Makalah Teori Belajar Humanistik [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TEORI HUMANISTIK Disusun untuk memenuhi tugas tengah semester mata kuliah Desain dan Model Pembelajaran Sejarah yang diampu oleh: Dr. Djono, M.Pd.



Disusun oleh: Erisya Pebrianti Pratiwi



S862002005



Mochammad Doni Akviansyah



S862002011



PASCASARJANA PENDIDIKAN SEJARAH UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2020



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karakter, sikap, dan kemampuan berpikir seorang individu dibentuk dalam lingkungan sekolah. Dimulai dari SD, SMP, hingga SMA, siswa berada dalam pengawasan sekolah dan para guru. Setiap siswa diajarkan pengetahuan akademik dan juga karakteristik tanpa terkecuali. Setiap materi pembelajaran yang diberikan dalam proses belajar mengajar di dalam kelas berlaku untuk semua siswa dalam porsi yang sama. Dalam sebuah pembelajaran, kita tidak dapat mengabaikan karakteristik pembelajar dan prinsip-prinsip belajar. Oleh karena itu guru dituntut untuk merumuskan tujuan, mengelola, menganalisis, dan mengoptimalkan keaktifan dan optimalisasi keterlibatan siswa, serta pengelolaan proses belajar sesuai dengan perbedaan individual siswa. Di proses pembelajaran terjadi interaksi anatar guru dan siswa. Pemahaman terhadap siswa adalah penting bagi guru agar dapat menciptakan situasi pembelajaran yang tepat. Sehingga diperlukan persiapan yang matang sebelum pelaksanaan proses pembelajaran. Proses pembelajaran tersebut perlu didukung oleh teori-teori belajar, agar dalam proses pembelajaran bisa mencapai sesuatu yang diinginkan. Guru memegang peran penting untuk menerapkan teori belajar dan pembelajaran di dalam kelas, sehingga nantinya tujuan-tujuan dari teori yang dikemukakan para ahli dapat terwujud dan diharapkan mampu memperbaiki sistem pendidikan melalui peserta didiknya. Salah satunya yaitu teori humanistik, dimana sikap saling menghargai dan tanpa prasangka sangat penting dalam poses belajar mengajar. Dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai teori humanistik secara umum dan dari beberapa tokoh, dan juga penerapannya dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. B. Rumusan Masalah 1. Apakah yang dimaksud dengan teori humanistik? 2. Bagaimanakah penerapan teori humanistik dalam kegiatan belajar mengajar di dalam kelas?



3. Apa saja kelebihan dan kekurangan dari teori humanistik? C. Tujuan 1. Untuk mengetahui dan memahami seperti apa teori humanistik. 2. Untuk mengetahui penerapan teori humanistik dalam kegiatan belajar mengajar di dalam kelas. 3. Untuk mengetahui dan memahami kelebihan dan kekurangan dari teori humanistik D. Manfaat 1. Memahami lebih lanjut mengenai teori humanistik. 2. Dapat digunakan untuk memperoleh gambaran mengenai penerapan teori humanistik dalam kegiatan belajar mengajar di dalam kelas. 3. Memahami dan mengerti mengenai kelebihan dan kekurangan dari penerapan teori humanistik.



