Makalah Terapi Modalitas, Somatic Dan Psikofarmaka [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TERAPI MODALITAS, TERAPI SOMATIC DAN PSIKOFARMAKA Dosen Pembimbing:Hernida Warni, S.Kep., Ns., M.Kep



DISUSUN OLEH KELOMPOK 5 :



NAMA MAHASISWA



NPM



1.



EKA HERMAWAN DAVID KUNCORO



215140080P



2.



EVA AVPRIANA SUSANTI



215140064P



3.



FITRI YANTI



215140081P



4.



IDA MARIYANA



215140074P



UNIVERSITAS MITRA INDONESIA PROGRAM STUDI KEERAWATAN FAKULTAS KESEHATAN TAHUN AKADEMIK 2021/2020



KATA PENGANTAR



Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyusun makalah ini tanpa suatu halangan apapun. Kami berharap agar makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi kami selaku penulis dan umumnya bagi para pembaca agar dapat mengetahui tentang “Terapi Modalitas, Terapi Somatic dan Psikofarmaka”. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami harapkan kritik dan saran dari pembaca sehingga dalam pembuatan makalah lainnya menjadi lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.Amin Ya Rabbal Alamin.



Bandar Lampung, 15 Oktober 2021



Penyusun



ii



DAFTAR ISI



Halaman COVER ................................................................................................................



i



KATA PENGANTAR .........................................................................................



ii



DAFTAR ISI ........................................................................................................



iii



BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................



1



A. Latar Belakang ..........................................................................................



1



B. Rumusan Masalah .....................................................................................



2



C. Tujuan........................................................................................................



2



BAB II TINJAUAN TEORI ...............................................................................



3



A. Terapi Modalitas .......................................................................................



3



B. Terapi Comatik..........................................................................................



7



C. Terapi Psikofarmaka .................................................................................



12



BAB III PENUTUP .............................................................................................



22



A. Kesimpulan ...............................................................................................



22



B. Saran ..........................................................................................................



22



DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................



23



iii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Klien gangguan jiwa mempunyai keunikan yang tidak didapatkan pada penderita penyakit fisik. Pada penderita penyakit fisik sangat menyadari bahwa dirinya sakit dan membutuhkan pertolongan tenaga kesehatan sedangkan pada penderita klien dengan gangguan jiwa tidak merasa atau menyadari ia sakit. Dengan keunikan ini sering kali perawat kesulitan dalam pemberian obat karena klien menolak apabila disuruh minum obat, tidak mau menelan, mencurigai obat sebagai bunuh diri. Rentang waktu pemberian obat yang lama membuat klien dan ketakutan akan ketergantungan obat dan keracunan.



Salah satu somatic terapi ( terapi fisik ) pada klien gangguan jiwa adalah pemberian obat psikofarmaka, Psikofarmaka adalah sejumlah besar obat farmakologis yang digunakan untuk mengobati gangguan mental, obat-obatan yang paling sering digunakan di Rumah Sakit Jiwa adalah Chlorpromazine, Halloperidol dan Trihexypenidil. Obat-obatan yang diberikan selain dapat membantu dalam proses penyembuhan pada klien gangguan jiwa, juga mempunyai efek samping yang dapat merugikan klien tersebut, seperti paskinsonisme, pusing, sedasi, pingsan, hipotensi, pandangan kabur dan konstipasi, untuk menghindari hal tersebut perawat sebagai tenaga kesehatan yang langsung berhubungan dengan pasien selama 24 jam, harus mampu mengimbangi terhadap perkembangan mengenai kondisi klien, terutama efek dari pemberian obat psikofarmaka. Derajat hubungan antara pengetahuan perawat tentang psikofarmaka denan pelaksanaan asuhan keperawatan dalam pemberian obat termasuk kategori sedang, sehingga dapat diartikan bahwa kualitas pelaksanaan asuhan keperawatan dalam pemberian obat sebagian dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan . Dengan demikian berarti bahwa pengetahuan hanya merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan kualitas pelaksanaan asuhan keperawatan dalam pemberian obat pada klien gangguan jiwa di RSJ, dimana masih ada faktor lain yang mempengaruhi seperti : sikap perawat terhadap pelaksanaan, protap pelaksanaan dan kebijakan-kebijakan yang mempengaruhi



pelaksanaan asuhan



keperawatan dalam pemberian obat.



1



B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan terapi modalitas? 2. Apa saja terapi modalitas yang diberikan pada pasien dengan gangguan jiwa? 3. Apa yang dimaksud dengan terapi somatik? 4. Apa saja terapi somatik yang diberikan pada pasien dengan gangguan jiwa? 5. Apa itu terapi psikofarmaka? 6. Apa saja klasifikasi terapi psikofarmaka?



C. Tujuan 1. Mahasiswa mampu memahami terapi modalitas 2. Mahasiswa mampu memahami terapi modalitas yang diberikan pada pasien dengan gangguan jiwa 3. Mahasiswa mampu memahami terapi somatik 4. Mahasiswa mampu memahami saja terapi somatik yang diberikan pada pasien dengan gangguan jiwa 5. Mahasiswa mampu memahami terapi psikofarmaka 6. Mahasiswa mampu memahami klasifikasi terapi psikofarmaka



2



BAB II TINJAUAN TEORI A. TERAPI MODALITAS a.



