Subjek Pajak Dan Objek Pajak PPH, PPN, PPNBM [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Pajak adalah pungutan wajib yang dibayar rakyat untuk negara dan akan digunakan untuk kepentingan pemerintah dan masyarakat umum. Rakyat yang membayar pajak tidak akan merasakan manfaat dari pajak secara langsung, karena pajak digunakan untuk kepentingan umum, bukan untuk kepentingan pribadi. Pajak merupakan salah satu sumber dana pemerintah untuk melakukan pembangunan, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pemungutan pajak dapat dipaksakan karena dilaksanakan berdasarkan undang-undang. B. Rumusan Masalah 1. 2. 3. 4.



Apa saja subjek pajak dan objek pajak PPH, PPn, PPnBM? Apa dasar hukum NPWP? Apa saja hak dan kewajiban wajib pajak? Apa saja hak dan kewajiban fiskus?



C. Tujuan 1. 2. 3. 4.



Untuk mengetahui subjek pajak dan objek pajak PPH, PPn, PPnBM. Untuk mengetahui dasar hukum NPWP. Untuk mengetahui hak dan kewajiban wajib pajak. Untuk mengetahui hak dan kewajiban fiskus.



BAB II PEMBAHASAN 1. Pajak Penghasilan (PPH) Pajak penghasilan biasa disebut dengan Pajak Penghasilan Pasal 25 atau PPh 25 adalah pajak yang dikenakan untuk orang pribadi, perusahaan atau badan hukum lainnya atas penghasilan yang didapat. Dasar hukum untuk pajak penghasilan adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983, kemudian mengalami perubahan berturut-turut, dari mulai UndangUndang Nomor 7 Tahun 1991, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000, dan terakhir Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. a) Subjek Pajak dan Wajib Pajak Jenis-jenis Subjek Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Undang-undang Pajak Penghasilan  Orang Pribadi. Orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia. Pengertian orang pribadi menurut Rochmat Soemitro adalah manusia dari daging, tulang, dan darah.  Warisan belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan subjek pajak pengganti, menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris, maksud warisan disini adalah warisan yang menghasilkan atau masih ada pajak terutang yang ditinggalkan.  Badan Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.  Bentuk Usaha Tetap (BUT) Bentuk Usaha Tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha dan melakukan kegiatan di Indonesia. Selain itu subjek pajak dapat juga dibedakan menjadi subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri.  Subjek Pajak Dalam Negeri



 Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.  Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik atau organisasi yang sejenis, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk reksadana.  Kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria: a. pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. b. pembiayaannya bersumber dari APBN atau APBD. c. penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah. d. pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara. e. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.  Subjek Pajak Luar Negeri  Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.  Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh panghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia. b) Tidak Termasuk Subjek Pajak  Kantor perwakilan negara asing.  Pejabat perwakilan diplomatik, dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat:  bukan warga Negara Indonesia; dan  di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut; serta  negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.  Organisasi-organisasi Internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat :  Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut;  tidak menjalankan usaha; atau



 kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota.  Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat :  bukan warga negara Indonesia; dan  tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.



c) Objek Pajak Yang menjadi objek pajak penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk:  Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini.  Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan.  Laba usaha.  Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:  keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal.  keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya.  keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun.  keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan.  keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan.  Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak.  Bunga termasuk premium,diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang.



 Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.  Royalti atau imbalan atas penggunaan hak.  Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.  Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.  Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.  Keuntungan selisih kurs mata uang asing.  Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.  Premi asuransi.  Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.  Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.  Penghasilan dari usaha berbasis syariah.  Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan.  Surplus Bank Indonesia. d) Tidak Termasuk Objek Pajak  Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.  harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan.  Warisan.  Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal.  Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit).



 Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa.  Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia.  Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai.  Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.  Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif.  Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut.  Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.  Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.  Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. 2. Pajak Pertambahan Nilai (PPn) Pajak pertambahan nilai merupakan jenis pajak yang sering ditemui dalam tagihan pembayaran/ tagihan belanja. PPN atas bidang usaha dikenakan pada setiap proses produksi dan distribusi, tetapi pajak terutang dikenakan kepada konsumen akhir yang memakai produk tersebut. Sistem pajak ini sesuai dengan yang tercantum dalam dasar hukum pengenaan PPN yaitu UU No.42 tahun 2009. a) Subjek Pajak Subjek PPN adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP), pengertian PKP sesuai pasal 1 angka 15 disebutkan Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undangundang PPN, tidak termasuk pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan Menteri Keuangan,



kecuali pengusaha kecil tersebut memilih untuk dikukuhkan menjadi PKP (Pasal 3, PMK 68/PMK.03/2010). Sementara pengertian Pengusaha sesuai pasal 1 angka 14 adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya :  Menghasilkan barang.  Mengimpor barang.  Mengekspor barang.  Melakukan usaha perdagangan.  Memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean.  Melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean. Undang-undang PPN tidak menyebutkan secara jelas siapa-siapa yang termasuk subjek PPN, maka untuk memudahkan memahami, dapat dilihat ketentuan-ketentuan sebelumnya berdasarkan Pasal 18 Undang-undang PPN mengenai ketentuan peralihan, yaitu berdasarkan PP Nomor 22 tahun 1995, PP Nomor 28 Tahun 1988 serta PP Nomor 75 Tahun 1991 yang dapat disebutkan beberapa contoh yang termasuk pengusaha kena pajak sebagai subjek PPN, yaitu:  Pabrikan.  Importir.  Agen utama atau penyalur utama.  Pengusaha pemegang hak atau menggunakan paten atau merek dagang Barang Kena pajak.  Pedagang besar.  Eksportir.  Pedagang eceran besar.  Pemborong atau kontraktor.  Pengusaha bidang telekomunikasi.  Pengusaha jasa angkatan udara dalam negeri.  Pengusaha lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. b) Kewajiban Pajak Kecuali Pengusaha Kecil, Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean dan/atau melakukan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Jasa Kena Pajak, dan/atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud diwajibkan :  Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.  Memungut pajak yang terutang.  Menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai yang masih harus dibayar dalam hal Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan yang dapat dikreditkan serta menyetorkan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang; dan  melaporkan penghitungan pajak. Pengusaha Kecil adalah adalah Pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto dan



atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dan tidak wajib melakukan hal tersebut di atas kecuali memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Namun Pengusaha Kecil wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, apabila sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku, jumlah peredaran bruto dan atau penerimaan brutonya melebihi batas tersebut. c) Objek Pajak Berdasarkan Undang-undang Nomor 42 tahun 2009 tentang perubahan ketiga atas undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 mengenai Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan pajak penjualan atas Barang Mewah, maka rumusan objek PPN secara umum terdapat dalam pasal 4 UU Nomor 42 Tahun 2009 sebagai berikut:  Penyerahan barang kena pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha.  Impor barang kena pajak.  Penyerahan jasa kena pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha.  Pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.  Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.  Ekspor barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak.  Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; dan  Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak. Secara khusus Objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN) timbul sejak UU Nomor 11 Tahun 1994 yaitu dalam Pasal 16C dan Pasal 16D dengan bunyi pasal tersebut sebagai berikut : 1. Pasal 16C : “Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain yang batasan dan tata caranya diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan“. (PMK163/PMK.03/2012 Tentang Batasan Dan Tata Cara Pengenaan PPN Atas Kegiatan Membangun Sendiri). 2. Pasal 16D :”Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan aktiva oleh Pengusaha Kena Pajak yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan“ 3. PPnBM PPnBM merupakan pajak yang dikenakan pada barang yang digolongkan sebagai barang mewah. a) Subjek PPnBM Subjek PPnBM adalah PKP yang menghasilkan BKP tergolong mewah dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya, dan pengusaha yang mengimpor barang yang tergolong mewah. Walaupun demikian karena PPn dan PPNBM merupakan pajak tidak



