MAKALAH Subjek Dan Objek Pajak [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH SUBJEK & OBJEK PAJAK Diajukan untuk memenuhi tugas Kebijakan dan Strategi Bisnis pada Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA) Amuntai



Disusun Oleh: NAMA : HADI SAPUTRA NPM : 2018.63411.037



SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI (STIA) AMUNTAI 2020



KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah Swt karena berkat Rahmat dan Karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan dengan baik penyusunan makalah yang dilakukan ini. Shalawat serta salam senantiasa selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, kepada para sahabat, serta kepada para umatnya di akhir zaman. Penulisan makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas dalam matakuliah Kebijakan dan Strategi Bisnis pada Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA) Amuntai. Judul yang diajukan dalam proposal ini adalah “SUBJEK DAN OBJEK PAJAK ”. Dalam penyusunan proposal ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat Ibu Jumai Latte S,AB,M.AB serta teman-teman sekalian dalam penyelesaian tugas ini. Penulis berharap semoga proposal ini bisa bermanfaat dan dapat dipelajari dengan baik untuk kita semua. Penulispun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu penulis mohon kritik, saran dan masukan dari pembaca untuk perbaikan proposal ini. Amuntai, 21 November 2020



Penulis



BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sebelum ditetapkan sebagai wajib pajak, setiap pihak harus memenuhi persyaratan sebagai subyek pajak terlebih dahulu. Untuk setiap jenis pajak, terdapat perbedaan mengenai pengertian subyek pajak  dan siapa saja pihak yang termasuk subyek pajak karena didalam Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan (KUP) tidak dijelaskan mengenai subyek pajak. Setelah ditentukan subyek pajaknya, maka kita melihat obyek pajak. Apakah subyek pajak tersebut patut atau tidak untuk dikenakan pajak. Menurut Undang-undang Pajak Penghasilan yang disebut subyek pajak dalam hal ini adalah segala sesuatu yang mempunyai potensi untuk memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran untuk dikenakan pajak penghasilan. Secara garis besar, subyek PPN diantaranya, Pengusaha Kena Pajak (PKP),  Pengusaha Kecil, Badan-badan tertentu, yaitu PERTAMINA. Yang menjadi subyek pajak PBB adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/ atau memperoleh manfaat atas bangunan. Yang menjadi subyek pajak BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan/bangunan. Bea Meterai terutang oleh pihak yang memperoleh atau menerima manfaat  dari dokumen, kecuali pihak-pihak yang bersangkutan menentukan lain. Menurut Undang-undang yang menjadi objek pajak penghasilan adalah penghasilan yaitu setiap Tambahan Kemampuan  Ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun. Yang menjadi obyek PBB adalah bumi dan bangunan. Demikian juga pengertian subjek dan objek pajak pada beberapa jenis pajak lainnya. Dimana pengertian subjek dan objek pajak tergantung pajak apa yang dimaksud. Di dalam makalah ini akan dibahas lebih mendetail mengenai subjek dan objek pajak untuk beberapa jenis pajak.



1.2 RUMUSAN MASALAH a. Apa pengertian dari subjek pajak ? b. Siapa saja yang menjadi subjek pajak ? c. Apa saja yang tidak menjadi objek pajak ? d. Kapan saat mulai dan berakhirnya kewajiban pajak subyektif ? e. Apa pengertian dari objek pajak ? f.



Apa saja macam – macam objek pajak ?



1.3 TUJUAN a. Memahami definisi subjek pajak b. Mengetahui siapa saja yang menjadi subjek pajak c. Memahami apa saja yang tidak menjadi objek pajak d. Memahami kapan mulai dan berakhirnya kewajiban pajak subyektif e. Mendefinisikan pengertian objek pajak



f. Mendefinisikan macam – macam objek pajak



BAB II PPEMBAHASAN 2.1 Subjek Pajak A. Pengertian Subyek Pajak Subjek pajak adalah orang, badan atau kesatuan lainnya yang telah memenuhi syarat-syarat subjektif, yaitu bertempat tinggal atau berkedudukan di Indonesia. Subjek pajak baru menjadi wajib pajak bila telah memenuhi syarat-syarat obyektif. Subjek pajak tidak identik dengan subjek hukum, oleh karena itu untuk menjadi subjek pajak tidak perlu menjadi subjek hukum. Sehingga firma, perkumpulan, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan dapat menjadi subjek pajak. Demikian juga orang gila, anak yang masih di bawah umur dapat menjadi subjek atau wajib pajak, tetapi untuk mereka perlu ditunjuk orang atau wali yang dapat dipertanggungjawabkan untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya. B. Yang Menjadi Subjek Pajak Adapun yang menjadi subjek pajak sesuai undang-undang PPh No. 36 Tahun 2008 adalah : a. Orang Pribadi b. Badan c. Bentuk Usaha Tetap Subjek pajak dibedakan menjadi subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri, 1.    Subjek Pajak Dalam Negeri a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang      bertempat tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia



b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit  tetentu Subjek dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria : 



