Makalah Terapi Komplementer Fix Komunitas [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KEPERAWATAN KOMUNITAS “TERAPI KOMPLEMENTER DALAM KEPERAWATAN KOMUNITAS”



OLEH : I PUTU DIAN PRATAMA 213221277



PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI TAHUN AJARAN 2021



KATA PENGANTAR



Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang widhi Wasa karena kami



dapat



menyelesaikan



makalah



yang



berjudul



“TERAPI



KOMPLEMENTER DALAM KEPERAWATAN KOMUNITAS” tepat pada waktunya. Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan, baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini. Dalam penyusunan makalah ini saya menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun penulis harapkan demi mencapai kesempurnaan makalah berikutnya. Sekian penulis sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu. Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa senantiasa melancarkan segala usaha kita.



Denpasar, 5 November 2021



Penulis



i



DAFTAR ISI



JUDUL KATA PENGANTAR …................................................................................. i DAFTAR ISI …................................................................................................ ii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang …........................................................................................ 1 1.2 Rumusan Masalah …................................................................................... 2 1.3 Tujuan Penulisan …..................................................................................... 2 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Definisi dan jenis-jenis terapi komplementer ….......................................... 3 2.2 Fokus terapi komplementer dalam keperawatan komunitas …................... 13 2.3 Peran perawat dan teknik dalam terapi komplementer pada keperawatan komunitas .................................................................................................... 15 BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan …............................................................................................. 20 3.2 Saran …........................................................................................................ 20 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 21



ii



iii



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terapi komplementer dikenal dengan terapi tradisional yang digabungkan dengan pengobatan modern. Komplementer adalah penggunaan terapi tradisional ke dalam pengobatan modern. Terminology ini dikenal sebagai terapi modalitas atau aktivitas yang menambahkan pendekatan ortodoks dalam pelayanan kesehatan. Terapi komplementer juga ada yang menyebutkan dengan pengobatan holistic, pendapat ini didasari oleh bentuk terapi yang mempengaruhi individu secara menyeluruh yaitu sebuah keharmonisan individu untuk mengintegrasikan pikiran, badan, dan jiwa dalam kesatuan fungsi. Perkembangan terapi komplementer akhir-akhir ini menjadi sorotan banyak negara. Pengobatan komplementer atau alternatif menjadi bagian penting dalam pelayanan kesehatan di Amerika Serikat dan negara lainnya (Snyder & Lindquis, 2002). Estimasi di Amerika Serikat 627 juta orang adalah pengguna terapi alternatif dan 386 juta orang yang mengunjungi praktik konvensional (Smith et al., 2004). Data lain menyebutkan terjadi peningkatan jumlah pengguna terapi komplementer di Amerika dari 33% pada tahun 1991 menjadi 42% di tahun 1997 (Eisenberg, 1998 dalam Snyder & Lindquis, 2002). Klien yang menggunakan terapi komplemeter memiliki beberapa alasan. Salah satu alasannya adalah filosofi holistik pada terapi komplementer, yaitu adanya



harmoni



dalam



diri



dan



promosi



kesehatan



dalam



terapi



komplementer. Alasan lainnya karena klien ingin terlibat untuk pengambilan keputusan dalam pengobatan dan peningkatan kualitas hidup dibandingkan sebelumnya. Sejumlah 82% klien melaporkan adanya reaksi efek samping dari pengobatan konvensional yang diterima menyebabkan memilih terapi komplementer (Snyder & Lindquis, 2002). Terapi komplementer yang ada menjadi salah satu pilihan pengobatan masyarakat. Di berbagai tempat pelayanan kesehatan tidak sedikit klien 1



bertanya tentang terapi komplementer atau alternatif pada petugas kesehatan seperti dokter ataupun perawat. Masyarakat mengajak dialog perawat untuk penggunaan terapi alternatif (Smith et al., 2004). Hal ini terjadi karena klien ingin mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan pilihannya, sehingga apabila keinginan terpenuhi akan berdampak ada kepuasan klien. Hal ini dapat menjadi



peluang



bagi



perawat



untuk



berperan



memberikan



terapi



komplementer. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apakah definisi dan jenis-jenis terapi komplementer ? 2. Bagaimanakah



fokus



terapi



komplementer



dalam



keperawatan



komunitas ? 3. Bagaimanakah peran perawat dan teknik dalam terapi komplemeter pada keperawatan komunitas ? 1.3 Tujuan Penulisan 1. Mahasiswa memahami definisi dan jenis-jenis terapi komplementer. 2. Mahasiswa memahami fokus terapi komplementer dalam keperawatan komunitas. 3. Mahasiswa memahami peran perawat dan teknik terapi komplemeter pada keperawatan komunitas.