BAB II PEMBAHASAN A. Teori Humanistik Humanistik memiliki arti minat terhadap nilai-nilai kemanusiaan yang tidak bersifat ketuhanan. Sedangkan dalam tataran akademik, humanistik tertuju pada pengetahuan mengenai budaya manusia, seperti studi-studi klasik tentang kebudayaan Yunani dan Roma (Qodir, 2017:191). Teori humanistik muncul pada abad ke-20 sebagai reaksi terhadap teori psikodinamik dan behavioristik, dimana tingkah laku diyakini teoritikus humanistik sebagai hasil dari konflik-konflik yang tidak disadari maupun sebagai hasil yang sederhana. Teori belajar humanisme yang berkembang sekitar tahun 1950-an tidak terlepas dari psikologi humanisme yang muncul akibat menantang teori psikoanalisa dan behavioristik. Para ahli psikologi pendidikan menyatakan bahwa pada dasarnya pendidikan humanistik bukan sebuah strategi belajar, melainkan sebagai filosofi belajar yang sangat memperhatikan keunikah-keunikan yang dimiliki oleh siswa, bahwa setiap siswa mempunyai cara sendiri dalam mengkonstruk pengetahuan yang dipelajarinya (Baharuddin, 2010:143) Teori humanistik fokus pada pentingnya pengalaman disadari yang bersifat subyektif dan self direction (Solichin, 2018:4). Oleh sebab itu, teori belajar humanistik sifatnya lebih abstrak dan lebih mendekati bidang kajian filsafat, teori kepribadian dan psikoterapi, daripada bidang kajian psikologi belajar. Teori humanistik sangat mementingkan isi yang dipelajari daripada proses belajar itu sendiri. Pembahasannya lebih banyak mengenai konsep-konsep pendidikan untuk membentuk manusia yang dicita-citakan, dan juga mengenai poses belajar dalam bentuknya yang paling ideal. Karakteristik teori belajar humanisme erat kaitannya dengan eksistensialisme, dengan ciri sebagai berikut (Jahja, 2011:108): 1. Keberadaan manusia terdapat dua macam diantaranya, ada dalam diri dan berada untuk diri



2. Kebebasan. Dalam hal ini kebebasan memilih yang akan dipelajari, kebebasan mengembangkan potensi dan kebebasan menciptakan sesuatu yang baru. 3. Kesadaran. Kesadaran membuat manusia mampu membayangkan kemungkinan yang akan terjadi dan apa yang bisa ia lakukan. Cukup banyak tokoh-tokoh yang mengemukakan mengenai teori humanistik ini, namun Dale Schunk (2012:351) menyebutkan tokoh teori humanistik yang terkenal yaitu Abraham Maslow dan Carl Rogers. 1. Abraham Maslow Maslow percaya bahwa manusia tergerak untuk memahami dan menerima dirinya sebisa mungkin. Teorinya yang terkenal hingga saat ini adalah teori Hierarchy of Needs (Hirarki kebutuhan). Menurut Maslow, manusia termotivasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Kebutuhankebutuhan tersebut memiliki tingkatan atau hirarki, mulai dari yang paling rendah (bersifat dasar/fisiologis) hingga yang paling tinggi (aktualisasi diri). Tingkatan kebutuhan seseorang menurut Maslow dapat digambarkan sebagai berikut (Schunk, 2012:351):



Kebutuhan tingkat rendah harus dipenuhi secara memadai sebelum kebutuhan tingkat tinggi dapat memengaruhi perilaku. Kebutuhan fisiologis, yang terendah pada hierarki, menyangkut kebutuhan seperti makanan, udara, dan air. Kebutuhan-kebutuhan ini terpuaskan bagi sebagian besar orang sejauh