Pembentukannya berdasarkan peraturan perundang-undangan







Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah







Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah







Pembukuaanya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional Negara



2.        Pajak Luar Negeri a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, b. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Perbedaan yang penting antara Wajib Pajak Dalam Negeri dan Wajib Pajak Luar   Negeri terletak dalam pemenuhan kewajiban pajaknya, antara lain :   Wajib Pajak dalam negeri dikenai pajak atas penghasilan baik yang diterima atau diperoleh dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, sedangkan Wajib Pajak luar negeri dikenai pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia    Wajib Pajak dalam negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan neto dengan tarif umum, sedangkan Wajib Pajak luar negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan bruto dengan tarif pajak sepadan   Wajib Pajak dalam negeri wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagai sarana untuk menetapkan pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak, sedangkan Wajib Pajak luar negeri tidak wajib memberitahukan Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan karena kewajiban pajaknya dipenuhi melalui pemotongan pajak yang bersifat final.



C. Yang Tidak Termasuk Subjek Pajak Sedangkan yang tidak termasuk subjek pajak adalah : a.         Kantor perwakilan Negara asing b.        Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari Negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka denga syarat bukan warga Negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta Negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik c.    Organisasi-organisasi internasional dengan syarat :   Indonesia menjasi anggota organisasi tersebut    Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota



D. Saat Mulai dan Berakhirnya Kewajiban Pajak Subjektif Dimulainya Pajak Subjektif 1.    Subjek pajak orang pribadi a.         Bagi Subjek pajak orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, maka kewajiban pajak subjektifnya akan dimulai pada saat lahir di Indonesia b.        Bagi subjek pajak orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia, maka kewajiban pajak subjektifnya akan dimulai sejak saat orang tersebut berada di Indonesia c.         Bagi subjek pajak orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, maka kewajiban pajak subjektifnya akan dimulai pada saat orang pribadi tersebut menjalankan usahanya di Indonesia



d.        Bagi subjek pajak orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, maka kewajiban pajak subjektifnya akan dimulai pada saat orang pribadi tersebut menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia. 2.    Subjek pajak badan a.         Bagi subjek pajak badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, maka kewajiban pajak subjektifnya akan dimulai pada saat badan tersebut didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, b.        Bagi subjek pajak badan yang tidak didirikan atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, maka kewajiban pajak subjektifnya mulai pada saat badan tersebut menerima atau memperoleh penghasilan di Indonesia. 3.    Subjek pajak warisan yang belum terbagi Untuk warisan yang belum terbagi, maka kewajiban pajak subjektifnya dimulai pada saat timbulnya warisan, yaitu pada saat pewaris meninggal dunia. Warisan yang belum terbagi baru menjadi wajib pajak apabila warisan tersebut mengeluarkan penghasilan. Mengenai siapa yang bertanggungjawab atas pajak penghasilan warisan yang belum terbagi tersebut, undang-undang tidak menentukan. Menurut Rachmat Soemitro, yang bertanggung jawab adalah : §   Pelaksana warisan (executor testamenter) §    Salah seorang ahli waris (yang tidak menolak warisan) §   Semua ahli waris dari orang-orang lain yang mendapat bagian dari warisan itu, bertanggung jawab secara renteng atas pajak penghasilan.  Berakhirnya kewajiban pajak subjektif 1.    Subjek pajak orang pribadi a.         Bagi subjek pajak orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, maka kewajiban pajak subjektifnya berakhir pada saat ia meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya b.        Bagi subjek pajak orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak



berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia, maka kewajiban pajak subjektifnya berakhir pada saat orang tersebut tidak lagi menjalankan usaha atau tidak melakukan kegiatan di Indonesia c.         Bagi subjek pajak orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, maka kewajiban pajak subjektifnya berakhir pada saat orang tersebut tidak lagi menjalankan usahanya di Indonesia d.        Bagi subjek pajak orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, maka kewajiban pajak subjektifnya berakhir pada saat orang tersebut tidal ;agi menerima atau memperoleh penghasilan di Indonesia. 2.    Subjek pajak badan a.         Bagi subjek pajak danan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, maka kewajiban pajak subjektifnya berakhir pada saat badan tersebut dibubarkan atau tidak lagi bertempat kedudukan di Indonesia, b.        Bagi subjek badan yang tidak didirikan atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, maka kewajiban pajak subjektifnya berakhir pada saaat badan tersebut tidak lagi menerima atau memperoleh penghasilan di Indonesia. 3.    Subjek pajak warisan yang belum terbagi Untuk warisan yang belum terbagi kewajiban pajak subjektifnya berakhir pada saat warisan tersebut selesai dibagikan kepada para ahli warisnya masing-masing, dan sejak saat itu pula beralih pemenuhan kewajiban pajaknya kepada para ahli warisnya.