2



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Terapi Komplementer 2.1.1 Definisi Menurut



WHO



(World



Health



Organization),



pengobatan



komplementer adalah pengobatan non-konvensional yang bukan berasal dari negara yang bersangkutan. Jadi untuk Indonesia, jamu misalnya, bukan termasuk pengobatan komplementer tetapi merupakan pengobatan tradisional. Pengobatan tradisional yang dimaksud adalah pengobatan yang sudah dari zaman dahulu digunakan dan diturunkan secara turun – temurun pada suatu negara. Tapi di Philipina misalnya, jamu Indonesia bisa dikategorikan sebagai pengobatan komplementer. Terapi komplementer adalah cara penanggulangan penyakit yang dilakukan sebagai pendukung kepada pengobatan medis konvensional atau sebagai pengobatan pilihan lain diluar pengobatan medis yang konvensional. Kramlich (2014) menyebutkan terapi komplementer merupakan cara



atau



terapi



tambahan



bersamaan



dengan



pengobatan



kompensional. Pendapat lain mendefinisikan sebagai beragam praktik dan produk terkait dengan kesehatan yang penggunaanya diluar biomedis konpensional (Hall, Leach, Brosnan, & Collns, 2017). Jadi terapi komplementer adalah tindakan yang diberikan sebagai bagian dari keperawatan kesehatan, terdiri dari berbagai macam bentuk praktik kesehatan selain tindakan konpensional, ditunjukkan untuk meningkatkan derajat kesehatan ditahap pencegahan primer, sekunder dan tersier yang diperoleh melalui pendidikan khusus yang didasari oleh ilmu – ilmu kesehatan. 2.1.2 Jenis-Jenis Terapi Komplementer a.



Akupuntur Di Cina, praktek akupunktur telah dimulai dari zaman batu dengan menggunakan batu tajam atau Bian Shi. Jarum batu



3



Akupuntur yang diperkirakan sudah ada sejak 3000 SM ditemukan oleh ahli arkeolog di pedalaman Mongolia. Pengobatannya sangat individudan



dilakukan



berdasarkan



intuisi,



subjektif



dan



pengalaman pribadi, bukan atas dasar penelitian medis. Akupuntur melibatkan penusukan jarum dalam berbagai ukuran ke dalam “titik meridian” dalam tubuh manusia dengan tujuan untuk mengalihkan Chi (energi vital tubuh) untuk meningkatkan keseimbangan tubuh atau mengembalikan kesehatan tubuh (Hadibroto dkk, 2006). Titik Meridian adalah jalur yang sangat penting dalam tubuh manusia sebagai tempat mengalir Chi. Chi mengalir dalam tubuh manusia memberikan energi vital untuk organtubuh agar organorgan tubuh dapat berfungsi dengan baik.Maka sangat penting untuk memastikan bahwa Chi dapat mengalir dengan bebas untuk memastikan bahwa struktur dan fungsi organ tubuh bagian dalam bekerja dengan efektif (Hadibroto dkk, 2006). Jarum ditusukkan ke titik meridian untuk mempengaruhi Chi yang mengalir ke organ tubuh bagian dalam, untuk meningkatkan struktur dan fungsi mereka. Jarum juga dapat digunakan untuk daerah tertentu yang terasa sakit yang mungkin berhubungan dengan masalah dalam tubuh, seperti cedera akibat olahraga. Sebagai contoh, sebuah jarum ditusukkan ke daerah tendon yang tertarik atau otot yang kelelahan akan meningkatkan aliran Chi ke area tersebut. Yang akan



menghilangkan



rasa



sakit



dan



mempercepat



proses



penyembuhan (Hadibroto dkk, 2006). Akupuntur dapat menyebabkan beberapa reaksi fisik, baik di sekitar daerah dimana akupuntur dilakukan atau di daerah lain karena sel syaraf yang menghubungkan organ keotak. Ini dapat mengaktifkan berbagai sistem dalam otak dan tubuh. Rasa sakit di salurkan melalui hormon urat syaraf, terutama yang berhubungan dengan penerima rasa sakit. Pereda rasa sakit yang diberikan oleh morfin bekerja pada penerima yang sama dengan hormon urat



4



syaraf ini. Endorphin yang diproduksi oleh otak adalah pengganti alami dari morfin dan bekerja dengan cara yang sama.



b. Herbalisme Medis Herbalisme medis- penggunaan obat dari tumbuhan untuk pencegahan dan pengobatan penyakit- memiliki sejarah sepanjang sejarah umat manusia. Di inggris, metode ini memiliki dasar sejarah yang sebagian dalam model Galenis “cairan tubuh” (darah, empedu



hitam,



empedu



kuning



lender),”temperamen”-nya



(misalnya panas, dingin, lembab), dan kepercayaan bahwa penyakit disebabkan oleh ketidakseimbangan cairan-cairan ini. Herba digunakan untuk memperbaiki ketidakseimbangan ini dan serig digambarkan



sebagai,



misalnya,”pemanas”,



atau”pendingin”,



seperti peppermint, akan digunakan untuk mengobati kondisikondisi “panas” seperti demam. Di inggris, herbalisme jugadi ambil dari tradisi-tradisi lain, misalnya penggunaan herba di Amerika utara oleh Samuel Thomson, meskipun Thomson sendiri pada awalnya di pengaruhi oleh herbalisme di Eropa (Heinrich et al., 2009). Kini, herbalisme modern, yang dipraktikkan oleh herbalis medis,diambil dari pengetahuan tradisional, tetapi metode ini semakin banyak di tapsirkan dan diterapkan dalam konteks modern. Sebagai contoh, herbalis menggunakan pengetahuan terkini mengenai penyebab dan akibat penyakit serta beberapa alat diagnosisi, seperti pengukuran tekanan darah, yang di gunakan dalam pengobatan dalam pengobatan konvensional. Beberapa aspek herbalisme zaman modern lainnya adalah sebagai berikut (Heinrich et al., 2009) : 1.