langsung, maka prinsipnya beban pajak dapat digeser kepada pihak lain. Subjek pajak PPnBM dapat dibagi menjadi 2 kategori yaitu :  Pengusaha Kena Pajak PKP adalah pribadi/badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha/pekerjaannya menghasilkan BKP, mengimpor BKP, mengekspor BKP serta melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha JKP/ memanfaatkan JKP dari luar daerah pabean. Berikut ini beberapa contoh subjek PPnBM:  Pengusaha Kena Pajak yang meliputi pabrikan/ produsen.  Pengusaha real estate,importir, indentor.  Pengusaha bidang pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan dan perkebunan.  Pemegang hak paten dan merk dagang.  Kontraktor/ sub kontraktor bangunan.  Pengusaha yang memilih menjadi PKP Meliputi eksportir dan pedagang yang menyerahkan BKP kepada PKP. b) Objek PPnBM Berdasarkan Pasal 5 ayat 1 Undang-undang No.42 tahun 2009, PPnBM dikenakan atas Penyerahan BKP tergolong mewah yang diserahkan oleh pengusaha yang menghasilkan BKP barang mewah. Dilakukan di dalam daerah pabean dan dilakukan dalam kegiatan usaha/pekerjaan pengusaha. PPnBM dikenakan atas:  Barang yang bukan merupakan kebutuhan pokok.  Barang yang dikonsumsi oleh masyarakat tertentu.  Barang yang dikonsumsi untuk menunjukan status atau barang umumnya digunakan oleh masyarakat berpenghasilkan tinggi. c) Pengecualian Objek PPnBM Jenis barang yang tidak dikenakan PPnBM diantaranya :  Barang hasil pertanian, hasil perkebunan dan hasil kehutanan yang dipetik langsung/ disadap langsung dari sumbernya.  Barang hasil perburuan.  Barang hasil pertambangan.  Saham obligasi dan surat berharga.



4. NPWP NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan. Nomor Pokok Wajib Pajak merupakan suatu sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak. Oleh karena itu, kepada setiap Wajib Pajak hanya diberikan satu Nomor Pokok Wajib Pajak. Dalam hal berhubungan dengan dokumen perpajakan, Wajib Pajak diwajibkan mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak yang dimilikinya. Terhadap Wajib Pajak yang tidak mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak akan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan undang-undang perpajakan. a) Dasar Hukum NPWP 1 . 2 . 3 . 4 . 5 . 6 .



7 . 8 .



Undang-Undang Nomor 28 TAHUN 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas undang-Undang Nomor 6 TAHUN 1983Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP – 27/PJ./1995 tanggal 23 Maret 1995 tentang Jangka Waktu Pendaftaran dan Pelaporan Kegiatan Usaha Serta Tata Cara Pendaftaran Wajib Pajak dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP – 150/PJ/1999 tentang perubahan KEP – 27/PJ./1995 Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP – 515/PJ./2000 tanggal 4 Desember 2000 tentang Tempat Pendaftaran bagi Wajib Pajak tertentu dan Tempat Pelaporan Usaha Bagi Pengusaha Kena Pajak Tertentu. Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP – 516/PJ./2000 tanggal 4 Desember 2000 tentang Jangka Waktu Pendaftaran dan Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan NPWP, Serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak. Keputusan Direktur  Jenderal Pajak  Nomor  KEP – 161/PJ./2001 tanggal 21 Februari 2001 Tentang Jangka Waktu Pendaftaran Dan Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran Dan Penghapusan Nomor pokok Wajib Pajak, Serta Pengukuhan Dan Pencabutan Pengukuhan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak. Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP – 525/PJ./2000 tanggal 6 Desember 2000 tentang Tempat Lain Sebagai Tempat terutangnya Pajak Bagi Pengusaha Kena Pajak. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP – 167/PJ/2003 tentang Perubahan ketiga atas Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP – 515/PJ./2000 tentang Tempat pendaftaran bagi wajib pajak tertentu dan tempat pelaporan usaha bagi pengusaha kena pajak tertentu.



5. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak Wajib pajak memiliki hak dan kewajiban dalam melaksanakan pembayaran pajak sebagai berikut: a) Hak Wajib Pajak



 Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan SP2  Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan dalam hal Pemeriksaan dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan  Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan surat yang berisi perubahan tim Pemeriksa Pajak apabila susunan keanggotaan tim Pemeriksa Pajak mengalami perubahan  Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan penjelasan tentang alasan dan tujuan Pemeriksaan  Menerima SPHP  Menghadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan pada waktu yang telah ditentukan  Mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan, dalam hal masih terdapat hasil Pemeriksaan yang terbatas pada dasar hukum koreksi yang belum disepakati antara Pemeriksa Pajak dengan Wajib Pajak pada saat Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, kecuali untuk Pemeriksaan atas keterangan lain berupa data konkret yang dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3)  Memberikan pendapat atau penilaian atas pelaksanaan Pemeriksaan oleh Pemeriksa Pajak melalui pengisian Kuesioner Pemeriksaan. b) Kewajiban Wajib Pajak Dalam pemeriksaan lapangan, Wajib Pajak wajib:  Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku, catatan, dan/atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak.  Memberikan kesempatan untuk mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik.  Memberikan kesempatan untuk memasuki dan memeriksa tempat atau ruang, barang bergerak dan/atau tidak bergerak yang diduga atau patut diduga digunakan untuk menyimpan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dokumen lain, uang, dan/atau barang yang dapat memberi petunjuk tentang penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak serta meminjamkannya kepada Pemeriksa Pajak.  Memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan. Dalam pemeriksaan kantor, Wajib Pajak wajib:  Memenuhi panggilan untuk datang menghadiri Pemeriksaan sesuai dengan waktu yang ditentukan.  Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku, catatan, dan/atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain termasuk data yang dikelola secara elektronik, yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak.



   



Memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan. Menyampaikan tanggapan secara tertulis atas SPHP. Meminjamkan KKP yang dibuat oleh akuntan publik. Memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis yang diperlukan.



6. Hak dan Kewajiban Fiskus Wajib Pajak memiliki hak dan kewajiban, demikian juga Pemerintah dalam hal ini DJP (Fiskus), yang menyelenggarakan tugas pelayanan, pembinaan dan penerangan/penyuluhan juga memiliki Hak dan Kewajiban. a) Kewajiban Fiskus  Kewajiban untuk membina Wajib Pajak Dilakukan dengan berbagai upaya seperti pemberian penyuluhan, konseling, pemberitahuan pengetahuan perpajakan melalui media massa maupun secara langsung.  Kewajiban menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB).  Merahasiakan Data Wajib Pajak (Pasal 34 UU KUP).  Kewajiban melakukan Putusan. b) Hak Fiskus  Menerbitkan NPWP dan NPPKP secara jabatan.  Menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (STP, SKPKB, SKPKBT).  Menerbitkan Surat Paksa dan Melaksanakan Penyitaan.  Melakukan Pemeriksaan dan Penyegelan.  Menghapuskan atau Mengurangkan Sanksi Administrasi.  Melakukan Penyidikan.  Hak Melakukan Pencegahan.  Hak Melakukan Penyanderaan.



BAB III PENUTUP



A. Kesimpulan Dalam pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa setiap jenis pajak memiliki subjek dan objek pajak sendiri. Mulai dari Pajak Penghasilan (PPH), Pajak Pertambahan nilai (PPn), dan PPnBM. Subjek dan objek pajak tersebut sudah diatur dalam undang-undang perpajakan. Selain itu ada juga NPWP yang digunakan sebagai tanda pengenal diri wajib pajak. Dasar hukum NPWP sudah termuat dalam undang-undang perpajakan. Tidak hanya itu, dalam hal perpajakan Wajib Pajak wajib melakukan hak dan kewajibannya. B. Saran Kesadaran masyarakat terhadap kewajiban membayar pajak masih kurang. Untuk itu pemerintah harus lebih rinci lagi dalam menyadarkan masyarakat akan pentingnya membayar pajak. Sering kali masyarakat menganggap pajak hanyalah untuk para penguasa, padahal megetahui arti pajak sesungguhnya pajak digunakan hanya untuk kepentingan rakyat. Pajak digunakan untuk memajukan kualitas negara.



DAFTAR PUSTAKA



Mardiasmo. 2018. Perpajakan Edisi Terbaru 2018. Yogyakarta: Andi Yogyakarta https://www.online-pajak.com/subjek-ppnbm (diunduh pada 20 Maret 2019 pada 15.35) https://pojokceleban.wordpress.com/2011/06/09/dasar-hukum-npwp/ (diunduh pada 20 Maret pada 16.42)