E. Subjek Pajak PPh pasal 21 Subyek PPh 21 adalah penerima penghasilan yang dipotong oleh: a.         Pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oeh pegawai atau bukan pegawai



b.        Bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium tunjangan dan pembayara lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan c.         Dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pension dan pembayaran lain dengan nama apapun dalam rangka pensiun. d.        Badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas e.         Penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan pelaksanan suatu kegiatan F. Subyek Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak atas Penjualan Barang Mewah (PPNPPnBM) 1.        Subyek Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Subyek PPN adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP). Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP). 2.        Subyek Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) Subyek Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah PKP yang menghasilkan BKP yang tergolong mewah dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya dan pengusaha yang mengimpor barang yang tergolong mewah. G. Subyek Pajak Bumi dan Bangunan Subyek PBB adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai hak atas bumi dan/atau, memperoleh manfaat atas bumi dan /atau, memiliki atau menguasai bangunan; dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan.                                



H. Subyek Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Subyek pajak BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas Tanah dan/atau Bangunan.



2.2 OBJEK PAJAK 1. Pengertian Objek Pajak Mengenai apa yang dapat dijadikan objek pajak banyak sekali macamnya. Pada prinsipnya segala sesuatu yang ada dalam masyarakat dapat dijadikan sasaran atau objek pajak, baik keadaan, perbuatan, maupun peristiwa. Misalnya : a.         Keadaan : kekayaan seseorang pada saat tertentu; memiliki kendaraan bermotor, radio, televisi ; b.        Perbuatan : melakukan penyerahan barang karena perjanjian, mendirikan rumah atau gedung ; c.         Peristiwa : kematian, keuntungan yang diperoleh secara mendadak, 2. Macam – Macam Objek Pajak A. Objek Pajak Penghasilan (PPh) Objek PPh adalah penghasilan itu sendiri,. Penghasilan sebagai objek pajak PPh diartikan secara luas yaitu “ setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak dengan nama dan dalam bentuk apapun. Menurut ketentuan UU No.7 Tahun 1983 yang telah diperbaharui oleh UU No.36 Tahun 2008 pasal 4 ayat 1 yang termasuk dalam penghasilan adalah : 



Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya kecuali ditentukan lain dalam undangundang ini,







Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan,







Laba usaha,







Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta,







Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak,







Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan   pengembalian utang,







Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen daari asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi,







Royalty atau imbalan atas penggunaan hak,







Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta,







Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala,







Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah,







Keuntungan selisih kurs mata uang asing,







Karena penilaian kembali aktiva,







Premi asuransi,







Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas,







Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak,







Penghasilan dari usaha berbasis syariah,







Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengtur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan,







Surplus Bank Indonesia.



B. Objek pajak PPN Objek pajak PPN sesuai dengan pasal 4 UU No. 8 tahun 1984 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 18 tahun 2000 adalah : a.         Penyerahan barang kena pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha dengan syarat : 



Barang berwujud atau tidak berwujud yang diserahkan   merupakan barang kena pajak







Penyerahan dilakukan di dalam daerah pabean







Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau  pekerjaannya.



b.        Impor barang kena pajak c.         Penyeraan barang kena pajak yang dilakuka di dalam daerah pabean oleh pengusaha dalam syarat : 



Jasa yang diserahkan merupakan jasa kena pajak







Penyerahan yang dilakukan harus di dalam daerah pabean







Penyerahan yang dilakukan harus dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.



d.        Pemanfaatan barang kena pajak tidak brwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean e.         Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean. f.         Ekspor barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak. g.        Objek PPN sesuai dengan pasal 16 c UU No. 8 tahun 1984 sebagaimana telaha diuah terakhir dengan UU No. 18 tahun 2000 yaitu, kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak di dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya, oleh orang pribadi atau badan, baik yang hasilnya akan digunakan sendiri atau pihak lain. h.        Objek PPN berdasar pasal 16 D UU No. 8 tahun 1984 yang sebagaimana telah diubah terakhir degan UU No. 18 tahun 2000 yaitu, penyerahan aktiva oleh pengusaha kena pajak yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan sepanjang PPN yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan   3. Objek pajak PPn-BM Menurut pasal 5 UU No. 8 tahun 1984 sebagaimana telah diubah  terakhirdengan UU No. 18 tahun 2000 yang termasuk objek PPn BM adalah : a.         Penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah yang dilakukan oleh penguasaha yang mengasilkan barang kena pajak yang tergolong mewah tersebut di dalam daerah pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya. b.        Impor barang yang kena pajak yang tergolong mewah. 4. Objek Pajak Bumi dan Bangunan Dalam Pajak Bumi dan Bangunan yang menjadi objek pajak adalah bumi dan/atau bangunan. Pengertian bumi disini adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman, serta laut wilayah Indonesia, dan tubuh bumi yang ada di bawahnya. Sementara itu, bangunan adalah konstruksi teknik yang ditananm atau dilekatkan secara tetap pada tansh atau perairan. Termasuk dalam bangunan yang dapat dikenakan pajak adalah : 1.        Bangunan tempat tinggal (rumah) 2.        Gedung kantor



