Makalah Sedimentologi - Lingkungan Penge [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH SEDIMENTOLOGI



OLEH : Abdul Kharim H1C018022 Harry Ariyanto H1C018048 Muhammad Syaddad H1C018055



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI PENDIDIKAN TINGGI PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS JENDRAL SOEDIRMAN PURWOKERTO 2019 KATA PENGANTAR



Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat, dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Paleontologi ini. Makalah ini disusun untuk menambah wawasan pembaca mengenai Lingkungan Pengendapan dan Sistem Sedimentasi.



Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, sehingga kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak demi perbaikan makalah ini. Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Amin.



Purbalinnga, 9 November 2019



Penyusun



BAB I



PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Masalah Lingkungan Pengendapan dan Sistem Sedimentasi merupakan bagian penting dalam proses sedimentasi yang dimana tempat untuk membentuk suatu batuan.



B.



Rumusan Masalah 1.



Apa yang dimaksud dengan Lingkungan Pengendapan dan Sistem Pengendapan?



2.



Apa



saja



macam-macam



Lingkungan



Pengendapan



dan



Sistem



Pengendapan ?



C. Maksud dan Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui pengertian dari Lingkungan Pengendapan dan Sistem Pengendapan. 2. Untuk mengetahui macam-macam Lingkungan Pengendapan dan Sistem Pengendapan?. D. Manfaat 1. Untuk membantu mahasiswa memahami materi tentang Lingkungan Pengendapan dan Sistem Pengendapan?. 2.



Sebagai salah satu syarat dalam memperoleh nilai mata kuliah



Sedimentologi.



E.



Metode Penulisan Pada makalah ini kami menggunakan metode perpustakaan yang berasal dari buku-buku pengetahuan alam dan melalui media internet.



BAB II PEMBAHASAN



LINGKUNGAN PENGENDAPAN Lingkungan pengendapan adalah bagian dari permukaan bumi dimana proses fisik, kimia dan biologi berbeda dengan daerah yang berbatasan dengannya (Selley, 1988). Sedangkan menurut Boggs (1995) lingkungan pengendapan adalah karakteristik dari suatu tatanan geomorfik dimana proses fisik, kimia dan biologi berlangsung yang menghasilkan suatu jenis endapan sedimen tertentu. Nichols (1999) menambahkan yang dimaksud dengan proses tersebut adalah proses yang berlangsung selama proses pembentukan, transportasi dan pengendapan sedimen. Perbedaan fisik dapat berupa elemen statis ataupun dinamis. Elemen statis antara lain geometri cekungan, material endapan, kedalaman air dan suhu, sedangkan elemen dinamis adalah energi, kecepatan dan arah pengendapan serta variasi angin, ombak dan air. Termasuk dalam perbedaan kimia adalah komposisi dari cairan pembawa sedimen, geokimia dari batuan asal di daerah tangkapan air (oksidasi dan reduksi (Eh), keasaman (Ph), salinitas, kandungan karbon dioksida dan oksigen dari air, presipitasi dan solusi mineral). Sedangkan perbedaan biologi tentu saja perbedaan pada fauna dan flora di tempat sedimen diendapkan maupun daerah sepanjang perjalanannya sebelum diendapkan. Permukaan bumi mempunyai morfologi yang sangat beragam, mulai dari pegunungan, lembah sungai, pedataran, padang pasir (desert), delta sampai ke laut. Dengan analogi pembagian ini, lingkungan pengendapan secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yakni darat (misalnya sungai, danau dan gurun), peralihan (atau daerah transisi antara darat dan laut; seperti delta, lagun dan daerah pasang surut) dan laut. Banyak penulis membagi lingkungan pengendapan berdasarkan versi masing-masing. Selley (1988) misalnya, membagi lingkungan pengendapan menjadi 3 bagian besar: darat, peralihan dan laut . Namun beberapa penulis lain membagi lingkungan pengendapan ini langsung menjadi lebih rinci lagi. Lingkungan pengendapan tidak akan dapat ditafsirkan secara akurat hanya berdasarkan suatu aspek fisik dari batuan saja. Maka dari itu untuk menganalisis lingkungan pengendapan harus ditinjau mengenai struktur sedimen, ukuran butir (grain size), kandungan fosil (bentuk dan jejaknya), kandungan mineral, runtunan tegak dan hubungan lateralnya, geometri serta distribusi batuannya. Fasies merupakan bagian yang sangat penting dalam mempelajari ilmu sedimentologi. Boggs (1995) mengatakan bahwa dalam mempelajari lingkungan pengendapan sangat penting untuk memahami dan membedakan dengan jelas antara lingkungan sedimentasi (sedimentary environment) dengan lingkungan facies (facies environment). Lingkungan sedimentasi dicirikan oleh sifat fisik, kimia dan biologi yang khusus yang beroperasi menghasilkan tubuh batuan yang



dicirikan oleh tekstur, struktur dan komposisi yang spesifik. Sedangkan facies menunjuk kepada unit stratigrafi yang dibedakan oleh litologi, struktur dan karakteristik organik yang terdeteksi di lapangan. Kata fasies didefinisikan yang berbeda-beda oleh banyak penulis. Namun demikian umumnya mereka sepakat bahwa fasies merupakan ciri dari suatu satuan batuan sedimen. Ciri-ciri ini dapat berupa ciri fisik, kimia dan biologi, seperti ukuran tubuh sedimen, struktur sedimen, besar dan bentuk butir, warna serta kandungan biologi dari batuan sedimen tersebut. Sebagai contoh, fasies batupasir sedang bersilangsiur (cross-bed medium sandstone facies). Beberapa contoh istilah fasies yang dititikberatkan pada kepentingannya: Litofasies: didasarkan pada ciri fisik dan kimia pada suatu batuan Biofasies: didasarkan pada kandungan fauna dan flora pada batuan Iknofasies: difokuskan pada fosil jejak dalam batuan. Berbekal pada ciri-ciri fisik, kimia dan biologi dapat dikonstruksi lingkungan dimana suatu runtunan batuan sedimen diendapkan. Proses rekonstruksi tersebut disebut analisa fasies. Klasifikasi lingkungan pengendapan (Selley, 1988) 1. Terestrial Padang pasir (desert) 2.



Glasial



3.



Daratan



4.



Sungai



5.



Encer (aqueous) Rawa (paludal)



6.



Lakustrin



7.



Delta



8.



Peralihan



9.



Estuarin



10.



Lagun



11.



Litoral (intertidal)



12.



Reef



13.



Laut



14.



Neritik ( kedalaman 0-200 m)



15.



Batial ( kedalaman 200-2000 m)



16.



Abisal ( kedalaman > 2000 m)



LINGKUNGAN SUNGAI Berdasarkan morfologinya sistem sungai dikelompokan menjadi 4 tipe sungai, sungai lurus (straight), sungai teranyam (braided), sungai anastomasing, dan sungai kekelok (meandering).