Pengertian Terapi modalitas adalah terapi utama dalam keperawatan jiwa. Terapi ini di berikan dalam upaya mengubah perilaku pasien dari perilaku maladaptif menjadi perilaku adaptif. Terapi modalitas mendasarkan potensi yang dimiliki pasien (modal-modality) sebagai titik tolak terapi atau penyembuhannya. Terapi modalitas Adalah berbagai pendekatan penanganan klien gangguan jiwa yang bervariasi, yang bertujuan untuk mengubah perilaku klien dengan gangguan jiwa dengan perilaku mal adaptifnya menjadi perilaku yang adaptif.



b.



Prinsip pelaksanaan Perawat sebagai terapis mendasarkan potensi yang dimiliki pasien sebagai titik tolak terapi atau penyembuhan.



c.



Dasar-dasar Pemberian Terapi Modalitas 1. Gangguan jiwa tidak merusak seluruh kepribadian atau perilaku manusia 2. Tingkah laku manusia selalu dapat diarahkan dan dibina ke arah kondisi yang mengandung reaksi( respon yang baru ) 3.



Tingkah laku manusia selalu mengindahkan ada atau tidak adanya faktor-faktor yang sifatnya menimbulkan tekanan sosial pada individu sehingga reaksi indv tersebut dapat diprediksi ( reward dan punishment )



4. Sikap dan tekanan sosial dalam kelompok sangat penting dalam menunjuang dan menghambat perilaku individu dalam kelompok sosial 5. Terapi modalitas adalah proses pemulihan fungsi fisik mental emosional dan sosial ke arah keutuhan pribadi yang dilakukan secara holistic



3



d.



Jenis Terapi Modalitas 1. Terapi Individual Terapi individual adalah penanganan klien gangguan jiwa dengan pendekatan hubungan individual antara seorang terapis dengan seorang klien. Suatu hubungan yang terstruktur yang terjalin antara perawat dan klien untuk mengubah perilaku klien. Hubungan yang dijalin adalah hubungan yang disengaja dengan tujuan terapi, dilakukan dengan tahapan sistematis (terstruktur) sehingga melalui hubungan ini terjadi perubahan tingkah laku klien sesuai dengan tujuan yang ditetapkan di awal hubungan. Hubungan terstruktur dalam terapi individual bertujuan agar klien mampu menyelesaikan konflik yang dialaminya. Selain itu klien juga diharapkan mampu meredakan penderitaan (distress) emosional, serta mengembangkan cara yang sesuai dalam memenuhi kebutuhan dasarnya. Tahapan hubungan dalam terapi individual meliputi: a) Tahapan orientasi: Merupakan jenis terapi dalam psikologi yang dilakukan saat perawat memulai interaksi dengan klien untuk membina hubungan saling percaya yang sangat penting agar klien bisa mengungkapkan masalah yang sedang dihadapi dan mau bekerja sama untuk mengatasi masalah tersebut dengan perawat. b) Tahapan kerja: Dilakukan saat klien mulai bisa mengeksplorasi diri dan mengungkapkan apa saja yang sedang ia alami. Tugas perawat nantinya tidak hanya untuk memperhatikan namun konteks cerita namun juga memperhatikan perasaan klien saat bercerita. c) Tahapan terminasi: Dilakukan ketika terjalin hubungan terapeutik yang sudah mereda dan terkendali yakni klien sudah merasa lebih baik, memperlihatkan peningkatan fungsi diri, sosial dan juga pekerjaan serta yang terpenting adalah mencapai tujuan dari terapi.



2. Terapi Lingkungan Terapi



lingkungan



merupakan



terapi



menata



lingkungan



supaya



bisa



merubah perilaku abnormal klien dari perilaku maladaptive menjadi perilaku yang adaptif.



4



3. Terapi Biologi Terapi biologi atau terapi sonatic memiliki dasar model medical yang memandang gangguan jiwa sebagai penyakit. Ini berbeda dengan model konsep yang lain yang memandang bahwa gangguan jiwa murni adalah gangguan pada jiwa semata, tidak mempertimbangkan adanya kelaianan patofisiologis. Tekanan model medical adalah pengkajian spesifik dan pengelompokkasn gejala dalam sindroma spesifik. Perilaku abnormal dipercaya akibat adanya perubahan biokimiawi tertentu. Ada beberapa jenis terapi somatic gangguan jiwa meliputi: pemberian obat (medikasi psikofarmaka), intervensi nutrisi,electro convulsive therapy (ECT), foto terapi, dan bedah otak. Beberapa terapi yang sampai sekarang tetap diterapkan dalam pelayanan kesehatan jiwa meliputi medikasi psikoaktif dan ECT.



4. Terapi Kognitif Terapi kognitif merupakan sebuah strategi untuk memodifikasi keyakinan dan juga sikap yang bisa mempengaruhi perilaku dan perasaan klien seperti cara mengatasi stres berat. Proses yang digunakan adalah untuk membantu mempertimbangkan stressor dan juga dilanjutkan dengan identifikasi pola berpikir serta keyakinan tak akurat mengenai stressor tersebut. Gangguan perilaku terjadi akibat klien mengalami pola keyakinan dan berfikir yang tidak akurat. Untuk itu salah satu memodifikasi perilaku adalah dengan mengubah pola berfikir dan keyakinan tersebut. Fokus asuhan adalah membantu klien untuk reevaluasi ide, nilai yang diyakini, harapan-harapan, dan kemudian dilanjutkan dengan menyusun perubahan kognitif.