Herbalisme menggunakan suatu pendekatan holistik dengan mempertimbangkan perasaan sehat pasien secara pisikologis dan emosional, juga kesehatan fisik.



5



2.



Herbalis memilih herbal berdasarkan pada basis individual untuk setiap pasien (sesuai dengan pendekatan holistic) sehingga kemungkinan besar pasien-pasien dengan gejele fisik yang sama akan menerima kombinasi herba yang berbeda.



3.



Herbalis juga bertujuan untuk menggidentifikasi penyebab dasar



(misalnya



stres)



penyakit



pasien



dan



mempertimbangkan hal ini dalamrencana pengobatan. 4.



Herba



di



gunakan



untuk



merangsang



kemempuan



penyembuhan tubuh, untuk “memperkuat” system tubuh, dan untuk “memperbaiki” fungsi tubuh yang terganggu, bukan untuk



mengobati



gejala-gejala



yang



muncul



secara



langgsung. 5.



Herba mungkin di gunakan, misalnya, dengan tujuan untuk “mengeliminasi toksin” atau “merangsang” peredaran darah. Tujuannya adalah untuk penyembuhan jangka panjang dari kondisi-kondisi tertentu Salah satu prinsip dasar herbalisme adalah bahwa kandungan



herba yang berbeda bekerja bersama dalam beberapa cara (yang tidak dapat di jelaskan) sehingga menghasilkan efek-efek bermanfaat. Herbalis medis mengobati berbagai macam kondisi akut (misalnya infeksi), dan yang lebih lazim, kondisi kronis. Beberapa contoh gangguan yang biasanya dikonsultasikan orang kepada herbalis yaitu (Heinrich et al., 2009) : 1) Sindrom iritasi usus 2) Sindrom pramenstruasi 3) Gejala- gejala menopause 4) Eksim 5) Jenis-jenis arthritis 6) Depresi 7) Jerawat dan kondisi lainnya 8) Sistitis



6



9) Migrain 10) Sindrom lelah kronis Herbalis biasanya merespon obat-obat herbal, seperti tingtur, meskipun terkadang menggunakan formulasi yang lebih pekat (ekstrak cair). Jika suatu resep memerlukan beberpa herba, tingtur dan ekstrak cair di campur menjadi suatu campuran. Beberapa herbalis akan menyiapkan bahan-bahan persediaannya sendri, sementara bahan yang lain dibeli dari pemasok khusus dan sebagian besar memberikan resep herbalnya sendiri. Formulasi oral lainnya (tablet, kapsul) dan sediaan herba topikal juga dapat di resepkan (Heinrich et al., 2009). Terdapat sekumpulan bukti klinis yang signifikan tentang manfaat dan resiko potensial yang berkaitan dengan penggunaan obat herbal tertentu. Ikhtisar mengenai beberapa herba paling penting yang umum di gunakan dapat dilihat pada bagiab B buku ini. Sebagian besar informasi ini berkaitan dengan penggunaan obat herbal tertentu yang diformulasikan sebagai sediaan fitofarmasi dan di gunakan dengan cara yang sama dengan sediaan farmasi konfensional, biasanya dibawah pengawasan seorang



docter,



untuk



mengobati



gejala-gejala



penyakit.



Penelitien tentang efikasi dan keamanan obat herbal dan kombinasi obat herbal yang telah di gunakan oleh praktisi obat herbal sangat sedikit. Selain itu, efikasi dan keamanan herbalisme sebagai salah satu pendekatan pengobatan belum di evaluasi secara ilmiah (Heinrich et al., 2009). c. Aromaterapi Tumbuhan aromatis dan ekstraknya telah digunakan pada kosmetik dan parfum serta untuk keperluan religious selama ribuan tahun, meskipun hanya sedikit kaitannya dengan penggunaan terapeutik



minyak-minyak



atsiri.



Dasar-dasar



aromaterapi



berkaitan dengan Rene-Maurice Gattefosse, seorang ahli kimia pembuat parfum dari Prancis, yang pertama kali menggunakan



7



istilah aromaterapi pada tahun 1928 (Heinrich et al., 2009). Aromaterapi adalah penggunaan terapeutik zat-zat aromatic yang diekstraksi dari tumbuhan. Kelompok paling penting pada zat-zat ini adalah minyak atsiri. Minyak ini biasanya diperoleh dari bahan tumbuhan (misalnya akar, daun, bunga, biji) dengan cara destilasi, meskipun tindakan fisik (menggunakan pengempaan dan tekanaan) adalah metode yang digunakan untuk memperoleh beberapa minyak atsiri, terutama yang diperoleh dari kulit buah sitrus. Beberapa aspek penting untuk penggunaan minyak atsiri dalam aromaterapi dijelaskan berikut ini (Heinrich et al., 2009) : 1.