1. Sungai Lurus (Straight) Sungai lurus umumnya berada pada daerah bertopografi terjal mempunyai energi aliran kuat atau deras. Energi yang kuat ini berdampak pada intensitas erosi vertikal yang tinggi, jauh lebih besar dibandingkan erosi mendatarnya. Kondisi seperti itu membuat sungai jenis ini mempunyai pengendapan sedimen yang lemah, sehingga alirannya lurus tidak berbelok-belok (low sinuosity). Karena kemampuan sedimentasi yang kecil inilah maka sungai tipe ini jarang yang



meninggalakan endapan tebal. Sungai tipe ini biasanya dijumpai pada daerah pegunungan, yang mempunyai topografi tajam. Sungai lurus ini sangat jarang dijumpai dan biasanya dijumpai pada jarak yang sangat pendek. 2. Sungai Kekelok (Meandering) Sungai kekelok adalah sungai yang alirannya berkelok-kelok atau berbelok-belok . Leopold dan Wolman (1957) dalam Reineck dan Singh (1980) menyebut sungai meandering jika sinuosity-nya lebih dari 1.5. Pada sungai tipe ini erosi secara umum lemah sehingga pengendapan sedimen kuat. Erosi horisontalnya lebih besar dibandingkan erosi vertikal, perbedaan ini semakin besar pada waktu banjir. Hal ini menyebabkan aliran sungai sering berpindah tempat secara mendatar. Ini terjadi karena adanya pengikisan tepi sungai oleh aliran air utama yang pada daerah kelokan sungai pinggir luar dan pengendapan pada kelokan tepi dalam. Kalau proses ini berlangsung lama akan mengakibatkan aliran sungai semakin bengkok. Pada kondisi tertentu bengkokan ini terputus, sehingga terjadinya danau bekas aliran sungai yang berbentuk tapal kuda atau oxbow lake. 3. Sungai Teranyam (Braided) Sungai teranyam umumnya terdapat pada daerah datar dengan energi arus alirannya lemah dan batuan di sekitarnya lunak. Sungai tipe ini bercirikan debit air dan pengendapan sedimen tinggi. Daerah yang rata menyebabkan aliran dengan mudah belok karena adanya benda yang merintangi aliran sungai utama. Tipe sungai teranyam dapat dibedakan dari sungai kekelok dengan sedikitnya jumlah lengkungan sungai, dan banyaknya pulau-pulau kecil di tengah sungai yang disebut gosong. Sungai teranyam akan terbentuk dalam kondisi dimana sungai mempunyai fluktuasi dischard besar dan cepat, kecepatan pasokan sedimen yang tinggi yang umumnya berbutir kasar, tebing mudah tererosi dan tidak kohesif (Cant, 1982). Biasanya tipe sungai teranyam ini diapit oleh bukit di kiri dan kanannya. Endapannya selain berasal dari material sungai juga berasal dari hasil erosi pada bukit-bukit yang mengapitnya yang kemudian terbawa masuk ke dalam sungai. Runtunan endapan sungai teranyam ini biasanya dengan pemilahan dan kelulusan yang baik, sehingga bagus sekali untuk batuan waduk (reservoir). Umumnya tipe sungai teranyam didominasi oleh pulau-pulau kecil (gosong) berbagai ukuran yang dibentuk oleh pasir dan krikil. Pola aliran sungai teranyam terkonsentrasi pada zona aliran utama. Jika sedang banjir sungai ini banyak material yang terbawa terhambat pada tengah sungai baik berupa batang pepohonan ataupun ranting-ranting pepohonan. Akibat sering terjadinya banjir



maka di sepanjang bantaran sungai terdapat lumpur yang mendominasi hampir di sepanjang bantaran sungai. 4. Sungai Anastomasing Sungai anastomasing terjadi karena adanya dua aliran sungai yang bercabang-cabang, dimana cabang yang satu dengan cabang yang lain bertemu kembali pada titik dan kemudian bersatu kembali pada titik yang lain membentuk satu aliran. Energi alir sungai tipe ini rendah. Ada perbedaan yang jelas antara sungai teranyam dan sungai anastomosing. Pada sungai teranyam (braided), aliran sungai menyebar dan kemudian bersatu kembali menyatu masih dalam lembah sungai tersebut yang lebar. Sedangkan untuk sungai anastomasing adalah beberapa sungai yang terbagi menjadi beberapa cabang sungai kecil dan bertemu kembali pada induk sungai pada jarak tertentu . Pada daerah onggokan sungai sering diendapkan material halus dan biasanya ditutupi oleh vegetasi. LACUSTRIN Lacustrin atau danau adalah suatu lingkungan tempat berkumpulnya air yang tidak berhubungan dengan laut. Lingkungan ini bervariasi dalam kedalaman, lebar dan salinitas yang berkisar dari air tawar hingga hipersaline. Pada lingkungan ini juga dijumpai adanya delta, barried island hingga kipas bawah air yang diendapkan dengan arus turbidit. Danau juga mengendapkan klastika dan endapan karbonat termasuk oolit dan terumbu dari alga. Pada daerah beriklim kering dapat terbentuk endapan evaporit. Endapan danau ini dibedakan dari endapan laut dari kandungan fosil dan aspek geokimianya. Danau dapat terbentuk melalui beberapa mekanisme, yaitu berupa pergerakan tektonik sebagai pensesaran dan pemekaran; proses glasiasi seperti ice scouring, ice damming dan moraine damming (penyumbatan oleh batu); pergerakan tanah atau hasil dari aktifitas volkanik sebagai penyumbatan lava atau danau kawah hasil peledakan.



Visher (1965) dan Kukal (1971) dalam selley (1988) membagi lingkungan lacustrin menjadi dua yaitu danau permanen dan danau ephemeral . Danau permanen mempunyai 4 model dan danau ephemeral mempunyai 2 model seperti yang terlihat pada gambar.



DANAU PERMANEN Danau permanen model pertama adalah danau yang terisi oleh endapan klastika yang terletak di daerah pegunungan. Danau ini mempunyai hubungan dengan lingkungan delta sungai yang berkembang ke arah danau dengan mengendapkan pasir dan sedimen suspensi berukuran halus. Ciri dari endapan danau ini dan juga endapan model lainnya adalah berupa varve yaitu laminasi lempung yang reguler. Pada endapan danau periglasial, varves berbentuk perselingan antara lempung dan lanau. Lanau diendapkan pada saat mencairnya es, sedangkan lempung diendapkan pada musim dingin dimana tidak ada air sungai yang mengallir ke danau. Contoh danau ini adalah Danau Costance dan Danau Zug di Pegunungan Alpen. Danau permanen model kedua adalah danau yang terletak di dataran rendah dengan iklim yang hangat. Material yang dibawa oleh sungai dalam jumlah yang sedikit. Endapan karbonat terbentuk pada daerah yang jauh dari mulut sungai disekitar pantai. Cangkang-cangkang molluska dijumpai pada endapan pantai, yang dapat membentuk kalkarenit jika energi gelombang cukup besar. Kearah dalam dijumpai adanya ganggang merah berkomposisi gampingan. Contoh danau ini adalah Danau Schonau di Jerman dan Danau Great Ploner di Kanada Selatan. Danau permanen model ketiga adalah danau dengan endapan sapropelite (lempung kaya akan organik) pada bagian dalam yang dikelilingi oleh karbonat di daerah dangkal. Endapan pantai berupa ganggang dan molluska. Danau permanen model ke empat dicirikan oleh adanya marsh pada daerah dangkal yang kearah dalam menjadi sapropelite. Contoh dari danau ini adalah Danau Gytta di Utara Kanada.