5. Terapi Keluarga Terapi keluarga merupakan terapi yang dilakukan untuk semua anggota keluarga sebagai treatment unit. Terapi ini memiliki tujuan agar keluarga bisa melakukan fungsinya dengan sasaran utama yakni keluarga yang mengalami disfungsi atau tidak bisa melakukan beberapa fungsi yang dibutuhkan anggota keluarga sebagai cara mengatasi stres dan depresi. Dalam terapi ini, semua masalah keluarga akan diidentifikasi, dirasakan dan juga masalah setiap anggota keluarga akan digali lebih dalam. Proses terapi keluarga ini terdiri dari 3 tahap yakni perjanjian, kerja dan juga terminasi. 5



6. Terapi Kelompok Terapi kelompok adalah bentuk terapi kepada klien yang dibentuk dalam kelompok, suatu pendekatan perubahan perilaku melalui media kelompok. Dalam terapi kelompok perawat berinteraksi dengan sekelompok klien secara teratur. Tujuannya adalah meningkatkan kesadaran diri klien, meningkatkan hubungan interpersonal, dan mengubah perilaku maladaptive. Tahapannya meliputi: tahap permulaan, fase kerja, diakhiri tahap terminasi. a) Fase Orientasi. Dalam fase ini klien diorientasikan kepada apa yang diperlukan dalam interaksi, kegiatan yang akan dilaksanakan, dan untuk apa aktivitas tersebut dilaksanakan. Peran terapis dalam fase ini adalah sebagai model peran dengan cara mengusulkan struktur kelompok, meredakan ansietas yang biasa terjadi di awal pembentukan kelompok, dan memfasilitasi interaksi di antara anggota kelompok. Fase permulaan dilanjutkan dengan fase kerja. b) Fase Kerja terapis membantu klien untuk mengeksplorasi isu dengan berfokus pada keadaan here and now. Dukungan diberikan agar masing-masing anggota kelompok melakukan kegiatan yang disepakati di fase permulaan untuk mencapai tujuan terapi. Fase kerja adalah inti dari terapi kelompok di mana klien bersama kelompoknya melakukan kegiatan untuk mencapai target perubahan perilaku dengan saling mendukung di antara satu sama lain anggota kelompok. Setelah target tercapai sesuai tujuan yang telah ditetapkan maka diakhiri dengan fase terminasi. c) Fase terminasi dilaksanakan jika kelompok telah difasilitasi dan dilibatkan dalam hubungan interpersonal antar anggota. Peran perawat adalah mendorong anggota kelompok untuk saling memberi umpan balik, dukungan, serta bertoleransi terhadap setiap perbedaan yang ada. Akhir dari terapi kelompok adalah mendorong agar anggota kelompok berani dan mampu menyelesaikan masalah yang mungkin terjadi di masa mendatang.



6



7. Terapi Prilaku Terapi perilaku memiliki dasar jika sebuah perilaku terjadi karena proses belajar. Perilaku sehat bisa dipelajari dan disubsitusi dari perilaku yang tidak sehat seperti dari ciri ciri depresi berat. Sedangkan teknik dasar yang akan dipakai dalam terapi perilaku diantaranya adalah: a) Pengendalian diri : Untuk mengatasi klien dengan perilaku maldaptive ringan cara berlatih mengubah kata negatif menjadi kata positif. b) Role model : Strategi mengubah perilaku dengan cara memberikan contoh perilaku adaptif agar bisa ditiru klien c) Kondisioning operan : Terapis akan memberikan penghargaan pada klien mengenai perilaku positif yang dilakukan klien d) Desentisasi sistematis: Untuk mengatasi kecemasan pada sebuah stimulus atau kondisi secara bertahap memperkenalkan pada stimulus tersebut pada saat klien sedang dalam keadaan tenang. Seiring berjalannya waktu, maka klien akan bisa mengatasi ketakutan atau kecemasan pada stimulus tersebut.



8. Terapi Bermain Prinsip terapi bermain adalah membina hubungan agar lebih hangat, merefleksikan perasaan anak lewat permainan, mempercayai jika anak bisa menyelesaikan masalah dan menginterpretasikan perilaku. Terapi bermain ini diindikasikan untuk seseorang yang mengalami depresi, mengalami ansietas atau korban dari penganiayaan baik untuk anak dan juga orang dewasa yang mengalami stress pasca trauma, gangguan identitas disosiatif dan klien yang mengalami penganiayaan.



B. TERAPI SOMATIC a. Pengertian Terapi somatik adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan tujuan merubah perilaku yang maladaptif menjadi perilaku yang adaptif dalam melakukan tindakan dalam bentuk perlakuan fisik.



7



b. Macam- Macam Terapi Somatic 1. Restrain Restrain adalah terapi yang menggunakan alat-alat mekanik atau manual untuk membatasi mobilitas fisik klien. Alat tersebut meliputi penggunaan mantest untuk pergelangan tangan atau kaki dan kain pengikat. Restrain harus dilakukan pada kondisi khusus, hal ini merupakan intervensi yang terakhir jika perilaku klien sudah tidak dapat di atasi atau dikontrol dengan strategi perilaku maupun modifikasi lingkungan. Alasan pengikatan adalah : a) Menghindari risiko menciderai diri sendiri atau orang lain. b) Pengobatan yang untuk menurunkan perilaku agresif sudah tidak mempan lagi c) Mencegah jatuh pada pasien yang sedang bingung d) Agar pasien bisa istirahat e) Pasien minta sendiri agar perilakunya bisa terkontrol.