Aromaterapis



menyakini



bahwa



minyak



atsiri



dapat



digunakan tidak hanya untuk pengobatan dan pencegahan penyakit, tetapi juga efeknya terhadap mood, emosi dan rasa sehat. 2.



Aromaterapi diklaim sebagai suatu terapi holistik; dalam hal ini, aromaterapis memilih suatu minyak atsiri, atau kombinasi minyak atsiri, disesuaikan dengan gejala, kepribadian, dan keadaan emosi masing-masing klien. Pengobatan dapat berubah pada kunjungan pasien berikutnya.



3.



Minyak atsiri dijelaskan tidak hanya dengan rujukan terhadap reputasi sifat-sifat farmakologisnya (misalnya antibakteri, antiradang), tetapi juga melalui hal-hal yang tidak dikenali pada



obat-obat



kovensional



(misalnya



keseimbangan,



member energi). 4.



Aromaterapis menyakini bahwa kandungan minyak atsiri, atau kombinasi minyak, bekerja secara sinergistis untuk meningkatkan efikasi atau mengurangi terjadinya efek-efek merugikan yang terkait dengan kandungan kimia tertentu. Aromaterapi digunakan secara luas sebagai suatu pendekatan



untuk meredakan stres, dan banyak minyak atsiri diklaim sebagai ‘perelaksasi’. Banyak aromaterapis juga mengklaim bahwa minyak atsiri dapat digunakan dalam pengobatan berbagai kondisi. Banyak



8



pengguna menggunakan sendiri minyak atsiri untuk perawatan kecantikkan, membantu relaksasi, atau mengobati penyakit ringan tertentu, banyak diantaranya tidak cocok untuk pengobatan sendiri. Aromaterapi juga digunakan dalam berbagai pelayanan kesehatan kovensional, seperti dalam perawatan paliatif, unit perawatan intesif, unit kesehatan jiwa dan pada unit-unit khusus yang merawat pasien HIV/AIDS, cacat fisik, dan ketidakmampuan belajar yang parah (Heinrich et al., 2009). Metode paling lazim yang digunakan oleh aromaterapis untuk penggunaan minyak atsiri adalah dengan pemijatan, yaitu tetesan dua sampai tiga minyak atsiri diencerkan dalam pembawa berupa minyak sayur, seperti minyak biji anggur, minyak jojoba dll. Metode lain untuk penggunaan minyak atsiri yang dilakukan oleh aromaterapis atau dalam perawatan sendiri antara lain (Heinrich et al., 2009) : 1) Penambahan minyak atsiri ke dalam air mandi dan air untuk mencuci kaki (air harus diaduk dengan kuat untuk membantu disperse). 2) Dihirup 3) Kompres 4) Digunakan dalam peralatan aromaterapi (misalnya alat pembakar dan penguap). Beberapa praktisi menganjurkn penggunaan minyak atsiri secara oral, yang disebut ‘aromatologi’. Namun minyak atsiri tidak boleh digunakan untuk pemakaian internal tanpa pengawasan medis. Beberapa aromatis juga menyatakan bahwa minyak atsiri dapat diberikan malalui vagina (misalnya, melalui tampon atau douche) atau secara rektal, tetapi pemberian melalui rute-rute ini dapat menyebabkan iritasi membran dan tidak dianjurkan (Heinrich et al., 2009). Biasanya, minyak atsiri mengandung sekitar 100 atau lebih kandungan kimia, kebanyakan terdapat pada konsentrasi dibawah



9



1%, meskipun beberapa kandungan terdapat pada konsentrasi yang jauh lebih rendah. Beberapa minyak atsiri mengandung satu atau dua kandungan utama, serta sifat-sifat terapeutik dan toksikologis minyak tersebut sebagian besar dimiliki oleh kandungan kimia tersebut. Namun, kandungan-kandungan lain yang terdapat pada konsentrasi rendah mingkin penting. Komposisi suatu minyak atsiri akan



bervariasi



pertumbuhan



tergantung



tumbuhan



pada



tersebut,



lingkungan bagian



dan



tumbuhan



kondisi yang



digunakan, serta pada metode panen, ekstraksi, dan penyimpanan (Heinrich et al., 2009). Minyak-minyak atsiri harus merujuk pada nama binomial latin spesies tumbuhan yang menghasilkan minyak tersebut. Bagian tumbuhan yang digunakan harus dinyatakan secara khusus, dan terkadang spesifikasi lebih lanjut diperlukan untuk menjelaskan jenis senyawa kimia dalam suatu tumbuhan tertentu; misalnya, Thymus vulgaris CT timol menjelaskan jenis senyawa kimia suatu spesies timi yang memiliki timol sebagai kandungan kimia utamanya (Heinrich et al., 2009). Minyak atsiri diyakini bekerja dengan cara memberikan efekefek farmakologis setelah Absorpsi ke dalam peredaran darah dan melalui efek aromanya terhadap sistem olfaktori. Terdapat bukti bahwa minyak atsiri diabsorpsi ke dalam peredaran darah setelah penggunaan secara topical (yaitu pemijatan) dan setelah dihirup, meskipun jumlah yang memasuki peredaran darah kemungkinan sangat kecil. Terdapat bukti bahwa minyak tea tree yang digunakan secara topical efektif dalam pengobatan infeksi-infeksi kulit tertentu, tetapi penelitian-penelitian ini belum menguji aromaterapi yang dipraktikkan oleh aromaterapis (Heinrich et al., 2009). Sedikit efek merugikan yang berkaitan dengan pengobatan aromaterapi telah dilaporkan;sebagian besar laporan berkaitan dengan