DANAU EPHERMAL



Danau ephemeral adalah danau yang terbentuk dalam jangka waktu yang pendek di daerah gurun dengan iklim yang panas. Hujan hanya terjadi sesekali dalam setahun. Danau playa antar-gunung pada bagian dekat pegunungan berupa fan alluvial piedmont yang kearah luar berubah menjadi pasir dan lempung. Ciri dari danau playa ini adalah lempung berwarna merah-coklat yang setempat disisipi oleh lanau dan gamping. Contoh danau ini adalah Danau Qa Saleb dan Qa Disi di Jordania. Karena adanya pengaruh evaporasi, danau ephemeral ini dapat membentuk endapan evaporite pada lingkungan sabkha. Contoh dari danau ini adalah Danau Soda di Amerika Utara dan di Gurun Sahara dan Arab.



LAGUN ( LAGOON ) Lagun adalah suatu kawasan berair dangkal yang masih berhubungan dengan laut lepas, dibatasi oleh suatu punggungan memanjang (barrier) dan relatif sejajar dengan pantai. Maka dari itu lagun umumnya tidak luas dan dangkal dengan energi rendah. Beberapa lagun yang dianggap besar, misalnya Leeward Lagoon di Bahama luasnya hanya 10.000 km dengan kedalaman + 10 m (Jordan, 1978, dalam Bruce W. Sellwood, 1990). Akibat terhalang oleh tanggul, maka pergerakan air di lagun dipengaruhi oleh arus pasang surut yang keluar/masuk lewat celah tanggul (inlet). Kawasan tersebut secara klasik dikelompokkan sebagi daerah peralihan darat - laut (Pettijohn, 1957), dengan salinitas air dari tawar (fresh water) sampai sangat asin (hypersalin). Keragaman salinitas tersebut akibat adanya pengaruh kondisi hidrologi, iklim dan jenis material batuan yang diendapkan di lagun. Lagun di daerah kering memiliki salinitas yang lebih tinggi dibanding dengan lagun di daerah basah (humid), hal ini dikarenakan kurangnya air tawar yang masuk ke daerah itu. Berdasarkan batasan-batasan tersebut diatas maka batuan sedimen lagun sepintas kurang berarti dalam aspek geologi. Akan tetapi bila diamati lebih rinci mengenai aspek lingkungan pengendapannya, lagun akan dapat bertindak sebagai penyekat perangkap stratigrafi minyak. Transportasi material sedimen di lagun dilakukan oleh, air pasang energi ombak, angin yang dengan sendirinya dikendalikan iklim sehingga akan mempengaruhi kondisi biologi dan kimia lagun. Endapan delta (tidal delta) dapat terbentuk dibagian ujung alur pemisah tanggul, yaitu didalam lagun atau dibagian laut terbuka (Boggs, 1995). Material delta tersebut agak kasar sebagai sisipan



pada fraksi halus, yaitu bila terjadi aktifitas gelombang besar yang mengerosi tanggul dan terendapkan di lagun melalui celah tersebut. Bentuk dan Genesa Lagun Bentuk dan genesa lagun berkaitan erat dengan genesa tanggul (barrier), sehingga dalam hal ini mencirikan pula kondisi geologi dan fisiografi daerah lagun. Bentuk lagun umunnya memanjang relatif sejajar dengan garis panti sedangkan yang dibatasi oleh atol reef bentuk lagunnya relatif melingkar. Bentuk lagun yang memanjang sejajar garis pantai terjadi apabila tanggul relatif sejajar dengan garis pantai yang disusun oleh reef ataupun berupa sedimen klasik yang lain misalnya satuan batu pasir. Lagun yang dibatasi atol reef terbentuk relatip bersamaan dengan pembentukan atol, akibat proses penurunan dasar cekungan (tempat reef tumbuh) kecepatnya seimbang dengan pembentukan reef. Kondisi muka-laut juga berpengaruh terhadap lagun. Pada laut yang konstan maka dibagian bawah lagun akan terendapkan sedimen klastik halus yang kemudian ditutupi oleh rawa - rawa dengan ketebalan mencapai setengah tinggi air pasang. Kontak antara batuan sedimen dan batuan di bawahnya adalah horizontal. Satuan batuan fraksi halus dengan sisipan batubara muda (peat) di daerah rawa akan berhubungan saling menjari dengan batupasir di daerah tanggul. Selain itu batuan sedimen lagun yang menebal ke atas dan menumpang di bagian atas shoreface biasanya terjadi menyertai proses transgresi. Lagun juga dapat terbentuk pada daerah tektonik estuarine (Fairbridge RW, 1980 dalam Boggs, 1995) yang disebabkan oleh aktivitas tektonik sehingga terjadi pengangkatan di bagian tepi pantai dan membelakangi bagian rendahan yang membentuk lagun. Lingkungan Pengendapan Lingkungan lagun karena ada tanggul maka berenergi rendah sehingga material yang diendapkan berupa fraksi halus, kadang juga dijumpai batupasir dan batulumpur. Beberapa lagun yang tidak bertindak sebagai muara sungai, maka material yang diendapkan didominasi oleh material marin. Material pengisi lagun dapat berasal dari erosi barrier (wash over) yang berukuran pasir dan lebih kasar. Apabila ada penghalang berupa reef, dapat juga dijumpai pecahan-pecahan cangkang di bagian backbarier atau di tidal delta. Akibat angin partikel halus dari tanggul dapat terangkut dan diendapkan di lagun. Angin tersebut dapat juga menyebabkan terjadinya gelombang pasang yang menerpa garis pantai dan menimbulkan energi tinggi sehingga terjadi pengikisan dan pengendapan fraksi kasar. Struktur sedimen yang berkembang umumnya pejal (pada batulempung abu-abu gelap) dengan sisipan tipis batupasir halus (batulempung Formasi Lidah



di Kendang Timur), gelembur - gelombang dengan beberapa internal small scale cross lamination yang melibatkan batulempung pasiran. Struktur bioturbasi sering dijumpai pada batulempung pasiran (siltstone) yang bersisipan batupasir dibagian dasar lagun (Boggs, 1995). Batupasir tersebut ditafsirkan sebagai hasil endapan angin, umumnya berstruktur perarian sejajar dan kadang juga berstruktur ripple cross-lamination.