Indikasi restirain yaitu : a) Perilaku kekerasan yang membahayakan diri sendiri dan lingkungannya b) Perilaku agitasi yang tidak dapat diatasi obat-obatan c) Klien yang mengalami gangguan kesadaran d) Klien yang membutuhkan bantuan untuk mendapatkan rasa aman dan pengendalian diri e) Ancaman terhadap integritas tubuh berhubungan dengan penolakan klien untuk istirahat, makan dan minum.



Prinsip intervensi restrain ini melindungi klien dari cidera fisik dan memberikan lingkungan yang nyaman. Restrain dapat membuat klien merasa tidak dihargai hak asasinya sebagai manusia, untuk mencegah perasaan tersebut perawat harus mengidentifikasi faktor pencetus apakah sesuai dengan indikasi terapi, dan terapi ini hanya untuk intervensi yang paling akhir apabila intervensi yang lain gagal mengatasi perilaku agitasi klien. Kemungkinan mencederai klien dalam proses restrain sangat besar, sehingga perlu disiapkan staf yang cukup dan harus terlati dalam mengendalikan perilaku klien. Perlu juga dibuat perencaan pendekatan denngan klien, penggunaan restain yang aman, dan lingkungan restain harus bebas dari benda-benda yang berbahaya. 8



2.



Seklusi Seklusi adalah bentuk terapi yang mengurung klien dalam ruangan khusus. Klien tidak dapat meninggalkan ruangan tersebut secara bebas. Bentuk siklusi dapat berupa pengurungan diruangan tidak terkunci sampai pengurungan dalam ruangan yang terkunci dengan kasur tanpa seprei, terganting dari tingkat kegawatan klien. Indikasi seklusi yaitu dengan perilaku kekerasan yang membahayakan diri sendiri, orang lain dan lingkungan.. Kontra indikasi dari terapi ini antara lain : a) Resiko tinggi bunuh diri b) Klien dengan gangguan sosial c) Kebutuhan untuk observasi masalah medis d) Hukuman



3.



ECT (Electro Convulsif Therapie) ECT adalah suatu tidakan terapi dengan menggunakan aliran listrik dan menimbulkan kejang pada penderita baik tonik maupun klonik. Terapi ini dilakukan dengan memberikan kejutan listrik di kepala melalui elektroda yang ditusukkan di kulit kepala. Kejutan listrik bisa memberikan dampak pada nerokimia, neuroendrokrin, dan neuropsikologis seperti dampak obat-obatan antidepresan dalam waktu yang lama. (Black, 1993). Fink (1990) juga mengatakan bahwa ECT menghasilkan perubahan pada reseptor neurotransmitter seperti asetilkolin, nor epinefrin, dopamin dan serotonin sama seperti obat antidepresan. Peran Perawat dalam pemberian ECT adalah Perawat harus mengkaji pengetahuan dan pendapat pasien dan keluarganya tentang ECT, memberikan penjelasan dan dukungan agar mereka tidak cemas. Langkah-langkah yang harus diberikan: a) Memberikan dukungan emosi dn penjelasan kepada pasien dan keluarganya. b) Mengkaji kondisi fisik pasien c) Menyiapkan pasien d) Mengamati respon pasien setelah ECT e) Pastikan pasien atau keluarganya sudah memberikan inform consent.



9



Indikasi Terapi ECT bisa dilakukan pada : a) pasien yang kekurangan gizi karena dikhawatirkan akan ada komplikasi medis b) Pasien dengan penyakit jantung yang tidak bisa mentoleransi obat-obat anti depresan c) Pasien psikotik yang depresi dan tidak mempan lagi dengan obat d) Pasien yang pada fase depresi tidak mempan lagi dengan obat e) Gangguan bipolar dimana pasien sudah tidak berespons lagi terhadap obat f) Pasien dengan bunuh diri akut yang sudah lama tidak menerima pengobatan untuk dapat mencapai efek terapeutik g) Jika efek sampingan ECT yang diantisipasikan lebih rendah daripada efek terapi pengobatan, seperti pada pasien lansia dengan blok jantung, dan selama kehamilan



Kontra indikasi Terapi ECT: a) Tumor intra kranial, karena ECT dapat meningkatkan tekanan intra kranial. b) Kehamilan, karena dapat mengakibatkan keguguran. c) Osteoporosis, karena dengan timbulnya grandmall dapat berakibat terjadinya fraktur tulang. d) Infark miokardium, dapat terjadi henti jantung. e) Asthma bronkial, karena ECT dapat memperberat penyakit ini.