kasus-kasusdermatitis



10



kontak



pada



pasien



atau



aromaterapis.



Efek



merugikan



sementara



yang



bersifat



ringan,seperti mengantuk, sakit kepala dan mual, dapat terjadi setelah



pengobatan



aromaterapi.



Secara



umum



disarankan



untukmenghindari penggunaan minyak atsiri selam kehamilan, terutama selama trimester pertama.Penggunaan minyak atsiri tertentu juga harus dihindari oleh pasien epilepsy (Heinrich et al., 2009). d.



Terapi Pengobatan Bunga Pengobatan bunga Bach dikembangkan oleh Dr Edward Bach (1886-1936), seorang dokter dan ahli homeopati. Teorinya adalah bahwa dengan mengobati respons emosional dan mental pasien terhadap penyakitnya, gejala-gejala fisik akan dapat diredahkan. Ia mengidentifikasi 38 keadaan psikologis negative (misalnya iri, putus asa, rasa bersalah, tidak dapat memutuskan) dan mencari obta-obat alam yang dapat digunakan untuk memperbaiki berbagai keadaan pikiran yang negatif ini (Heinrich et al., 2009). Berbagai jenis obat bunga banyak tersedia untuk dipilih sendiri dan terapi mandiri.Selain itu beberapa orang menjalani pelatihan untuk menjadi praktisi pengobatan dengan bunga; hal ini meliputu beberapa professional pelayanan kesehatan, seperti beberapa dokter umum, yang menggunakan obat-obatan bunga beserta praktik medis konvensional yang mereka lakukan setiap hari (Heinrich et al., 2009). Bach mengembangkan 38 obat bunga, di antaranya terdiri atas bunga-bunga liar tunggal dan pohon-pohon berbunga, dan 1 yang diperoleh dari mata air alami. Ia bertujuan bahwa masing-masing obat digunakan untuk keadaan emosional atau mental tertentu. Misalnya:







Gentian (Gentiana amarella) untuk perasaan murung.







Holly (Ilex aquifolium) untuk perasaan iri.







Impatiens (Impatiens glandulifera) untuk ketidaksabaran.







Pinus (Pinus sylvestris) untuk rasa bersalah.



11







Rock rose (Helianthemum nummularium) untuk perasaan takut. Bach juga mengembangkan suatu sediaan yang dinamakan obat



penyelamat (Recue Remedy), yang merupakan kombinasi lima obat lainnya: Impatiens (Impatiens glandulifera), bintang Betlehem (Ornithogalum umbellatum), prem ceri (Prunus cerasifera), Rock rose (Helianthemum nummularium), dan Clematis (Clematis vitalba). Bach menganjurkan sediaan ini untuk digunakan dalam situasi yang sulit mendesak, seperti syok, sangat ketakutan dan kehilangan (Heinrich et al., 2009). Obat-obat bunga Bach disiapkan dari tingtur induk yang dibuat dari bahan-bahan tumbuhan dan mata air alami dengan menggunakan suatu metode infus (penjemuran) atau metode ‘pendidihan’.Obat-obat bunga biasanya digunakan secara oral (2-4 tetes ditambahkan pada air dingin dan diminum sedikit-sedikit), meskipun pada beberapa kasus, tetesan dapat diteteskan langsung dibawah lidah dan bahkan pada pergelangan tangan atau pelipis. Obat penyelamat juda tersedia dalam bentuk krim untuk penggunaan luar (Heinrich et al., 2009). Meskipun terdapat banyak laporan yang bersifat anekdot mengenai keuntungan obat-obat bunga, tidak ada penelitian eksperimenta maupun klinis tentang efek-efeknya yang terkenal. Obat-obat bunga diklaim secra luas sama sekali tidak menimbulkan efek merugikan. Efek-efek merugikan tidak mungkin terjadi, mengingat bahwa sediaan tersebut hanya mengandung bahanbahan yang sangat encer. Namun, karena obat-obat bunga mengandung alkohol, obat-obat ini mungkin tidak sesuai untuk beberapa orang. Penggunaan suatu obat bunga secara berlebihan dapat mengkwatirkan jika seseorang mengandalkan terapi mandiri dengan menggunakan obat-obat bunga untuk kondisi-kondisi seperti ansietas atau depresi, yang mungkin membutuhkan