ini, tetapi mereka menjadi keras ketika mereka merasa tidak puas. Pada gambar tersebut dari yang terendah hingga puncak, yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman dan keselamatan, kebutuhan untuk diterima dan dicintai, kebutuhan akan penghargaan, dan yang paling puncak adalah kebutuhan akan aktualisasi diri. Self actualization menurut istilah Maslow ialah pemenuhan dirinya sendiri dan realisasi dari potensi pribadi. Aktualisasi diri didefinisikan sebagai “the desire to become everything that one is cacable of becoming” (keinginan untuk menjadi apa pun yang ingin dia lakukan). Dengan kata lain, aktualisasi diri sebagai hasrat individu untuk menjadi orang yang sesuai dengan keinginan dan realisasi dari potensi yang dimilikinya. Maslow berpendapat bahwa guru dalam mengajar, mendidik anak harus dapat memberikan pemuasan terhadap needs (kebutuhan-kebutuhan) anak. Motivasi dan perhatian belajar anak akan tumbuh jika yang ia pelajari sesuai dengan kebutuhannya . Proses belajar harus dimulai dan ditunjukkan untuk kepentingan memanusiakan manusia, yaitu mencapai aktualisasi diri, pemahaman diri, dan realisasi diri peserta didik yang belajar secara optimal. Proses belajar dikatakan berhasil apabila peserta didik telah memahami lingkungannya dan dirinya sendiri (Solichin, 2018:7). Namun teori tersebut juga memiliki kelemahan. Salah satunya adalah ketidak jelasan konseptual; apa yang menjadi kekurangan tidak jelas. Apa yang orang anggap sebagai kekurangan di beberapa hal, mungkin tidak akan menjadi masalah untuk orang lain. Masalah lainnya adalah bahwa kebutuhan tingkat rendah tidak selalu lebih kuat daripada kebutuhan tingkat tinggi. Terlepas dari masalah ini, gagasan bahwa orang berusaha untuk merasa kompeten dan menjalani kehidupan yang memuaskan diri sendiri adalah gagasan sentral dalam banyak teori motivasi (Schunk, 2012:354). 2. Carl Rogers Menurut Rogers (1963), Belajar membutuhkan partisipasi aktif yang dikombinasikan dengan kritik diri dan evaluasi diri oleh peserta didik dan keyakinan bahwa belajar itu penting. Rogers merasa bahwa belajar yang dapat diajarkan kepada orang lain tidak banyak artinya. Daripada memberikan



pembelajaran, tugas utama guru adalah bertindak sebagai fasilitator yang membangun iklim kelas yang berorientasi pada pembelajaran yang signifikan dan membantu siswa menjelaskan tujuan mereka. Fasilitator mengatur sumber daya sehingga pembelajaran dapat terjadi dan, karena mereka adalah sumber daya, berbagi perasaan dan pikiran mereka dengan siswa (Schunk, 2012:355). Namun, ada beberapa aspek pendidikan humanistik yang tidak dikembangkan Rogers. Pendidikan humanistik dapat dipahami sebagai dua aspek utama, yaitu kondisi psikologis umum untuk semua siswa dan pendidikan yang efektif atau sesuai dengan perkembangan afektif siswa, serta perkembangan kognitif siswa. Dalam memberikan pemahaman empatik, penerimaan, penghargaan atau penghormatan, guru mendorong perkembangan pembelajaran afektif, atau perubahan kepribadian, sikap dan nilai-nilai. Modeling adalah metode yang sangat efektif untuk mengajarkan perilaku kompleks. Siswa belajar dari apa yang guru lakukan daripada apa yang guru katakan. Jika guru tersebut bukanlah tipe orang yang ia coba ajarkan kepada siswa, guru tersebut tidak akan berhasil mengajarkan ini, walaupun siswa diberi tahu untuk melakukan apa yang guru tersebut katakan, bukan seperti apa yang guru lakukan (Harper, 1977:38). Ini menjadi prinsip penting karena tidak peduli berapa banyak sekolah dapat mengklaim bahwa mereka tidak mengajarkan sikap dan nilai-nilai, mereka tidak dapat menghindari jika sedang melakukannya. Karena itu penting bagi kita untuk mengetahui sikap dan nilai apa yang sebenarnya diajarkan dan memutuskan apakah itu yang ingin diajarkan. Selain itu, pendekatan pengalaman pun dapat dilakukan sebagai pendidikan afektif. Pembelajaran eksperimental sangat relevan dalam pendidikan afektif yang melibatkan hubungan manusia atau interpersonal. Rogers mengembangkan pendekatan pertemuan kelompok, belajar untuk hidup dengan orang lain dengan cara yang paling efektif. Tidak hanya berguna mendidik guru dan mengubah sistem pendidikan, hal tersebut mungkin merupakan pendekatan yang paling penting dan efektif untuk mendidik siswa dalam hubungan interpersonal. Pengalaman kelompok kecil harus menjadi bagian berkelanjutan dari pendidikan pengalaman (Harper, 1977:39-40).