4. Foto Terapi Foto terapi atau terapi sinar adalah terapi somatik pilihan. Terapi ini diberikan dengan memaparkan klien pada sinar terang 5-20x lebih terang daripada sinar ruangan. Klien biasanya duduk, mata terbuka, 1,5 meter di depan klien diletakkan lampu setinggi mata. Waktu dilaksanakan foto terapi bervariasi dari orang per orang. Beberapa klien berespon kalau terapi diberikan pada pagi hari, sementara yang lain lebih berespon kalau diberikan pada sore hari. Terapi sinar sangat bermanfaat dan menimbulkan efek yang positif. Kebanyakan klien membaik setelah 3-5 hari terapi kan tetapi bisa kambuh kembali segera setelah terapi dihentikan. a) Indikasi penggunaan fototerapi



10



Fototerapi dpt menurunkan 75% gejala depresi yg dialami klien akibat perubahan cuaca (seasonal affective disorder(SAD)), misalnya pada musim hujan atau musim dingin(winter) di mana terjadi hujan, mendung terus menerus yg bisa mencetuskan depresi pd beberapa org.



b) Mekanisme Kerja Fototerapi bekerja berdasarkan ritme biologis sesuai pengaruh cahaya gelap terang pada kondisi biologis. Dengan adanya cahaya terang terpapar pada mata akan merangsang sistem neurotransmiter serotonin & dopamin yang berperanan pada depresi.



c) Efek Samping Kebanyakan efek samping yang terjadi meliputi ketegangan pada mata, sakit kepala, cepat terangsang, insomnia, kelelahan, mual, mata menjadi kering, keluar sekresi dari hidung dan sinus.



5. Terapi Derivat Tidur Terapi derivat tidur adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan cara mengurangi jumlah jam tidur klien. Hasil penelitian ditemukan bahwa 60% klien depresi mengalami perbaikan yg bermakna setelah jam tidurnya dikurangi selama 1 malam. Umumnya lama penurangan jam tidur efektif sebanyak 3,5 jam. a) Indikasi Terapi deprivasi tidur dianjurkan untuk klien depresi.



b) Mekanisme Kerja Mekanisme kerja terapi deprivasi tidur ini adalah mengubah neuroendokrin yang berdampak anti depresan. Dampaknya adalah menurunnya gejala-gejala depresi.



c) Efek Samping Klien yang didiagnosa mengalami gangguan efektif tipe bipolar bila diberikan terapi ini dapat mengalami gejala mania.



11



C. TERAPI PSIKOFARMAKA a. Pengertian Psikofarmaka atau obat psikotropik adalah obat yang bekerja secara selektif pada Sistem Saraf Pusat (SSP) dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan perilaku, digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik yang berpengaruh terhadap taraf kualitas hidup klien (Hawari, 2001).



Obat psikotropik dibagi menjadi beberapa golongan, diantaranya: antipsikosis, antidepresi, anti-mania, anti-ansietas, antiinsomnia, anti-panik, dan anti obsesif-kompulsif,. Pembagian lainnya dari obat psikotropik antara lain: transquilizer, neuroleptic, antidepressants dan psikomimetika (Hawari, 2001).



Obat psikofarmaka, sebagai salah satu zat psikoaktif bila digunakan secara salah (misuse) atau disalahgunakan (abuse) beresiko menyebabkan gangguan jiwa. Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ III) penyalahgunaan obat psikoaktif digolongkan kedalam gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif.



Gangguan mental dan perilaku tersebut dapat bermanifestasi dalam bentuk: 1. Intoksikasi akut (tanpa atau dengan komplikasi) Kondisi ini berkaitan dengan dosis zat yang digunakan (efek yang berbeda pada dosis yang berbeda 2. Penggunaan yang merugikan (harmful use) Kondisi ini merupakan pola penggunaan zat psikoaktif yang merusak kesehatan (dapat berupa fisik dan atau mental). 3. Sindrom ketergantungan (dependence syndrome) Kondisi ini ditandai dengan munculnya keinginan yang sangat kuat (dorongan kompulsif) untuk menggunakan zat psikoaktif secara terus menerus dengan tujuan memperoleh efek psiko aktif dari zat tersebut. 4.



Keadaan putus obat (withdrawal state) Adalah gejala-gejala fisik dan mental yang timbul pada saat penghentian penggunaan zat yang terus menerus dalam jangka waktu panjang atau dosis tinggi. Gejala putus obat, sangat tergantung pada jenis dan dosis zat yang digunakan. 12



Gejala putus zat,akan mereda bila pengguna meneruskan penggunaan zat. Ini merupakan salah satu indikator dari sindrom ketergantungan. 5.



Gangguan psikotik Merupakan sekumpulan gejala-gejala psikotik yang terjadi selama atau segera setelah penggunaan zat psikoaktif. Gejala psikotik ditandai dengan adanya halusinasi, kekeliruan identifikasi, waham dan atau ideas of reference (gagasan yang menyangkut diri sendiri sebagai acuan) yang seringkali bersifat kecurigaan atau kejaran.



6. Sindrom amnestik Sindrom amnestik adalah hendaya/gangguan daya ingat jangka pendek (recent memory) yang menonjol.



b. Peran Perawat Dalam Terapi Psikofarmaka 1. Pengumpulan data sebelum pengobatan yang meliputi : a) Diagnosa Medis b) Riwayat Penyakit c) Hasil Pemeriksaan Laborat ( yang berkaitan ) d) Jenis obat yang digunakan ,dosis,waktu pemberian e) Program terapi yang lain f) Mengkombinasi obat dengan terapi Modalitas g) Pendidikan kesehatan untuk klien dan keluarga tentang pentingnya minum obat secara teratur dan penanganan efek samping obat. h) Monitoring efek samping penggunaan obat



2. Melaksanakan Prinsip Pengobatan Psikofarmaka : a) Persiapan 



Melihat order pemberian obat di lembaran obat ( di status )







Kaji setiap obat yang akan diberikan termasuk tujuan, cara kerja obat, dosis efek samping dan cara pemberian.