12



penanganan medis dan bantuan professional lainnya (Heinrich et al., 2009). 2.2 Fokus Terapi Komplementer Dalam Keperawatan Komunitas Perawat penting mengenal terapi komplementer, karena masyarakat termasuk di Indonesia masih banyak yang menggunakan terapi tradisional. Menurut pengalaman penulis selama praktek keperawatan di masyarakat lebih banyak melakukan tindakan awal dengan cara tradisional sebelum pergi ke pelayanan kesehatan, sehingga perlu pengetahuan yang cukup untuk membantu masyarakat dalam member informasi berbagai jenis tindakan. Klien dapat memilih tindakan yang tepat sesuai dengan masalah yang dialaminya. Perawat yang menguasai terapi komplementer juga dapat memberikan tindakan sesuai kebutuhan klien. Hal ini sesuai dengan tujuan penyelenggaraan terapi komplementer dan alternative yaitu memberi pelindungan kepada klien, mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan serta member kepastian hukum kepeda masyarakat dan tenaga pengobatnya (Permenkes RI No 1109, 2007). Kondisi saat ini sudah banyak perawat yang mengenal dan kompeten melakukan terapi komplementer di Indonesia. Prinsip keperawatan yang perlu diaplikasikan dalam melaksanakan terapi komplementer dan alternative adalah holistik, komprehensif, dan kontinu. Prinsip holistik pada terapi komplementer sesuai dengan pendekatan perawat yang mengacu pada kebutuhan biologis, psikologis, social, cultural dan spiritual (Berman, et al 2015; Potter, Perry, Stockert & Hall, 2013). Level pencegahan terdiri dari primer, sekunder, dan tersier (Edelman & Mandle, 2010). Terapi komplementer dapat dilakasanakan disemua level pencegahan tersebut misalnya seseorang yang ingin lebih sehat dengan konsumsi suplemen nutrisi, pencegahan sekunder misalnya menggunakan herbal unutk menyembuhkan penyakitdan contoh tersier menggunakan massage untuk membantu anggota gerak yang lumpuh untuk meningkatkan fungsi dan mempertahankan tubuhnya. Terapi komplementer mengajarkan



13



individu mengubah perilaku seseorang untuk memperbaiki respon fisik terhadap setres dan peningkatan tanda masalah fisik seperti kekakuan otot, ketidaknyamanan pada perut, nyeri atau gangguan tidur (Potter, Perry, Stockert & Hall, 2013). Penerapan terapi komplementer dalam semua level ini sesuai dengan prinsip komprehensif dalam keperawatan. Terapi komplementer untuk semua level pencegahan tersebut juga memperhatikan system klien.



2.3



Peran Perawat Dan Teknik Dalam Terapi Komplemeter Pada Keperawatan Komunitas 2.3.1 Peran Perawat Dalam Terapi Komplementer Pada Keperawatan Komunitas Peran perawat yang dapat dilakukan dari pengetahuan tentang terapi



komplementer



diantaranya



sebagai



konselor,



pendidik



kesehatan, peneliti, pemberi pelayanan langsung, koordinator dan sebagai advokat. Sebagai konselor perawat dapat menjadi tempat bertanya, konsultasi, dan diskusi apabila klien membutuhkan informasi ataupun sebelum mengambil keputusan. Sebagai pendidik kesehatan, perawat dapat menjadi pendidik bagi perawat di sekolah tinggi keperawatan seperti yang berkembang di Australia dengan lebih dahulu mengembangkan kurikulum pendidikan (Crips & Taylor, 2001). Peran perawat sebagai peneliti di antaranya dengan melakukan berbagai penelitian yang dikembangkan dari hasilhasil evidence-based practice. Perawat dapat berperan sebagai pemberi pelayanan langsung misalnya dalam praktik pelayanan kesehatan yang melakukan integrasi terapi komplementer (Snyder & Lindquis, 2002). Perawat lebih banyak berinteraksi dengan klien sehingga peran koordinator dalam terapi komplementer juga sangat penting. Perawat dapat mendiskusikan terapi komplementer dengan dokter yang merawat dan unit manajer terkait. Sedangkan sebagai advokat perawat berperan untuk memenuhi 14



permintaan kebutuhan perawatan komplementer yang mungkin diberikan termasuk perawatan alternatif (Smith et al.,2004). Beberapa terapi komplementer telah diintegrasikan kedalam praktik keperawatan dari masa ke masa, perluasan ruang lingkup dari terapi ini merupakan sebuah kebutuhan bahwa perawat melakukan pengembangan panduan untuk digunakan dalam pelayanan. Kunci untuk mendapatkan keterampilan terapi komplementer seorang perawat membutuhkan pendidikan lanjutan atau khusus (Snyder & Lindquist, 2010). Pendidikan tersebut dapat dilakukan secara mandiri di institusi yang terakreditasi, adapun pelatihan terapi komplementer yang telah diakui oleh Badan PPSDM (Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia) Kesehatan RI yang telah dikembangkan adalah akupuntur dan akupresur untuk tenaga kesehatan. Perawat yang telah mendapatkan pengakuan dari organisasi profesi atau lembaga tersertifikasi dapat melakukan intervensi terapi komplementer untuk praktik ataupun penelitian. Penelitian yang dilakukan perawat tetap harus menggunakan pertimbangan etik dan standar yang sesuai dengan batasan yang berlaku. Perawat yang terlibat aktif dalam penelitian terapi komplementer, salah satu diantara ketua atau anggota tim interdisiplin harus memiliki kemampuan atau sertifikat tersebut (Snyder & Lindquist, 2010). Perawat dalam memberikan