3.        Hotel 4.        Pabrik 5.        Jalan lingkungan pabrik dan emplasemennya 6.        Kolam Renang 7.        Tempat penampungan/kilang minyak, air, dan gas, juga pipa minyak, fasilitas lain yang memberikan manfaat. Sedangkan objek pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan adalah objek pajak yang : a.         Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, social, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan b.        Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu c.         Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah Negara yang belum dibebani suatu hak d.        Digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik e.         Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan 5. Objek pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Yang menjadi objek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, yang meliputi : a.         Pemindahan hak karena : 1.    Jual beli 2.        Tukar menukar 3.        Hibah 4.        Hibah wasiat 5.        Waris 6.        Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya 7.        Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, 8.        Penunjukan pembeli dalam lelang,



9.        Pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap, 10.    Penggabungan usaha, 11.    Peleburan usaha, 12.    Pemekaran usaha, 13.    Hadiah. b.    Pemberian hak baru karena : 1.             kelanjutan pelepasan hak, 2.             di luar pelepasan hak Adapun yang dimaksud hak atas tanah diantaranya adalah : a.    hak milik, b.    hak guna usaha, c.    hak guna bangunan, d.    hak pakai, e.    hak milik atas satuan rumah susun, f.     hak pengelolaan. 6. Objek pajak Bea Materai Dokumen yang dikenakan bea materai adalah : 1.        Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan,kenyataan, atau keadaan yang bersifat perdata 2.        Akta-akta notaris termasuk salinannya 3.        Akta-akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta tanah termasuk rangkap-rangkapnya 4.        Surat yang memuat jumlah uang, yaitu : a.    Yang menyebutkan penerimaan uang b.    Yang menyarankan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening bank c.    Yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank d.   Yang berisi pengakuan bahwa utang uang seluruhnya atau sebagian telah dilunasi atau diperhitungkan, 5.        Surat berharga seperti wesel, promes, aksep, dan cek, 6.        Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan, yaitu surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan, dan surat-surat yang semula tidak



dikenakan bea materai berdasarkan tujuannnya jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain, lain dari maksud semula. Sedangkan yang tidak dikenakan Bea Materai adalah: a.       Dokumen yang berupa : 1.    Surat penyimpanan barang 2.    Konosemen 3.    Surat angkutan penumpang dan barang 4.    Keterangan pemindahan 5.    Bukti untuk pengiriman dan penerimaan barang 6.    Surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengiriman 7.    Segala bentuk ijazah 8.    Tanda terima gaji, uang tunggu, pension, uang tunjangan, dan pembayaran lainnya yang ada kaitannya dengan hubungan kerja serta surat-surat yang diserahkan untuk mendapatkan pembayaran tersebut. 2.3 Jenis – Jenis Pph Pajak penghasilan ini terbagi menjadi beberapa jenis sesuai dengan objek dan subjek yang dikenakan PPh. Berikut ini adalah jenis-jenis PPh, di antaranya: 1. PPh Pasal 21 Definisi PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi subjek pajak dalam negeri. Objek PPh Pasal 21 Objek pajak penghasilan pasal 21 di antaranya: 



Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa



penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur







Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima industri secara teratur



berupa uang industri atau penghasilan sejenisnya 



Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan



sehubungan dengan industri yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat industri, tunjangan hari tua 



Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian,



upah mingguan, upah satuan, upah industri atau upah yang dibayarkan secara bulanan 



Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee,



dan imbalan sejenis dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan 



Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang



representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun. Subjek yang dikenakan PPh Pasal 21 Jenis PPh 21 ini dikenakan pada wajib orang pribadi yang menerima penghasilan seperti penjelasan definisi PPh tersebut. Kategori subjek yang dikenakan PPh 21 ini seperti pegawai, bukan pegawai, penerima pensiun maupun pesangon, anggota dewan komisaris, mantan pekerja dan peserta kegiatan. Subjek Pemotong PPh Pasal 21 Namun jenis PPh yang dibebankan atau dikenakan wajib pajak orang pribadi tersebut tidak dibayarkan sendiri oleh yang bersangkutan. Akan tetapi PPh 21 ini dipotong atau dipungut oleh perusahan/pemberi kerja melalui pemotongan pajak PPh Pasal 21. Pihak pemotong/perusahaan/pemberi kerja kemudian menyetorkan atau membayarkan PPh 21 yang dipotong dari wajib pajak orang pribadi yang memperoleh penghasilan kena pajak tersebut ke kas negara. Berikutnya, sebagai pihak yang dipungut PPh Pasal 21, akan memperoleh bukti pemotongan PPh Pasal 21 dari pihak yang memotong penghasilan tersebut.