DELTA



Kata Delta digunakan pertama kali oleh Filosof Yunani yang bernama Herodotus pada tahun 490 SM, dalam penelitiannya pada suatu bidang segitiga yang dibentuk oleh oleh alluvial pada muara Sungai Nil. Sebagian besar Delta modern saat ini berbentuk segitiga dan sebagian besar bentuknya tidak beraturan. Bila dibandingkan dengan Delta yang pertama kali dinyatakan oleh Herodotus pada sungai nil. Ada istilah lain dari Delta adalah seperti yang dikemukakan oleh Elliot dan Bhatacharya (Allen, 1994) adalah



“Discrette shoreline proturberance formed when a river enters an ocean or other large body of water”. Proses pembentukan delta adalah akibat akumulasi dari sedimen fluvial (sungai) pada “lacustrine” atau “marine coastline”. Delta merupakan sebuah lingkungan yang sangat komplek dimana beberapa faktor utama mengontrol proses distribusi sedimen dan morfologi delta, faktor-faktor tersebut adalah regime sungai, pasang surut (tide), gelombang, iklim, kedalaman air dan subsiden (Tucker, 1981). Untuk membentuk sebuah delta, sungai harus mensuplai sedimen secara cukup untuk membentuk akumulasi aktif, dalam hal ini prograding system. Secara sederhana ini berarti bahwa jumlah sedimen yang diendapkan harus lebih banyak dibandingkan dengan sedimen yang terkena dampak gelombang dan pasang surut. Dalam beberapa kasus, pengendapan sedimen fluvial ini banyak berubah karena faktor diatas, sehingga banyak ditemukan variasi karakteristik pengendapan sedimennya, meliputi distributary channels, river-mouth bars, interdistributary bays, tidal flat, tidal ridges, beaches, eolian dunes, swamps, marshes dan evavorites flats (Coleman, 1982). Ketika sebuah sungai memasuki laut dan terjadi penurunan kecepatan secara drastis, yang diakibatkan bertemunya arus sungai dengan gelombang, maka endapan-endapan yang dibawanya akan terendapkan secara cepat dan terbentuklah sebuah delta. Deposit (endapan) pada delta purba telah diteliti dalam urutan umur stratigrafi, dan sedimen yang ada di delta sangat penting dalam pencarian minyak, gas, batubara dan uranium. Delta - delta modern saat ini berada pada semua kontinen kecuali Antartica. Bentuk delta yang besar diakibatkan oleh sistem drainase yang aktif dengan kandungan sedimen yang tinggi. Klasifikasi dan pengendapan delta Berdasarkan sumber endapannya, secara mendasar delta dapat dibedakan menjadi dua jenis (Nemec, 1990 dalam Boggs, 1995), yaitu: 1. Non Alluvial Delta a. Pyroklastik delta b. Lava delta 2. Alluvial Delta a. River Delta Pembentukannya dari deposit sungai tunggal. b. Braidplain Delta Pembentukannya dari sistem deposit aliran “teranyam” c. Alluvial fan Delta



Pembentukannya pada lereng yang curam dikaki gunung yang luas yang dibawa air. d. Scree-apron deltas Terbentuk ketika endapan scree memasuki air. Pada tahun 1975, M.O Hayes (Allen & Coadou, 1982) mengemukakan sebuah konsep tentang klasifikasi coastal yang didasarkan pada hubungan antara kisaran pasang surut (mikrotidal, mesotidal dan makrotidal) dan proses sedimentologi. Pada tahun 1975, Galloway (Allen & Coadou, 1982) menggunakan konsep in dalam penerapannya terhadap aluvial delta, sehingga disimpulkan klasifikasi delta berdasarkan pada delta front regime dibagi menjadi tiga , yaitu : 1. Fluvial-dominated Delta 2. Tide-dominated Delta 3. Wave-dominated Delta Fisiografi Delta Berdasarkan fisiografinya, delta dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian utama , yaitu : 1. Delta plain 2. Front Delta 3. Prodelta



Delta plain Delta plain merupakan bagian kearah darat dari suatu delta. Umumnya terdiri dari endapan marsh dan rawa yang berbutir halus seperti serpih dan bahanbahan organik (batubara). Delta plain merupakan bagian dari delta yang karakteristik lingkungannya didominasi oleh proses fluvial dan tidal. Pada delta plain sangat jarang ditemukan adanya aktivitas dari gelombang yang sangat besar. Daerah delta plain ini ditoreh (incised) oleh fluvial distributaries dengan kedalaman berkisar dari 5 – 30 m. Pada distributaries channel ini sering terendapkan endapan batupasir channel-fill yang sangat baik untuk reservoir (Allen & Coadou, 1982). Delta front Delta front merupakan daerah dimana endapan sedimen dari sungai bergerak memasuki cekungan dan berasosiasi/berinteraksi dengan proses cekungan (basinal). Akibat adanya perubahan pada kondisi hidrolik, maka sedimen dari sungai akan memasuki cekungan dan terjadi penurunan kecepatan secara tiba-tiba yang menyebabkan diendapkannya material-material dari sungai tersebut. Kemudian material-material tersebut akan didistribusikan dan dipengaruhi oleh proses basinal. Umumnya pasir yang diendapkan pada daerah ini terendapkan pada distributary inlet sebagai bar. Konfigurasi dan karakteristik dari bar ini umumnya sangat cocok sebagai reservoir, didukung dengan aktivitas laut yang mempengaruhinya (Allen & Coadou, 1982). Prodelta Prodelta adalah bagian delta yang paling menjauh kearah laut atau sering disebut pula sebagai delta front slope. Endapan prodelta biasanya dicirikan dengan endapan berbutir halus seperti lempung dan lanau. Pada daerah ini sering ditemukan zona lumpur (mud zone) tanpa kehadiran pasir. Batupasir umumnya



terendapkan pada delta front khususnya pada daerah distributary inlet, sehingga pada daerah prodelta hanya diendapkan suspensi halus. Endapan-endapan prodelta merupakan transisi kepada shelf-mud deposite. Endapan prodelta umumnya sulit dibedakan dengan shelf-mud deposite. Keduanya hanya dapat dibedakan ketika adanya suatu data runtutan vertikal dan horisontal yang baik (Reineck & Singh, 1980).