terapi



komplementer



dalam



asuhan



keperawatan



dilakukan sesuai langkah proses keperawatan. Hal ini sesuai undangundang yang berlaku di Indonesia tentang tugas dan wewenang perawat dalam penatalaksanaan tindakan komplementer dan alternatif. Proses



keperawatn



penting



digunakan



bertujuan



untuk



mengidentifikasi, mencegah, mengatasi masalah aktual atau potensial dalam status kesehatan (Bertnan et al, 2015). Perawat



menggnakan



proses



keperawatan



dengan



mempertimbangkan klien menjadi mampu mengenali kesehatannya sendiri dan menghormati pengalaman subjektifnya yang relevan dalam 15



memelihara kesehatan atau pendampingan dalam pemulihan. Dala model kesehatan holistik klien dilibatkan dalam proses pemulihan dan juga pemeliharaan kesehatan (Edelman dan Mandle, 2010). Artinya seseorang perawat yang melakukan intervensi komplementer harus menggunakan pendekatan proses keperawatan, jika tidak demikian makan praktik yang dilakukan identik dengan pengobat tradisional (batra). Kebutuhan praktik keperawatan lanjut dalam memberikan terapi komplementer yang terintegrasi antara intervensi konvensional dengan tradisional dapat memunculkan dileme terhadap penghargaan imbalan jasa (Gaydos, 2001). 2.3.2 Teknik



Dalam



Terapi



Komplementer



Pada



Keperawatan



Komunitas Di Indonesia ada 3 jenis teknik pengobatan komplementer yang telah



ditetapkan



oleh



Departemen



Kesehatan



untuk



dapat



diintegrasikan ke dalam pelayanan konvensional, yaitu sebagai berikut : 1) Meditasi Meditasi adalah suatu teknik yang memungkinkan seseorang mampu menggunakan kesadaran dan pengalamannya sehingga membuat seseorang lebih sadar akan dirinya (Snyder & Lindquist). Meditasi dapat menjadikan orang santai, hal ini dapat menjadikan tubuh



merasa



rileks,



pikiran



lebih



tenang,



meningkatkan



kesejahteraan fisik dan emosional dengan kondisi lingkungan tenang, posisi yang nyaman. (Fontaine, 2005; Mantle & Tiran, 2009). Meditasi merupakan sarana seseorang untuk fokus terhadap suatu objek. Terapi ini menggunakan sikap tubuh yang spesifik, memfokuskan perhatian atau sikap terbuka terhadap gangguan. Indikasi meditasi dilakukan pada saat stress, cemas, denyut jantung dan tekanan darah meningkat. Kontraindikasi melakukan meditasi adalah klien yang kurang mampu menyimpan emosi dan kurang mampu menganalisa sebab akibat yang kompleks.



16



2) Terapi massase Teknik ini dengan cara menekan, mengusap dan memanipulasi otot dan jaringan lunak lainnya pada tubuh. Pengertian massase telah mengalami



proses



penyempurnaan



berdasarkan



ilmu-ilmu



mengenai tubuh manusia serta gerakan-gerakan tangan yang bersifat mekanis terhadap tubuh manusia yang dilakukan dengan berbagai teknik (Snyder & Lindquist, 2010)massase dapat berfungsi sebagai salah satu terapi untuk meredakan berbagai keluhan fisik, seperti rasa kembung, menghilangkan nyeri dan meredakan stress serta kelelahan fisik. Massase membantu mengurangi ketegangan otot dengan menstimulasi sirkulasi darah dalam tubuh, relaksasi mengurangi nyeri, sedangkan pada bayi melancarkan sirkulasi sehingga efektif meningkatkan berat badan (Snyder & Lindquist; Mantle & Tiran, 2009). 3) Yoga Yoga merupakan suatu sarana untuk mencapai suatu tingkat aktivitas untuk pikiran dan jiwa agar berfungsi bersama secara harmonis (Shindu, 2013). Teknik ini mengkombinasikan postur fisik, teknik nafas dalam, dan emditasi atau relaksasi. Teknik yoga bermacam-macam tetrgantung aliran yang ada (Snyder & Lindquist, 2010; Kinasih, 2010). Yoga mengkombinasikan postur, pernapasan, dan meditasi ataupun relaksasi, untuk mampu melakukan dengan benar menggunakan buku-buku panduan yanga da, mengikuti kelas yoga atau video. 4) Bekam Bekam dikenal dari masa kuno, cina dan timur tengah sebagai salah satu teknik pengobatan tertentu didunia. Pengertian bekam adalah melakukan suction pada bagian tertentu (lokal) dengan menggunakan cups pada area yang telah dipilih pada tubuh. Tujuan utama terapi ini untuk mempercepat aliran darah dan membantu