2. PPh Pasal 22 Definisi PPh Pasal 22 adalah pajak penghasilan yang dikenakan kepada badan-badan usaha tertentu, baik milik pemerintah maupun swasta yang melakukan kegiatan perdagangan ekspor, impor dan re-impor. Objek PPh Pasal 22 Objek PPh Pasal 22 sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.010/2017 adalah:  Impor barang dan ekspor barang komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam yang dilakukan oleh eksportir  Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan oleh bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga Pemerintah, dan lembaga-lembaga negara lainnya  Pembayaran atas pembelian barang dengan mekanisme uang persediaan (UP) yang dilakukan oleh bendahara pengeluaran  Pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga dengan mekanisme pembayaran langsung (LS) oleh KPA atau pejabat penerbit surat perintah membayar yang diberi delegasi oleh KPA  Pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya BUMN (Badan Usaha Milik Negara)  Penjualan hasil produksi kepada distributor di dalam negeri oleh badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, yang merupakan industri hulu, industri otomotif, dan industri farmasi  Penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri oleh Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor  Penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas oleh produsen atau importir  Pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul untuk keperluan industrinya atau ekspornya oleh industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan



 Penjualan barang yang tergolong sangat mewah yang dilakukan oleh wajib pajak badan. Subjek yang dikenakan PPh Pasal 22 Jenis PPh 22 ini dikenakan pada wajib pajak badan-badan usaha tertentu, baik milik pemerintah maupun swasta yang melakukan kegiatan perdagangan ekspor, impor dan re-impor. Subjek pemotong PPh Pasal 22 Subjek yang memotong PPh Pasal 22 ini terbagi menjadi dua kategori utama, yakni: Pemungut atau yang memotong PPh Pasal 22 1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) atas objek PPh Pasal 22 impor barang 2. Bendahara Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau Lembaga Pemerintah dan lembagalembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang 3. Bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP) 4. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberikan delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS) 5. Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, yang meliputi: 



PT Pertamina (Persero), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk., PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk., PT Garuda Indonesia



(Persero) Tbk., PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk., PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., PT Adhi Karya (Persero) Tbk., PT Hutama Karya (Persero), PT Krakatau Steel (Persero) 



Bank-bank Badan Usaha Milik Negara, berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya. 6. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan, atas pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul untuk keperluan industrinya atau ekspornya. 7. Industri atau badan usaha yang melakukan pembelian komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam, dari badan atau orang pribadi pemegang izin usaha pertambangan. Note: Diperpanjang hingga Desember 2020, manfaatkan insentif pajak berupa Importir Terdampak COVID-19 Bebas PPh 22 Impor, Ini Syaratnya Wajib pajak badan atau perusahaan swasta yang wajib memungut PPh 22 saat penjualan 1. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi, atas penjualan hasil produksinya kepada distributor di dalam negeri 2. Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor, atas penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri 3. Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas, atas penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas; 4. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri baja yang merupakan industri hulu, termasuk industri hulu yang terintegrasi dengan ndustry antara dan industri hilir 5. Pedagang pengumpul berupa badan atau orang pribadi yang kegiatan usahanya:







Mengumpulkan hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan;







Menjual hasil tersebut kepada badan usaha industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan. 6. Sesuai dengan PMK No. 90/PMK.03/2015, pemerintah menambahkan pemungut PPh Pasal 22 dengan wajib pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah. 3. PPh Pasal 23 Definisi PPh Pasal 23 adalah pajak penghasilan yang dikenakan atas modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21. Objek PPh Pasal 23 Objek jenis PPh atau pajak penghasilan pasal 23 ini di antaranya: 



Dividen







Bunga







Royalti







Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain kepada Orang Pribadi







Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa tanah



dan/atau bangunan 



Imbalan sehubungan dengan jasa industri, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa



konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21. Khusus untuk objek PPh 23 Jasa Secara terinci yang tercantum dalam PMK No. 141/PMK.03/2015, khusus untuk objek PPh 23 Jasa di antaranya: 1.



Penilai (appraisal)



2.



Aktuaris



3.



Akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan



4.



Hukum



5.



Arsitektur



6.



Perencanaan kota dan arsitektur landscape



7.



Perancang (design)



8.



Pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas) kecuali yang



dilakukan oleh Badan Usaha Tetap (BUT) 9.



Penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak dan gas bumi (migas)



10. Penambangan dan jasa penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak dan gas bumi (migas) 11. Penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara 12. Penebangan hutan 13. Pengolahan limbah 14. Penyedia tenaga kerja dan/atau tenaga ahli (outsourcing services) 15. Perantara dan/atau keagenan 16. Bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan Bursa Efek, Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) dan Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) 17. Kustodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI 18. Pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara 19.  Mixing film 20. Pembuatan sarana promosi film, iklan, poster, foto, slide, klise, banner, pamphlet, baliho dan folder 21. Jasa sehubungan dengan software atau hardware atau sistem komputer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan 22. Pembuatan dan/atau pengelolaan website 23. Internet termasuk sambungannya 24. Penyimpanan, pengolahan dan/atau penyaluran data, informasi, dan/atau program 25. Instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC dan/atau TV Kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi 26. Perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi 27. Perawatan kendaraan dan/atau alat transportasi darat



28. Maklon 29. Penyelidikan dan keamanan 30. Penyelenggara kegiatan atau event organizer 31. Penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media massa, media luar ruang atau media lain untuk penyampaian informasi, dan/atau jasa periklanan 32. Pembasmian hama 33. Kebersihan atau cleaning service 34. Sedot septic tank 35. Pemeliharaan kolam 36. Katering atau tata boga 37.  Freight forwarding 38. Logistik 39. Pengurusan dokumen 40. Pengepakan 41. Loading dan unloading 42. Laboratorium dan/atau pengujian kecuali yang dilakukan oleh lembaga atau institusi pendidikan dalam rangka penelitian akademis 43. Pengelolaan parkir 44. Penyondiran tanah 45. Penyiapan dan/atau pengolahan lahan 46. Pembibitan dan/atau penanaman bibit 47. Pemeliharaan tanaman 48. Permanenan 49. Pengolahan hasil pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan dan/atau perhutanan 50. Dekorasi 51. Pencetakan/penerbitan 52. Penerjemahan 53. Pengangkutan/ekspedisi kecuali yang telah diatur dalam Pasal 15 UU PPh 54. Pelayanan pelabuhan 55. Pengangkutan melalui jalur pipa 56. Pengelolaan penitipan anak



57. Pelatihan dan/atau kursus 58. Pengiriman dan pengisian uang ke ATM 59. Sertifikasi 60. Survey 61. Tester 62. Jasa selain jasa-jasa tersebut di atas yang pembayarannya dibebankan pada APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) atau APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah). Subjek yang dikenakan PPh Pasal 23 Jenis PPh Pasal 23 ini dikenakan pada: 



Wajib pajak dalam negeri







BUT



Subjek pemotong PPh Pasal 23 Pihak atau subjek yang memungut atau memotong jenis PPh Pasal 23 terbagi menjadi dua kategori, yakni: Pemotong PPh Pasal 23 Bentuk Badan 



Badan pemerintah







Subjek pajak badan dalam negeri







Penyelenggara kegiatan







Bentuk usaha tetap







Atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya



Pemotong PPh Pasal 23 oleh Orang Pribadi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri (hanya memotong PPh Pasal 23 atas sewa saja) yang ditunjuk sebagai pemotong PPh 23. Harus ada Surat Keputusan Penunjukan (SKP) yang



diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP), namun tidak ada format baku yang tersedia, yaitu: 



Akuntan







Arsitek







Dokter







Notaris







Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) kecuali PPAT tersebut adalah camat, pengacara,



dan konsultan, yang melakukan pekerjaan bebas 



Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan.



4. PPh Pasal 4 ayat (2) atau PPh Final Definisi PPh Pasal 4 ayat (2) atau juga disebut PPh Final adalah pajak penghasilan yang dikenakan atas beberapa jenis penghasilan yang didapatkan dan pemotongan pajaknya bersifat final serta tidak dapat dikreditkan dengan pajak penghasilan terutang. Istilah ‘Final’ di sini artinya pemotongan pajaknya dilakukan hanya sekali dalam sebuah masa pajak. Objek PPh Pasal 4 ayat (2)/PPh Final Objek jenis PPh atau pajak penghasilan pasal 4 ayat )2) atau PPh Final ini dikenakan pada jenis tertentu dari penghasilan atau pendapatan berupa: 



Penghasilan berupa bunga dari deposito dan jenis-jenis tabungan lainnya serta diskonto



sertifikat Bank Indonesia 



Penghasilan berupa bunga dari obligasi swasta dan obligasi negara (SUN/Surat Utang



Negara) 