ESTUARIN Beberapa ahli geologi mengemukakan beberapa pengertian yang bermacam-macam tentang estuarin. Pritchard, 1967 (Reineck & Singh, 1980) mengemukakan bahwa estuarin adalah “a semi-enclosed coastal body of water which has a free connection with the open sea and within which sea water is measurably diluted with fresh water derived from land drainage”. Ada dua faktor penting yang mengontrol aktivitas di estuarin, yaitu volume air pada saat pasang surut dan volume air tawar (fresh water) serta bentuk estuarin. Endapan sedimen pada lingkungan estuarin dibawa dua aktivitas, yaitu oleh arus sungai dan dari laut terbuka. Transpor sedimen dari laut lepas akan sangat tergantung dari rasio besaran tidal dan disharge sungai. Estuarin diklasifikasikan menjadi tiga daerah yaitu : 1. Marine atau lower estuarin, yaitu estuarine yang secara bebas berhubungan dengan laut bebas, sehingga karakteristik air laut sangat terasa pada daerah ini. 2. Middle estuarin, yaitu daerah dimana terjadi percampuran antara fresh water dan air asin secara seimbang. 3. Fluvial atau upper estuarin, yaitu daerah estuarin dimana fresh water lebih mendominasi, tetapi tidal masih masih berpengaruh (harian) Marine atau lower estuarin adalah estuarine yang secara bebas berhubungan dengan laut bebas, sehingga karakteristik air laut sangat terasa pada daerah ini. Daerah dimana terjadi percampuran antara fresh water dan air asin secara seimbang disebut middle estuarin. Sedangkan fluvial atau upper estuarin, yaitu daerah estuarin dimana fresh water lebih mendominasi, tetapi tidal masih masih berpengaruh (harian). Friendman & Sanders (1978) dalam Reineck & Singh mengungkapkan bahwa pada fluvial estuarin konsentrasi suspensi yang terendapkan lebih kecil (100 cm/det. Endapan yang khas yang dihasilkan pada daerah dominasi pasang surut ini adalah endapan-endapan reworking in situ berupa linear ridge batupasir (sand ribbons), sand waves (dunes), sand patches dan mud zones. Orientasi dari sand ridges tersebut umumnya paralel dengan arah arus tidal dengan kemiringan pada daerah muka sekitar 50. Umumnya batupasir pada shelf tide ini ditandai dengan kehadiran cross bedding baik berupa small-scale cross bedding ataupun ripple cross bedding. Shelf yang didominasi storm dicirikan dengan kecepatan tidal yang rendah ( 1 km) 2. Oceanic Ridges Dataran abisal merupakan daerah yang relatif sangat datar, kadang-kadang menjadi sedikit bergelombang karena adanya seamount. Beberapa dataran abisal juga kadang-kadang terpotong oleh channel-channel laut dalam. Pada pusat cekungan laut dalam biasanya terendapkan sedimen dari material pelagik. Midoceanic ridges memanjang sejauh 60.000 km dan menutupi sekitar 30 – 35% dari luas lautan. Transport Laut Dalam Aliran turbidit merupakan salah satu jenis aliran yang sangat banyak dilakukan kajian oleh para peneliti. Aliran turbidit pada prinsipnya dapat terjadi pada berbagai macam lingkungan pengendapan, tetapi aliran turbidit lebih sering ditemukan pada lingkungan laut dalam. Pada lingkungan laut dalam sebenarnya terdapat beberapa proses transpor yang dapat terjadi (Boggs, 1995), yaitu : 1. Transport suspensi dekat permukaan oleh air dan angin 2. Transport nepheloid-layer 3. Transport arus tidal pada submarine canyon 4. Aliran sedimen gravitasi



5. Transpor oleh arus geostrophic contour 6. Transport oleh floating ice Transport oleh aliran gravitasi adalah transpor yang mendominasi dan banyak dijadikan kajian sejak beberapa tahun kebelakang. Sedimen dengan aliran gravitasi merupakan material-material yang bergerak di bawah pengaruh gravitasi. Aliran gravitasi ini secara prinsip terbagi menjadi empat tipe dengan karakteristik endapannya masing-masing.Keempat tipe tersebut adalah : 1. Aliran arus turbidit 2. Aliran sedimen liquefied 3. Aliran butiran (Grain Flow) 4. Aliran Debris (Debris Flow) Kuenen dan Migliori (1950) dalam Allen (1978) memvisualisasikan aliran turbidit sebagai aliran suspensi pasir dan lumpur dengan densitas yang tinggi serta gravitasi mencapai 1,5 – 2,0. Ketika aliran melambat dan cairan turbulence berkurang, maka aliran turbidit akan kelebihan beban, dan diendapkanlah butiranbutiran kasar. Beberapa percobaan menunjukan bahwa aliran turbidit secara umum terbagi menjadi empat bagian, yaitu kepala, leher, tubuh dan ekor. Pengendapan dengan aliran turbidit merupakan suatu proses yang sangat cepat, sehingga tidak terjadi pemilahan dari butiran secara baik, kecuali pada grading yang normal pada sekuen Bouma (Nichols, 1999). Pasir yang terendapkan oleh aliran turbidit umumnya lebih banyak berukuran lempung, mereka sering diklasifikasikan sebagai wackes dalam klasifikasi Pettijohn. Kipas Laut Dalam Ngarai (canyons) pada shelf merupakan tempat masuknya aliran air dan sedimen ke dalam laut dalam (Gambar VII. 37). Hal ini dapat dianalogikan dengan pembentukan alluvial fan. Pada setting laut dalam, morfologi kipas juga dapat terbentuk, menyebar dari ngarai-ngarai dan membentuk menyerupai kerucut (cone) pada lantai samudera. Morfologi tersebut terkenal dengan sebutan kipas bawah laut (submarine fans). Ukuran dari kipas bawah laut ini sangat bervariasi, terbentang mulai dari beberapa kilometer sampai 2000 km (Stow, 1985). Proses sedimentasi yang terjadi pada kipas bawah laut ini umumnya didominasi oleh sistem aliran turbidit yang membawa material-material dari shelf melalui ngarai-ngarai. Proses sedimentasi ini membentuk trend yang sangat umum, dimana material yang kasar akan terendapkan dekat dengan sumber dan material yang halus akan terendapkan pada bagian distal dari kipas. Kipas bawah laut modern dan turbidit purba terbagi ke dalam tiga bagian, proximal (upper fan), medial (mid fan) dan distal (lower fan).



Upper fan berada pada kedalaman beberapa meter sampai puluhan meter dengan lebar bisa mencapai ratusan meter. Kecepatan aliran yang sangat cepat pada daerah ini menyebabkan endapan yang terbentuk berupa endapan tipis, tanpa struktur sedimen atau perlapisan batuan yang kasar (Nichols, 1999). Jika didasarkan pada sekuen endapan turbidit dari Bouma, maka pada daerah ini banyak ditemukan endapan dengan tipe sekuen “a”, sedangkan pada overbank upper fan dan channel sering ditemukan sekuen Bouma bagian atas (Tcde atau Tde). Pada daerah mid fan, aliran turbidit menyebar dari bgian atas kipas (upper fan). Pada daerah ini endapan turbidit membentuk lobe (cuping) yang menutupi hampir seluruh daerah ini. Unit stratigrafi yang terbentuk pada mid fan lobe ini, idealnya berupa sekuen mengkasar ke atas (coarsening-up) serta adanya unit-unit channel. Pada mid fan lobe ini sering ditemukan sekuen boma secara lengkap “ Ta-e dan Tb-e”. Kadang-kadang aliran turbidit yang mengalir dari upper fan dan melintasi mid fan dapat pula mencapai daerah lower fan. Daerah lower fan merupakan daerah terluar dari kipas bawah laut, dimana material yang diendapkan pada daerah ini umumnya berupa pasir halus, lanau dan lempung. Lapisan tipis dari aliran turbidit ini akan membentuk divisi Tcde dan Tde. Hemipelagic sedimen akan bertambah pada daerah ini seiring dengan menurunnya proporsi endapan turbidit (Nichols, 1999).



SEDIMENTASI ANGIN Di samping air, angin merupakan salah satu energi yang dapat mengikis dan mengangkut bahan-bahan untuk diendapkan, khususnya pada daerah yang mempunyai iklim kering dan semi kering. Angin terjadi karena perbedaan temperatur antara dua daerah yang berbeda di muka bumi akibat ketidakseragaman pemanasan kedua tempat oleh sinar matahari yang menimbulkan beda tekanan. Kekuatan angin ditentukan oleh besarnya beda tekanan pada kedua tempat dan jarak antara kedua tempat tersebut (Sukendar Asikin, 1978). Kekuatan angin akan bertambah dengan bertambahnya jarak. Gerakannya akan laminer jika perlahan dan turbulen bila cepat. Endapan sedimen yang berasal dari proses pengendapan oleh angin disebut endapan eolian.