Kaji pengetahuan klien dan keluarga tentang obat







Kaji kondisi klien sebelum pengobatan



b) Lakukan minimal prinsip lima benar c) Laksanakan program pemberian obat 13



d) Gunakan pendekatan tertentu e) Pastikan bahwa obat telah terminum f)



Bubuhkan tanda tangan pada dokumentasi pemberian obat , sebagai aspek LEGAL.



g) Laksanakan program pengobatan berkelanjutan, melalui program rujukan h) Menyesuaikan dengan terapi non farmakoterapi i)



Turut serta dalam penelitian tentang obat psikofarmaka



3. Setelah seorang perawat melaksanakan terapi psikofarmaka maka tugas terakhir yang penting harus di lakukan adalah evaluasi. Dikatakan reaksi obat efektif jika: a) Emotional Stabil b) Kemampuan berhubungan interpersonal meningkat c) Halusinasi, Agresi, Delusi, Menarik diri menurun d) Perilaku Mudah di arahkan e) Proses Berpikir ke Arah Logika f)



Efek Samping Obat



g) Tanda – tanda Vital



c. Jenis Obat Psikofarma 1.



Anti Psikotik a) Pengertian Anti Psikotik termasuk golongan Mayor Transquilizer atau Psikotropik : Neuroleptika



adalah obat-obat yang dapat menekan fungsi-fungsi psikis



tertentu tanpa mempengaruhi fungsi-fungsi umum, seperti berpikir, dan berkelakuan normal. Obat ini dapat meredakan emosi, agresi, dan dapat juga mengurangi gangguan jiwa seperti ; halusinasi serta menormalkan perilaku yang tidak normal.



b) Pengolongan 1) fenotiazin, contoh obat : chlorpromazine (dosis 150-600 mg/hari), thioridazin (dosis 150-600 mg/hari), Trifluoperazin (dosis 10-15 mg/hari), perfenazin (12-24 mg/hari), Flufenazin (dosis 10-15 mg/hari).



14



2) Butirofenon, contoh obat : Halloperidol (dosis 5-15 mg/hari), Droperidol (dosis 7,5-15 mg/hari). 3) Difenilbutil piperidin, contoh obat : pimozide ( dosis 1-4 mg/hari). •Atypcal, contoh obat : Risperidon ( dosis 2-6 mg/hari).



c) Mekanisme Kerja Mekanisme kerja dari obat anti-psikosis yaitu Memblokade Dopamine pada reseptor pasca sinaps neuron di otak, dan juga dapat memblokade reseptor kolinergik, adrenergic dan histamine. Untuk obat generasi pertama ( fenotiazin dan butirofenon), umumnya tidak terlalau selektif benzamid sangat selektif dalam memblokade reseptor dopamine D2. Anti-psikosis golongan atypical memblokade reseptor dopamine dan juga serotonin 5HT2.



d) Indikasi Obat anti-psikosis merupakan pilihan pertama dalam menangani skizofreni, untuk memgurangi delusi, halusinasi, gangguan proses dan isi pikiran dan juga efektif dalam mencegah kekambuhan. Major transquilizer juga efektif dalam menangani mania, perilaku kekerasan dan agitasi akibat bingung dan demensia.



e) Efek Samping Efek samping pada sistem saraf: 1) Parkinson : gejalanya tremor, Bradikinesia, Rigiditas (gangguan tonus otot). 2) Distonia : kontraksi otot singkat atau bisa juga lama. Tanda – tandanya muka menyeringai, gerakan tubuh dan anggota tubuh tidak terkontrol. 3) Akathisia : Ditandai dengan perasaan subyektif dan obyektif dari kegelisahan, seperti adanya perasaan cemas, tidak mampu santai, gugup, langkah bolak - balik dan gerakan mengguncang pada saat duduk. 4) Tardive dyskinesia : Merupakan efek samping yang timbulnya lambat, terjadi setelah pengobatan jangka panjang bersifat irreversible (susah hilang/menetap), berupa gerakan involunter yang berulang pada lidah, wajah,mulut/rahang, anggota gerak seperti jari dan ibu jari, dan gerakan tersebut hilang pada waktu tidur. 15



Efek samping pada sistem saraf perifer atau anti cholinergic side effect: 1) Mulut kering 2) Konstipasi 3) Pandangan kabur: akibat midriasis pupil dan sikloplegia (pariese otot-otot siliaris) menyebabkan presbyopia 4) Hipotensi orthostatik, akibat penghambatan reseptor adrenergic 5) Kongesti/sumbatan nasal



f) Kontraindikasi Obat-obat anti-psikosis berkontradiksi dengan : penyakit hati, penyakt darah, kelainan jantung, epilepsy, febris yang tinggi, penyakit SSP, ketergantungan alcohol, dan gangguan kesadaran.



2. Anti Depresan a) Pengertian Antidepresan adalah obat yang mampu memperbaiki suasana jiwa dengan menghilangkan atau meringankan gejala keadaan murung, yang idak disebabkan oleh kesulitan social ekonomi, obat-obatan, atau penyakit.



b) Pengolongan 1) Trisiklik (TCA) : Amitriptilin (75-150 mg/hari), Imipramin ( 75-150 mg/hari). 2) SSRI (Specific Serotonik Reactase Inhibitor) : sentralin (50-150 mg/hari), Fluvoxamin (50-100 mg/hari), Fluxentin (20-40 mg/hari), Paroxentin (2040 mg/hari). 3) MAOI : Moclobemide (300-600 mg/.hari) 4) Atypical : mianserin (30-60 mg/hari), Trazodon ( 75-150 mg/hari), Maprotilin (75-150 mg/hari dosis terbagi).



c) Mekanisme Kerja menghambat re-uptake aminergic neurotransmiter, menghambat penghancuran oleh enzim monoamine oxidaseà sehingga tjd peningkatan jumlah aminergic neurotransmiter pana sinaps neuron di SSP. 16



d) Indikasi Obat antidepresan digunakan untuk penderita depresi dan kadang juga berguna untuk penderita ansietas foba, obsesif-kompulsif, dan mencegah kekambuhan depresi.



e) Efek samping 1) Sedasi 2) Efek Antikolinergik (mulut kering, penghilatan kabur, konstipasi, sinus takikardi) 3) Efek Anti Adrenergik Alfa (perubahan EKG, hipotensi) 4) Efek Neurotoksik



f) Kontraindikasi Kontraindikasi pada penyakit jantung koroner, Glaucoma, retensi urin, hipertensi, prostat, gangguan fungsi hati, epilepsy.



3. Anti Mania a) Pengertian Obat Antimania adalah obat yang digunakan untuk mengendalikan kecenderungan patologis untuk suatu aktivitas tertentu, yang tidak dapat dikendalikan , misalnya mengutil ( kleptomania).



b) Pengolongan Obat antimania yang menjadi acuan adalah litium karbonat (250-500 mg/hari).



c) Mekanisme Kerja Efek anti mania dari lithium carbonate disebabkan kemampuanya mengurangi dopamine reseptor supersensitivity, meningkatkan cholinergic muscarinic activity, dan menghambat cyclic adenosine monophospate.



d) Efek Samping 1) efek neurologik ringan: fatigue, lethargi, tremor di tangan terjadi pada awal terapi dapat juga terjadi nausea, diare. 17



2) Efek toksik: pada ginjal (poliuria, edema), pada SSP (tremor, kurang koordinasi, nistagmus dan disorientasi; pada ginjal (meningkatkan jumlah lithium, sehingga menambah keadaan oedema.



e) Kontraindikasi Respon hipersensitivitas terhdap litium karbonat, penyakit ginjal, penyakit tiroid.



f)



Indikasi Mengurangi Agresivitas, Tidak menimbulkan efek sedatif, Mengoreksi / Mengontrol pola tidur, iritable dan adanya Flight Of Idea. Pada Mania dengan kondisi berat pemberian anti mania di kombinasi dengan obat anti psikotik.



4. Anti Ansietas a) Pengertian obat yang digunakan untuk gangguan mental yang sering dijumpai dengan ansietas berat serupa dengan takut (seoerti takikardi, berkeringat, gemetar, palpitasi) dan rasa takut, gelisah rasa takut yang mungkin timbul dari penyebab yang tidak diketahui.



b) Pengolongan 1) Benzodiazepine Obat anti ansietas golongan Benzodiazepin yang menjadi acuan adalah Diazepam/ Klordiazepoksid. 2) Non benzodiazepine Untuk obat non benzodiazepine antara lain Sulpirid dan Buspiron.  Diazepam ( Valium )



: 2 mg/tab. 5 mg/injeksi



 Chlordiazepoxide ( Etabrium ) : 5,10 mg / tab  Frisium ( Clubazam )



: 10 mg



 Xanac ( AlphaZolam )



: 0,25mg & 0,5 mg/tab



 Sulfiride ( Dogmasil )



: 50 mg/tab



 Buspiron ( Buspar )



: 10 mg/tab



18



c) Efek Samping Efek samping yang ditimbulkan dari penggunaan obat antiansietas antara lain: mengantuk,



kewaspadaan



berkurang,



kinerjaa



psikomotor



menurun,



kemampuan kognitif melemah, relaksasi otot (rasa lemas, cepat lelah).



d) Indikasi Untik mengobati ansietas dan gangguan ansietas, insomnia, depresi, gangguan stress pasca trauma, putus alkohol.



e) Kontraidikasi Pasien dengan hipersensitif terhadap benzodiazepin, glaukoma, miastenia gravis, insufisiensi paru kronik, penyakit ginjal dan penyakit hati kronik.



5. Anti Insomia a) Pengertian obat yang digunakan untuk gejala/kelainan dalam tidur berupa kesulitan berulang untuk tidur



b) Pengolongan Obat Obat acuan adalah fenobarbital 3) Benzodiazepine : Nitrazepam, Trizolam, Estazolam 4) Non Benzodiazepin : Choral Hydrate, Nitrazepam ( Magadon ) 5 mg/tab, Estazolam ( Esilgan ) 1,2 mg / tab.



c) Efek Samping depresi susunan saraf pusat terutama pada saat tidursehingga memudahkan timbulnya koma, karena terjadinya penurunan dari fungsi pernafasan, selain itu terjadi uremia, dan gangguan fungsi hati.



d) Kontraindikasi Berkontraindikasi pada wanita hamil dan menyusui, gagal jantung, penyakit pernapasan akut, dan sleep apnoe syndrome.



