagnosis dan timbulnya resistensi tungau S.scabiei terhadap bermacam-macam akarisidal menjadi tantangan bagi para peneliti untuk menemukan akarisidal alternative yang aman bagi penderita dan bersifat ramah lingkungan.



10



DAFTAR PUSTAKA Handoko, R.P. 2000. Skabies. Dalam Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Eds ketiga. Ed Djuanda A. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta Herman, M.J. 2001. Penyakit Hubungan Seksual Akibat Jamur, Protozoa dan Parasit. Cermin Dunia Kedokteran No 130. pp 12-16. Ma’rufi, I., Keman, S., Notobroto, H.B. 2005. Faktor Sanitasi Lingkungan Yang Berperan Terhadap Prevalensi Penyakit Scabies, Studi Pada Santri di Pondok Pesantren kabupaten Lamongan. Jurnal Kesehatan Lingungan, Vol 2 No.1 p 11-18. Sungkar, S. 2004. Penyakit Yang Disebabkan Artropoda. Dalam Parasitologi Kedokteran. Eds ketiga. Ed Gandahusada S. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta



11