17



mengeluarkan darah yang sudah tidak memiliki manfaat bagi tubuh. Bekam juga bermanfaat untuk mengeluarkan racun dari sirkulasi kulit dan kompartemen interstisial (Kim et al, 2012). 5) Akupuntur Akupunktur medik yang dilakukan oleh dokter umum berdasarkan kompetensinya. Metode yang berasal dari Cina ini diperkirakan sangat bermanfaat dalam mengatasi berbagai kondisi kesehatan tertentu dan juga sebagai analgesi (pereda nyeri). Cara kerjanya adalah dengan mengaktivasi berbagai molekul signal yang berperan sebagai komunikasi antar sel. Salah satu pelepasan molekul tersebut adalah pelepasan endorphin yang banyak berperan pada sistem tubuh. 6) Terapi hiperbarik Terapi heperbarik yaitu suatu metode terapi dimana pasien dimasukkan ke dalam sebuah ruangan yang memiliki tekanan udara 2-3 kali lebih besar daripada tekanan udara atmosfer normal (1 atmosfer), lalu diberi pernapasan oksigen murni (100%). Selama terapi, pasien boleh membaca, minum, atau makan untuk menghindari trauma pada telinga akibat tingginya tekanan udara 7) Terapi herbal medik Terapi herbal medic yaitu terapi dengan menggunakan obat bahan alam, baik berupa herbal terstandar dalam kegiatan pelayanan penelitian maupun berupa fitofarmaka. Herbal terstandar yaitu herbal yang telah melalui uji preklinik pada cell line atau hewan coba, baik terhadap keamanan maupun efektivitasnya. Terapi dengan menggunakan herbal ini akan diatur lebih lanjut oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Daya efektivitas beberapa teknik terapi komplementer untuk mengatasi berbagai jenis gangguan penyakit tidak bisa dibandingkan satu dengan



18



lainnya karena masing-masing mempunyai teknik serta fungsinya sendiri-sendiri. Terapi hiperbarik misalnya, umumnya digunakan untuk pasien-pasien



dengan



gangren



supaya



tidak



perlu



dilakukan



pengamputasian bagian tubuh. Terapi herbal, berfungsi dalam meningkatkan daya tahan tubuh. Sementara, terapi akupunktur berfungsi memperbaiki keadaan umum, meningkatkan sistem imun tubuh, mengatasi konstipasi atau diare, meningkatkan nafsu makan serta menghilangkan atau mengurangi efek samping yang timbul akibat dari pengobatan kanker itu sendiri, seperti mual dan muntah, fatigue (kelelahan) dan neuropati.



19



BAB III PENUTUP



3.1 Kesimpulan Pengobatan komplementer adalah pengobatan non-konvensional yang bukan berasal dari negara yang bersangkutan. Terapi komplementer adalah tindakan yang diberikan sebagai bagian dari keperawatan kesehatan, terdiri dari berbagai macam bentuk praktik kesehatan selain tindakan konpensional, ditunjukkan untuk meningkatkan derajat kesehatan ditahap pencegahan primer, sekunder dan tersier yang diperoleh melalui pendidikan khusus yang didasari oleh ilmu-ilmu kesehatan. Jenis-jenis terapi komplementer adalah akupuntur, herbalisme medis, aromaterapi, terapi pengobatan bunga. Prinsip keperawatan



yang



perlu



diaplikasikan



dalam



melaksanakan



terapi



komplementer dan alternative adalah holistik, komprehensif, dan kontinu. Prinsip holistik pada terapi komplementer sesuai dengan pendekatan perawat yang mengacu pada kebutuhan biologis, psikologis, social, cultural dan spiritual (Berman, et al 2015; Potter, Perry, Stockert & Hall, 2013). Peran perawat yang dapat dilakukan dari pengetahuan tentang terapi komplementer diantaranya sebagai konselor, pendidik kesehatan, peneliti, pemberi pelayanan langsung, koordinator dan sebagai advokat. Di Indonesia ada 3 jenis teknik pengobatan komplementer yang telah ditetapkan oleh Departemen Kesehatan untuk dapat diintegrasikan ke dalam pelayanan konvensional adalah akupuntur, terapi hiperbalik, herbal medik. 3.2 Saran Dengan tersusunnya makalah ini semoga bisa bermanfaat bagi pembaca maupun penulis. Kritik dan saran dari pembaca sangat kami butuhkan, karena penulis sadar bahwa penyusunan makalah ini jauh dari kata empurna dan kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang lebih baik.



20



DAFTAR PUSTAKA



Hadibroto, Iwan, dan Syamsir Alam. 2006. “Seluk Beluk Pengobatan Alternatif dan Komplementer”. Jakarta : PT. Bhuana Ilmu Populer. Nies, Mary A & Melanie Mcewen. 2019. Keperawatan Kesehatan Komunitas dan Keluarga. Elseiver Singapore. Widyatuti W. 2008. Terapi Komplementer Dalam Keperawatan. diakses dari : jki.ui.ac.id/index.php/jki/articledownload/200/pdf_65. Pada tanggal 13 Desember 2019



21