3. Arthur Combs Combs memberikan lukisan persepsi diri dan dunia seseorang seperti dua lingkaran besar dan kecil yang bertitik pusat pada satu. Lingkaran kecil adalah gambaran dan persepsi diri dan lingkungan, sedangkan lingkaran besar adalah persepsi dunia. Semakin jauh peristiwa itu dari persepsi diri semakin berkurang pengaruhnya terhadap perilaku. Jadi, hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri semakin mudah. Comb memberi banyak perhatian pada dunia pendidikan. Meaning adalah konsep dasar yang sering digunakan. Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu . Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak bisa matematika atau sejarah bukan karena bodoh, melainkan karena mereka terpaksa dan merasa jika tidak ada lasan penting untuk mereka harus mempelajarinya. Oleh karena itu, guru harus memahami perilaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah pandangan siswa yang sudah ada di pikiran mereka (Solichin, 2018:5-6). Agung dan Latifatul Choir dalam Solichin (2018:7) menyebutkan strategi yang bisa dilakukan oleh guru dalam menerapkan pembelajaran humanistik, yaitu: a. Merumuskan tujuan belajar yang jelas. b. Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas, jujur, dan positif. c. Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar dan inisiatif sendiri. d. Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri. e. Siswa



diberi



keleluasaan



mengemukakan



pendapat,



memilih



pilihannya sendiri, melakukan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dari perilaku yang ditunjukkan. f. Guru menerima keadaan masing-masing siswa apa adanya, dengan tidak memihak, memahami karakter pemikiran siswa, dan menilai



siswa dengan cara memberikan pandangan dua sis dalam hal moral dan etika berkomunikasi. g. Menawarkan kesempatan kepada siswa untuk maju. h. Evaluasi yang diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi masing-masing siswa. B. Penerapan Teori Humanistik Dalam Kegiatan Belajar-Mengajar di Kelas Berbicara mengenai humanistik, mungkin sudah tidak asing di telinga kita. Namun, siapa sangka teori yang mudah dipahami secara istilah ini ternyata dalam penerapannya dianggap sukar diterapkan dalam konteks yang lebih praktis. Secara istilah, humanistik diartikan



‘memanusiakan



manusia’. Memanusiakan manusia disini sering dianggap lebih dekat dengan bidang filsafat dan teori kepribadian daripada bidang pendidikan. Maka tak heran jika teori ini sukar diterjemahkan ke dalam langkahlangkah yang lebih praktis dan konkret. Disamping itu, teori humanistik ini cenderung bersifat elektik, artinya teori ini dapat dimanfaatkan pada teori belajar apapun asal tujuannya tetap untuk memanusiakan manusia. Selain itu, teori humanistik juga bersifat ideal yang berarti teori humanistik dapat memberikan arah terhadap semua komponen pendidikan untuk mendukung tujuan tersebut. Arah teori humanistik ini tentu saja pada terbentuknya manusia yang ideal, manusia yang di cita-citakan dan manusia yang mampu mencapai aktualisasi diri. Oleh karena itu, proses pengaktualisasian diri peserta didik hendaknya diperhatikan oleh guru, terutama pengalaman emosional dan karakteristik individu dalam merencanakan pembelajaran. Berdasarkan pengalaman salah satu pemakalah mengajar ekstrakurikuler drumband, peserta didik akan dapat mengikuti dan belajar dengan baik saat dia mempunyai rasa percaya diri dan dia dapat membuat pilihan-pilihan secara bebas ke arah mana ia akan berkembang (dalam memilih alat/instrumen). Dengan demikian, secara tidak langsung humanistik ini mampu menjelaskan bagaimana tujuan yang ideal tersebut dapat dicapai.