PENGENDAPAN ANGIN Menurut Allen (1970), endapan oleh angin (eolian) dapat terjadi pada : a. Daerah gurun, dimana iklimnya tropis, subtropis dan lintang tengah.



b. Daerah disekitar, outwash plain pada endapan glasial dan tudung es pada daerah lintang tinggi. c. Di daerah pantai, di puncak pulau penghalang (barrier island) atau di muka pantai terbuka dalam berbagai iklim. Gurun terjadi pada lintang tengah dan rendah yang berhubungan dengan daerah yang tertutup dengan curah hujan dari 30 cm. Daerahnya kira-kira 20 % 25% dari total daratan sekarang (Boggs, 1995). Gurun modern yang terbesar dengan panjang 12.000 km dan lebar 3.000 km terletak antara Afrika Utara dan Asia Tengah. Dengan gurun lain yang luas adalah Australia Tengah, berukuran 1500 - 3000 km. Gurun yang berukuran kecil berada di Afrika baratdaya, Chili Peru dan Patagonia, dan di baratnya Afrika Utara. Pelapukan di gurun terjadi secara mekanis dan kimiawi. Pelapukan mekanis tergantung pada perubahan gradien temperatur oleh pemanasan pada siang hari dan pendinginan pada malam hari. Perbedaan temperatur permukaan batuan pada waktu siang dan malam dapat mencapai 50° C. Pada kondisi seperti ini batuan secara perlahan akan rekah dan pecah. Butiran tersebut akan terbawa oleh angin dan diendapkan sebagai bukit pasir. Bukit pasir dapat pula terbentuk di muka pantai. Meskipun demikian hanya terjadi pada pantai pada daerah kering dimana vegetasi (tumbuhan) tidak ada. Angin kering yang kuat dengan arah tegak lurus pantai secara aktif memindahkan pasir menjadi gundukan pasir. Hanya sedikit gugusan bukit pasir di muka pantai yang terjadi pada daerah curah hujan rendah. Selain itu, endapan angin dapat pula terjadi pada outwash plain dari arus air es glasial yang ditemukan pada daerah lintang tinggi. Allen (1970) menggambarkan bahwa angin mengangkut sedimen secara suspensi dan saltasi atau merayap dipermukaan (surface creep). Butiran yang halus (0 - 0,2 mm ) akan diangkat secara suspensi, yaitu sedimen dibawa oleh angin tanpa terjadi kontak dengan lapisan. Angin bertiup melalui alluvium yang mengering dan membawa butiran terbang di udara Lanau lempung adalah contoh batuan yang dapat diangkut dengan cara suspensi. Bahan ini umumnya akan diangkut melalui jarak yang lebih jauh. Cara kedua adalah saltasi dimana butiran dengan ukuran yang lebih besar (0,2 - 2 mm) akan diangkut dengan cara menggelinding, bergeser dan bertumbukan. Bila angin bertiup di atas permukaan pasri, maka kalau cukup kuat butiran pasir akan melaju melalui seretan lompatan yang panjang. Jika mendarat mereka akan terpantul dan meloncat kembali ke udara dan akan melontarkan



butiran pasir lainnya. Batupasir sangat halus adalah yang pertama dapat dipindahkan dengan saltasi. Pengangkutan bahan yang berukuran pasir ini disebut sand storm. Pasir umumnya terdiri dari mineral kwarsa yang membulat. Butiran demikian akan mampu melompat dengan mudah bila terbentur dengan bahan yang keras seperti butiran pasir lainnya atau kerakal. Trajektori saltasi dari butiran batupasir, dimana butiran yang lebih kecil akan mempunyai trajektori yang lebih panjang dari pada butiran yang benar. Studi tentang kecepatan ambang yang dibutuhkan untuk memulai pergerakan butir menunjukkan bahwa kecepatan ambang bertambah dengan bertambahnya ukuran butir. Butiran yang lebih kecil akan mempunyai kecepatan awal yang lebih kecil dari pada butiran yang besar. Proses pemindahan bahan-bahan oleh angin dapat terjadi dengan 2 cara, yaitu deflasi dan abrasi (Sukendar Asikin, 1978).  Deflasi adalah proses pemindahan bahan dengan cara menyapu bahan- bahan Yang ringan. Proses ini menghasilkan relief di gurun-gurun pasir. Deflasi dapat pula menyebabkan lekukan yang dalam hingga beberapa ratus meter di bawah permukaan laut. Kalau mencapai batas permukaan air tanah, maka akan membentuk oase (mata air di gurun)  Abrasi adalah pengikisan oleh angin yang menggunakan bahan yang diangkutnya sebagai senjata. Daerahnya tidak luas. Contohnya adalah batuan bentuk jamur yang terjadi karena bahan yang diangkut tidak merata. Dibagian bawah lebih banyak dan lebih kasar dibandingkan dengan diatasnya. 3. Macam Endapan Oleh Angin Bahan yang diangkut oleh angin akan menimbulkan tiga macam endapan yang sangat berbeda (Boggs, 1995) yaitu : • Endapan lanau (silt), kadang-kadang disebut loess yang berasal dari sumber yang cukup jauh. • Endapan pasir yang terpilah sangat baik. • Endapan lag (lag deposit), terdiri dari partikel berukuran gravel yang diangkut oleh angin dengan kecepatan yang cukup besar. Endapan gurun dapat dikelompokkan ke dalam 3 sublingkungan pengendapan utama yaitu bukti pasir (sand dune), interdune dan sand sheet. 3.1 Bukit pasir (sand dune)



Lingkungan bukit pasir pada umumnya yang diangkut dan diendapkan adalah pasir yang diakumulasi dalam berbagai bentuk dune . Sand dune (bukit pasir) dapat dibagi menjadi 4 tipe morfologi utama (Selley, 1988), yaitu : a. Barchan atau lunate dune, adalah bukit pasir yang paling indah. Bentuknya cembung terhadap arah angin umum (utama dengan kedua titik ujungnya seperti tanduk, dimana pada kedua arah tersebut kekuatan angin berkurang. Barchan mempunyai muka gelincir yang curam pada sisi cekung. Barchan terjadi pada daerah yang terisola (tertutup) atau disekitar sudut pantai. Pada permukaan yang turun biasanya ditutupi oleh lumpur (mud) atau granula. Hal ini menunjukkan bahwa barchan/lunate dunate terbentuk terbentuk dimana pengangkutan pasir lebih sedikit. b. Tipe stellate, piramida atau Matterhorn. Terdiri dari rangkaian sinus, tajam, punggung pasir yang tinggi, yang bergabung bersama-sama dalam satu puncak yang tinggi. Angin selalu meniup bulu-bulu pasir di puncak peramida, membuat dune tampak seperti berasap. Stellate dune kadang-kadang ratusan meter tingginya, terbentuk pada batas pasir laut dan jebel, menandakan titik interferensi dari arus angin dengan topografi yang resistan. c. Longitudinal atau Seif dune. Bentuknya panjang, tipis dengan batas punggung yang jelas. Dune secara individu dapat mencapai 200 km panjangnya, kadangkadang dapat konvergen pada perbatasan seif dimana arah angin berkurang. Tingginya dapat mencapai 100 km dan batas dune lebarnya sampai 1 atau 2 km, dengan daerah interdune yang datar, terdiri dari pasir atau gravel. d. Tranversal dune, bentuknya kursus atau sinusoidal ramping dengan puncak tegak lurus arah angin rata - rata. Muka gelincir yang curam terdapat pada arah angin yang berkurang. Transversal dune jarang terjadi pada permukaan deflasi. Tranversal dune adalah tipe berkelompok, naik pada bagian belakang dari dune berikutnya.