Penghasilan berupa bunga dari tabungan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota



masing-masing 



Penghasilan berupa hadiah berupa lotre/undian







Penghasilan dari transaksi saham/dividen dan surat berharga lainnya







Penghasilan dari transaksi industri perdagangan di bursa







Penghasilan dari transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada



perusahaan mitranya yang diterima oleh perusahaan modal ventura 



Penghasilan dari transaksi atas pengalihan ndus dalam bentuk tanah dan/atau bangunan







Penghasilan dari usaha jasa konstruksi







Penghasilan dari usaha real estate







Penghasilan dari sewa atas tanah dan/atau bangunan







Pendapatan tertentu lainnya, sebagaimana diatur dalam atau sesuai dengan Peraturan



Pemerintah Subjek yang dikenakan PPh Pasal 4 ayat (2)/PPh Final Jenis PPh Pasal 4 ayat (2) atau PPh Final ini dikenakan pada wajib pajak badan maupun wajib pajak pribadi atas beberapa jenis penghasilan yang mereka dapatkan dan pemotongan pajaknya bersifat final. Objek penghasilan yang dipotong PPh Final atau pajak UKM adalah usaha dengan total peredaran bruto (omzet) kurang dari hingga Rp4,8 miliar dalam setahun. Subjek pemotong PPh Pasal 4 ayat (2)/PPh Final Pemungutan jenis PPh Pasal 4 ayat (2) atau PPh Final dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan sehubungan dengan pembayaran untuk objek tertentu. Pihak pemungut ini terdiri dari wajib pajak badan yang ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 4 ayat (2) dan wajib padak orang pribadi yang merupakan pemungut PPh pasal 4 ayat (2) tanpa ditunjuk, di antaranya: Wajib Pajak Badan Sebagai pemungut, wajib pajak badan ini ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 4 ayat (2), di antaranya: 



Penerbit obligasi atau kustodian selaku agen pembayaran yang ditunjuk







Perusahaan efek, dealer, atau bank, selaku pedagang perantara dan/atau pembeli







Koperasi yang melakukan pembayaran bunga simpanan kepada anggota koperasi orang



pribadi 



Penyelenggara undian







Pihak yang membayar atau pihak lain yang ditunjuk sekali pembayar dividen







Pengusaha jasa pada saat pembayaran, dalam hal pengguna jasa merupakan pemotong



pajak Wajib Pajak Orang Pribadi Sebagai pemungut, wajib pajak orang Pribadi tidak ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 4 ayat (2), di antaranya: 



Disetor sendiri oleh penyedia jasa, dalam hal pengguna jasa bukan merupakan pemotong



pajak 



Bendaharawan atau pejabat yang melakukan pembayaran atau pejabat yang menyetujui



tukar menukar untuk objek pajak pengalihan hak atas tanah/bangunan Wajib pajak orang pribadi yang ditunjuk sebagai pemotong PPh Pasal 4 ayat (2) adalah: 



Akuntan, arsitek, notaris, PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) kecuali PPAT tersebut



adalah camat, pengacara, dan konsultan yang melakukan pekerjaan bebas 



Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan, yang telah



terdaftar sebagai wajib pajak dalam negeri Alur pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) Pajak yang dipotong, dipungut oleh pihak pemberi penghasilan atau dibayar sendiri oleh pihak penerima penghasilan, penghitungan pajaknya sudah selesai dan tidak dapat dikreditkan lagi dalam penghitungan PPh pada SPT Tahunan. Namun jika WP menerima penghasilan yang merupakan objek pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) dan pemberi penghasilan (pemberi kerja) juga merupakan pemotong PPh Pasal 4 ayat (2),



maka atas penghasilan yang diterima akan dipotong PPh Pasal 4 ayat (2) oleh si pihak pemotong tersebut. Apabila WP menerima penghasilan yang merupakan objek jenis PPh Pasal 4 ayat (2) dan pihak pemberi penghasilan adalah orang pribadi (bukan pemotong), maka WP tersebut wajib menyetor sendiri PPh Pasal 4 ayat (2) tersebut 5. PPh Final PP 23/2018 Jenis PPh Final ini berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. Objek PPh Final PP 23/2018 Objek yang pajak pernghasilan final berdasarkan PP 23/2018 ini adalah penghasilan dari usaha yang dijalankan dengan jumlah penghasilan atau omzet/peredaran bruto hingga Rp4,8 miliar dalam setahun. Subjek yang dikenakan PPh Final PP 23/2018 Sedangkan pihak atau subjek yang dikenakan PPh Final PP 23/2018 ini adalah para pelaku usaha yakni usaha kecil dan menengah (UKM). Subjek pemotong PPh Final PP 23/2018 Pelaku usaha sebagai subjek yang dikenakan PPh Final PP 23/2018 ini menyetorkan sendiri kewajiban pajaknya setiap bulan pada tahun pajak berjalan. PPh Pasal 15 Definisi PPh Pasal 15 adalah pajak penghasilan yang dikenakan atau dipungut dari wajib pajak yang bergerak pada industri-industri tertentu yang ditetapkan dalam UU PPh. 6. Objek PPh Pasal 15 Objek jenis PPh atau yang dikenakan pajak penghasilan pasal 15 di antaranya:







Semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima



dari charter penerbangan dalam negeri 



Penghasilan yang diperoleh dari pengangkutan orang dan/atau barang termasuk



penyewaan kapal, baik dari Indonesia maupun dari luar negeri untuk usaha pelayaran 



Semua nilai pengganti atau imbalan berupa uang atau nilai uang dari pengangkutan orang



dan/atau barang yang dimuat dari suatu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia maupun luar negeri untuk usaha pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri 



Nilai ekspor bruto yaitu semua nilai pengganti atau imbalan yang diterima atau diperoleh



wajib pajak luar negeri yang punya kantor perwakilan di Indonesia dari penyerahan barang pada orang pribadi atau badan di Indonesia 



Jumlah seluruh biaya pembuatan atau perakitan barang tidak termasuk pemakaian bahan



baku Subjek yang dikenakan PPh Pasal 15 Jenis PPh 25 ini dikenakan pada: 



Perusahaan pelayaran







Perusahaan pelayaran dalam negeri







Perusahaan pelayaran asing







Perusahaan maskapai penerbangan internasional







Perusahaan asuransi asing







Wajib pajak luar negeri/asing yang memiliki kantor perdagangan perwakilan di Indonesia



tapi tidak memiliki perjanjian bilateral di bawah perjanjian pajak Indonesia (P3B/Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda) 



Pihak yang melakukan kemitraan dalam bentuk perjanjian bangun-guna-serah



(BOT/build-operate-transfer) Subjek pemotong PPh Pasal 15 Sedangkan untuk pihak atau subjek yang memotong jenis PPh Pasal 15 adalah:







Pencharter yang merupakan badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri,



penyelenggara kegiatan, BUT, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya, untuk objek pajak charter penerbangan dalam negeri 



Perusahaan pelayaran yang apabila penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian



persewaan atau charter dengan pemotong pajak, pihak yang membayar atau terutang hasil tersebut wajib melakukan pemotongan pada saat pembayaran atau terutang 



Bagi perusahaan pelayaran dalam hal penghasilan diperoleh bukan berdasarkan



perjanjian persewaan atau charter dengan pemotong pajak, maka perusahaan pelayaran dalam negeri wajib menyetor sendiri PPh yang terutang 



Dalam hal pengguna jasa adalah bukan pemotong pajak, maka perusahaan pelayaran



dalam negeri wajib menyetor sendiri PPh terutang 



Dalam hal penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian charter, maka pihak yang



membayar/mencharter wajib melakukan pemotongan pada saat pembayaran atau terutang untuk usaha pelayaran/penerbangan luar negeri 



Penghasilan selain berdasarkan perjanjian charter, maka perusahaan pelayaran dan/atau



penerbangan luar negeri wajib menyetor sendiri untuk usaha pelayaran/penerbangan luar negeri 



Wajib pajak yang melakukan kegiatan usaha jasa maklon (contract manufacturing)



internasional, yang merupakan wajib pajak badan dalam negeri yang melakukan jasa pembuatan atau perakitan barang berupa produk mainan anak-anak, dengan bahan-bahan, spesifikasi, petunjuk teknis dan penentuan imbalan jasa dari pihak pemesan yang berkedudukan di luar negeri dan mempunyai hubungan istimewa dengan wajib pajak. PPh terutang disetor sendiri oleh wajib pajak.



BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Pajak adalah kewajiban penduduk negara untuk dapat menetap serta berusaha dalam negara itu dan memperoleh perlindungan. Jadi penduduk negara berhak untuk memperoleh perlindungan (hukum dan sosial ekonomi). Untuk itu penduduk negara berkewajiban membayar pajak kepada negara. Subjek pajak adalah pihak-pihak (orang maupun badan) yang akan dikenakan pajak, sedangkan objek pajak adalah segala sesuatu yang yang akan dikenakan pajak. Wajib pajak adalah subjek pajak yang telah memenuhi syarat-syarat objektif sehingga kepadanya diwajibkan pajak. 3.2 Saran Penghasilan negara terbesar adalah dari pajak. Pajak memiliki perana penting dalam pembangunan suatu negara khususnya Indonesia. Oleh karena itu, pengelolaan pajak harus dikelola dengan baik dan benar agar manfaatnya dapat dirasakan oleh rakyat. Selain itu juga para wajib pajak harus rutin dalam membayar pajak demi tercapainya pembangunan dan pertumbuhan  ekonomi bangsa Indonesia.