Beberapa pernyataan diatas menunjukkan bahwa sebenarnya teori humanistik ini sangat membantu para guru dalam memahami arah belajar dengan dimensi yang luas. Alhasil, upaya pembelajaran yang dilakukan oleh guru akan selalu diarahkan untuk mencapai tujuannya. Jadi disini guru harus dapat menerjemahkan tujuan peserta didik tersebut. Namun, pada praktekknya, teori ini masih dirasa sukar untuk diterjemahkan ke dalam langkah-langkah pembelajaran yang praktis dan operasional meskipun teori ini sangat luar biasa sumbangsihnya dalam bidang pendidikan. Perumusan ide-ide, konsep, taksonomi akan membantu guru dalam menentukan komponen-komponen pembelajaran seperti perumusan, tujuan,



penentuan



materi,



pemilihan



strategi



pembelajaran,



serta



pengembangan alat evaluasi, ke arah pembentukan manusia yang di citacitakan. Lebih lanjut, teori humanistik juga menuntut adanya pembelajaran bermakna bagi siswa dengan diperlukan insiatif dan keterlibatan penuh dari siswa sendiri. Pada prakteknya sendiri, penerapan teori humanistik dalam pembelajaran cenderung mendorong peserta didik untuk berpikir induktif, mementingkan pengalaman,



serta



membutuhkan



keterlibatan



aktif



dalam



proses



pembelajaran. Menurut Suciati dan Irawan dalam (Baharuddin, 2010: 7778) langkah-langkah pembelajaran dengan teori humanistik adalah sebagai berikut. 1. Menentukan tujuan pembelajaran secara jelas dan kemana arah nantinya 2. Mengindentifikasi kemampuan awal yang dimiliki oleh setiap siswa 3. Mengidentifikasi topik-topik mata pelajaran. 4. Merancang dan menyediakan media dan fasilitas pembelajaran. 5. Membimbing para siswa agar mereka belajar secara aktif. 6. Membimbing siswa agar memahami makna dari pengalaman belajarnya 7. Membimbing



siswa



agar



membuat



konseptualisasi



dari



hasil



pengalamannya belajar. 8. Membimbing siswa agar menerapkan konsepnya tadi pada dunia nyata. 9. Membimbing siswa agar mengevaluasi proses dan hasil belajarnya sendiri.



Adanya langkah-langkah ini akan memudahkan guru dalam menerapkan teori ini dalam pembelajaran. Guru seharusnya sudah tidak boleh merasa sukar untuk menerapkan teori ini. Guru hanya mengikuti langkah-langkah pembelajaran diatas dan memahami cara berfikir peserta didik satu persatu agar peserta didik dapat dengan mudah menerima dan memahami pembelajaran yang diberikan oleh guru pada pelajaran itu. Jika pada prakteknya guru menemukan peserta didik yang mengalami kesulitan memahami dalam pembelajaran, maka tugas guru disini adalah mendekati peserta didik tersebut dan memberi motivasi. Disinilah peran guru dalam penerapan teori ini atau dapat dikatakan guru disini sebagai fasilitator. Jadi guru disini dituntut lebih aktif lagi dalam pengelolaan siswa dikelas karena guru adalah fasilitator untuk siswa dan mengenali setiap siswa serta keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki siswa. Bahkan, lebih sederhana dari itu, guru sebagai fasilitator juga harus selalu tersenyum kepada peserta didik (Syaodih, 2007: 152). C. Kelebihan dan Kekurangan Teori Humanistik Tiada teori yang sempurna dalam penerapannya, dan semua teori sudah pasti memiliki kelebihan dan kekurangan. Sudah menjadi tugas guru untuk dapat memilih teori mana yang tepat untuk tujuan tertentu, karakteristik materi pelajaran tertentu, dengan ciri-ciri siswa yang dihadapi, dan dengan kondisi lingkungan serta sarana dan prasarana yang tersedia di sekolah tertentu. Seperti pada teori humanistik ini, meskipun mempunyai tujuan untuk memanusiakan manusia, tapi pada prakteknya sering ditemui kelebihan dan kekurangan dari teori humanistik ini. Berdasarkan pemahaman dan penerapan diatas mengenai teori humanisti, maka dapat juga diketahui kelebihan dan kekurangan dari teori humanistik. Berikut beberapa kelebihan dari teori humanistik. 1. Output dari penerapan teori humanistik ini adalah siswa akan menjadi manusia yang bebas dan mengatur dirinya sendiri dengan bertanggung jawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain ataupun melanggar norma disiplin atau etika yang berlaku;