3.2 Interdune Interdune adalah antara dua dune, dibatasi oleh bukit pasir atau sand sheet. Interdune dapat terdeflasi (erosi) atau pengendapan. Sedikit sekali sedimen yang terakulasi pada interdune yang terdeflasi. Daerah interdune dapat meliputi dua



arah endapan angin dan sedimen diangkut dan diendapkan oleh arus di daerah paparan.



3.3 Sand Sheet Sand sheet adalah badan pasir yang berundulasi dari datar sampai tegas yang terdapat di sekitar lapangan bukit pasir. Dicirikan oleh kemiringan yang rendah (00-200). Lingkungan sand sheet berada di pinggiran bukit pasir. 4. Bentuk Perlapisan Wilson (1991, 1992) dalam Walker (1992) menyatakan ada tiga skala utama bentuk perlapisan pada endapan eolin yaitu ripple, dune dan draa. Ripple yang disebabkan oleh angin lebih datar dari pada yang disebabkan oleh air dan biasanya mempunyai garis puncak yang lebih regular. Bentuk perlapisan dune lebih besar dari pada ripple dan ketinggiannya bervariasi dari 0,1 sampai 100 meter. Bentuk perlapisan draa adalah perlapisan pasir yang besar antara 20 sampai 450 meter tingginya dan dicirikan oleh melampiskan keatas (superimpose) dari dune yang lebih kecil. Tabel- 1 adalah klasifikasi perlapisan endapan eolian.



5. Tekstur Tekstur meliputi bentuk, ukuran dan susunan butir. Batupasir eolian mempunyai 3 sublingkungan pengendapan (Walker, 1992) yang membedakan 3 macam tekstur pada endapan eolian, yaitu : • terpilah baik sampai dengan sangat baik pada batupasr halus yang terjadi pada sublingkungan pantai. • terpilah sedang sampai baik pada batupasir dune di darat yang berbutir baik. • terpilah jelek pada batupasir interdune dan serir. Bukit pasir bervariasi dalam ukuran butir dari 1,6 - 0,1 mm. Endapan bukit pasir umumnya terdiri dari tekstur pasir yang terpilah baik dan kebundaran baik juga ;kaya akan kwarsa. Endapan bukit pasir di pantai mungkin kaya akan mineral berat dan fragmen batuan yang tidak stabil. Bukit pasir di pantai yang terjadi didaerah tropis banyak mengandung ooid, fragmen cangkang, atau butiran karbonat lainnya. Bukit pasir yang terdapat di daerah gurun dapat mengandung gypsum seperti White Sand, New Mexico



6. Struktur Sedimen



Pengangkutan dan pengendapan oleh angin membentuk tipe struktur sedimen ripple, dune dan silang siur (cross-bed) seperti yang dihasilkan pada pengangkutan oleh air (Boggs, 1995). Struktur sedimen yang terdapat pada bukit pasir adalah :  kumpulan perlapisan silang (cross-strata) berukuran sedang sampai besar, yang cirinya terdapat pada muka kemiringan arah sari angin bertiup pada sudut 300 340 .  kumpulan perlapisan silang tabular-planar dalam arah vertikal yang terdapat pada bagian bawah.  bidang batas antara kumpulan individu dan perlapisan silang yang umumnya horinsontal atau miring dengan sudut rendah. Tipe geometri struktur bagian dalam barchan dapat dilihat pada gambar-4. Selain itu beberapa jenis struktur sedimen internal pada skala kecil dapat pula berbentuk perarian lapisan datar (plane -bed lamination), perarian bergelombang (rippleform lamination),ripple-foreset cross lamination, climbing ripple, grainfall lamination dan sandflow cross -strata. Pada bukit pasir yang kecil terdapat perarian silang siur tunggal (single cross lamination) dan perlapisan silang siur yang tebal terdapat pada lapisan pasir yang cukup tebal. Struktur sedimen yang besar tidak tampak pada inti pemboran, sehingga struktur sedimen seolah-olah massive. Pengeboran melalui tranversal dan lunate dune mengungkapkan bahwa beberapa kumpulan dari puncak bukit pasir dipisahkan oleh permukaan erosi dan lapisan datar. Heterogenenitas perlapisan ini menggambarkan variasi yang tidak menentu dari morfologi bukit pasir secara kasar. Perlapisan silang siur diendapkan saat migrasi angin rendah pada muka gelincir dan unit perlapisan datar dan subhorisontal diendapkan pada sisi belakang dari bukit pasir. Endapan interdune dicirikan oleh perlapisan dengan sudut kemiringan yang rendah (< 100 ) karena interdune terbentuk oleh proses migrasi dari bukit pasir, banyak terdapat bioturbasi yang merusak struktur perlapisan. Sedimen yang diendapkan pada interdune dapat mencakup dua macam endapan yaitu subaquaeous dan subaerial, tergantung pada iklim dimana mereka diendapkan, basah, kering atau daerah yang banyak terjadi penguapan. Endapan pada interdune kering dibentuk oleh ripple karena proses pengangkutan oleh angin. Endapannya relatif kasar, bimodal dan terpilah jelek dengan kemiringan yang tegas, lapisannya membentuk perarian yang jelek.



Endapannya banyak mengandung bioturbasi yang merupakan hasil acak binatang maupun bekas tumbuhan. Pada interdune yang terjadi di daerah basah dekat dengan danau, silt dan clay terperangkap oleh badan yang semipermanen. Endapan ini dapat mengandung spesies organisme air tawar seperti gastrododa, pelesipoda, diatome dan ostracoda (Boggs, 1995). Dapat pula terbentuk bioturbasi seperti jejak kaki binatang. Endapan sheet sand juga mengandung kemiringan yang tegas atau permukaan iregular dari erosi beberapa meter panjangnya, terdapat jejak bioturbasi yang disebabkan oleh serangga atau tumbuhan, struktur cut-and-fill pada skala kecil, kemiringan yang tegas, lapisan perarian yang jelek sebagai hasil dari perbatasan pengendapan grainfall, diskontinu, lapisan tipis pasir kasar yang interkalasi dengan pasir halus, dan kadang-kadang interkalasi dengan endapan eolian yang mempunyai sudut besar menunjukkan distribusi dan hubungan stratigrafi dari sheet sand dan endapan bukit pasir eolian. 7. Model Perlapisan dan Batas Permukaan Hasil perlapisan dari migrasi bentuk lapisan sebagai pendakian/undakan pasir mempunyai sudut dan arah yang berbeda-beda. Model perlapisan yang sederhana meliputi sistem bentuk lapisan termigrasi dengan sederhana dan bentuk kumpulan arsitektur yang sederhana. Sebagai contoh bukit pasir tranversal migrasi melewati gurun dari lapisan silang siur tabular (tabular cross-bed) dipisahkan oleh permukaan bidang planar. Transversal dune migrasi melalui transversal draa dari bentuk yang sederhana ke bentuk yang lebih kompleks, termasuk permukaan orde kedua pada kemiringan arah angin berkurang. Meskipun demikian, bentuk lapisan dibangun oleh perpindahan pasir dan juga disebabkan oleh keberadaan struktur perbahan angin meyebabkan perubahan bentuk perlapisan yang ada dan perubahan bentuk lapisan juga berinteraksi dengan angin untuk menghasilkan bermacam-macam bentuk keseimbangan.



GLASIAL Pengertian tentang sistem pengendapan glasial dan macam - macam bentuknya penting dalam aplikasi. Pertama, data kandungan endapan glasial dapat digunakan menyelesaikan masalah tentang proses - proses geologi yang terjadi. Kedua, endapan glasial merupakan dasar untuk mempelajari lingkungan geologi. Dengan adanya investigasi karakteristik teknik geologi, pedoman hydrogeological, dan arus transportasi dalam sistem pengendapan glasial. Sistem



pengendapan glasial merupakan suatu pendorong dalam penyelidikan tentang sistem pengendapan glasial ini juga merupakan pendorong untuk mempelajari / mengetahui tentang letak dari pengendapan klastik dan karbonat dari suatu reservoar hidrokarbon pada tahun 1950 – an. Setelah mempelajari aspek - aspek dari glasial dan hubungannya satu sama lain, kemudian diaplikasikan kedalam ilmu geologi ekonomi atau hasil penyelidikan geologi yang bernilai ekonomi. Selain itu diketahui pula bahwa dalam sistem pengendapan glasial juga membawa serta endapan -endapan mineral dan bermacam - macam batuan yang dibungkus oleh es. (Placer ; Eyles, 1990), dan sistem pengendapan glasial digunakan juga dalam penyelidikan untuk endapan mineral yang terdapat pada pelindung / pembungkusnya sendiri. (drift prospecting ; Dilabio and Coker, 1989). Dimana diketahui pula bahwa lapisan batu dari glasial mempunyai kebiasaan digunakan dalam geologi minyak, tetapi kandungan dari Paleozoic glasial lebih penting / berarti digunakan dalam penyelidikan minyak dan gas, seperti : Australia, Argentina, Brasil, Bolivia, Saudi Arabia, Yordan dan Oman. (Levll et al, 1988; Franca and Potter, 1991). Banyak orang berpikiran bahwa fasies dari pengendapan glasial masih karakteristik yang unik. Ini disebabkan oleh campuran yang tidak tersotir dengan baik, semua ukuran ada, mulai dari bongkah - bongkah / batu - batu besar sampai kelempung, Kadang - kadang endapannya tepat pada glasier dan lapisan - lapisan esnya. Bagaimana sedimen yang mempunyai penampilan singkapan sama dapat memberikan sebuah endapan luas baik itu lingkungan glasial dan nonglasial “Term diamitct” akan digunakan untuk sebuah deskripsi, masa nongenetic betul - betul dari fasies yang sortirannya kurang baik tanpa memperhatikan asal mulanya. Hanya dengan diamict dapat diketahui endapan yang langsung pada “ice glasier” dapat diidentifikasi dengan baik. Suatu permasalahan pokok dalam mempelajari stratigrafinya adalah untuk menentukan apakah fasies diamict spesifik sumbernya dari glasial atau nonglasial. Banyak contoh dalam literatur dimana sedimen itu mula - mula terjadi dan dapat ditunjukkan berasal dari sumber nonglasial. Diamict hanya tipe fasies dalam keadaan biasa dan produksinya dari lingkungan pengendapan dalam sebuah luas daerah tertentu dan juga pengaruh iklim. Dalam keadaan biasa tidak mungkin kita berkesimpulan bahwa sumber sebuah diamict berasal dari sebuah singkapan tunggal dan kecil. Yang penting selalu diperhatikan adalah hubungan antara facies dalam stratigrafi.



BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN  Lingkungan pengendapan adalah bagian dari permukaan bumi dimana proses fisik, kimia dan biologi berbeda dengan daerah yang berbatasan dengannya (Selley, 1988).  Lingkungan pengendapan dibagi menjadi 3 kelompok yaitu: Lingkungan Pengendapan Darat, Lingkungan Pengendapan Transisi, Lingkungan Pengendapan Laut  Lingkungan Datar meliputi Desert, glasial, Fluvial, Danau, Rawa, Gua  Lingkungan Transisi meliputi Delta, Lagun, Litoral  Lingkungan Laut meliputi Reef, Laut  Glasial, dalam lingkungan pengendapan glasial akan dibawa serta endapan endapan mineral dan bermacam - macam batuan yang dibungkus oleh es.  Fluvial meliputi Straight, Braided, Anastomosing, Meandering  Lacustrin atau danau adalah suatu lingkungan tempat berkumpulnya air yang tidak berhubungan dengan laut.  Rawa adalah daerah di sekitar sungai atau muara sungai yang cukup besar yang merupakan tanah lumpur dengan kadar air relative tinggi.  Lagun adalah suatu kawasan berair dangkal yang masih berhubungan dengan laut lepas, dibatasi oleh suatu punggungan memanjang (barrier) dan relatif sejajar dengan pantai. Maka dari itu lagun umumnya tidak luas dan dangkal dengan energi rendah.  Kata Delta digunakan pertama kali oleh Filosof Yunani yang bernama Herodotus pada tahun 490 SM, dalam penelitiannya pada suatu bidang segitiga yang dibentuk oleh oleh alluvial pada muara Sungai Nil.  intertidal meliputi daerah dengan level pasang surut rendah sampai tinggi. Endapannya dapat tersingkap antara satu atau dua kali dalam sehari, tergantung dari kondisi pasang surut dan angin lokal. Pada daerah ini biasanya tidak tumbuh vegetasi yang baik, karena adanya aktifitas air laut yang cukup sering (Boggs, 1995).  Terumbu atau reef merupakan lingkungan yang unik yang sangat berbeda dari bagian lingkungan pengendapan lainnya di lingkungan paparan (shelf).  Sistem pengendapan batuan sedimen mencerminkan arus atau mekanisasi terbentuknya batuan tersebut, model yang dibentuk oleh beberapa jenis aliran pada suatu tempat tertentu disebut sebagai model fasies.



DAFTAR PUSTAKA Selley, R.C. 1988. Applied Sedimentology. Academic Press. San Diego Komar, P.D. 1976. Beach Processes and Sedimentation. Printice Hall. New Jersey Kennet, J.P. 1982. Marine Geology. Printice-Hall, Inc. Englewood Cliffs. New Jersey Boggs, Sam, J. R., 1995, Principles of Sedimentology and Stratigraphy, University of Oregon, Prentice Hall, Upper Saddle River, New Jersey Nichols, Gary, 1999, Sedimentology and Stratigraphy, Blackwell Publishing, Kanada. Leopold, L.B, Wolman, 1960, River Meanders. America.