19



6. Anti Panik Obat anti-panik merupakan persamaan dari drugs used in panic disorders. Sediaan obat anti-panik di Indonesia adalah imipramine, clomipramine, alprazolam, moclobemide, sertraline, fluoxatine, parocetine, fluvoxamine. Penggolongan obat antipanik adalah obat anti-panik trisiklik (impramine, clomipramine), obat antipanik benzodiazepine (alprazolam) dan obat anti-panik RIMA/reversible inhibitors of monoamine oxydase-A (moclobmide)serta obat anti-panik SSRI (sertraline, fluoxetine,paroxetine, fluvoxamine). Indikasi penggunaan obat ini adalah sindrom panik. Diagnostik sindrom panik dapat ditegakkan paling sedikit satu bulan individu mengalami beberapa kali serangan ansietas berat, gejala tersebut dapat terjadi dengan atau tanpa agoraphobia. Panik merupakan gejala yang merupakan sumber penderitaan (distress) atau mengganggu aktivitas sehari-hari (phobic avoidance). Efek samping yang ditimbulkan antara lain: mengantuk, sedasi, kewaspadaan berkurang, dan Neurotoksik.



7. Anti-Obsesif Kompulsif Obat anti-obsesif kompulsif merupakan persamaan dari drugs used in obsessivecompulsive disorders. obat yang digunakan pada orang yang menderita obsesi yaitu munculnya gambaran/ ide-ide yang tidak di inginkan yang menimbulkan kecemasan berulang. Sediaan obat anti-obsesif kompulsif di Indonesia adalah clomipramine, fluvoxamine, sertraline, fluoxetine, paroxetine. Indikasi penggunaan obat ini adalah sindrom obsesif kompulsi. Diagnostik obsesif kompulsif dapat diketahui bila individu sedikitnya dua minggu dan hampir setiap hari mengalami gejala obsesif kompulsif, dan gejala tersebut merupakan sumber penderitaan (distress) atau mengganggu aktivitas sehari-hari (disability). Efek samping obat anti obsesi-kompulsi, sama seperti obat antidepresi trisiklik, dapat berupa: a) Efek antihistamin (sedasi, rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor menurun, kemampuan kognitif menurun, dan lain-lain) b) Efek antikolinergik (mulut kering, keluhan lambung, retensi urin, disuria, penglihatan kabur, konstipasi, gangguan fungsi seksual, sinus takikardi, dan lain-lain). 20



c) Efek antiadrenergik alfa (perubahan EKG, hipotensi ortostatik) d) Efek neurotoksis (tremor halus, kejang epileptik, agitasi, insomnia)



21



BAB III PENUTUP



A. Kesimpulan Macam- macam therapy pada klien gangguan jiwa adalah terapi modalitasi, terapi somatic dan pemberian obat psikofarmaka. Terapi modalitas adalah terapi utama dalam keperawatan jiwa. Terapi ini di berikan dalam upaya mengubah perilaku pasien dari perilaku maladaptif menjadi perilaku adaptif. Terapi modalitas mendasarkan potensi yang dimiliki pasien (modal-modality) sebagai titik tolak terapi atau penyembuhannya. Terapi somatik adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan tujuan merubah perilaku yang maladaptif menjadi perilaku yang adaptif dalam melakukan tindakan dalam bentuk perlakuan fisik. Psikofarmaka adalah sejumlah besar obat farmakologis yang digunakan untuk mengobati gangguan mental. Obat-obatan yang diberikan selain dapat membantu dalam proses penyembuhan pada klien gangguan jiwa, juga mempunyai efek samping yang dapat merugikan klien tersebut, seperti paskinsonisme, pusing, sedasi, pingsan, hipotensi, pandangan kabur, dan konstipasi, untuk menghindari hal tersebut perawat sebagai tenaga kesehatan yang berlangsung dengan pasien selama 24 jam, harus mampu mengimbangi terhadap perkembangan mengenai kondisi klien, terutama dari pemberian obat psikofarmaka.



B. Saran Diharapkan seluruh mahasiswa mampu memahami hasil makalah dari kami. Kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan untuk lebih baiknya pembuatan makalah selanjutnya.



22



DAFTAR PUSTAKA Amalia (2008). Kenali 11 gejala Psikopat. http://amillavtr.multiply.com. Diakses 8 Desember 2018.



Sarwono, Sarlito. W., (2008). Antara Psikopat Dan Sosiopat:Kajian Dalam Jurnal-Jurnal Barat. www.ilmupsikologi.com. Diakses 8 Desember 2018.



Kaplan & Sadock (1997). Sinopsis Psikiatri. Edisi ketujuh. Jakarta.



Nurhalimah, 2016. Keperawatan Jiwa. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Azizah, Lilik Ma’rifahtul. 2011. Keperawatan Jiwa Amplikasi Praktik Klinik. Yogyakarta:



Graham Ilmu. Dalami, Ermawati. 2010. Konsep Dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Trans Info Media



http://blogilmukeperawatan.blogspot.co.id/2012/06/terapi-moadalitas.html



http://dahliarsj13.blogspot.co.id/2009/02/terapi-modalitas-dalam-keperawatan-jiwa.html



https://abykhan.wordpress.com/2012/09/22/terapi-modalitas/



https://dosenpsikologi.com/macam-macam-terapi-modalitas-jiwa



23