2. Peserta didik merasa senang, bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri; 3. Teori ini cocok untuk diterapkan dalam materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap dan analisis terhadap fenomena sosial. Disamping



kelebihan-kelebihan



tersebut,



teori ini juga memiliki



kekurangan. Kekurangan dari penerapan teori ini yakni terjadi pada peserta didik jika dalam proses pembelajaran peserta didik malas dan kurang aktif, serta tidak mau memahami potensi dirinya akan ketinggalan proses pembelajaran. Hal ini dikarenakan dalam penerapan teori ini, peserta didik dituntut aktif sedangkan guru hanya sebagai fasilitator.



BAB III PENUTUP



A. Kesimpulan Teori humanistik muncul pada abad ke-20 sebagai reaksi terhadap teori psikodinamik dan behavioristik, dimana tingkah laku diyakini teoritikus humanistik sebagai hasil dari konflik-konflik yang tidak disadari maupun sebagai hasil yang sederhana. Teori humanistik mempunyai tujuan untuk memanusiakan manusia. Cukup banyak tokoh-tokoh yang mengemukakan mengenai teori humanistik ini, seperti Abraham Maslow yang terkenal dengan teorinya tentang Hierarchy of Needs (Hirarki kebutuhan) dan Carl Rogers yang berpendapat bahwa “belajar itu penting”. Dalam penerapannya, teori humanistik ini cenderung bersifat elektik, artinya teori ini dapat dimanfaatkan pada teori belajar apapun asal tujuannya tetap untuk memanusiakan manusia. Penerapan teori humanistik dalam pembelajaran juga cenderung mendorong peserta didik untuk berpikir induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan aktif dalam proses pembelajaran, sehingga peran peserta didik dalam pembelajaran sangat aktif dan peran guru sebagai fasilitator. Kelebihan dari teori ini secara garis besar akan menjadikan peserta didik lebih senang, bergairah dan berinisiatif dalam pembelajaran sehingga terjadi perubahan pola pikir, perilaku, dan sikap atas kemauannya sendiri. Output dari penerapan teori ini akan menghasilkan manusia yang bebas dan mengatur dirinya sendiri dengan bertanggung jawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain ataupun melanggar norma disiplin atau etika yang berlaku. Namun jika peserta didik kurang aktif, malas, dan tidak mau memahami potensi dirinya akan ketinggalan proses pembelajaran.



Referensi: Baharuddin & Esa Nur W. 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media Harper & Row. 1977. Carl Rogers and Humanistic Education. Patterson, C.H. Foundations for a Theory of Instruction and Educational Psychology, Chapter 5. Jahja, Yudrik. 2011. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Kencana. Nana Syaodih dkk. 2007. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Qodir, Abd. 2017. Teori Belajar Humanistik dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa. Jurnal Pedagogik, Vol. 04 (2), 188-202. Schunk, Dale H. 2012. Learning Theories an Educational Perspective. Boston: PEARSON Solichin, Mohammad Muchlis. 2018. Teori Belajar Humanistik dan Aplikasinya dalam Pendidikan Agama Islam. ISLAMUNA: Jurnal Studi Islam. Vol. 5 (1), 1-12. Zuchdi, Darmiyati. Humanisasi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara.